Anda di halaman 1dari 23

TUGAS makalah 1

ARSITEKTUR BIOKLIMATIK
PENDEKATAN UMUM ARSITEKTUR
BIOKLIMATIK

LA SIDIN
E1B116012
TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga penyusun dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktu yang telah ditentukan,

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Arsitektur


Bioklimatik yang diberikan oleh dosen bersangkutan dengan tujuan untuk
mengetahui pendekatan umum dari arsitektur bioklimatik

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat


banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari berbagai pihak sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan laporan ini.

Kendari, September 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan masalah........................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................ 2
D. Manfaat .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3


BAB III PENUTUP .......................................................................................... 19
A. Kesimpulan .................................................................................................. 19
B. Saran ............................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Arsitektur Bioklimatik berawal dari 1960-an.
Arsitektur Bioklimatik merupakan arsitektur modern yang dipengaruhi oleh
iklim. Arsitektur bioklimatik merupakan pencermian kembali arsitektur Frank
Loyd Wright yang terkenal dengan arsitektur yang berhubungan dengan alam
dan lingkungan dengan prinsip utamanya bahwa didalam seni membangun
tidak hanya efisiensinya saja yang dipentingkan tetapi juga ketenangannya,
keselarasan, kebijaksanaan, kekuatan bangunan dan kegiatan yang sesuai
dengan bangunannya, “Oscar Niemeyer dengan falsafah arsitekturnya yaitu
penyesuaian terhadap keadaan alam dan lingkungan, penguasaan secara
fungsional, dan kematangan dalam pengolahan secara pemilihan bentuk,
bahan dan arsitektur”.
Akhirnya dari Frank Wright dan Oscar Niemeyer lahirlah arsitek lain
seperti Victor Olgay pada tahun 1963 mulai memperkenalkan arsitektur
bioklimatik. Setalah tahun 1990-an Kenneth Yeang mulai menerapkan
arsitektur bioklimatik pada bangunan tinggi bioklimatik yang memenangkan
penghargaan Aga Khan Award tahun 1966 dan Award pada tahun 1966

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan bumi dan kehidupan?
2. Bagaiman Hewan dan Perlindungannya?
3. Bagaimana manusia dan tempat berlindungnya?
4. Bagaimana klasifikasi iklim?
5. Apa unsur-unsur dari iklim?
6. Bagaimana adaptasi tempat berlindung terhadap iklim?
7. Bagaimana adaptasi bentuk pemukiman terhadap iklim?

C. Tujuan

1
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Mengetahui definisi bumi dan kehidupan
2. Mengetahui tentang hewan dan Perlindungannya
3. Mengetahui manusia dan tempat berlindungnya
4. Mengetahui klasifikasi iklim
5. Mengetahui unsur-unsur dari iklim
6. Menjelaskan adaptasi tempat berlindung terhadap iklim
7. Mengetahui bagaiman adaptasi bentuk pemukiman terhadap iklim

D. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan
2. Untuk bahan penelitian
3. Memenuhi tugas mata kuliah Arsitektur Bioklimatik

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bumi dan Kehidupan
1. Asal Mula Kehidupan di Bumi
Ada beberapa hipotesis atau teori tentang asal mula kehidupan di
bumi:
a. Generatio Spontanea
Orang menganggap bahwa makhluk hidup terbentuk secara
spontan atau terbentuk dengan sendirinya. Contoh: ulat timbul dengan
sendirinya dari bangkai tikus. Paham ini disebut juga abiogenesis,
artinya makhluk hidup dapat terbentuk dari bukan makhluk hidup.
Contoh: dari lumpur akan tumbuh cacing. Paham ini dipelopori oleh
Aristoteles.
b. Cosmozoa
Pendapat ini menyatakan bahwa makhluk hidup yang ada di
bumi berasal dari luar bumi, mungkin dari planet lain. Benda hidup
datang dalam bentuk spora yang aktif, jatuh ke bumi, kemudian
berkembang biak.
c. Omne Vivum ex Ovo
Fransisco Redi (1626-1697), seorang ahli biologi Italia dapat
membuktikan bahwa ulat pada bangkai tikus berasal dari telur lalat.
Kemudian ia mengemukakan pendapat bahwa makhluk hidup berasal
dari telur.
d. Omne Ovo ex Vivo
Lazarro Spallanzani (1729-1799), ahli biologi Italia dapat
membuktikan bahwa mikroorganisme atau jasad renik yang mencemari
kaldu dapat membusukkan kaldu. Jika kaldu dididihkan kemudian
ditutup rapat-rapat, maka pembusukan tidak terjadi. Ia menyimpulkan
bahwa telur berasal dari jasad hidup.
e. Omne Vivum ex Vivo

3
Louis Pasteur (1822-1895), sarjana kimia Perancis melanjutkan
percobaan Spallanzani, yakni dengan menggunakan berbagai
mikroorganisme. Ia berkesimpulan bahwa agar timbul kehidupan baru,
harus ada kehidupan sebelumnya. Teori ini disebut juga Biogenesis.

2. Sel
Sel merupakan penyusun makhluk hidup. Secara umum, materi
hidup sel disebut protoplasma, yang terdiri dari nukleus dan sitoplasma.
Nukleus merupakan massa yang padat dari protoplasma, sedangkan
sitoplasma bersifat cair. Nukleus terpisah dari sitoplasma oleh membran
nukleus. Nukleus berguna untuk mengatur aktivitas sel dan berfungsi pula
dalam reproduksi sel.

sel

Vacuola berbentuk oval, berfungsi untuk menyimpan makanan dan air.


Mitokondria berfungsi untuk mengubah makanan menjadi energi. Sel
dilindungi oleh membran sel, yang juga berfungsi untuk mengontrol apa yang
masuk dan keluar sel.

3. Perkembangbiakan Aseksual dan Seksual

4
Perkembangbiakan adalah kemampuan makhluk hidup untuk
menghasilkan individu baru yang sifatnya sama atau menyerupai
induknya.Tujuan perkembangbiakan adalah untuk menghasilkan keturunan
sehingga dapat melestarikan jenisnya.
a. Perkembangbiakan Aseksual.
Perkembangbiakan aseksual adalah terjadinya pembentukan
individu baru dari satu induk tanpa melalui proses penggabungan atau
perpaduan antara dua sel kelamin.
1. Pembelahan Kembar.
2. Fragmentasi.
3. Pembentukan Spora.
4. Cangkok.
5. Setek.
6. Okulasi.

b. Perkembangbiakan Seksual.
Perkembangbiakan seksual adalah terbentuknya individu baru yang
didahului oleh peleburan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina.

c. Perkembangbiakan Aseksual dan Seksual


Perkembangbiakan adalah kemampuan makhluk hidup untuk
menghasilkan individu baru yang sifatnya sama atau menyerupai
induknya.Tujuan perkembangbiakan adalah untuk menghasilkan
keturunan sehingga dapat melestarikan jenisnya.

B. Hewan dan Perlindungan


Saat ini perlindungan jenis satwa atau hidupan liar diatur dalam
instrumen hukum internasional seperti Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) tahun 1973. Undang-
undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan

5
Ekosistemnya dan peraturan pelaksanaan lainnya mengatur perlindungan jenis
satwa atau hidupan liar di Indonesia.
Dalam perlindungan dan pengelolaan konservasi dan keanekargaman
hayati serta ekosistemnya, salah satu pilar penting adalah perlindungan
terhadap jenis satwa dan tumbuhan liar. Terdapatnya jenis endemik dalam satu
kawasan konservasi ataupun kawasan lainnya bisa menjadi indikator bahwa
perlindungan dan pengelolaan kawasan tersebut berjalan dengan baik dan
berkelanjutan.
Indonesia dikenal sebagai negara mega biodibersity. Menurut catatan
pusatmonitoring konservasi dunia (the World Conservation Monitoring
Centre) kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia antara lain 3.305 spesies
amphibi, burung, mamalia dan reptil. Dari antaranya, 31,1% nya endemik –
artinya, hanya terdapat di Indonesia; dan 9.9% nya terancam punah. Indonesia
memiliki wilayah laut sekitar 5.8 juta km2 dengan keanekaragaman hayati
mencakup 590 jenis terumbu karang, lebih luas lagi merepresentasikan 37%
spesies laut dunia dan 30% jenis mangrove.
Beberapa ketentuan internasional terkait perlindungan dan
perdagangan spesies yang dilindungi telah diatur dalam beberapa konvensi
seperti Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora (“CITES”) tahun 19733 dan dalam Daftar Merah Spesies
yang Terancam Punah (Red List of Threatened Species) IUCN.4 Dalam kedua
ketentuan internasional tersebut, satwa liar dikategorikan ke dalam beberapa
jenis, dari yang tertinggi yaitu kategori terancam punah hingga kategori yang
dipantau populasinya. Indonesia adalah salah satu negara yang
menandatangani konvensi CITES.
Sementara, di tingkat nasional, perlindungan dan pengelolaan kawasan
konservasi serta perlindungan dan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar
diatur dalam UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya (selanjutnya dalam tulisan ini ditulis “UU
Konservasi”)6 beserta Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan satwa7 yang memuat lampiran daftar jenis

6
tumbuhan dan satwa yang dilindungi di Indonesia. Pemanfaatannya diatur
dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Liar8 yang mengatur tata cara memanfaatan jenis yang
dilindungi untuk beberapa kegiatan tertentu dengan kondisi dan prasyaratan
yang di izinkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

C. Manusia dan Tempat Berlindungnya


Manusia pada awal peradaban dengan pola kehidupan,mulai dari “ladang
berpindah”sampai “berladang tetap” di alam semesta membutuhkan ruang untuk
berlindung karena disadari bahwa tidak semua kegiatannya dapat dilakukan di alam
terbuka. Mereka membutuhkan “kulit kedua” yang dapat melindungi dan
mewadahi kegiatan mendasarnya seperti: beristirahat, bereproduksi. Hal ini
menunjukan bahwa sebagai tempat berlindung, rumah mempunyai kedudukan
yang cukup berarti dalam kehidupan manusia.
Tempat berlindung yang terbentuk pada awalnya sangat sederhana dan
terus berkembang makin rumit sejalan dengan perkembangan peradaban
manusia. Mulai dari mencari lekukan pada alam (goa) sampai membuat
bangunan dalam bentuk yang rumit, penuh dengan simbol- simbol. Bentukan
yang tercipta merupakan ekspresi dari imajinasi yang dimiliki atau dengan kata
lain bahwa ruang dalam rumah tinggal yang ditempati tidak hanya merupakan
wadah kehidupan sehari-hari tetapi juga merupakan wadah untuk menampung
imajinasinya. Sebagai contoh: anak-anak Amerika pada saat meng gambar
sebuah rumah tinggal maka yang tercipta adalah sebuah rumah dengan sebuah pintu
yang diapit oleh dua buah jendela yang merupakan imajinasi dari dua buah mata
dan sebuah mulut.
Rumah sehat menurut Winslow dan APHA ( American Public Health
Association ) harus memiliki syarat, antara lain:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan (ventilasi),
ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan/suara yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain cukup aman dan nyaman bagi
masing-masing penghuni rumah, privasi yang cukup, komunikasi yang sehat
antar anggota keluarga dan penghuni rumah, lingkungan tempat tinggal yang
memiliki tingkat ekonomi yang relatif sama.

7
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah rumah tangga,
bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang berlebihan, cukup sinar
matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul
karena keadaan luar maupun dalam rumah. Termasuk dalam persyaratan ini
antara lain bangunan yang kokoh, terhindar dari bahaya kebakaran, tidak
menyebabkan keracunan gas, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan lain
sebagainya.

D. Klasifikasi Iklim
Iklim merupakan konsep yang sangat geografis karena bumi
menunjukkan pola iklim yang sangat jelas. Dalam geografi iklim dipelajari
melalui klimatologi. Kajian klimatologi sangat penting untuk berbagai bidang
di luar geografi termasuk pertanian, arsitektur, ekologi, kehutanan, dan
ekonomi karena iklim merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku
manusia dan proses alam melalui berbagai macam cara
1. Klasifikasi Iklim Köppen
Klasifikasi ini adalah salah satu sistem klasifikasi iklim yang
paling banyak digunakan secara luas. Sistem ini dikembangkan oleh
Wladimir koppen, seorang ahli iklim Jerman, sekitar tahun 1884 (dengan
beberapa perubahan oleh Köppen, tahun 1918 dan 1936). Kemudian,
seorang ahli iklim Jerman yang bernama Rudolf Geiger bekerjasama
dengan Köppen untuk mengubah sistem klasifikasi, sehingga sistem ini
kadang-kadang disebut sebagai sistem klasifikasi Köppen–Geiger.
Pembagian ini disusun berdasarkan temperatur, curah hujan,
vegetasi, dan jenis tanah (soil distribution). Sistem klasifikasi iklim
Koppen disusun dengan memakai kode huruf -huruf besar dan kecil.
Untuk menentukan pembagian atas golongan dengan satu huruf, lalu sub-
golongan dengan dua huruf. Seterusnya di buat sub-divisi untuk

8
mengadakan perbedaan atau variasi berdasarakan temperatur unsur cuaca
lainnya dengan simbol (kode) tiga huruf. Ada lima golongan iklim yang
pokok, yaitu sebagai berikut
a. Kelompok A: Iklim tropis/megatermal
Iklim tropis berkarakter temperatur tinggi (pada permukaan laut
atau ketinggian rendah) — dua belas bulan memiliki temperatur rata-
rata 18 °C (64.4 °F) atau lebih tinggi. Terbagi menjadi:
 v Iklim hutan hujan tropis (Af)
 v Iklim monsum tropis (Am)
 v Iklim basah dan kering atau sabana tropis (Aw)
Cirinya adalah sebagai berikut: suhu rata-rata bulanan tidak
kurang dari18°C,suhu rata-rata tahunan 20°C-25°C, curah hujan rata-rata
lebih dari 70 cm/tahun, dan tumbuhan yang tumbuh beraneka ragam.

b. kelompok B: Iklim kering (gersang dan semigersang)


Sepanjang tahun, rata-rata penguapan lebih besar dari curah hujan.
Tidak terdapat surplus air. Dalam zona iklim ini tidak terdapat sumber
sungai yang permanen.
Dengan ciri sebagai berikut: Terdapat di daerah gurun dan daerah
semiarid (steppa); Curah hujan terendah kurang dari 25,4/tahun, dan
penguapan besar;

c. Kelompok C: Iklim sedang/mesotermal


Bulan terdingin mempunyai temperatur rata-rata di bawah 180C,
tetapi di atas-30C. Paling sedikit satu bulan mempunyai temperatur rata-
rata di atas 100C. Pada iklim terdapat musim panas dan musim dingin
 Iklim Mediterania (Csa, Csb)
 Iklim subtropis (Cfa, Cwa)
 Iklim sedang maritim atau iklim laut (Cfb, Cwb)
 Iklim subarktik maritim atau iklim laut subkutub (Cfc)

9
d. Kelompok D: Iklim benua/mikrotermal
Bulan terdingin memiliki temperatur rata-rata di bawah -3C.
Temperatur rata-rata bulan terpanas di atas 100 yang berbatasan kira-kira
sama derngan ishoterm 100, yakni batas pohon paling utara
 Iklim benua musim panas (Dfa, Dwa, Dsa)
 iklim benua musim panas hangat atau hemiboreal (Dfb, Dwb, Dsb)
 Iklim subarktik kontinental atau boreal (taiga) (Dfc, Dwc, Dsc)
 iklim subarktik kontinental dengan musim dingin ekstrem (Dfd, Dwd)

e. Kelompok E: Iklim Kutub


Temperatur rata-rata bulan terpanas di bawah 100C dan tidak
terdapat musim panas.
 Iklim tundra (ET)
 Iklim kutub es (EF)

Peta iklim Köppen–Geige

2. Klasifikasi Iklim Menurut Mohr


Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan
besarnya curah hujan, dari hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian

10
bulan dalam kurun waktu satu tahun dimana keadaan yang disebut bulan
basah apabila curah hujan >100 mm per bulan, bulan lembab bila curah
hujan bulan berkisar antara 100 – 60 mm dan bulan kering bila curah hujan
< 60 mm per bulan
Mohr membagi iklim berdasarkan curah hujan yang sampai ke
permukaan bumi, yaitu menjadi tiga golongan sebagai berikut:
a. Bulan kering (BK), yaitu jumlah rata-rata curah hujan dalam bulan
tersebut kurang dari 60 mm.
b. Bulan sedang (BS, yaitu jumlah rata-rata curah hujan dalam bulan
tersebut berkisar antara 60 – 90 mm.
c. Bulan basah (BB), yaitu jumlah rata-rata curah hujan dalam bulan
tersebut 100 mm ke atas.

3. Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson

Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto, dkk (2000)
penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak
digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-
Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti
kriteria bulan basah dan bulan kering klsifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-
rata bulan kering atau bulan basah (X) dalam klasifikasian iklim Schmidt-
Ferguson dilakukan dengan membandingkan jumlah/frekwensi bulan kering
atau bulan basah selama tahun pengamatan ( åf ) dengan banyaknya tahun
pengamatan (n).
Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang
tumbuh di tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat
basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis
vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis
vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan
daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan
musim, tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim F

11
(kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim G (sangat kering) jenis
vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya
adalah padang ilalang (Syamsulbahri, 1987).

Table Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson

4. Sistem Klasifikasi Oldeman


Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada
jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan
tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlansung secara
berturut-turut.
Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona
iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut
yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya
jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim
berdasarkan huruf yaitu
Oldeman membagi iklim menjadi 5 tipe iklim yaitu :
 Iklim A. Iklim yang memiliki bulan basah lebih dari 9 kali berturut-turut
 Iklim B. Iklim yang memiliki bulan basah 7-9 kali berturut-turut
 Iklim C. Iklim yang memiliki bulan basah 5-6 kali berturut-turut
 Iklim D. Iklim yang memiliki bulan basah 3-4 kali berturut-turut
Berdasarkan urutan bulan basah dan kering dengan ketententuan
tertentu diurutkan sebagai berikut:
a. Bulan basah bila curah hujan lebih dari 200 mm
b. Bulan lembab bila curah hujan 100 – 200 mm
c. Bulan kering bila curah hujan kurang dari 100 mm
Pada dasarnya Kriteria bulan basah dan bulan kering yang dipakai
Oldeman berbeda dengan yang digunakan oleh Koppen atau pun Schmidt –

12
Ferguson Bulan basah yang digunakan Oldeman adalah sebagai berikut: Bulan
basah apabila curah hujan lebih dari 200 mm. Bulan lembab apabila curah
hujannya 100 - 200 mm. Bulan kering apabila curah hujannya kurang dari 100
mm

5. Klasifikasi Iklim Yunghunh


Pembagian iklim didasarkan pada ketinggian tempat yang ditandai dengan
jenisvegetasi, zone iklimnya adalah terbagi lima zone:

Gambar : Iklim Yunghunh


a. Zone iklim panas.Ketinggian 0 – 700 m, suhu rata-rata tahunan lebih 22 C
( padi, jagung, tebu dan kelapa).
b. Zone iklim sedang.Ketinggian 700-1500m, suhu rata-rata tahunan antara
15 – 22 C ( kopi, the, kina dan karet).
c. Zone iklim sejuk.Ketinggian.1500 – 2500, suhu rata-rata tahunan 11 C –
15 C (cocok tanaman holtikultura).
d. Zone iklim dingin.Ketinggian 2500 – 400m, dengan suhu rata-rata tahunan
11 C (zone ini tumbuhan yang ada berupa lumut).
e. Zone iklim salju tropis. Ketinggian lebih dari 400m dari permukaan laut,
di daerah ini tidak terdapat tumbuhan.

E. Unsur-Unsur Iklim

13
1. Suhu Udara
Suhu udara adalah derajat panas dinginnya udara yang
menunjukkan kandungan energi panasnya Dinyatakan dalam derajat
Celcius ( oC) , derajat Fahrenheit ( oF), dan derajat Kelvin (oK)
a. dearajat K = (a - 273) derajat C
b. derajat F = 5(b - 32)/9 derajat C
Sumber energi utama adalah cahaya matahari

2. Tekanan Udara
Berat kolom udara mulai dari permukaan sampai puncak atmosfer
yang diterima permukaan tiap satuan luas. Dari hasil penelitiannya
Torricelli mengemukakan bahwa tekanan tersebut rata-rata sama dengan
beratnya air raksa yang terdapat dalam tabung sepanjang 76 cm dan
penampangnya 1 cm2. Dengan demikian apabila berat jenis air raksa 13,6
g/cm3 maka tekanan atmosfer tersebut sebesar 76 x 13,6 = 1033,6 g/cm2
dan disebut 1 atmosfer ( 1 atm).
Untuk menyatakan besarnya tekanan atmosfer digunakan satuan
milibar (mb).

3. Kelembapan Udara
Banyaknya uap air di dalam udara bergantung kepada faktor,
antara lain ketersediaan air dan sumber uap, suhu, tekanan udara dan angin

Pernyataan Kelembaban udara:

kelembapan nisbi H = e/em x 100 %

kelembapan mutlak atau nisbah campur


r = mv / md

kelembapan spesifik

14
q = mv / (mv + md )

4. Angin
Gerakan udara karena perbedaan suhu dan tekanan antara suatu
tempat dan pada tempat lain. Angin dicirikan dengan arah datangnya dan
kecepatannya. Arah angin dinyatakan dengan derajat

5. Curah Hujan
Curah hujan (mm) : merupakan ketinggian air hujan yang
terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan
tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu
meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu
millimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.

F. Adaptasi Bentuk Tempat Berlindung Terhadap Iklim


Beberapa penyelesaian arsitektur di daerah tropis lembab, antara lain :
1. Atap
Untuk daerah tropis lembab digunakan atap miring berupa atap plana,
limasan, panggang pe dari plat/lembaran monolotik. Pada perancangan perlu
memperhatikan :
a. Trtisan lebar dapat melindungi dinding dan jendela dari cahaya matahari
dan air hujan.
b. Kemiringan atap dapat mengalirkan air hujan sebelum merembes ke dalam
bahan bangunan. Setiap atap memiliki sudut kemiringan optimum
tertententu.

c. Digunakan konstruksi atap 2 lapis untuk mendapatkan atap yang lebih


dingin. Fungsi lapisan luar adalah melindungi lapisan dalam dari cahaya
matahari. Ruang diantara kedua lapisan untuk pembuangan panas melalui
ventilasi silang. Lubang keluar udara terletak pada atap.

2. Dinding

15
Dinding akan menjadi panas bila tidak dilindungi dari radiasi matahari
dan akan meneruskan panas ke dalam ruangan. Dinding utara dan selatan tidak
begitu banyak menerima radiasi karena sudut jatuh cahaya cukup besar.
a. Tanah disekitar bangunan harus di teduhi/diberi tanaman untuk mencegah
pemantulan pada dinding.

b. Tembok pagar berwarna cerah tetapi tidak memantul pada dinding


bangunan.

c. Bidang dinding dibuka selebar mungkin untuk mendapat ventilasi siang


yang diperlukan.

d. Konstruksi ringan dan modern dengan dinding tipis dan lubang-lubang


yang diperlukan untuk pencahayaan dan penghawaan, dilindungi oleh
tritisan.
3. Lantai

a. Bangunan dapat didirikan di atas tiang untuk mendapatkan ventilasi


silang yang baik, karena perbedaan temperature tanah dan udara hanya
sedikti. Gerakan udara ke bawah bangunan bisa menguntungkan,
bangunan aman dari banjir dan binatang kecil.

b. Banguna yang tidak berdiri di atas tiang harus memilki jarak yang
cukup dari tanah untuk mencegah masuknya air, kotoran dan binatang.
Pemakain lantai batu dianjurkan untuk pengudaraan yang alamiah
karena konstruksinya terbuka, sangat dipengaruhi iklim. Lantai batu
buatan yang licin (teraso) sangat mudah dirawat.

c. Pemilihan warna lantai yang terkena cahaya matahari dengan


kompromi antara pencegahan kesilauan di satu pihak dan
penghindaran penyerapan panas di pihak lain.

G. Adaptasi Bentuk Pemukiman Terhadap Iklim

16
1. Studi kasus Adaptasi pemukiman pesisir di kelurahan Demaan kab.
Jepara oleh dampak perubahan iklim
Bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi
berbagai bencana disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi serta
karakteristik masyarakat sebagai masyarakat pesisir atau masyarakat
perkotaan. Bentuk adaptasi masyarakat yang tinggal di sekitar Pasar
Apung dan di sempadan pantai membuat tonggak pemecah gelombang.
Selain itu, masyarakat juga meninggikan daratan dengan menancapkan
jeruji bambu yang kemudian diisi dengan sampah. Namun, cara ini
menimbulkan pencemaran sehingga perlu diganti dengan cara lain yang
lebih aman, yaitu merelokasi permukiman di sempadan pantai kemudian
digunakan sebagai ruang terbuka hijau.
Menurut UN Habitat, 2011 salah satu cara untuk adaptasi terhadap
dampak perubahan iklim di pantai adalah pembangunan infrastruktur
dengan memperbaiki dan memelihara dinding laut.
Hal ini dapat untuk menghalangi terjangan ombak dari laut.
Awour, 2009 menyatakan bahwa untuk mengurangi kerentanan terhadap
perubahan iklim terutama dengan keterbatasan lahan untuk permukiman
yaitu mendorong pemerintah kota untuk membangun permukiman di
pinggiran kota yang jauh dari pantai. Selain itu membangun bangunan
yang kokoh dengan ventilasi yang dapat untuk sirkulasi udara alami
sehingga dapat mengurangi kelembaban yang tinggi dalam ruangan.
Bentuk adaptasi masyarakat Kelurahan Demaan terhadap hunian
mereka seperti dengan meninggikan lantai bangunan atau menambah
jumlah lantai menjadi bertingkat tanpa menambah luasan rumah. Selain
itu, beberapa warga juga melakukan perubahan struktur bangunan menjadi
bangunan permanen. Bangunan yang berbatasan langsung dengan sungai,
terutama pada sisi kanan sungai, memiliki ketinggian lantai dasar
bangunan yang lebih tinggi untuk menghindari adanya genangan air yang
memasuki rumah mereka. Berbagai bentuk adaptasi yang dilakukan

17
masyarakat sebagian besar menggunakan dana pribadi dan hanya beberapa
orang yang menggunakan dana bantuan dari pemerintah (PNPM).
Bentuk adaptasi akibat perubahan iklim terhadap kerusakan
infrastruktur di RW IV dan V yaitu dengan perbaikan jalan. Bentuk
perbaikan jalan yang dilakukan secara terus menerus yaitu dengan cara
dipaving/dibeton dan dimensinya dibuat lebih tinggi sehingga dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya genangan air.
Jaringan drainase di RW I dilakukan perbaikan pada saluran yang
berada di sempadan sungai yang mengalami sedimentasi. Hal ini sesuai
dengan pernyataan UN Habitat, 2011 bahwa pemeliharaan dan
peningkatan system drainase sangat penting untuk mengantisipasi dampak
perubahan iklim di kawasan pesisir.
Drainase di sempadan sungai ini seharusnya tersambung dengan
drainase primer sehingga dapat mengalir dengan baik. Selain itu, drainase
juga perlu disesuaikan dengan jaringan jalan agar masyarakat tidak
menggunakan drainase tersebut sebagai tempat untuk membuang sampah
maupun limbah.
Untuk sistem persampahan, telah disediakan TPS pada semua RW
dan depo transfer di RW IV yang terdapat di Pasar Apung. Dengan adanya
TPS ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan warga dalam hal
pembuangan sampah sehingga tidak ada lagi warga yang membuang
sampahnya sembarangan.
Selain jalan, drainase, dan sistem persampahan, adaptasi juga
dilakukan masyarakat terhadap sistem sanitasi mereka dengan membangun
MCK komunal sehingga masyarakat tidak perlu lagi menggunakan jamban
di atas laut (jamban helikopter).
Kebutuhan air bersih masih terlayani dengan baik dari PDAM
dengan adanya jaringan yang menuju ke Kelurahan Demaan.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Arsitektur bioklimatik merupakan arsitektur yang berlandaskan pada
pendekatan desain pasif dan minimum energy dengan memanfaatkan energy
alam iklim setempat untuk menciptakan kondisi kenyamanan bagi
penghuninya.
Arsitektur bioklimatik mengusung desain yang dapat berdaptasi
terhadap perubahan-perubahan iklim sehingga setiap orang yang beraktivitas
di bangunan ini merasakan kesan nyaman dan akrab

B. Saran
Karena makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka kritik dan
masukkan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Fathi Hanif.(Desember 2015). JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 2 ISSUE


2, Upaya Perlindungan Satwa Liar Indonesia Melalui Instrumen Hukum
dan Per-Undang-Undangan. (Online): jhli.icel.or.id/index.php/jhli/article/.
Diakses Pada 27 September 2018 pukul 11.25 WITA

Heinz, F. (2008). Ilmu Fisika Bangunan. Yogyakarta: Kanisius.

Latifah, Nur Laela. 2015. FISIKA BANGUNAN. Jakarta : Griya Kreasi

Sunarti, Nur Khasanah Apriliasari.(17 November 2015).Dampak perubahan Iklim


Terhadap Pemukiman Pesisir di Kel. Demaan Kabupaten Jepara.
(Online): http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/tataloka. Diakses Pada 27
September 2018 Pukul 11.00 WITA

20

Anda mungkin juga menyukai