Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TENTANG KONFLIK DAN KEKERASAN DI TANAH AIR

KHUSUSNYA KEKERASAN PSIKOLOGIS

OLEH :

TIMOTHEUS D. BANG KARWAYU

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 MAUMERE

JURUSAN ILMU ALAM 2

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur patut saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas bimbingan dan
berkatnya, sehingga kliping ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Agama merupakan suatu ilmu yang menyenangkan bila kita mempelajarinya. Dalam proses
pelajaran Agama terdapat 2 bagian yaitu teori dan praktikum.

Agama juga merupakan suatu pelajaran yang menuntut seseorang untuk menganalisa dan
menyelesaikan berbagai masalah yang berhubungan dengan kepribadian dan moral. Salah satunya adalah
psikologi. Dalam kliping ini akan disajikan berbagai jenis masalah-masalah dalam kekerasan psikologi,
lebih kompleksnya adalah kekerasan seksual.

Selain itu juga, saya ucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Johanes Jonas Teta, S. Pd SELAKU Kepala SMA Negeri 1 Maumere yang telah bersedia
menerima kami menimbah ilmu di lembaga ini.
2. Ibu Mia, Guru Pembimbing sekaligus Guru Mata Pelajaran Agama.
3. Orang Tua yang Telah Membantu dan Mendorong Saya.
4. Dan teman-teman XI IPA2
5. Semua orang yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang dengan caranya sendiri telah
membantu saya menyelesaikan kliping ini.
Akhir kata tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan kliping ini. Oleh karena itu saran
dan kritik yang membangun akan saya terima demi kesempurnaannya.

Maumere, Mei 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Identitas diri dan perasaan ketidaktergantungan pada orang tua sudah mulai menonjol pada
remaja dan mereka lebih suka melakukan pergaulan dengan kelompok sebayanya dan ikatan di dalam
kelompok sebaya amat kuat. Aspek seksual pada remaja mempunyai kekhususan antara lain
pengalaman berfantasi dan mimpi basah. Remaja laki-laki sekitar 93% dan 89% remaja perempuan
melakukan fantasi pada saat masturbasi. Fantasi ini tidak hanya dialami oleh para remaja, tetapi
ternyata masih sering dialami sampai pada saat dewasa. Remaja menginginkan kebebasan yang lebih
banyak dan kadang – kadang ingin lebih leluasa melakukan aktifitas seksual, walaupun tidak jarang
menimbulkan konflik dalam dirinya sehingga sebagian merasa berdosa dan cemas.
Perkembangan perilaku seksual dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain perkembangan
psikis, fisik, proses belajar dan sosiokultural. Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka aktifitas
seksual remaja amat erat kaitannya dengan faktor-faktor itu. Beberapa aktifitas seksual yang sering
dijumpai pada remaja yaitu sentuhan seksual, membangkitkan gairah seksual, seks oral, seks anal,
masturbasi dan hubungan heteroseksual.
Pada masa remaja ternyata tidak sedikit para remaja yang melakukan hubungan seksual. Di
Amerika serikat hubungan seksual yang dilakukan oleh para remaja ternyata mengalami peningkatan
sekitar 1% per tahunnya. 40% dari remaja perempuan hamil sebelum tamat sekolah menengah, 50%
diantaranya melakukan abortus dan sisanya melahirkan bayinya. Dampak lain yang perlu diwaspadai
ialah bahaya penularan penyakit kelamin terutama HIV/ AIDS yang sudah menyebar kemana-mana.
Hubungan seksual yang pertama dialami oleh remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar.
Hubungan antar mereka makin romantis.
Adanya keinginan menunjukkan cinta pada pacarnya.
Dewasa ini, semakin banyak kasus pelecehan seksual dan perkosaan yang
menimpa anak–anak dan remaja.
.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari kekerasan, bentuk-bentuk kekerasan, faktor terjadinya dan dampak
dari kekerasan.
2. Mengetahui pengertian dari perkosaan, jenis-jenis dari perkosaan dan dampaknya.
3. Mengetahui bentuk dan akibat dari pelecehan seksual.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur.
5. Untuk mengetahui dampak yang akan diterima oleh anak yang mengalami kekerasan seksual.
6. Untuk mengetahui cara pencegahan, agar anak terhindar dari kekerasan seksual.

1.3 Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian dari pelecehan seksual
2. Dapat mengetahui pelecehan seksual yang terjadi pada anak-anak maupun pada perempuan
3. Dapat mengetahui dampak dari pelecehan seksual
4. Dapat mengetetahui solusinya untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual

1.4 Rumusan Masalah


Akhir-akhir ini sering terjadi kekerasan seksual. ”Alasan saya memilih judul ”MARAKNYA
KEJAHATAN SEKSUAL” agar pembaca bisa mengetahui apa penyebab, dampak serta pencegahan dari
terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, agar kita semua khususnya para orang tua bisa lebih waspada
dalam menjaga anak, agar terhindar dari kejahatan seksual.”
Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang dewasa atau
remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual. Bentuk pelecehan seksual anak
termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya),
memberikan paparan yang tidak senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk
anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak (kecuali
dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan medis), melihat alat kelamin anak tanpa kontak
fisik (kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis), atau menggunakan anak untuk
memproduksi pornografi anak.
Efek kekerasan seksual terhadap anak antara lain depresi, gangguan stres pascatrauma,
kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada masa dewasa, dan cedera fisik untuk
anak di antara masalah lainnya. Pelecehan seksual oleh anggota keluarga adalah bentuk inses, dan dapat
menghasilkan dampak yang lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam kasus
inses orangtua. Sebagian besar pelaku pelecahan seksual adalah orang yang dikenal oleh korban mereka.
Sebagian besar pelanggar yang pelecehan seksual terhadap anak-anak sebelum masa puber adalah pedofil,
meskipun beberapa pelaku tidak memenuhi standar diagnosa klinis untuk pedofilia.
Berdasarkan hukum, "pelecehan seksual" merupakan istilah umum yang menggambarkan tindak
kriminal dan sipil di mana orang dewasa terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak di bawah umur atau
eksploitasi anak di bawah umur untuk tujuan kepuasan seksual.
BAB II
ISI KLIPING

A. KEKERASAN
a. Definisi
Kekerasan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik.
Seksual atau psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan
secara sewenang-wenang baik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari maupun dimasyarakat.
Didalam pasal 289 KUHP disebutkan bahwa: “ barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman
akan memakai kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan untuk memebiarkan dilakukannya
tindakan-tindakan yang sifatnya melanggar kesusilaan, karena bersalah secara nyata merusak
kesusilaan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 9 tahun “
b. Bentuk-bentuk kekerasan
Bentuk-bentuk kekerasan dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-sama.
Bentuk-bentuk kekerasan dapat meliputi:
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik ialah kontak fisik yang diberikan pada seseorang yang menyakiti dan
bersifat kepada pengerusakan fisik. Misalnya dipukul, mencekik, menendang, menggigit, meracuni,
membakar, menganiaya. Kekerasan fisik disamping terjadi didalam keluarga juga dialami
dilingkungan luar yang pelakunya adalah teman sepermainan orang yang dikenal maupun orang
yang tidak dikenal. Akibat dari kekerasan fisik dapat menyebabkan luka yang ringan atau serius
dapat menyebabkan resiko seperti kecemasan, depresi, penyalah gunaan obat dan masalah
disekolah atau ditempat kerja.
2. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual yaitu bila anak mendapat perlakuan seksual oleh orang dewasa,
termasuk didalamnya merayu anak untuk menyentuh dan disentuh genetalianya, hubungan kelamin
dalam semua bentuk baik genital, oral, atau sodomi. Beberapa anak yang dianiaya secara seksual
dikemudian hari dapat terjebak dalam kegiatan prostitusi maupun masalah serius lainnya ketika
mencapai dewasa.
3. Kekerasan emosional
Kekerasa emosional yaitu ditandai dengan kecaman kata-kata yang merendahkan. Kekerasan
emosional sulit dideteksi karena sering kali merupakan kasus yang tidak dilaporkan. Manifestasinya
akan terlihat setelah timbul problem perilaku yang menimbulkan masalah baik diri remaja, keluarga
ataupun lingkungannya.
c. Faktor resiko terjadinya kekerasan
1. Faktor perilaku menyimpang
Yang disebut perilaku menyimpang adalah semua tingkah laku yang menyimpang
dari ketentuan yang berlaku dalam masyarakat (norma agama, etika, peraturan sekolah dan
keluarga dan lain-lain). Jika penyimpangan ini terjadi terhadap norma-norma hukum pidana
maka disebut kenakalan.
Jenis kenakalan remaja menurut jensen 1985 (dikutip dari 21):
 Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti perkelahian,
perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
 Kenakalan yang menimbulkan korban materi seperti perusakan, pencurian,
pencopetan, pemerasan dan lain-lain.
Menurut Graham, 1983 (dikutip dari 21) berbagai faktor dapat menyebabkan remaja
berperilaku menyimpang, yaitu faktor lingkungan dan faktor pribadi.
a. Faktor lingkungan : mal nutrisi, kemiskinan, migrasi karena urbanisasi, pengungsian,
masalah disekolah, problem keluarga, kematian orang tua, orang tua sakit berat atau
cacat, hubungan antar anggota keluarga tidak harmonis.
b. Faktor pribadi seperti faktor bakat yang mempengaruhi temperamen (menjadi
pemarah, hiperaktif, cacat tubuh, ketidak mampuan menyesuaikan diri).

2. Faktor orang tua dan keluarga


Faktor orang tua memegang peranan penting terjadinya kekerasan dan penelantaran pada
remaja. Faktor-faktor yang menyebabkan orang tua melakukan kekerasan pada anak diantaranya:
1. Dibesarkan dengan penganiayaan.
2. Gangguan mental.
3. Pecandu minuman keras dan obat.

3. Faktor lingkungan sosial atau komunitas


Faktor lingkungan sosial yang dapat menyebabkan kekerasan dan penelantaran pada anak
diantaranya :
 Kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materialistis.
 Kondisi sosial ekonomi yang rendah.
 Status wanita yang dipandang rendah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kasus kekerasan seksual terhadap anak akan semakin meningkat apabila kita senua
terutama pemerintah dan para orang tua tidak melakukan pencegahan sejak dini. Intinya kita
semua harus bisa mencegah terjadinya perbuatan yang tidak berprikemanusiaan ini. Orang
tua dan pemerintah mempunyai peran yang sangat penting dalam hal pencegahan. Agar para
pelaku memiliki efek jera, sebaiknya pemerintah meberikan hukuman yang sangat berat
mungkin. Sehingga para pelaku akan berfikir seribu kali untuk ketika mereka hendak
melakukan kekersan seksual terhadap anak. Dengan demikian mudah-mudahan tidak akan
ada lagi anak yang mengalami kekerasan. Baik itu kekerasan seksual maupun kekerasan
lainnya. Karena kita semua tahu bahwa anak adalah titpan dari Allah swt. Oleh karena itu
kita harus bisa menjaga titipan Nya dengan sebaik mungkin.
3.2 Saran
1. Orang tua harus bisa lebih ekstra dalam menjaga anaknya
2. Pemerintah harus mampu mencegah serta bertindak tegas terhadap pelaku kekerasan
seksual
3. Pembinaan terhadap para pelaku agar ketika pelaku bebas dari hukuman kasus
kekerasan seksual yg dilakukannya pada anak tidak diulangi lagi dikemudian hari.
3.3 Usul
Saya mengusul bahwa, kita sebagai warga Negara Indonesia sudah semestinya
mematuhi peraturan yang dibuat dalam Negara kita. Dalam hal ini, saya mengajak kita untuk
selalu mendekatkan diri pada Tuhan dan selalu melakukan hal-hal yang positif. Jauhkanlah
diri dari hal-hal yang buruk atau negative, salah satunya seperti pelecehan seksual. Kita
semestinya tahu dampak akan kekerasan tersebut, itu sama saja dapat merugikan diri kita
sendiri dan orang lain.
3.4 Tindak Lanjut Gereja dan Pemerintah terhadap Kekerasan Seksual

 Tindak Lanjut Gereja

Carolyn Holderred Heggen dengan sangat jelas mengemukakan bahwa sejarah gereja kita penuh
dengan penyangkalan atas pengalaman pelecehan seksual. Kemudian ketika gereja mengakuinya, gereja
justru mempermalukan korban yang berani mengungkapkan pelecehan itu.

Pelecehan seksual adalah salah satu tanda paling nyata atas tindakan menguasai dan mengendalikan
orang lain. Penyalahgunaan kuasa untuk mengendalikan dan mendominasi orang lain dalam pelecehan
semacam itu terkait erat dengan meningkatnya rangsangan erotis bagi si pelaku. Hal ini menciptakan
jaringan kekuasaan dan erotisme yang kompleks dan sukar diuraikan. Mengubah perilaku para pelaku
pelecehan seksual memang sangat sukar, bahkan kadang-kadang tidak mungkin.

Gereja, dulu dan sekarang, menerima dan mengembangkan agenda patriarkal. Dalam pengajaran,
praktik, penafsiran, dan khotbahnya, gereja telah mengabaikan ideologi mengenai laki-laki, perempuan
dan anak-anak, pada umumnya – khususnya tentang seksualitas dan pelecehan seksual – yang
mengokohkan dasar penyebarluasan masalah kekerasan seksual.

Gereja telah mencurahkan waktu, uang, dan sumber daya manusia yang besar selama satu generasi
dalam selubung penjatuhan hukuman bagi “dosa homoseksualitas”. Jika sebagai gantinya gereja telah
mengidentifikasi dosa pelecehan seksual dan berkomitmen untuk mengubah norma sosial yang
mendukungnya, maka kita telah cukup maju dalam upaya untuk memusnahkan pelecehan dan kekerasan
seksual. Namun, homophobia yang bercampur dengan penyangkalan terus-menerus atas pelecehan yang
terjadi dan ketidaksediaan untuk membantah hak istimewa laki-laki ini, mengakibatkan gereja tidak dapat
memberikan respons yang memadai.

Di dalam dirinya, gereja memiliki sumber-sumber untuk mengemukakan dan melawan pelecehan
seksual. Alkitab memberi mandat kepada gereja untuk mendampingi mereka yang menjadi objek
kejahatan dan eksploitasi, untuk melindungi “orang-orang kecil”, untuk menawarkan keterbukaan bagi
orang-orang yang rapuh, dan membebaskan mereka yang terpenjara oleh belenggu-belenggu peraturan
sosial. Pelayanan Yesus terhadap perempuan dan anak-anak merupakan contoh jelas penegakkan keadilan
sebagai respons wajar atas ketidakadilan yang menghimpit kaum tertindas.
Buku ini lahir dari perjalanan pemulihan Heggen, dengan tujuan memberikan pengetahuan sekaligus
sarana bagi jemaat, pejabat gereja, dan orang awam sehinggap dapat menjadi saluran pemulihan dan
anugerah yang efektif bagi para korban, pelaku, atau keluarga dan jemaat yang terluka akibat pelecehan
seksual. Saya berharap bahwa ini akan memperlengkapi gereja untuk berusaha mencegah terjadinya
pelecehan lebih lanjut dan membangun kehidupan seksual yang sehat.

Para korban pelecehan seksual bukan hanya kaum perempuan. Demikian pula pelaku pelecehan juga
bukan hanya kaum laki-laki. Perempuan dan laki-laki sama-sama dapat menjadi korban, sekaligus pelaku.
Meskipun demikian, ada kesepakatan umum di antara para peneliti dan ahli kesehatan jiwa bahwa
sebagian besar pelaku adalah laki-laki dan korbannya lebih dominan perempuan.

Ini lebih fokus kepada laki-laki sebagai pelaku pelecehan seksual dan perempuan sebagai korbannya,
banyak juga kaum laki-laki yang menjadi korban pelecehan dan juga menghadapi dampak buruk yang
menyakitkan. Namun, sebagai seorang perempuan yang memusatkan perhatian pada perawatan dan
penelitian terhadap korban perempuan, Heggen mengambil sikap tidak akan menceritakan pengalaman
kaum laki-laki yang menjadi korban. Kisah semacam itu memang perlu dituturkan, tetapi sebaiknya oleh
kaum laki-laki sendiri.

 Tindak lanjut Pemerintah


Komnas Perlindungan Anak menyatakan tahun 2013 sampai sekarang merupakan tahun darurat
kekerasan seksual pada anak. Indikasi tersebut terlihat kasus kekerasan kian meningkat terhadap anak,
khususnya kekerasan seksual.
Peristiwa kejahatan ini memaksa Komite Nasional Perlindungan Anak 'turun gunung' ke daerah-
daerah untuk memberi pengarahan dan mencarikan solusi untuk mengatasi persoalan itu.
"Tahun darurat kekerasan seksual pada anak akan terjadi bila pemerintah hanya berdiam diri," demikian
Sekjen Komnas PA Aris Merdeka Sirait saat berkunjung dan menggelar pertemuan dengan Komisi
Perlindungan Anak (KPS) Daerah Provinsi Riau.
Komnas PA bahkan mencatat, selama tahun 2012 lembaga ini telah menerima laporan dan
pengaduan dari masyarakat terhadap tindakan kekerasan pada anak sebanyak 2.637 kasus. Dari jumlah
tersebut, sebanyak 62 persen atau 1.526 kasus merupakan tindakan kekerasan seksual pada anak.
Angka ini jauh meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 yang mencapai 2.509 kasus. Dari jumlah
tersebut, 52 persen atau 1305 diantaranya merupakan kasus kekerasan seksual pada anak. Dari rangkuman
data tersebut, sangat jelas bahwa kasus kekerasan seksual pada anak mengalami peningkatan signifikan
hingga mencapai 10 persen sepanjang tahun 2012 dibandingkan tahun 2011.
Sekjen Komnas PA, Aris Merdeka Sirait memprediksikan tahun 2013 ini akan menjadi tahun
darurat kekerasan seksual pada anak jika tidak dilakukan upaya-upaya konkrit sejak dini.
"Untuk itu, semua pihak baiknya terlibat secara langsung, turut serta mengatasi persoalan ini agar tidak
terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Lindungi anak dengan cara yang cermat," katanya.
Menurut Aris, tindakan kekerasan pada anak atau tindakan kekerasan seksual pada anak biasanya
dilakukan oleh orang-orang terdekat korban. Oleh karena itu, lanjutnya, para orang tua harus mengawasi
anak-anaknya dengan ekstra. Selain itu pemerintah, imbuhnya, juga harus aktif dalam upaya mengatasi
persoalan ini, salah satunya dengan melakukan pembinaan terhadap para orang tua melalui sosialisasi per
media atau bahkan mengadakan seminar hingga pada tingkat pemerintahan terendah.

Anda mungkin juga menyukai