Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Mas


Ikan mas merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang menjadi
primadona di sub sektor perikanan. Ikan mas memiliki nilai ekonomis tinggi dan
jumlah permintaan yang besar terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia.
Ikan mas atau yang juga dikenal dengan sebutan common carp adalah ikan yang
sudah mendunia. Hal ini tentunya menjadikan peluang untuk pengembangan
budidaya ikan mas (Suseno 2000).
Ikan mas berasal dari China dan Rusia. Di Indonesia, ikan mas mulaimasuk
sekitar tahun 1810 tepatnya di Galuh, Ciamis, Jawa Barat. Namun, baru sekitar
tahun 1960 ikan mas mulai dipelihara dan berkembang ke daerah yang lainnya
juga. Ikan mas memiliki beberapa keunggulan mulai dari tingkat keberlangsungan
hidupnya yang cukup tinggi, tingkat pertumbuhan yang relative cepat, serta
jumlah telur yang menetas tergolong tinggi (Khairumanet al. 2008).

2.1.1 Klasifikasi Ikan Mas


Menurut Susanto (2007)ikan mas dapat diklasifikasikan secara taksonomi
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniforme
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio

Berikut merupakan gambar ikan mas (Gambar 1) :

1
Gambar 1. Ikan mas

2
3

2.1.2 Fisiologi Ikan Mas


Sistem peredaran darah ikan bersifat tunggal, artinya hanya terdapat satu
jalur sirkulasi peredaran darah. Darah merupakan suatu fluida yang berisi
beberapa bahan terlarut dan erythrocyte, leucocyte dan beberapa bahan lain yang
tersuspensi.Darah berfungsi mengedarkan suplai makanan kepada sel-sel tubuh,
membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh, membawa hormon dan enzim ke
organ yang memerlukan. Pertukaran oksigen terjadi dari air dengan
karbondioksida terjadi pada bagian semipermeabel yaitu pembuluh darah yang
terdapat di daerah insang. Selain itu di daerah insang terjadi pengeluaran kotoran
yang bernitrogen (Soewolo 2000).
Darah mempunyai suatu komposisi yang terdiri dari dua komponen utama,
yaitu sel darah dan plasma darah yang mengandung bahan-bahan
penyusunnya.Komposisi terbesar yang terkandung dalam darah adalah air sebagai
media yang memfasilitasi sejumlah faktor yang tak terdispensasi dalam
pembentukan darah. Satu millimeter kubik darah ikan mengandung sekitar 5 juta
corpuscle berwarna merah yang disebut leukosit dan 200.000 hingga 300.000
platelet yang disebut trombosit. Komponen lain adalah garam mineral dan
substansi organik terlarut (Soewolo 2000).
Jumlah eritrosit berbeda-beda pada berbagai spesies dan juga sangat
dipengaruhi oleh suhu, namun umumnya berkisar antara 1 - 3 juta sel/mm3
(Hibiya dan Takashima 1995). Eritrosit berperan dalam pengangkutan dan
distribusi energi, oksigen ke seluruh jaringan tubuh, sekaligus sebagai sarana
pengangkutan karbondioksida dari tubuh (Wedemeyer dan Yasutake 1977).
Moyle dan Cech (1988) menjelaskan bahwa jumlah sel darah putih lebih
rendah dibandingkan dengan sel darah merah yaitu berkisar 20.000 sel/mm 3 –
150.000 sel/mm3 . Perubahan nilai leukosit total dan persentase jenis leukosit
sering dijadikan petunjuk keadaan fisiologi ikan atau indikator keberadaan
penyakit pada tubuh ikan.
Trombosit berperan penting dalam proses pembekuan darah dan juga
berfungsi mencegah kehilangan cairan tubuh pada kerusakan-kemsakan di
4

permukaan (Nabib dan Pasaribu 1989). Anderson (1987) menyatakan bahwa


trombosit ikan berukuran kecil dengan diameter sekitar 8 mikron.
Penentuan kadar hematokrit dan hemoglobin dalam cairan darah berguna
untuk melihat kesehatan ikan serta hubungan antara darah dan hormon pada ikan.
Kadar hematokrit yaitu persentase volume sel darah merah pada ikan mas berkisar
antara 28 – 40 % (Svobodova dan Vyukusova 1991).

2.2. Sistem Peredaran Darah


Menurut Ferdinand dan Ariebowo (2009), sistem peredaran darah dibagi
menjadi sistem perderan darah tertutup dan peredaran darah tunggal. Pada sistem
peredaran darah tunggal, darah melalui jantung hanya satu kali dalam satu kali
peredaran. Jantung ikan terdiri dari dua ruangan, yaitu satu atrium (serambi) dan
satu ventrikel (bilik).
Di antara atrium dan ventrikel terdapat klep yang akan mengalirkan darah
dari atrium ke ventrikel. Darah dari seluruh tubuh yang mengandung
karbondioksida mengalir ke sinus venosus, kemudian masuk ke atrium. Sinus
venosus adalah ruang atau rongga jantung yang terletak di antara ventrikel dan
atrium. Pada saat jantung mengendur, darah mengalir melalui klep, masuk ke
dalam ventrikel. Dari ventrikel darah diteruskan ke konus arteriosus, kemudian
menuju aorta vnetralis dan dilanjutkan ke insang. Di insang, aorta bercabang-
cabang menjadi kapiler (pembuluh-pembuluh kecil). Kapiler-kapiler insang
melepaskan karbon dioksida dan mengambil oksigen dari air. Dari kapiler-kapiler
insang darah mengalir ke aorta dorsalis yang bercabang-bercabang. Dari cabang-
cabang aorta dorsalis ini darah didistribusikan ke kapiler-kapiler di seluruh bagian
tubuh untuk mengedarkan oksigen dan zat-zat makanan ke seluruh tubuh. Selain
itu darah juga mengambil karbondioksida untuk dibawah kembali ke jantung
melalui vena kava dan sinus venosus. Dari uraian di atas jelas jelas bahwa pada
sistem peredaran darah ikan, darah hanya melalui jantung satu kali dalam satu kali
peredarannya (Ferdinand dan Ariebowo 2009).
5

2.2.1 Komponen Penyusun Darah


Menurut Hibiya dan Takashima (1995) darah tersusun atas cairan darah
(plasma darah) dan elemen-elemen seluler ( sel-sel darah). Plasma darah terdiri
dari air, protein (yakni albumin, globulin dan faktor-faktor koagualasi), lipid dan
ion, adapun sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih
(leukosit).
Sel darah merah (eritrosit) ikan mempunyai inti, umumnya sel darah merah
berbentuk seperti piringan membulat, cekung pada dua sisinya dan diameternya
mendekati sekitar 1 per 7.500 milimeter. Komponen terpenting dalam sel darah
merah kebiruan dan memiliki kemampuan unuk mengikat oksigen dan
mengangkut oksigen tersebut mulai dari insang keseluruh jaringan tubuh dan
melepaskan oksigen dalam jaringan pembuluh kapiler. Hemoglobin yang
mengikat oksigen atau oksihemoglobin inilah yang menyebabkan eritrosit
berwarna merah cerah (Soewolo 2000). Inti sel eritrosit terletak sentral dengan
sitoplasma terlihat jernih kebiruan dengan pewarnaan giemsa (Chinabut et al.
1991).
Sel darah putih (leukosit) ikan merupakan bagian dari sistem pertahanan
tubuh yang bersifat non-spesifik. Leukosit ikan terdiri dari granulosit dan
agranulosit. Agranulosit terdiri dari limfosit, monosit dan trombosit, sedangkan
granulosit terdiri dari basofil, netrofil dan eosinofil. Leukosit granular terdiri atas
netrofil merupakan sel yang bersifat menyerang dan menghancurkan bakteri
eosnofil yang merupakan sel yang mampu meningkatkan ketanggapan terhadap
timbulnya infeksi dan alergi, dan basofil yang menghasilkan antikoagulan heparin
dan substansi histamine. Netrofil merupakan sel darah putih yang relative banyak
jumlahnya dibandingkan dengan sel lainnya dan bertambah bila terjadi infeksi
(Lagler et al. 1977).
Leukosit nongranular terdiri atas monosit dan limfosit. Limfosit merupakan
sel darah yang memiliki inti relative besar dan sitoplasma kecil. Limfosit
jumlahnya terbesar kedua setelah netrofil dan ukurannya sama dengan sel darah
merah. Bagian sel darah putih yang berhubungan dengan respon kekebalan dan
menghasilkan antibody adalah limfosit. Fungsi limfosit dalam sistem pertahanan
6

tubuh yaitu membentuk antibodi apabila ada protein lain yang masuk kedalam
tubuh (Lagler et al. 1977).
Leukosit mengandung enzim yang dapat merombak protein bakteri dan sisa-
sisa sel yang mati. Jika pembentukannya terhambat maka daya tahan tubuh ikan
akan menurun. Hambatan ini akan dapat terjadi karena adanya faktor lingkungan
yang tidak sesuai misalnya suhu, salinitas, kadar oksigen dan (Lagler et al. 1977).
Berikut merupakan komponen penyusun darah (Gambar 2) :

Gambar 2. Komponen penyusun darah


(Sumber: Robert et al. 2006)

2.2.2 Jantung
Jantung merupakan suatu pembesaran otot yang spesifik dari pembuluh
darah suatu struktur muskular berongga yang bentuknya menyerupai kerucut dan
dilingkupi atau diselimuti oleh kantung perikardial (perikardium). Pada ikan
terdapat bagian restral dari hati dan bagian ventral dari rongga mulut (Affandi dan
Tang 2002).
Jantung ikan teleostei umumnya terdapat di belakang insang dibagian depan
rongga badan. Organ jantung ini dilapisi oleh selaput tipis yang disebut lapisan
perikardium. Lapisan perikardium ini lebih tipis pada ikan elasmobranchi
daripada ikan teleostei. Jantung ikan terdiri dari beberapa bagian yaitu sinus
venosus, atrium, ventrikel dan conus arteriosus pada elasmobranchi atau bulbus
arteriosus pada teleostei, ruang jantung tersebut dipisahkan oleh sepasang klep
berbentuk setengah bulat, bagian luar jantung ditutupi oleh perikardium yang
terdiri dari perikardial mesothelium dan sedikit jaringan pengikat pembuluh-
7

pembuluh darah terdapat bagian antara epikardium dan otot jantung yang terletak
dibawahnya terutama bagian ventrikel (Moyle dan Cech 1988). Berikut
merupakan jantung ikan (Gambar 3) :

Gambar 3. Jantung ikan


(Sumber: Ravendan Johnson 2002)
Ruang pertama jantung ikan adalah sinus venosus yang mempunyai dinding
yang tipis dan merupakan ruang tambahan serta hampir tidak mempunyai otot
jantung. Sinus venosus terletak dekat septum yang melintang (transverse septim)
yang memisahkan rongga perikardial dan rongga perut. Sinus venosus berfungsi
untuk menampung darah dari ductus cuvieri dan vena hepaticus kemudian
mengalirkannya ke atrium melalui katup yang disebut sinus atrial dengan bantuan
otot kardial sinus atrial berfungsi untuk mengatur alir darah dari sinus venosus ke
atrium dan mencegah aliran yang berbalik pada saat sistole atrial (Moyle dan
Cech 1988).
Berbeda dengan sinus venosus, atrium mempunyai ruang yang relatif lebih
besar yang terletak pada bagian anterior sinus venosus dan dorsal dari ventrikel.
Atrium merupakan ruang tunggal yang berdinding tipis tetapi mempunyai banyak
otot jantung dibandingkan sinus venosus. Sebagian besar serabut otot membentuk
suatu jalinan yang berongga diantaranya dan berisi darah dari rongga atrium.
Setiap serabut otot ini dibungkus oleh endokardium sama seperti bagian dalam
dinding atrium. Dinding atrium terdiri dari otot jantung dan dibungkus oleh
epikardium. Ventrikel bertanggung jawab atas hampir semua kegiatan
pemompaan darah dari jantung dan sebagian besar otot jantung terdapat pada
rongga ini. Dinding ventrikel yang tebal ini terdiri dari dua lapis otot jantung,
lapisan luar yang kompak disebut kortikal dan lapisan otot dalam yang seperti
8

spons. Serabut-serabut otot lapisan dalam ini saling berhubungan dan


menghasilkan suatu susunan otot jantung yang tidak kompak. Lapisan yang
kompak terdiri dari serabut-serabut otot yang tersusun rapat dan mendapat suplai
darah dari atrium coronary (Moyle dan Cech 1988).
Bulbus arteriosus mempunyai suatu dinding yang tebal dan terdiri dari
serabut otot jaringan pengikat halus. Otot jantung tidak ada dan yang banyak
adalah serabut-serabut yang bersifat elastis. Endothelium mengandung sel pipih
selapis dan lapisan subendothelium yang berisi jaringan ikat tipis. Endothelium
menonjol ke dalam rongga dan bagian luar bulbus arteriosus dibungkus oleh
epikardium. Bulbus arteriosus akan menjadi aorta ventral ketika keluar dari
rongga perikardial. Bulbus arteriosus sangat berperan dalam mengatur tekanan
darah yang berasal dari jantung. Serabut-serabut yang elastis ini memungkinkan
rongga bulbus arteriosus membesar selama ada tekanan tinggi pada saat sistole
dari ventrikel dan dapat melindungi pembuluh-pembuluh darah pada insang dari
tekanan yang berlebihan sehingga terjadi konstruksi dari bulbus dan akan
mendorong darah ke ventral aorta (Affandi dan Tang 2002).
Conus arteriosus merupakan bagian dari aorta ventral, memiliki otot seperti
pada ventrikel. Pada elasmobranchi, conus arteriosus berkembang dengan baik
tetapi tidak mempunyai bulbus arteriosus. Pada sebagian besar teeostei, conus
arteriosus sudah tereduksi menjadi suatu struktur yang sangat kecil, sedangkan
bulbus arteriosus berkembang dengan baik (Affandi dan Tang 2002).

2.2.3 Saluran Darah


Berikut merupakan saluran darah ikan (Gambar 4):
9

Gambar 4. Saluran darah ikan


(Sumber : Mclaren and Rotundo 1985)

Menurut Affandi dan Tang (2002) jantung akan menerima darah yang kaya
akan oksigen (pada teleostei dan elasmobranchi) melalui dua kelompok arteri
coronary, yaitu :
a. Arteri coronary anterior, arteri ini berasal dari saluran hipobran (cabang
dari arteri branchial afferent) arteri ini memasok darah pada conus
arteriosus dan ventrikel).
b. Arteri coronary posterior, arteri ini berasal dari arteri caracoid atau arteri
subclavin dan masuk ke dalam jantung melalui bagian belakang, fungsinya
untuk memasok darah pada bagian dinding jantung.

2.3 Hematokrit
Hematokrit merupakan persentase volume eritrosit dalam darah ikan. Hasil
pemeriksaan terhadap hematokrit dapat dijadikan sebagai salah satu patokan
untuk menentukan keadaan kesehatan ikan, nilai hematokrit kurang dari 22%
menunjukkan terjadinya anemia. Perubahan kondisi lingkungan atau pencemaran
lingkungan akan menyebabkan nilai hematokrit mengalami penurunan akibat
respon stress pada ikan (Kuswardani 2006).
Kadar hematokrit juga bervariasi tergantung pada faktor nutrisi, umur ikan,
jenis kelamin, ukuran tubuh, dan masa pemijahan. Hematokrit adalah volume
eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan memutarnya di dalam tabung khusus
yang nilainya dinyatakan dalam persen. Hematokrit didefinisikan sebagai
perbandingan antara sel darah merah dengan seluruh volume darah. Presentase
kadar hematokrit berhubungan dengan jumlah sel darah merah (Kuswardani
2006).
Menurut Yudha (1999) nilai hematokrit tidak selalu tetap hasilnya dan pada
ikan nilainya antara 5 – 60 %. Selanjutnya dikatakan bahwa nilai hematokrit dapat
juga digunakan untuk mendeteksi terjadinya anemia dan ikan terkena penyakit
apabila ikan kehilangan nafsu makan karena sebab yang tidak jelas dan
ditunjukkan dengan rendahnya nilai hematokrit.
10

2.3.1 Metode Pengukuran Hematokrit


Menurut Irianto (2005) nilai hematokrit adalah volume semua eritrosit
dalam 100 mL darah dan disebut dengan persen (%) dari volume darah tersebut.
Biasanya nilai hematokrit ini ditentukan dengan menggunakan darah vena atau
darah kapiler. Ada 3 metode untuk menentukan nilai hematokrit, yaitu :
1. Darah dimasukkan ke dalam tabung Winstrobe yang mempunyai skala,
kemudian diputar dengan kecepatan 3.000 putaran per menit selama
setengah jam (sebelum dimasukkan ke dalam tabung darah diberi
antikoagulan terlebih dahulu.
2. Mikrohematokrit, pada metode ini digunakan tabung kapiler khusus, alat
pemutar dan papan skala untuk menentukan % volume sel darah merah.
Kecepatanpemutaranadalah 11.000 rpm selama 4 menit.
3. Hematokrit dapat dilakukan secara elektronik. Metode elektronik
menggunakan alat darah yang mampu meneruskan aliran, sedangkan sel
darah merah bersifat menghambat aliran listrik darah yang telah dicampur
dengan antikoagulan dihisap pada tabung khusus dan diselipkan pada alat
baca. Dengan hanya menekan tombol, nilai hematokrit dapat dibaca pada
galvanometer.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Hematokrit


Kadar hematokrit bervariasi tergantung pada faktor nutrisi, umur ikan, jenis
kelamin, ukuran tubuh, dan masa pemijahan (Kuswardani 2006). Anderson (1992)
menyatakan bahwa berkurangnya nilai hematokrit pada ikan dapat
mengindikasikan adanya kontaminasi, ikan tidak makan, protein yang rendah
pada pakan, defisiensi vitamin dan infeksi penyakit.
Dellman dan Brown (1989) menyatakan bahwa apabila ikan terkena infeksi,
nafsu makan ikan akan menurun dan nilai hematokrit darah akan menurun. Pada
kasus seperti anemia mikrositik, jumlah dan ukuran sel darah merah berkurang,
sehingga kadarhematokrit juga rendah. Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh
jenis kelamin, ukuran tubuh dan masa pemijahan (Jawad et al. 2004).
11

Daftar Pustaka
Affandi, R. dan Tang, U. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press.Pekanbaru.
Anderson, S. 1987. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran. CV.
Rajawali.Jakarta.
Anderson, S. 1992. A-Morphous Morphology. Cambridge University Press. Cambridge.
Chinabut, S., Limsuwan, C. dan Katsuwan. 1991. Histology of Walking Catfish Clarius
batracus. IDRC. Canada.
Dellman dan Brown.1989. Buku Teks Histologi Veteriner. Edisi ke-3. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Ferdinand, P. dan Ariebowo, M. 2009. Praktis Belajar Biologi 1 untuk Kelas X Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional.
Jakarta.
Hibiya, T. dan Takashima, F. dan 1995. An Atlas of Fish Histology Normal and Pathological
Feature. Second Edition. Takashima F. Kodansha Ltd. Tokyo.
Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Jawad, L., Mukhtar, M. dan Ahmed, H. 2004. The Relationship Betwee Hermatokrit and
Some Biological Parameters of the Indian Shad, Temalosa ilisha Animal Biodiversity
and Concersation. 27:47-52.

Khairuman, S., Dodi, S. dan Bambang, G. 2008. Budidaya Ikan Mas Secara Intensif.
Agromedia Pustaka. Jakarta.

Kuswardani, Y. 2006. Pengaruh pemberian Resin Lebah Terhadap Gambarab Darah


Maskoki Carassius auratus Yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Skripsi.
Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Lagler, K., Bardach, J. dan Miller, R.1977. Ichthyology. Jhon Willey and Sons, Inc. New
York.
Moyle, P., B. and Cech, J. 1988. Fish an Introduction to Ichthyology. Second Edition.
Prentice Hall. New Jersey.
Nabib, R. dan Pasaribu. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. PAU Bioteknologi, Institute
Pertanian Bogor. Bogor. 156 p.
Raven, P. dan Johnson, G. 2002. Biology. 6th ed. The McGraw-Hills. New York.
Robert, S., Schwartz, C. dan Lockard, C. 2006.Blood Components. Encyclopedia Britannica
Inc. London.

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Susanto. 2007. Kiat Budidaya Ikan Mas di Lahan Kritis. Penebar Swadaya. Jakarta

Suseno, D. 2000. Pengelolaan Usaha Pembenihan Ikan Mas. Penebar Swadaya. Jakarta
12

Svobodova, Z. dan Vyukusova, B. 1991. Diagnostik, Prevention and Therapy of Fish Disease
and Intoxication. Research Institute of fish Culture and Hydrobiology Vodnany.
Czechoslovakia.

Wedemeyer, G. dan Yasutake. 1977. Clinical methods for the assessement of the effect
enviromental stress on fish health. Fish and Wildlife Service. Technical Paper 89.
Washington.
Yudha, J. 1999. Peripheral Blood Appearance of DHF Patients in Departemen of Pediatri Dr.
Soetomo Hospital Surabaya. Jurnal Universitas Airlangga. 35(3).

Anda mungkin juga menyukai