Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Psikologi

Volume 44, Nomor 2, 2017: 153 – 164


DOI: 10.22146/jpsi.27454

Prediktor Prestasi Belajar Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar


Rita Eka Izzaty, Yulia Ayriza, Farida Agus Setiawati
Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Abstract. The difference of student’s learning achievement is influenced by multiple factors


such as school readiness and intelligence. This research aims to examine of school readiness
and intelligence predict on learning achievement. The data were collected by employing
intelligence test and student’s academic report. The subjects of this research was 104
students (52 male and 52 female students aged 7-8) of grade 1 of Madrasah Ibtidaiyah
Negeri 1 Bantul, Yogyakarta, academic year 2016/2017. The collected data were then
analysed by linear regression statistics. The results show school readiness and intelligence
predict learning achievement.
Keywords: gender, intelligence, learning achievement, school readiness

Abstrak. Perbedaan prestasi belajar pada siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya kesiapan sekolah dan inteligensi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji prediksi kesiapan belajar di sekolah formal dan inteligensi terhadap
prestasi belajar. Pengumpulan data dilakukan menggunakan tes dan dokumentasi nilai
hasil belajar siswa. Subjek penelitian adalah siswa kelas 1 SD MIN Bantul Yogyakarta
Tahun Akademik 2016/2017 yang berjumlah 104 orang (52 orang siswa perempuan dan 52
orang siswa laki-laki) dengan usia 7-8 tahun. Data dianalisis dengan menggunakan statistik
analisis regresi linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan belajar dan
inteligensi dapat memprediksi prestasi belajar.
Kata kunci: inteligensi, kesiapan belajar, prestasi belajar

Pendidikan 1dasar menjadi salah satu pendidikan dasar merupakan pendidikan


pendidikan formal yang mempunyai posisi minimal yang harus diikuti oleh warga
strategis dalam penyelenggaraan negara Indonesia yang selanjutnya lebih
pendidikan. Dalam Undang-Undang dikenal dengan program wajib belajar.
Nomor 20 Tahun 2003, Pendidikan dasar Program Wajib Belajar 9 Tahun didasari
dapat berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan konsep “pendidikan dasar untuk semua”,
Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang berarti penyediaan akses terhadap
yang sederajat serta Sekolah Menengah pendidikan yang sama untuk semua anak.
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah Melalui program wajib belajar pendidikan
(MTs), atau bentuk lain yang sederajat dasar 9 tahun, semua warga negara
(Departemen Pendidikan Nasional, 2008). diharapkan dapat mengembangkan sikap,
Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah pengetahuan, dan keterampilan dasar
Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 sebagai bekal untuk dapat hidup layak di
tentang wajib belajar, disebutkan bahwa masyarakat dan dapat melanjutkan

1
Korespondensi mengenai artikel ini dapat melalui:
rita_ekaizzaty@uny.ac.id

153 JURNAL PSIKOLOGI


IZZATY, DKK.

pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi dapat menstimulasi dan memfasilitasi


baik ke lembaga pendidikan sekolah aspek penalaran logika tersebut. Perkem-
ataupun luar sekolah bangan penalaran logika tidak hanya
Pendidikan di Sekolah Dasar adalah dikembangkan atau distimulasi melalui
pintu pertama bagi anak untuk masuk program akademik saja atau hal yang
jenjang pendidikan selanjutnya. Jenjang ini bersifat kognitif semata, namun melalui
merupakan jenjang pendidikan yang semua proses pendidikan yang ada di
penting sebagai langkah persiapan anak sekolah yang menstimulasi semua aspek
untuk mendapatkan kemampuan dasar perkembangan seperti fisik, kognitif dan
ataupun untuk melanjutkan ke jenjang bahasa, serta sosioemosinal yang terinte-
yang lebih tinggi. Keberhasilan pada grasi pada diri anak. Kesiapan dari semua
jenjang sekolah dasar dapat menentukan aspek yang ada pada anak diharapkan
keberhasilan pada jenjang pendidikan dapat menunjang prestasi belajarnya di
selanjutnya. Berdasarkan Pasal 67 sekolah.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun Prestasi belajar diartikan sebagai
2010, pendidikan sekolah dasar berfungsi ukuran pengetahuan yang didapat dari
untuk: (1) menanamkan dan mengamalkan pendidikan formal dan ditunjukkan
nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan melalui nilai tes (Lawrence & Vimala,
kepribadian luhur; (2) menanamkan dan 2012). Selaras dengan pendapat tersebut,
mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan Goods dalam Annes (2013) mendefinisikan
cinta tanah air; (3) memberikan dasar-dasar prestasi belajar sebagai pengetahuan yang
kemampuan intelektual dalam bentuk dicapai maupun keterampilan yang
kemampuan dan kecakapan membaca, dikembangkan pada berbagai mata
menulis, dan berhitung; (4) memberikan pelajaran di sekolah yang biasanya
pengenalan ilmu pengetahuan dan ditentukan oleh nilai ujian maupun dengan
teknologi; (5) melatih dan merangsang nilai yang diberikan oleh guru, atau
kepekaan dan kemampuan mengapresiasi keduanya. Kpolovie, Joe, dan Okoto (2014)
serta mengekspresikan keindahan, menambahkan bahwa prestasi belajar
kehalusan, dan harmoni; merupakan kemampuan siswa untuk
(6) menumbuhkan minat pada olahraga, belajar, yakni dengan mengingat fakta dan
kesehatan, dan kebugaran jasmani; serta mengkomunikasikan pengetahuannya
(7) mengembangkan kesiapan fisik dan baik secara lisan maupun tertulis, bahkan
mental untuk melanjutkan pendidikan ke dalam kondisi ujian. Jadi, pada intinya,
SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat. prestasi belajar dapat dikatakan sebagai
Menurut Teori Perkembangan Kog- hasil yang diperoleh dari kegiatan
nitif dari Jean Piaget, pada usia sekolah pembelajaran di sekolah yang bersifat
dasar yang dimulai usia 7 tahun, anak kognitif dan biasanya ditentukan melalui
sedang berada pada tahap operasional pengukuran dan penilaian.
konkret (Santrock, 2014, Ghazi & Ullah, Prestasi belajar merefleksikan pengua-
2015). Pada tahap operasional konkret, saan terhadap mata pelajaran yang
aspek kognitif anak akan berkembang ditentukan lewat nilai atau angka yang
pesat, terutama yang berkaitan dengan diberikan guru. Prestasi belajar penting
penalaran logika. Oleh karena itu, untuk diteliti mengingat prestasi belajar
harapannya sejak permulaan Sekolah dapat digunakan untuk (1) mengetahui
Dasar, program kegiatan belajar di sekolah tingkat penguasaan siswa terhadap materi

154 JURNAL PSIKOLOGI


PREDIKTOR PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS 1 SEKOLAH DASAR

pelajaran yang telah disampaikan, (2) kognitif, sikap, perilaku, serta keteram-
mengetahui kecakapan, motivasi, bakat, pilan akan mempersiapkan mereka untuk
minat, dan sikap siswa terhadap program terlibat aktif dalam konteks pembelajaran
pembelajaran, (3) mengetahui tingkat dan eksperensial (Maddox, Forte, &
kemajuan dan kesesuaian hasil belajar atau Boozer, 2000). Kesiapan belajar terbentuk
prestasi belajar siswa dengan standar manakala anak telah mengakumulasikan
kompetensi dan kompetensi dasar yang pembelajaran maupun keterampilan yang
telah ditetapkan, (4) mendiagnosis keung- diiringi dengan kematangan perkem-
gulan dan kelemahan siswa dalam bangan yang diperlukan untuk mengin-
mengikuti kegiatan pembelajaran, (5) tegrasikan pembelajaran maupun keteram-
seleksi yaitu memilih dan menentukan pilan tersebut (Jensen, 1969).
siswa yang sesuai dengan jenis pendidikan Lebih lanjut, Thorndike yang telah
tertentu, (6) menentukan kenaikan kelas, mengembangkan hukum-hukum belajar
serta (7) menempatkan siswa sesuai dalam teori belajar behavioristik,
dengan potensi yang dimilikinya (Arifin, menyebutkan bahwa terdapat tiga prinsip
2001). atau hukum belajar, yaitu: law of readiness,
Namun, kenyataan yang terjadi di law of exercise dan law of effect (Kantar, 2013;
lapangan seringkali hal yang diharapkan Schunk, 2004; Beatty, 1998). Dalam law of
sekolah tidak selalu sesuai kenyataan. readiness atau hukum kesiapan dinyatakan
Instrumen seleksi di awal masuk Sekolah bahwa belajar akan berhasil apabila
Dasar, nampaknya masih harus dikaji dilandasi oleh kesiapan untuk belajar
kembali. Salah satu contohnya terjadi di (Woolland, 2010; Schunk, 2004). Apabila
Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Bantul yang dalam kegiatan pembelajaran, seseorang
sudah berupaya untuk melakukan seleksi sudah siap untuk belajar berarti dia telah
dari kesiapan belajar siswa dan inteligensi, memiliki kematangan dalam belajar. Jadi,
akan tetapi menurut guru kelas 1 beberapa dapat disimpulkan bahwa kesiapan belajar
siswa masih terlihat memiliki prestasi merupakan kondisi awal dari suatu
belajar yang tidak optimal atau masih di kegiatan belajar yang membuatnya siap
bawah nilai kompetensi yang ditetapkan untuk memberi respon atau jawaban dalam
sekolah. Hal inilah yang mendasari mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
mengapa kajian perlu dilakukan terkait Kondisi siswa yang siap menerima
dengan variabel-variabel yang berpenga- pelajaran dari guru akan berusaha
ruh terhadap prestasi belajar siswa. merespon atas pertanyaan-pertanyaan
Salah satu faktor penting yang yang diberikan oleh guru. Untuk dapat
memengaruhi prestasi adalah kesiapan memberikan jawaban yang benar, siswa
anak untuk belajar di sekolah formal. Hal harus mempunyai pengetahuan dengan
ini disebabkan karena kesiapan belajar membaca dan mempelajari materi yang
merupakan kerangka kerja yang kuat diajarkan oleh guru. Dalam mempelajari
terutama untuk meningkatkan kesetaraan materi tentunya siswa harus mempunyai
dalam akses terhadap pendidikan dan hasil buku pelajaran, baik berupa buku paket
belajar siswa (Britto, 2012). Kesiapan dari sekolah maupun buku-buku
belajar sendiri dapat didefinisikan sejauh penunjang lainya yang masih relevan
mana anak, baik dalam pendidikan digunakan sebagai acuan untuk belajar.
maupun pelatihan, memiliki prasyarat Dengan adanya kesiapan belajar, siswa

JURNAL PSIKOLOGI 155


IZZATY, DKK.

akan termotivasi untuk mengoptimalkan Akan tetapi, fenomena pada seleksi


prestasi belajarnya. masuk sekolah dasar masih menunjukkan
Selain faktor kesiapan belajar di seko- adanya sekolah dasar yang menyeleksi
lah formal, prestasi seseorang ditentukan calon siswa kelas 1 hanya menggunakan tes
juga oleh faktor kecerdasan atau inteligensi kognitif yang dibuat oleh pihak sekolah
(Jensen, 1998). Walaupun mereka memiliki saja, seperti kesiapan akademik dasar
dorongan yang kuat untuk berprestasi dan (calistung) atau muatan-muatan khusus
orang tuanya memberi kesempatan seluas- dari sekolah seperti mengaji. Selain
luasnya untuk meningkatkan prestasinya, penggunaan tes kognitif yang belum baku,
tetapi apabila kecerdasan mereka terbatas, tes yang digunakan juga belum memper-
maka prestasi yang mereka raih menjadi hatikan kemampuan dari aspek perkem-
kurang maksimal. Hal ini dikarenakan bangan yang lain seperti aspek fisik,
inteligensi dan prestasi belajar adalah dua intelektual (kognitif dan bahasa), serta
hal yang saling terkait (Al Neif, 2012; emosi, maupun sosial. Padahal sangatlah
Laidra, Pullmann, & Allik, 2007). Menurut penting untuk melibatkan berbagai aspek
Vernon (1973), inteligensi memiliki tiga perkembangan lain yang dapat menunjang
arti. Pertama, inteligensi merupakan prestasi belajar. Oleh karena itu, perlu
kapasitas bawaan yang diterima oleh anak dilakukan penelitian tentang kesesuaian
dari orang tuanya melalui gen yang antara harapan teoritik dengan kondisi
nantinya akan menentukan perkembangan empirik terkait dengan berbagai prediktor
mentalnya. Kedua, istilah inteligensi prestasi belajar.
mengacu pada pandai, cepat dalam Sudah banyak dilakukan penelitian,
bertindak, bagus dalam penalaran dan baik di dalam maupun di luar negeri, yang
pemahaman, serta efisien dalam aktivitas hasilnya menunjukkan bahwa kesiapan
mental. Ketiga, inteligensi adalah umur belajar dan inteligensi berperan terhadap
mental atau IQ (Intelligence Quotient). prestasi belajar siswa. Penelitian cross
Inteligensi merupakan suatu gabungan sectional yang dilakukan oleh Triastuti
dari beberapa fungsi atau kombinasi (2016) memberikan hasil bahwa terdapat
kemampuan untuk memahami gagasan hubungan positif antara variabel kesiapan
yang kompleks, beradaptasi secara efektif belajar dengan prestasi belajar siswa. Hal
terhadap lingkungan, belajar dari ini bermakna apabila skor kesiapan belajar
pengalaman, terlibat dalam berbagai siswa semakin tinggi, maka akan semakin
bentuk penalaran, serta menggunakan tinggi pula prestasi belajar yang akan
pikiran untuk mengatasi hambatan atau diraih siswa, demikian pula sebaliknya,
mencari solusi (Neisser, et.al, 1996; semakin rendah skor kesiapan belajar
Anastasi, 1992; Lenat & Feigenbaum, 1991). siswa cenderung semakin rendah pula
Dalam bidang pendidikan, inteligensi prestasinya. Selaras dengan penelitian
dapat dimanfaatkan untuk melihat apa saja tersebut, Proffitt (2008) melakukan
yang telah dipelajari individu, penelitian yang bertujuan untuk menguji
memprediksi sejauhmana prestasi belajar hubungan antara kesiapan belajar siswa
dapat dicapai oleh individu, mengetahui dengan prestasi belajar dan persepsi belajar
tingkat kecerdasan individu, serta pada pembelajaran berbasis online.
mengetahui gaya belajar individu (Al Neif, Penelitian yang melibatkan 2600 siswa di
2012; Kazu, 2009; Neisser, 1996). Amerika Serikat tersebut menyimpulkan
bahwa ada pengaruh signifikan (p < 0,01)

156 JURNAL PSIKOLOGI


PREDIKTOR PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS 1 SEKOLAH DASAR

antara kesiapan belajar dengan prestasi kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini
belajar siswa dengan koefisien korelasi adalah 104 orang siswa kelas 1 Madrasah
sebesar 0,218. Ibtidaiyah Negeri 1 Bantul yang terdiri dari
Penelitian terkait hubungan antara 54 siswa perempuan dan 52 siswa laki-laki
inteligensi dengan prestasi belajar juga pada rentang usia antara 7-8 tahun.
dilakukan oleh Ahvan dan Pour (2016) Pengumpulan data dilakukan meng-
maupun Laidra, Pullmann, dan Allik gunakan tes dan dokumentasi. Instrumen
(2007). Ahvan dan Pour (2016) mengukur tes yang digunakan adalah Nijmeegse
inteligensi 270 siswa menengah atas Schoolbekwaamheids Test (NST) untuk
menggunakan instrumen Douglas and mengukur kesiapan belajar di sekolah
Harm’s questionnaire yang terdiri atas 80 dasar dan instrumen Coloured Progressive
butir pernyataan. Hasil penelitian ini Matrices (CPM) untuk mengukur inteli-
menunjukkan bahwa terdapat hubungan gensi. Sementara itu, nilai prestasi belajar
positif dan signifikan (p < 0,05) antara siswa diambil melalui dokumentasi. Data
inteligensi dan prestasi belajar pada siswa prestasi belajar adalah rata-rata dari aspek
sekolah menengah atas di Bandar Abbas. pengetahuan dan aspek keterampilan
Penelitian Laidra, Pullmann, dan Allik berdasarkan 9 mata pelajaran yakni Al-
(2007) melibatkan siswa dari sekolah dasar Qur’an Hadist, Fiqh, Aqidah Akhlak,
hingga sekolah menengah pada kelas 2, 3, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn),
4, 6, 8, 10, 12 dengan jumlah responden Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, Mate-
sebesar 3618 siswa yang terdiri dari 1746 matika, Seni Budaya dan Prakarya (SBdP),
siwa laki-laki dan 1872 siswa perempuan. serta Pendidikan Jasmani.
Inteligensi siswa yang diukur mengguna- Instrumen NST yang digunakan
kan instrumen Raven’s Standard Progressive memiliki koefisien reliabilitas Alpha
Matrices berhasil menunjukkan bahwa Cronbach sebesar 0,851 dan terdiri dari 10
korelasi antara inteligensi dengan prestasi sub tes yang terdistribusi kedalam empat
belajar merupakan korelasi yang positif aspek kesiapan yaitu kesiapan fisik,
dan signifikan (p<0,001), sehingga dapat intelektual, sosial, dan emosional. Kesiapan
disimpulkan inteligensi merupakan pre- fisik meliputi pengamatan dan
diktor yang baik untuk prestasi belajar kemampuan membedakan, motorik halus,
pada semua kelas. serta pengertian tentang ukuran, jumlah
Dari penjelasan di atas, dapat dan perbandingan; kesiapan intelektual
disimpulkan bahwa prediktor terhadap meliputi ketajaman pengamatan, penga-
prestasi belajar penting untuk diteliti. Oleh matan kritis, konsentrasi, dan daya ingat;
sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk kesiapan emosional meliputi pengertian
mengkaji pengaruh dari variabel kesiapan tentang objek dan penilaian terhadap
belajar dan inteligensi terhadap prestasi situasi serta memahami cerita; dan
belajar siswa. Hipotesis yang diajukan kesiapan emosional meliputi pemahaman
adalah ada pengaruh kesiapan belajar dan konsep dan konsentrasi.
inteligensi terhadap prestasi belajar siswa. Instrumen CPM yang digunakan
memiliki koefisien reliabilitas Alpha
Metode Cronbach sebesar 0,640-0,890 dan terdiri
dari 36 butir atau gambar yang terdistribusi
Pendekatan penelitian yang digunakan ke dalam tiga kelompok (set), yaitu set A,
dalam penelitian ini adalah pendekatan AB, dan B. Hasil tes CPM tidak

JURNAL PSIKOLOGI 157


IZZATY, DKK.

menunjukkan angka kecerdasan atau IQ, Besarnya kontribusi variabel kesiapan


melainkan berupa tingkatan atau taraf belajar dan inteligensi terhadap prestasi
kecerdasan yang dibagi dalam grade I belajar siswa dapat dilihat dari R square.
sampai grade V yang ditentukan berda- Dikarenakan R square = 0,090 maka dapat
sarkan nilai persentil. Dalam penelitian ini, diartikan kesiapan belajar dan inteligensi
analisis inteligensi didasarkan pada nilai berkontribusi sebesar 9% terhadap prestasi
persentil yang diperoleh siswa. belajar siswa.
Variabel penelitian terdiri dari variabel Tabel 1
bebas (prediktor) dan variabel tergantung Statistik Deskriptif Data Penelitian
(kriterium). Prediktor yang digunakan Kesiapan Prestasi
adalah kesiapan belajar (X1) dan inteligensi Statistik Inteligensi
Belajar Belajar
(X2); sedangkan kriteriumnya adalah
Mean 53,0673 62,2115 85,6774
prestasi belajar siswa (Y). Dikarenakan
Std. Deviation 6,82409 3,05915E1 5,73663
tujuan penelitian adalah untuk mengkaji
Minimum 35,00 5,00 71,67
prediksi variabel bebas, maka analisis yang
Maximum 67,00 95,00 95,22
digunakan adalah analisis regresi linear.
Adapun analisis dilakukan dengan Tabel 2. memaparkan persamaan
bantuan program IBM SPSS 16. regresi untuk memprediksi prestasi belajar
sekaligus memberikan hasil analisis
Hasil variabel bebas secara terpisah melalui uji t.
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat
Tabel 1. menunjukkan statistik deskriptif bahwa hanya konstanta dan bobot regresi
yang memuat rerata (mean), standar inteligensi yang memiliki signifikansi di
deviasi, nilai minimum, dan nilai mak- bawah alpha (0,05), sehingga dapat
simum pada tiap-tiap variabel. Tabel 1 diartikan bahwa hanya konstanta dan
menunjukkan bahwa rentang data variabel inteligensi yang dapat digunakan
kesiapan belajar, inteligensi, dan prestasi untuk membuat persamaan regresi. Hasil
belajar secara berturut-turut yaitu 35-67; 5- tersebut juga sekaligus menunjukkan
95; dan 71, 67-95, 22. bahwa secara terpisah, hanya variabel
Hasil analisis regresi menunjukkan inteligensi yang memiliki signifikansi di
bahwa signifikansi uji lebih kecil dari alpha bawah alpha (0,05), sehingga dapat disim-
(0,05); sehingga dapat disimpulkan bahwa pulkan bahwa inteligensi lebih mampu
kesiapan belajar dan inteligensi sebagai memprediksikan prestasi belajar siswa
satu perangkat prediktor dapat dibandingkan kesiapan belajar.
memprediksi prestasi belajar siswa.

Tabel 2.
Koefisien Prediktor dan Signifikansinya
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig. Correlations
Model B Std, Error Beta Zero-order Partial
1 (Constant) 77.979 4.160 18.747 0.000
Kesiapan Belajar 0.085 0.085 0.105 1.000 0.320 0.207 0.099
Inteligensi 0.043 0.019 0.239 2.280 0.025 0.284 0.221

158 JURNAL PSIKOLOGI


PREDIKTOR PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS 1 SEKOLAH DASAR

Persamaan regresi satu prediktor yang 2016; Al Neif, 2012, Deary & Johnson, 2010;
diperoleh dalam penelitian ini adalah Y = Laidra, Pullmann, & Allik, 2007;
77,979 + 0,043 X2. Adapun interpretasi Gustafsoon, 2001; Ceci & William, 1997).
terhadap model regresi tersebut yakni Misalnya, anak yang sering tidak masuk
harga konstanta = 77,040 yang berarti sekolah karena memiliki kecacatan fisik
apabila nilai dari inteligensi di objek atau menjadi kaum minoritas di sekolah-
penelitian sama dengan nol, maka nya, cenderung memiliki inteligensi yang
besarnya prestasi belajar akan sebesar lebih rendah (McDevitt & Omrod, 2007;
77,040; sedangkan harga koefisien bobot Freeman, 1934 dalam Ceci & William,
regresi variabel inteligensi (b2) = 0,045 yang 1997); anak yang lebih dini masuk sekolah
berarti jika nilai inteligensi mengalami akan memiliki inteligensi yang lebih tinggi
kenaikan 1 poin, maka besarnya variabel dibandingkan anak yang masuk sekolah
prestasi belajar akan meningkat sebesar belakangan (McDevitt & Omrod, 2007);
0,045. Selain persamaan regresi, hasil skor inteligensi cenderung naik selama
analisis juga memperlihatkan hasil analisis masa sekolah dan menurun selama bulan
variabel independen secara terpisah musim panas atau musim liburan (Ceci &
melalui uji t. Berdasarkan tabel tersebut, William, 1997); serta anak yang menyele-
variabel inteligensi memberikan nilai saikan pendidikan lebih tinggi cenderung
signifikansi (0,025) yang lebih kecil lebih cerdas daripada anak yang putus
dibandingkan alpha (0,05), sedangkan nilai sekolah (Santrock, 2004) karena putus
signifikansi kesiapan belajar (0,320) lebih sekolah menyebabkan inteligensi menurun
besar dibandingkan alpha (0,05). Hal ini (Ceci & William, 1997).
berarti bahwa inteligensi dapat digunakan Dari hasil analisis data diperoleh
sebagai prediktor prestasi belajar siswa, bahwa koefisien korelasi antara variabel
sedangkan kesiapan belajar tidak. kesiapan belajar dan inteligensi dengan
prestasi belajar adalah 0,300; sedangkan
Pembahasan besarnya kontribusi dari kedua variabel
independen terhadap prestasi belajar
Hasil analisis melalui statistik regresi tercermin dari harga koefisien determinasi
menunjukkan bahwa hipotesis yang diuji atau R square yang didapatkan yakni
dalam penelitian ini diterima. Hal ini sebesar 0,090. Angka ini menunjukkan
berarti bahwa kesiapan belajar dan sumbangan variabel kesiapan belajar dan
inteligensi merupakan prediktor yang baik inteligensi terhadap prestasi belajar siswa
bagi prestasi belajar. Dalam analisis hanya sebesar 9%; sedangkan 91% sisanya
selanjutnya, diketahui bahwa dibanding- disumbang oleh variabel lain yang tidak
kan kesiapan belajar, faktor inteligensi diteliti dalam penelitian ini. Berbagai
sebagai potensi siswa lebih dapat penelitian menunjukkan terdapat banyak
dikatakan sebagai prediktor terhadap faktor yang dapat menjadi prediktor
prestasi belajar. Beberapa penelitian yang prestasi belajar selain kesiapan belajar dan
mengungkap hubungan antara inteligensi inteligensi, yakni suasana lingkungan,
proses belajar di sekolah menyimpulkan minat, komunikasi, bimbingan yang tepat,
bahwa sekolah dan inteligensi memang fasilitas belajar, kualitas sekolah, guru, dan
memiliki hubungan yang saling terkait dan kemampuan mengajar guru (Saeid &
saling memengaruhi sehingga dapat Eslaminejad, 2017; Dev, 2016; Triastuti,
berimbas pada tinggi rendahnya prestasi 2016; Griffin, 2013; Mushtaq & Khan, 2012;
belajar yang dicapai siswa (Ahvan & Pour,

JURNAL PSIKOLOGI 159


IZZATY, DKK.

Muola, 2010; Rivkin, Hanushek, & Kain, prestasi belajar dikarenakan kesiapan
2005). belajar membutuhkan prasyarat kognitif,
Dari beberapa kajian literatur, sikap, perilaku, serta keterampilan, untuk
inteligensi diyakini sebagai salah satu menjalankan proses pembelajaran secara
prediktor terbaik prestasi belajar (Gannon optimal (Bruwer, Hartell, & Steyn, 2014;
& Ranzijn, 2005; Sternberg, 2003; Sternberg Britto & Limlingan, 2012; Maddox, Forte, &
& Williams, 1998; Ceci, 1996; Gardner, 1993; Boozer, 2000), dimana dalam proses
Neisser,1976) disebabkan karena pembelajaran tersebut tidak dapat
inteligensi menunjukkan kematangan dipisahkan dari hubungan antara stimulus
perkembangan dan merupakan salah satu dan respon seperti yang dicetuskan oleh
faktor kognitif yang berupa potensi Thorndike (Bernard, 2012; Schunk, 2004).
bawaan yang dapat berubah maupun Adapun stimulus yang dapat diberikan
berkembang seiring dengan praktik berupa pengakuan (recognition), pemberian
(pengasuhan atau usaha) yang pada hadiah (reward), pujian (praise), ataupun
akhirnya akan membentuk kecakapan penguatan (reinforcement) (Bernard, 2012;
dalam berperilaku (Singh & Sinha, 2013; Law, Siu, Shek, 2012; Schunk, 2004).
Morgan, 1998; Jensen, 1969; Burt, 1969). Menguatkan hal yang telah dijelaskan,
Inteligensi yang dimiliki anak memang ketidakberfungsian variabel kesiapan
terkait dengan faktor genetik, namun fakta belajar sebagai prediktor yang baik bagi
bahwa lingkungan juga berperan prestasi belajar mungkin juga dipengaruhi
menimbulkan perubahan-perubahan yang oleh berbagai faktor seperti yang
cukup berarti (McDevitt & Omrod, 2007; dikemukanan Britto dan Limlingan (2012)
Bouchard & McGue, 2003). Meskipun yang menyatakan setidaknya terdapat tiga
begitu, tingkat inteligensi anak akan terus faktor yang saling terkait yang dapat
berkembang secara signifikan pada usia 9- memengaruhi kesiapan anak untuk belajar
17 tahun (Haworth, et.al, 2010). Penelitian di sekolah, yakni: anak itu sendiri
lain menyebutkan bahwa inteligensi juga (internal), lingkungan sekolah, dan
tidak bisa terlepas dari otak dimana lingkungan keluarga.
perkembangan otak sangat dipengaruhi Fokus faktor internal terletak pada
oleh gizi atau nutrisi yang dikonsumsi proses pembelajaran dan pengembangan
(Nyaradi, et.al, 2013; Rosales, Reznick, & yang ada dalam diri anak itu sendiri, yakni
Zeisel, 2009; Isaacs & Oates, 2008). Oleh kemampuan membaca, berhitung,
sebab itu, keselarasan faktor-faktor yang mengikuti arahan, bekerja sama dengan
mendukung inteligensi perlu diperhatikan anak-anak lain serta kemampuan untuk
agar anak dapat mencapai keberhasilan terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
terutama yang terkait dengan prestasi Fokus faktor lingkungan sekolah terutama
belajar secara maksimal. terletak pada bahasa maupun budaya,
Tidak dapat dipungkiri bahwa kesiap- yakni sekolah sebisa mungkin menjem-
an belajar berperan penting terhadap batani kedua kesenjangan tersebut melalui
kesuksesan akademik siswa (Magdalena, kerja sama dengan orang tua. Hal ini
2014), namun hasil penelitian yang disebabkan adanya perbedaan antara
diperoleh menunjukkan bahwa kesiapan bahasa pertama anak dengan bahasa
belajar kurang berfungsi optimal sebagai instruksi sekolah yang mengakibatkan
prediktor prestasi belajar. Kurang optimal- anak kebingungan. Selain itu, sekolah juga
nya kesiapan belajar sebagai prediktor perlu mengadopsi pendekatan inklusif

160 JURNAL PSIKOLOGI


PREDIKTOR PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS 1 SEKOLAH DASAR

untuk mengakomodasi siswa yang alat tersebut masih layak digunakan


memiliki kecacatan, menyediakan bahan ataukah perlu ada revisi yang disesuaikan
ajar yang memadai baik berupa buku dengan kompetensi yang diharapkan.
maupun alat peraga, serta memberikan
pembelajaran yang efektif. Fokus faktor
Kepustakaan
lingkungan keluarga terletak pada sikap
dan keterlibatan orang tua dan pengasuhan Ahvan, Y. R., & Pour, H. Z. (2016). The
dalam pembelajaran, pengembangan, dan correlation of multiple intelligences for
masa transisi awal anak-anak ketika mulai the achievement of secondary students.
memasuki sekolah. Educational Research and Reviews. 11(4),
141-145.
Kesimpulan Annes, A. (2013). A study of academic
achievement in relation to intelligence
Berdasarkan hasil analisis dan pemba- of class VII students. Excellence
hasan, kesiapan belajar dan inteligensi International Journal of Education and
secara bersama-sama dapat berperan Research. 1(3), 239-248.
menjadi prediktor prestasi belajar siswa,
Arifin, Z. (2001). Evaluasi instruksional:
tapi dengan inteligensi saja tanpa
Prinsip, teknik, prosedur. Bandung:
menyertakan kesiapan belajar sudah
Remaja Rosdakarya.
mampu memprediksi prestasi belajar. Hal
ini mungkin dikarenakan selain pengaruh Beatty, B. (1998). From laws of learning to a
faktor genetik, inteligensi menunjukkan science of values: Efficiency and
kematangan perkembangan dan seiring morality in Thorndike’s educational
dengan praktik pengasuhan yang psychology. American Psychologist.
diterimanya. Faktor kesiapan belajar, 53(10), 1145-1152.
secara parsial, tidak berfungsi sebagai Bernard, J. (2012). A place to learn: lessons
prediktor prestasi belajar dimungkinkan from research on learning environ-
karena kesiapan belajar membutuhkan ment. Montreal, Quebec: UNESCO
prasyarat kognitif, sikap, perilaku, serta Institute for Statistics.
keterampilan, untuk menjalankan proses Bouchard, T. J. Jr, & McGue, M. (2003).
pembelajaran secara optimal yang setidak- Genetic and environmental influences on
nya terdapat tiga faktor yang saling terkait human psychological differences. Publish-
yang dapat memengaruhi kesiapan anak ed online in Wiley InterScience.
untuk belajar di sekolah, yakni: anak itu
Britto, P. R. (2012). School readiness: A
sendiri (internal), lingkungan sekolah, dan
conceptual framework. New York: United
lingkungan keluarga.
Nations Children’s Fund (UNICEF).
Saran Britto, P. R., & Limlingan, M. C. (2012).
School readiness and transition. New
Untuk Sekolah Dasar, disarankan agar
York: United Nations Children’s Fund
tetap menggunakan tes inteligensi sebagai
(UNICEF).
alat untuk menyeleksi calon siswa kelas 1.
Untuk penelitian yang akan datang, Bruwer, M., Hartell, C., & Steyn, M. (2014).
disarankan untuk mengkaji tentang Inclusive education and insufficient
karakteristik psikometris dari alat ukur school readiness in grade 1: Policy
kesiapan belajar siswa di sekolah, apakah

JURNAL PSIKOLOGI 161


IZZATY, DKK.

versus practice. South African Journal of teaching practices on student achievement.


Childhood Education. 4(2), 18-35. Melbourne: Assessment Research
Burt, C. (1969). Intelligence and heredity: Centre University of Melbourne.
Some common misconceptions. The Haworth, C. M. A., et.al. (2010). The
Irish Journal of Education. 2, 75-94. heriability of general cognitive ability
Ceci, S. (1996). On intelligence: A bioecological increases linearly from chilhood to
treatise on intellectual development young adulthood. Mol Psychiatry.
(Expanded ed.). Cambridge, MA: 15(11), 1112-1120.
Harvard University Press. Isaacs, E., & Oates, J. (2008). Nutrition and
Ceci, S. J., & William, W. M. (1997). cognition: assessing cognitive abilities
Schooling, intelligence, and income. in children and young people. European
American Psychologist. 57(10), 1051- Journal of Nutrition. 47(3), 4-24.
1058. Jensen, A. R. (1969). Understanding readiness:
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). An occasional paper. Urbana, Illinois:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia ERIC Clearinghouse on Early Chilhood
Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Education.
Belajar. Jakarta: Depdiknas. Kantar, L. D. (2013). Demystifying
Departemen Pendidikan Nasional. (2010). instructional innovation: The case of
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia teaching with case studies. Journal of the
Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penge- Scholarship of Teaching and Learning.
lolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. 13(2), 101-115.
Jakarta: Depdiknas. Kazu, I. Y. (2009). The effect of learning
Dev, M. (2016). Factors affecting academic style on education and the teaching
achievement: a study of elementary process. Journal of Social Sciences. 5(2),
school students of New Delhi, India. 85-94.
Journal of Education and Practice. 7(4), 70- Kpolovie, P. J., Joe, A. I., & Okoto, T. (2014).
74. Academic achievement prediction: role
Gannon, N., & Ranzijn, R. (2005). Does of interest in learning and attitude
emotional intelligence predict unique towards school. International Journal of
variance in life satisfaction beyond IQ Humanities Social Sciences and Education.
and personality? Personality and 1(11), 73-100.
Individual Differences. 38(6), 1353-1364. Laidra, K., Pullmann, H, & Allik, J. (2007).
Gardner, H. (1993). Multiple intelligences: Personality and intelligence as
The theory in practice. New York: Basic predictors of academic achievement: a
Books. cross-sectional study from elementary
to secondary school. Personality and
Ghazi, S. R., & Ullah, K. (2015). Concrete
Individual Differences. 42(3), 441-451.
operational stage of Piaget’s cognitive
development theory: An implication in Lau, B. M. F, Siu, A. M. H., & Shek, D. T. L.
learning general science. Gomal (2012). Recognition for positive
University Journal of Research. 31(1), 78- behaviour as a critical youth develop-
89. ment construct: Conceptual bases and
implications on youth service
Griffin, P., et.al. (2013). Assessment and
development. The Scientific World
learning partnerships: The influence of
Journal. 2012, 1-7.

162 JURNAL PSIKOLOGI


PREDIKTOR PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS 1 SEKOLAH DASAR

Lawrence, A. S. A., & Vimala, A. (2012). Nyaradi, A., Li, J., Hickling, S., Foster, J., &
School environment and academic Oddy, W. H. (2013). The role of
achievement of standard IX students. nutrition in children’s neurocognitive
Journal of Educational and Instructional development, from pregnancy through
Studies in the World. 2(3), 210-215. chilhood. Frontiers in Human
Maddox, N., Forte, M., & Boozer, R. (2000). Neuroscience. 7(97), 1-16.
Learning readiness: An underapreciate Proffitt, L. N. (2008). A study of the influence
yet vital dimension in experiential of learner readiness on academic success
learning. Developments in Business and student perceptions of online learning.
Simulation & Experential Learning. 27. Disertation. Capella University.
272-278. Rivkin, S. G., Hanushek, E. A., & Kain, J. F.
Magdalena, S. M. (2014). The effect of (2005). Teachers, schools, and academic
parental influences and school achievement. Econometrica. 73(2), 417-
readiness of the child. Procedia-Social 458.
and Behavioral Sciences. 127, 733-737. Rosales, F. J., Reznick, J. S, & Zeisel, S. H.
McDevitt, T. M., & Omrod, J. E. (2007). Child (2009). Understanding the role of
development and education. New York: nutrition in the brain & behavioral
Merrill, an imprint of Pearson development of toddlers and preschool
Education, Inc. children: identifying and overcoming
Morgan, L. (1998). Innate intelligence: its methodological barriers. Nutrition
origins and problems. J Can Chiropr Neuroscience. 12(5), 190-202.
Assoc. 42(1). 35-41. Saeid, N., & Eslaminejad, T. (2017).
Muola, J. M. (2010). A study of the Relationship between student’s self-
relationship between academic directed-learning readiness and acade-
achievement motivation and home mic self-efficacy and achievement
environment among standard eight motivation in students. International
pupils. Educational Research and Education Studies. 10(1), 225-232.
Reviews. 5(5). 213-217. Santrock, J. W. (2014). Child Development
Mushtaq, I., & Khan, S. N. (2012). Factors (14th Ed.). New York: McGraw-Hill
affecting students’ academic perfor- Publishing.
mance. Global Journal of Management and Santrock, J. W. (2004). Educational
Business Research. 12(9), 1-7. Psychology (2nd Ed.). New York:
Neisser, U. (1976). General, academic, and McGraw-Hill Publishing.
artificial intelligence. In L. Renich (Ed.). Schunk, D. H. (2004). Learning theories: an
Human intelligence: Perspectives on its educational perspective (4th Ed.). Upper
theory and measurement (pp. 179-189). Saddle River: Pearson Merrill Prentice
Norwood, NJ: Ablex. Hall.
Neisser, U., Boodoo, G., Bouchard, T. J., Singh, M. P., & Sinha, J. (2013). Impact of
Boykin, A. W., Brody, N., Ceci, S. J., spiritual intelligence on quality of life.
Halpern, D. F., Loehlin, J. C., Perloff, R., International Journal of Scientific and
Stenberg, R. J., & Urbina, S. (1996). Research Publications. 3(5), 1-5.
Intelligence: knowns and unknowns. Sternberg, R. J., & Williams, W. M. (1998).
American Psychologist. 51(2), 77-101. Intelligence, instruction, and assessment:

JURNAL PSIKOLOGI 163


IZZATY, DKK.

Theory into practice. Mahwah, New study on academic achievement of


Jersey: L. Erlbaum Associates. medical students. International Journal
Sternberg, R. J. (2003). International handbook of Innovation and Scientific Research.
of intelligence. New York: Cambridge 26(2), 533-537.
University Press. Vernon, P. E. (1973). Intelligence and cultural
Triastuti, N. J. (2016). The influence of self environment. London: Mehuen, &
directed learning readiness and self CO.LTD.

164 JURNAL PSIKOLOGI

Anda mungkin juga menyukai