Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan pengendalian diri dalam menghadapi stresor di lingkungan sekitar
dengan selalu berpikir positif dalam keselarasan tanpa adanya tekanan fisik dan psikologis, baik
secara internal maupun eksternal yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith,
2010).
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan
mempertahankan perilaku klien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sistem klien dapat
berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas (Stuart, 2007).
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa,
syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat pada studi terbaru World Health
Organization (WHO) di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara – negara berkembang,
sekitar 76 – 85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama.
Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi
dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada di masyarakat (Hardian, 2008).
Persepsi adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsan tersebut disadari dan dimengerti
penginderaan/sensasi. Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan
antara rangsang yang timbul dari sumber internal (pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal.
Halusinasi adalah perubahan sensori dimana pasien merasakan sensasi yang tidak ada berupa
suara, penglihatan, pengecapan,dan perabaan (Damaiyanti, 2012).
Menurut Valcarolis dalam Yosep Iyus (2009) mengatakan lebih dari 90% pasen dengan
skizofrenia mengalami halusinasi, halusinasi yang sering terjadi yaitu halusinasi pendengaran,
halusinasi penglihatan, halusinasi penciuman dan halusinasi pengecapan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian halusinasi?
2. Apa saja jenis-jenis halusinasi?
3. Apa saja tingkatan halusinasi?
4. Bagaimana rentang respon halusinasi?

1
5. Apa penyebab halusinasi?
6. Apa saja tanda dan gejala halusinasi?
7. Apa saja mekanisme koping halusinasi?
8. Bagaimana pengkajian halusinasi?
9. Apa saja diagnosa keperawatan yang muncul pada klien halusinasi?

10. Apa saja intervensi yang harus diberikan pada klien halusinasi?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian halusinasi
2. Mengetahui jenis-jenis halusinasi
3. Memahami tingkat halusinasi
4. Mengetahui rentang respon halusinasi
5. Mengetahui penyebab halusinasi
6. Mengetahui tanda dan gejala halusinasi
7. Mengetahui mekanisme koping halusinasi
8. Memahami pengkajian halusinasi
9. Mengetahui mekanisme koping halusinasi
10. Mengetahui diagnosa keperawatan yang muncul pada klien halusinasi
11. Memahami intervensi yang harus diberikan pada klien halusinasi

2
BAB II

ISI

A. Pengertian

Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindra tanpa adanya rangsangan (stimulus
eksternal). (Stuart & Laraia, 2005)

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersiapkan sesuatu yang


sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan pancaindra tanpa adanya rangsangan dari luar,
keyakinan tentang halusinasi adalah: sejauh mana pasien itu yakin bahwa halusinasi merupakan
kejadian yang benar, umpamanya mengetahui bahwa hal itu tidak benar, ragu-ragu/yakin sekali
bahwa hal itu benar adanya (Maramis, 2004).

Menurut Varcaloris, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori


seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi
pendengaran (Auditory-hearing voices ar sounds), penglihatan (visual-seeing person or things),
penciuman (olfactory-smelling odors), pengecapan (Gustatory-experiencing tastes).

Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa ada suara padahal tidak
ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada
bayangan tersebut. Membaui bau-bauan tertentu padahal oranglain tidak merasakan sensasi
serupa. Merasakan mengecap sesuatu padahal tidak sedang makan apapun. Merasakan sensasi
rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit.

Diperkirakan lebih dari 90% klien dengan skizofrenia mengalami halusinasi. Meskipun
bentuk halusinasi nya bervariasi tetapi sebagian besar klien skizofrenia di rumah sakit jiwa
mengalami halusinasi dengar. Suara dapat berasal dari dalam diri individu atau dari luar dirinya.
Suara dapat dikenal (familiar) misalnya suara nenek yang meninggal. Suara dapat tunggal atau
multipel. Isi suara dapat memerintahkan sesuatu pada klien atau seringnya tentang perilaku klien
sendiri. Klien sendiri merasa yakin bahwa suara itu berasal dari Tuhan, setan, sahabat, atau
musuh. Kadang-kadang suara yang muncul semacam bunyi bukan suara yang mengandung arti.

3
Jadi dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah: dimana seseorang mempersiapkan sesuatu
tanpa adanya stimulus/rangsangan dari luar.

B. Jenis jenis halusinasi


1. Halusinasi non patologis
Menurut NAMI (National Alliance For Mentally III) Halusinasi dapat terjadi pada
seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa. Pada umumnya terjadi pada klien yang
mengalami stress yang berlebihan atau kelelahan bias juga karna pengaruh obat-obatan
(halusinasinogenik).
Halusinasi ini antaralain:
a) Halusinasi hipnogonik: Persepsi sensori yang palsu yang terjadi sesaat sebelum
seseorang jatuh tertidur.
b) Halusinasi hipnopomik: Persepsi sensori yang palsu yang terjadi pada saat seseorang
terbangun tidur.
2. Halusinasi patologis
a) Halusinasi pendengaran (auditory)
Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulasi nyata
dan orang lain tidak mendengarnya.
b) Halusinasi penglihatan (visual)
Klien melihat gambar yang jelas atau samar tanpa stimulus yang nyata dan lain tidak
melihatnya.
c) Halusinasi pencium (olfactory)
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tanpa stimulus yang nyata dan
oranglain tidak mencium.
d) Halusinasi pengecapan (gusfactory)
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e) Halusinasi perabaan (taktil)
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas atau nyata pada
kulit.
C. Tingkat Halusinasi
Intensitas halusinasi meliputi 4 tingkat, mulai dari tingkat I hingga tingkat IV.

4
Table. Tingkat, karakteristik dan perilaku halusinasi.
Tingkat Karakteristik Halusinasi Perilaku Klien
Tingkat I - Mengalami ansietas - Tersenyum
Memberi rasa nyaman kesepian,rasa bersalah, dan - Menggerakan bibir tanpa
Tingkat ansietas sedang ketakutan. suara
Halusinasi merupakan suatu - Mencoba berfokus pada - Menggerakan mata
kesenangan pikiran yang dapat dengan cepat
menghilangkan ansietas. - Respon verbal yang
- Pikiran dan pengalaman lambat
sensori masih ada dalam - Diam dan konsentrasi
control kesadaran (jika
ansietas di control).
Tingkat II -Pengalaman sensori -Peningkatan system saraf
Menyalahkan menakutkan otak,tanda-tanda ansietas,
Tingkat ansietas berat -Mulai merasa kehilangan seperti peningkatan
Halusinasi menyebabkan control denyut jantung ,
rasa antipati -Merasa dilecehkan oleh pernafasan dan tekanan
pengalaman sensori darah
tersebut -Rentang perhatian
-Menarik diri dari oranglain menyempit
-Konsentrasi dengan
NON PSIKOTIK pengalaman sensori
-Kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi
dari realita
TINGKAT III -Klien menyerah dan -Perintah halusinasi ditaati
Mengontrol tingkat ansietas menerima pengalaman -Sulit berhubungan dengan
berat pengalaman sensori sensorinya oranglain
tidak dapat ditolak lagi. -Isi halusinasi menjadi -Rentang perhatian hanya
atraktif beberapa detik atau menit
-Kesepian bila pengalaman -Gejala fisika ansietas berat

5
sensori berakhir. berkeringat, tremor, dan
tidak mampu mengikuti
PSIKOTIK perintah.

D. Rentang Respons Neurobiologis Halusinasi

Respon perilaku klien dapat diidentifikasikan sepanjang rentang respons yang berhubungan
denganfungsi neurologi. Perilaku yang dapat diamati dan mungkin menunjukkan adanya
halusinasi disajikan dalam table berikut:

Adaptif Maladaptif

- Pikiran logis - Pikiran kadang menyimpang - Gangguan proses


pikir:
- Persepsi akurat - Ilusi waham halusinasi
- Emosi konsisten - Emosi tidak stabil - Ketidakmampuan untuk

dengan pengalaman mengalami emosi

- Perilaku sesuai - Perilaku aneh - Ketidakteraturan


isolasi sosial
- Berhubungan social - Menarik diri

(Sumber: Stuart, 2013)

Gejala psikosis dikelompokkan menjadi 5 katagori utama fungsi otak: kognitif, persepsi,
emosi, perilaku dan sosialisasi yang saling berhungan, perilaku yang berhubungan dengan
masalah proses informasi termasuk pada semua aspek memori, perhatian, bentuk, dan isi bicara,
pengambilan keputusan dan isi pikir (waham dan pola pikir primitif). Persepsi mengacu pada
identifikasi dan interprestasi awal dari situasi stimulus berdasarkan informasi yang diterima
melalui pancaindra. Perilaku berhubungan dengan masalah-masalah persepsi yaitu halusinasi,
ilusi, dan depersonalisasi (Stuart, 2002).

Perilaku yang berhubungan dengan emosi dapat diekspresikan secara berlebihan


(hiperekspresi) atau kurang (hipoekspresi) dengan sikap yang sesuai. Individu yang mengalami

6
skizofrenia mempunyai masalah yang berhubungan dengan hipoekspresi diantaranya : tidak enak
dipandang, membingungkan, sulit diatasi dan sulit di pahami oleh orang lain.

Perilaku yang berhubungan dengan gerakan diantaranya gerakan mata abnormal,


menyeringai, langkah yang tidak normal, apraksia dan ekoprasia. Perubahan perilaku meliputi
agresi/agitasi, perilaku stereotip, impulsif dan afolisi. Perilaku yang berhubungan dengan
sosialisasi diantaranya menarik diri, harga diri rendah, tidak tertarik dengan aktivitas rekreasi dan
perubahan kualitas hidup (Stuart, 2002).

E. Etiologi
a) Faktor predisposisi:
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor sosio-kultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi (unwanted child)
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungan nya.
3) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogek neurokimia seperti Buffofenon dan dimetytransferase (DMP). Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya
terjadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.

4) Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.

5) Faktor genetik dan pola asuh

7
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b) Faktor presipitasi:
1) Perilaku

Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.
Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi
berlandaskan atas dasar unsur-unsur biopsikosialspiritual sehingga halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi yaitu:

a) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi social
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah
memaksa dan menakutkan, klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego, pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien
dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi social dalam fase awal dan comforting, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan, klien
asik dengan halusinasi nya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi

8
kebutuhan akan interaksi social, control diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau oranglain individu
cenderung unntuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta menguasahakn klien tidak
menyendiri sehinga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi
tidak berlangsung.
e) Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Irama sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam
dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya. Ia sering memaki takdir tapi lemah dalam upaya menemput rezeki,
menyalahkan lingkungan dan oranglai yang menyebabkan takdirnya memburuk.
F. Manifestasi Klinis

Menurut Towsend (1998) karakteristik perilaku yang dapat ditunjukkan klien dalam kondisi
halusinasi berupa:

1. Data Subyektif
Klien mendengar suara atau bunyi tanpa stimulus yang nyata, melihat gambaran tanpa
stimulus yang nyata, mencium bau tanpa stimulus yang nyata, merasa makan sepatu,
merasa ada sesuatu pada kulitnya, takut terhadap suara atau bunyi yang didengarnya,
ingin memukul dan melempar barang.
2. Data Obyektif
Klien berbicara, senyum dan tertawa sendiri, pembicaraan kacau dan kadang tidak masuk
akal, tidak dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak nyata, menarik diri dan
menghindar dari oranglain, disorientasi, tidak dapat memusatkan perhatian atau
konsentrasi menurun, perasaan curiga, takut, gelisah, bingung, ekspresi muka tegang,
muka merah dan pucat, tidak mampu melakukan aktifitas mandiri dan kurang bias
mengontrol diri, menunjukkan perilaku, merusak diri dan lingkungan.

9
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi meliputi :
a. Regresi
Regresi berhubungan dengan proses informasi dan upaya yang digunakan untuk
menanggulangi ansietas.energi yang tersisa untuk aktivitas sehari-hari ttinggal
sedikit,sehingga klien menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
b. Proteksi
Dalam hal ini, klien mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggungjawab kepada oranglain atau suatu benda.
c. Menarik diri
Klien sulit mempercayai oranglain dan asyik dengan stimulus internal.
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
H. Pengkajian Halusinasi
Sangat penting untuk mengkaji perintah yang diberikan lewat isi halusinasi klien. Karena
mungkin saja klien mendengar perintah menyakiti orang lain, membunuh, atau loncat jendela.
1) Membina hubungan saling percaya dengan pasien
Tindakan pertama dalam melakukan pengkajian klien dengan halusinasi adalah membina
hubungan saling percaya, sebagai berikut:
a) Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam. Misalnya: “Assalamualaikum,
selamat pagi/siang/malam” atau sesuai dengan konteks agama pasien.
b) Berkenalan dengan pasien. Perkenalankan nama lengkap dan nama panggilan perawat
termasuk peran, jam dinas, ruangan, dansenang di panggil apa. Selanjutnya perawat
menanyakan nama klien serta di panggil apa.
c) Buat kontrak asuhan. Jelaskan kepada pasien tujuan kita merawat klien,aktivitas apa
yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu, kapan aktivitas akan dilaksanakan,
dan berapa lama akan dilaksanakan aktivitas tersebut.
d) Bersikap empati yang ditunjukan dengan : mendengarkan keluhan pasien dengan
penuh perhatian; tidak membantah dan tidak menyokong halusinasi pasien; segera
menolong pasien jika pasien membutuhkan perawat.
2) Mengkaji data objektif dan subjektif

10
a) Di rumah sakit jiwa Indonesia, sekitar70% halusinasi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa adalah halusinasi suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah
halusinasi penghidu, pengecapan, dan perabaan. Mengkaji halusinasi dapat dilakukan
dengan mengobservasi perilaku pasien dan menanyakan secara verbal apa yang sedang
dialami oleh pasien.
b) Berikut ini jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektif. Data objektif dikaji
perawat dengan cara mengobservasi perilaku pasien, memeriksa, mengukur,
sedangkan data subjektif didapatkan dengan cara wawancara, curahan hati, ungkapan-
ungkapan klien,apa-apa yang dirasakan dan didengar klien secara subjektif. Data ini
ditandai dengan “klien menyatakan atau klien merasa”.
c) Tipe halusinasi menurut Videbeck (2004: 310) sebagai berikut:

Jenis Halusinasi Data Subjektif Data Objektif

Halusinasi Dengar (a) Mendengar suara (a) Mengarahkan telinga pada


(Auditory-hearing menyuruh melakukan sumber suara
voices of sounds) sesuatu sesuatu yang (b) Bicara atau tertawa sendiri
berbahaya (c) Marah-marah tanpa sebab
(b) Mendengar suara atau (d) Menutup telinga
bunyi (e) Mulut komat-kamit
(c) Mendengar suara yang (f) Ada gerakan tangan
mengajak bercakap-
cakap
(d) Mendengar seseorang
yang sudah meninggal
(e) Mendengar suara yang
mengancam diri klien
atau orang lain atau suara
lain yang membahayakan

11
Halusinasi (a) Melihat seseorang yang (a)Tatapan mata pada tempat
Penglihatan sudah meninggal, tertentu
melihat makhluk (b) Menunjuk kea rah tertentu
(Visual-seeing person
tertentu, melihat (c) Ketakutan pada objek yang
of things)
bayangan, hantu atau dilihat
sesuatu yang (d) Ekspresi wajah seperti
menakutkan,cahaya mencium sesuatu dengan
monster yang memasuki gerakan cuping hidung,
perawat. menggerakan hidung pada
(b) Mencium sesuatu seperti tempat tertentu
bau mayat, darah, bayi,
feses atau bau masakan,
parfum yang
menyenangkan
(c) Klien sering mengatakan
mencium bau sesuatu
(d) Tipe halusinasi ini sering
menyertai klien
demensia,kejang atau
penyakit serebrovaskular

Halusinasi Perabaan (a) Klien mengatakan ada (a) Mengusap,


(Tactile-feeling bodily sesuatu menggaruk,meraba-raba
sensations) yangmenggerayangi permukaan kulit, terlihat
tubuh seperti tangan, menggerak-gerakan badan
binatang kecil, makhluk seperti merasakan sesuatu
halus rabaan

12
(b) Merasakan sesuatu di
permukaan kulit,
merasakan tersengat
aliran listrik
Halusinasi (a) Klien seperti sedang (a) Seperti mengecap sesuatu.
Pengecapan merasakan makanan Gerakan mengunyah,
(Gustatory- tertentu, rasa tertentu meludah atau muntah
experiencing tastes) atau mengunyah sesuatu
Cenesthetic & (a) Klien melaporkan bahwa (a) Klien terlihat menatap
Kinestetic fungsi tubuhnya tidak tubuhnya sendiri dan
hallucinations dapat terdeteksi misalnya terlihat merasakan sesuatu
tidak adanya denyutan di yang aneh tentang
otak, atau sensai tubuhnya.
pembentukan urine
dalam tubuhnya,
perasaan tubuhnya
melayang di atas bumi
3) Mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang
dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untukmenentukan intervensi khusus pada waktu
terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnyahalusinasi.
Sehingga pasien tidaklarut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya
halusinasi dapatdirencakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
Skema. Latihan mengkaji isi, waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi.
“Apakah bapak /ibu mendengar atau melihat sesuatu?”
“Apakah pengalaman ini terus-menerus terjadi atau sewaktu-
waktu saja?”
“Kapan itu bapak/ibu mengalami hal itu?”
“Berapa kali sehari bapak/ibu mengalami hal itu?”
“Pada keadaan apa terdengar suara itu? Apakah pada waktu Anda
sendiri?”

13
“Bagus,bapak/ibu mau menceritakan semua ini.”

4) Mengkaji respons terhadap halusinasi


Untuk mengetahui dampak halusinasi pada klien dan apa respons klien ketika halusinasi
itu muncul, perawat dapat menanyakan pada klien hal yang dirasakan atau dilakukan saat
halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat
dengan klien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasidampak halusinasi pada pasien
jika halusinasi timbul.
Perawat mengkaji tahapan halusinasi klien
Stage I : Sleep Disorder Klien merasakan banyak masalah, ingin
Fase awal seseorang sebelum menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang
muncul halusinasi lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin
terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi,
misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dihianati
kekasih, maslah di kampus, PHK di tempat kerja,
penyakit, utang, nilai di kampus, drop out dsb.
Masalah terasa menekan karena terakumulasi
sedangkan support system kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung terus-menerus sehingga terbiasa
menghayati. Klien menganggap lamunan-lamunan
awal tersebut sebagai pemecahan masalah.

Stage II : Comforting Pasien mengalami emosi yang berlanjut seperti


Moderate Level of anxiety adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa,
Halusinasi secara umum ia ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran
terima sebagai sesuatu yang pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa
alami pengalaman pikiran dan sensorinya dapat ia control
bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada

14
kecenderungan klien merasa nyaman dengan
halusinasinya.

Stage III : Condemning Pengalaman sensori klien menjadi sering dating dan
severe level of anxiety mengalami bias. Klien mulai merasa tidak mampu
Secara umum halusinasi sering lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga
mendatangi klien jarak antara dirinya dengan objek yang
dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang
lain dengan intensitas waktu yang lama

Stage IV : Controlling severe Klien mencoba melawan suara-suara atau sensory


level of anxiety abnormal yang datang. Klien dapat merasakan
Fungsi sensori menjadi tidak kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah
relevan dengan kenyataan dimulai fase gangguan Psychitic.

Stage V : Conquering panic Pengalaman sensorinya terganggu, klien mulai


level of anxiety merasa terancam dengan datangnya suara-suara
Klien mengalami gangguan terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman
dalam menilai lingkungannya atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya.
Halusinasi dapat berlangsung selama minimal 4 jam
atau seharian bila klien tidak mendapatkan
komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik
berat

I. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan
2. Perubahan persepsi sensori halusinasi
3. Isolasi social
4. Harga diri rendah kronis

J. Tindakan Keperawatan Pasien Halusinasi


a. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
a) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya

15
b) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
b. Tindakan keperawatan
1. Membantu klien mengenali halusinasi
Perawat mencoba menanyakan pada klien tentang isi halusinasi (apa yang
didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi
yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul.
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi
Untuk membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi perawat dapat
mendiskusikan empat cara mengontrol halusinasi pada klien. Keempat cara tersebut
meliputi :
a. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan
cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak
terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memedulikan halusinasinya. Kalau ini
bias dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti
halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini
pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan
tindakan meliputi :
a) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
b) Memperagakan cara menghardik
c) Meminta pasien memperagakan ulang
d) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien
e) Bercakap-cakap dengan orang lain
f) Melakukan aktivitas yang terjadwal
g) Menggunakan obat secara teratur
b. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain, maka terjadi distraksi; focus
perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan

16
orang lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol
halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
c. Melatih klien beraktivitas secara terjadwal
Libatkan klien dalam terapi modalitas, untuk mengurangi resiko halusinasi muncul
lagi adalah dengan menyibukan diri dengan membimbing klien membuat jadwal
yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, klien tidak akan mengalami
banyak waktu luang yang sering kali mencetuskan halusinasi. Untuk itu klien yang
mengalami halusinasi bias dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara
beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam
seminggu. Tahapan intervensinya sebagai berikut :
a) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
b) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakuakan oleh pasien
c) Melatih pasien melakukan aktivitas
d) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah
dilatih. Upayakan klien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai tidur
malam, tujuh hari dalam seminggu.
e) Memantau pelaksaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan terhadap
perilaku pasien yang positif
d. Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
Agar klien mampu mengontrol halusinasi maka perlu dilatih untuk menggunakan
obat secara teratur sesuai dengan program. Klien gangguan jiwa yang di rawat di
rumah sering kali mengalami putus obat sehingga akibatnya klien mengalami
kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula
akan lebih sulit. Berikut ini tindakan keperawatan agar klien patuh menggunakan
obat :
a) Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa.
b) Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
c) Jelaskan akibat bila putus obat
d) Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
e) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
e. Pemberian psikofarmakoterapi

17
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik atau skizofrenia biasanya diatasi
dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antaralain:
Golongan butirofenon: haloperidol, Haldol, serenace, ludomer. Pada kondisi akut
biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5mg, IM. Pemberian injeksi biasanya
cukup 3x24jam. Setelahnya klien biasanya diberikan obat peroral 3x1,5 mg atau 3x5
mg. Golongan fenotiazine: Chlorpromazinel/Largactile atau promactile. Biasanya
diberikan peroral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x100 mg. Apabila kondisi sudah
stabil dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja.
f. Memantau efek samping obat
Perawat perlu memahami efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat-obat
psikotik seperti : mengantuk,tremor,mata melihat keatas,kaku-kaku otot,otot bahu
tertarik sebelah, hipersalivasi, pergerakan otot tak terkendali. Untuk mengatasi ini
biasanya dokter memberikan obat anti parkinsonisme yaitu trihexypheidile 3x2mg.
Apabila terjadi gejala-gejala yang dialami oleh klien tidak berkurang maka perlu
diteliti apakah obat betul-betul diminum atau tidak. Untuk itu keluarga juga perlu
dijelaskan tentang pentingnya melakukan observasi dan pengawasan cara minum
obat klien.
g. Melibatkan keluarga dalam tindakan
Diantara penyebab kambuh yang paling sering adalah factor keluarga dan klien itu
sendiri keluarga adalah support system terdekat dan 24jam bersama-sama dengan
klien. Keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan membuat klien mandiri
dan patuh mengikuti program pengobatan. Salah satu tugas perawat adalah melatih
keluarga agar mampu merawat klien gangguan jiwa deirumah.perawat perlu
memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga, informasi yang selalu
disampaikan kepada keluarga meliputi:
a) Pengertian halusinasi
b) Jenis halusinasi yang dialami oleh pasien
c) Tanda dan gejala halusinasi
d) Proses terjadinya halusinasi
e) Cara merawat pasien halusinasi
f) Cara berkomunikasi

18
g) Pengaruh pengobatan dan tata cara pemberian obat
h) Pemberian aktivitas kepada pasien
i) Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau
j) Pengaruh stigma masyarakat terhadap kesembuhan
K. Evaluasi
Format evaluasi untuk menilai kemampuan pasien, keluarga dan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori: Halusinasi.
L. Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Dokumentasi asuhan keperawatan dilakukan setiap tahap proses keperawatan, karenanya
dokumentasi asuhan dalam keperawatan jiwa berupa: dokumentasi pengkajian, diagnosis,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Pedoman pada pengkajian pasien dengan gangguan persepsi sensori: Halusinasi
(pendengaran, penglihatan, perabaan, pengecapan, dan penghidu) dapat dilihat pada
kolom tersebut:
Persepsi:
Halusinasi
a. Pendengaran
b. Penglihatan
c. Perabaan
d. Pengecapan
e. Penghidu

Jelaskan:
a. Isi halusinasi:………………..
b. Waktu terjadinya:……………..
c. Frekuensi halusinasi:……………
d. Respons pasien:………………

Masalah keperawatan:……………………

19
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Halusinasi adalah: dimana seseorang mempersiapkan sesuatu tanpa adanya


stimulus/rangsangan dari luar. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien
merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang
menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Membaui bau-bauan tertentu padahal
oranglain tidak merasakan sensasi serupa. Merasakan mengecap sesuatu padahal tidak sedang
makan apapun. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit.

Diperkirakan lebih dari 90% klien dengan skizofrenia mengalami halusinasi. Meskipun
bentuk halusinasi nya bervariasi tetapi sebagian besar klien skizofrenia di rumah sakit jiwa
mengalami halusinasi dengar.

Halusinasi beragam, namun yang paling sering adalah halusinasi pendengaran.

B. Saran
Banyaknya jenis-jenis halusinasi membuat perawat harus lebih memahami kebutuhan pasien
dengan memberikan asuhan keperawatan secara komperehensif.

21
DAFTAR PUSTAKA

Yosep, Iyus.2007.Keperawatan Jiwa.Bandung: Refika Aditama


Purwanto, Teguh.2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

http://www.academia.edu/11780072/MAKALAH_HALUSINASI Diakses pada 26 Agustus:


19.39 WIB
https://www.google.co.id/search?q=halusinasi+pdf&oq=halusinasi+pdf&aqs=chrome..69i5j
69i60l3j0l2.4611j0j1&sourceid=chrome&ie=UTF-8 Diakses pada 26 Agustus : 19.15 WIB

22

Anda mungkin juga menyukai