Anda di halaman 1dari 11

A.

DEFINISI

Hematothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan
paru-paru (rongga pleura). Sumber darah mungkin dari dinding dada, parenkim paru–paru,
jantung atau pembuluh darah besar. Kondisi biasanya merupakan akibat dari trauma tumpul
atau tajam. Ini juga mungkin merupakan komplikasi dari beberapa penyakit.
Hemathothoraks (hemotoraks) adalah terakumulasinya darah pada rongga thoraks akibat
trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemathothoraks biasanya terjadi karena cedera di
dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah pembuluh darah atau kebocoran
aneurisma aorta yang kemudian mengalirkan darahnya ke rongga pleura.

B. ETIOLOGI

Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada paru, jantung,
pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada dada juga dapat
menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah internal (Mancini, 2011).

Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks antara lain :


1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna

Secara umum, penyebab terjadinya Hematotoraks adalah sebagai berikut :

a. Traumatis
- Trauma tumpul.
- Penetrasi trauma (Trauma tembus, termasuk iatrogenik).
b. Non traumatic atau spontan
- Neoplasia (primer atau metastasis).
- Diskrasia darah, termasuk komplikasi antikoagulasi.
- Emboli paru dengan infark.
- Robek adhesi pleura berkaitan dengan pneumotorax spontan.
- Bullous emfisema.
- Tuberkulosis.
- Paru atriovenosa fistula.
- Nekrosis akibat infeksi.
- Telangiektasia hemoragik herediter.
- Kelainan vaskular intratoraks non pulmoner.
- Sekuestrasi inralobar dan ekstralobar.
- Patologi abdomen.

Hemothoraks massif lebih sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak
pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru.

C. PATOFISIOLOGI

Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara pleura
viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam
pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa pada dinding dada bagian dalam
atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan mengakibatkan darah mengalir ke dalam
rongga pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna.
Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat
syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena
perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua gangguan
dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic. Respon fisiologis terhadap
perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area utama: hemodinamik dan pernafasan.
Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan dan
kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria 70-kg
seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-
1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia,
takipnea, dan penurunan tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk terjadi
dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena rongga pleura
seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah, perdarahan dapat terjadi tanpa
bukti eksternal dari kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat menghambat
gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi dan oksigenasi bisa
terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding dada. Sebuah kumpulan yang
cukup besar darah menyebabkan pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan
temuan klinis takipnea. Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada
individu tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat
keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk penyakit
metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk menghasilkan respon
hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru, dan
struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat defibrination darah
sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa jam penghentian perdarahan,
lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura dan
peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik tinggi intrapleural
menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan sekitarnya yang
menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah
hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura
berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari hemothorax
adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi bakteri pada hemothorax.
Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini dapat mengakibatkan syok
bakteremia dan sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax yang
terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral. Proses adhesive ini
menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari berkembang sepenuhnya.
Hemotoraks traumatik
Trauma laserasi pembuluh darah atau struktur parenkim paru perdarahan darah berakumulasi
di rongga pleura hemotoraks.

Gambar 3 . Skema Patofisiologi Trauma Toraks

D. KLASIFIKASI

Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan, yaitu:

a. Hematothoraks ringan
 Jumlah darah kurang dari 400 cc
 Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IX
b. Hematothoraks sedang
 Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga VI
c. Hematothoraks berat
 Jumlah darah lebih dari 2000 cc
 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IV
a. b. c.

Gambar 4 . Klasifikasi hemotoraks a. Ringan b. Sedang c. Berat

E. GEJALA KLINIS

Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di dinding dada. Luka
di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok
hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien
menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan
peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah
jantung.

Respon tubuh degan adanya hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area mayor:


a. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi.
Tanda-tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang lemah dapat muncul
pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume darah
b. Respon respiratori
Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada kasus
trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya jika terdapat
injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah yang besar dapat
menimbulkan dispnea.

Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan hilangnnya darah.
Perdarahan hingga 750 mL biasanya belum mengakibatkan perubahan hemodinamik.
Perdarahan 750-1500 mL akan menyebabkan gejala gejala awal syok (takikardi, takipneu, TD
turun).
Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik namun dapat
juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hemothoraks yang sangat
minimal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan symptom, diantaranya:
 Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
 Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral dingin
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ TD ↓
- Kehilangan banyak darah vasokonstriksi perifer pewarnaan kulit oleh darah
berkurang
 Takikardia
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ hipoksia kompensasi
tubuh takikardia
 Dyspnea
- Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan
paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat sesak napas.
- Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan paru
terhambat pertukaran udara tidak adekuat kompensasi tubuh takipneu dan
peningkatan usaha bernapas sesak napas.
 Hypoksemia
- Hemotoraks paru sulit mengembang kerja paru terganggu kadar O2 dalam
darah ↓
 Takipneu
- Akumulasi darah pada pleura hambatan pernapasan reaksi tubuh
meningkatkan usaha napas takipneu.
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ hipoksia kompensasi
tubuh takipneu.
 Anemia
 Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.
- Akumulasi darah yang banyak menekan struktur sekitar mendorong trakea
ke arah kontralateral.
 Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
 Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
- Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan masuk
paru saat bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura pertukaran udara tidak
berjalan baik suara napas berkurang atau hilang.
 Dullness pada perkusi (perkusi pekak)
- Akumulasi darah pada rongga pleura suara pekak saat diperkusi (Suara pekak
timbul akibat carian atau massa padat).
 Adanya krepitasi saat palpasi.

F. DIAGNOSA

Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang diperoleh dari


anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan
penderita hemothoraks mengeluh nyeri dada dan sesak napas. Juga bisa didapatkan
keterangan bahwa penderita sebelumnya mengalami kecelakaan pada dada. Pada
pemeriksaan fisik dari inspeksi biasanya tidak tampak kelainan, mungkin didapatkan gerakan
napas tertinggal atau adanya pucat karena perdarahan. Pada perkusi didapatkan pekak
dengan batas tidak jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi napas menurun atau
bahkan menghilang.

Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya:


 Chest x-ray : adanya gambaran hipodense (menunjukkan akumulasi cairan) pada
rongga pleura di sisi yang terkena dan adanya mediastinum shift (menunjukkan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung)). Chest x-ray sebagi penegak
diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan lainnya.

Gambar 5 . Chest xray Hematotoraks Kanan

 CT Scan : diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks minimal, untuk evaluasi


lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas atau jumlah bekuan
darah di rongga pleura.
Gambar 6 . CT-scan Hematotoraks

 USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk pasien
yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.

Gambar 7 . USG toraks pada pasien Hematotoraks

 Nilai AGD : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan asidosis


respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin menurun pada awalnya tetapi biasanya
kembali ke normal dalam waktu 24 jam.
 Cek darah lengkap : menurunnya Hb dan hematokrit menunjukan jumlah darah
yang hilang pada hemothoraks.
 Torakosentesis : Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks).

Diagnosis banding
KONDISI PENILAIAN
Tension pneumothorax • Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
Cardiac tamponade • Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh dan lemah
• EKG abnormal

G. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan hemodinamik pasien,
menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara dari rongga pleura. Langkah
pertama untuk menstabilkan hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti diberikan
oksigenasi, cairan infus, transfusi darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.
Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan hemothoraks adalah
mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat dilakukan dengan cara:
 Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage
merupakan terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi chest tube
melalui dinding dada untuk drainase darah dan udara. Pemasangannya selama
beberapa hari untuk mengembangkan paru ke ukuran normal.
 Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain:
 Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)
 Perdarahan di rongga dada (hemothorax)
 Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax or
hemothorax)
 abses paru atau pus di rongga dada (empyema).
 Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube thoracostomy
adalah sebagai berikut:
 Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg
 Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan
menggunakan alkohol atau povidin iodine pada ICS VI atau ICS VII
posterior Axillary Line
 Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn lidokain
 Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line
 Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya
dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage)
 Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube
Gambar pemasangan chest tube
 Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi rongga dada
ketika hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten. Thoracotomy juga
dilakukan ketika hemothoraks parah dan chest tube sendiri tidak dapat mengontrol
perdarahan sehingga operasi (thoracotomy) diperlukan untuk menghentikan
perdarahan. Perdarahan persisten atau berkelanjutan yang segera memerlukan
tindakan operasi untuk menghentikan sumber perdarahan di antaranya seperti ruptur
aorta pada trauma berat.
Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila :
 1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube
 Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam
 Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik
 Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih

Gambar 5 . Prosedur torakotomi


 Trombolitik agent : trombolitik agent digunakan untuk memecahkan bekuan darah
pada chest tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi
hal ini sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan perlu tindakan
operasi segera.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi dapat berupa :


a. Kegagalan pernafasan (Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan
meninggal).
b. Fibrosis atau skar pada membran pleura.
c. Pneumothorax.
d. Pneumonia.
e. Septisemia.
f. Syok.
Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma (otot besar di
dasar toraks) memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan kontak. Jika tekanan dalam
rongga dada berubah tiba-tiba, paru-paru bisa kolaps. Setiap cairan yang mengumpul di
rongga menempatkan pasien pada risiko infeksi dan mengurangi fungsi paru-paru, atau
bahkan kematian.

Anda mungkin juga menyukai