ABSTRAK
Pemanfaatan kotoran ternak sapi yang banyak terhambur di sekitar kecamatan Mowila
merupakan solusi yang terbaik karena selain dapat mengatasi masalah estetika, namun
juga dapat mengurangi ketergantungan warga tersebut yerhadap energi fosil. Mowila
yang merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Konawe Sulawesi
Tenggara, sebagian besar penduduknya adalah transmigran dengan mata pencaharian
utama adalah berpetani dan beternak sapi. Hampir semua keluarga di daerah tersebut
memiliki sapi 2-3 ekor. Permasalahan yang dihadapi penduduk antara lain pupuk untuk
keperluan pertanian dan mahalnya harga bahan bakar. Melihat potensi yang dimiliki,
yaitu banyak sapi yang menghasilkan kotoran, maka dapat dilakukan pemberdayaan
masyarakat melalui transfer ilmu sehingga masyarakat dapat memanfaatkan kotoran
sapi menjadi bahan bakar dan pupuk. Metode yang digunakan adalah sosialisasi,
pelatihan dan bimbingan teknis membuat digester biogas. Hasil yang diharapkan adalah
masyarakat dapat menggunakan gas yang diproduksi untuk keperluan memasak dan
hasil sampingnya sebagai pupuk dan pestisida. Melihat potensi yang dimiliki daerah,
maka program ini dapat berkelanjutan sehingga pendapatan masyarakat akan
meningkat.
PENDAHULUAN
Kecamatan Mowila merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Konawe
Selatan. Lokasinya berada kurang lebih 40 kilometer dari kota Kendari. Sebagian besar lahan di
Kecamatan Mowila merupakan lahan usaha pertanian, 8,12% pekarang dan selebihnya 2,78% lahan
fasilitas umum dan sisanya 24,14% masih berupa hutan. Sebahagian besar mata pencaharian
penduduk di Kecamatan Mowila adalah petani. Dari 178 KK tercatat 84,83% sebagai petani dan
selebihnya berprofesi sebagai pegawai negeri. Umumnya mereka bertani sambil beternak.
Komoditas pertanian yang diusahakan adalah ubikayu, jugung, padi ladang, kedelai. Tanaman buah-
buahan yang banyak dikembangkan adalah rambutan, nangka dan pisang. Jenis tanaman
perkebunan rakyat yang diusahakan di Kecamatan Mowila antara lain kelapa, kopi, cengkeh, kakao,
jambu mete, kapuk, kapas, lada, enau dan sagu.
Kecamatan Mowila merupakan salah satu daerah yang berpotensi besar dalam pembuatan
biogas, mengingat sebagian besar penduduknya bermata pencaharian petani sekaligus peternak
sapi. Jumlah sapi di Kecamatan Mowila cukup menjanjikan yaitu mencapai 1500 ekor (BPPS
Artikel kegiatan KKN PPM di Kecamatan Mowila
Kapupaten Konawe Selatan). Pada tahun 2012 kecamatan ini memperoleh bantuan program
penggemukan sapi dari Bank Indonesia, berupa bantuan sapi dan kandangnya. Banyaknya ternak di
Kecamatan Mowila adalah peluang besar untuk pembuatan biogas, sehingga dapat mengurangi
konsumsi BBM di wilayah ini.
Potensi ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m3 biogas
dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Produksi biogas dari kotoran sapi berkisar
600-1000 liter biogas per hari. Kebutuhan energi untuk memasak satu keluarga rata-rata 2000 liter
per hari. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan energi memasak rumah tangga dapat
dipenuhi dari kotoran 3 ekor sapi.
Permasalahan yang dihadapi warga Mowila salah satunya adalah mahalnya harga minyak
tanah. Hal ini disebabkan ketersediaan bahan bakar yang terbatas. Terkait dengan masalah tersebut,
salah satu mengurangi penggunaan bahan bakar minyak tanah untuk keperluan rumah tangga.
Dalam situasi seperti ini maka perlu dilakukan pengembangan, dan penyebaran teknologi energi non
BBM yang ramah lingkungan, terutama ditujukan pada keluarga miskin sebagai golongan yang
banyak terkena dampak kenaikan BBM (Darsin, 2006).
Pengolahan kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas yang ramah lingkungan merupakan
cara yang sangat menguntungkan, karena mampu memanfaatkan alam tanpa merusaknya hingga
siklus ekologi tetap terjaga. Manfaat lain mengolah kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas
adalah dihasilkannya pupuk organik untuk tanaman, sehingga keuntungan yang dapat diperoleh
adalah:
Pupuk organik yang merupakan hasil samping dari proses produksi biogas juga mempunyai
nilai ekonomis yang tidak kecil pula. Pupuk dari kotoran sapi yang telah diambil biogasnya memiliki
kadar pencemar BOD dan COD berkurang sampai 90%, dengan kondisi ini pupuk dari kotoran sapi
sudah tidak berbau. Oleh karena itu permasalahan yang dihadapi peternak sapi mengenai tumpukan
kotoran sapi yang menimbulkan bau tidak enak dan mengganggu kehidupan penduduk di sekitar
kandang dapat diatasi.
Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik
(tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan
(yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas. Proses
dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan. Suhu yang
baik untuk proses fermentasi adalah 30-550C, dimana pada suhu tersebut mikroorganisme mampu
merombak bahan bahan organik secara optimal. Hasil perombakan bahan bahan organik oleh
bakteri adalah gas metan 50-60%, dan sisanya gas lain.
Artikel kegiatan KKN PPM di Kecamatan Mowila
Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas cukup menjanjikan sebagai pengganti BBM dan
menghasilkan hasil samping pupuk yang dapat digunakan oleh petani. Namun pembuatan biogas
belum cukup berkembang, hal ini disebabkan masih relatif murahnya harga BBM yang disubsidi,
sementara masyarakat belum mengerti mengenai teknologi biogas. Oleh karena itu, diperlukan
alat/reaktor biogas dan bimbingan serta dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berkelanjutan untuk pengolahan kotoran sapi menjadi biogas dan pupuk kepada peternak sapi di
Kecamatan Mowila, Kabupaten Konawe Selatan.
Instalasi biogas terdiri dari bangunan utama yaitu digester yang berfungsi untuk
menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester yang
digunakan adalah model continuous feeding dimana pengisian bahan organiknya dilakukan secara
kontinu setiap hari. Lahan yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester diperlukan bahan
bangunan seperti pasir, semen, batu kali, bata merah, dan pipa prolon. Lokasi yang akan dibangun
sebaiknya dekat dengan kandang sehingga kotoran ternak dapat langsung disalurkan ke dalam
digester. Disamping digester harus dibangun juga penampung sludge (lumpur), yang selanjutnya
dapat dijadikan pupuk organik.
Masyarakat yang dilibatkan pada kegiatan ini meliputi tiga desa yaitu Monapa, Wonuasari
dan Ranombayasa.
Setelah melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait di lokasi yang akan dijadikan objek
kegiatan, yaitu Kecamatan Mowila. Melakukan survei lapangan untuk mengetahui potensi peternak
sapi dan petani di wilayah kajian. Melakukan kajian terhadap proses pembuatan biogas dan
pemanfaatan pupuk sebagai produk sampingnya.
Selain itu dilakukan pula pembekalan terhadap mahasiswa untuk memberikan wawasan dan
pengetahuan survei lapangan dalam rangka mengetahui petani potensi dan peternak sapi,
pengetahuan proses pembuatan biogas, pengetahuan manajemen pengelolan masyarakat
Pelaksanaan
Pelaksanan kegiatan ini dilaksanakan dengan melakukan sosialisasi kepada peternak sapi di
tiga kelurahan, bimbingan kepada peternak sapi dan petani mengenai pembuatan biogas pembuatan
secara bersama digester.
Sosialisasi aspek ekonomi dan penangan limbah kotoran ternak diberikan kepada tiga
kelurahan yang potensial usaha peternakan sapi. Setiap kelurahan terdiri dari 20 peternak dan
petani. Sosialisasi ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan aspek sosial, ekonomi dan
lingkungan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab supaya lebih bermakna
Bimbingan dan pelatihan pengetahuan digester biogas diberikan kepada tiga kelurahan yang
potensial usaha peternakan sapi. Setiap kelurahan terdiri dari 20 peternak. Pelaksanaan pelatihan
menggunakan metode proyek based learning (PBL), dengan memberikan praktek pembuatan biogas
dan dilanjutkan dengan pendampingan, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
penganggaran.
Langkah Operasional
Di dalam digester bakteri-bakteri methan mengolah limbah bio atau biomassa dan
menghasilkan biogas methan. Dengan pipa yang didesain sedemikian rupa, gas tersebut dapat
dialirkan ke kompor yang terletak di dapur. Gas tersebut dapat digunakan untuk keperluan memasak
dan lain-lain. Biogas dihasilkan dengan mencampur limbah yang sebagian besar terdiri atas kotoran
ternak dengan potongan-potongan kecil sisa-sisa tanaman, seperti jerami dan sebagainya, dengan
air yang cukup banyak.
Artikel kegiatan KKN PPM di Kecamatan Mowila
selulusa
hidrolisis (C6H10O5)n +
glukosa
pengasaman
metanogenik
Untuk pertama kali dibutuhkan waktu lebih kurang dua minggu sampai satu bulan sebelum
dihasilkan gas awal. Campuran tersebut selalu ditambah setiap hari dan sesekali diaduk, sedangkan
yang sudah diolah dikeluarkan melalui saluran pengeluaran. Sisa dari limbah yang telah “dicerna”
oleh bakteri methan atau bakteri biogas, yang disebut slurry atau lumpur, mempunyai kandungan
hara yang sama dengan pupuk organik yang telah matang sebagaimana halnya kompos sehingga
dapat langsung digunakan untuk memupuk tanaman, atau jika akan disimpan atau diperjualbelikan
dapat dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dimasukkan ke dalam karung.
Pembangkit biogas ini sangat cocok dibangun untuk peternakan sapi perah atau peternakan
ayam dengan mendesain pengaliran tinja ternak ke dalam digester. Kompleks perumahan juga dapat
dirancang untuk menyalurkan tinja ke tempat pengolahan biogas bersama. Negara-negara maju
banyak yang menerapkan sistem ini sebagai bagian usaha untuk daur ulang dan mengurangi polusi
dan biaya pengelolaan limbah. Jadi dapat disimpulkan bahwa biogas mempunyai berbagai manfaat,
yaitu menghasilkan gas, ikut menjaga kelestarian lingkungan, mengurangi polusi dan meningkatkan
kebersihan dan kesehatan, serta penghasil pupuk organik yang bermutu.
Artikel kegiatan KKN PPM di Kecamatan Mowila
Untuk menuai hasil yang signifikan, memang diperlukan gerakan secara massal, terarah, dan
terencana meliputi pengembangan teknologi, penyuluhan, dan pendampingan. Dalam jangka
panjang, gerakan pengembangan biogas dapat membantu penghematan sumber daya minyak bumi
dan sumber daya kehutanan. Mengenai pembiayaannya mungkin secara bertahap sebagian subsidi
BBM dialihkan untuk pembangunan unit-unit pembangkit biogas. Melalui jalan ini, mungkin imbauan
pemerintah mengajak masyarakat untuk bersama-sama memecahkan masalah energi sebagian
dapat direalisasikan.
KESIMPULAN
Pelaksanaan kegiatan melibatkan masyarakat sebagai peserta, dan dosen dari Universitas
Halu Oleo selaku pelaksana teknis. Dalam melaksanakan kegiatan pelatihan dilakukan dengan
metode ceramah, tanya jawab, dan pembuatanreaktor biogas. Kegiatan pelatihan telah dapat
berlangsung dengan baik. Tim juga memberikan sosialisasi secara umum aktivitas kampus dan
kerjasama yang bisa dijalin dengan masyarakat. Tanggapan peserta sangat beragam dan sebagian
besar mendukung dan mengharapkan tindak lanjut baik dari Tim pelaksana maupun materi lain
dalam LPPM. Kegiatan ini memberikan sebuah hasil yang optimal dimana masyarakat peternak sapi
dapat memanfaatkan kotoran sapi menjadi biogas.
a. Faktor budaya, dimana sebagian masyarakat Mowila adalah transmigrasi dari Bali
b. Peserta tersebar di area yang cukup jauh dari lokasi kegiatan, sehingga banyak diantaranya
yang datang terlambat.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, J.M., Gallagher, J.A., Donnison, I.S. (2009) Fermentation study on Saccharina latissima for
bioethanol production considering variable pre-treatments. J. Appl. Phycol. 21, 569–574.
Angelidaki, I., Ellegaard, L. (2003) Codigestion of manure and organic wastes in centralized biogas
plants – status and future trends. Appl. Biochem. Biotechnol. 109, 95–105.
Bruhn, A., J. Dahl, H.B Nielsen, L. Nikolaisen, M.B Rasmussen, S. Markager, B. Olesen, C. Arias, P.D
Jensen (2011) Bioenergy potential of Ulva lactuca: Biomass yield, methane production and
combustion, Bioresource Technology, 102: 2595-2604
Chynoweth, David.P., Owens, John.M., Legrand, Robert (2001) Renewable methane from anaerobic
digestion of biomass. Renew. Energy 22, 1–8.
Darsin, M. (2006) Design of Biogas Circulator, Seminar Nasional Kreativitas Mesin, Universitas
Barawijaya, Malang
Mekail, A.E., 1994, Studies on the use of organic amendments for coarse textured soil. Ph.D. Thesis,
Univ. Agric. Sci., Bangalore.
Morand, P., Briand, X., Charlier, R.H. (2006) Anaerobic digestion of Ulva sp 3. Liquefaction juices
extraction by pressing and a technico-economic budget. J. Appl. Phycol. 18, 741–755.
Nagarajan, R., Manickam, T.S., Kothandaraman, G.V. and Subrahmanian, S., 1987, Coir waste as crop
production. Tech. Bull., published jointly by TNAU and Central Coir Research Institute,
Alleppey.
Neelakantan, S., Sondhi, H.S., Manocha, A. and Sarma, S.C., 1978, Anaerobic fermentation of plant
materials into acids and biogas. Curr. Sci., 47(5): 147-151.
Rajendra, S. and Tauro P., 1981, Anaerobic digestion of cattle and sheep wastes. Agril. Wastes, 3: 65-
73.
Rayachauduri, S., Gupta, S.K. and Raychaudhuri, M., 1998, Biogas production from Acacia
auriculiformis. Indian Agric., 42(4): 253-259.
Seppala, M., Paavola, T., Lehtomaki, A., Pakarinen, O., Rintala, J., 2008. Biogas from energy crops-
optimal pre-treatments and storage, co-digestion and energy balance in boreal conditions.
Water Sci. Technol. 58, 1857–1863.