Anda di halaman 1dari 35

BRONKIEKTASIS

Definisi

Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang
abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding
bronkus. Bronkiektasis diklasifikasikan dalam bronkiektasis silindris, fusiform, dan kistik
atau sakular.

Etiologi dan Predisposisi

Bronkiektasis biasanya didapat pada masa anak-anak. Kerusakan bronkus pada penyakit ini
hampir selalu disebabkan oleh infeksi. Penyebab infeksi tersering adalah H. Influenza dan P.
Aeruginosa. Infeksi oleh bakteri lain, seperti Klebsiela dan Staphylococus Aureus disebabkan
oleh absen atau terlambatnya pemberian antibiotik pada pengobatan pneumonia.
Bronkiektasis ditemukan pula pada pasien dengan infeksi HIV atau virus lainnya, seperti
adenovirus atau virus influenza.

Faktor penyebab noninfeksi yang dapat menyebabkan penyakit ini adalah paparan substansi
toksik, misalnya terhirup gas toksik (amonia, aspirasi asam dari cairan lambung dan lain-
lain). Kemungkinan adanya faktor imun yang terlibat belum diketahui dengan pasti karena
bronkektasis dapat ditemukan pula pada pasien kolitis ulseratif, reumathoid artritis, dan
sindrom Sjorgen.

Faktor predisposisi terjadinya bronkiektasis dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Kekurangan mekanisme pertahanan yang didapat atau kongenital, biasanya kelainan


imunologi berupa kekurangan globulin gamma atau kelainan imunitas selular atau
kekurangan alfa-1antitripsin.
2. Kelainan struktur kongenital seperti fibrosis kistik, sindrom Kartagener, kekurangan
kartilago bronkus, dan kifoskoliosis kongenital.
3. Penyakit paru primer seperti tumor paru, benda asing, atau tuberkulosis paru.
Manifestasi Klinis

Gejala sering dimulai pada saat anak-anak, 60% gejala timbul sejak pasien berusia 10 tahun.
Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi, serta ada atau tidaknya komplikasi.
Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan pengeluaran
sputum dialami paling sering pada pagi hari, setelah tiduran atau berbaring pada posisi yang
berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan bronkektasis.

Pada bronkektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus saja, mungkin tidak terdapat
gejala. Kalaupun ada biasanya batuk bersputum yang menyertai batuk-pilek selama 1-2
minggu. Komplikasi pneumonia jarang dan progresivitasnya lambat.

Pada bronkiektasis berat, pasien mengalami batuk terus-menerus dengan sputum yang banyak
(200-300 ml) yang bertambah berat bila terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya dapat
diikuti dengan demam, nafsu makan berkurang, berat badan turun, anemia, nyeri pleura,
malaise. Sesak napas dan sianosis timbul pada kelainan yang luas. Hemoptisis mungkin
merupakan satu-satunya gejala, sebab itu bronkiektasis harus dipikirkan bila terdapat
hemoptisis yang tidak jelas sebabnya.

Pada pemeriksaan fisik yang terpenting adalah terdapat rongki basah sedang sampai kasar
pada daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksaan yang berulang. Kadang-kadang
dapat ditemukan rongki kering dan bising mengi. Ditemukan perkusi yang redup dan suara
napas yang melemah bila terdapat komplikasi empiema. Clubbing Finger didapatkan pada
30-50% kasus. Pada kasus yang berat mungkin terdapat sianosis dan tanda kor pulmonal.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Sputum biasanya berlapis tiga. Lapisan atas terdiri dari busa, lapisan tengah adalah
sereus dan lapisan bawah terdiri dari pus atau sel-sel rusak. Sputum yang berbau
busuk menunjukkan infeksi oleh kuman anaerob. Pemeriksaan darah tepi
menunjukkan hasil dalam batas normal, demikian pula dengan pemeriksaan urin dan
EKG, kecuali pada kasus lanjut.
2. Pemeriksaan Radiologi

Foto thoraks normal tidak menyingkirkan kemungkinan penyakit ini. Biasanya


didapatkan corakkan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakkan menjadi
kabur, daerah yang terkena corakkan tampak mengelompok, kadang-kadang ada
gambaran sarang tawon serta kistik yang berdiameter sampai 2 cm dan kadang-
kadang terdapat garis-garis batas permukaan udara-cairan.

Diagnosa

Diagnosa pasti dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan bronkografi dan patologi.

Penatalaksanaan

Terapi yang dilakukan bertujuan untuk :

1. Meningkatkan pengeluaran sekret trakeobronkial. Drainase postural dan latihan


fisioterapi untuk pernapasan dan batuk yang produktif, agar sekret dapat dikeluarkan
secara maksimal.
2. Mengontrol infeksi, terutama pada fase eksaserbasi akut. Pilihan antibiotik
berdasarkan pemeriksaan bakteri dari sputum dan resistensinya. Sementara menunggu
hasil biakan kuman, dapat diberikan antibiotik spektrum luas seperti ampisilin,
kotrimoksazol, dan amoksisilin. Antibiotik diberikan sampai produksi sputum
minimal dan tidak purulen. Pengobatan diperlukan untuk waktu yang lama bila infeksi
paru yang diderita telah lanjut.
3. Mengembalikan aliran udara pada saluran napas yang mengalami obstruksi,.
Bronkodilator diberikan selain untuk mengatasi bronkospasme, juga untuk meperbaiki
drainase sekret. Alat pelembab dan nebulizer dapat dipakai untuk melembabkan
sekret. Bronkoskopi kadang-kadang perlu untuk pengangkatan benda asing atau
sumbatan mukus. Pasien dianjurkan untuk menghindari rangsangan bronkus dari asap
rokok dan polusi udara yang tercemar berat dan mencegah pemakaian obat sedatif dan
obat yang menekan refleks batuk.
4. Operasi hanya dilakukan bila pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah
mendapat pengobatan konservatif yang adekuat selama 1 tahun atau timbul
hemoptisis yang masif. Pertimbangan operasi berdasarkan fungsi pernapasan, umur,
keadaan, mental, luasnya bronkiektasis, keadaan bronkus pasien lainnya, kemampuan
ahli bedah dan hasil terhadap pengobatan.
BRONKIEKTASIS (BE)

Bronkiektasis (BE)adalah penyakit saluran napas kronik ditandai dengan dilatasi abnormal
yang permanen disertai rusaknya dinding bronkus. Biasanya pada daerah tersebut ditemukan
perubahan yang bervariasi termasuk di dalamnya inflamasi transmural, edema mukosa (BE
silindris), ulserasi (BE kistik) dengan neovaskularisasi dan timbul obstruksi berulang karena
infeksi sehingga terjadi perubahan arsitektur dinding bronkus serta fungsinya.
Keadaan yang sering menginduksi terjadinya BE adalah infeksi, kegagalan drainase sekret,
obstruksi saluran napas dan atau gangguan mekanisme pertahanan individu.
Di seluruh dunia angka kejadian BE tinggi, biasanya terjadi pada negara terbelakang atau
berkembang. BE kebanyakan terjadi pada penduduk usia pertengahan sampai lanjut,
sedangkan akibat penyakit kongenital terjadi pada usia muda. Tingkat sosial ekonomi yang
rendah, nutrisi buruk, perumahan yang tidak memadai dan sulit mendapatkan fasilitas
kesehatan karena alasan finansial atau jangkauan fasilitas kesehatan mempermudah
timbulnya infeksi tersebut.

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


BE adalah dilatasi abnormal bronkus, pada daerah proksimal bronkus (diameter > 2 mm)
disertai destruksi komponen otot dan jaringan elastik dinding bronkus yang dapat terjadi
secara kongenital ataupun didapat karena sebab infeksi kronik saluran napas. BE kongenital
terjadi pada bayi dan anak sebagai akibat kegagalan pembentukan cabang-cabang bronkus.
Kerusakan komponen otot dan jaringan elastik dinding bronkus merupakan respon tubuh
terhadap infeksi berupa proses inflamasi yang melibatkan sitokin, oksida nitrit dan neutrofil
protease sehingga terjadi kerusakan pada jaringan alveolar peribronkial dan selanjutnya
terjadi fibrosis peribronkial. Akhirnya terjadi kerusakan dinding bronkus dan inflamasi
transmural sehingga terjadi dilatasi abnormal bronkus. Pada keadaan ini biasanya ditemukan
gangguan pembersihan sekresi (mucous clearance) pada bronkus dan cabang-cabangnya.
Kegagalan proses pembersihan sekresi menyebabkan kolonisasi kuman dan timbul infeksi
oleh kuman pathogen yang ikut berperan dalam pembentukan mucus yang purulen pada
penderita BE.

Gambaran patologi
BE lebih sering ditemukan di paru kiri daripada kanan, mungkin karena diameter bronkus
utama kiri lebih kecil daripada kanan. Kelainan lebih sering ditemukan di lobus bawah
khususnya segmen basal. Lynne Reyd membagi BE menjadi 3 bentuk berdasarkan pelebaran
bronkus dan derajad obstruksi, sebagai berikut:
1. Bentuk silindrik (tubular)
Seringkali dihubungkan dengan kerusakan parenkim paru, terdapat penambahan diameter
bronkus yang bersifat regular, lumen distal bronkus tidak begitu melebar.
2. Bentuk varikosa (fusiform)
Pelebaran bronkus lebih lebar dari bentuk silindrik dan bersifat irregular. Gambaran garis
irregular dan distal bronkus yang mengembang adalah gambaran khas pada bentuk varikosa.
3. Bentuk sakuler (kistik)
Dilatasi bronkus sangat progresifmenuju ke perifer bronkus. Pelebaran bronkus ini terlihat
sebagai balon, kelainan ini biasanya terjadi pada bronkus besar, pada bronkus generasi ke 4.
Bentuk ini juga terdapat pada BE congenital.

Etiologi dan faktor predisposisi


Banyak penyebab yang menjadi etiologi maupun faktor predisposisi terjadinya BE antara
lain:
1. Infeksi primer (bakteri, jamur dan virus)
BE mungkin sebagai sequel dari nekrosis setelah infeksi akibat pengobatan yang buruk atau
tidak diobati sama sekali. Infeksi dapat disebabkan oleh kuman tipikal seperti Klebsiela,
Staphilococcus aureus, Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma pneumonia, measles,
pertusis, influenza, herpes simplex dan beberapa tipe adenovirus. Pada anak respiratory
syncytial virus dapat menyebabkan BE. BE juga bisa juga disebabkan oleh Mycobacterium
avium complex (MAC) yang terjadi pada penderita HIV dan imunokompremis.
2. Obstruksi bronkus
Tumor endobronkial, benda asing atau stenosis bronkus karena penekanan akibat kelenjar
getah bening leher yang membesar dapat menyebabkan BE. Sindrom lobus tengah kanan
merupakan bentuk spesifik obstruksi bronkus yang akhirnya akan menyebabkan BE karena
angulasi abnormal lobus tersebut. Timbulnya obstruksi bronkus dan infeksi kronik
merupakan faktor predisposisi terbentuknya BE.
3. Fibrosis kistik
Ini merupakan penyakit autosomal resesif dengan kelainan utama pada paru dengan
gambaran umum BE. BE berhubungan dengan fibrosis kistik terjadi secara sekunder karena
terkumpulnya mucus pada jalan napas bagian atas dan terjadinya infeksi kronis.
4. Sindroma Young
Gambaran klinis sama denga fibrosis kistik. Sindrom ini ditemukan BE disertai sinusitis dan
azoospermia, sering terjadi pada pria usia pertengahan.
5. Diskinesia siliar primer
Manifestasinya adalah immotile dan/atau diskinetik silia dan spermatozoa. Keadaan ini
menyebabkan gangguan bersihan mukosilier infeksi berulang dan akhirnya terjadi BE.
Sindrom Kartagener dengan triad gambaran klinik berupa situs inversus, sinusitis dan BE
adalah sebagai akibat immobility silia pada saluran napas.
6. Aspergilosis bronkopulmoner alergi
Merupakan reaksi hipersensitiviti terhadap inhalan antigen Aspergilus dengan gambaran
bronkospasme, BE dan reaksi imunologi oleh spesies Aspergilus. Dikatakan aspergilus
bronkopulmoner alergi adalah apabila pada penderita tersebut ditemukan batuk produktif dan
juga memiliki riwayat asma yang tidak respons dengan terapi konvensional.
7. Keadaan imunodefisiensi
Imunodefisiensi dapat terjadii secara congenital maupun didapat. Imunodefisiensi ini
melibatkan gangguan gangguan fungsi limfosit B. penderita dengan hipogammaglobulinemia
biasanya muncul saat anak dengan riwayat sinusitis atau infeksi paru berulang. Penderita
HIV/AIDS merupakan implikasi terjadinya BE dan digambarkan dengan timbulnya
percepatan kerusakan bronkus karena infeksi berulang.
8. Defek anatomi kongenital
Skuester bronkopulmoner, sindroma Williams-Campbell (defisiensi congenital kartilago),
Sindrom Mounier-Kuhn (tracheobronkomegali), Sindrome Swyer-Jamer (unilateral
hyperlucent lung) dan sindrom yellow-nail mempermudah timbulnya BE.
9. Defisiensi alpha 1-antitripsin
Patogenesisnya belum jelas
10. Penyakit reumatik
Komplikasi rheumatoid arthritis dan sindrom Sjogren dapat terjadi BE, tetapi patogenesisnya
belum jelas.
11. Traksi bronkiektasis
Ini merupakan distorsi jalan napas sekunder karena distorsi parenkim paru dari fibrosis
pulmoner.
12. Merokok
Bagaimana merokok dapat menyebabkan terjadinya BE masih belum jelas namun demikian
asap rokok dan infeksi berulang dapat mempercepat kerusakan dinding bronkus.

Gambaran klinis
Tanda dan gejala yang timbul tergantung dari beratnya penyakit, penyebaran, lokasi, ada
tidaknya komplikasi dan penyakit yang mendasarinya. Gejala pada BE dapat disebabkan
karena BE-nya saja atau karena penyakit dasarnya. Gejala akibat BE-nya saja dapat berupa
batuk kronik, dahak purulen, panas, lemah dan berat badan menurun.
Pada penderita BE sering ditemukan batuk dengan banyak dahak bersifat purulen terutama
terjadi setelah istirahat lama terlentang yaitu pada pagi hari. Secara makroskopik dapat
dijumpai sputum 3 lapis yaitu lapisan busa, lapisan purulen (hijau, kuning) dan lapisan
mukoid. Dapat juga dijumpai BE yang kering tidak banyak dahak, hal ini tergantung pada
lokasi BE, misalnya pada tempat yang alirannya baik. Dengan mengitung volume dahak/24
jam dapat ditentukan berat ringannya penyakit. Ellis dkk mengelompokkan BE menjadi BE
ringan (volume dahak <10 ml/hari), BE sedang (10-150 ml/hari) dan BE berat (>150 ml/hari)
Batuk darah jarang terjadi pada BE kering, lebih banyak terjadi pada BE dewasa. Gejala
sesak napas banyak ditemukan pada BE luas yang telihat pada gambaran foto toraks.
Pemeriksaan fisik kadang tidak dijumpai kelainan. Kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan fisik tergantung pada luas, derajat dan ada tidaknya obstruksi saluran napas.
Pada auskultasi sering dijumpai ronki basah, biasanya pada basal paru dan sering dijumpai
jari tabuh.

Riwayat penyakit

Batuk dan produksi sputum mukopurulen selama beberapa bulan sampai tahun merupakan
gambaran yang spesifik. Gejala yang kurang spesifik adalah dispneu, nyeri dada pleuritik,
mengi, batuk darah, demam, lemah dan kehilangan berat badan. BE “kering” manifestasinya
adalah batuk darah secara episodic dengan sedikit atau tanpa sputum dan biasanya merupakan
gejala sisa tuberkulosis dan ditemukan pada lobus atas paru. Penderita mungkin secara
episodik terkena bronkitis atau infeksi paru sehingga terjadi eksaserbasi dalam bentuk BE dan
sering memerlukan antibiotik. Infeksi bakterial akut biasanya terjadi karena peningkatan
produksi sputum, peningkatan kekentalan sputum dan tidak jarang menghasilkan sputum
yang berbau.
Bronkiektasis adalah pelebaran pada satu atau lebih saluran udara dengan cara yang tidak
normal. Ekstra lendir dibuat dalam saluran udara yang abnormal . Kondisi ini mengakibatkan
penumpukan lendiri yang menyebabkan paru paru lebih rentan terhadap infeksi . Gejala
utama adalah penderita biasanya akan mengalami batuk yang disertai dengan banyak dahak
(sputum) . Pengobatan yang sering dilakukan untuk mengatas bronkektasis terdiri dari
fisioterapi dan program pengobatan antibiotik biasa .Pada beberapa kasus nhaler kadang-
kadang digunakan. Selain itu tindakan operasi juga dilakukan dalam konds tertentu. Bagi
penderta bronkektasi biasanya tidak diperbolehkan merokok, merokok akan memberkan
kondisi yang semakin buruk.

Udara yang kita hirup akan masuk ke dalam paru-paru melalui tenggorokan atau trakea, yang
kemudia akan terbagi ke dalam beberapa cabang saluran udara disebut bronkus . Selanjutnya
udara yang hirup akan terus mengalir melalui bronkeoli ke dalam jutaan kantung udara kecil
yang disebut dengan alveoli. Oksigen dari udara dilewatkan ke dalam aliran darah melalui
dinding tipis alveoli.

Kelenjar kecil pada lapisan saluran udara membuat sejumlah kecil lendir. Lendir ini memiliki
fungsi menjaga saluran udara lembab sekalikgus menjadi perangkap debu dan kotoran udara
yang kita hirup. Selain itu, pada permukaan sel sel dinding saluran udara juga terdapat
berbagai rambut rambut kecil yang disebut dengan silia yang jumlahnya jutaan. Jutaan silia
tersebut memiliki fungsi menyapu lendir menuju bagian belakang tenggorokan. Kumpulan
lendir tersebut akan menjadi dahak.

Bronkiektasis adalah melebarnya salah satu saluran udara atau bronkus secara tidak normal.
Banyak lendir cenderung untuk membentuk dan menggenang pada bagian bagian saluran
udara yang melebar. Hal akan membuat paru paru rentan terhadap terjadinya infeksi.

(sumber:wikipedia.org)

Penyebab Penyakit Bronkiektasis

Penyebab terjadinya Brokiektasis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut
adalah adanya infeksi pada paru paru tuberkulosis ( TB ) , batuk rejan , pneumonia atau
campak , yang dapat merusak saluran udara pada saat infeksi. Infeksi pada paru merupakan
penyebab yang paling umum terhadap terjadinya Bronkiektasis.

Lemahnya sistem kekebalan tubuh juga menjadi penyebab terjadnya Bronkiektasis.Sekitar 1


dari 12 Penderta diketahui memilik sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan tubuh
penderita lebih rentan terhadap kerusakan jaringan. Lemahnya sistem kekebalan tubuh
terkadang disebabkan karena warisan atau genetik.

Penyebab lain terjadinya bronkiektasis adalah kelainan silia, dimana silia tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Dimana silia tidak secara efektif mengeluarkan lendir
keluar dari saluran udara.

Gejala Penyakit Bronkiektasis

Adanya penyakit Bronkiektasis dalam diri seseorang akan menimbulkan beberapa gejala.
Gejala yang paling umum adalah batuk yang disertai dahak. Terkadang penderita juga akan
mengalai batuk darah, hal itu terjadi jika saluran udara pernfasan mengalami peradangan.
Beberapa gejala lainnya adalah penderita akan mengalami kelelahan dan kesulitan dalam
berkonsentrasi dan adanya sesak nafas terutama saat bekerja keras atau berolahraga.

Beberapa penanganan atau pengobatan dalam mengatasi penyakit Bronkiektasis meliputi


pemberian obat obatan medis, fisioterapi, pemberian inhaeler dan operasi.

Perawatan dan Pengobatan Penyakit Bronkiektasis

Pemberian obat obatan Antibiotik adalah pengobatan utama terhadap Bronkiektasis. Hal ini
jika bronkiektasis yang dialami oleh penderita tergolong ringan ringan. Antibiotik yang
paling umum digunakan oleh dokter adalah amoksisilin. Namun, pilihan akan tergantung
pada alergi yang dialami oleh penderita, jenis bakteri, dan kondisi penderita secara
keseluruhan. Untuk mengetahui jenis bakteri biasanya dengan menggunakan dahak yang
dikeluarkan oleh penderita.

Selain memberikan obata obatan antibiotik, penderita bronkiektasis juga diberikan perawatan
dengan fisioterapi. Fisioterapi bertujuan untuk memberikan latihan ddan membantu
penderita agar berbatuk membersihkan lendir serta meningkatkan kebugaran paru-paru
secara keseluruhan.

Tindakan operasi dilakukan jika penderita mengalami kerusakan pada bagian paru paru.
Operasi dilakukan untuk mengambil atau memotong bagian daerah yang mengalami
kerusakan yang cukup padah.
1.1. Latar Belakang
Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada usia muda, 69 % penderita
berumur kurang dari 20 tahun. Gejala dimulai sejak masa kanak-kanak, 60 % dari penderita
gejalanya timbul sejak umur kurang dari 10 tahun. Gejalanya tergantung dari luas, berat, lokasi
ada atau tidaknya komplikasi. Bronkiektasis merupakan penyakit yang jarang ditemui yang
sering menyebabkan kesakitan yang parah, termasuk infeksi pernapasan berulang yang
memerlukan antibiotik, batuk produktif yang menganggu, sesak napas, dan hemoptisis. Hal yang
menonjol dari sejarah bronkiektasis adalah gambaran hidup pasien yang dingin dan supuratif
yang tampak pada tulisan Rene Theophile Hyacinthe Laennec pada awal abad ke 19, penjelasan
pada tahun 1922 oleh Jean Athanase Sicard dari bronkografi dengan kontras, yang
memungkinkan pencitraan dari perubahan destruktif pada saluran napas, penelitian yang
dilakukan oleh Lynne Reid pada tahun 1950an yang menghubungkan bronkografi dengan
spesimen patologis, dan selanjutnya terjadi pengurangan prevalensi yang mungkin hadir dengan
adanya terapi antituberkulosis dan imunisasi terhadap pertusis dan campak. Pada artikel ini,
saya mendikusikan perkembangan terakhir, termasuk peranan infeksi, respon peradangan yang
disederhanakan, dan defek pada pertahanan inang, digantikannya bronkografi oleh CT scan
resolusi tinggi sebagai alat radiologi yang definitif, dan persamaan serta perbedaan antara
bronkiektasis dan cystic fibrosis dalam hal gambaran klinis dan strategi penatalaksanaannya.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan Brokhiektasis?
1.2.2. Apa yang menjadi penyebab munculnya Brokhiektasis ?
1.2.3. Apa saja tanda dan gejala dari Brokhiektasis?
1.2.4. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan pada brokhiektasis?
1.2.5. Bagaimana cara pencegahan serta pengobatan yang dapat dilakukan pada Brokhiektasis?

1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Brokhiektasis.
1.3.2. Untuk mengetahui faktor penyebab dari Brokhiektasis.
1.3.3. Untuk mengetahui tanda dan gejala yang terdapat pada Brokhiektasis.
1.3.4. Untuk mengetahui pemeriksaan apa saja yang bisa dilakukan pada Brokhiektasis.
1.3.5. Untuk mengetahui cara – cara pencegahan serta pengobatan pada Brokhiektasis.

1.4. Metode Penulisan


Metode penulisan yang dipergunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan mengunakan
pendekatan normative yaitu metode kepustakaan dengan menggunakan teknik pencatatan dari
berbagai sumber yang kemudian dirangkum dalam sebuah makalah

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan
oleh episode pnemonitis berulang dan memanjang, aspirasi benda asing, atau massa ( mis.
Neoplasma ) yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi ( Hudak & Gallo,1997).
Bronkiektasis (Bronchiectasis)adalah suatu perusakan dan pelebaran (dilatasi) abnormal dari
saluran pernafasan yang besar. Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi
melalui berbagai cara dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai dinding
bronkial, baik secara langsung maupun tidak, yang mengganggu sistem pertahanannya. Keadaan
ini mungkin menyebar luas, atau mungkin muncul di satu atau dua tempat.
Secara khusus, bronkiektasis menyebabkan pembesaran pada bronkus yang berukuran sedang,
tetapi bronkus berukuran kecil yang berada dibawahnya sering membentuk jaringan parut dan
menyempit. Kadang-kadang bronkiektasis terjadi pada bronkus yang lebih besar, seperti yang
terjadi pada aspergilosis bronkopulmoner alergika (suatu keadaan yang disebabkan oleh adanya
respon imunologis terhadap jamur Aspergillus). Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat
dari beberapa lapisan yang ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari
saluran pernapasan.
Lapisan dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang
melindungi saluran pernafasan dan paru-paru dari zat-zat yang berbahaya. Sel-sel ini terdiri dari:
a) Sel penghasil lendir
b) Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikel-partikel dan
lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan
c) Sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan tubuh, melawan
organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.
Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan kartilago (tulang
rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai kebutuhan.
Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi zat makanan dan sistem
pertahanan untuk dinding bronkus.
Pada bronkiektasis, daerah dinding bronkus rusak dan mengalami peradangan kronis, dimana sel
bersilia rusak dan pembentukan lendir meningkat. Ketegangan dinding bronkus yang normal
juga hilang. Area yang terkena menjadi lebar dan lemas dan membentuk kantung yang
menyerupai balon kecil. Penambahan lendir menyebabkan kuman berkembang biak, yang sering
menyumbat bronkus dan memicu penumpukan sekresi yang terinfeksi dan kemudian merusak
dinding bronkus. Peradangan dapat meluas ke kantong udara kecil (alveoli) dan menyebabkan
bronkopneumonia, jaringan parut dan hilangnya fungsi jaringan paru-paru. Pada kasus yang
berat, jaringan parut dan hilangnya pembuluh darah paru-paru dapat melukai jantung.
Peradangan dan peningkatan pembuluh darah pada dinding bronkus juga dapat menyebabkan
batuk darah. Penyumbatan pada saluran pernafasan yang rusak dapat menyebabkan rendahnya
kadar oksigen dalam darah.

B. KLASIFIKASI BRONKIEKTASIS
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Bronkiektasis silindris
2. Bronkiektasis fusiform
3. Bronkiektasis kistik atau sakular.
C. ETIOLOGI BRONKIEKTASIS.
Bronkiektasis bisa disebabkan oleh:
1. Infeksi pernafasan
» Campak
» Pertusis
» Infeksi adenovirus
» Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas, Influenza
» Tuberkulosa
» Infeksi jamur
» Infeksi mikoplasma
2. Penyumbatan bronkus
Benda asing yang terisap
Pembesaran kelenjar getah bening
Tumor paru
Sumbatan oleh lendir
3. Cedera penghirupan
Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
Menghirup getah lambung dan partikel makanan

4. Keadaan genetik
Fibrosis kistik
Diskinesia silia, termasuk sindroma Kartagener
Kekurangan alfa-1-antitripsin
5. Kelainan imunologik
Sindroma kekurangan immunoglobulin.
Disfungsi sel darah putih.
Kekurangan koplemen
Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti rematoid artritis, kolitis ulserativa
6. Keadaan lain
Penyalahgunaan obat (misalnya heroin)
Infeksi HIV
Sindroma Young (azoospermia obstruktif)
Sindroma Marfan.

D. PATOFISIOLOGI BRONKIEKTASIS
Infeksi merusak dinding bronchial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan
menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronchial menjadi
teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial, sehingga
alam kasus bronkiektasis sakuar, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru,
yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektaksis biasanya setempat, menyerang
lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena. Retensi sekresi dan
obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli di sebelah distal obstruksi
mengalami kolaps (atelektasis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan
jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami infusiensi pernafasan dengan
penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap
kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi (ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Batuk kronik
Batuk kronik karena pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak. Spesimen
sputum akan secara khas “membentuk lapisan” menjadi tiga lapisan dari atas: lapisan atas
berbusa, lapisan tengah yang bening, dan lapisan bawah berpartikel tebal. Bronkiektaksis tidak
mudah didiagnosis karena gejala-gejalanya dapat tertukar dengan bronchitis kronik.
2. Hemoptisis
3. Jari tabuh
Jari tabuh karena insufiensi pernafasan. Pasien hampir pasti mengalami infeksi paru berulang.

F. TANDA DAN GEJALA

1. Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari, setelah tiduran
dan berbaring
2. Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama
sekali ( Bronkiektasis ringan )
3. Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih 200 – 300 cc, disertai
demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan
kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering mengandung bercak darah,dan batuk
darah.
4. Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemerisaan Laboratorium.
Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri dalam
sputum. Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan
mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan flora normal
dari nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus, klebsiela,
aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk
menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
Pemeriksaan darah tepi, biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya
leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi
yang menahun.
Pemeriksaan urina, ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang
bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum biasanya dalam batas
normal kadang bisa meningkat atau menurun.
Pemeriksaan EKG. EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada
komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus ringan
mungkin normal tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume
ekspirasi paksa 1 menit atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan
yang dapat mengakibatkan :
a. Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
b. Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
c. Hipoksemia
d. Hiperkapnia
Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi dilakukan pemerisaan :
a) Pemeriksaan imunologi
b) Pemeriksaan spermatozoa
c) Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal berulang)

2. Pemeriksaan Radiologi.
Foto dada PA dan Lateral, biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas
corakan menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta
gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru
kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang
mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri dan lobus medius paru kanan.
Pemeriksaan bronkografi. Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana
untuk mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu penderita dengan pneumoni yang
terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah
mendapat pengobatan konservatif atau penderita dengan hemoptisis yang masif. Bronkografi
dilakukan setelah keadaan stabil, setalah pemberian antibiotik dan postural drainage yang
adekuat sehingga bronkus bersih dari secret.

H. PENATALAKSANAAN BRONKIEKTASIS
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainase sekret dan mengobati infeksi. Objektif dari
pengobatan adalah untuk mencegah dan mengontrol infeksi serta untuk meningkatkan drainase
bronchial untuk membersihkan bagian paru yang sakit atau paru-paru dari sekresi yang
berlebihan.
1. Infeksi dikendalikan dengan terapi antimikroba didasarkan pada hasil pemeriksaan sensitivitas
pada organisme yang di kultur dari sputum. Pasien mungkin dimasukkan ke dalam regimen
antibiotic yang berbeda pada interval yang bergantian. Beberapa dokter meresepkan antibiotic
sepanjang musim dingin atau ketika terjadi infeksi saluran pernafasan atas. Pasien harus
divaksinasi terhadap influenza dan pneumonia pneumokokus.
2. Drainase postural dari tuba bronchial mendasari semua rencana pengobatan karena drainase
area bronkiektaksis oleh pengaruh gravitasi mengurangi jumlah sekresi dan tingkat infeksi.
(kadang-kadang sputum mukopurulen harus dibuang dengan bronkoskopi). Daerah dada yang
sakit mungkin diperkusi atau di “tepuk-tepuk” untuk membantu melepaskan sekresi. Drainase
postural pada awalnya dilakukan untuk periode singkat dan kemudian ditingkatkan dengan
pasti.
3. Bronkodilator dapat diberikan pada individu yang juga mengalami penyakit obstruksi jalan
nafas. Pasien dengan bronkiektasis hampir selalu mempunyai kaitan dengan bronchitis.
Simpatomimetik, terutama Beta-adrenergik, dapat digunakan untuk meningkatkan transfort
sekresi mukosiliaris.
4. Untuk meningkatkan pengeluaran sputum, kandungan air dari sputum ditingkatkan dengan
tindakan aerosolized nebulizier dan dengan meningkatkan masukan cairan peroral. Face tent
baik untuk member kelembaban ekstra terhadap aerosol. Pasien harus tidak merokok, karena
merokok merusak drainase bronchial dengan melumpuhkan aksi siliaris, meningkatkan sekresi
bronchial, dan menyebabkan inflamasi membrane mukosa, mengakibatkan hyperplasia kelenjar
mukosa.
5. Intervensi bedah, meski tidak sering dilakukan, mungkin diperlukan bagi pasien yang secara
kontinu mengeluarkan sputum dalam jumlah yang sangat besar dan mengalami penyakit
pneumonia dan hemoptisis berulang meskipun kepatuhan pasien terhadap regimen
pengobatan. Namun demikian, penyakit harus hanya mengenai satu atau dua daerah paru yang
dapat diangkat tanpa menyebabkan insufiensi pernafasan. Tujuan tindakan pembedahan dalah
untuk menjaga jaringan paru normal dan menghindari komplikasi infeksius. Semua jaringan yang
sakit diangkat, sehingga fungsi paru pascaoperatif akan adekuat. Mungkin ada baiknya untuk
mengangkat suatu segmen lobus (reseksi segmental), lobus (lobektomi), atau keseluruhan paru
(pneumonnektomi). Reseksi segmental adalah pengangkatsubdivisi anatomi dari lobus paru.
Keuntungan utama dari tindakan iini adalah bahwa hanya jaringan yang sakit saja yang diangkat
dan jaringan paru yang sehat terpelihara. Bronkografi membantu dalam menggambarkan
segmen paru. Pembedahan didahului dengan periode persiapan operasi yang cermat. Tujuannya
adalah untuk memungkinkan agar percabangan trakeobronkial kering (sekering mungkin) untuk
mencegah komplikasi (atelektasis, pneumonia, fistula bronkopleura, dan emfisema). Tujuan ini
dicapai dengan cara drainase postural atau tergantung pada letak abses, dengan suksion
langsung melalui bronkoskop. Serangkaian terapi abtibakterial mungkin diresepkan.

I. PENCEGAHAN dan PENGOBATAN

a. Pencegahan
• Imunisasi campak dan pertusis pada masa kanak-kanak membantu menurunkan angka
kejadian bronkiektasis.
• Vaksin influenza berkala membantu mencegah kerusakan bronkus oleh virus flu.
• Vaksin pneumokok membantu mencegah komplikasi berat dari pneumonnia pneumokok.
• Minum antibiotik dini saat infeksi juga mencegah bronkiektasis atau memburuknya penyakit.
• Pengobatan dengan imunoglobulin pada sindroma kekurangan imunoglobulin mencegah
infeksi berulang yang telah mengalami komplikasi.
• Penggunaan anti peradangan yang tepat (seperti kortikosteroid), terutama pada penderita
bronkopneumonia alergika aspergilosis, bisa mencegah kerusakan bronkus yang akan
menyebabkan terjadinya bronkiektasis.
• Menghindari udara beracun, asap (termasuk asap rokok) dan serbuk yang berbahaya (seperti
bedak atau silika) juga mencegah bronkiektasis atau mengurangi beratnya penyakit.
• Masuknya benda asing ke saluran pernafasan dapat dicegah dengan:
- memperhatikan apa yang dimasukkan anak ke dalam mulutnya
- menghindari kelebihan dosis obat dan alkohol
- mencari pengobatan medis untuk gejala neurologis (seperti penurunan kesadaran) atau gejala
saluran pencernaan (seperti regurgitasi atau batuk setelah makan).
• Tetes minyak atau tetes mineral untuk mulut atau hidung jangan digunakan menjelang tidur
karena dapat masuk ke dalam paru.
• Bronkoskopi dapat digunakn untuk menemukan dan mengobati penyumbatan bronkus
sebelum timbulnya kerusakan yang berat.

b. Pengobatan
Tujuan dari pengobatan adalah mengendalikan infeksi dan pembentukan dahak,membebaskan
penyumbatan saluran pernafasan serta mencegah komplikasi.
• Drainase postural yang dilakukan secara teratur setiap hari, merupakan bagian dari
pengobatan untuk membuang dahak. Seorang terapis pernafasan bisa mengajarkan cara
melakukan drainase postural dan batuk yang efektif.
• Untuk mengatasi infeksi seringkali diberikan antibiotik, bronkodilator Dan ekspektoran.
• Pengangkatan paru melalui pembedahan dilakukan pada penderita yang tidak memberikan
respon terhadap pemberian obat atau pada penderita yang mengalami perdarahan hebat.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bronkiektasis (Bronchiectasis)adalah suatu perusakan dan pelebaran (dilatasi) abnormal dari
saluran pernafasan yang besar. Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi
melalui berbagai cara dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai dinding
bronkial, baik secara langsung maupun tidak, yang mengganggu sistem pertahanannya. Keadaan
ini mungkin menyebar luas, atau mungkin muncul di satu atau dua tempat.
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Bronkiektasis silindris
2. Bronkiektasis fusiform
3. Bronkiektasis kistik atau sakular
Bronkiektasis bisa disebabkan oleh, antara lain :
a. Infeksi pernafasan
b. Penyumbatan bronkus
c. Cedera penghirupan
d. Keadaan genetik
e. Kelainan imunologik
f. Keadaan lain
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2007. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 Vol II. Jakarta : EGC
http://brokhietasis.com, diakses 6 Oktober 2011
http://asuhan keperawatan brokhietasis.com, diakses 6 Oktober 2011
http://pdf brokhietasis.com, diakses 6 Oktober 2011
http://brokhietasis blog.com, diakses 6 Oktober 2011
II.1. Definisi
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologi yang terdiri dari pelebaran bronkus yang
abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding
bronkus(kapsel). Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam
dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus.
Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus
besar jarang terkena1,5.

II.2. Epidemiologi
Di negeri-negeri barat, kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3 % di antara
populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti sesudah dapat
ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan memakai antibiotik.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini.
Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki
maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak-anak, bahkan dapat merupakan
kelainan kongenital1.

II.3. Etiologi
Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat2.
Bronkiektasis pada umumnya terjadi oleh karena obstruksi dan inflamasi pada saluran napas.
Obstruksi dan inflamasi bisa disebabkan oleh infeksi akut tuberkulosis, adenovirus, measles,
Mycobacterium avium, atau Aspergillus fumigatus.3

a. Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetik
atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting. Bronkiektasis
yang timbul kongenital ini mempunyai ciri sebagai berikut, pertama, bronkiektasis mengenai
hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru. Kedua, bronkiektasis kongenital
sering menyertai penyakit-penyakit kongenital lainnya, misalnya: mukoviskidosis (cystic
pulmonary fibrosis), sindrom kartagener (bronkiektasis kongenital, sinusitis paranasal dan
situs inversus), hipo atau agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur
(anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita
bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan kongenital berikut: tidak
adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis kongenital.

b. Bronkiektasis didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat proses
berikut:
* Infeksi
Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia yang sering
kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi pertusis
maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya.
* Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksudkan disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab:
korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus.
Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa adanya infeksi ataupun obstruksi bronkus tidak
selalu secara nyata menimbulkan bronkiektasis. Oleh karenanya diduga mungkin masih ada
faktor intrinsik ikut berperan terhadap timbulnya bronkiektasis1,2.

II.4. PATOLOGI
Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus yang
terkena maupun beratnya penyakit.
1. Tempat predisposisi bronkiektasis
Dapat mengenai bronkus pada satu segmen paru, bahkan dapat secara difus mengenai kedua
paru. Bagian paru yang sering terkena dan merupakan tempat predisposisi bronkiektasis
adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingual paru kiri lobus atas, segmen basal pada lobus
bawah kedua paru.
2. Bronkus yang terkena
Umumnya adalah bronkus ukuran sedang, sedangkan bronkus yang besar jarang terkena.
Bronkus yang terkena dapat hanya pada satu segmen paru saja maupun difus.
3. Perubahan morfologi bronkus yang terkena.
a. Dinding bronkus
Dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel.
Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses
inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain
otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis.

b. Mukosa bronkus
Permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan
metaplasia skuamosa dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi
infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi dan pernanahan.
c. Jaringan paru peribronkial.
Dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila
prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan
diganti oleh jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.
4. Variasi kelainan anatomis bronkiektasis.
Telah dikenal ada 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronkiektasis, yaitu:
a. Bentuk tabung (Tubular, Cilindrical, Fusiform bronchiectasis)
Merupakan bronkiektasis yang paling ingan. Bentuk ini sering ditemukan pada bronkiektasis
yang menyertai bronkitis kronis.
b. Bentuk kantong (Saccular bronchiectasis)
Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan
penyempitan bronkus yang bersifat ireguler, Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista
(Cystic bronkiektasis).
c. Varicose bronchiectasis
Merupakan bentuk antara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan
bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena2.
Adanya variasi bentuk-bentuk anatomis bronkus tadi secara klinis tidak begitu penting,
karena kelainan-kelainan yang berbeda tadi dapat berasal dari etiologi yang sama dan tidak
mempengaruhi gejala klinis dan manajemen pengobatannya sama saja. Bahkan beberapa
bentuk kelainan tadi bisa terdapat pada satu pasien.
5. Pseudobronkiektasis
Ini bukan termasuk bronkiektasis yang sebenarnya. Pada bentuk ini terdapat pelebaran
bronkus yang bersifat sementara dan bentuknya silindris. Kelainan ini bersifat sementara
karena dalam beberapa bulan akan menghilang. Bentuk ini biasanya merupakan komplikasi
pneumonia.

II.5. PATOGENESIS
Tergantung penyebabnya. Apabila bronkiektasis timbul kongenital, patogenesisnya tidak
diketahui, diduga erat hubungannya dengan genetik serta faktor pertumbuhan dan
perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronkiektasis yang didapat, patogenesisnya
diduga melalui beberapa mekanisme. Ada beberapa faktor yang diduga ikut berperan, antara
lain: (1) obstruksi bronkus, (2) infeksi pada bronkus atau paru, (3) adanya beberapa penyakit
tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary eosinophilia dan (4) faktor intrinsik dalam
bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronkiektasis yang didapat, diduga melalui dua mekanisme
dasar.
1. Permulaannya didahului adanya infeksi bakterial. Mula-mula karena adanya infeksi pada
bronkus atau paru, kemudian timbul bronkiektasis. Mekanisme kejadiannya sangat rumit.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti proses
destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronkiektasis.
2. Permulaannya didahului adanya obstruksi bronkus. Adanya obstruksi bronkus oleh
beberapa penyebab (misalnya tuberkulosis kelenjar limfe pada anak, karsinoma bronkus,
korpus alineum dalam bronkus) akan diikuti terbentuknya bronkiektasis. Pada bagian distal
obstruksi biasanya akan terjadi infeksi dan destruksi bronkus, kemudian terjadi bronkiektasis.

Pada bronkiektasis didapat, pada keadaan yang amat jarang, dapat terjadi atau timbul sesudah
masuknya bahan kimia korosif (biasanya bahan hidrokarbon) ke dalam saluran nafas dan
karena terjadinya aspirasi berulang bahan/cairan lambung ke dalam paru1,2.

Seperti diketahui, bronkiektasis merupakan penyakit paru yang mengenai bronkus dan
sifatnya kronik. Keluhan-keluhan yang timbul berlangsung kronik dan menetap. Keluhan-
keluhan yang timbul berhubungan erat dengan: (1) luas atau banyaknya bronkus yang
terkena, (2) tingkatan beratnya penyakit, (3) lokasi bronkus yang terkena dan (4) ada atau
tidak adanya komplikasi lanjut. (http://www.emedicine.com/cgi-
bin/foxweb.exe/picture=\websites\emedicine\med\images\2463.jpg&template=izoom2)
Pada bronkiektasis, keluhan-keluhan timbul umumnya sebagai akibat adanya beberapa hal
berikut: (1) adanya kerusakan dinding bronkus, (2) adanya kerusakan fungsi bronkus dan (3)
adanya akibat lanjut bronkiektasis atau komplikasi dan sebagainya. Kerusakan dinding
bronkus dapat berupa dilatasi dinding bronkus, kerusakan elemen elastis dan otot-otot polos
bronkus, kerusakan mukosa dan silia. Kerusakan tersebut akan menimbulkan stasis sputum,
gangguan ekspektorasi, gangguan reflek batuk dan sesak nafas1.

Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronkiektasis, dapat dijelaskan


sebagai berikut:
a. Infeksi pertama (primer)
Kecuali pada bentuk bronkiektasis kongenital, tiap bronkiektasis kejadiannya didahului
infeksi bronkus (bronchitis) maupun jaringan paru (pneumonia). Masih menjadi pertanyaan,
apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronkiektasis tersebut disebabkan oleh bakteri
atau virus. Menurut hasil penelitian para ahli terdahulu ditemukan bahwa infeksi yang
mendahului bronkiektasis adalah infeksi bakterial, yaitu mikroorganisme penyebab
pneumonia atau bronkitis yang mendahuluinya. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronkiektasis,
sedangkan infeksi virus tidak dapat. Boleh jadi bahwa pneumonia atau bronkitis yang
mendahului bronkiektasis tadi didahului oleh infeksi virus (misalnya adenovirus tipe 21, virus
influenza, campak dan sebagainya).
b. Infeksi sekunder
Tiap pasien bronkiektasis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi (daerah
bronkiektasis). Secara praktis apabila sputum pasien bronkiektasis bersifat mukoid dan putih
jernih, menandakan tidak atau belum ada infeksi sekunder. Sebaliknya apabila sputum pasien
yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi kuning atau
kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder. Untuk menentukan jenis
kumannya bisa dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Sputum berbau busuk menandakan
adanya infeksi sekunder oleh kuman anaerob. Contoh kuman anaerob ini: Fusiformis
fusiformis, treponema vincenti, anaerobic streptococci dan sebagainya. Kuman-kuman aerob
yang sering ditemukan dan menginfeksi bronkiektasis misalnya: Streptokokus pneumonia,
hemopilis influenza, klebsiela ozeona dan sebagainya.

PERUBAHAN FAAL PARU


Kelainan fungsi paru yang terjadi pada pasien bronkiektasis sangat bervariasi dan tingkatan
beratnya tergantung pada luasnya kerusakan parenkim paru dan seberapa jauh beratnya
komplikasi yang telah terjadi. Akibatnya dapat dijumpai pasien bronkiektasis ringan tanpa
kelainan fungsi paru atau hanya kelainan ringan saja, bronkiektasis sedang dengan kelainan
fungsi paru derajat sedang dan bronkiektasis berat dengan kelainan fungsi paru berat. Selain
itu perlu dinyatakan bahwa kelainan fungsi paru (faal ventilasi) yang terjadi selain jenisnya
tidak sama (artinya bisa tipe obstruktif, restriktif atau campuran), jenis kelainannya juga tidak
khas tergantung pada macam kerusakan jaringan paru yang terjadi, sehingga pengaruhnya
pada fungsi paru dapat berbeda-beda.

II.6. GAMBARAN KLINIS


Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan
beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri khas
penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis dan
pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada penyakit
yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala, sebagai
berikut :
a. Batuk
Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan
frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya
banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun. Kalau tidak
ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya
purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh
kuman anaerob akan menimbulkan sputum sangat berbau busuk. Pada kasus yang ringan,
pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder. Pada kasus
yang sudah berat, misalnya pada sacular type brokiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali,
purulen dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah jadi tiga lapisan: 1. Lapisan
teratas agak keruh terdiri atas mukus, 2. Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva dan 3.
Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak.
b. Hemoptosis
Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Keluhan ini terjadi
akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah dan timbul
perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi mulai yang paling ringan sampai perdarahan
yang cukup banyak apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis
yang mengenai cabang arteri bronkialis (darah berasal dari peredaran darah sistemik).
Pada bronkiektasis kering, hemoptisis justru merupakan gejala satu-satunya, karena jenis ini
letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang
menimbulkan reflek batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal. Dapat diambil
pelajaran, bahwa apabila kita menemukan kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala
batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat dry bronciektasis
ini. Hemoptisis pada bronkiektasis walaupun kadang-kadang hebat jarang fatal. Pada
tuberkulosis paru, bronkiektasis (sekunder) ini merupakan penyebab utama komplikasi
hemoptisis.
c. Sesak nafas (dispnea)
Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya
sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronis yang terjadi serta seberapa
jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi
berulang (ISPA), yang bisanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan
sesak nafas tadi. Kadang-kadang ditemukan wheezing, akibat adanya obstruksi bronkus.
Wheezing dapat lokal atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.
d. Demam berulang
Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang
pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam.

Kelainan Fisik
Pada saat pemeriksaan fisis, mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk dengan
pengeluaran sputum, sesak nafas demam atau sedang batuk darah. Tanda-tanda fisis umum
yang dapat ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, manifestasi klinis komplikasi
bronkiektasis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda kor
pulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Kelainan paru yang timbul tergantung pada
beratnya serta tempat kelainan bronkiektasis terjadi dan kelainannya apakah lokal atau difus.
Pada pemeriksaan fisis paru, kelainannya harus dicari pada tempat predisposisi. Pada
bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang
terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke waktu, atau ronkhi basah ini hilang sesudah
pasien mengalami drainase postural dan timbul lagi di waktu yang lain. Apabila bagian paru
yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut:
terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat
terjadi penggeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena. Bila terdapat komplikasi
pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering
ditemukan apabila terjadi obstruksi bronkus.
Sindrom Kartagener
Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut: (1) Bronkiektasis kongenital, sering disertai
dengan silia bronkus imotil, (2) Situs invertus atau pembalikan letak organ-organ dalam,
dalam hal ini terjadi dekstrokardia, left sided gall bladder, left sided liver, right sided spleen
dan sebagainya, dan (3) Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis. Semua
elemen gejala sindrom kartagener ini adalah kelainan kongenital (suatu kebersamaan).
Bagaimana asosiasi tentang keberadaannya yang demikian ini belum diketahui dengan jelas.

Bronkolitiasis
Kelainan ini merupakan kalsifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala sisa
kompleks primer tuberkulosis paru primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda klinis
bronkiektasis. Kelainan ini sering mengakibatkan erosi bronkus di dekatnya dan dapat masuk
ke dalam bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi. Selanjutnya terjadilah bronkiektasis.
Erosi dinding bronkus oleh bronkus tadi dapat mengenai pembuluh darah di situ dan dapat
merupakan penyebab timbulnya hemoptisis hebat.

Kelainan Laboratorium
Umumnya tidak khas. Pada keadaan lanjut dan sudah mulai ada insufisiensi paru dapat
ditemukan polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Sering-
sering ditemukan anemia, yang menunjukkan adanya infeksi kronik, atau ditemukannya
leukositosis yang menunjukkan adanya infeksi supuratif.
Urin umumnya normal, kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan
proteinuria. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan langsung dapat dilakukan untuk
menentukan kuman apa yang terdapat dalam sputum. Pemeriksaan kultur sputum dan uji
sensitivitas terhadap antibiotik perlu dilakukan, apabila ada kecurigaan adanya infeksi
sekunder. Perlu segera dicurigai adanya infeksi sekunder apabila misalnya dijumpai sputum
pada hari-hari sebelumnya warnanya putih jernih, yang berubah menjadi warna kuning atau
hijau.

Kelainan Radiologis
Gambaran foto dada (plain film) pasien bronkiektasis posisi berdiri sangat bervariasi,
tergantung berat ringannya kelainan serta letak kelainannya. Dengan gambaran foto dada
tersebut kadang-kadang dapat ditemukan kelainannya, tetapi kadang-kadang sukar.
Gambaran radiologis khas untuk bronkiektasis biasanya menunjukkan kista-kista kecil
dengan fluid level, mirip seperti gambraran sarang tawon pada daerah yang terkena.
Gambaran seperti ini hanya dapat ditemukan pada 13% kasus. Kadang-kadang gambaran
radiologis paru menunjukkan adanya bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps
(atelektasis), bahkan kadang-kadang gambaran seperti pada paru normal (7% kasus).
Gambaran bronkiektasis akan jelas pada bronkogram.

Kelainan Faal Paru


Tergantung pada luas dan beratnya penyakit. Fungsi ventilasi dapat masih normal bila
kelainannya ringan. Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital (KV) dan kecepatan
aliran udara ekspirasi satu detik pertama (FEV1) terdapat tendensi penurunan, karena
terjadinya obstruksi aliran udara pernafasan. Pada bronkiektasis dapat terjadi perubahan gas
darah berupa penurunan PaO2 derajat ringan sampai berat, tergantung pada beratnya
kelainan. Penurunan PaO2 ini menunjukkan adanya abnormalitas regional (maupun difus)
distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.

Tingkatan Beratnya Penyakit


Tingkatan beratnya penyakit bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat. Brewis membagi
tingkatan beratnya bronkiektasis menjadi derajat ringan, sedang dan berat.
1. Bronkiektasis Ringan
Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam (ada infeksi
sekunder), produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh, biasanya ada
hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru normal. Foto dada normal.
2. Bronkiektasis sedang
Ciri klinis: Batuk-batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul setiap saat (umumnya
warna hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk), sering-sering ada hemoptisis, pasien
umumnya masih tampak sehat dan fungsi paru normal, jarang terdapat jari tabuh. Pada
pemeriksaan fisis paru sering ditemukan ronkhi basah kasar pada daerah paru yang terkena,
gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal.
3. Bronkiektasis berat
Ciri klinis: Batuk-batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau. Sering
ditemukan adanya pneumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering ditemukan jari
tabuh. Bila ada obstruksi saluran nafas akan dapat ditemukan adanya dispnea, sianosis atau
tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaan umum kurang baik. Sering
ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan sebagainya. Pasien mudah timbul
pneumonia, septikemia, abses metastasis, kadang-kadang terjadi amiloidosis. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan ronkhi basah kasar pada daerah yang terkena. Pada gambaran
foto dada ditemukan kelainan: (1) penambahan bronchovascular marking, (2) multiple cysts
containing fluid levels (honey comb appearance).

Perjalanan Klinis Penyakit


Sesudah seseorang menderita bronkiektasis, perjalanan klinis penyakit selanjutnya tergantung
pada luasnya penyakit, efektivitas drainase sputum dan efektivitas pengobatan infeksi. Kalau
penyakitnya luas atau pengobatannya tidak memuaskan, dapat timbul beberapa komplikasi
lanjut yang tidak menyenangkan. Apabila penyakit ini berlanjut terus, keadaan umum pasien
dapat menjadi sangat menurun. Sebagai akibat daya tahan tubuh yang menurun mudah timbul
infeksi berulang, nafsu makan berkurang menimbulkan malnutrisi dan sebagainya. Dalam
keadaan yang sangat jarang, pada pasien dapat timbul perubahan degeneratif yaitu terjadi
amiloidosis.

II.7. DIAGNOSIS
Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakkan apabila telah ditemukan adanya dilatasi dan
nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi dan melihat bronkogram
yang didapatkan. Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap pasien bronkiektasis,
karena terikat oleh adanya indikasi, kontra indikasi, sarat-sarat kapan melakukannya dan
sebagainya. Oleh karena pasien bronkiektasis umumnya memberikan gambaran klinis yang
dapat dikenal, penegakan diagnosis bronkiektasis dapat ditempuh melewati proses diagnosis
yang lazim dikerjakan di bidang kedokteran, meliputi: (1) anamnesis, (2) Pemeriksaan fisis,
(3) Pemeriksaan penunjang, terutama pemeriksaan radiologik1,2.
Tanda-tanda penting :
1. Sputum dan napas berbau.
2. Rhonki (+).
3. Kadang disertai bunyi wheezing.
4. Jari tabuh.
5. Jantung dan trakea tertarik pada daerah yang terkena(IPD Kecil)
.
II.8. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau kita berhadapan dengan
bronkiektasis:
1. Bronkitis kronis (ingatlah definisi klinik bronkitis kronik).
2. Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa
bronkiektasis).
3. Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar).
4. Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru, adenoma paru dan
sebagainya.
5. Fistula bronkopleural dengan empiema2,3.

II.9. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain:
1. Bronkitis kronik.
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering mengalami infeksi
berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas, hal ini sering
terjadi pada mereka yang drainase sputumnya kurang baik.
3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya
merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
4. Efusi pleura atau empiema (jarang).
5. Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septikemia oleh kuman penyebab infeksi
supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian.
6. Hemoptisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis),
cabang arteri bronkialis atau anastomosis pembuluh darah. Komplikasi hemoptisis hebat dan
tidak terkendali merupakan indikasi tindakan bedah gawat darurat. Sering pula hemoptisis
masif yang sulit diatasi ini merupakan penyebab kematian utama pasien bronkiektasis.
7. Sinusitis. Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari komplikasi
bronkiektasis pada saluran nafas.
8. Kor-pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis yang
berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi anastomosis
cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus (bronkiektasis, akan terjadi
arteriovenous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya
terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmonal
kronik. Selanjutnya dapat terjadi gagal jantung kanan.
9. Kegagalan pernafasan. Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada pasien
bronkiektasis yang berat dan luas.
10. Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik
dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi amiloidosis ini sering ditemukan
pembesaran hati dan limpa serta proteinuria.

II.10. PENGOBATAN
Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok, yaitu sebagai berikut :
Pengobatan Konservatif
1. Pengelolaan Umum
Pengelolaan umum ini ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi:
a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien. Contoh: membuat ruangan
hangat, udara ruangan kering, mencegah/menghentikan merokok, mencegah atau
menghindari debu, asap dan sebagainya.
b. Memperbaiki drainase postural. Tindakan ini merupakan cara yang paling efektif untuk
mengurangi gejala, tetapi harus dikerjakan secara terus-menerus. Pasien diletakkan dengan
posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimal. Tiap
kali melakukan drainase postural dikerjakan selama 10-20 menit dan tiap hari dikerjakan 2-4
kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum (sekret bronkus) dengan
bantuan gaya gravitasi. Untuk keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase
postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronkiektasisnya. Tujuan membuat posisi
tubuh seperti yang dipilih tadi adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya
gravitasi agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai ke tenggorok sehingga mudah
dibatukkan keluar. Drainase postural tiap kali dikerjakan selama 10-20 menit atau sampai
sputum tidak keluar lagi. Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut di atas
belum diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu dengan tindakan
memberikan ketukan dengan jari pada pumggung pasien (Tabotage).
c. Mencairkan sputum yang kental. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan, misalnya: inhalasi
uap air panas atau dingin (menurut kesadaran), menggunakan obat-obatan mukolitik dan
sebagainya.
d. Mengatur posisi tempat tidur pasien. Posisi tempat tidur pasien sebaiknya diatur
sedemikian rupa sehingga posisi tidur pasien dapat memudahkan drainase sekret bronkus. Hal
ini dapat dicapai misalnya dengan mengganjal kaki tempat tidur bagian kaki pasien
(disesuaikan menurut kebutuhan) sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk
memudahkan drainase sputum.
e. Mengontrol infeksi saluran nafas. Adanya infeksi saluran nafas akut (ISPA) harus
diperkecil dengan jalan mencegah pemajanan kuman. Apabila telah ada infeksi (ISPA) harus
diberantas dengan antibiotik yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan. Apabila ada
sinusitis harus disembuhkan.
2. Pengelolaan Khusus
a. Kemoterapi pada bronkiektasis
Kemoterapi pada bronkiektasis dapat digunakan: (1) secara kontinyu untuk mengontrol
infeksi bronkus (ISPA), (2) Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru,
(3) Atau keduanya. Kemoterapi disini menggunakan obat antibiotik tertentu. Sebaiknya harus
berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik secara empirik. Walaupun
kemoterapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronkiektasis, tidak setiap pasien harus
diberikan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan kalau diperlukan saja, yaitu apabila terdapat
eksaserbasi infeksi akut. Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, terapi tunggal atau kombinasi
beberapa antibiotik sampai kuman penyebab infeksi terbasmi atau sampai terjadi konversi
warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid (putih jernih).
Selanjutnya ada yang memberikan dosis pemeliharaan. Ada yang berpendapat bahwa
kemoterapi dengan antibiotik ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah
sputum dan gejala lainnya terutama pada saat ada eksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini
hanya bersifat sementara.
b. Drainase sekret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan perawatan pasien. Keperluannya adalah
antara lain untuk: (1) menentukan dari mana asal sekret (sputum), (2) mengidentifikasi lokasi
stenosis atau obstruksi bronkus, (3) menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction
drainage daerah obstruksi tadi (misalnya pada pengobatan atelekasis paru).
3. Pengobatan Simptomatik
Pengobatan ini hanya diberikan kalau timbul simptom yang mungkin mengganggu atau
membahayakan pasien.
a. Pengobatan obstruksi bronkus
Obstruksi diketahui dari hasil uji faal paru (% FEV <
picture="\websites\emedicine\ped\images\Large\120Ped2468%2D01%2Ejpg&template="
picture="\websites\emedicine\med\images\Large\2463.jpg&template="
picture="\websites\emedicine\med\images\Large\2465.jpg&template=">

sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2009/12/aspek-klinis-dan-
managemen.html#ixzz3hU5HLfKR
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial
ONSEP UMUM BRONKIEKTASIS

Pengertian

Bronkiektasis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal yang
bersifat patologis dan berjalan kronik. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-
perubahan dalam dinding bronkud berupa destrukdi elemen-elemen elastic dan otot-otot polos

bronkus. (Brunner & Suddarth vol.1, 2002)

Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan oleh berbagai
kondisi seperti infeksi paru dan obstruksi bronkus dan saluran pencernaan. (FKUI)

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh dilatasi bronkus, sering ditandai infeksi paru.
(Davey, 2005. hal. 91)

Etiologi

1. Kelainan kongenital

a. Sindrom Kartagener . Contohnya sinusitis paranasal atau situs inversus)

b. Mengenai hamper semua cabang bronkus pada satu atau kedua paru .

2. Kalainan didapat

a. Infeksi. Contohnya pneumonia, influenza , tuberculosis paru, dan sebagainya. Jika terjadi infeksi,

sputum berbau busuk menandakan adanya infeksi sekunder oleh kuman anaerob. Contoh kumannya

adalah fusifornis fusiformis. Kuman-kuman aerob contohnya adalah haemophilus influenza, dan

lain sebagainya.
b. Obstruksi bronkus. Contohnya disebabkan korpus alinenum, karsinoma bronkus atau tekanan dari
luar lainnya terhadapa bronkus.
Menivestasi klinis

1. Batuk kronik yang menahun dengan sputum yang banyak dan berlangsung lama ataupun
telah menahun. Bronkiektasis dan bronchitis kronik mempunyai gejala hampir sama dengan

bronchitis kronik. Yang membedakannya brinkiektasis mempunyai riwayat batuk produktif

yang berkepanjangan.
2. Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50 % kasus bronkiektasisi. Kelainan ini
terjadi akibat nekrosi atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah (pecah) dan
timbul perdarahan. Perdarahan terdiri dari ringan dan parah. Jika parah, nekrosis mengenai
cabang arti bronkialis.
3. Jari-jari tabuh. Hal ini karena terjadi insufisiensi pernapasan.
4. pneumonia
5. Gagal jantung kanan
6. Edema. Penimbunan cairan pada kaki.
7. Pembesaran vena jugularis karena pemompaan tidak berjalan dengan efektif.
8. Malnutrisi, seperti nafsu makan berkurang, absorpsi lambat, dan sebagainya.
Patofisiologi
Komplikasi

1. Bronkitis kronik.
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering megalami infeksi berulang,
biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran napas bagian atas.
3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama denan timbulnya pneumonia. Umumnya
merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
4. Efusi pleura/empiema (jarang)
5. Abses metastasis di otak akibat dari septicemia oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada
bronkus.
6. Hemoptisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis),
cabang arteri (arteri bronkalis)atau anastomosis pembuluh darah. Komplikasi hemoptisis
hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan bedah gawat darurat. Sering pula
hemoptisis massif yang sulit dilatasi ini merupakan penyebab kematian utama pasien
bronkiektasis.
7. Sinusitis. Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari komlikasi bronkiektasis
pada saluran pernapasan.
8. Kor pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini serin terjadi pada pasien bronkiektasis yang berat
dan lanjut ataua mengenai beebrapa bagian paru. Pada kasus ini bila anastomosis cabang-
cabang arteri dan vena pumonalis pada dinding bronkus akan terjadi gangguan oksigenasi
darah, timbul sianosis sentral, dan selanjutnya terjadi hipoksemia. Padakeadaan lanjut akan
terjadi hipertensi pulmonal. Selanjutnnya terjadi gagal jantung kanan.
9. Kegagalan pernapasan merupakan komlikasi paling akhir yang timbul pada pasien
bronkiektasis yang berat dan luas.
10. Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degenerative sebagai komlikasi klasik dan
jarang terjadi. Pasien yang mengalami komlikasi amiloidosis ini sering ditemukan
pembesaran hati dan limpa serta proteinuria.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium.

a. Pemeriksaan sputum meliputi volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri
dalam sputum. Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi
purulen dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat
menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus
influenza, stapilokokus aereus, klebsiela, aerobakter,proteus, pseudomonas
aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk menunjukkan adanya infeksi
kuman anaerob.
b. Pemeriksaan darah tepi. Jika ditemukan leukositosis adanya supurasi aktif dan
anemia yang berarti adanya infeksi yang menahun.
c. Pemeriksaan urin. Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya
proteinuria yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis. Imunoglobulin serum
biasanya dalam batas normal kadang bisa meningkat atau menurun.

2. Pemeriksaan EKG. Biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada
komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan jantung.
3. Pemeriksaan bronkografi; ditemukan pada saat pasien stabil kecuali saat terjadi
komplikasi/terjadi tanda pendorongan jantung. Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun
bila ada indikasi dimana untuk mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu penderita
dengan pneumoni yang terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan
perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif atau penderita dengan
hemoptisis yang pasif. Bronkografi dilakukan setelah keadaan stabil, setelah pemberian
antibiotik dan postural drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih dari secret. (Marylin
E doengoes, 2000)
4. Analisis gas darah. Bila ada kasus yang berat, bila ada dugaan gagal napas.
5. Radiologi.
a. Pada penggunaan CT-scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk
memdiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak kelainan
jalan napas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-scan resolusi tinggi mempunyai
sentivitas sebesar 90 % dan spesitifitas.
CT-scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus.
Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama penting untuk
menentukan apakah diperlukan pembedahan.

Penatalaksanaan

Objektif dari pengobatan adalah untuk mencegah dan mengontrol infeksi serta untuk meningkatkan
drainase bronchial untuk membersihkan bagian paru yang sakit atai paru-paru dari sekresi yang
berlebihan.

1. Pembedahan

2. Antibiotic

3. Terapi O2 fisioterapi dada

4. Drainase secret dengan bronkoskop

5. Kemoterapi

6. Infeksi dikendalikan dengan terapi antimikroba didasarkan pada hasil pemeriksaan sensitivitas pada
organisme yang di kultur dari sputum. Pasien mungkin dimasukkan ke dalam regimen antibiotic yang
berbeda pada interval yang bergantian. Beberapa dokter meresepkan antibiotic sepanjang musim
dingin atau ketika terjadi infeksi saluran pernafasan atas. Pasien harus divaksinasi terhadap influenza
dan pneumonia pneumokokus.

7. Drainase postural dari tuba bronchial mendasari semua rencana pengobatan karena drainase area
bronkiektaksis oleh pengaruh gravitasi mengurangi jumlah sekresi dan tingkat infeksi. (kadang-
kadang sputum mukopurulen harus dibuang dengan bronkoskopi). Daerah dada yang sakit mungkin
diperkusi atau di “tepuk-tepuk” untuk membantu melepaskan sekresi. Drainase postural pada
awalnya dilakukan untuk periode singkat dan kemudian ditingkatkan dengan pasti.
8. Bronkodilator dapat diberikan pada individu yang juga mengalami penyakit obstruksi jalan nafas.
Pasien dengan bronkiektasis hampir selalu mempunyai kaitan dengan bronchitis. Simpatomimetik,
terutama Beta-adrenergik, dapat digunakan untuk meningkatkan transfort sekresi mukosiliaris.

9. Untuk meningkatkan pengeluaran sputum, kandungan air dari sputum ditingkatkan dengan tindakan
aerosolized nebulizier dan dengan meningkatkan masukan cairan peroral. Face tent baik untuk
member kelembaban ekstra terhadap aerosol. Pasien harus tidak merokok, karena merokok
merusak drainase bronchial dengan melumpuhkan aksi siliaris, meningkatkan sekresi bronchial, dan
menyebabkan inflamasi membrane mukosa, mengakibatkan hyperplasia kelenjar mukosa.

10. Intervensi bedah, meski tidak sering dilakukan, mungkin diperlukan bagi pasien yang secara kontinu
mengeluarkan sputum dalam jumlah yang sangat besar dan mengalami penyakit pneumonia dan
hemoptisis berulang meskipun kepatuhan pasien terhadap regimen pengobatan. Namun demikian,
penyakit harus hanya mengenai satu atau dua daerah paru yang dapat diangkat tanpa menyebabkan
insufiensi pernafasan. Tujuan tindakan pembedahan dalah untuk menjaga jaringan paru normal dan
menghindari komplikasi infeksius.

Semua jaringan yang sakit diangkat, sehingga fungsi paru pascaoperatif akan adekuat. Mungkin ada
baiknya untuk mengangkat suatu segmen lobus (reseksi segmental), lobus (lobektomi), atau
keseluruhan paru (pneumonnektomi). Reseksi segmental adalah pengangkatsubdivisi anatomi dari
lobus paru. Keuntungan utama dari tindakan iini adalah bahwa hanya jaringan yang sakit saja yang
diangkat dan jaringan paru yang sehat terpelihara. Bronkografi membantu dalam menggambarkan
segmen paru.

Pembedahan didahului dengan periode persiapan operasi yang cermat. Tujuannya adalah untuk
memungkinkan agar percabangan trakeobronkial kering (sekering mungkin) untuk mencegah
komplikasi (atelektasis, pneumonia, fistula bronkopleura, dan emfisema). Tujuan ini dicapai dengan
cara drainase postural atau tergantung pada letak abses, dengan suksion langsung melalui
bronkoskop. Serangkaian terapi abtibakterial mungkin diresepkan.

Anda mungkin juga menyukai