Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembelajaran merupakan kegiatan proses interaksi antara peserta didik


dengan pendidik pada suatu lingkungan belajar dengan menggunakan teknik,
strategi, metode dan model tertentu sehingga menunjang pencapaian tujuan
kegiatan pembelajaran. Pembelajaran memiliki tujuan adanya perilaku hasil
belajar yang diharapkan dimiliki dan dikuasai oleh peserta didik setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu.
Pembelajaran sains di Indonesia saat ini lebih ditekankan pada kegiatan
peserta didik, hal ini bertujuan agar peserta didik aktif mengkonstruksi
pengetahuan mereka sendiri melalui pembelajaran yang dirancang. Proses
pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang
berguna untuk memberikan makna lebih pada peserta didik dalam pembelajaran.
Pembelajaran sains telah menggunakan berbagai model pembelajaran
yang menekankan pada penyelesaian masalah secara kreatif dalam pembelajaran,
masih banyak pembelajaran sains yang menerapkan students center dalam
pelaksanaannya, sehingga tujuan pencapaian ketrampilan proses yang baik tidak
akan tercapai, padahal sains merupakan proses pemahaman dan ketrampilan diri
dalam menyelesaiakan fenomena-fenomena alam disekitar. Perlu pembelajaran
sains dan teknologi yang kreatif dan kooperatif menggunakan proses pemecahan
masalah yang melibatkan ketrampilan berpikir dan proses siswa yang inovatif,
kreatif dan aplikatif.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagi berikut :
1. Bagaimanakah perkembangan pembelajaran sains dan teknologi di
Indonesia ?
2. Bagaimanakah permasalahan pembelajaran sains dan teknologi
kreatif dan kooperatif ?
3. Bagaimanakah solusi permasalahan pembelajaran sains dan
teknologi kreatif dan kooperatif ?

1.3.Tujuan
Tujuan pada makalah ini adalah sebagia berikut :
1. Menjelaskan perkembangan pembelajaran sains dan teknologi kreatif
dan kooperatif di Indonesia.
2. Menjelaskan permasalahan pembelajaran sains dan teknologi kreatif
dan kooperatif.
3. Menjelaskan solusi permasalahan pembelajaran sains dan teknologi
kreatif dan kooperatif.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pembelajaran Sains dan Teknologi di Indonesia

Pembelajaran sains berperan dalam meningkatkan kompetensi peserta didik


yang berkualitas tinggi dalam berpikir kritis dan ilmiah dalam menyelesaikan dan
menanggapi fenomena dilingkungannya. Perkembangan sains sesuai dengan
perkembangan era teknologi informasi yang semakin membantu efisiensi dan
efektivitas pembelajaran sains. Pembelajaran sains di Indonesia berkembang
secara signifikan mulai dari orientasinya pada konsep materi pelajaran sains,
tujuan capaian pembelajaran sains, pendekatan ketrampilan proses yang
berkaitan dengan penerapan pendekatan saintifik dan inkuiri dalam pembelajaran
sains dengan berbagai capaian kompetensi dan ketrampilan yang harus dicapai
oleh peserta didik.
Pembelajaran sains di Indonesia telah berkembang menggunakan berbagai
pendekatan dan metode pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran dan
ketrampilan ilmiah baik berpikir kritis, ketrampilan proses, dan sikap yang harus
dimiliki peserta didik. Beberapa pendekatan dan metode pembelajaran ini
diantaranya pendekatan saintifik dengan berbagai metode pembelajaran baik
inkuiri, problem solving, project based learning dan sebagainya, dari beberapa
metode pembelajaran ini sebenarnya bermuara pada tujuan yang sama yaitu
menyelesaikan dan menanggapi fenomena lingkungannya dengan membentuk
atau mengkonstruksi pengetahuan sains melalui berbagai langkah pembelajaran
(Fatmawati, 2013).
Perkembangan pembelajaran sains juga terus dilakukan pembaharuan yang
mengedepankan pada kerkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi saat ini. Pembelajaran sains telah menerapkan pembelajaran yang
mengacu pada orientasi permasalahan yang dihadapi sehari-hari sehingga
kegiatan pembelajaran menekankan pada bagaimana belajar, perolehan informasi
yang tidak hanya berorientasi produk tapi juga proses, menekankan pada aktivasi
mental peserta dalam belajar, pemanfaatan sumber belajar lingkungan.
Pencapaian ketrampilan tersebut dapat diperoleh melalui metode pembelajaran
yang kreatif dan inovatif serta kooperatif menggabungkan berbagai sumber,
metode dan teknik – teknik untuk peningkatan capaian tersebut. B.L. Young
(1982) mengemukakan bahwa keterpaduan dalam pembelajaran sains berarti
memberikan penekanan pada beberapa pendekatan yang meliputi :
 Penekanan pada pembentukan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan
hukum- hukum yang fundamental untuk sains secara keseluruhan.
 Penekanan pada proses pembentukan berpikir ilmiah.
 Penekanan pada hubungan dengan lingkungan sehari-hari dan teknologi

Pembelajaran Indonesia sudah mulai menerapkan berbagai metode dan


model pembelajaran yang bertujuan pada aktivasi seluruh kemampuan peserta
didik misalnya melalui pembelajaran kooperatif. Strategi pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran untuk menumbuhkan kesadaran berpikir
siswa, menyelesaikan masalah secara bersama dengan mengintegrasikan serta
mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka. Pembelajaran kooperatif
juga mampu membuat siswa belajar satu sama lainnya untuk memastikan bahwa
tiap orang dalam kelompok telah menguasai konsep-konsep yang telah
dipikirkan (Ekoningtyas, 2013). Pembelajaran kooperatif yang telah
dilaksanakan misalnya THT, Picture and Picture, Jigsaw dan lain sebagainya.

2.2. Permasalahan Pembelajaran Sains dan Teknologi Kreatif dan


Kooperatif

Berbagai usaha peningkatan pembelajaran sains dalam perjalanannya


melalui banyak permasalahan dan kesulitan baik dalam manajemen persiapan
pembelajaran, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran sains. Beberapa
permasalahan dalam pembelajaran sains secara umum dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Pembelajaran kurang kreatif dan inovatif
Pembelajaran sains yang dilakukan oleh guru kurang kreatif dan
inovatif masih menggunakan metode pembelajaran konvensional,
memicu kebosanan siswa, tidak menarik minat siswa dan menggunakan
pembelajaran sains model konseptual tanpa memberikan alternatif
praktek atau eksperimen. Sehingga daalam pembelajaran sains yang
dilakukan siswa, siswa hanya berkecenderungan memperoleh konsep
teoritis tanpa mengasah ketrampilan proses siswa.
2. Pembelajaran kurang mencerminkan keterkaitan materi dengan
fenomena dan kejadian dilingkungan sekitar sehari-hari
Beberapa guru masih menerapkan pembelajaran yang tidak faktual
atau tidak sesuai dengan fenomena yang terjadi dilingkungan sekitar
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa cenderung tidak bisa
menyelesaikan masalah- masalah yang muncul dalam lingkungannya
sendiri terkait dengan pemahaman sainsnya. Guru tidak melatih
kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah, siswa menjadi tidak
terlatih dan kurang mampu mengkaitkan konsep dengan penerapannya
sehari-hari.
3. Pembelajaran kurang mengaktifkan dan mengoptimalkan
pencapaian ketrampilan kognitif, psikomotor, dan afektif
Pembelajaran sains yang dilakukan masih berorientasi pada
pencapaian kemampuan kognitif atau sebatas pemahaman konsep-
konsep, teori dan hukum-hukum dalam biologi, sedangkan kemampuan
psikomotor dan afektif masih kurang dijangkau. Padahal sejatinya
pembelajraan sains mengacu pada orientasi permasalahan yang dihadapi
sehari-hari sehingga kegiatan pembelajaran menekankan pada
bagaimana belajar, perolehan informasi yang tidak hanya berorientasi
produk tapi juga proses, menekankan pada aktivasi mental peserta dalam
belajar, pemanfaatan sumber belajar lingkungan. Sehingga diharapkan
melalui pembelajaran sains siswa dapat menjadi ilmuwan seutuhnya.
Selain itu pembelajaran sains yang dilakukan juga belum merangsang
sioswa untuk mampu belajar kreatif dan inovatif (Ekoningtyas, 2013).
4. Penilaian pembelajaran kurang objektif dan menyeluruh
Pembelajaran sains saat ini masih berfokus pada penilaian
kemampuan kognitif dan belum mengakses kemampuan psikomotor dan
afektif. Mekanisme penilaian psikomotr dan afektif masih kurang objektif
dan kurang menyeluruh hal ini kebanyakan disebabkan karena
penyusunan dan perencanaan instrumen dan rubrik penilaian ranah
tersebut. Permasalahan spesifik atau khusus juga ditemukan dalam
penerapan metode pembelajaran pemecahan masalah. Pembelajan
berbasis pemecahan masalah yang telah dilakukan menemukan beberapa
permasalahan misalnya dalam menempatkan siswa di tengah-tengah
realistis, masalah kompleks dan bermakna, yang tidak memiliki solusi
yang jelas atau benar. Siswa bekerja dalam kelompok dan berkolaborasi
secara profesional dalam menghadapi masalah karena mereka
mendiskusikannya tanpa batas yang jelas. Dalam menyelesaikan masalah
secara efisien siswa harus diberikan batas permasalahan yang jelas. Perlu
proses multistage untuk memecahkan masalah secara kreatif. Menurut
Fischer (1990 dalam Tan & Kim, 2012), tahapnya meliputi:
a. Merumuskan masalah
b. Pengakuan fakta terkait masalah
c. Tujuan pengaturan - ideation atau menghasilkan alternative
d. Evaluasi ide
e. Memilih solusi
f. Pengujian dan mengevaluasi

Hasil kreatifitas proses pemecahan masalah tergantung pada proses


kreatif dan gaya pemecahan masalah yang telah dipelajari dan diterapkan.
Selain itu, ada faktor sikap, kemampuan kognitif (pengetahuan, memori
dan berpikir keterampilan) dan pengalaman (keakraban dengan konten,
konteks dan strategi) yang mempengaruhi proses pemecahan masalah
(Fisher 1990 dalam Tan & Kim, 2012). Dalam prakteknya, Proses
pemecahan masalah sangat rumit dan terdiri dari banyak konsep-konsep
abstrak yang tidak dapat didefinisikan benar dan tepat.

2.3. Solusi Permasalahan Pembelajaran Sains dan Teknologi Kreatif dan


Kooperatif

Solusi dari berbagai permasalahan dalam pembelajaran sains dan teknologi


kreatif dan kooperatif diantaranya:
1. Perlu Pembelajaran yang Kreatif dan Inovatif
Pembelajaran kreatif dan inovatif dapat diperoleh melalui
pengembangan pembelajaran yang PAIKEM (Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) yang melibatkan
pembenahan dan kombinasi beberapa komponen pembelajaran
diantaranya, pendekatan, metode, dan media. Saat ini pengembangan ini
dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan media tertentu misalnya
pemanfaatan teknologi dan sumber daya lingkungan.
Pembelajaran kreatif merupakan pembelajaran yang mengajak
peserta didik untuk mampu mengeluarkan daya pikir dan daya karsanya
untuk menciptakan sesuatu yang di luar pemikiran orang kebanyakan.
Untuk dapat menciptakan pembelajaran kreatif diperlukan tiga sifat dasar
yang harus dimiliki pendidik maupun peserta didik, yaitu peka, kritis, dan
kreatif terhadap fenomena yang ada di sekitarnya. Pembelajaran kreatif
dan inovatif dalam sains juga dapat diterapkan melalui metode eksperimen
yang dapat mengembangkan 3 aspek, yaitu mengembangkan pengetahuan,
menanamkan sikap ilmiah, dan melatih keterampilan. Pembelajaran
melalui eksperimen dapat meningkatkan motivasi mereka dalam belajar
sekaligus memantapkan pemahaman konsep. Kreatifitas dan inovasi dalam
eksperimen dapat dilakukan melalui penyusunan lembar kerja dan
petunjuk praktikum yang jelas dan kreatif (Sukardjo, 2007).
Pembelajaran juga harus dilakukan dengan menyenangkan yaitu
pembelajaran yang membuat peserta didik tidak takut salah, ditertawakan,
diremehkan, tertekan, sebaliknya peserta didik berani berbuat dan
mencoba, bertanya, mengemukakan pendapat / gagasan, dan mempertanya-
kan gagasan orang lain. Menciptakan suasana yang menyenangkan dapat
dilakukan dengan membuat pembelajaran yang relaks (tidak tegang),
lingkungan yang aman untuk melakukan kesalahan, mengaitkan materi ajar
dengan kehidupan mereka, belajar dengan balutan humor, dorongan
semangat, dan pemberian jeda berpikir.
2. Pembelajaran kurang mencerminkan keterkaitan materi dengan
fenomena dan kejadian dilingkungan sekitar sehari-hari
Pembelajaran yang dikaitkan dengan fenomena dan kejadian
dilingkungan sekitar dapat dilakukan melalui penerapan berbagai
model atau metode pembelajaran yang memicu pada pengalaman
langsung siswa karena melalui hal tersebut pembelajaran menjadi
lebih bermakna dan dapat menimbulkan motivasi dan minat belajar
yang tinggi pada peserta didik. Kebermaknaan ini membawa rasa
senang peserta didik untuk belajar. Selain itu hal ini akan
mempermudah peserta didik dalam mengkaitkan konsep dengan
fenomena lingkungan yang terjadi disekitarnya.
Model pembelajaran yang bisa dilakukan misalnya melalui inkuiri,
problem based learning, project based learning dan sebagainya. Dalam
pembelajaran sains seorang pendidik harus dapat kreatif mengaitkan
materi yang sedang diajarkan dengan kehidupan peserta didik (Sukardjo,
2007).
3. Penilaian hasil belajar yang mengakses ketrampilan kognitif,
psikomotor, dan afektif
Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan penilaian alternatif
dan autentik. Penilaian ini menilai hasil belajar secara lebih menyeluruh
dibandingkan penilaian tradisional. Penilaian alternatif merupakan bentuk
penilaian yang mampu memberikan nuansa keobjektivan dalam menilai
kemampuan, hasil kerja, dan unjuk kerja peserta didik, karena dalam
penilaian ini berisi komponen / aspek, kriteria, dan bobot penilaian secara
jelas. Penilaian ini dilakukan dengan berbagai pilihan jenis penilaian
dengan menerapkan teknik penyusunan instrumen dan rubrik yang baik
misalnya berdasarkan contoh panduan dari pemerintah.
4. Aplikasi Teknologi Pendidikan (Strategi kreatif dan kooperatif sains
serta pelatihan teknologi pendidikan)
Penerapan model pembelajaran berbasis pemecahan masalah dapat
yang kreatif dan efektif dalam pelatihan teknologi pendidikan dapat
mencirikan beberapa karakter diantaranya: Merumuskan masalah,
Mengenali fakta yang terkait dengan masalah, Menentukan tujuan atau
alternatif dari masalah, Evaluasi ide, Memilih solusi dan Uji atau evaluasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ossi Autio dan Jarl
Lavonen rencana pelatihan kreatif dan kooperatif sains dan pelatihan
teknologi pendidikan ini didasarkan pada asumsi bahwa pemecahan
masalah kooperatif dan kreatif akan penting dilakukan untuk membantu
mengembangkan modul ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan
studi untuk pendidikan guru sekolah dasar.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi dan
memperkenalkan pada guru-guru di Universitas Helsinki untuk
menerapkan metode pengajaran yang dapat membantu siswa belajar
secara kooperatif dalam memecahkan suatu masalah dan mencoba untuk
menyelesaikan permasalahan selama mengajar pendidikan ilmu
pengetahuan dan teknologi di sekolah masing-masing. Dalam pelatihan
ini guru diminta berperan sebagai siswa dan diberikan tugas untuk menuli
dan merencanakan serta membuat produk inovatif teknologi baru secara
individu. Misalnya peralatan yang berhubungan dengan sistem tertentu
seperti alat-alat pengungkit, crankshafts, gearwheels dan sebagainya.
a. Tahapan awal pelatihan
Tahap awal ini dilakukan dengan demonstrasi mengenai cara
kreatif dalam penyelesaian suatu masalah. Serta dengan diterapkan
tenik pemunculan ide-ide melalui apersepsi dan berpikir analog.
Pemecahan masalah kreatif memerlukan beberapa ketrampilan
misalnya kreatifitas, sosial dan personal serta cara-cara untuk
membangun suasana yang kreatif dan terbuka dibahas selama
pelatihan. Pelatihan ini juga membantu menjalin keakraban dengan
proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan,
memperkenalkan pemetaan keseluruhan dari situasi masalah (OMPS)
metode (Sellwood,1991 dalam Tan & Kim, 2012).
b. Tahapan perencanaan proyek
 Pembentukan kelompok kecil ddan saling berkolaboratif
dengan menghasilkan peta proses kreatif. Tahapan ini peserta
harus menemukan, merumuskan dan menentukan masalah, dan
mengakui fakta-fakta (aturan dan konten tertentu dalam
pelatihan) dan pendapat terkait dengan masalah.
 Mengatur masalah melaluui berbagai frase yang meyakinkan
dan menetapkan tujuan dan visi (ideal kinerja).
 Membuat pendekatan yang cocok untuk memecahkan masalah
dan menghasilkan alternatif pemecahan masalah.
 Setelah ide ditentukan selanjutnya memilih solusi yang
paling sesuai dengan membandingkan umpan balik positif dan
konstruktif pertanyaan yang berkaitan dengan setiap ide.
 Mengevaluasi dan merancang serta perencanaan produk
kemudian menciptakan desain baru untuk solusi proses
pemecahan masalah dengan memanfaatkan kertas karton, kayu,
logam dan/atau plastik dan alat yang sesuai.

2.4. Analisis Hasil Wawancara Permasalahan Pendidikan Sains/Biologi Dan


Teknologi Kooperatif Dan Kreatif di Sekolah
BAB III

KESIMPULAN

3.1.Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Perkembangan pembelajaran sains terus dilakukan pembaharuan
yang mengedepankan pada kerkembangan dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi saat ini. Pembelajaran sains telah
menerapkan pembelajaran yang mengacu pada orientasi permasalahan
yang dihadapi sehari-hari.
2. Permasalahan pembelajaran sains dan teknologi kreatif dan
kooperatif diantaranya pembelajaran kurang kreatif dan inovatif,
pembelajaran kurang mencerminkan keterkaitan materi dengan
fenomena dan kejadian dilingkungan sekitar sehari-hari, pembelajaran
kurang mengaktifkan dan mengoptimalkan pencapaian ketrampilan
kognitif, psikomotor, dan afektif, penilaian pembelajaran kurang
objektif dan menyeluruh, permasalahan spesifik ditemukan dalam
penerapan metode pembelajaran pemecahan masalah.
3. Solusi permasalahan pembelajaran sains dan teknologi kreatif
dan kooperatif diantaranya perlu pembelajaran yang kreatif dan
inovatif, pembelajaran kurang mencerminkan keterkaitan materi
dengan fenomena dan kejadian dilingkungan sekitar sehari-hari,
penilaian hasil belajar yang mengakses ketrampilan kognitif,
psikomotor, dan afektif, dan aplikasi teknologi pendidikan strategi
kreatif dan kooperatif sains dan pelatihan teknologi pendidikan.

3.2. Saran
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, pembelajaran sains
memerlukan proses pembelajaran yang dapat memicu perkembangan kreatifitas
dan berbagai ranah kemampuan siswa hal ini dapat dicapai melalui pembelajran
berbasis masalah yang kreatif dan kooperatif.
DAFTAR PUSTAKA

Ekoningtyas, M. 2013. Pengaruh Pembelajaran Think-Pair-Share dipadu Pola


Pemberdayaan Berpikir melalui Pertanyaan terhadap Keterampilan
Metakognitif, Berpikir Kreatif, Pemahaman Konsep IPA dan Retensinya
serta Sikap Sosial Siswa. Jurnal Pendidikan Sains : Volume 1 No. 4: 332-
342

Fatmawati, 2013. Metode Pemecahan Masalah, (Online),


(http://duniafisi.blogspot.co.id/2013/12/metode-pemecahan-masalah-
dan.html), diakses pada 29 Maret 2019

Sukardjo. 2007. Inovasi Pendidikan Kimia di Sekolah Menengah Atas Suatu


Harapan Seorang Guru Kimia, Makalah Purna Tugas 2 April 2007.
Yogyakarta : Senat UNY

Tan, Kim Chwee Daniel & Mijung Kim. 2012. Issues and Challenges in
Science Education Research. London: Springer

12

Anda mungkin juga menyukai