DAFTAR ISI
ii
Gambar 16. Hambatan samping sedang.............................................................................. 45
Gambar 17. Hambatan samping tinggi ................................................................................. 45
Gambar 18. Hambatan samping sangat tinggi ..................................................................... 46
Gambar 19. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan 2/2TT ................. 60
Gambar 20. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan empat lajur......... 60
Gambar 21. DI (hanya pada tipe jalan 2/2TT) sebagai fungsi dari DJ ................................... 61
Gambar 22. Contoh alinemen horisontal .............................................................................. 68
iv
PRAKATA
Pedoman kapasitas Jalan Luar Kota ini merupakan bagian dari pedoman kapasitas jalan
Indonesia 2014 (PKJI'14), diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis bagi para
penyelenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi baik di
tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan perencanaan dan evaluasi kapasitas
jalan, khususnya ruas Jalan Luar Kota.
Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis 91-01 Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil
pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus
Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan
dibahas dalam forum rapat teknis yang diselenggarakan pada tanggal ………… di Bandung,
oleh subpantek Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber, pakar, dan lembaga
terkait.
PENDAHULUAN
v
Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
(MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa
pertimbangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas
dan ahli transportasi, serta workshop permasalah MKJI'97 pada tahun 2009 adalah:
1) sejak MKJI’97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi perlalu
lintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan,
teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji
dampaknya terhadap kapasitas jalan;
2) khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsi sepeda motor dalam arus lalu lintas
yang signifikan;
3) terdapat indikasi ketidak akuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya,
4) MKJI’97 telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik
dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya;
Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti
dari Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan dalam
Laporan MKJI tahap I, tahun 1993. Hal ini disebabkan terutama oleh:
1) komposisi lalu lintas di Indonesia yang memiliki porsi sepeda motor yang tinggi,
2) aturan “right of way” di Simpang dan titik-titik konflik yang lain yang tidak jelas sekalipun
Indonesia memiliki regulasi prioritas. Indonesia menyusun sendiri pedoman perhitungan
kapasitas, dan
3) masih cukup banyak kendaraan-kendaraan fisik.
Pedoman ini merupakan pemutakhiran dari MKJI'97 tentang kapasitas Jalan Luar Kota yang
selanjutnya akan disebut Pedoman Kapasitas Jalan Luar Kota sebagai bagian dari Pedoman
Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI’14 keseluruhan melingkupi:
1) Pendahuluan
2) Kapasitas jalan luar kota
3) Kapasitas jalan kota
4) Kapasitas jalan bebas hambatan
5) Kapasitas simpang APILL
6) Kapasitas simpang
7) Kapasitas jalinan dan bundaran
8) Perangkat lunak kapasitas jalan
Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen satuan mobil penumpang
(emp) atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C0), dan cara penulisan.
Pemutakhiran perangkat lunak MKJI’97 tidak dilakukan, tetapi otomatisasi perhitungan
terkait contoh-contoh (Lihat Lampiran D) dilakukan dalam bentuk spreadsheet Excell
(dipublikasikan terpisah). Sejauh tipe persoalannya sama dengan contoh, spreadsheet
tersebut dapat digunakan dengan cara mengubah data masukannya.
vi
Pedoman ini dapat dipakai untuk menganalisis ruas Jalan Luar Kota untuk desain yang baru,
peningkatan ruas Jalan Luar Kota yang sudah lama dioperasikan, dan evaluasi kinerja lalu
lintas ruas Jalan Luar Kota.
vii
Kapasitas Jalan Luar Kota
1. Ruang Lingkup
Manual ini menetapkan ketentuan mengenai perencanaan dan evaluasi ruas Jalan Luar
Kota, meliputi kapasitas jalan (C), dan kinerja lalu lintas jalan yang diukur oleh derajat
kejenuhan (DJ), waktu tempuh (TT), kecepatan tempuh (V), dan derajat iringan (DI). Pedoman
ini dapat digunakan pada Jalan Luar Kota dengan kelas Jalan Kecil dan Jalan Sedang
dengan tipe jalan 2/2TT, 4/2TT, dan Jalan Raya tipe 4/2T serta 6/2T.
2. Acuan normatif
Undang-Undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009, Lalu lintas dan angkutan jalan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 2011, Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak, serta Menejemen Kebutuhan Lalu lintas
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011, Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
Untuk tujuan penggunaan dalam Pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan:
3.1
arus jam rencana (QJR)
arus lalu lintas yang digunakan untuk (kend./jam) perancangan: QJP = LHRT k
3.2
arus lalu lintas (Q)
jumlah kendaraan bermotor (sering juga disebut volume) yang melalui suatu titik pada jalan
per satuan waktu, dinyatakan dalam kend./jam (Qkend) atau smp/jam (Qsmp) atau LHRT
3.3
bis besar (BB)
bis dengan dua atau tiga gandar dengan jarak gandar 5,0 – 6,0 m
3.4
derajat iringan (DI)
rasio antara arus kendaraan dalam peleton terhadap arus total
3.5
1 dari 84
derajat Kejenuhan (DJ)
rasio antara arus lalu lintas terhadap kapasitas jalan
3.6
ekivalen kendaraan ringan (ekr)
faktor dari beberapa tipe kendaraan dibandingkan terhadap kendaraan ringan sehubungan
dengan pengaruhnya kepada kecepatan kendaraan ringan dalam arus campuran (untuk
kendaraan ringan yang sama sasisnya memiliki ekr = 1,0)
3.7
faktor K (k)
faktor pengubah LHRT menjadi arus lalu lintas jam puncak
3.8
faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FCHS)
faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat hambatan samping sebagai fungsi dari
lebar bahu
3.9
faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar lajur (FCW)
faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur lalu lintas
3.10
faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah lalu lintas (FCPA)
faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat pemisahan arah (hanya untuk jalan dua
arah tak terbagi)
3.11
faktor penyesuaian kecepatan akibat lebar lajur (FVW)
penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat lebar lajur
3.12
faktor penyesuaian kecepatan akibat hambatan samping (FVSF)
faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat hambatan samping dan lebar
bahu
3.13
faktor penyesuaian kecepatan akibat kelas fungsi jalan (FVFJ)
faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat kelas fungsional jalan (arteri,
kolektor atau lokal) dan guna lahan
3.14
faktor skr (Fskr)
faktor untuk mengubah arus dalam kendaraan campuran menjadi arus ekivalen dalam skr,
untuk analisis kapasitas
3.15
2 dari 84
fungsi jalan (FJ)
fungsi jalan sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Jalan Nomor 38 tahun 2004 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan adalah:
- Jalan Arteri,
- Jalan Kolektor,
- Jalan Lokal, dan
- Jalan Lingkungan
3.16
guna lahan (GL)
pengembangan lahan di sepanjang jalan. Untuk tujuan perhitungan, guna lahan ditentukan
sebagai persentase dari segmen jalan dengan pengembangan tetap dalam bentuk
bangunan
3.17
hambatan samping (HS)
hambatan samping adalah pengaruh kegiatan di samping ruas jalan terhadap kinerja lalu
lintas, misalnya pejalan kaki (bobot = 0,6), penghentian kendaraan umum atau kendaraan
lainnya (bobot = 0,8), kendaraan masuk dan keluar lahan di samping jalan (bobot = 1,0), dan
kendaraan lambat (bobot = 0,4)
3.18
iringan atau peleton (B)
kondisi arus lalu lintas bila kendaraan bergerak beriringan (peleton) dengan kecepatan yang
sama karena tertahan oleh kendaraan yang berjalan paling depan (pimpinan peleton)
CATATAN waktu antara ke depan < 5 detik.
3.19
kapasitas (C)
arus lalu lintas maksimum (skr/jam) yang dapat dipertahankan sepanjang segmen jalan
tertentu dalam kondisi tertentu (sebagai contoh: geometrik, lingkungan, lalu lintas dan lain-
lain)
3.20
kapasitas dasar (C0)
kapasitas suatu segmen jalan (skr/jam) untuk suatu set kondisi jalan yang ditentukan
sebelumnya (geometrik, pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan)
3.21
kecepatan arus bebas (VB),km/jam
terdapat dua kondisi kecepatan arus bebas yang dimaksud dalam pedoman ini, yaitu:
- Kecepatan rata-rata teoritis dari arus lalu lintas pada waktu kerapatan mendekati nol
atau sama dengan nol, yaitu tidak ada kendaraan di jalan.
- Kecepatan suatu kendaraan yang tidak terpengaruh oleh kehadiran kendaraan lain
(yaitu kecepatan dimana pengemudi mereasa nyaman untuk bergerak pada kondisi
geometrik, lingkungan dan pengendalian lalu lintas yang ada pada suatu segmen
jalan tanpa lalu lintas lain).
3 dari 84
3.22
kecepatan arus bebas dasar (VBD)
kecepatan arus bebas (km/jam) suatu segmen jalan untuk suatu set kondisi ideal (geometrik,
pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan) yang ditentukan sebelumnya
3.23
kecepatan tempuh (V), km/jam
Kecepatan rata-rata arus lalu lintas
3.24
kelas hambatan samping (KHS)
tabel 4 memuat ketentuan tentang klasifikasi hambatan samping:
3.25
kelas Jarak Pandang (KJP)
jarak pandang adalah jarak maksimum dimana pengemudi (dengan tinggi mata 1,2 m)
mampu melihat kendaraan lain atau suatu benda tetap dengan ketinggian tertentu (1,3 m).
Kelas jarak pandang ditentukan berdasarkan persentase dari segmen jalan yang mempunyai
jarak pandang >300 m. Ketentuan kelas jarak pandang adalah ditunjukkan pada Tabel 3.
3.26
kendaraan (kend.)
unsur lalu lintas yang bergerak menggunakan roda
4 dari 84
3.27
kendaraan berat menengah (KBM)
kendaraan bermotor dengan dua as, dengan jarak gandar 3,5-5,0 m (termasuk bis kecil, truk
dua gandar dengan enam roda, sesuai klasifikasi kendaraan Bina Marga)
3.28
kendaraan ringan (KR)
kendaraan bermotor beroda empat, dengan dua gandar berjarak 2,0 - 3,0 m (termasuk
kendaraan penumpang, oplet, mikro bis, pick up dan truk kecil, sesuai sistem klasifikasi Bina
Marga)
3.29
kendaraan tak bermotor (KTB)
Kendaraan bertenaga manusia atau hewan (meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta
dorong sesuai sistem klasifikasi Bina Marga). KTB termasuk kendaraan lambat. Catatan:
Dalam manual ini kend. tak bermotor tidak dianggap sebagai unsur lalu lintas tetapi sebagai
unsur hambatan samping
3.30
kerapatan (density)
jumlah kendaraan dalam suatu arus lalu lintas dalam satu kilometer, Kend./Km
3.31
lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT)
arus (atau Volume) lalu lintas harian rata-rata tahunan (kend./hari), dihitung dari jumlah arus
lalu lintas dalam setahun dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut (365)
3.32
lebar bahu (LB)
lebar bahu (m) di samping jalur jalan, diperuntukkan sebagai ruang untuk kendaraan
berhenti sementara, tidak untuk jalur pejalan kaki, dan dapat digunakan oleh kendaraan
lambat
3.33
lebar bahu efektif (LBE)
lebar bahu (m) adalah lebar bahu yang benar-benar dapat dipakai, setelah dikurangi untuk
penghalang, seperti: pohon, kios samping jalan, dsb.
CATATAN Lihat catatan pada LEBAR JALUR EFEKTIF
Lebar bahu efektif rata-rata dihitung sebagai berikut:
* Jalan tak terbagi = (bahu kiri + kanan) / 2
* Jalan terbagi (per arah) = (bahu dalam + luar)
Bahu hanya digunakan oleh kendaraan dalam kondisi darurat, misalnya menyediakan
keleluasaan bergerak, parkir sementara, berhenti darurat
3.34
lebar lajur (LJ)
lebar (m) jalur jalan yang dilewati lalu lintas, tidak termasuk bahu
5 dari 84
3.35
lebar jalur efektif (LJE)
lebar jalur (m) yang tersedia untuk gerakan lalu lintas, setelah dikurangi akibat parkir
CATATAN Bahu yang diperkeras kadang-kadang dianggap bagian dari lebar jalur efektif.
3.36
median
Bangunan atau ruang jalan yang berfungsi memisahkan arah arus lalu lintas yang ber-
lawanan
3.37
panjang jalan (L)
panjang segmen jalan atau ruas jalan (km)
3.38
pemisahan arah (PA)
pembagian arah arus pada jalan dua arah dinyatakan sebagai persentase dari arus total
pada masing-masing arah sebagai contoh 60:40
3.39
satuan kendaraan ringan (skr)
satuan untuk arus lalu lintas dimana arus berbagai kendaraan yang berbeda telah diubah
menjadi arus kendaraan ringan dengan menggunakan ekr
3.40
segmen Jalan Luar Kota
ciri-ciri segmen Jalan Luar Kota adalah tanpa perkembangan yang menerus pada kedua
sisinya, meskipun terdapat perkembangan permanen tetapi sangat sedikit, seperti rumah
makan, pabrik, atau perkampungan. Kios kecil dan kedai di sisi jalan tidak dianggap
perkembangan yang permanen.
3.41
segmen jalan kota atau semi perkotaan
suatu segmen jalan yang pada satu atau kedua sisinya ada perkembangan yang permanen
dan menerus dan menyeluruh, berupa pengembangan koridor atau lainnya. Jalan, dalam
atau dekat pusat perkotaan yang berpenduduk >100.000jiwa, dan jalan dalam daerah
perkotaan dengan penduduk <100.000jiwa tetapi mempunyai perkembangan samping jalan
yang permanen dan menerus, digolongkan kelompok jalan kota. Indikasi dari daerah
perkotaan atau semi perkotaan adalah arus lalu lintas puncak pagi dan sore umumnya lebih
tinggi dari jam-jam lain, didominasi oleh jenis kendaraan kecil dan sepeda motor dan
persentase truk berat yang kecil, peningkatan arus jam sibuk terlihat cukup signifikan
khususnya perubahan pada arah arus lalu lintas, dan adanya kereb.
3.42
sepeda motor (SM)
6 dari 84
sepeda motor dengan dua atau tiga roda (meliputi sepeda motor dan kendaraan roda tiga
sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
3.43
tipe alinemen jalan
gambaran kemiringan daerah yang dilalui jalan, ditentukan oleh jumlah naik dan turun
(m/km) dan jumlah lengkung horisontal (rad/km) sepanjang alinemen jalan (lihat Tabel 1)
3.44
tipe jalan
konfigurasi jumlah lajur dan arah jalan, terdapat lima tipe jalan untuk Jalan Luar Kota, yaitu:
- 2 lajur 1 arah (2/1)
- 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2TT)
- 4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2TT)
- 4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2T)
- 6 lajur 2 arah terbagi (6/2T)
3.45
tipe medan jalan
penggolongan tipe medan sehubungan dengan topografi daerah yang dilewati jalan,
berdasarkan kemiringan melintang yang tegak lurus pada sumbu segmen jalan (lihat Tabel
2)
Tabel 4. Ketentuan tipe median
3.46
truk besar (TB)
truk tiga gandar dan truk kombinasi dengan jarak gandar (gandar pertama ke kedua)
< 3,5 m (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
3.47
7 dari 84
unsur lalu lintas
benda (kendaraan bermotor dan tidak bermotor) atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu
lintas
3.48
waktu antara (headway / h)
waktu (detik) antara dua kendaraan yang berjalan pada satu arah beriringan
3.49
waktu tempuh (TT)
waktu total (jam, menit, atau detik), yang diperlukan oleh suatu kendaraan untuk melalui
suatu panjang jalan tertentu, termasuk seluruh waktu tundaan dan waktu berhenti
4. Ketentuan
4.1.1 Umum
Pedoman kapasitas ini hanya dapat digunakan untuk tipe jalan dengan karakteristik
geometrik yang sesuai dengan ketetapan dalam pedoman ini. Tipe jalan tersebut sesuai
dengan spesifikasi penyediaan prasarana jalan (Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun
2006 tentang Jalan) dan khususnya Permen PU tentang Persyaratan Teknis Jalan. Pada
MKJI 1997, tipe jalan ini tidak terkait langsung dengan sistem klasifikasi fungsi jalan menurut
Undang-undang nomor 13 tahun 1980 tentang jalan dan Undang-undang nomor 14 tahun
1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Pemerintah yang mengikutinya
yang berlaku saat itu.
Untuk masing-masing tipe jalan yang ditentukan, cara perhitungan dapat digunakan untuk
Analisis operasional, perencanaan, dan perancangan jalan pada alinemen jalan:
-antara dua simpang dan arus lalu lintas dalam segmen tidak terpengaruh oleh
simpang tersebut, dan
- mempunyai bentuk geometrik, arus lalu lintas, dan komposisi lalu lintas yang
seragam (homogen) di seluruh panjang segmen.
Jika karakteristik jalan berubah secara signifikan, maka perubahan tersebut menjadi batas
segmen, sekalipun tidak ada simpang di dekatnya.
8 dari 84
Karakteristik jalan yang penting adalah:
- segmen Jalan Luar Kota secara umum diharapkan jauh lebih panjang dari segmen
jalan perkotaan atau semi perkotaan karena pada umumnya karakteristik geometrik
dan karakteristik lainnya yang tidak terlalu berbeda; dan
- simpang utamanya tidak terlalu berdekatan.
Panjang segmen dapat mencapai puluhan kilometer, yang penting adalah menetapkan batas
segmen dimana terdapat perubahan karakteristik jalan yang signifikan, walaupun segmen
yang dihasilkan jauh lebih pendek.
Segmen harus berubah jika tipe medan berubah, walaupun karakteristik geometrik, arus lalu
lintas, dan hambatan sampingnya tetap sama. Perubahan kecil pada geometrik jalan,
misalnya lebar jalur lalu lintas berbeda sampai dengan 0,5m, tidak merubah segmen,
terutama jika perubahan kecil tersebut hanya terjadi sedikit.
Pedesaan tidak dianggap sebagai daerah perkotaan, kecuali jika jalan melalui pusat desa
yang mempunyai karakteristik samping jalan sesuai dengan jalan perkotaan/semi perkotaan.
Dalam hal demikian, analisis kapasitas untuk jalan perkotaan dan semi perkotaan harus
digunakan.
Jika Jalan Luar Kota bertemu dengan satu atau lebih simpang, terutama jika simpang
bersinyal, baik di daerah perkotaan maupun bukan, maka pengaruh simpang-simpang
tersebut harus diperhitungkan apakah segmen tersebut diakhiri oleh simpang tersebut atau
simpang tersebut dapat diabaikan. Hal ini dapat dikerjakan sebagai berikut:
- Hitung waktu tempuh, dengan menggunakan prosedur Jalan Luar Kota, seolah-olah
tidak ada gangguan dari simpang-simpang. Lakukan analisis seolah-olah tidak ada
simpang (waktu tempuh tak terganggu).
- Untuk setiap simpang utama sepanjang jalan tersebut, hitung tundaan, dengan
menggunakan prosedur yang sesuai (Lihat Bab lain dari manual ini tentang Simpang
bersinyal dan Simpang tak bersinyal).
- Tambahkan tundaan simpang pada waktu tempuh tak terganggu, untuk mendapatkan
waktu tempuh keseluruhan (dan jika diperlukan, konversikan ke kecepatan rata-rata
dengan membagi jarak keseluruhan (km) dengan waktu tempuh keseluruhan (jam).
9 dari 84
4.1.4.1 Geometrik
- Lebar jalur lalu lintas: bertambahnya lebar jalur lalu lintas dapat meningkatkan
kapasitas.
- Bahu: kapasitas dan kecepatan pada arus tertentu sedikit meningkat dengan
bertambahnya lebar bahu. Kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap yang
dekat atau pada tepi jalur lalu lintas.
- Median: median yang baik meningkatkan kapasitas.
- Lengkung vertikal: mempunyai dua pengaruh yaitu 1) makin berbukit suatu jalan
makin lambat kendaraan bergerak khususnya di tanjakan, ini biasanya tidak
diimbangi di turunan, dan 2) puncak bukit mengurangi jarak pandang. Kedua
pengaruh ini mengurangi kapasitas dan kinerja pada arus tertentu.
- Lengkung horisontal: jalan dengan banyak tikungan tajam memaksa kendaraan untuk
bergerak lebih lambat daripada di jalan lurus untuk meyakinkan bahwa ban mampu
mempertahankan gesekan yang aman dengan permukaan jalan.
- Jarak pandang: apabila jarak pandang cukup panjang, pergerakan menyalip akan
lebih mudah dilakukan dan kecepatan serta kapasitas menjadi lebih tinggi. Jarak
pandang sebagian besar tergantung dari lengkung vertikal dan lengkung horisontal,
tetapi juga tergantung pada ada atau tidaknya penghalang pandangan dari adanya
tumbuhan, pagar, bangunan, dan lain-lain.
- Pejalan kaki;
- Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain;
- Kendaraan tak bermotor (misal becak, gerobak sampah/dagangan, kereta kuda); dan
- Kendaraan yang masuk dan keluar dari lahan persil di samping jalan;
10 dari 84
4.1.4.5 Fungsi jalan dan guna lahan
Fungsi jalan dapat mempengaruhi kecepatan arus bebas, karena mencerminkan sifat
perjalanan yang terjadi di jalan. Pengaruh dari fungsi jalan sehubungan dengan karakteristik
perkembangan guna lahan sepanjang jalan, diterangkan pada Langkah B4.
4.2.1 Pendekatan
Pendekatan menjelaskan tentang Tipe perhitungan, Tingkat Analisis, Periode Analisis,
Analisis untuk Jalan terbagi dan tak terbagi.
11 dari 84
2) Analisis kapasitas atau nilai arus maksimum yang dapat disalurkan pada suatu
kualitas arus lalu lintas tertentu yang dipertahankan;
3) Analisis penetapan lebar jalan atau jumlah lajur yang diperlukan untuk menyalurkan
arus lalu lintas tertentu, pada tingkat kinerja yang dapat diterima, sesuai keperluan
perencanaan; dan
4) Perkiraan pengaruh dari suatu perencanaan terhadap kapasitas dan kinerjanya,
misalnya pemasangan median, atau modifikasi lebar bahu.
- Analisis Perancangan:
Sasaran utama perancangan adalah memperkirakan jumlah lajur jalan yang dibutuhkan
untuk menampung suatu perkiraan LHRT. Rincian geometrik serta masukan lainnya
dapat berupa anggapan atau didasarkan pada persyaratan teknis jalan yang berlaku.
Metode yang digunakan dalam analisis operasional dan analisis perencanaan adalah sama,
yang berbeda utamanya adalah dalam rincian masukan dan keluarannya. Metode yang
digunakan dalam analisis perancangan mempunyai latar belakang teoritis yang sama, tetapi
telah sangat disederhanakan karena data masukan terincinya dianggap tidak ada.
Prosedur yang diberikan dalam bab ini juga memungkinkan analisis operasional dikerjakan
pada satu dari dua tipe segmen jalan yang berbeda:
- Segmen alinemen umum: Dalam hal ini segmen digolongkan dalam tipe alinemen
yang menggambarkan kondisi umum lengkung horisontal dan vertikal dari segmen:
datar, bukit atau gunung.
- Segmen Kelandaian khusus: Adalah bagian jalan yang curam dan menerus, dapat
menjadi bagian jalan yang “memperkecil” kapasitas dalam kedua arah, mendaki dan
menurun. Bagian jalan ini dapat tidak diperhitungkan kinerjanya secara penuh apabila
bagian yang curam digolongkan ke dalam tipe alinemen umum. Oleh karena itu,
analisis operasional pada bagian jalan dengan kelandaian khusus dilakukan terpisah.
Prosedur kelandaian khusus pada dasarnya hanya berlaku untuk jalan 2/2TT karena
tipe jalan yang mengalami masalah terburuk pada kasus kelandaian. Prosedur
menganalisis pengaruh kelandaian jalan sebagai dasar tindakan perbaikan, seperti
pelebaran jalur atau penyediaan suatu lajur pendakian.
Untuk perancangan, di mana arus biasanya diberikan hanya dalam LHRT, telah disiapkan
tabel untuk mengubah arus secara langsung dari LHRT menjadi ukuran kinerja dan
sebaliknya, untuk kondisi tertentu.
12 dari 84
4.2.1.4 Analisis untuk jalan terbagi dan tak terbagi
Untuk jalan tak terbagi, seluruh analisis (selain analisis untuk kelandaian khusus) didasarkan
atas arus total dua arah, menggunakan satu set formulir analisis. Untuk jalan terbagi, analisis
didasarkan pada arus untuk masing-masing arah.
- Kendaraan ringan (KR), meliputi mobil penumpang, minibus, truk pik-up dan jeep;
- Kendaraan berat menengah (KBM), meliputi truk dua gandar dan bus kecil;
- Bus besar (BB);
- Truk besar (TB), meliputi truk tiga gandar atau lebih, truk tempelan, dan truk
gandengan; dan
- Sepeda motor
Kendaraan tak bermotor dianggap hambatan samping, dan dimasukkan ke dalam faktor
penyesuaian hambatan samping.
Ekr untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan, tipe alinemen dan arus
lalu lintas total yang dinyatakan dalam kendaraan/jam. Ekr sepeda motor ada juga dalam
masalah jalan 2/2TT, tergantung pada lebar efektif jalur lalu lintas. Semua ekr kendaraan
yang berbeda pada alinemen datar, bukit, dan gunung disajikan dalam tabel pada Bagian 3,
Langkah A-3.
Kecepatan arus bebas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan, dimana hubungan
antara kecepatan arus bebas dengan kondisi geometrik dan lingkungan tertentu telah
ditetapkan dengan cara regresi. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan telah dipilih
sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan pada saat arus ~ 0. Kecepatan arus bebas
kendaraan berat menengah, bus besar, truk besar dan sepeda motor juga diberikan sebagai
rujukan (untuk definisi lihat Bagian 1.3). Kecepatan arus bebas mobil penumpang biasanya
adalah 10-15% lebih tinggi dari tipe kendaraan ringan lain.
( ) ……………………………………………………..1)
keterangan:
13 dari 84
VB adalah kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan
(km/jam)
VBD adalah arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan dan alinemen yang
diamati (lihat Bagian 2.4 di bawah, km/jam)
VB,W adalah penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam)
FVB,HS adalah faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar bahu
FVB,KFJ adalah faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna lahan
Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan. Karena kurangnya lokasi
yang arusnya mendekati kapasitas segmen jalan sendiri (sebagaimana ternyata dari
kapasitas simpang sepanjang jalan), kapasitas juga telah diperkirakan secara teoritis dengan
menganggap suatu hubungan matematik antara kerapatan, kecepatan, dan arus (lihat
Bagian 2.3.1). Persamaan umum untuk menentukan kapasitas adalah:
.......................................................................................2)
keterangan:
C adalah kapasitas (skr/jam)
C0 adalah kapasitas dasar (skr/jam)
FCW adalah faktor penyesuaian lebar jalan
FCPA adalah faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
FCHS adalah faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan
...................................................................................................................................3)
Derajat kejenuhan dinyatakan tanpa satuan, dihitung dengan menggunakan arus dan
kapasitas yang masing-masing dinyatakan dalam skr/jam. Derajat kejenuhan digunakan
untuk analisis kinerja lalu lintas berupa kecepatan, sebagaimana dijelaskan dalam prosedur
perhitungan Bagian 3 Langkah D-2, dan untuk perhitungan Derajat Iringan (lihat Bagian
2.2.6.).
14 dari 84
4.2.2.5 Kecepatan tempuh (V)
Ukuran utama kinerja segmen jalan adalah kecepatan tempuh, karena mudah dipahami dan
diukur, dan merupakan masukan yang penting bagi biaya pemakai jalan dalam analisis
ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang (space mean
speed) dari kendaraan ringan sepanjang segmen jalan:
....................................................................................................................................4)
keterangan:
V adalah kecepatan ruang rata-rata kendaraan ringan (km/jam)
L adalah panjang segmen (km)
TT adalah waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan (jam)
Peleton didefinisikan sebagai gerakan dari kendaraan yang beriringan dengan waktu antara
(gandar depan ke gandar depan dari kendaraan yang di depannya) dari setiap kendaraan,
kecuali kendaraan pertama pada peleton, sebesar < 5 detik. Kendaraan tak bermotor tidak
dianggap sebagai bagian peleton. Derajat iringan adalah fungsi dari Derajat kejenuhan
seperti dijelaskan dalam prosedur perhitungan, Bagian 3 Langkah D-3.
( ) ( )
[ ( ) ] .................................................................................................5)
( ) ( )
[( )
] ....................................................................................................................6)
keterangan:
VB adalah kecepatan arus bebas (km/jam)
K adalah kerapatan (skr/jam), dihitung sebagai
Kj adalah kerapatan pada saat jalan macet total
K0 adalah kerapatan pada saat kapasitas
L, m adalah konstanta
Untuk jalan 2/2TT, hubungan kecepatan-kerapatan seringkali mendekati linier dan dapat
digambarkan dengan model linier yang sederhana.
Data dari survei lapangan telah dianalisis untuk mendapatkan hubungan khas antara
kecepatan vs kerapatan pada segmen jalan tak terbagi dan jalan terbagi dengan
menggunakan model ini. Kerapatan pada sumbu horisontal telah diganti dengan derajat
kejenuhan, dan sejumlah lengkung telah digambar untuk mewakili beberapa kecepatan arus
bebas agar hubungan tersebut dapat digunakan sebagaimana ditunjukan pada Bagian 3,
Langkah D di bawah.
16 dari 84
Gambar 1. Hubungan kecepatan kerapatan untuk jalan 4/2T
17 dari 84
Gambar 3. Hubungan kecepatan kerapatan untuk jalan 2/2TT
18 dari 84
Gambar 5. Hubungan antara derajat kejenuhan dan derajat iringan; (hanya) untuk jalan
2/2TT
Khusus untuk tipe jalan 2/2TT, pedoman menyajikan hubungan kecepatan arus bebas
sebagai fungsi dari alinemen vertikal yang dinyatakan dalam bentuk naik+turun (m/km) dan
alinemen horisontal yang dinyatakan sebagai lengkung (rad/km).
Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah tak terbagi dengan marka lajur untuk empat lajur
dan lebar total jalur lalu lintas tak terbagi antara 12 sampai dengan 15 meter.
Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah dengan dua jalur lalu lintas yang dipisahkan oleh
median. Setiap jalur lalu lintas mempunyai dua lajur bermarka dengan lebar antara 3,00 -
3,75 m.
20 dari 84
(Bahu tidak diperkeras tidak sesuai untuk lintasan
kendaraan bermotor)
Median Ada
Pemisahan arus lalu lintas per arah 50%-50%
Tipe alinemen jalan Datar
Guna lahan Tidak ada pengembangan samping jalan
Kelas hambatan samping Rendah
Kelas fungsi jalan Jalan arteri
Kelas jarak pandang A
Jalan 6/2T dengan karakteristik umum yang sama sebagaimana diuraikan untuk tipe jalan
4/2T, dapat dianalisis dengan menggunakan pedoman ini.
4.2.5.1 Tujuan
Tujuan bagian ini adalah untuk membantu para pengguna pedoman dalam memilih
penyelesaian masalah-masalah umum dalam perancangan, perencanaan, dan
pengoperasian jalan dengan menyediakan tipe dan denah standar Jalan Luar Kota pada
alinemen datar, bukit, dan gunung serta penerapannya pada berbagai kondisi arus.
Disarankan, untuk perencanaan jalan baru, sebaiknya digunakan analisis biaya siklus hidup
perencanaan yang paling ekonomis pada arus lalu lintas tahun dasar, lihat bagian 2.5.3b.
Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar pemilihan asumsi awal tentang perencanaan
dan perancangan yang akan diterapkan jika menggunakan metode perhitungan untuk ruas
Jalan Luar Kota seperti diterangkan pada Bagian 3 dari Bab ini.
Untuk analisis operasional dan peningkatan jalan yang sudah ada, saran diberikan dalam
bentuk kinerja lalu lintas sebagai fungsi arus pada keadaan standar, lihat Bagian 2.5.3c.
Rencana dan bentuk pengaturan lalu lintas harus dengan tujuan memastikan derajat
kejenuhan tidak melebihi nilai yang dapat diterima (biasanya 0,75). Saran-saran mengenai
masalah berikut ini, berkaitan dengan rencana detail dan pengaturan lalu lintas:
- Dampak perubahan rencana geometrik dan pengaturan lalu lintas terhadap kesela-
matan lalu lintas dan asap polusi kendaraan;
- Rencana detail yang berkaitan dengan kapasitas dan keselamatan; dan
- Perlu tidaknya lajur pendakian pada kelandaian khusus.
a) Umum
Dokumen standar jalan Indonesia yang dirujuk di atas menetapkan tipe jalan dan
penampang melintang untuk jalan baru yang tergantung pada faktor-faktor berikut:
Untuk setiap kelas, jalur lalu lintas standar, lebar bahu dan parameter alinemen jalan
dispesifikasikan dalam rentang tertentu. Manual ini memperhatikan tipe jalan, rencana
geometrik dan tipe alinemen, tetapi tidak memberi nama secara jelas tipe jalan yang berbeda
dengan kode kelas jalan seperti terlihat di atas.
Tipe jalan dan penampang melintang tertentu dapat dipilih untuk analisis berdasarkan satu
atau beberapa alasan berikut:
22 dari 84
1. Untuk menyesuaikan dengan dokumen standar jalan yang sudah ada dan/atau praktek
rekayasa setempat.
2. Untuk memperoleh penyelesaian yang paling ekonomis.
3. Untuk memperoleh kinerja lalu lintas tertentu.
4. Untuk memperoleh angka kecelakaan yang rendah.
b) Pertimbangan ekonomi
Tipe jalan yang paling ekonomis (bagi jalan umum atau jalan bebas hambatan) ditetapkan
berdasarkan analisis biaya siklus hidup (BSH) ditunjukkan pada Bab 1 Bagian 5.2.1.c.
Ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk rencana yang paling ekonomis Jalan Luar Kota
yang baru diberikan pada Tabel 7 di bawah sebagai fungsi dari tipe alinemen dan kelas
hambatan samping untuk dua hal yang berbeda:
Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun ke 1) yang didapatkan, menentukan penampang
melintang dengan biaya siklus hidup total terendah untuk pembuatan jalan baru atau
pelebaran (peningkatan jalan) seperti terlihat pada Tabel 8 di bawah ini untuk berbagai tipe
alinemen.
Tabel 7. Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun 1) untuk memilih tipe jalan untuk
pembuatan jalan baru
Kondisi Rentang ambang arus lalu lintas dalam kend./jam tahun ke-1 (jam puncak)
Tujuan perencanaan dan analisis operasional untuk peningkatan ruas Jalan Luar Kota,
umumnya berupa perbaikan-perbaikan kecil terhadap geometrik jalan untuk memperta-
hankan kinerja lalu lintas yang diinginkan. Gambar 6 sampai dengan Gambar 8
menggambarkan hubungan antara kecepatan kendaraan ringan rata-rata (km/jam) dan arus
lalu lintas total (kedua arah) Jalan Luar Kota pada alinemen datar, bukit, dan gunung dengan
hambatan samping rendah atau tinggi. Hal tersebut menunjukkan rentang kinerja lalu lintas
masing-masing tipe jalan, dan dapat digunakan sebagai sasaran perancangan atau alternatif
anggapan, misalnya dalam analisis perencanaan dan operasional untuk meningkatkan ruas
jalan yang sudah ada. Dalam hal ini, perlu diperhatikan untuk tidak melampaui derajat
kejenuhan 0,75 pada jam puncak tahun rencana. Lihat juga Bagian 4.2 tentang analisis
kinerja lalu lintas untuk tujuan perancangan.
24 dari 84
Gambar 6. Kinerja pada Jalan Luar Kota pada alinemen datar
25 dari 84
Gambar 7. Kinerja lalu lintas pada Jalan Luar Kota, alinemen bukit
26 dari 84
Gambar 8. Kinerja lalu lintas pada Jalan Luar Kota, pada alinemen gunung
Tingkat kecelakaan lalu lintas untuk Jalan Luar Kota telah diestimasi dari data statistik
kecelakaan di Indonesia seperti telah diterangkan pada Bab I (Pendahuluan). Pengaruh
umum dari rencana geometrik terhadap tingkat kecelakaan dijelaskan sebagai berikut:
27 dari 84
- Pelebaran lajur akan mengurangi tingkat kecelakaan antara 2-15% per meter
pelebaran (nilai yang besar mengacu ke jalan kecil/sempit).
- Pelebaran atau peningkatan kondisi permukaan bahu meningkatan keselamatan lalu
lintas, meskipun mempunyai tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan
pelebaran lajur lalu lintas.
- Lajur pendakian pada kelandaian curam mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 25-
30%.
- Lajur menyalip (lajur tambahan untuk menyalip pada daerah datar) mengurangi
tingkat kecelakaan sebesar 15-20 %.
- Meluruskan tikungan yang tajam setempat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar
25-60 %.
- Median (pemisah tengah) yang berfungsi memisahkan lalu lintas dua arah, dapat
mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 30 %.
- Median penghalang atau median sempit (digunakan jika terdapat keterbatasan ruang
untuk membuat pemisah tengah yang lebar) mengurangi kecelakaan fatal dan luka
berat sebesar 10-30%, tetapi menambah kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan
material.
Batas kecepatan, jika dilaksanakan dengan baik, dapat mengurangi tingkat kecelakaan
sebesar faktor ( )
e) Pertimbangan lingkungan
Emisi gas buang kendaraan dan kebisingan berhubungan erat dengan arus lalu lintas dan
kecepatan. Pada arus lalu lintas yang tetap, emisi ini berkurang dengan berkurangnya
kecepatan, sepanjang jalan tersebut tidak macet. Saat arus lalu lintas mendekati kapasitas
(derajat kejenuhan >0,8), kondisi arus tersendat "stop dan jalan" yang disebabkan oleh
kemacetan menyebabkan bertambahnya emisi gas buang dan juga kebisingan jika
dibandingkan dengan kinerja lalu lintas yang stabil.
Alinemen jalan yang tidak baik, seperti tikungan tajam dan kelandaian curam, menambah
emisi gas buangan dan kebisingan.
28 dari 84
- Bahu jalan tidak dipakai oleh pejalan kaki atau kendaraan fisik yang dapat
menghalangi kelancaran arus lalu lintas, sebaiknya difasilitasi diluar bahu jalan untuk
kepentingan keselamatan.
- Persimpangan dengan jalan kecil (minor) dan jalan masuk/keluar ke sisi jalan harus
dibuat tegak lurus terhadap jalan utama, dan hindari terletak pada lokasi dengan
jarak pandang yang terbatas, misalnya di tikungan.
Tabel 10. Ambang arus lalu lintas (tahun ke 1, jam puncak) untuk jalur pendakian pada
kelandaian khusus (umur rencana 23 tahun)
Ambang arus lalu lintas (kend./jam) tahun 1, jam puncak
Panjang
Kelandaian
3% 5% 7%
0,5 km 500 400 300
> 1 km 325 300 300
29 dari 84
Formulir-formulir berikut digunakan untuk perhitungan.
F1-JLK: Data:
- Kondisi umum
- Geometrik jalan
Perhatikan bahwa Langkah B, C dan D (lihat Gambar 9) pada jalan terbagi dikerjakan
terpisah untuk masing-masing arah.
30 dari 84
Gambar 9. Ringkasan prosedur perhitungan untuk analisis operasional dan
perencanaan
31 dari 84
5. Prosedur perhitungan untuk analisis operasional dan perencanaan
Sasaran dari analisis operasional untuk suatu segmen jalan, dengan kondisi geometrik, lalu
lintas, dan lingkungan yang ada saat ini atau yang akan datang/dituju, dapat berupa satu
atau keseluruhan dari:
- penentuan kapasitas;
- penentuan derajat kejenuhan lalu lintas saat ini atau yang akan datang;
- penentuan kecepatan yang berlaku di jalan tersebut (hanya untuk jalan 2/2TT); dan
- penentuan derajat iringan yang akan berlaku di jalan tersebut.
Sasaran utama dari analisis perencanaan adalah untuk menentukan lebar jalan yang diperlu-
kan untuk mempertahankan kinerja lalu lintas yang dikehendaki. Ini berarti lebar jalur lalu
lintas atau jumlah lajur, tetapi dapat juga untuk memperkirakan pengaruh dari perubahan
perencanaan, seperti rencana membuat median atau meningkatkan bahu jalan. Prosedur
perhitungan yang digunakan untuk analisis operasional dan untuk perencanaan adalah
sama, dan mengikuti prinsip yang dijelaskan pada Bagian 5.2.
Bab ini memuat instruksi langkah demi langkah yang dikerjakan untuk analisis operasional
atau perencanaan, dengan menggunakan Formulir F1-JLK, F2-JLK, F3-JLK, dan F3-JLK-KK.
Formulir kosong untuk difotokopi diberikan dalam Lampiran.
a) Penentuan segmen
Bagilah jalan dalam segmen-segmen. Segmen jalan didefinisikan sebagai suatu panjang
jalan yang mempunyai karakteristik yang serupa pada seluruh panjangnya. Titik dimana
karakteristik jalan berubah secara berarti menjadi batas segmen. Setiap segmen dianalisis
secara terpisah. Jika beberapa alternatif (keadaan) geometrik sedang diteliti untuk suatu
segmen, masing-masing diberi kode khusus dan dicatat dalam formulir data masukan yang
terpisah (F1-JLK dan F2-JLK). Formulir analisis yang terpisah (F3-JLK dan jika perlu F3-JLK-
KK) juga digunakan untuk masing-masing keadaan. Jika periode waktu terpisah harus
dianalisis, maka nomor terpisah harus diberikan untuk masing-masing keadaan, dan harus
digunakan formulir data masukan dan analisis yang terpisah.
Segmen jalan yang sedang dipelajari harus tidak terpengaruh oleh simpang utama atau
simpang susun yang mungkin mempengaruhi kapasitas dan kinerjanya.
Segmen dapat dibedakan dalam alinemen biasa (keadaan biasa) dan 'kelandaian khusus',
lihat b) di bawah.
b) Kelandaian khusus
Pada tahap ini harus ditentukan apakah ada bagian jalan yang merupakan kelandaian
khusus yang memerlukan analisis operasional terpisah. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat
satu atau lebih kelandaian menerus sepanjang jalan yang menyebabkan masalah kapasitas
atau kinerja yang berat dan di mana perbaikan untuk mengurangi masalah ini sedang
dipertimbangkan (misalnya pelebaran atau penambahan lajur pendakian). Masing-masing
32 dari 84
kelandaian dapat dijadikan segmen terpisah dan masing-masing dianalisis sendiri dengan
prosedur untuk 'analisis kelandaian khusus'. Segmen adalah dari bagian bawah kelandaian
sampai pundaknya. Umumnya, kelandaian khusus tidak kurang dari 400m tetapi tidak
mempunyai batasan panjangnya. Bagaimanapun, segmen kelandaian khusus harus
merupakan tanjakan menerus (turunan pada arah yang berlawanan) yaitu tanpa bagian
datar atau menurun, dan harus mempunyai kelandaian paling sedikit rata-rata 3 persen
untuk seluruh segmen: kelandaian tidak perlu konstan sepanjang seluruh segmennya.
Kelandaian pendek (sampai sekitar 1 km panjang) biasanya hanya akan dianalisis terpisah
jika sangat curam, sedangkan kelandaian yang lebih panjang mungkin memerlukan analisis
terpisah sekalipun kurang curam, karena efek pengurangan kecepatan yang terus menerus,
khususnya pada kendaraan berat.
Meskipun suatu kelandaian curam menyebabkan masalah kapasitas dan kinerja yang
penting, tidaklah digolongkan 'kelandaian khusus' jika satu atau seluruh dari kondisi berikut
berlaku:
- hanya diperlukan analisis perancangan, bukan analisis operasional;
- jika tidak ada niat untuk mempertimbangkan penyesuaian rencana geometrik untuk
mengurangi pengaruh kelandaian;
- jika lengkung horisontal cukup besar untuk menyebabkannya, pada pendapat ahli
menjadi penentu utama tunggal dari kapasitas dan kinerja, bukan kelandaiain.
Dalam hal-hal tersebut di atas segmen tidak dianggap sebagai segmen 'kelandaian khusus'
terpisah dan kelandaian dimasukkan pada analisis umum segmen yang lebih panjang di
mana segmen tersebut merupakan bagiannya, dengan karakteristik kelandaian ditentukan
dari tipe alinemennya.
33 dari 84
5.1.2 Langkah A-2: Kondisi geometrik
Kelas
% segmen dengan jarak pandang
Jarak pandang
minimum 300 m
A > 70%
B
C 30 - 70%
< 30%
Catatan: Jarak pandang berhubungan dengan jarak pandang menyalip yang diukur dari
tinggi mata pengemudi (1,2m) ke tinggi kendaraan penumpang yang datang (1,3m).
c) Alinemen vertikal
Buatlah sketsa penampang vertikal jalan dengan skala memanjang yang sama dengan
alinemen horisontal di atasnya. Tunjukkan kelandaian dalam % jika tersedia. Masukkan
informasi tentang naik+turun total dari segmen (m/km) jika tersedia. Jika segmen
merupakan kelandaian khusus, isikan keterangan tentang kelandaian rata-rata dan panjang
kelandaian.
34 dari 84
d) Tipe alinemen
Tentukan tipe alinemen umum dari Tabel 12 dengan menggunakan informasi tercatat untuk
lengkung horisontal (rad/km) dan naik serta turun vertikal (m/km), dan masukkan hasilnya
dengan melingkari tipe alinemen yang sesuai (datar, bukit, atau gunung) pada formulir.
Jika lengkung horisontal dan nilai naik + turun dari ruas yang diteliti tidak sesuai dengan
penggolongan alinemen umum pada Tabel 12, maka tidak ada tipe alinemen umum yang
dipilih (Tabel 19 akan dipergunakan untuk menentukan kecepatan arus bebas). Jika data
alinemen tidak ada, gunakan penggolongan tipe medan (Bina Marga) atau pengamatan
visual untuk memilih tipe alinemen umum.
Gambar 10. Gambaran istilah geometrik yang digunakan untuk jalan terbagi
Isikan lebar efektif rata-rata lajur lalu lintas untuk sisi A dan sisi B pada tempat yang tersedia
dalam Tabel di bawah sketsa. Isikan juga lebar bahu efektif W S = lebar rata-rata bahu untuk
jalan dua lajur tak terbagi, W S = jumlah bahu luar dan dalam per arah untuk jalan terbagi dan
WS = jumlah lebar dan bahu kedua sisi untuk jalan satu arah seperti di bawah:
Jalan tak terbagi: WS = (W SA + W SB)/2
Jalan terbagi: Arah 1: WS1 = W SAO + W SAI; Arah 2: WSBO + W SBI
Jalan satu arah: WS = W SA + W SB
35 dari 84
f) Kondisi permukaan jalan
Bahu jalan: Bagian dalam (median) dan luar (sisi jalan) jika jalan terbagi
- Jenis perkerasan
- Beda tinggi rata-rata (perbedaan antara permukaan) antara jalur lalu lintas dan bahu
- Penggunaan bahu digolongkan dalam: dapat digunakan lalu lintas, parkir, atau untuk
berhenti darurat saja.
Petunjuk berikut digunakan untuk penggolongan di bawah:
Lalu lintas: Lebar bahu ≥ 2m dan mempunyai mutu perkerasan yang sama seperti
jalur lalu lintasnya dan tanpa beda tinggi permukaan.
Parkir: Bahu dengan mutu perkerasan lebih rendah atau perkerasan kerikil
dengan lebar ≥ 1,5m dan sedikit beda tinggi permukaan.
Darurat: Bahu dengan permukaan buruk, dan/atau dengan beda tinggi yang
besar terhadap jalur lalu lintas sehingga tidak nyaman untuk masuk. (>
10cm).
Jika bahu mempunyai jenis perkerasan dan pondasi yang sama dengan jalur lalu lintas, dan
tanpa beda tinggi terhadap jalur lalu lintas (lihat pada Kondisi permukaan jalan di bawah),
lebar bahu yang diperkeras harus ditambahkan pada lebar jalur lalu lintas jika menghitung
lebar efektif jalur lalu lintas dalam tabel penampang melintang dalam Formulir F1-JLK.
Secera konsekuen lebar yang sama juga harus dikurangkan dari lebar bahu jika perhitungan
lebar bahu efektif dilakukan dalam tabel yang sama.
Analisis ini menganggap bahwa jalur lalu lintas diperkeras dan dalam kondisi sedang sampai
baik. Oleh karena itu manual ini tidak sesuai untuk meramal kecepatan pada jalan dengan
perkerasan yang buruk (IRI >6), atau untuk jalan kerikil.
Isikan keterangan tentang tindakan pengaturan lalu lintas yang diterapkan pada segmen
jalan yang dipelajari seperti:
- Batas kecepatan (km/jam);
- Larangan parkir dan berhenti;
- Pembatasan terhadap jenis kendaraan tertentu;
- Pembatasan kendaraan dengan berat dan/atau beban gandar tertentu;
- Alat pengatur lalu lintas/peraturan lainnya.
36 dari 84
Gunakan formulir F2-JLK untuk mencatat dan mengolah data masukan mengenai arus dan
komposisi lalu lintas. Untuk kelandaian khusus, ikuti langsung butir b).
Ekr
Tipe Arus total
alinemen (kend./-
SM
jam) KBM BB TB
37 dari 84
Lebar jalur lalu lintas(m)
< 6m 6 - 8m > 8m
38 dari 84
Gambar 11. Ekr untuk jalan tak terbagi
39 dari 84
Gambar 12. Ekr untuk jalan terbagi
a.3) Hitung parameter arus lalu lintas yang diperlukan untuk analisis
- Hitung nilai arus lalu lintas per jam rencana QJP dalam smp/jam dengan mengalikan
arus dalam kendaraan/jam pada Kolom 2, 4 ,6, 8, dan 10 dengan ekr yang sesuai
pada Baris 1.1 dan 1.2, dan masukkan hasilnya pada Kolom 3, 5, 7, 9, dan 11; Baris
3-5. Hitung arus total dalam skr/jam dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom 14.
- Hitung pemisahan arah (SP) sebagai arus total (kend./jam) pada Jurusan 1 pada
Kolom 13 dibagi dengan arus total pada Jurusan 1+2 (kend./jam) pada Kolom yang
sama. Masukkan hasilnya ke dalam Kolom 13 Baris 6. SP = QJP,1/ QJP,1+2
- Hitung faktor satuan kendaraan ringan Fskr = Qskr/Qkend dengan pembagian jumlah
pada Kolom 14 baris 5 dengan jumlah pada Kolom 13, Baris 5. Masukkan hasilnya
ke dalam Kolom 14 Baris 7.
b) Arus dan komposisi lalu lintas untuk kelandaian khusus pada jalan 2/2TT
Gunakan formulir F2-JLK seperti diterangkan di bawah. Data arus lalu lintas per kendaraan
per jam harus tersedia.
b.1) Tentukan emp untuk arah mendaki (arah 1) dan masukkan pada Baris 1.1
- Ekr Kendaraan Ringan (KR) selalu 1,0.
- Ekr Bus Besar (BB) adalah 2,5 untuk arus lebih kecil dari 1.000 kend./jam dan 2,0
untuk keadaan lainnya.
- Gunakan Tabel 16 atau Gambar 13 di bawah untuk menentukan ekr Kendaraan
Berat Menengah (KBM) dan Truk Besar (TB). Jika arus lalu lintas dua arah lebih
besar dari 1.000 kend./jam nilai tersebut dikalikan 0,7.
- Ekr untuk Sepeda Motor (SM) adalah 0,7 untuk arus lebih kecil dari 1.000 kend./jam
dan 0,4 untuk keadaan lainnya.
Gambar 13. Ekr KBM dan TB, pada kelandaian khusus mendaki
41 dari 84
Tabel 16. Ekr KBM dan TB pada kelandaian khusus mendaki
ekr
Panjang Gradient (%)
(km)
3 4 5 6 7
KBM TB KBM TB KBM TB KBM TB KBM TB
0,50 2,00 4,00 3,00 5,00 3,80 6,40 4,50 7,30 5,00 8,00
0,75 2,50 4,60 3,30 6,00 4,20 7,50 4,80 8,60 5,30 9,30
1,00 2,80 5,00 3,50 6,20 4,40 7,60 5,00 8,60 5,40 9,30
1,50 2,80 5,00 3,60 6,20 4,40 7,60 5,00 8,50 5,40 9,10
2,00 2,80 5,00 3,60 6,20 4,40 7,50 4,90 8,30 5,20 8,90
3,00 2,80 5,00 3,60 6,20 4,20 7,50 4,60 8,30 5,00 8,90
4,00 2,80 5,00 3,60 6,20 4,20 7,50 4,60 8,30 5,00 8,90
5,00 2,80 5,00 3,60 6,20 4,20 7,50 4,60 8,30 5,00 8,90
b.2) Tentukan ekr untuk arah menurun (arah 2) dan masukkan pada Baris 1.2
Tentukan ekr untuk arah menurun dari Tabel 13 atau Gambar 11 dengan anggapan
sama seperti untuk alinemen datar.
b.3) Masukkan data arus lalu lintas yang telah digolongkan
Masukkan nilai arus lalu lintas (Q kend./jam) untuk setiap tipe kendaraan kedalam
Kolom 2, 4, 6, 8, dan 10, Baris 3 arah 1 mendaki, Baris 4 arah 2 menurun.
b.4) Hitung parameter lalu lintas yang diperlukan untuk analisis
Hitung parameter berikut dengan cara yang sama seperti untuk alinemen umum langkah
a.3):
- Nilai arus lalu lintas dalam skr/jam untuk arah 1 (mendaki) dan untuk arah 2 (menu-
run) dimasukkan pada Kolom 3, 5, 7, 9 dan 11; Baris 3 dan 4. Tambahkan Baris 3
dan 4 untuk mendapatkan arus total pada Arah 1+2 dalam skr/jam, yang dimasukkan
pada Baris 5.
- Pemisahan arah.
Tentukan Kelas Hambatan Samping sebagai berikut dan masukkan hasilnya pada Formulir
F2-JLK dengan melingkari kelas yang sesuai di dalam tabel pada bagian terbawah:
Jika tersedia data rinci tentang hambatan samping, ikuti langkah 1-4 di bawah:
1. Masukkan pengamatan (atau perkiraan jika analisis adalah untuk tahun yang akan
datang) mengenai frekuensi kejadian hambatan samping per jam per 200 m pada
kedua sisi segmen yang dipelajari, ke dalam Kolom (23) Formulir F2-JLK:
- Jumlah pejalan kaki berjalan sepanjang atau menyeberang jalan.
- Jumlah penghentian kendaraan dan gerakan parkir.
- Jumlah kendaraan bermotor yang masuk/keluar dari lahan samping jalan dan jalan
samping.
- Arus kendaraan lambat, yaitu arus total (kend./jam) sepeda, becak, delman, pedati
dan kendaraan lambat lainnya.
42 dari 84
2. Kalikan frekuensi kejadian pada Kolom 23 dengan bobot relatif dari jenis kejadian
tersebut pada Kolom 22 dan masukkan frekuensi berbobot dari kejadian pada Kolom
24.
3. Hitung jumlah kejadian berbobot, termasuk semua jenis kejadian dan masukkan
hasilnya pada baris terbawah Kolom (24).
4. Tentukan kelas hambatan samping dari Tabel 17 berdasarkan hasil dari langkah 3.
Jika data rinci kejadian hambatan samping tidak tersedia, kelas hambatan samping dapat
ditentukan sebagai berikut:
1. Periksa uraian tentang 'kondisi khas' dari tabel A-4:1 dan pilih salah satu yang terbaik
untuk menggambarkan keadaan dari segmen jalan yang dianalisis.
2. Pelajari foto pada Gambar 14 s.d. Gambar 18 yang mewakili kekhasan, kesan
pandangan rata-rata dari masing-masing kelas hambatan samping, dan pilih salah satu
yang paling sesuai dengan kondisi sesungguhnya, kondisi rata-rata lokasi untuk
periode yang dipelajari.
3. Pilih kelas hambatan samping berdasarkan gabungan pertimbangan pada langkah 1)
dan 2) di atas.
43 dari 84
Gambar 14. Hambatan samping sangat rendah
44 dari 84
Gambar 16. Hambatan samping sedang
45 dari 84
Gambar 18. Hambatan samping sangat tinggi
Untuk jalan tak-terbagi, semua analisis (kecuali analisis pada jalan dengan kelandaian
khusus) dilakukan pada kedua arah, menggunakan satu set formulir. Untuk jalan terbagi,
analisis dilakukan pada masing-masing arah dan seolah-olah masing-masing arah adalah
jalan satu arah yang terpisah.
Kecepatan arus bebas kendaraan ringan digunakan sebagai ukuran kinerja. Kecepatan arus
bebas jenis kendaraan lainnya ditunjukkan juga pada Tabel 18, dan dapat digunakan untuk
keperluan lainnya seperti analisis biaya pemakai jalan. Lihat juga langkah B-5 b).
Mulai dengan langkah B-1, apabila segmen yang dipelajari adalah segmen alinemen biasa.
Jika segmen adalah kelandaian khusus, lanjutkan langsung ke langkah B-6.
Gunakan Formulir F3-JLK untuk analisis menentukan kecepatan arus bebas, dengan data
masukan dari Langkah A (Formulir F1-JLK dan F2-JLK).
( ) ....................................................................7)
keterangan:
VB adalah kecepatan arus bebas KR pada kondisi lapangan (km/jam)
VBD adalah kecepatan arus bebas dasar KR (km/jam)
FVB-W adalah penyesuaian kecepatan untuk lebar efektif jalur lalu lintas (km/jam),
penambahan
FVB-HS adalah faktor penyesuaian untuk kondisi hambatan samping, perkalian
FVB-FJ adalah faktor penyesuaian untuk kelas fungsi jalan, perkalian
46 dari 84
5.2.1 Langkah B-1: Kecepatan Arus Bebas Dasar
Tentukan kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan untuk kondisi lapangan dengan
menggunakan Tabel 18. Perhatikan bahwa untuk jalan dua-lajur dua-arah, kecepatan arus
bebas dasar adalah fungsi dari kelas jarak pandang (dari Formulir F1-JLK). Jika kelas jarak
pandang tidak tersedia, anggaplah pada jalan tersebut kelas jarak pandang adalah B.
Masukkan kecepatan arus bebas dasar ke dalam Kolom 2 dari Formulir F3-JLK.
Tabel 18. Kecepatan arus bebas dasar (VBD) untuk Jalan Luar Kota pada alinemen
biasa
Tipe jalan/
Tipe alinemen/ Kecepatan arus bebas dasar (km/jam)
(Kelas jarak pandang) KR KBM BB TB SM
Enam-lajur terbagi
- Datar 64 64
83 67 86
- Bukit 52 58
71 56 68
- Gunung 40 55
62 45 55
Empat-lajur terbagi
- Datar 78 65 62 64
81
- Bukit 68 55 51 58
66
- Gunung 60 44 39 55
53
Empat-lajur tak terbagi
- Datar 74 63 78 60 60
- Bukit 66 54 65 50 56
- Gunung 58 43 52 39 53
Kecepatan arus bebas untuk jalan delapan-lajur dapat dianggap sama seperti jalan enam--
lajur dalam sesuai Tabel 18.
Untuk jalan dua-lajur dua-arah pengaruh alinemen horisontal dan vertikal adalah lebih besar
dari pada terhadap tipe jalan lainnya. Jika tersedia data rinci tentang naik+turun (m/km) dan
lengkung horisontal (rad/km) untuk segmen jalan yang dipelajari, Tabel 19 dapat digunakan
sebagai alternatif dari Tabel 18 untuk mendapatkan kecepatan arus bebas dasar yang
lebih tepat pada kondisi datar (gunakan naik+turun = 5 m/km) dan pada kondisi lapangan.
47 dari 84
Tabel 19. Kecepatan arus bebas dasar (VBD) KR sebagai fungsi dari alinemen dengan
kelandaian khusus, pada tipe jalan 2/2TT
Nilai kecepatan arus bebas sesungguhnya bagi tipe jalan yang lain sebagai fungsi dari
alinemen horisontal dan vertikal dapat didekati dengan mengalikan perbedaan antara
kecepatan arus bebas dasar dan sesungguhnya dari tipe jalan 2/2TT dengan suatu
konstanta (lihat di bawah) dan kemudian mengurangkan hasilnya dari kecepatan arus dasar
tipe jalan tersebut. (Lihat sub-bagian 5.4.2 untuk masalah dasar dari setiap tipe jalan)
Nilai konstanta adalah:
- Konstanta untuk 6/2T = 1,45
- Konstanta untuk 4/2T = 1,3
- Konstanta untuk 4/2TT = 1,2
Contoh:
Hitung VB untuk jalan 4/2TT dengan kondisi fisik naik+turun = 15m/km dan lengkung
horisontal = 1,5rad/km.
Dari Tabel 18, untuk tipe jalan 4/2TT, VBD = 74 km/jam; dan untuk tipe jalan 2/2TT (KJP = A),
VBD = 68 km/jam.
Dari Tabel 19, untuk alinemen 2/2TT, VBD = 62 km/jam.
Faktor penyesuaian untuk tipe jalan 4/2TT, FVB = (68 - 62) x 1,2 = 7,2 km/jam
VB untuk 4/2TT = 74 - 7,2 = 66,8 km/jam.
5.2.2 Langkah B-2: Penyesuaian kecepatan arus bebas akibat lebar jalur lalu lintas
Tentukan faktor penyesuaian akibat lebar lajur lalu lintas dari Tabel 20 berdasarkan lebar
lajur efektif (LLE) yang dicatat pada Formulir F1-JLK dan tipe alinemen. Masukkan faktor
penyesuaian tersebut pada Kolom (3). Hitung jumlah kecepatan arus bebas dasar dan
penyesuaian (VBD + VBW) dan masukkan hasilnya pada Kolom 4.
48 dari 84
Tabel 20. Faktor penyesuaian akibat perbedaan lebar efektif lajur lalu lintas (FVLE)
terhadap kecepatan arus bebas KR pada berbagai tipe alinemen
Untuk jalan dengan lebih dari enam lajur, nilai-nilai pada Tabel 20 untuk jalan 6-lajur terbagi
dapat digunakan.
5.2.3 Langkah B-3: Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat hambatan
samping
Tentukan faktor penyesuaian akibat hambatan samping sebagai fungsi dari lebar bahu
efektif sesuai Tabel 21 berdasar pada lebar bahu efektif dan tingkat hambatan sampingnya
dari Formulir F2-JLK. Masukkan hasilnya kedalam Kolom 5 Formulir F3-JLK.
49 dari 84
Tabel 21. Faktor penyesuaian hambatan samping dan lebar bahu terhadap kecepatan
arus bebas KR (FVB-HS)
Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan dengan enam lajur dapat ditentukan
dengan menggunakan nilai FVBHS untuk tipe jalan 4/2TT dan 4/2T yang diberikan dalam
Tabel 21, dengan modifikasi sebagai berikut:
( ) .................................................................................8)
keterangan:
FVB6-HS adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk tipe jalan enam-lajur
(km/jam) akibat hambatan samping
FVB4-HS adalah penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan empat-lajur (km/jam)
akibat hambatan samping
5.2.4 Langkah B-4: Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat kelas
fungsional jalan (FVB,KFJ)
Tentukan faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan (dan tata guna lahan = pengem-
bangan samping jalan) sesuai Tabel 22, dan masukkan hasilnya ke dalam Formulir F3-JLK
Kolom 6.
50 dari 84
Tabel 22. Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan tata guna lahan (FVB,KFJ)
terhadap kecepatan arus bebas KR
FVB,KFJ
Fungsi
Tipe Jalan Pengembangan samping jalan
Jalan
0% 25% 50% 75% 100%
4/2T Arteri 1,00 0,99 0,98 0,96 0,95
Kolektor 0,99 0,98 0,97 0,95 0,94
Lokal 0,98 0,97 0,96 0,94 0,93
4/2TT Arteri 1,00 0,99 0,97 0,96 0,945
Kolektor 0,97 0,96 0,94 0,93 0,915
Lokal 0,95 0,94 0,92 0,91 0,895
2/2TT Arteri 1,00 0,98 0,97 0,96 0,94
Kolektor 0,94 0,93 0,91 0,90 0,88
Lokal 0,90 0,88 0,87 0,86 0,84
Untuk jalan dengan lebih dari empat lajur (banyak-lajur), FVB,KFJ dapat diambil sama seperti
untuk jalan 4-lajur dalam Tabel 22.
Hitung kecepatan arus bebas KR dengan mengalikan faktor-faktor pada Kolom (4), (5) dan
(6) dari Formulir F3-JLK dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom 7:
( ) .........................................................................9)
keterangan:
VB adalah kecepatan arus bebas KR pada kondisi lapangan (km/m)
VBD adalah kecepatan arus bebas dasar KR (km/jam)
FVBW adalah penyesuaian kecepatan akibat lebar efektif jalur lalu lintas (km/jam)
FVBHS adalah faktor penyesuaian akibat kondisi hambatan samping dan lebar bahu
jalan
FVBFJ adalah faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan tata guna lahan
b) Kecepatan arus bebas tipe kendaraan yang lain
Walaupun tidak digunakan sebagai ukuran kinerja lalu lintas dalam pedoman ini, kecepatan
arus bebas tipe kendaraan lain, dapat ditentukan mengikuti prosedur sebagai berikut:
1. Hitung penyesuaian kecepatan arus bebas kendaraan ringan, (km/jam) yaitu perbe-
daan antara Kolom 2 dan Kolom 7:
.................................................................................................10)
keterangan:
FVB adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas KR, km/jam
VBD adalah kecepatan arus bebas dasar KR, km/jam
VB adalah kecepatan arus bebas KR, km/jam
51 dari 84
2. Hitung kecepatan arus bebas Kendaraan Berat Menengah (KBM) sebagai berikut:
⁄ ..........................................................11)
keterangan:
VBD,KBM adalah kecepatan arus bebas dasar KBM, km/jam (dari Tabel 18)
VBD adalah kecepatan arus bebas dasar KR, km/jam
FVB adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas KR, km/jam
5.2.6 Langkah B-6: Kecepatan arus bebas pada kelandaian khusus, 2/2TT
(Hanya berlaku untuk tipe jalan 2/2TT dengan kelandaian khusus).
Kecepatan arus bebas KR pada kelandaian khusus pada tipe jalan 2/2TT harus dihitung
secara terpisah untuk masing-masing arah (mendaki dan menurun), dan dibandingkan
dengan kecepatan untuk keadaan alinemen datar.
Gunakan Formulir F3-JLK-KK untuk menentukan kecepatan arus bebas pada kelandaian
khusus. Kondisi datar = arah 0; mendaki = arah 1; menurun = arah 2.
1. Masukkan nilai kelandaian rata-rata dan panjang kelandaian (formulir F1-JLK)
2. Tentukan kecepatan arus bebas dasar, VBD, KR untuk kondisi datar sbb:
a) dari Tabel 19, jika data lengkung horisontal (rad/km) tersedia, dengan
menggunakan naik+turun = 5 m/km;
b) dari Tabel 18, jika data lengkung horisontal (rad/km) tidak tersedia, Jika data kelas
jarak pandang (KJP) juga tidak tersedia, anggaplah KJP=B.
Masukkan ke dalam Kolom 2, kecepatan untuk alinemen horisontal pada baris terpisah
untuk arah 0:
3. Tentukan faktor penyesuaian yang diuraikan pada langkah B-2 sampai B-4 di atas, dan
masukkan hasilnya ke dalam Formulir F3-JLK-KK Kolom 3 sampai 6. Hitung kece-
patan arus bebas untuk kondisi datar sesuai Langkah B-5 dan masukkan hasilnya (VB
DATAR) pada Kolom 7, Baris 0.
4. Tentukan kecepatan arus bebas dasar mendaki VBD,NAIK dan dan menurun VBD,TURUN
secara terpisah dari Tabel 23 di bawah. VBD,NAIK dan VBD,TURUN adalah fungsi dari kelan-
daian dan panjang kelandaian dan berdasarkan pada kecepatan pendekat 68 km/jam
untuk kelandaian tersebut. Masukkan hasilnya ke dalam Kolom 2 pada baris untuk arah
1 (mendaki) dan arah 2 (menurun).
Tabel 23. Kecepatan arus bebas dasar mendaki, VBD,NAIK dan kecepatan arus bebas
menurun VBD,TURUN untuk KR pada kelandaian khusus tipe jalan 2/2TT.
52 dari 84
5. Bandingkan kecepatan arus bebas untuk kondisi datar pada Kolom 7 dengan
kecepatan mendaki dasar pada Kolom 2. Tentukan kecepatan mendaki (VB,NAIK)
sebagai berikut:
a) Jika VB_DATAR < VBD_NAIK maka VBD_NAIK = VB,DATAR
Masukkan VB,NAIK pada Kolom 7 Baris 1.
b) Jika VB,DATAR > VBD,NAIK maka hitung kecepatan arus bebas mendaki untuk
kelandaian khusus sebagai berikut dan masukkan hasilnya pada Kolom 7:
( ) ( ) ..............12)
keterangan:
VB,NAIK adalah kecepatan arus bebas mendaki yang disesuaikan, km/jam
VB,DATAR adalah kecepatan arus bebas untuk kondisi datar seperti dihitung di
atas.
Kelandaian adalah kelandaian rata-rata (%) segmen kelandaian khusus.
L adalah panjang segmen kelandaian khusus, km.
6. Bandingkan kecepatan arus bebas sesungguhnya untuk kondisi datar pada Kolom 7
dengan kecepatan menurun dasar pada Kolom 2. Tentukan kecepatan menurun
(VB,TURUN) sebagai berikut:
a) Jika VB,DATAR < VBD,TURUN maka VB,TURUN = VB,DATAR
Masukkan VB,DATAR pada Kolom 7 Baris 2.
b) Jika VB,DATAR > VBD,TURUN maka VB,TURUN = VBD,DATAR
Masukkan FVB,TURUN pada Kolom 7 Baris 2.
...............................................................................................13)
( )
Kecepatan arus bebas truk besar pada jalan 2/2TT dengan kelandaian khusus harus
dihitung dengan prosedur yang sama untuk kendaraan ringan seperti diuraikan di atas.
Mula-mula, tentukan kecepatan arus bebas dasar pada kondisi datar VBD,TB,DATAR bagi
Truk Besar dari Tabel 18 dan masukkan hasilnya dalam kolom 2 baris 0.
Hitung kecepatan arus bebas datar bagi truk besar (VB,TB,DATAR) seperti pada langkah B-
5b. Masukkan hasilnya dalam kolom 7 baris 0.
Untuk menentukan kecepatan arus bebas dasar mendaki ((VBD,TB,NAIK) gunakan tabel B-
6:2 di bawah, bukan Tabel 23, dan untuk hal 5b gunakan rumus berikut untuk
menentukan kecepatan arus bebas mendaki yang disesuaikan, dan masukkan
hasilnya dalam kolom 7:
( ) ( ) ...............14)
53 dari 84
keterangan:
VBD,TB,NAIK adalah kecepatan dasar arus bebas mendaki untuk truk besar (km/jam)
VB,TB,NAIK adalah kecepatan arus bebas mendaki truk besar yang disesuaikan
(km/jam)
VB,TB,DATAR adalah kecepatan arus bebas truk besar untuk kondisi datar seperti
dihitung di atas
Kelandaian adalah kelandaian rata-rata (%) dari kelandaian khusus
L adalah kelandaian khusus (km)
Tabel 24. Kecepatan arus bebas dasar mendaki truk besar VBD,TB,NAIK pada kelandaian
khusu, jalan 2/2TT
Truk Besar, TB
Panjang
Kelandaian tanjakan
(km)
3% 4% 5% 6% 7%
0,5 50,0 45,0 39,5 34,3 29,4
1,0 47,6 40,9 34,6 30,2 26,1
2,0 45,2 38,6 32,5 28,5 24,7
3,0 44,4 37,9 31,8 27,9 24,3
4,0 44,1 37,6 31,5 27,7 24,1
5,0 43,8 37,3 31,3 27,5 23,9
......................................................................................15)
keterangan:
C adalah kapasitas (skr/jam)
C0 adalah kapasitas dasar (skr/jam)
FCW adalah faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas
FCPA adalah faktor penyesuaian akibat pemisahan arah
FCHS adalah faktor penyesuaian akibat hambatan samping
54 dari 84
5.3.1 Langkah C-1: Kapasitas Dasar
Tentukan kapasitas dasar (C0) dari Tabel 25 atau Tabel 26 dan masukkan nilainya ke dalam
Formulir F3-JLK, Kolom (11). (Perhatikan bahwa pengaruh tipe alinemen pada kapasitas
juga dapat dihitung dengan penggunaan emp yang berbeda seperti yang diuraikan pada
langkah A-3).
Kapasitas dasar
Tipe Jalan Tipe alinemen total kedua arah
(smp/jam)
Datar 3100
2/2TT Bukit 3000
Gunung 2900
Kapasitas dasar jalan dengan lebih dari empat lajur (banyak lajur) dapat ditentukan dengan
menggunakan kapasitas per lajur yang diberikan dalam Tabel 25, meskipun lajur yang
bersangkutan tidak dengan lebar yang standar (koreksi akibat lebar dibuat dalam langkah
C-2 di bawah).
5.3.2 Langkah C-2: Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas
Tentukan faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas dari Tabel 27 berdasar pada lebar
efektif jalur atau lajur lalu lintas (LJE) (lihat Formulir F1-JLK) dan masukkan hasilnya ke dalam
Formulir F3-JLK, Kolom (12).
55 dari 84
Tabel 27. Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas (FCLj)
Faktor penyesuaian kapasitas jalan dengan lebih dari enam lajur dapat ditentukan dengan
menggunakan angka-angka per lajur yang diberikan untuk jalan empat-dan enam-lajur
dalam Tabel 27.
Untuk jalan terbagi, faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah tidak dapat
diterapkan dan nilai 1,0 harus dimasukkan ke dalam Kolom 13.
56 dari 84
Tabel 29. Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FCHS)
Faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FCHS)
Tipe jalan Kelas hambatan Lebar bahu efektif LBE, m
samping < 0,5 1,0 1,5 > 2,0
Sangat rendah 0,99 1,00 1,01 1,03
Rendah 0,96 0,97 0,99 1,01
Sedang 0,93 0,95 0,96 0,99
4/2T Tinggi 0,90 0,92 0,95 0,97
Sangat Tinggi 0,88 0,90 0,93 0,96
Sangat rendah 0,97 0,99 1,00 1,02
Rendah 0,93 0,95 0,97 1,00
2/2TT Sedang 0,88 0,91 0,94 0,98
& Tinggi 0,84 0,87 0,91 0,95
4/2TT Sangat Tinggi 0,80 0,83 0,88 0,93
Faktor penyesuaian kapasitas untuk 6-lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai
FCHS untuk jalan empat lajur yang diberikan pada Tabel 29, disesuaikan seperti digambarkan
di bawah:
( ) ....................................................................................16)
keterangan:
FC6,HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan enam lajur
FC4,HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan empat lajur
.....................................................................................17)
keterangan:
C adalah kapasitas (skr/jam)
C0 adalah kapasitas dasar (skr/jam)
FCLi adalah faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas
FCPA adalah faktor penyesuaian akibat pemisahan arah
FCHS adalah faktor penyesuaian akibat hambatan samping
Kapasitas dasar dua-arah (C0) ditentukan dari Tabel 30. Masukkan nilainya kedalam
Formulir F3-JLK-KK, Kolom 11.
57 dari 84
Tabel 30. Kapasitas dasar dua arah pada kelandaian khusus pada jalan 2/2TT
Kapasitas dasar dua arah
Panjang kelandaian, Km % Kelandaian
(skr/jam)
< 0,5 km Semua kelandaian 3.000
≤ 0,8 Km ≤ 4,5% 2900
Keadaan-keadaan lain - 2800
Faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas (FCLJ) adalah sama seperti pada Tabel 30 di
atas untuk jalan dua-lajur tak-terbagi. Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK,
Kolom 12.
Faktor penyesuaian akibat pemisahan arah (FCPA) ditentukan dari Tabel C-6:2 di bawah. Ini
didasarkan pada persentase lalu lintas pada arah mendaki (arah 1, Formulir F2-JLK Kolom
13). Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK, Kolom (13).
Tabel 31. Faktor penyesuaian pemisahan arah pada kelandaian khusus pada jalan dua
lajur (FCPA)
Faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FCHS) adalah sama seperti dalam Tabel 31 di
atas. Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK, Kolom (14).
Tentukan kapasitas kelandaian khusus pada kondisi sesungguhnya dari nilai-nilai dalam
Formulir F3-JLK-KK Kolom (11) - (14) dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom (15).
58 dari 84
5.4.1 Langkah D-1: Derajat Kejenuhan
1. Lihat nilai arus total lalu lintas Q (smp/jam) dari Formulir F2-JLK Kolom 14 Baris 5
untuk jalan tak-terbagi, dan Kolom 14 Baris 3 dan 4 untuk masing-masing arah
perjalanan dari jalan terbagi dan masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK Kolom
21.
2. Dengan menggunakan kapasitas dari Kolom (15) Formulir F3-JLK, hitung rasio
antara Q dan C yaitu derajat kejenuhan (DJ) dan masukkan nilainya ke dalam Kolom
(22),
.................................................................................................18)
59 dari 84
Gambar 19. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan 2/2TT
Gambar 20. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan empat lajur
Tentukan DI (hanya pada tipe jalan 2/2TT) berdasarkan derajat kejenuhan dalam Kolom 22
dengan menggunakan Gambar 21, dan masukkan nilainya ke dalam Kolom 31 Formulir F3-
JLK. DI didefinisikan sebagai rasio antara jumlah kendaraan yang bergerak dalam peleton
60 dari 84
(kend./jam) dan arus total (kend./jam) pada arah yang dipelajari, (Peleton didefinisikan
sebagai arus kendaraan dengan waktu antara, headway (h), < 5detik terhadap kendaraan di
depannya). DI adalah:
∑( )
...................................................................20)
Gambar 21. DI (hanya pada tipe jalan 2/2TT) sebagai fungsi dari DJ
5.4.4 Langkah D-4: Kecepatan dan waktu tempuh pada kelandaian khusus
61 dari 84
3. Hitung perbedaan kecepatan antara kecepatan arus bebas mendaki VB,NAIK dan
kecepatan mendaki pada kapasitas VC,NAIK. Kecepatan arus bebas mendaki telah
dihitung pada langkah B-6 di atas dan telah dimasukkan ke dalam Formulir F3-JLK-
KK Kolom 7, arah 1. Masukkan perbedaan kecepatan (VB,NAIK - VC,NAIK) dalam Kolom
(24) Formulir F3-JLK-KK.
4. Hitung kecepatan mendaki KR menggunakan rumus dibawah ini:
( ) .............................................21)
Masukkan hasilnya dalam kolom 25 Formulir F3-JLK-KK.
5. Waktu tempuh rata-rata dihitung dengan cara yang sama seperti pada Langkah D-2
di atas. Gunakan Kolom (26) dan (27) Formulir F3-JLK-KK.
6. Tentukan kecepatan truk besar pada kondisi lapangan sebagai berikut dan masukkan
hasilnya kedalam Kolom 25, Formulir F3-JLK-KK:
( ) ......................................22)
keterangan:
VTB,NAIK adalah kecepatan truk besar pada kondisi lapangan (km/jam)
VB,TB,NAIK adalah kecepatan arus bebas mendaki truk besar (km/jam)
VC,NAIK adalah kecepatan arus mendaki kendaraan ringan
7. Jika kecepatan keseluruhan untuk kedua arah dikehendaki, maka Gambar 19 dalam
Langkah D-2 dapat digunakan dengan ketelitian yang layak dengan menggunakan
kombinasi kecepatan arus bebas mendaki+menurun seperti dihitung pada Langkah
B-6 bagian 7, dan isikan hasilnya pada Formulir F3-JLK Kolom 20-25.
62 dari 84
8. Tentukan kecepatan mendaki Truk Besar sama seperti pada penentuan nilai kecepatan
bebas dasar mendaki Truk Besar (FVBD,TB,NAIK) untuk situasi tanpa lajur pendakian
(Kolom 2 Baris 1).
Jika VTB,NAIK > VNAIK, maka VTB,NAIK = VNAIK (VNAIK dari Langkah 7 di atas).
9. Jika "kecepatan rata-rata" kedua arah diminta, maka kombinasi Gambar 19 dan
Gambar 20 dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang cukup teliti. Dalam hal ini
gunakan kombinasi kecepatan arus bebas dasar mendaki+menurun yang dihitung
dengan cara yang sama pada Langkah B-6. Gunakan nilai mendaki dan menurun dari
kolom 2 baris 1 dan 2.
Lakukan perhitungan "kecepatan rata-rata" sebagai berikut:
a) Hitung kecepatan maksimum VMAX dari Gambar 20 dengan nilai DJ dari Kolom 22.
b) Hitung kecepatan minimum VMIN dari Gambar 19, tetapi dengan nilai DJ sesuai
untuk situasi tanpa lajur pendakian. Tentukan kapasitas sebagai kapasitas dasar
dari Tabel 30.
Jika DJ > 1, maka gunakan DJ = 1,0.
c) Hitung "kecepatan rata-rata" kedua arah (V) sebagai
( )
.....................................................................................................23)
Pedoman ini, direncanakan terutama untuk memperkirakan kapasitas jalan dan kinerja lalu
lintas akibat kondisi tertentu yang berkenaan dengan rencana geometrik jalan, lalu lintas,
dan lingkungan.
Agar diperoleh kinerja lalu lintas yang dikehendaki berkenaan dengan kapasitas, kecepatan,
dan lingkungan tertentu, yang biasanya tidak dapat diperkirakan sebelumnya, diperlukan
beberapa perbaikan pada kondisi jalan sejauh pengetahuan para ahli, khususnya pada
kondisi geometrik.
Cara tercepat menilai hasil adalah melihat derajat kejenuhan (DJ), dan membandingkannya
dengan pertumbuhan lalu lintas tahunan dan "umur" fungsi jalan yang dikehendaki dari
segmen jalan tersebut. Jika nilai DJ yang didapat terlalu tinggi (> 0,75), perencana mungkin
ingin merubah penampang melintang jalan, dsb., dan memulai perhitungan baru. Hal ini
membutuhkan formulir baru dengan soal baru. Perhatikan bahwa untuk jalan terbagi,
penilaian kinerja lalu lintas harus dikerjakan terlebih dahulu untuk setiap arah, agar dapat
sampai pada penilaian menyeluruh.
63 dari 84
lingkungan harus dibuat. Hubungan antara arus jam puncak atau arus jam perencanaan
(QJP) dengan LHRT harus ditetapkan. Hubungan ini biasanya dinyatakan sebagai faktor k,
sebagai berikut:
..............................................................................................................................24)
Analisis perancangan biasanya dikerjakan untuk kombinasi dua arah, meskipun diperkirakan
jalan tersebut akan mempunyai median. (Tidak ada masalah dengan ini karena anggapan
pemisahan arah 50:50 dapat digunakan untuk perancangan).
64 dari 84
1,50m (dalam 0,25m dan luar 1,25m) per arah pada medan
pegunungan.
Jarak pandang : 75% dari segmen mempunyai jarak pandang ≥ 300m (KJP = A)
Tipe alinemen : Datar, bukit atau gunung (lihat Bagian 1.3)
Lingkungan : Daerah perkampungan dengan pengembangan tata guna lahan di
sisi jalan 50%
Hambatan samping : Sedang (lihat Bagian 1,3)
Komposisi lalu lintas : Kendaraan Ringan (KR) : 57%
Kendaraan Menengah Berat (KMB) : 23%
Bis Besar (BB) : 7%
Truk Besar + Truk Kombinasi (TB) : 4%
Sepeda Motor (SM) : 9%
Faktor-k : k= 0,11 (Arus jam perencanaan, QJP = 0,11 LHRT)
Pemisahan arah : 50/50
65 dari 84
Tabel 32. Kinerja lalu lintas sebagai fungsi dari tipe jalan, tipe alinemen, dan LHRT
66 dari 84
Anggapan kondisi standar (lihat Bagian 4.1)
Pass = (%KRass.empKR+%KMBass.empKMB+%BBass.empBB+%TBass.empTB+%SMass.empSM)/100
3. Hitung arus jam rencana yang telah disesuaikan (QJP adj) dalam kend./jam:
QJP,adj = QLHRT k Pact/Pass (kend./jam)
4. Gunakan nilai terhitung QJP,adj dan bukan QJP ketika menggunakan Tabel 32.
Tidak diperlukan formulir kerja untuk melaksanakan evaluasi yang disebutkan di atas.
Meskipun demikian, jika kondisinya berbeda cukup berarti dari kondisi anggapan yang
diberikan pada Bagian 4.1 di atas, maka harus digunakan nilai-nilai yang sesuai, dan analisis
operasional/perencanaan dilakukan sebagaimana diuraikan dalam Bagian 3. Hal pertama
adalah konversi dari LHRT ke jam puncak, dengan menggunakan faktor k (nilai normal: k =
0,11). Contoh masalah di mana analisis operasional diperlukan adalah:
- jika lalu lintas sangat berbeda dari yang dianggap, misalnya, dalam nilai-k, komposisi
lalu lintas, dan pemisahan arah. Formulir F2-JLK oleh karenanya harus digunakan
untuk menghitung arus jam rencana, dan Formulir F3-JLK digunakan untuk perhitu-
ngan ukuran kinerja (jalan) yang berbeda.
- jika lebar jalur lalu lintas segmen rencana yang dianalisis sangat berbeda dari
anggapan dasar.
- jika alinemen horisontal dan vertikal sangat berbeda dari tipe alinemen yang dianggap.
- jika guna lahan dan hambatan samping berbeda lebih dari satu kelas dari anggapan
yang dibuat.
67 dari 84
Lampiran A (informatif): Contoh-contoh perhitungan kapasitas
68 dari 84
- Truk besar + Truk kombinasi : 59
- Sepeda motor : 159
Pemisahan : 55 – 45
Guna lahan : Daerah pertanian di pedalaman dengan pengembangan guna
lahan di samping jalan 25%
Hambatan samping : Tidak tersedia pencatatan hambatan samping, tetapi tidak
terlihat kegiatan yang dapat menimbulkan hambatan samping.
Pertanyaan 1:
Hitung nilai-nilai berikut pada kondisi lapangan bulan Maret 1994 untuk Soal A:
- Kecepatan arus bebas
- Kapasitas
- Derajat kejenuhan
- Kecepatan
- Derajat iringan
Pertanyaan 2:
Anggap pertumbuhan lalu lintas 7% per tahun yang tersebar merata untuk setiap jenis
kendaraan. Ramalkan parameter-parameter di bawah ini pada tahun 2000 (setelah
enam tahun) dengan anggapan kondisi lainnya tetap.
Pertanyaan 3:
Dengan menggunakan data lalu lintas untuk tahun 2000 (dari pertanyaan 2 di atas),
perkirakan pengaruhnya terhadap kapasitas, derajat kejenuhan dan derajat iringan dari
alternatif tindakan sebagai berikut dengan anggapan kondisi lainnya tetap:
Soal B: 2000 Pelebaran jalur lalu lintas menjadi 10m (2/2TT)
Soal C: 2000 Pelebaran jalur lalu lintas menjadi 14m (4/2TT)
Pada kedua soal, bahu yang baru mempunyai lebar efektif 1,0m pada masing-masing
sisi.
Penyelesaian:
Data dan perhitungan ditunjukkan pada formulir-formulir di bawah:
1. Soal A: 1994:
- Kecepatan arus bebas = 58 km/jam
- Kapasitas = 2.709 skr/jam
- Derajat kejenuhan = 0,81
- Kecepatan = 34 km/jam
- Derajat iringan = 0,86
2. Soal A: 2000
- Lalu lintas pada tahun 2000
69 dari 84
KR = 1.168 (1+0,07)6 = 1.753
6
KMB = 455 (1+0,07) = 683
6
BB = 139 (1+0,07) = 209
TB = 59 (1+0,07)6 = 89
6
SM = 159 (1+0,07) = 239
Jumlah = 2.973 kend./jam
- Fskr = 1.109; Jadi QTahun 2000 = 3.296 skr/jam
- Derajat kejenuhan, DJ = Q/C = 3.296/2.709 = 1,22
- Kecepatan: tidak dapat dihitung pada kondisi dengan derajat kejenuhan yang
melampaui 1,00 (lewat jenuh)
- Derajat iringan: tidak dapat dihitung pada kondisi lewat-jenuh.
Perhatikan bahwa derajat kejenuhan yang dihitung menunjukkan kebutuhan lalu lintas untuk
jam rencana benar-benar melampaui kapasitas. Dalam kenyataannya, hal ini menunjukkan
kondisi macet.
3. Soal B: 2000
- Kecepatan arus bebas = 63 km/jam
- Kapasitas = 3.602 skr/jam
- Fskr = 1,101; Q = 2.973 1,101 = 3.273
- Derajat kejenuhan, DJ = Q/C = 3.273/3.602 = 0,91
- Kecepatan = 33 km/jam
- Derajat iringan = 0,89
4. Soal C: 2000
- Kecepatan arus bebas = 71 km/jam
- Kapasitas = 6.564 skr/jam
- Fskr = 1,197; Q = 2.973 1,197 = 3.560
- Derajat kejenuhan, DJ = Q/C = 3.560/6.564 = 0,54
- Kecepatan =60,5 km/jam
- Derajat iringan hanya berlaku untuk 2/2TT
70 dari 84
71 dari 84
72 dari 84
73 dari 84
74 dari 84
75 dari 84
76 dari 84
77 dari 84
Contoh 2: Analisis perancangan
Kondisi
Fungsi jalan : Arteri
Alinemen : Datar
Lalu lintas : LHRT 2.750 kend./hari pada tahun 1995
Anggapan komposisi lalu lintas
Jenis kendaraan%
- Kendaraan ringan : 53
- Kendaraan berat menengah : 22
- Bus besar : 10
- Truk besar :4
- Sepeda motor : 11
Pemisahan arah : 55 - 50
Pertumbuhan lalu lintas tahunan : 8%
Guna lahan : Daerah pedalaman melalui beberapa kampong kecil dengna aktivitas
samping jalan terbatas
Pertanyaan:
1. Tipe jalan mana yang paling ekonomis untuk kondisi ini? (umur rencana = 23 tahun)
2. Tipe jalan mana yang diperlukan untuk mempertahankan kecepatan rata-rata minimum
50 km/jam selama umur rencana?
3. Pada tahun 1 dan pada akhir tahun ke 23 untuk soal 1 dan 2, berapakah nilai:
- Kecepatan?
- Derajat kejenuhan?
- Derajat iringan?
Penyelesaian:
Penyelesaian pertanyaan 1
Untuk menjawab soal ini, gunakan Tabel 7 untuk konstruksi baru (Panduan rekayasa lalu
lintas).
QJP = LHRT k
= 2.750 0,11 = 303 kend./jam
Sebelum memilih tipe jalan yang diperlukan yang sesuai analisis Biaya Siklus Hidup (BSH),
arus jam rencana harus disesuaikan karena ada perbedaan pertambahan lalu lintas.
(Analisis BSH menggunakan 6,5% pertambahan lalu lintas). Komposisi lalu lintas dalam hal
ini tidak banyak berbeda dengan nilai yang digunakan dalam analisis BSH, sehingga
perbedaan ini dapat diabaikan.
78 dari 84
Berdasarkan Tabel 7, tipe jalan yang diperlukan untuk arus 418 kend./jam adalah 2/2TT
dengan lebar jalur 7,0 m (lebar bahu = 1,5m pada kedua sisi)
Penyelesaian pertanyaan 2
Untuk menjawab soal ini, gunakan Gambar 7.
1995 : QJP = 303 kend./jam
2018 : QJP = 303 (1 + 0.08)23 = 1779 kend./jam
Berdasarkan Tabel 7, tipe jalan alinemen bukit dan hambatan samping rendah, tipe jalan
minimum yang diperlukan adalah 4/2TT dengan lebar lajur 12,0 m.
Penyelesaian pertanyaan 3
Tidak diperlukan formulir untuk menjawab soal ini, gunakan Tabel 32 atau Gambar 7-10
secara langsung. (Komposisi lalu lintas, pemisahan arah dan hambatan samping sama
dengan anggapan dasar untuk tujuan perancangan)
* Soal 1A : 2/2TT 7m - tahun-1
Q = 303 kend./jam : - Kecepatan = 54,6 km/jam
- Derajat kejenuhan = 0,152
- Derajat iringan = 0,372
* Soal 1B : 2/2TT 7m - tahun ke 23:
A = 1779 kend./jam : - Kecepatan = 36,5 km/jam
- Derajat kejenuhan = 0,761
- Derajat iringan = 0,842
* Soal 2A : 4/2TT 12m - tahun ke 1
Karena tidak ada tipe jalan 4/2TT dengan lebar 12m dalam tabel perancangan (Tabel 32),
maka dapat digunakan tipe jalan 4/2TT 14m sebagai pendekatan. Untuk tipe jalan 4/2TT
14m, didapatkan:
Q` = 303 kend./jam : - Kecepatan = 63,36 km/jam
- Derajat kejenuhan = 0,064 (6,4%)
Harus dilakukan penyesuaian untuk mendapatkan nilai-nilai 4/2TT dengan lebar 12m.
Gunakan Tabel 20, untuk menyesuaikan kecepatan dan Tabel 27 untuk menyesuaikan DJ.
79 dari 84
Contoh 3: Analisis Operasional Kelandaian Khusus
Suatu jalan nasional antar-kota dua-lajur pada alinemen gunung mempunyai kelandaian
rata-rata 7%, sepanjang 3km. Karakteristik lain yang perlu adalah:
* Karakteristik jalan: Lebar jalur lalu lintas 6,5m dengan bahu 1m. Perkerasan lentur
dalam kondisi baik. Perkembangan guna lahan samping jalan rata-rata 25%, Jalan
tersebut adalah jalan arteri.
* Karakteristik lalu lintas:
Perhitungan lalu lintas per jenis, Juni 95
Tipe Arus lalu lintas (kend./jam)
kendaraan Mendaki (arah 1) Menurun (arah2) Total
KR 181 269 450
KBM 74 114 188
BB 30 43 73
TB 15 24 39
SM 30 30 60
330 480 810
Pertanyaan:
1. Soal A: 1995
a) Kecepatan mendaki berapakah dapat diharapkan untuk kendaraan ringan (VLV,UH)?
b) Berapakah kapasitas dari kelandaian khusus tersebut?
2. Soal B: 1995
Sebagai tindakan untuk memperbaiki jalan, suatu lajur pendakian tambahan dengan
lebar 3,5m direncanakan untuk ditambahkan. Bahu tetap 1m.
Berapakah kecepatan mendaki kendaraan ringan yang dapat diharapkan sekarang?
Penyelesaian:
Lihat formulir di bawah
1. a) VKR-NAIK = 35,5 km/jam
b) C = 2.707 skr/jam
2. VKR-NAIK = 46 km/jam
80 dari 84
81 dari 84
82 dari 84
83 dari 84
BIBLIOGRAFI
TRB, Highway Capacity Manual, Special Report 209. Third edition updated October 1994.
Transportation Research Board; Washington D.C. USA 1995.
May, A.D. Traffic Flow Fundamentals. Prentice-Hall, Inc; 1990.
Easa, S.M. Generalized Procedure for Estimating
May, A.D. Single- and Two-Regime Traffic-Flow Models. Transportation Research Records
772; Washington D.C. USA 1980.
Hoban, C.J. Evaluating Traffic Capacity and Improvements to Road Geometry. World Bank
Technical Paper Number 74; Washington D.C. USA 1987.
OECD . Traffic Capacity of Major Routes. Road Transport Research; 1983.
Brannolte,U. (editor). Highway Capacity and Level of Service. Proceedings of International
Symposium on Highway Capacity, Karlsruhe; Rotterdam Netherlands 1991.
McShane, W.R. Traffic Engineering. Roess, R.P. Prentice-Hall, Inc; 1990.
Black, J.A., Westerman, H.L., Blinkhorn, L., McKittrick, J. Land Use along Arterial Roads:
Friction and Impact. The University of New South Wales; 1988.
McLean, J.R. Two-Lane Highway Traffic Operations.
Theory and Practice. Gordon and Breach Science Publisher; 1989.
NAASRA. Guide to Traffic Engineering Practice. National Association of Australian State
Road Authorities; 1988.
Directorate General. Standard Specification for Geometric Design of Highways of Interur-
ban Roads. Ministry of Public Works; 1990.
Ministry of Public Works. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 552/KPTS/1991
tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan sebagai Jalan Nasional Indonesia. Jakarta;
1991.
Akcelik, R. Proceeding of the Second International Symposium on Highway Capacity. TRB
Committee A3A10, Sydney August 1994.
HOFF & OVERGAARD a/s and PT Multi Phi Beta. Road User Cost Model, 1992
Bång, K-L., Carlsson, A. Indonesian Highway Capacity Manual Project. Final Technical
Report Phase 2: Interurban Roads. Directorate General of Highways, Jakarta,
Indonesia, August 1994.
Bång, K-L., Lindberg, G., Schandersson, R. Indonesian Highway Capacity Manual Project.
Final Technical Report Phase 3 Part A: Development of Capacity Analysis
Software and Traffic Engineering Guidelines. Directorate General of Highways,
Jakarta, Indonesia, April 1996.
Bång, K-L., Harahap, G., Palgunadi. Development of Speed-flow Relationships for Indo-
nesian Rural Roads using Empirical Data and Simulation. Transportation
Research Record 1484, Transportation Research Board, National Academy
Press, Washington D.C., July 1995.
84 dari 84
Bång, K-L., Harahap, G., Lindberg, G. Development of Life Cycle Cost Based Guide-lines
Replacing the Level of Service Concept in Capacity Analysis. Paper submitted for
presentation at the annual meeting of Transportation Research Board,
Washington D.C., January 1997.
85 dari 84
Kapasitas Jalan Perkotaan
Daftar Isi
i
Gambar 1. Kinerja lalu lintas pada Jalan Perkotaan (catatan: DS=DJ; LV=KR) .................... 10
Gambar 2. Bagan alir analisis kapasitas jalan ...................................................................... 21
Gambar 3. Elemen potongan melintang jalan yang digunakan dalam analisis ..................... 23
ii
Tabel A. 14. Faktor penyesuaian kapasitas akibat KHS pada jalan berkereb dengan jarak
dari kereb ke hambatan samping terdekat sejauh LKP, FCHS ................................................ 32
Tabel A. 15. Faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota, FCUK .................................. 32
Tabel A. 16. Nilai normal komposisi jenis kendaraan dalam arus lalu lintas ......................... 32
iii
Prakata
Pedoman kapasitas Jalan perkotaan ini merupakan bagian dari pedoman kapasitas jalan
Indonesia 2014 (PKJI'14), diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis bagi para
penyelenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi baik di
tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan perencanaan dan evaluasi kapasitas
Jalan perkotaan.
Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis 91-01 Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil
pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus
Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan
dibahas dalam forum rapat teknis yang diselenggarakan pada tanggal ………. di Bandung,
oleh subpantek Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber, pakar, dan lembaga
terkait.
iv
Pendahuluan
Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
(MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa
pertimbangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas
dan transportasi, serta workshop permasalahan MKJI'97 pada tahun 2009 adalah:
1) sejak MKJI’97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi
perlalulintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan,
teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji
dampaknya terhadap kapasitas jalan;
2) khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsi sepeda motor dalam arus lalu lintas
yang signifikan;
3) terdapat indikasi ketidakakuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya;
4) MKJI’97 telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik
dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya.
Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti
dari Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan dalam
Laporan MKJI tahap I, tahun 1993. Hal ini disebabkan terutama oleh:
1) komposisi lalu lintas di Indonesia yang memiliki porsi sepeda motor yang tinggi dan
dewasa ini semakin meningkat,
2) aturan “right of way” di Simpang dan titik-titik konflik yang lain yang tidak jelas sekalipun
Indonesia memiliki regulasi prioritas.
Pedoman ini merupakan pemutakhiran kapasitas jalan dari MKJI'97 tentang Jalan Perkotaan
yang selanjutnya disebut Pedoman Kapasitas Jalan perkotaan sebagai bagian dari Pedoman
Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI’14 keseluruhan melingkupi:
1) Pendahuluan
2) Kapasitas Jalan Antar Kota
3) Kapasitas Jalan perkotaan
4) Kapasitas Jalan Bebas Hambatan
5) Kapasitas Simpang APILL
6) Kapasitas Simpang
7) Kapasitas Jalinan dan Bundaran
8) Perangkat lunak kapasitas jalan
yang akan dikemas dalam publikasi terpisah-pisah sesuai kemajuan pemutakhiran.
Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen mobil penumpang (emp)
atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C0), dan cara penulisan. Nilai ekr
mengecil sebagai akibat dari meningkatnya proporsi sepeda motor dalam arus lalu lintas
yang juga mempengaruhi nilai C0.
v
Excell (dipublikasikan terpisah). Sejauh tipe persoalannya sama dengan contoh,
spreadsheet tersebut dapat digunakan dengan cara mengubah data masukannya.
Pedoman ini dapat dipakai untuk menganalisis Jalan perkotaan untuk desain jalan yang
baru, peningkatan jalan yang sudah lama dioperasikan, dan evaluasi kinerja lalu lintas jalan.
vi
Kapasitas Jalan perkotaan
1 Ruang lingkup
2 Acuan normatif
Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009, Lalu lintas dan angkutan jalan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 2011, Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak, serta Menejemen Kebutuhan Lalu lintas
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011, Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
Untuk tujuan penggunaan dalam Pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan:
3.1
arus lalu lintas (Q)
Jumlah kendaraan bermotor yang melalui suatu titik pada suatu penggal jalan per satuan
waktu yang dinyatakan dalam satuan kend/jam (Qkend), atau skr/jam (Qskr), atau skr/hari
(LHRT).
3.2
arus lalu lintas jam desain (QJP)
arus lalu lintas dalam satuan kend/jam,yang digunakan untuk desain
3.3
derajat kejenuhan (DJ)
rasio antara arus lalu lintas terhadap kapasitas
3.4
ekivalen kendaraan ringan (ekr)
faktor penyeragaman satuan dari beberapa tipe kendaraan dibandingkan terhadap KR se-
hubungan dengan pengaruhnya kepada karakteristik arus campuran (untuk mobil pe-
numpang dan/atau kendaraan ringan yang sama sasisnya memiliki ekr = 1,0)
1 dari 63
3.5
faktor k (k)
faktor pengubah LHRT menjadi arus lalu lintas jam puncak
3.6
faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FCHS)
angka untuk mengoreksi nilai kapasitas dasar sebagai akibat dari kegiatan samping jalan
yang menghambat kelancaran arus lalu lintas
3.7
faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah lalu lintas (FCPA)
angka untuk mengoreksi kapasitas dasar sebagai akibat dari pemisahan arus per arah yang
tidak sama dan hanya berlaku untuk jalan dua arah tak terbagi
3.8
faktor penyesuaian kapasitas akibat perbedaan lebar jalur lalu lintas (FCL)
angka untuk mengoreksi kapasitas dasar sebagai akibat dari perbedaan lebar jalur lalu lintas
dari lebar jalur lalu lintas ideal
3.9
faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCUK)
angka untuk mengoreksi kapasitas dasar sebagai akibat perbedaan ukuran kota dari ukuran
kota yang ideal
3.10
faktor penyesuaian kecepatan akibat hambatan samping (FVHS)
angka untuk mengoreksi kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat dari adanya hambatan
samping
3.11
faktor penyesuaian kecepatan akibat lebar jalur lalu lintas (FVL)
angka untuk mengoreksi kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat dari perbedaaan lebar
jalur jalan yang tidak ideal
3.12
faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota (FVUK)
angka untuk mengoreksi kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat dari ukuran kota yang
tidak ideal
3.13
faktor skr (Fskr)
angka untuk mengubah besaran arus lalu lintas dalam kendaraan campuran dari satuan
kendaraan menjadi skr
3.14
hambatan samping
kegiatan di samping segmen jalan yang berpengaruh terhadap kinerja lalu lintas
3.15
jalur lalu lintas
bagian jalan yang didesain khusus untuk kendaraan bermotor bergerak
3.16
jarak kereb ke penghalang (LKP)
jarak dari kereb ke objek penghalang di trotoar, misalnya pohon atau tiang lampu
2 dari 63
3.17
jumlah lajur
jumlah lajur di lapangan ditentukan dari tanda marka lajur atau diperoleh dari pembagian
lebar jalur lalu lintas oleh lebar lajur jalan.
3.18
kapasitas (C)
arus lalu lintas maksimum dalam satuan ekr/jam yang dapat dipertahankan sepanjang
segmen jalan tertentu dalam kondisi tertentu, yaitu yang melingkupi geometrik, lingkungan,
dan lalu lintas
3.19
kapasitas dasar (C0)
kemampuan suatu segmen jalan menyalurkan kendaraan yang dinyatakan dalam satuan
skr/jam untuk suatu kondisi jalan tertentu mencakup geometrik, pola arus lalu lintas, dan
faktor lingkungan
3.20
kecepatan arus bebas (VB)
Kecepatan suatu kendaraan yang tidak terpengaruh oleh kehadiran kendaraan lain, yaitu
kecepatan dimana pengemudi merasa nyaman untuk bergerak pada kondisi geometrik,
lingkungan dan pengendalian lalu lintas yang ada pada suatu segmen jalan tanpa lalu lintas
lain (km/jam)
3.21
kecepatan arus bebas dasar (VBD)
kecepatan arus bebas suatu segmen jalan untuk suatu kondisi geometrik, pola arus lalu
lintas dan faktor lingkungan tertentu (km/jam)
3.22
kecepatan tempuh (V)
kecepatan rata-rata ruang (space mean speed) kendaraan sepanjang segmen jalan
3.23
kendaraan (kend.)
unsur lalu lintas yang bergerak menggunakan roda
3.24
kendaraan berat (KB)
kendaraan bermotor dengan dua sumbu atau lebih, beroda 6 atau lebih, panjang kendaraan
12,0m atau lebih dengan lebar sampai dengan 2,5m, meliputi Bus besar, truk besar 2 atau 3
sumbu (tandem), truk tempelan, dan truk gandengan (lihat foto tipikal jenis KB dalam
Lampiran E)
3.25
kendaraan ringan (KR)
kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat, panjang kendaraan tidak lebih dari
5,5m dengan lebar sampai dengan 2,1m, meliputi sedan, minibus (termasuk angkot),
mikrobis (termasuk mikrolet, oplet, metromini), pick-up, dan truk kecil lihat foto tipikal jenis
KR dalam Lampiran E)
3.26
kendaraan tak bermotor (KTB)
3 dari 63
kendaraan yang tidak menggunakan motor, bergerak ditarik oleh orang atau hewan,
termasuk sepeda, becak, kereta dorongan, dokar, andong, gerobak (lihat foto tipikal jenis
KTB dalam Lampiran E)
3.27
kereb
batas yang ditinggikan berupa bahan kaku dan keras, biasanya terbuat dari beton atau batu
yang terletak diantara tepi luar badan jalan dan trotoar.
3.28
lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT)
volume lalu lintas harian rata-rata tahunan (kend./hari), dihitung dari jumlah arus lalu lintas
yang dihitung selama satu tahun penuh dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut
3.29
lajur lalu lintas
bagian dari jalur lalu lintas yang digunakan oleh kendaraan untuk bergerak dalam satu
iringan yang searah.
3.30
lebar bahu (LB)
bagian di samping jalur jalan yang didesain sebagai ruang untuk kendaraan yang berhenti
sementara dan dapat digunakan oleh kendaraan lambat, namun bukan untuk pejalan kaki, m
3.31
lebar bahu efektif (LBE)
lebar bahu yang benar-benar dapat dipakai setelah dikurangi penghalang seperti pohon atau
kios samping jalan, m
3.32
lebar jalur (LJ)
lebar jalur jalan yang dilewati arus lalu lintas, tidak termasuk bahu, m
3.33
lebar jalur efektif (LJE)
lebar jalur jalan yang tersedia, untuk gerakan lalu lintas setelah dikurangi akibat parkir atau
penghalang sementara lain, yang menutupi jalur lalu lintas (bahu yang diperkeras kadang-
kadang dianggap bagian dari lebar jalur efektif), m
3.34
median
bangunan yang terletak dalam ruang jalan yang berfungsi memisahkan arah arus lalu lintas
yang berlawanan
3.35
panjang jalan (L)
panjang segmen jalan atau ruas jalan, Km
3.36
pemisahan arah (PA)
Pembagian arah arus pada jalan dua arah yang dinyatakan sebagai persentase dari arus
total pada masing-masing arah, sebagai contoh 60:40
3.37
rasio (R)
4 dari 63
perbandingan antara sub-populasi terhadap populasi total, misalnya RSM menyatakan
sebagai rasio antara jumlah sepeda motor terhadap seluruh jumlah kendaraan dalam arus
lalu lintas
3.38
ruas jalan
sepenggal jalan dengan panjang jalan tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan
sebagai penggalan jalan yang harus dikelola oleh manajer jalan.
3.39
segmen jalan
bagian ruas jalan, yang mempunyai karakteristik lalu lintas dan geometrik yang tidak
berbeda secara signifikan (homogen)
3.40
segmen jalan antar kota
segmen jalan tanpa perkembangan yang menerus pada kedua sisinya, meskipun ada
perkembangan permanen tetapi sangat sedikit, seperti rumah makan, pabrik, atau
perkampungan (kios kecil dan kedai di sisi jalan tidak dianggap sebagai perkembangan yang
permanen)
3.41
segmen jalan perkotaan
segmen jalan yang mempunyai perkembangan permanen dan menerus di sepanjang atau
hampir seluruh segmen jalan, minimal pada satu sisinya, berupa pengembangan koridor,
berada dalam atau dekat pusat perkotaan yang berpenduduk lebih dari 100.000 jiwa, atau
dalam daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 jiwa tetapi mempunyai
perkembangan di sisi jalannya yang permanen dan menerus
3.42
sepeda motor (SM)
kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda (lihat foto tipikal jenis KTB dalam Lampiran
E)
3.43
tingkat pelayanan (QP)
besarnya arus lalu lintas yang dapat dilewatkan oleh segmen tertentu dengan
mempertahankan tingkat kecepatan atau derajat kejenuhan tertentu
3.44
tipe jalan
konfigurasi jumlah lajur dan arah jalan, misal tipe jalan 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2TT)
3.45
trotoar
bagian jalan yang disediakan untuk pejalan kaki, yang biasanya sejajar dengan jalan dan
dipisahkan dari jalur jalan oleh kereb
3.46
ukuran kota (UK)
ukuran kota ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk di dalam kota yang bersangkutan,
yang dinyatakan dalam juta jiwa
3.47
unsur lalu lintas
5 dari 63
benda, baik kendaraan bermotor maupun tidak bermotor, atau pejalan kaki sebagai bagian
dari arus lalu lintas
3.48
waktu tempuh (TT)
Waktu total yang diperlukan oleh suatu kendaraan untuk melalui suatu segmen jalan
tertentu, termasuk seluruh waktu tundaan dan waktu berhenti (jam, menit, atau detik)
4 Ketentuan
4.1.1 Prinsip
Analisis kapasitas tipe jalan tak terbagi (2/2TT) dilakukan untuk kedua arah lalu lintas,
untuk tipe jalan terbagi (4/2T dan 6/2T) analisis kapasitasnya dilakukan per lajur,
masing-masing arah lalu lintas, dan untuk tipe jalan dengan tipe jalan satu arah
pergerakan lalu lintas, analisis kapasitasnya sama dengan pendekatan pada tipe
jalan terbagi, yaitu per lajur untuk satu arah lalu lintas. Untuk tipe jalan yang jumlah
lajurnya lebih dari enam dapat dianalisis menggunakan ketentuan-ketentuan untuk
tipe jalan 4/2T.
2) Suatu segmen jalan perkotaan ditentukan sebagai bagian jalan antara dua Simpang
APILL dan/atau Simpang utama dengan kondisi arus lalu lintas yang relatif sama di
sepanjang segmen dan tidak dipengaruhi oleh kinerja simpang-simpang tersebut
(adanya macet atau antrian), memiliki aktivitas samping jalan yang relatif sama di
sepanjang segmen, serta mempunyai karakteristik geometrik yang hampir sama
sepanjang segmen jalan.
Jika karakteristik jalan pada suatu titik praktis berubah, maka titik tersebut menjadi
batas segmen walaupun tidak ada simpang di dekatnya. Perubahan kecil geometrik
jalan atau hanya sebagian kecil saja tidak merubah batas segmen, misalnya jika
perbedaan lebar jalur lalu lintas yang kurang dari 0,5m.
Jalan penghubung dari jalan Bebas Hambatan di wilayah perkotaan dapat dianalisis
menggunakan pedoman ini.
3) Apabila suatu segmen jalan kinerja lalu lintasnya disebabkan oleh Simpang, Simpang
APILL, dan/atau bagian jalinan (termasuk bundaran), maka pengukuran kinerja lalu
lintasnya berdasarkan kapasitas jaringan jalan, bukan ruas jalan.
6 dari 63
dapat dilakukan perhitungan waktu tempuh segmen jalan atau rute jalan keseluruhan.
Prosedur perhitungan waktu tempuh rute di pusat kota adalah:
a) Hitung waktu tempuh tak terganggu, yaitu waktu tempuh pada segmen jalan
dengan menganggap tidak ada gangguan dari persimpangan atau daerah jalinan.
Analisis seolah-olah dilakukan tidak ada persimpangan dan/atau tidak ada bagian
jalinan;
b) Hitung tundaan untuk setiap simpang atau bagian jalinan pada jaringan jalan;
c) Tambahkan tundaan simpang dan/atau jalinan kepada waktu tempuh tak
terganggu, untuk memperoleh waktu tempuh keseluruhan.
4) Tipe alinemen jalan yang dapat dianalisis menggunakan pedoman ini meliputi
alinemen dengan kondisi sebagai berikut:
5) Karakteristik utama segmen jalan yang mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan
ada lima, yaitu: 1) geometrik jalan, 2) komposisi arus lalu lintas dan pemisah arah, 3)
pengaturan lalu lintas, 4) aktivitas samping jalan, dan 5) perilaku pengemudi. Uraian
untuk masing-masing karakteristik diuraikan sebagai berikut.
a) Geometrik
Geometrik jalan yang mempengaruhi terhadap kapasitas dan kinerja jalan, yaitu
tipe jalan yang menentukan perbedaan pembebanan lalu lintas, lebar jalur lalu
lintas yang dapat mempengaruhi nilai kecepatan arus bebas dan kapasitas, kereb
dan bahu jalan yang berdampak pada hambatan samping di sisi jalan, median
yang mempengaruhi pada arah pergerakan lalu lintas, dan nilai alinemen jalan
tertentu yang dapat menurunkan kecepatan arus bebas, kendati begitu, alinemen
jalan yang terdapat di Jalan Perkotaan dianggap bertopografi datar, maka
pengaruh alinemen jalan ini dapat diabaikan.
6) Terdapat karakteristik lainnya yang mempengaruhi nilai kapasitas ruas jalan, selain
segmen jalan. Karakteristik tersebut yaitu hambatan samping dan ukuran kota.
7 dari 63
Aktivitas di samping jalan sering menimbulkan konflik yang mempengaruhi arus lalu
lintas. Aktivitas tersebut, dalam sudut pandang analisis kapasitas jalan disebut
dengan hambatan samping. Hambatan samping yang dipandang berpengaruh
terhadap kapasitas dan kinerja jalan ada empat, yaitu:
a) Pejalan kaki;
b) Angkutan umum dan kendaraan lain yang berhenti;
c) Kendaraan lambat;
d) Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan.
1) Memenuhi standar jalan Indonesia yang merujuk kepada Peraturan Pekerjaan Umum
nomor 19 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan
Teknis Jalan sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2006
tentang jalan. Untuk jalan baru, ketentuannya tergantung dari fungsi jalan (Arteri,
Kolektor, lokal), dan kelas jalan (I, II, III, dan kelas khusus). Untuk setiap kelas jalan,
lebar jalur lalu lintas, lebar bahu, dan parameter alinemen jalan ditetapkan dengan
rentang tertentu, namun tidak secara eksplisit mengkaitkan tipe jalan dengan fungsi
dan kelas jalan.
2) Paling ekonomis. Ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk desain yang paling
ekonomis dari jalan perkotaan yang baru berdasarkan analisis BSH diberikan pada
Tabel 2. sebagai fungsi dari KHS untuk dua kondisi yang berbeda:
8 dari 63
Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk lebar jalur lalu lintas tertentu dan
BSH terendah ditunjukkan pada Tabel 2, untuk ukuran kota 1juta sampai dengan 3juta
jiwa. Nilai ambang sedikit lebih rendah untuk kota yang lebih kecil, dan sedikit lebih
tinggi untuk kota yang lebih besar.
Tabel 2. Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk pemilihan tipe jalan, ukuran kota 1-
3juta
Konstruksi jalan baru
Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke 1, kend/jam
Tipe Jalan 2/2TT 4/2T 6/2T
Lebar Jalur Lalu lintas, m 7,00 2 x 7,00 2 x 10,50
KHS Rendah 200-300 650-1500 > 2000
KHS Tinggi 200-300 550-1350 > 1600
3) Memiliki kinerja lalu lintas yang optimum. Tujuan umum pada analisis desain dan
analisis operasional jalan eksisting adalah membuat dan memperbaiki geometrik agar
dapat mempertahankan kinerja lalu lintas yang diinginkan. Gambar 1, menunjukkan
hubungan antara kecepatan tempuh rata-rata (km/jam) KR dengan arus lalu lintas total
kedua arah pada berbagai tipe jalan perkotaan dengan KHS rendah dan tinggi.
Hubungan tersebut menunjukkan rentang arus lalu lintas masing-masing tipe jalan, dan
dapat digunakan sebagai sasaran desain atau alternatif anggapan, misalnya dalam
analisis desain dan operasional untuk meningkatkan suatu ruas jalan. Dalam hal ini,
agar derajat kejenuhan pada jam puncak tahun desain tidak melebihi 0,85.
9 dari 63
Gambar 1. Kinerja lalu lintas pada Jalan Perkotaan (catatan: DS=DJ; LV=KR)
10 dari 63
5) Mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Emisi gas buang kendaraan dan
kebisingan berkaitan erat dengan arus lalu lintas dan kecepatan. Pada arus lalu lintas
yang konstan, emisi ini berkurang selaras dengan pengurangan kecepatan selama
jalan tidak mengalami kemacetan. Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas (DJ>0,85)
atau kepadatan arus sudah melampaui kepadatan kapasitas, maka kondisi arus
menjadi tidak stabil, arus sangat sensitif terhadap berhenti dan berjalan, sering macet,
dan akan menaikan emisi gas buang serta kebisingan jika dibandingkan dengan
kondisi lalu lintas yang stabil.
Tabel 4. Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci
No Detail teknis
7) Berdasarkan LHRT yang dihitung dengan metode perhitungan yang benar. Secara
ideal, LHRT didasarkan atas perhitungan lalu lintas menerus selama satu tahun. Jika
diperkirakan, maka cara perkiraan LHRT harus didasarkan atas perhitungan lalu lintas
yang mengacu kepada ketentuan yang berlaku atau yang dapat
dipertanggungjawabkan. Misal perhitungan lalu lintas selama 7hari atau 40jam, perlu
mengacu kepada ketentuan yang berlaku sehingga diperoleh validitas dan akurasi
yang memadai.
8) Berdasarkan nilai qjp yang dihitung menggunakan nilai faktor k yang berlaku.
...............................................................................................1)
Keterangan:
11 dari 63
LHRT adalah volume lalu lintas rata-rata tahunan yang ditetapkan dari survei perhitungan
lalu lintas selama satu tahun penuh dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut,
dinyatakan dalam skr/hari.
k adalah faktor jam rencana, ditetapkan dari kajian fluktuasi arus lalu lintas jam-jaman
selama satu tahun. Nilai k yang dapat digunakan untuk jalan perkotaan berkisar
antara 7% sampai dengan 12%.
LHRT dapat ditaksir menggunakan data survei perhitungan lalu lintas selama beberapa hari
tertentu sesuai dengan pedoman survei perhitungan lalu lintas yang berlaku (DJBM, 1992).
Dalam survei perhitungan lalu lintas, kendaraan diklasifikasikan menjadi beberapa kelas
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti klasifikasi dilingkungan DJBM (1992) baik
yang dirumuskan pada tahun 1992 maupun yang sesuai dengan klasifikasi Integrated Road
Management System (IRMS) (Tabel 1). Untuk tujuan praktis, tabel 4 dapat digunakan untuk
mengkonversikan data lalu dari klasifikasi IRMS atau DJBM (1992) menjadi data lalu lintas
dengan klasifikasi MKJI’97. Klasifikasi MKJI’97, dalam pedoman ini masih juga digunakan.
Dengan demikian, data yang dikumpulkan melalui prosedur survei yang dilaksanakan sesuai
klasifikasi IRMS maupun DJBM 1992, dapat juga digunakan untuk perhitungan kapasitas.
( ) ………………………………………………….2)
Keterangan:
Jika kondisi eksisting sama dengan kondisi dasar (ideal), maka semua faktor penyesuaian
menjadi 1,0 dan VB menjadi sama dengan VBD.
Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan enam-lajur dapat ditentukan dengan
menggunakan nilai FVHS untuk jalan 4/2T yang disesuaikan menggunakan persamaan 3.
{ ( )} ……………………………………………………...3)
Keterangan:
FV6HS adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan 6/2T;
FV4HS adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan 4/2T.
………………………………………………..4)
Keterangan:
Untuk segmen ruas jalan eksisting, jika kondisinya sama dengan kondisi dasar (ideal), maka
semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 dan kapasitas menjadi sama dengan kapasitas
dasar. FCHS untuk jalan 6-lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FCHS untuk jalan
4/2T yang dihitung menggunakan persamaan 5.
{ ( )} ……………………………………………………...5)
keterangan:
………………………………………………………………………………………..6)
keterangan:
14 dari 63
4.2.8 Waktu tempuh (WT)
Waktu tempuh (W T) dapat diketahui berdasarkan nilai VT dalam menempuh segmen ruas
jalan yang dianalisis sepanjang L, persamaan 7) menggambarkan hubungan antara W T, L
dan VT.
......................................................................................................................7)
keterangan:
Untuk memenuhi kinerja lalu lintas yang diharapkan, diperlukan beberapa alternatif
perbaikan atau perubahan jalan terutama geometrik. Persyaratan teknis jalan menetapkan
bahwa untuk jalan arteri dan kolektor, jika DJ sudah mencapai 0,85, maka segmen jalan
tersebut sudah harus dipertimbangkan untuk ditingkatkan kapasitasnya, misalnya dengan
menambah lajur jalan. Untuk jalan lokal, jika DJ sudah mencapai 0,90, maka segmen jalan
tersebut sudah harus dipertimbangkan untuk ditingkatkan kapasitasnya.
Cara lain untuk menilai kinerja lalu lintas adalah dengan melihat DJ eksisting yang
dibandingkan dengan DJ desain sesuai umur pelayanan yang diinginkan. Jika DJ desain
terlampaui oleh DJ eksisting, maka perlu untuk merubah dimensi penampang melintang jalan
untuk meningkatkan kapasitasnya.
Perlu diperhatikan bahwa untuk jalan terbagi, penilaian kinerja harus dikerjakan setelah
mengevaluasi setiap arah, kemudian barulah dievaluasi secara keseluruhan.
Untuk tujuan praktis dan didasarkan pada anggapan jalan memenuhi kondisi dasar (ideal)
sesuai Tabel 5, maka dapat disusun Tabel 6 untuk membantu menganalisis kinerja jalan
secara cepat. Tabel 6 membantu menghitung DJ dan VT yang diturunkan dari empat data
masukan, yaitu 1) ukuran kota; 2) Tipe jalan; 3) LHRT; dan 4) faktor-k.
15 dari 63
Tabel 6. Kondisi dasar untuk menetapkan kecepatan arus bebas dasar dan kapasitas dasar
Spesifikasi penyediaan prasarana jalan
No Uraian Jalan Satu-
Jalan Sedang Jalan Raya Jalan Raya
arah tipe
tipe 2/2TT tipe 4/2T tipe 6/2T
1/1, 2/1, 3/1
1 Lebar Jalur lalu
7,0 4x3,5 6x3,5 2x3,5
lintas, m
2 Lebar Bahu efektif di Tanpa bahu, tetapi dilengkapi
1,5 2,0
kedua sisi, m kereb di kedua sisinya
3 Jarak terdekat kereb
ke penghalang, m - 2,0 2,0 2,0
16 dari 63
Tabel 7. Kinerja lalu lintas sebagai fungsi dari ukuran kota, tipe jalan, dan LHRT
UKURAN TIPE LHRT 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 45.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 100.000 120.000 140.000 160.000
KOTA JALAN QR 450 900 1350 1800 2250 2700 3150 3600 4050 4500 5400 6300 7200 8100 9000 10800 12600 14400
2/2-TT, DJ 0,11 0,22 0,33 0,44 0,56 0,67 0,78 0,89
berbahu VT 46 45 43 41 37 39 34 30
2/2-TT, DJ 0,12 0,23 0,35 0,47 0,58 0,70 0,82 0,93
berkereb VKR 45 43 42 40 37 38 33 29
4/2-T, DJ 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 0,28 0,32 0,36 0,40 0,48 0,56 0,64 0,72 0,80
berbahu
>3,0 VT 71 71 70 69 68 67 66 65 64 63 61 59 54 54 50
juta 4/2-T, DJ 0,04 0,08 0,13 0,17 0,21 0,25 0,29 0,34 0,38 0,42 0,5 0,59 0,67 0,76 0,84
berkereb VT 69 69 68 67 66 65 64 63 62 61 59 57 54 51 48
6/2-T, DJ 0,03 0,05 0,08 0,11 0,13 0,16 0,19 0,21 0,24 0,27 0,32 0,37 0,43 0,48 0,53 0,64 0,75 0,85
berbahu VT 72 71 71 70 70 69 68 68 67 66 65 64 62 61 60 56 53 48
6/2-T, DJ 0,03 0,06 0,08 0,11 0,14 0,17 0,20 0,22 0,25 0,28 0,34 0,39 0,45 0,50 0,56 0,67 0,78 0,90
berkereb VT 70 69 69 68 68 67 66 66 65 64 63 62 61 60 58 54 50 44
2/2-TT, DJ 0,12 0,24 0,36 0,48 0,59 0,71 0,83 0,95
berbahu VKR 45 43 41 39 37 35 32 27
2/2-TT, DJ 0,13 0,25 0,38 0,50 0,63 0,75 0,88 1,00
berkereb VT 44 43 41 39 37 35 32 27
4/2-T, DJ 0,04 0,09 0,13 0,17 0,21 0,26 0,30 0,34 0,39 0,43 0,51 0,60 0,69 0,77 0,86
1,0-3,0 berbahu VT 69 68 68 67 66 65 64 63 62 61 59 57 54 51 47
juta 4/2-T, DJ 0,05 0,09 0,14 0,18 0,23 0,27 0,32 0,36 0,41 0,45 0,54 0,63 0,72 0,81 0,9
berkereb VT 69 69 68 67 66 65 64 63 62 61 59 56 54 51 46
6/2-T, DJ 0,03 0,06 0,09 0,11 0,14 0,17 0,20 0,23 0,26 0,29 0,34 0,40 0,46 0,51 0,57 0,69 0,80 0,91
berbahu VT 70 69 69 68 68 67 66 66 65 64 63 62 61 60 58 54 50 44
6/2-T, DJ 0,03 0,06 0,09 0,12 0,15 0,18 0,21 0,24 0,27 0,30 0,36 0,42 0,48 0,54 0,60 0,72 0,84 0,96
berkereb VT 70 69 69 68 68 67 66 66 65 64 63 62 61 60 57 54 49 42
2/2-TT, DJ 0,14 0,28 0,42 0,56 0,7 0,84 0,98
berbahu VT 45 43 41 39 37 35 31
2/2-TT, DJ 0,14 0,27 0,41 0,55 0,69 0,82 0,96
berkereb VT 45 43 41 39 37 35 32
4/2-T, DJ 0,05 0,09 0,14 0,19 0,24 0,28 0,33 0,38 0,42 0,47 0,56 0,66 0,75 0,85 0,94
0,5-1,0 berbahu VT 66 65 64 63 62 62 61 60 59 58 56 53 51 48 44
juta 4/2-T, DJ 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,44 0,49 0,59 0,69 0,79 0,89 0,99
berkereb VT 65 65 64 63 62 62 61 60 59 58 56 53 50 47 42
6/2-T, DJ 0,03 0,06 0,09 0,13 0,16 0,19 0,22 0,25 0,28 0,31 0,38 0,44 0,50 0,56 0,63 0,75 0,88 1,00
berbahu VT 66 66 65 64 64 63 63 62 62 61 60 58 58 56 54 51 47 40
6/2-T, DJ 0,03 0,07 0,10 0,13 0,16 0,20 0,23 0,26 0,30 0,33 0,40 0,46 0,53 0,59 0,66 0,79 0,92
berkereb VT 64 66 65 64 64 63 63 62 62 61 60 59 57 55 54 50 46
2/2-TT, DJ 0,14 0,28 0,43 0,57 0,71 0,85 0,99
berbahu VT 42 40 38 36 34 32 28
2/2-TT, DJ 0,15 0,3 0,45 0,6 0,75 0,9
berkereb VT 40 39 37 35 33 30
4/2-T, DJ 0,05 0,10 0,15 0,20 0,26 0,31 0,36 0,41 0,46 0,51 0,61 0,72 0,82 0,92
0,1-5,0 berbahu VT 65 64 63 62 61 60 59 58 57 56 55 52 49 46
juta 4/2-T, DJ 0,05 0,11 0,16 0,22 0,27 0,32 0,38 0,43 0,48 0,54 0,65 0,75 0,86 0,97
berkereb VT 63 63 61 60 59 59 57 56 56 54 52 50 47 43
6/2-T, DJ 0,03 0,07 0,10 0,14 0,17 0,20 0,24 0,27 0,31 0,34 0,41 0,48 0,55 0,61 0,68 0,82 0,96
berbahu VT 65 65 64 63 63 62 61 61 60 60 58 57 55 54 53 49 44
6/2-T, DJ 0,04 0,07 0,11 0,14 0,18 0,22 0,25 0,29 0,32 0,36 0,43 0,50 0,57 0,65 0,72 0,86 1,00
berkereb VT 63 63 62 61 61 60 59 59 58 58 56 55 54 52 50 47 42
2/2-TT, DJ 0,15 0,31 0,46 0,61 0,77 0,92
berbahu VT 40 39 37 35 33 30
2/2-TT, QR/C 0,16 0,32 0,48 0,65 0,81 0,97
berkereb VT 39 37 36 34 31 28
4/2-T, DJ 0,06 0,11 0,17 0,22 0,28 0,33 0,39 0,44 0,50 0,55 0,66 0,78 0,89 1,00
<0,1 berbahu VT 62 61 61 60 59 58 57 56 55 54 52 49 46 42
juta 4/2-T, DJ 0,06 0,12 0,17 0,23 0,29 0,35 0,41 0,47 0,52 0,58 0,70 0,81 0,93
berkereb VT 61 60 59 58 57 56 55 54 53 52 50 47 44
6/2-T, DJ 0,04 0,07 0,11 0,15 0,18 0,22 0,26 0,30 0,33 0,37 0,44 0,52 0,59 0,66 0,74 0,89
berbahu VT 63 62 61 61 61 60 59 59 58 57 56 55 53 52 50 46
6/2-T, DJ 0,04 0,08 0,12 0,16 0,19 0,23 0,27 0,31 0,35 0,39 0,47 0,54 0,62 0,70 0,78 0,93
berkereb VT 61 60 60 59 59 58 57 57 56 55 54 53 52 50 48 45
Catatan: LHRT adalah Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan dalam satuan Kend./Hari
Q R adalah Arus Lalu lintas Rencana dalam satuan Kend./Jam
Q R/C adalah rasio Arus Lalu lintas Rencana terhadap kapasitas tanpa satuan
VKR adalah kecepatan arus kendaraan ringan dalam satuan Km/Jam
Faktor-K = 9%
17 dari 63
1) Memperkirakan kinerja lalu lintas pada berbagai tipe jalan dengan LHRT atau qJP
tertentu. Interpolasi linier dapat dilakukan untuk nilai arus yang terletak di antara dua
nilai.
2) Memperkirakan arus lalu lintas yang dapat ditampung oleh berbagai tipe jalan dalam
batas derajat kejenuhan dan kecepatan yang diijinkan.
Jika anggapan dasar mengenai faktor-k dan komposisi lalu lintas tidak sesuai dengan
kondisi yang diamati, maka Tabel 6 masih dapat digunakan dengan menghitung qJP yang
disesuaikan. Langkah perhitungan yang diperlukan adalah sebagai berikut:
2. Hitung Faktor skr untuk mengubah kend/jam menjadi skr/jam dengan menggunakan
komposisi lalu lintas dan ekr sebagai berikut:
Kondisi eksisting:
………………………………………………..7)
……………………………………………8)
keterangan:
Pek , Pas adalah prosentase komposisi kendaraan eksisting dan anggapan,
KRek, KBek, SMek adalah prosentase arus KR eksisting, KB eksisting, dan SM
eksisting, %
KRas, KBas, SMas adalah prosentase arus KR anggapan, KB anggapan, dan SM
anggapan, %
3. Hitung arus lalu lintas jam desain yang disesuaikan (qJP -disesuaikan) dalam kend/jam:
(kend/jam) ………………………………….9)
4. Gunakan nilai qJP -disesuaikan untuk perhitungan kinerja lalu lintas dan gunakan Tabel 6.
Jika kondisi aktual sangat berbeda dari kondisi anggapan dasar, maka nilai dasar yang
diperlukan untuk dapat menggunakan Tabel 6 adalah mengubah LHRT menjadi qJP. Tipikal
perbedaan dalam analisis operasional adalah:
1. jika arus lalu lintas yang diperkirakan sangat berbeda dengan anggapan ideal,
misalnya karena nilai faktor k yang berbeda, komposisi arus lalu lintas yang berlainan,
atau pemisahan arah yang berlainan.
2. jika lebar jalur lalu lintas untuk segmen yang dianalisis sangat berbeda dengan
anggapan kondisi dasar.
3. jika hambatan samping berbeda lebih dari satu kelas dengan anggapan kondisi dasar.
18 dari 63
5 Prosedur perhitungan
Prosedur perhitungan kapasitas dan penentuan kinerja lalu lintas Jalan Perkotaan
ditunjukkan dalam bagan alir analisis Jalan Perkotaan pada Gambar 2. Terdapat empat
langkah utama, yaitu Langkah A: Data Masukan, Langkah B: Kecepatan arus bebas,
Langkah C: Kapasitas, dan Langkah D: Kinerja lalu lintas. Untuk desain Jalan, baik desain
Jalan baru maupun desain peningkatan Jalan lama dan evaluasi kinerja lalu lintas Jalan,
prosedur tersebut secara umum sama. Perbedaannya adalah dalam penyediaan data
masukan. Untuk desain, perlu ditetapkan kriteria desain (contoh, DJ maksimum yang harus
dipenuhi, VT dengan nilai tertentu untuk mencapai TT tertentu pula) dan data lalu lintas
rencana. Untuk evaluasi kinerja lalu lintas Jalan, diperlukan data geometrik dan lalu lintas
eksisting.
Sasaran utama dalam mendesain Jalan baru adalah menentukan lebar jalan yang diperlukan
untuk mempertahankan perilaku lalu lintas sesuai dengan LHRT atau qJP, seperti lebar jalur
lalu lintas, maupun jumlah lajur dengan kriteria desain tertentu. Data masukan pada Langkah
A dipergunakan untuk mengetahui rentang ambang batas arus lalu lintas tahun ke-1 sebagai
ketentuan pemilihan tipe jalan sesuai dengan Tabel 2, baik untuk konstruksi jalan baru,
maupun untuk peningkatan jalan. yang dapat dipertimbangkan pada awal perencanaan
sebagai penentuan tipe jalan. Tipe jalan yang didapat berdasarkan Tabel 2. tersebut maka
nilai kecepatan arus bebas dasar (dalam Langkah B) dan kapasitas dasar (dalam Langkah
C) dapat ditetapkan. Pemilihan tipe jalan awal, harus disesuaikan dengan kriteria desain
yang ingin dicapai, misalnya DJ pada akhir tahun pelayanan harus ≤0,85. Langkah
berikutnya yaitu menghitung nilai kecepatan arus bebas (Langkah B) dan kapasitas
(Langkah C) dan menganalisis awal kinerja lalu lintas Tipe Jalan awal ini (Langkah D). ikuti
prosedur perhitungan sebagaimana diuraikan dalam 5.2 hingga 5.4.
Jika yang diperlukan hanya perhitungan kapasitas, maka hasil hitungan kapasitas adalah
luarannya (pada Gambar 2 ditandai dengan garis terputus-putus satu titik). Jika yang
diperlukan evaluasi kinerja jalan maka lakukan Langkah D dan hasilnya adalah luaran
Langkah D (pada Gambar 2 ditandai dengan garis terputus-putus dua titik). Jika yang
diperlukan adalah perencanaan, setelah Langkah D maka lanjutkan dengan langkah-langkah
berikutnya.
Jika kriteria desain telah terpenuhi, maka Tipe Jalan awal adalah desain Jalan yang menjadi
sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka desain awal harus diubah, misalnya
dengan memperlebar jalur lalu lintas, meningkatkan Tipe Jalan. Hitung ulang kapasitas Jalan
dan kinerja lalu lintasnya untuk desain Jalan yang telah diubah ini sesuai dengan Langkah B,
Langkah C, dan Langkah D. hasilnya agar dievaluasi terhadap kriteria desain yang
ditetapkan. Ulangi (iterasi) langkah-langkah tersebut sampai kriteria desain Jalan tercapai.
Sasaran utama untuk peningkatan Jalan yang sudah ada adalah menetapkan Tipe Jalan
yang memenuhi kriteria desain Jalan yang ditetapkan, misal DJ<0,85 dengan waktu tempuh
tertentu untuk melalui satu segmen jalan. Data masukan untuk Langkah A adalah data
geometrik eksisting, pengaturan lalu lintas eksisting, data arus lalu lintas, data lingkungan
jalan, dan umur rencana peningkatan untuk menghitung qJP pada akhir umur rencana.
Langkah berikutnya adalah menghitung kecepatan arus bebas, kapasitas, dan kinerja lalu
lintas Jalan eksisting sesuai dengan Langkah B, Langkah C, dan Langkah D. bandingkan
kinerja lalu lintas eksisting dengan kriteria desain. Umumnya, kinerja lalu lintas eksisting
tidak memenuhi kriteria desain yang mana hal ini menjadi alasan untuk melakukan
peningkatan. Perubahan desain ini misalnya dengan menerapkan manajemen lalu lintas
pelarangan jenis kendaraan tertentu atau mengubah Tipe Jalan. Untuk desain Jalan yang
sudah diubah ini, hitung ulang kecepatan arus bebas dan kapasitas, kemudian analisis
kinerja lalu lintasnya, dan bandingkan hasilnya dengan kriteria desain. Jika kriteria desain
telah terpenuhi, maka Tipe Jalan peningkatan terebut adalah desain Jalan yang menjadi
19 dari 63
sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka desain peningkatan perlu ditingkatkan
lagi. Ulangi (iterasi) langkah-langkah tersebut sampai kriteria desain Jalan tercapai.
Sasaran utama dalam melakukan evaluasi kinerja lalu lintas Jalan yang telah dioperasikan
adalah menghitung dan menilai DJ, VT, dan TT yang menjadi dasar analisis kinerja lalu lintas
Jalan. Data utamanya adalah data geometrik, data lalu lintas, dan kondisi lingkungan
eksisting. Lakukan Langkah B, Langkah C, dan Langkah D sesuai prosedur yang diuraikan
dalam 5.2. hingga 5.4., kemudian buat deskripsi kinerja lalu lintas berdasarkan DJ, VT, dan TT
yang diperoleh.
Disediakan tiga Formulir kerja untuk memudahkan pelaksanaan perhitungan dan analisis
yang dilampirkan dalam Lampiran D, yaitu:
1) Formulir JK-I untuk penyiapan data geometrik, dan pengaturan lalu lintas.
2) Formulir JK-II untuk penyiapan data arus lalu lintas, dan penentuan kelas hambatan
samping.
3) Formulir JK-III untuk menghitung kecepatan arus bebas dasar, Kapasitas Jalan, dan
analisis kinerja lalu lintas Jalan.
20 dari 63
Gambar 2. Bagan alir analisis kapasitas jalan
21 dari 63
5.1 Langkah A: Menetapkan data masukan
Data masukan terdiri dari data umum (A-1), data kondisi geometrik (A-2), data arus dan
komposisi lalu lintas (A-3), serta data kondisi hambatan samping jalan (A-4).
Buat sketsa tipikal penampang melintang segmen jalan, beri ukuran pada sketsa tersebut
meliputi lebar jalur lalu lintas (LJ), lebar median (LM), kereb dengan atau tanpa trotoar (jika
ada), lebar bahu luar (LBL), lebar bahu dalam (LBD, jika ada median), jarak dari kereb ke
penghalang samping jalan (LKP, misal pohon, selokan, tiang rambu, dll.), dan pada sisi kiri
dan kanan, tentukan garis referensi penampang melintang (misal dinding bangunan, warung,
pagar, dsb.).
Kemudian, isikan pada tabel di bawahnya data lebar jalur lalu lintas kedua sisi jalan
(penentuan LJ untuk kondisi jalan dengan kereb berbeda dengan bahu), keterangan kondisi
menggunakan kereb atau bahu, jarak rata-rata dari kereb ke penghalang pada trotoar, lebar
bahu efektif (LBE) dengan ketentuan pada persamaan 10 hingga 13 yang berdasarkan
Gambar 3. Catat pula kesinambungan median, apabila jalan mempunyai median dengan
ketentuan tanpa bukaan, sedikit bukaan (ada bukaan, paling banyak satu per 500m), dan
banyak bukaan (satu atau lebih bukaan per 500m).
Arah 2: …………………...12)
22 dari 63
Tipikal Jalan Raya yang berbahu (dilengkapi median)
Batas Rumija,
misal dinding SISI A SISI B
Tipikal Jalan Sedang (atau jalan Kecil) dengan kereb dan trotoar
Kereb Kereb
Trotoar jalur lalu lintas Trotoar
LKP LJ LKP
Pada tabel paling bawah pada Formulir JK-I isikan data-data pengaturan lalu lintas yang
diterapkan pada segmen jalan yang diamati (jika ada) berupa batas kecepatan, pembatasan
jenis kendaraan yang boleh melintas jalan, kelas jalan yang disertai dengan rambu,
pembatasan parkir (termasuk waktu parkir yang diperbolehkan), larangan berhenti (termasuk
waktu-waktu tertentu yang dilarang), dan alat-alat pengaturan lalu lintas lainnya.
1) jika data yang tersedia hanya LHRT, pemisahan arah, dengan atau tanpa komposisi
lalu lintas, maka:
a) Gunakan Formulir JK-II, masukan LHRT (kend/hari) untuk tahun yang diamati,
tetapkan Faktor-k (nilai normal k = 0,09), dan masukan proporsi pemisahan arah
dalam %.
b) Hitung arus lalu lintas jam desain per arah menggunakan persamaan 14.
..............................................................14)
c) Perhitungan qJP pada di atas, agar dilakukan per jenis kendaraan. Jika tidak ada,
maka dapat digunakan nilai normal komposisi jenis kendaraan sebagaimana
ditunjukkan dalam Tabel A.16, Lampiran B.
23 dari 63
2) Jika data yang tersedia adalah arus lalu lintas per jam eksisting atau desain per jenis
per arah, maka hitung qJP dalam satuan skr/jam. Jika menggunakan Formulir JK-II,
maka masukkan nilai qJP dalam satuan kend/jam untuk masing-masing jenis kendaraan
dan arah ke dalam Kolom 2 sampai dengan 7. Jika arus yang diberikan adalah dua
arah (1+2) masukkan nilai arus pada Baris 5, dan masukkan pemisahan arah yang
diberikan (%) pada Kolom 8, baris 3 dan 4. Kemudian hitung arus masing-masing tipe
kendaraan pada masing-masing arah dengan mengalikan nilai arus pada baris 5
dengan pemisahan arah pada Kolom 8, dan masukkan hasilnya pada baris 3 dan 4.
Dalam perhitungan qJP, untuk penyeragaman satuan bagi jenis kendaraan selain KR,
digunakan ekr. Nilai ekr untuk masing-masing tipe kendaraan diambil dari Tabel A.3. dan
B.4. dalam Lampiran B. Jika digunakan Formulir JK-II, masukan nilai ekr kedalam baris 1.1
dan 1.2 (untuk jalan tak-terbagi, ekr selalu sama untuk kedua arah, untuk jalan terbagi yang
arusnya tidak sama, ekr mungkin berbeda).
Menghitung parameter arus lalu lintas yang diperlukan untuk analisis, yaitu arus jam desain
(qJP), Proporsi pemisahan arah arus (PA), dan faktor satuan kendaraan ringan (Fskr).
a) Hitung qJP dalam satuan skr/jam dengan mengalikan arus dalam satuan kend/jam
dengan ekr yang sesuai. Hitung arus total dalam ekr/jam.
b) Hitung PA, dengan membagi arus total (kend/jam) arah 1 dibagi dengan arus total dua
arah 1+2 dalam satuan kend./jam.
c) Hitung Fskr
1) Masukkan frekuensi hambatan samping per jam per 200m dari kedua sisi segmen yang
diamati (atau perkiraan jika analisis untuk tahun yang akan datang):
Jika data rinci hambatan samping tidak tersedia, kelas hambatan samping dapat ditentukan
sebagai berikut:
1) Pada Tabel A.2, periksa uraian tentang “kondisi khusus” dan pilih salah satu yang
paling tepat untuk keadaan segmen jalan yang dianalisis.
24 dari 63
2) Amati potret pada Gambar D.1. sampai dengan E.6. yang menunjukkan kesan visual
rata-rata yang khusus dari masing-masing KHS, dan pilih salah satu yang paling sesuai
dengan kondisi rata-rata sesungguhnya pada lokasi untuk periode yang diamati.
3) Pilih kelas hambatan samping berdasarkan pertimbangan dari gabungan langkah 1)
dan 2) di atas.
1) Tetapkan Kecepatan Arus Bebas Dasar, VBD, masukkan hasilnya pada Kolom 2
Formulir JK-III.
2) Tetapkan Penyesuaian VB akibat perbedaan lebar jalur lalu lintas (VBL), masukan
hasilnya pada kolom 3 Formulir JK-III.
3) Tetapkan faktor Penyesuaian VB akibat hambatan samping (FVBHS), masukan hasilnya
pada kolom 4 Formulir JK-III.
4) Tetapkan faktor penyesuaian VB untuk ukuran kota (FVBUK).
5) Hitung VB untuk KR dengan mengalikan faktor menggunakan persamaan 2) dan
masukkan hasilnya ke dalam Kolom 6 Formulir JK-III.
1) Tentukan Kapasitas Dasar, C0. Masukan hasilnya pada kolom 8 dari Formulir JK-III.
2) Tetapkan Faktor Penyesuaian C akibat lebar jalur lalu lintas (FCL), masukkan hasilnya
ke dalam Formulir JK-III, Kolom 9.
3) Tetapkan Faktor Penyesuaian C akibat pemisahan arah (FCPA). Untuk jalan terbagi dan
jalan satu-arah, faktor penyesuaian C0 untuk pemisahan arah adalah 1,0. Masukkan
hasilnya ke dalam Formulir JK-III, Kolom 10.
4) Tetapkan Faktor Penyesuaian C akibat Hambatan Samping (FCHS), masukkan hasilnya
ke dalam Formulir JK-III, Kolom 11.
5) Tetapkan Faktor Penyesuaian C akibat Ukuran Kota (FCUK), masukkan hasilnya ke
dalam Formulir JK-III, Kolom 12.
6) Tentukan Kapasitas menggunakan persamaan 4) dan masukkan hasilnya ke dalam
kolom 13.
26 dari 63
Lampiran A (normatif):
Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan teknis
27 dari 63
Tabel A. 1. Pembobotan hambatan samping
No. Jenis hambatan samping utama Bobot
1 Pejalan kaki di badan jalan dan yang menyeberang 0,5
2 Kendaraan umum dan kendaraan lainnya yang berhenti 1,0
3 Kendaraan keluar/masuk sisi atau lahan samping jalan 0,7
4 Arus kendaraan lambat (kendaraan tak bermotor) 0,4
Tabel A. 4. Ekivalen kendaraan ringan untuk jalan terbagi dan satu arah
Tipe jalan: Arus lalu-lintas per ekr
lajur(kend/jam) KB SM
< 1050 1,3 0,40
2/1, dan 4/2T
> 1050 1,2 0,25
< 1100 1,3 0,40
3/1, dan 6/2D
> 1100 1,2 0,25
28 dari 63
Tabel A. 5. Kecepatan arus bebas dasar, VBD
VB0, km/jam
Tipe jalan SM Rata-rata semua
KR KB kendaraan
6/2 T atau 3/1 61 52 48 57
4/2T atau 2/1 57 50 47 55
2/2TT 44 40 40 42
Tabel A. 6. Nilai penyesuaian kecepatan arus bebas dasar akibat lebar jalur lalu lintas efektif,
VBL
Lebar jalur efektif,Le VB,L
Tipe jalan
(m) (km/jam)
4/2T Per Lajur: 3,00 -4
atau 3,25 -2
Jalan Satu Arah 3,50 0
3,75 2
4,00 4
2/2TT Per Jalur: 5,00 -9,50
6,00 -3
7,00 0
8,00 3
9,00 4
10,00 6
11,00 7
Tabel A. 7. Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat hambatan samping, FVBHS, untuk
jalan berbahu dengan lebar efektif LBE
FVBHS
Tipe jalan KHS LBe (m)
< 0,5 m 1,0 m 1,5 m >2m
4/2T Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
Sedang 0,94 0,97 1,00 1,02
Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99
Sangat tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
2/2TT Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,01
Atau Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
Jalan satu-arah Sedang 0,90 0,93 0,96 0,99
Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95
Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
29 dari 63
Tabel A. 8. Faktor penyesuaian arus bebas akibat hambatan samping untuk jalan berkereb
dengan jarak kereb ke penghalang terdekat LK-p
FVB,HS
Lk-p (m)
Tipe jalan KHS
< 0,5 m 1,0 m 1,5 m >2m
4/2T Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
Rendah 0,97 0,98 0,99 1,00
Sedang 0,93 0,95 0,97 0,99
Tinggi 0,87 0,90 0,93 0,96
Sangat tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92
2/2TT atau Sangat rendah 0,98 0,99 0,99 1,00
Jalan satu-arah Rendah 0,93 0,95 0,96 0,98
Sedang 0,87 0,89 0,92 0,95
Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88
Sangat tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82
Tabel A. 9. Faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada kecepatan arus bebas
kendaraan ringan, FVUK
30 dari 63
Tabel A. 11. Faktor penyesuaian kapasitas akibat perbedaan lebar lajur atau jalur lalu lintas,
FCLJ
Tabel A. 12. Faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah lalu lintas, FC PA
Tabel A. 13. Faktor penyesuaian kapasitas akibat KHS pada jalan berbahu, FC HS
FCHS
Tipe jalan KHS Lebar bahu efektif LBe, m
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
SR 0,96 0,98 1,01 1,03
R 0,94 0,97 1,00 1,02
4/2T S 0,92 0,95 0,98 1,00
T 0,88 0,92 0,95 0,98
ST 0,84 0,88 0,92 0,96
SR 0,94 0,96 0,99 1,01
2/2TT R 0,92 0,94 0,97 1,00
atau S 0,89 0,92 0,95 0,98
Jalan satu T 0,82 0,86 0,90 0,95
arah ST 0,73 0,79 0,85 0,91
31 dari 63
Tabel A. 14. Faktor penyesuaian kapasitas akibat KHS pada jalan berkereb dengan jarak dari
kereb ke hambatan samping terdekat sejauh LKP, FCHS
FCHS
Tipe jalan KHS Jarak: kereb ke penghalang terdekat LKP, m
< 0,5 1,0 1,5 > 2,0
SR 0,95 0,97 0,99 1,01
R 0,94 0,96 0,98 1,00
4/2T S 0,91 0,93 0,95 0,98
T 0,86 0,89 0,92 0,95
ST 0,81 0,85 0,88 0,92
SR 0,93 0,95 0,97 0,99
2/2TT R 0,90 0,92 0,95 0,97
atau S 0,86 0,88 0,91 0,94
Jalan satu arah T 0,78 0,81 0,84 0,88
ST 0,68 0,72 0,77 0,82
Tabel A. 16. Nilai normal komposisi jenis kendaraan dalam arus lalu lintas
% komposisi lalu-lintas per jenis
Ukuran kota KR KB SM
< 0,1 Juta penduduk 45 10 45
0,1-0,5 Juta penduduk 45 10 45
0,5-1,0 Juta penduduk 53 9 38
1,0-3,0 Juta penduduk 60 8 32
> 3,0 Juta penduduk 69 7 24
32 dari 63
Lampiran B (informatif):
Contoh-contoh perhitungan kapasitas
Penyelesaian : Dengan menggunakan Formulir JK-1, JK-2, & JK-3 dilakukan analisis.
Jawabannya adalah:
1. Kapasitas segmen adalah 1.795skr/jam
33 dari 63
9/19/2012 Formulir JK - 1
JALAN PERKOTAAN Tanggal/Bulan/Tahun 2012 Ditangani oleh: HI
Formulir JK-1 Provinsi Diperiksa oleh: HI
Kota Ukuran kota: 0,7 Juta
DATA MASUKAN:
No. Ruas/Nama Jalan …………………………………………………………………………………….
Segmen antara: ………………………………. dan ……………………………………………………..
- DATA UMUM
Kode Tipe daerah:
Panjang segmen Tipe jalan: 2/2-TT
- DATA GEOMETRIK JALAN
Waktu Nomor Kasus: CONTOH Soal 1 & 2
Denah atau gambar situasi segmen jalan
34 dari 63
9/19/2012 Formulir JK - 2
JALAN PERKOTAAN Tanggal: Ditangani
Formulir JK-2: DATA MASUKAN No.ruas/Nama
- ARUS LALU LINTAS Kode segmen: Diperiksa
- HAMBATAN SAMPING Periode waktu: Nomor kasus
Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan
LHRT Pemisahan Komposisi (%)
Faktor K
(Kend/hari) arus arah 1/2 KR KB SM
35 dari 63
Formulir JK - 3
JALAN PERKOTAAN Tanggal: Ditangani oleh:
Arah Q DJ VT L WT
Tabel 18 atau
Formulir JK-2
Gambar 6 dan 7
Skr/Jam Km/Jam Km Jam
(14) (15) (16)=(15)/(13) (17) (18) (19)=(18)/(17)
1777 0,99 30,0
36 dari 63
Contoh 2: Operasional lalu lintas Jalan Tipe 2/2TT
Penyelesaian : Dengan menggunakan Formulir JK-1, JK-2, & JK-3, jawabannya adalah:
1. Kecepatan jam puncak 26,4km/jam
37 dari 63
9/19/2012 Formulir JK - 1
JALAN PERKOTAAN Tanggal/Bulan/Tahun 2012 Ditangani oleh: HI
Formulir JK-1 Provinsi Diperiksa oleh: HI
Kota Ukuran kota: 0,7 Juta
DATA MASUKAN:
No. Ruas/Nama Jalan …………………………………………………………………………………….
Segmen antara: ………………………………. dan ……………………………………………………..
- DATA UMUM
Kode Tipe daerah:
Panjang segmen Tipe jalan: 2/2-TT
- DATA GEOMETRIK JALAN
Waktu Nomor Kasus: CONTOH Soal 1 & 2
Denah atau gambar situasi segmen jalan
38 dari 63
9/19/2012 Formulir JK - 2
JALAN PERKOTAAN Tanggal: Ditangani
Formulir JK-2: DATA MASUKAN No.ruas/Nama
- ARUS LALU LINTAS Kode segmen: Diperiksa
- HAMBATAN SAMPING Periode waktu: Nomor kasus
Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan
LHRT Pemisahan Komposisi (%)
Faktor K
(Kend/hari) arus arah 1/2 KR KB SM
39 dari 63
Formulir JK - 3
JALAN PERKOTAAN Tanggal: Ditangani oleh:
Formulir JK-3: No.ruas/Nama jalan:
ANALISIS Kode segmen: Diperiksa oleh:
KECEPATAN DAN KAPASITAS Periode waktu: Nomor kasus:
Kecepatan arus bebas KR V B = (FB0 + FVL) x FVHS X FVUK
Arah Q DJ VT L WT
Tabel 18 atau
Formulir JK-2
Gambar 6 dan 7
Skr/Jam Km/Jam Km Jam
(14) (15) (16)=(15)/(13) (17) (18) (19)=(18)/(17)
1126 0,63 35,1
40 dari 63
Contoh 3: Operasional Jalan Tipe 2/2TT
Geometrik : Lebar jalur lalu lintas efektif 12,0m (tidak termasuk median)
Lebar bahu efektif pada kedua sisi 2,0m (rata dengan jalan)
Lebar median efektif 0,5m
Lalu lintas : Arus jam puncak adalah (untuk masing-masing arah sama)
Arus per arah QKR = 3.000; termasuk 650 angkutan kota, kebanyakan
angkot berhenti pada segmen jalan (nilai ekr angkutan kota dianggap = 1,0).
QKB = 300kend./jam
QSM = 1.300kend./jam
2b. Berapa derajat kejenuhan dan kecepatan tempuh jika semua tindakan
tersebut dilakukan bersamaan?
Penyelesaian : 1. Jalan dikategorikan jalan raya yang dilengkapi bahu dengan lebar jalur
2x6,0m, lebar median 0,5m, dan lebar bahu efektif 2,0m.
DJ = 3.685 / 2.678 = 1,32 >>> 1,0 maka kondisi arus lalu lintas macet
karena kapasitas jalan tidak memadai untuk menyalurkan arus
sedemikian besar.
41 dari 63
2a. - Jika warung-warung dipindahkan,
maka KHS membaik
Q1 = Q2 = 3.000 x 1 + 300 x 1,2 + 1.300 x 0,25 = 3.685skr/jam
DJ = 3.685 / 2.854 = 1,29 >>> 1,0 maka kondisi arus lalu lintas masih
macet karena kapasitas jalan tidak memadai untuk menyalurkan arus
sedemikian besar.
DJ = 3.035 / 2.797 = 1,09 >>> 1,0 maka kondisi arus lalu lintas masih
macet karena kapasitas jalan tidak memadai untuk menyalurkan arus
sedemikian besar.
DJ = 3.300 / 3.040 = 1,21 >>> 1,0 maka kondisi arus lalu lintas masih
macet karena kapasitas jalan tidak memadai untuk menyalurkan arus
sedemikian besar.
Pengerjaan dengan menggunakan Formulir JK-1, JK-2 & JK-3, ditunjukkan sebagai berikut:
9/19/2012 Formulir JK - 1
JALAN PERKOTAAN Tanggal/Bulan/Tahun 2012 Ditangani oleh: HI
Formulir JK-1 Provinsi Diperiksa oleh: HI
Kota Ukuran kota: 0,9 Juta
DATA MASUKAN:
No. Ruas/Nama Jalan …………………………………………………………………………………….
Segmen antara: ………………………………. dan ……………………………………………………..
- DATA UMUM
Kode Tipe daerah:
Panjang segmen Tipe jalan: 4/2-T
- DATA GEOMETRIK JALAN
Waktu Nomor Kasus: Contoh Soal 4
Denah atau gambar situasi segmen jalan
Bahu Jalur Lalu lintas pada jalan raya 4/2-T berbahu Bahu
43 dari 63
9/19/2012 Formulir JK - 2
JALAN PERKOTAAN Tanggal: Ditangani
Formulir JK-2: DATA MASUKAN No.ruas/Nama
- ARUS LALU LINTAS Kode segmen: Diperiksa
- HAMBATAN SAMPING Periode waktu: Nomor kasus
Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan
LHRT Pemisahan Komposisi (%)
Faktor K
(Kend/hari) arus arah 1/2 KR KB SM
2 Arah Kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam Arah % kend/jam skr/jam
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
3 1 50% 2.300 1.767
4 2 50% 2.300 1.767
1+2 3.000 3.000 300 360 1.300 325 4.600 3.685
5 Angkot
dipisah
2.350 2.350 300 360 1.300 325 3.950 3.035
6 Pemisahan arah, PA=Q 1 /(Q1 +Q2) 50%
Faktor-skr, F SKR = 0,80
7
F SKR, jika angkot dipisahkan = 0,77
Kelas Hambatan Samping (KHS)
Bila data rinci tersedia, gunakan tabel pertama untuk menentukan frekwensi berbobot kejadian, dan selanjutnya gunakan tabel kedua. Bila
tidak, gunakan hanya tabel kedua.
1. Penentuan frekwensi kejadian:
Perhitungan frekwensi ber-bobot Tipe kejadian HS Simbol Bobot Frekwensi Bobot x
kejadian per jam per per 200m (11) (12) (13) (14) /jam,
……. (15)
dari segmen jalan yang diamati, Pejalan kaki PED 0,5 ……. 200m
/jam,
pada kedua sisi jalan. Parkir, kendaraan berhenti PSV 1,0 ……. 200m
/jam,
Kendaraan masuk + keluar EEV 0,7 200m
………….....
Kendaraan lambat SMV 0,4 /jam
Total:
2. Penentuan kelas hambatan samping:
Frekwensi berbobot kejadian Kondisi khusus Kelas hambatan sampinq
(16) (17) (18) (19)
< 100 Permukiman, hampir tidak ada kegiatan Sangat rendah SR
100 - 299 Permukiman, beberapa angkutan umum, dll. Rendah R
300 - 499 Daerah industri dengan toko-toko di sisi jalan Sedang SR
500 - 899 Daerah niaga dengan aktivitas sisi jalan yang tinggi Tinggi T
> 900 Daerah niaga dan aktivitas pasar sisi jalan yang sangat tinggi Sangat tinggi ST
44 dari 63
Formulir JK - 3
JALAN PERKOTAAN Tanggal: 2012 Ditangani oleh: HI
Kasus Q DJ VT L WT Tindakan
Tabel 18 atau
Formulir JK-2
Gambar 6 dan 7
Skr/Jam Km/Jam Km Jam
(14) (15) (16)=(15)/(13) (17) (18) (19)=(18)/(17)
1 3.685 1,32 macet 1. Eksisting
2 3.685 1,29 macet 2. Warung pindah
3 3.035 1,09 macet 3. Angkot pindah
4 3.685 1,21 macet 4. L je = 14m saja
5. Langkah 2, 3, 4
5 3.035 0,98 37
dikerjakan sama2
45 dari 63
Contoh 4: Operasional lalu lintas Jalan Tipe 4/2T
Lalu lintas : Perkiraan arus jam puncak untuk tahun ke 10 adalah 2.500kend./jam
Derajat kejenuhan 0,6 atau kurang, diperlukan untuk tahun ke 10
Anggapan: Pemisahan arah 50-50
Pertumbuhan lalu lintas tahunan: 8%
Penyelesaian : Untuk memilih tipe jalan yang ekonomis, arus lalu lintas tahun ke 1
sebaiknya disesuaikan karena ada perbedaan pertumbuhan lalu lintas,
ukuran kota, dan komposisi lalu lintas
( )
) ( )
( )
46 dari 63
9/19/2012 Formulir JK - 1
JALAN PERKOTAAN Tanggal/Bulan/Tahun 2012 Ditangani oleh: HI
Formulir JK-1 Provinsi Diperiksa oleh: HI
Kota Ukuran kota: 0,3 Juta
DATA MASUKAN
No. Ruas/Nama Jalan …………………………………………………………………………………….
Segmen antara: ………………………………. dan ……………………………………………………..
- DATA UMUM
Kode Tipe daerah: Perkotaan
Panjang segmen Tipe jalan: 4/2T
- DATA GEOMETRIK JALAN
Waktu Nomor soal: Contoh Soal 5
Denah atau gambar situasi segmen jalan
Sisi A Sisi B
2,00 2x3,50 1,20 2x3,50 2,00
47 dari 63
9/19/2012 Formulir JK - 2
JALAN PERKOTAAN Tanggal: 2011 Ditangani HI
Formulir JK-2: DATA MASUKAN No.ruas/Nama
- ARUS LALU LINTAS Kode segmen: Diperiksa HI
- HAMBATAN SAMPING Periode waktu: Nomor kasus Contoh kasus 6
Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan
LHRT Pemisahan Komposisi (%)
Faktor K
(Kend/hari) arus arah 1/2 KR KB SM
48 dari 63
Formulir JK - 3
JALAN PERKOTAAN Tanggal: 2011 Ditangani oleh: HI
Arah Q DJ VT L WT
Tabel 18 atau
Formulir JK-2
Gambar 6 dan 7
Skr/Jam Km/Jam Km Jam
(14) (15) (16)=(15)/(13) (17) (18) (19)=(18)/(17)
3.000 0,59 43,70 2,00 0,046 ~ 165 detik total,
atau 82,5 detik per
Km
49 dari 63
Contoh 5: Desain Jalan baru
Tipe jalan 4/2T yang dilengkapi Kereb, memiliki kinerja DJ = 0.30 dan
mampu mengakomodasi LHRT = 35.000kend./hari dengan kecepatan
operasional 64Km/Jam, sehingga jalan 4/2T akan memadai untuk kondisi
seperti pada soal ini.
50 dari 63
Lampiran C (informatif):
Formulir perhitungan kapasitas Jalan Perkotaan
9/19/2012 Formulir JK - 1
JALAN PERKOTAAN Tanggal/Bulan/Tahun Ditangani oleh:
Formulir JK-1 Provinsi Diperiksa oleh:
Kota Ukuran kota:
DATA MASUKAN :
No. Ruas/Nama Jalan …………………………………………………………………………………….
Segmen antara: ………………………………. dan
- DATA UMUM
………………………………………………..
Kode Tipe daerah:
- DATA GEOMETRIK JALAN Panjang segmen Tipe jalan:
Waktu Nomor soal:
Denah atau gambar situasi segmen jalan
Kereb Kereb
Bahu JalurJalur
LaluLalin
lintas
padapada jalandengan
jalan 4/2-T raya bahu
berbahu Bahu
Kereb Kereb
*) Gunakan sketsa potongan melintang yang sesuai dan tandai pada kotak yang tersedia di sebelah kiri.
51 dari 63
Formulir JK - 2
JALAN PERKOTAAN Tanggal: Ditangani
Formulir JK-2: DATA MASUKAN No.ruas/Nama
- ARUS LALU LINTAS Kode segmen: Diperiksa
- HAMBATAN SAMPING Periode waktu: Nomor kasus
Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan, LHRT
LHRT Pemisahan Komposisi (%)
Faktor K
(Kend/hari) arus arah 1/2 KR KB SM
2 Arah Kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam Arah % kend/jam skr/jam
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
3 1
4 2
5 1+2
6 Pemisahan arah, PA=Q 1 /(Q1 +Q2)
7 Faktor-skr, F SKR =
52 dari 63
Formulir JK - 3
JALAN PERKOTAAN Tanggal: Ditangani oleh:
53 dari 63
Lampiran D (informatif):
Contoh tipikal penetapan Hambatan Samping pada Jalan Perkotaan
Ruas jalan dalam Gambar D.1. berlokasi di lingkungan permukiman, dengan jalan masuk
langsung dari setiap persil rumah tinggal. Arus kendaraan di ruas jalan ini tidak terganggu
oleh kendaraan yang keluar-masuk dari persil tersebut, tidak ada kendaraan parkir/berhenti,
tidak ada orang yang menyeberang, dan tak ada kendaraan tak bermotor/lambat yang
menghambat pergerakan kendaraan bermotor. Dengan demikian, hambatan samping pada
ruas jalan ini dapat dikategorikan Rendah.
54 dari 63
Gambar D. 2. ruas Jalan Dr. Cipto Mangunkusumo, Cirebon (Tipe 4/2T)
Ruas jalan dalam Gambar D.2. berlokasi di lingkungan perkantoran dengan sedikit potensi
komersial, pada saat pengambilan data, tidak ada kendaraan yang keluar-masuk
perkantoran, maupun parkir/berhenti pada ruas jalan ini, tidak ada pejalan kaki yang
menyeberang, dan terdapat kendaraan lambat (sepeda) dengan frekuensi yang kecil (satu).
Oleh karenanya ruas jalan ini masih dapat dikategorikan Rendah.
55 dari 63
Gambar D. 3. ruas Jalan ??? (Tipe 3/1)
Pada Gambar D.3. ruas jalan berlokasi di lingkungan komersial, yang memungkinkan banyak
terjadi penyeberangan orang, dengan kendaraan parkir di samping kanan-kirinya, yang
sudah pasti menyebabkan banyak terjadi aktivitas keluar-masuk area parkir-ruas jalan
(terutama lajur sisi), dan terdapat kendaraan lambat (roda jualan). Oleh karenanya hambatan
samping pada ruas jalan ini dapat dikategorikan Tinggi.
Ruas jalan ini pada Gambar D.4. ini masih berlokasi di lingkungan komersial, sehingga
kategori kelas hambatan samping yang bisa disimpulkan sama dengan Gambar D.3., yaitu
Tinggi.
56 dari 63
Gambar D. 5. Ruas Jalan Ir. H. Djuanda, Bandung (Tipe 4/2T)
Pada Gambar D.5. terlihat di sepanjang ruas banyak kendaraan berhenti/parkir hingga
memakan setengah badan jalan, lokasi ruas jalan di area pendidikan dan komersial
berpotensi menyebabkan banyaknya penyeberang jalan dan pejalan kaki, lokasi yang
berada di area pendidikan juga menyebabkan banyaknya pedagang kaki lima yang berarti
banyaknya kendaraan lambat di area ini. Oleh karenanya kelas hambatan samping pada
Gambar D.5. dapat dikategorikan sangat tinggi.
57 dari 63
Lampiran E (informatif):
Tipikal kendaraan berdasarkan klasifikasi jenis kendaraan
SM KR
Matic Sedan
Vespa Jeep
Yamaha Kombi
Tiger Minibus
Pickup
58 dari 63
KS KB
Bus Kecil Truk 3 Sumbu
Truk Kecil
Truk Box
Mikrobus
59 dari 63
KTB
Sepeda
Beca
Dokar
Andong
60 dari 63
Bibliografi
61 dari 63
Marler, N.W., Harahap, G., Novara, E., 1994: “Speed-flow Relationship and Side
Friction on IndonesianUrban Highways”. Proceedings of the Second
InternationalSymposium on Highway Capacity, Sydney, Australia 1994.
Australian Road Research Board in cooperation with Transportation Research
Board U.S.A. Committee A3A10.
Bang, K-L., Harahap, G., Lindberg, G., 1997: “Development of Life Cycle Cost Based
Guidelines Replacingthe Level of Service Concept in Capacity Analysis.
Paper submitted for presentation at the annual meeting of Transportation
Research Board, Washington D.C. January 1997.
62 dari 63
Daftar nama dan Lembaga
1) Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Kementrian Pekerjaan Umum.
2) Penyusun
Nama Lembaga
Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc., Ph.D. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan
dan Jembatan
Ir. Redy Aditya
63 dari 63
KAPASITAS JALAN BEBAS HAMBATAN
Daftar Isi
i
Gambar A. 1. Kinerja lalu lintas JBH, pada alinemen datar. DS=DJ, LV=KR .......................... 1
Gambar A. 2. Kinerja lalu lintas JBH, pada alinemen bukit DS=DJ, LV=KR ............................ 1
Gambar A. 3. Kinerja lalu lintas JBH, pada alinemen gunung ................................................ 2
ii
Prakata
Pedoman Kapasitas Jalan Bebas Hambatan ini merupakan bagian dari pedoman kapasitas
jalan Indonesia 2014 (PKJI'14), diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis bagi
para penyelenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi
baik di tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan perencanaan dan evaluasi
kapasitas Jalan bebas hambatan.
Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis 91-01 Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil
pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus
Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan
dibahas dalam forum rapat teknis yang diselenggarakan pada tanggal ………. di Bandung,
oleh subpantek Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber, pakar, dan lembaga
terkait.
iii
Pendahuluan
Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
(MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa
pertimbangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas
dan transportasi, serta workshop permasalahan MKJI'97 pada tahun 2009 adalah:
1) sejak MKJI’97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi
perlalulintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi
kendaraan, teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas,
sehingga perlu dikaji dampaknya terhadap kapasitas jalan;
2) terjadinya kenaikan porsi sepeda motor dalam arus lalu lintas yang signifikan;
3) terdapat indikasi ketidakakuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya;
4) MKJI’97 telah menjadi acuan, baik dalam penyelenggaraan jalan, maupun dalam
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Oleh karenanya secara periodik perlu
untuk dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya.
Pedoman ini merupakan pemutakhiran kapasitas jalan dari MKJI'97 tentang Jalan Bebas
Hambatan sebagai bagian dari Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI’14
dikemas dalam publikasi terpisah-pisah sesuai kemajuan pemutakhiran yang
keseluruhannya melingkupi:
1) Pendahuluan
2) Kapasitas Jalan luar Kota
3) Kapasitas Jalan Perkotaan
4) Kapasitas Jalan Bebas Hambatan
5) Kapasitas Simpang APILL
6) Kapasitas Simpang
7) Kapasitas Jalinan dan Bundaran
8) Perangkat lunak kapasitas jalan
Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen mobil penumpang (emp)
atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C0), dan cara penulisan. Nilai ekr
mengecil sebagai akibat dari meningkatnya proporsi sepeda motor dalam arus alu lintas
yang juga mempengaruhi nilai C0.
Pedoman ini dapat dipakai untuk menganalisis Jalan bebas hambatan untuk desain jalan
yang baru, peningkatan jalan yang sudah lama dioperasikan, dan evaluasi kinerja lalu lintas
jalan.
iv
Kapasitas Jalan Bebas Hambatan
1 Ruang lingkup
2 Acuan normatif
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 2011, Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak, serta Menejemen Kebutuhan Lalu lintas
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011, Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
Untuk tujuan penggunaan dalam Pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan:
3.1
arus lalu lintas (Q, q)
Jumlah kendaraan bermotor yang melalui suatu titik pada suatu penggal jalan per satuan
waktu yang dinyatakan dalam satuan kend/jam (qkend), atau skr/jam (qskr), atau kend/hari
(Qkend) atau skr/hari (Qskr)
3.2
arus lalu lintas jam perencanaan (qJP)
arus lalu lintas yang digunakan untuk perencanaan (kend./jam)
3.3
bus besar (BB)
bis dengan dua atau tiga gandar dengan jarak gandar 5,0 – 6,0m (lihat foto tipikal jenis KB
dalam Lampiran E)
3.4
derajat iringan (DI)
rasio antara arus kendaraan dalam peleton terhadap arus total
3.5
derajat kejenuhan (DJ)
rasio antara arus terhadap kapasitas
3.6
ekuivalen kendaraan ringan (ekr)
faktor dari beberapa tipe kendaraan dibandingkan terhadap kendaraan ringan sehubungan
dengan pengaruhnya kepada kecepatan kendaraan ringan dalam arus campuran (untuk
mobil penumpang dan kendaraan ringan yang sama sasisnya memiliki ekr = 1,0)
1 dari 19
3.7
faktor K (k)
faktor pengubah LHRT menjadi arus lalu lintas puncak
3.8
faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar efektif jalur lalu lintas (FCLE)
faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur lalu lintas
3.9
faktor skr (Fskr)
faktor untuk mengubah arus dalam kendaraan campuran menjadi arus ekuivalen dalam skr,
untuk analisis kapasitas
3.10
iringan atau peleton (I)
kondisi arus lalu lintas bila kendaraan bergerak beriringan (peleton) dengan kecepatan yang
sama karena tertahan oleh kendaraan yang berjalan paling depan (pimpinan peleton)
Catatan: waktu antara ke depan ≤ 5detik.
3.11
jalan bebas hambatan (JBH)
jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh dan
tanpa adanya persimpangan sebidang serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan
3.12
kapasitas (C)
arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan sepanjang segmen jalan tertentu dalam
kondisi tertentu (skr/jam)
3.13
kapasitas dasar (C0)
kapasitas suatu segmen jalan untuk suatu kondisi jalan yang ditentukan sebelumnya
(skr/jam)
3.14
kecepatan arus bebas (VB)
Kecepatan suatu kendaraan yang tidak terpengaruh oleh kehadiran kendaraan lain, yaitu
kecepatan dimana pengemudi merasa nyaman untuk bergerak pada kondisi geometrik,
lingkungan, dan pengendalian lalu lintas yang ada pada suatu segmen jalan tanpa lalu lintas
lain (km/jam)
3.15
kecepatan arus bebas dasar (VBD)
kecepatan arus bebas suatu segmen jalan untuk suatu kondisi geometrik, pola arus lalu
lintas, dan faktor lingkungan tertentu (km/jam)
3.16
kecepatan tempuh (VT)
kecepatan rata-rata ruang (space mean speed) kendaraan sepanjang segmen jalan (km/jam)
3.17
kelas jarak pandang (KJP)
penentuan kelas jarak pandang berdasarkan persentase dari segmen jalan yang mempunyai
jarak pandang ≥ 300m
2 dari 19
3.18
kendaraan (kend.)
unsur lalu lintas yang bergerak menggunakan roda
3.19
kendaraan ringan (KR)
kendaraan bermotor beroda empat, dengan dua gandar berjarak 2,0 – 3,0m (lihat foto tipikal
jenis KB dalam Lampiran E)
3.20
kendaraan sedang (KS)
kendaraan bermotor dengan dua as, dengan jarak gandar (gandar pertama ke kedua) 3,5 –
5,0m (lihat foto tipikal jenis KS dalam Lampiran E)
3.21
lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT)
arus (atau volume) lalu lintas harian rata-rata tahunan, dihitung dari jumlah arus lalu lintas
dalam setahun dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut (365 hari, kend./hari)
3.22
lebar jalur (LJ)
lebar jalur jalan yang dilewati lalu lintas, tidak termasuk bahu (m)
3.23
panjang jalan (L)
panjang segmen jalan atau ruas jalan (km)
3.24
penyesuaian kecepatan akibat lebar lajur efektif (VBL)
penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat lebar lajur efektif
3.25
satuan kendaraan ringan (skr)
satuan untuk arus lalu lintas dimana arus berbagai kendaraan yang berbeda telah diubah
menjadi arus kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan ekr
3.26
tipe alinemen jalan
gambaran kemiringan daerah yang dilalui jalan, yang ditentukan oleh jumlah naik dan turun
(m/km), dan jumlah lengkung horisontal (rad/km) sepanjang alinemen jalan
3.27
tipe JBH
konfigurasi jumlah lajur dan arah jalan, misal tipe JBH4/2-T (4 lajur 2 arah terbagi)
3.28
tipe medan jalan
penggolongan tipe medan sehubungan dengan topografi daerah yang dilewati jalan,
berdasarkan kemiringan melintang yang tegak lurus pada sumbu segmen jalan
3.29
truk besar (TB)
truk tiga gandar dan truk kombinasi dengan jarak gandar (gandar pertama ke kedua) > 3,5m
(lihat foto tipikal jenis KB dalam Lampiran E)
3 dari 19
3.30
waktu tempuh (TT)
waktu total yang diperlukan oleh suatu kendaraan untuk melalui suatu panjang jalan tertentu,
termasuk seluruh waktu tundaan dan waktu berhenti (jam, menit, atau detik)
4 Ketentuan
4.1.1 Prinsip
2) Analisis kapasitas ruas JBH dilakukan per segmen. Segmen JBH yaitu suatu panjang
jalan:
- Antara dua simpang susun dengan jalur penghubung ke luar dan masuk, dan;
- Mempunyai geometrik, arus lalu lintas, dan komposisi lalu lintas yang seragam
(homogen) di seluruh panjang segmen.
Segmen harus berubah jika tipe medan berubah, walaupun karakteristik geometrik,
arus lalu lintas, dan hambatan sampingnya tetap sama (penentuan tipe medan dapat
dilihat pada Tabel A.3, Lampiran A). Perubahan kecil pada geometrik jalan seperti lebar
jalur lalu lintas sampai dengan 0,5m tidak mengubah segmen, terutama jika perubahan
kecil tersebut hanya terjadi sedikit, namun jika karakteristik jalan berubah secara
signifikan, maka perubahan tersebut menjadi batas segmen.
- Unsur geometrik jalan, yaitu: 1) lebar jalur lalu lintas; 2) karakteristik bahu; 3)
median; 4) lengkung vertikal; dan 5) lengkung horisontal.
- Arus dan komposisi lalu lintas. Arus yang diukur dalam satuan kend./jam dan
komposisi lalu lintas akan mempengaruhi kapasitas, pengkonversian tiap-tiap jenis
kendaraan ke dalam satuan kendaraan ringan (skr) akan menghilangkan pengaruh
ini.
- Perambuan dan manajemen lalu lintas. Pengendalian kecepatan maksimum dan
minimum, gerakan kendaraan berat, penanganan kejadian kendaraan yang mogok
dan sebagainya akan mempengaruhi kapasitas JBH.
- Perilaku pengemudi dan populasi kendaraan (umur, tenaga mesin, dan kondisi
kendaraan dalam setiap komposisi kendaraan). Parameter keduanya berbeda
untuk setiap daerah. Kendaraan yang tua dari satu tipe tertentu atau kemampuan
pengemudi yang kurang gesit dapat menghasilkan kapasitas dan kinerja yang lebih
rendah. Pengaruh-pengaruh ini tidak dapat diukur secara langsung tetapi dapat
diperhitungkan melalui pemeriksaan setempat dari parameter kunci.
4) Jika nilai parameter kunci seperti arus bebas dan kapasitas sangat berbeda antara nilai
yang terukur di lapangan dan nilai yang didapat dari penggunaan pedoman, disarankan
untuk menerapkan faktor-faktor penyesuaian yang sesuai dengan lokasi pengamatan
dalam proses penentuan nilai-nilai kedua parameter kunci tersebut.
4 dari 19
4.1.2 Pelaksanaan perencanaan JBH
Analisis kapasitas JBH eksisting atau yang akan ditingkatkan harus selalu mempertahankan
DJ≤0,85. Disamping itu, desain harus mempertimbangkan standar jalan yang berlaku di
Indonesia, nilai ekonomi, serta pengaturan lalu lintas terhadap keselamatan lalu lintas dan
emisi kendaraan. Pemilihan tipe dan penampang melintang jalan harus:
1) Memenuhi standar jalan Indonesia yang merujuk kepada Peraturan Pekerjaan Umum
nomor 19 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan
Teknis Jalan sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2006
tentang jalan. Tabel A.4 dan A.5 dalam Lampiran A dapat digunakan sebagai acuan
desain awal geometrik JBH berdasarkan tipe jalannya, sedangkan Tabel A.6 dapat
digunakan sebagai anggapan umum untuk kepentingan perancangan tipikal JBH4/2
dan JBH6/2 yang ideal.
2) Paling ekonomis, bagi jalan umum atau JBH ditetapkan berdasarkan analisis biaya
siklus hidup (BSH). Ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk rencana yang paling
ekonomis JBH yang baru diberikan pada Tabel A.7 dalam Lampiran A.
3) Memiliki kinerja lalu lintas yang optimum. Tujuan perencanaan dan analisis operasional
untuk peningkatan ruas JBH yang sudah ada umumnya berupa perbaikan-perbaikan
kecil terhadap geometrik jalan untuk mempertahankan kinerja lalu lintas yang
diinginkan. Gambar A.1 s.d. A.3 dalam Lampiran A menggambarkan hubungan antara
kecepatan KR rata-rata (km/jam) dan arus lalu lintas total (dua arah) JBH pada
alinemen datar, bukit, dan gunung. Hal tersebut menunjukkan rentang kinerja lalu lintas
masing-masing tipe jalan, dan dapat digunakan sebagai sasaran perancangan atau
alternatif anggapan, misalnya dalam analisis perencanaan dan operasional untuk
meningkatkan ruas JBH yang sudah ada. Dalam hal ini, perlu diperhatikan untuk tidak
melampaui derajat kejenuhan 0,85 pada jam puncak tahun rencana.
Tabel 2. Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci
No Detail teknis
7) Berdasarkan LHRT yang dihitung dengan metode perhitungan yang benar. Secara
ideal, LHRT didasarkan atas perhitungan lalu lintas menerus selama satu tahun. Jika
diperkirakan, maka cara perkiraan LHRT harus didasarkan atas perhitungan lalu lintas
yang mengacu kepada ketentuan yang berlaku atau yang dapat
dipertanggungjawabkan. Misal perhitungan lalu lintas selama 7 hari atau 40 jam, perlu
mengacu kepada ketentuan yang berlaku sehingga diperoleh validitas dan akurasi
yang memadai.
8) Berdasarkan nilai qJP yang dihitung menggunakan nilai faktor k yang berlaku.
...............................................................................................1)
Keterangan:
LHRT adalah volume lalu lintas rata-rata tahunan yang ditetapkan dari survei perhitungan
lalu lintas selama satu tahun penuh dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut,
dinyatakan dalam skr/hari.
k adalah faktor jam rencana, ditetapkan dari kajian fluktuasi arus lalu lintas jam-jaman
selama satu tahun. Nilai k yang dapat digunakan untuk JBH yaitu sebesar 11%.
6 dari 19
Dalam survei perhitungan lalu lintas, kendaraan diklasifikasikan menjadi beberapa kelas
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti klasifikasi dilingkungan DJBM (1992) baik
yang dirumuskan pada tahun 1992 maupun yang sesuai dengan klasifikasi Integrated Road
Management System (IRMS) (Tabel 4). Untuk tujuan praktis, Tabel 4 dapat digunakan untuk
mengkonversikan data lalu dari klasifikasi IRMS atau DJBM (1992) menjadi data lalu lintas
dengan klasifikasi MKJI’97. Klasifikasi MKJI’97, dalam pedoman ini masih juga digunakan.
Dengan demikian, data yang dikumpulkan melalui prosedur survei yang dilaksanakan sesuai
klasifikasi IRMS maupun DJBM 1992, dapat juga digunakan untuk perhitungan kapasitas.
7 dari 19
4.2.3 Kecepatan arus bebas (VB)
Kecepatan arus bebas KR dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja JBH pada saat arus ~
0. Kecepatan arus bebas KS, BB, dan TB juga diberikan untuk referensi. Bentuk umum
persamaan untuk menentukan VB adalah:
…………………………………………………………………………..2)
keterangan:
VB adalah kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam)
VBD adalah kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan dan alinemen yang
diamati (km/jam)
VBL adalah penyesuaian kecepatan akibat lebar jalur lalu lintas (km/jam)
Proses penentuan nilai VBD dan FVL untuk JBH dengan lajur lebih dari 6, nilai-nilainya
dianggap sama dengan jalan 6 lajur.
4.2.3.2 Penyesuaian kecepatan akibat lebar efektif jalur lalu lintas (VBL)
Penentuan nilai FVL didasarkan pada Tabel B.4 sebagai fungsi dari lebar lajur efektif (LLE)
dan tipe alinemen jalan. Perlu dicatat, kondisi umum JBH di Indonesia yang memiliki bahu
diperkeras dan memungkinkan untuk digunakan sebagai jalur lalu lintas, agar tidak
ditambahkan dalam perhitungan LLE.
………………………………………………............................................3)
Penentuan nilai C0 dan FCLE untuk JBH dengan lajur lebih dari 6, agar disamakan nilainya
dengan tipe JBH untuk 6 lajur.
4.2.4.2 Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar efektif jalur lalu lintas (FCL)
Penentuan nilai FCL didasarkan pada Tabel B.6 sebagai fungsi lebar efektif jalur lalu lintas
(LLE).
8 dari 19
4.2.5 Derajat kejenuhan (DJ)
Nilai DJ digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan kinerja lalu lintas suatu simpang
dan juga segmen jalan. Nilai DJ menunjukkan apakah segmen jalan akan mempunyai
masalah kapasitas atau tidak. Persamaan umum derajat kejenuhan adalah:
.........................................................................................................................4)
Derajat kejenuhan dinyatakan tanpa satuan, dihitung dengan menggunakan arus dan
kapasitas yang masing-masing dinyatakan dalam skr/jam. Derajat kejenuhan digunakan
untuk analisis kinerja lalu lintas berupa kecepatan tempuh dan untuk perhitungan Derajat
Iringan.
.......................................................................................................................5)
keterangan:
VT adalah kecepatan ruang rata-rata kendaraan ringan (km/jam)
L adalah panjang segmen (km)
TT adalah waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan (jam)
Untuk tujuan praktis, maka dapat disusun Tabel 4 untuk membantu menganalisis kinerja lalu
lintas jalan. Tabel 4 membantu menghitung DJ (q/C), dan VT yang diturunkan berdasarkan
tipe jalan, alinemen, dan LHRT.
9 dari 19
Tabel 4. Kinerja lalu lintas sebagai fungsi dari tipe jalan, alinemen, dan LHRT
Jika anggapan dasar tentang faktor-k dan komposisi lalu lintas tidak sesuai dengan kasus
yang sedang dipelajari, tabel tersebut dapat dipergunakan dengan menggunakan arus
jam rencana (qJP) sebagai berikut:
………………………………………………………………..6)
a) Memperkirakan kinerja lalu lintas pada berbagai tipe jalan dengan tingkatan LHRT atau
qJP tertentu, Interpolasi linier dapat dilakukan untuk nilai arus antara.
b) Memperkirakan LHRT yang dapat ditampung oleh berbagai tipe jalan dalam ukuran
kinerja lalu lintas yang dinyatakan dalam DJ, VT, dan TT yang masih diizinkan.
5 Prosedur perhitungan
Prosedur perhitungan kapasitas dan penentuan kinerja lalu lintas JBH ditunjukkan dalam
bagan alir analisis JBH pada Gambar 1. Terdapat empat langkah utama, yaitu Langkah A:
Data Masukan, Langkah B: Kecepatan arus bebas, Langkah C: Kapasitas, dan Langkah D:
Kinerja lalu lintas. Untuk desain Jalan, baik desain Jalan baru maupun desain peningkatan
Jalan lama dan evaluasi kinerja lalu lintas Jalan, prosedur tersebut secara umum sama.
Perbedaannya adalah dalam penyediaan data masukan. Untuk desain, perlu ditetapkan
kriteria desain (contoh, DJ maksimum yang harus dipenuhi, VT dengan nilai tertentu) dan
data lalu lintas rencana. Untuk evaluasi kinerja lalu lintas Jalan, diperlukan data geometrik
dan lalu lintas eksisting.
10 dari 19
Sasaran utama dalam mendesain jalan baru adalah memperkirakan jumlah lajur jalan yang
dibutuhkan untuk menampung suatu perkiraan LHRT. Rincian geometrik serta masukan
lainnya dapat berupa anggapan atau didasarkan pada persyaratan teknis jalan yang berlaku.
Untuk perancangan, masukan mengenai rencana geometrik jalan, data lalu lintas, dan data
lingkungan yang diketahui secara umum, tidak terinci; dan perkiraan arus lalu lintas biasanya
dinyatakan dalam bentuk LHRT bukan sebagai arus jam puncak perencanaan.
Konsekuensinya, anggapan-anggapan mengenai rencana geometrik, lalu lintas, dan
lingkungan harus dibuat. Hubungan antara arus jam puncak atau arus jam perencanaan (qJP)
dengan LHRT harus ditetapkan, hubungan ini biasanya dinyatakan sebagai faktor k. Analisis
perancangan biasanya dikerjakan untuk kombinasi dua arah. Data masukan berupa
geometrik, lalu lintas, dan lingkungan tersebut akan diuraikan dalam Langkah A bagian 5.1.
Langkah perhitungan berikutnya yaitu menghitung nilai kecepatan arus bebas (Langkah B)
dan kapasitas (Langkah C) dan menganalisis awal kinerja lalu lintas Tipe Jalan awal ini
(Langkah D). ikuti prosedur perhitungan sebagaimana diuraikan dalam 5.2 hingga 5.4.
Jika yang diperlukan hanya perhitungan kapasitas, maka hasil hitungan kapasitas adalah
luarannya (pada Gambar 1 ditandai dengan garis terputus-putus satu titik). Jika yang
diperlukan evaluasi kinerja jalan maka lakukan Langkah D dan hasilnya adalah luaran
Langkah D (pada Gambar 1 ditandai dengan garis terputus-putus dua titik). Jika yang
diperlukan adalah perencanaan, setelah Langkah D maka lanjutkan dengan langkah-langkah
berikutnya.
Jika kriteria desain telah terpenuhi, maka Tipe Jalan awal adalah desain Jalan yang menjadi
sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka desain awal harus diubah, misalnya
dengan memperlebar jalur lalu lintas, meningkatkan Tipe Jalan. Hitung ulang kapasitas Jalan
dan kinerja lalu lintasnya untuk desain Jalan yang telah diubah ini sesuai dengan Langkah B,
Langkah C, dan Langkah D. hasilnya agar dievaluasi terhadap kriteria desain yang
ditetapkan. Ulangi (iterasi) langkah-langkah tersebut sampai kriteria desain Jalan tercapai.
Sasaran utama untuk peningkatan Jalan yang sudah ada adalah menetapkan Tipe Jalan
yang memenuhi kriteria desain Jalan yang ditetapkan, misal DJ≤0,85 dengan VT tertentu.
Data masukan untuk Langkah A adalah data geometrik eksisting, pengaturan lalu lintas
eksisting, data arus lalu lintas, data lingkungan jalan, dan umur rencana peningkatan untuk
menghitung qJP pada akhir umur rencana. Langkah berikutnya adalah menghitung kecepatan
arus bebas, kapasitas, dan kinerja lalu lintas Jalan eksisting sesuai dengan Langkah B,
Langkah C, dan Langkah D, bandingkan kinerja lalu lintas eksisting dengan kriteria desain.
Umumnya, kinerja lalu lintas eksisting tidak memenuhi kriteria desain yang mana hal ini
menjadi alasan untuk melakukan peningkatan. Perubahan desain ini misalnya dengan
menerapkan manajemen lalu lintas pelarangan jenis kendaraan tertentu atau mengubah
Tipe Jalan. Untuk desain Jalan yang sudah diubah ini, hitung ulang kecepatan arus bebas
dan kapasitas, kemudian analisis kinerja lalu lintasnya, dan bandingkan hasilnya dengan
kriteria desain. Jika kriteria desain telah terpenuhi, maka Tipe Jalan peningkatan terebut
adalah desain Jalan yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka
desain peningkatan perlu ditingkatkan lagi. Ulangi (iterasi) langkah-langkah tersebut sampai
kriteria desain Jalan tercapai.
Sasaran utama dalam melakukan evaluasi kinerja lalu lintas Jalan yang telah dioperasikan
adalah menghitung dan menilai DJ, dan VT yang menjadi dasar analisis kinerja lalu lintas
Jalan. Data utamanya adalah data geometrik, data lalu lintas, dan kondisi lingkungan
eksisting. Lakukan Langkah B, Langkah C, dan Langkah D sesuai prosedur yang diuraikan
dalam 5.2. hingga 5.4., kemudian buat deskripsi kinerja lalu lintas berdasarkan DJ, dan VT
yang diperoleh.
Disediakan tiga Formulir kerja untuk memudahkan pelaksanaan perhitungan dan analisis
yang dilampirkan dalam Lampiran D, yaitu:
11 dari 19
1) Formulir JBH-I untuk penyiapan data umum dan geometrik jalan.
2) Formulir JBH-II untuk penyiapan data arus dan komposisi lalu lintas.
3) Formulir JBH-III untuk menghitung kecepatan arus bebas, kapasitas dan kecepatan arus,
serta derajat iringan.
4) Formulir JBH-IV untuk menghitung kecepatan arus bebas, kapasitas, dan kecepatan
mendaki pada kondisi kelandaian khusus.
12 dari 19
Gambar 1. Bagan alir analisis kapasitas jalan bebas hambatan
13 dari 19
5.1 Langkah A: Data masukan
Data masukan terdiri dari data umum (A-1), data kondisi geometrik (A-2), dan kondisi lalu
lintas (A-3).
b) Data umum
Gunakan Formulir JBH-I, lengkapi data dengan tanggal, bulan, tahun, nama provinsi,
nomor ruas/nama jalan, kilometer segmen (misal, Km 3.250 - 4.750 dari Jakarta),
segmen antara (mis. Ramp Bekasi Timur dan Ramp Bekasi Barat), panjang segmen
(mis. 1,5 km), kelas jalan (kelas penggunaan jalan, kelas I, kelas II, atau kelas Khusus),
tipe jalan (mis. JBH4/2 atau JBH6/2), fungsi jalan (arteri atau kolektor), periode waktu
yang dianalisis (mis. tahun 2012, jam sibuk pagi antara jam 7 s.d. jam 10 pagi), serta
nama personil yang menangani dan memeriksa kasus ini.
Masukkan persentase panjang segmen yang berjarak pandang minimum 300m (jika
tersedia) ke dalam kotak yang sesuai di bawah sketsa alinemen horisontal. Dari informasi ini
Kelas Jarak Pandang (KJP) dapat ditentukan sebagaimana ditunjukan dalam Tabel 5, atau
dapat diperkirakan dengan taksiran teknis (jika ragu gunakan nilai normal (patokan) = A).
Masukkan hasil KJP ke dalam kotak di bawah sketsa alinemen horisontal pada Formulir
JBH-I.
14 dari 19
Buatlah sketsa penampang vertikal jalan dengan skala memanjang yang sama dengan
alinemen horisontal di atasnya. Tunjukkan kelandaian dalam % jika tersedia. Masukkan
informasi tentang naik+turun total dari segmen (m/km) jika tersedia.
Tentukan tipe alinemen umum dengan menggunakan informasi tercatat untuk lengkung
horisontal (rad/km) dan naik serta turun vertikal (m/km), dan masukkan hasilnya dengan
melingkari tipe alinemen yang sesuai (datar, bukit, atau gunung) pada formulir.
Jika lengkung horisontal dan nilai naik+turun dari ruas yang diteliti tidak sesuai dengan
penggolongan alinemen umum pada Tabel A.1, Lampiran A, maka tidak ada tipe alinemen
umum yang dipilih (Tabel B.3 akan dipergunakan untuk menentukan kecepatan arus bebas
dasar). Jika data alinemen tidak ada, gunakan penggolongan tipe medan (Bina Marga) atau
pengamatan visual untuk memilih tipe alinemen umum.
Buatlah sketsa penampang melintang jalan rata-rata dan tunjukkan lebar jalur lalu lintas,
lebar median, lebar bahu dalam dan luar tak terhalang (jika jalan terbagi), penghalang
samping jalan seperti pohon, saluran, dan sebagainya. Perhatikan bahwa sisi A dan Sisi B
ditentukan oleh garis referensi penampang melintang pada sketsa alinemen horisontal.
Median
Sisi A Sisi B
Parit Parit
LBLA LBLB
LBDA LBDB
LEA LEB
Isi lebar efektif rata-rata lajur lalu lintas untuk sisi A dan sisi B pada tempat yang tersedia
dalam Tabel di bawah sketsa. Isi juga lebar bahu efektif, LB = jumlah bahu luar dan dalam
per arah dan LB = jumlah lebar bahu kedua sisi untuk jalan satu arah seperti di bawah:
Jalan terbagi : Arah 1: LB1 = LBLA + LBDA; Arah 2: LB2 = LBLB + LBDB
Jalan satu arah : LB = LBA + LBB
Isikan keterangan tentang tindakan pengaturan lalu lintas yang diterapkan pada segmen
JBH yang menjadi kasus, seperti batas kecepatan, larangan terhadap jenis kendaraan
tertentu, larangan kendaraan dengan berat dan/atau beban gandar tertentu, alat pengatur
lalu lintas dan peraturan-peraturan lainnya.
15 dari 19
5.1.3 Langkah A-3: Data kondisi lalu lintas
Gunakan Formulir JBH-II untuk mencatat dan mengolah data masukan mengenai arus dan
komposisi lalu lintas. Data arus lalu lintas untuk tahun yang dianalisis berupa q JP dalam
satuan skr/jam. Tentukan ekr tiap-tiap jenis kendaraan dari Tabel B.1 atau B.2 dalam
Lampiran B dengan interpolasi arus lalu lintasnya atau dengan menggunakan diagram pada
Gambar B.1. Masukkan hasilnya ke dalam Formulir JBH-II, Tabel data penggolongan arus
lalu lintas perjam, baris 1.1 dan 1.2.
Hitung parameter arus lalu lintas yang diperlukan untuk analisis dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut:
a. Hitung nilai arus lalu lintas perjam rencana qJP (skr/jam) dengan mengalikan arus
(kend./jam) dengan ekr yang sesuai pada Baris 1.1 dan 1.2, dan masukkan hasilnya
pada Kolom yang sesuai. Hitung arus total dalam skr/jam.
b. Hitung faktor skr, dengan pembagian jumlah pada Kolom 14 baris 5 dengan jumlah pada
Kolom 13, Baris 5. Masukkan hasilnya ke dalam Kolom 14 Baris 7.
⁄ .....................................................................................................7)
Dalam analisis, nilai kecepatan arus bebas kendaraan ringan (VBKR) digunakan sebagai
ukuran utama kinerja. Analisis penentuan VB, menggunakan Formulir JBH-III, dengan data
masukan dari Langkah A (Formulir JBH-I dan JBH-II). Ikuti prosedur perhitungan VB seperti
diuraikan berikut:
1) Tetapkan nilai VBD dengan menggunakan Tabel B.3, dan masukkan kedalam kolom 2
Formulir JBH-III;
2) Tetapkan nilai VBL dengan menggunakan Tabel B.4, dan masukkan hasilnya pada
kolom 3 Formulir JBH-III;
3) Hitung VB untuk KR dengan menggunakan persamaan 2, masukkan hasilnya pada
kolom 4 Formulir JBH-III.
Kecepatan arus bebas dasar (VBD) untuk tipe kendaraan yang lain, dihitung dengan
menggunakan persamaan 10. Sebagai contoh, nilai VB untuk jenis KS, perhitungannya
adalah sebagai berikut:
⁄ …………………………………………………..8)
keterangan:
Analisis JBH dilakukan pada masing-masing arah dan seolah-olah masing-masing arah
adalah jalan satu arah yang terpisah. Gunakan data masukan dari Formulir JBH-I dan JBH-II
untuk menentukan C. Tahapan analisis adalah sebagai berikut:
16 dari 19
1) Tetapkan C0 dengan menggunakan Tabel B.5, masukkan nilainya pada kolom 6
Formulir JBH-III.
2) Tetapkan FCL dengan menggunakan Tabel B.6 dan masukkan nilainya pada kolom 7
Formulir JBH-III.
3) Hitung C dengan menggunakan persamaan 3, masukkan hasilnya kedalam kolom 9.
Analisis untuk JBH dilakukan pada masing-masing arah dan seolah-olah masing-masing
arah adalah jalan satu arah yang terpisah. Gunakan data masukan yang ditentukan dalam
Langkah A-3 (Formulir JBH-II) dan kecepatan arus bebas serta kapasitas yang ditentukan
dalam Langkah B dan C (Formulir JBH-III) untuk menentukan derajat kejenuhan (DJ),
kecepatan (VT), dan waktu tempuh (TT). Gunakan Formulir JBH-III untuk analisis kinerja lalu
lintas. Penetapan kinerja jalan mengikuti prosedur sebagai berikut (Gunakan Formulir JBH-
III):
1) Lihat arus total lalu lintas (q, skr/jam) dari Formulir JBH-II untuk masing-masing arah
perjalanan dan masukkan nilainya kedalam kolom 11 Formulir JBH-III.
2) Hitung DJ, dengan menggunakan persamaan 4, masukkan nilainya dalam kolom 12.
3) Tentukan nilai VT berdasarkan Gambar B.2. dalam Lampiran B sebagai fungsi dari DJ
dan VB, masukkan nilainya dalam kolom 13.
4) Masukkan panjang segmen L (km) pada Kolom 14 (berdasarkan data masukan pada
Formulir JBH-I).
5) Hitung TT dengan menggunakan persamaan 5.
6) Cara tercepat menilai kinerja lalu lintas jalan adalah melihat DJ, dan
membandingkannya dengan pertumbuhan lalu lintas tahunan dan "umur" fungsi jalan
yang dikehendaki dari segmen jalan tersebut. Jika nilai DJ yang didapat terlalu tinggi (>
0,85), perencana mungkin ingin merubah penampang melintang jalan, dsb., dan
memulai perhitungan baru. Hal ini membutuhkan formulir baru dengan kasus baru.
Perhatikan bahwa untuk JBH, penilaian kinerja lalu lintas harus dikerjakan dahulu untuk
setiap arah, agar dapat sampai pada penilaian menyeluruh.
17 dari 19
Lampiran A (normatif):
Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan umum
Gambar A. 1. Kinerja lalu lintas JBH, pada alinemen datar. DS=DJ, LV=KR
Gambar A. 2. Kinerja lalu lintas JBH, pada alinemen bukit DS=DJ, LV=KR
1 dari 19
Gambar A. 3. Kinerja lalu lintas JBH, pada alinemen gunung
2 dari 19
Tabel A. 4. Kondisi dasar tipe JBH
Elemen geometrik: Ukuran:
Lebar jalur lalu lintas efektif 2 x 7,00m (4/2-T) dan 2 x 10,50m (6/2-T)
Lebar bahu efektif 3,75m, lebar bahu dalam 0,75m + lebar bahu luar 3,00m
untuk masing-masing arah dan bahu berpenutup
Median Ada
Tipe alinemen jalan Datar
Kelas jarak pandang A
Tabel A. 6. Anggapan umum untuk perancangan tipikal JBH4/2 dan JBH6/2 yang ideal
Tipe JBH4/2 JBH6/2
Fungsi jalan Arteri atau kolektor Arteri atau kolektor
Jalur lalu 2x2 lajur (masing-masing lebar 3x2 lajur (masing-masing lebar lajur
lintas lajur 3,50m) 3,50m)
Median Ada Ada
Bahu jalan Lebar bahu efektif rata-rata: Lebar bahu efektif rata-rata:
3,0m (dalam 0,50m dan luar 3,0m (dalam 0,50m dan luar
2,50m) per arah pada medan 2,50m) per arah pada medan
datar dan perbukitan; datar dan perbukitan;
2,0m (dalam 0,25m dan luar 2,0m (dalam 0,25m dan luar
1,50m) per arah pada medan 1,50m) per arah pada medan
pegunungan. pegunungan.
Jarak 75% dari segmen mempunyai jarak 75% dari segmen mempunyai jarak
pandang pandang ≥ 300m (KJP = A) pandang ≥ 300m (KJP = A)
Tipe alinemen Datar, bukit, atau gunung Datar, bukit, atau gunung
Daerah luar kota Daerah luar kota (umumnya
Lingkungan pedalaman)
Komposisi lalu KR 63%; KS 25%; BB 8%; TR+TB KR 63%; KS 25%; BB 8%; TR+TB 4%
lintas 4%
Faktor k 0,11 (qJP = 0,11 LHRT) 0,11 (qJP = 0,11 LHRT)
Pemisahan 50/50 50/50
arah
3 dari 19
Tabel A. 7. Ambang arus lalu lintas jam puncak tahun ke-1 untuk JBH yang baru
4 dari 19
Lampiran B (normatif):
Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan teknis
5 dari 19
Gambar B. 2. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada JBH4/2 atau JBH6/2
Tipe q Ekr
alinemen per arah KS BB TB
(kend./jam)
0 1,2 1,2 1,6
Datar 1250 1,4 1,4 2,0
2250 1,6 1,7 2,5
> 2800 1,3 1,5 2,0
0 1,8 1,6 4,8
Bukit 900 2,0 2,0 4,6
1700 2,2 2,3 4,3
>2250 1,8 1,9 3,5
0 3,2 2,2 5,5
Gunung 700 2,9 2,6 5,1
1450 2,6 2,9 4,8
>2000 2,0 2,4 3,8
Tipe q Ekr
alinemen per arah KS BB TB
(kend./jam)
0 1,2 1,2 1,6
1500 1,4 1,4 2,0
Datar
2750 1,6 1,7 2,5
> 3250 1,3 1,5 2,0
0 1,8 1,6 4,8
Bukit 1100 2,0 2,0 4,6
2100 2,2 2,3 4,3
6 dari 19
Tipe q Ekr
alinemen per arah KS BB TB
(kend./jam)
> 2650 1,8 1,9 3,5
0 3,2 2,2 5,5
800 2,9 2,6 5,1
Gunung
1700 2,6 2,9 4,8
> 2300 2,0 2,4 3,8
Tabel B. 4. Penyesuaian kecepatan akibat perbedaan lebar efektif lajur lalu lintas (V BL) terhadap
kecepatan arus bebas KR pada berbagai tipe alinemen
Kapasitas dasar
Tipe JBH/Tipe alinyemen
(skr/jam/lajur)
JBH4/2 dan JBH 6/2
2300
- Datar
2250
- Bukit
2150
- Gunung
Tabel B. 6. Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas (FCL)
Lebar efektif jalur lalu lintas
FCLj
Tipe jalan (LLj-E), m
JBH4/2 3,25 0,96
dan Per Lajur 3,50 1,00
JBH6/2 3,75 1,03
7 dari 19
Lampiran C (informatif):
Contoh-contoh perhitungan kapasitas
Kondisi
Alinemen : Datar
Pertanyaan :
1. Tipe jalan apa yang paling ekonomis untuk kondisi ini? (umur rencana 23 tahun)
2. Tipe jalan apa yang diperlukan untuk mempertahankan kecepatan rata-rata
55km/jam selama umur rencana?
3. Berapakah nilainya pada tahun ke 1 dan tahun ke 23 dari soal 1 dan 2:
- Kecepatan
- Derajat kejenuhan
- Derajat iringan
Alinemen : Datar
Lalu lintas : Perhitungan arus per jenis kendaraan pada Bulan Maret 1994 pada
kedua arah adalah sebagai berikut:
8 dari 19
- Pemisahan arah : 55% - 45%
Pertanyaan :
Hitung nilai-nilai berikut pada kondisi lapangan bulan Maret 1994 untuk:
- Kecepatan arus bebas
- Kapasitas
- Derajat kejenuhan
- Kecepatan
9 dari 19
JALAN BEBAS HAMBAT AN T anggal Ditangani oleh
FORMULIR MW-1: DAT A MASUKAN Propinsi Diperiksa oleh
- DAT A MASUKAN No.Ruas/ Nama Jalan Kode segmen
- GEOMET RIK JALAN Segmen
Kelas admin jalan T ipe Jalan
Panjang (km) Kelas fungsional
Waktu Nomor soal
Serang Sisi B
Alinyemen Vertikal
Naik + turun (m/km) : Tidak ada Panjang dalam km (hanya kelandaian khusus) : Tidak ada
T ipe alinyemen (lingkari):Datar / Bukit / GunungKemiringan dalam % (hanya kelandaian khusus) : Tidak ada
Penampang Melintang
Sisi A Sisi B
Sisi A Sisi B
Lebar jalur lalu lintas rata-rata (Wc, m) 7.0 7.0
Luar Dalam Median Dalam Luar
Lebar bahu efektif (Ws, m)
2.5 0.5 2.0 0.5 2.5
Sisi A Sisi B
Kondisi Bahu
Luar Dalam Dalam Luar
T ipe permukaan: Lentur (aspal), Beton, Kerikil Kerikil Kerikil
Beda tinggi dengan jalan (cm) 0.0 0.0
Penggunaan: Lalu lintas, Parkir, Berhenti darurat Berhenti Berhenti
10 dari 19
JALAN BEBAS HAMBATAN Tanggal Ditangani oleh
FORMULIR MW-2 : DATA MASUKAN Propinsi Diperiksa oleh
- ARUS LALU LINTAS No.Ruas/ Nama Jalan Kode segmen
- HAMBATAN SAMPING Segmen
Kelas admin jalan Tipe Jalan
Panjang (km) Kelas fungsional
Waktu Nomor soal
Soal A: 1994
Baris Tipe Kend. Kendaraan Ringan Berat Menengah Bis Besar Truk Berat
1,1 ekr arah 1 KR : 1 KBM: 1,7 BB: 1,7 TB: 3,2 Arus Total (Q)
1,2 ekr arah 2 KR : 1 KBM: 1,7 BB: 1,7 TB: 3,2
Arah Kend/jam skr/jam Kend/jam skr/jam Kend/jam skr/jam Kend/jam skr/jam Arah % kend/jam skr/jam
2
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
3 1 708 708 163 277 18 31 556 1779 62% 1445 2795
4 2 579 579 134 228 137 233 46 147 38% 896 1187
5 1+2 1287 1287 297 505 155 264 602 1926 2341 3982
6 Catatan: Untuk kelandaian khusus, arah 1 = naik, arah 2 = turun Pemisahan arah, SP = Q1/(Q1+2) 62%
7 Faktor-skr Fskr = 1,701
Soal:
lalu lintas harian rata-rata tahunan
LHRT (kend/hari) Faktor-k = Pemisah arah 1/arah 2 =
Komposisi (%) KR % KB % BB % TB %
Baris Tipe Kend. Kendaraan Ringan Berat Menengah Bis Besar Truk Berat
1,1 ekr arah 1 KR : 1,00 KBM: 2,05 BB: 2,07 TB: 4,53 Arus Total (Q)
1,2 ekr arah 2 KR : 1,00 KBM: 2,00 BB: 2,00 TB: 4,60
Arah Kend/jam skr/jam Kend/jam skr/jam Kend/jam skr/jam Kend/jam skr/jam Arah % kend/jam skr/jam
2
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
3 1 708 708 163 334 18 37 556 2519 62% 1445 3598
4 2 579 579 134 268 137 274 46 212 38% 896 1333
5 1+2 1287 1287 297 602 155 311 602 2730 2341 4931
6 Catatan: Untuk kelandaian khusus, arah 1 = naik, arah 2 = turun Pemisahan arah, SP = Q1/(Q1+2) 62%
7 Faktor-skr Fskr = 2,106
11 dari 19
JALAN BEBAS HAMBAT AN T anggal Ditangani oleh
FORMULIR MW-3 : ANALISA Propinsi Diperiksa oleh
- KECEPAT AN, KAPASIT AS No.Ruas/ Nama Jalan Kode segmen
Segmen
Kelas admin jalan T ipe Jalan
Panjang (km) Kelas fungsional
Waktu Nomor soal
Kecepatan Faktor
Kecepatan
arus bebas penyesuaian
arus bebas
dasar untuk lebar jalur
Soal/ Arah
FVo FVw Fv
T abel B-1:1 T abel B-2:1 (2)+(3)
(km/jam) (km/jam) (km/jam)
(1) (2) (3) (4)
1994 78 0 78
Kapasitas C = Co x Fcw x FC sp
12 dari 19
Lampiran D (normatif):
Formulir perhitungan kapasitas jalan
Bahu Jalur lalu lintas Arah A Median dinaikkan Jalur lalu lintas Arah B Bahu
Bahu Jalur lalu lintas Arah A Median diturunkan Jalur lalu lintas Arah B Bahu
D:\01 LITBANG\2011\2011 Litbang MKJI\07 TEKS MKJI 2011\2011 Edited Text Bab VI Jalan Bebas Hambatan
13 dari 19
Formulir JBH - 2
Tanggal: Ditangani
JALAN BEBAS HAMBATAN
Provinsi: Diperiksa
Formulir JBH-2: DATA MASUKAN Nama JBH: Kode
- ARUS LALU LINTAS Segmen antara: ….……………………….. s.d. …………………………..
- HAMBATAN SAMPING Panjang, Km Tipe Jalan
Waktu: Nomor
KASUS ……..
Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan, LHRT
LHRT Pemisahan arah 1 Komposisi (%)
Faktor K
(Kend/hari) / arah 2 KR KS BB TB
3 1
4 2
5 1+2
6 Catatan: Pada Segmen dengan Kelandaian Khusus, Pemisahan arah, SP=Q1/(Q1+Q2), % :
7 Arah 1 = Naik; Arah 2 = Turun Faktor-skr, F SKR =
KASUS ……..
Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan, LHRT
LHRT Pemisahan arah 1 Komposisi (%)
Faktor K
(Kend/hari) / arah 2 KR KS BB TB
3 1
4 2
5 1+2
6 Catatan: Pada Segmen dengan Kelandaian Khusus, Pemisahan arah, SP=Q1/(Q1+Q2), % :
7 Arah 1 = Naik; Arah 2 = Turun Faktor-skr, F SKR =
D:\01 LITBANG\2011\2011 Litbang M KJI\07 TEKS M KJI 2011\2011 Edited Text Bab V I Jalan Bebas Hambatan 4/29/12
14 dari 19
Formulir JK - 3
D:\01 LITBANG\2011\2011 Litbang MKJI\07 TEKS MKJI 2011\2011 Edited Text Bab V Jalan Perkotaan 4/29/12
15 dari 19
Lampiran E (informatif):
Tipikal kendaraan berdasarkan klasifikasi jenis kendaraan
SM KR
Matic Sedan
Vespa Jeep
Yamaha Kombi
Tiger Minibus
Pickup
16 dari 19
KS KB
Bus Kecil Truk 3 Sumbu
Truk Kecil
Truk Box
Mikrobus
17 dari 19
KTB
Sepeda
Beca
Dokar
Andong
18 dari 19
Bibliografi
TRB, Highway Capacity Manual, Special Report 209. Third edition updated October
1994. Transportation Research Board; Washington D.C. USA 1995.
May, A.D. Traffic Flow Fundamentals. Prentice-Hall, Inc; 1990.
Easa, S.M. Generalized Procedure for Estimating
May, A.D. Single- and Two-Regime Traffic-Flow Models. Transportation Research
Records 772; Washington D.C. USA 1980.
Hoban, C.J. Evaluating Traffic Capacity and Improvements to Road Geometry.
World Bank Technical Paper Number 74; Washington D.C. USA 1987.
OECD . Traffic Capacity of Major Routes. Road Transport Research; 1983.
Brannolte,U. (editor). Highway Capacity and Level of Service. Proceedings of
International Symposium on Highway Capacity, Karlsruhe; Rotterdam Net-
herlands 1991.
McShane, W.R. Traffic Engineering. Roess, R.P. Prentice-Hall, Inc; 1990.
Black, J.A., Westerman, H.L., Blinkhorn, L., McKittrick, J. Land Use along Arterial
Roads: Friction and Impact. The University of New South Wales; 1988.
McLean, J.R. Two-Lane Highway Traffic Opera-
tions. Theory and Practice. Gordon and Breach Science Publisher; 1989.
NAASRA. Guide to Traffic Engineering Practice. National Association of Australian
State Road Authorities; 1988.
Directorate General. Standard Specification for Geometric Design of Highways of
Interurban Roads. Ministry of Public Works; 1990.
Ministry of Public Works. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 552/-
KPTS/1991 tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan sebagai Jalan Nasional
Indonesia. Jakarta; 1991.
Akcelik, R. Proceeding of the Second International Symposium on Highway Capac-
ity. TRB Committee A3A10, Sydney August 1994.
HOFF & OVERGAARD a/s and PT Multi Phi Beta. Road User Cost Model, 1992
Bång, K-L., Carlsson, A. Indonesian Highway Capacity Manual Project. Final
Technical Report Phase 2: Interurban Roads. Directorate General of
Highways, Jakarta, Indonesia, August 1994.
Bång, K-L., Lindberg, G., Schandersson, R. Indonesian Highway Capacity Manual
Project. Final Technical Report Phase 3 Part A: Development of Capacity
Analysis Software and Traffic Engineering Guidelines. Directorate General
of Highways, Jakarta, Indonesia, April 1996.
Bång, K-L., Harahap, G., Palgunadi. Development of Speed-flow Relationships for
Indo-nesian Rural Roads using Empirical Data and Simulation.
Transportation Research Record 1484, Transportation Research Board,
National Academy Press, Washington D.C., July 1995.
Bång, K-L., Harahap, G., Lindberg, G. Development of Life Cycle Cost Based Guide-
lines Replacing the Level of Service Concept in Capacity Analysis. Paper
submitted for presentation at the annual meeting of Transportation
Research Board, Washington D.C., January 1997.
19 dari 19
Daftar nama dan Lembaga
1) Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Kementrian Pekerjaan Umum.
2) Penyusun
Nama Lembaga
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan
Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc., Ph.D.
dan Jembatan
KAPASITAS SIMPANG APILL
Daftar Isi
Daftar Isi i
Prakata iv
Pendahuluan iv
1 Ruang lingkup 1
2 Acuan normatif 1
3 Istilah dan definisi 1
4 Ketentuan 7
4.1 Ketentuan umum 7
4.1.1 Prinsip 7
4.1.2 Pelaksanaan perencanaan Simpang APILL 8
4.2 Ketentuan teknis 11
4.2.1 Tipikal Simpang APILL dan sistem pengaturan 11
4.2.2 Data masukan lalu lintas 12
4.2.3 Penggunaan isyarat 13
4.2.4 Penentuan waktu isyarat 15
4.2.4.1 Tipe pendekat 15
4.2.4.2 Penentuan lebar pendekat efektif, LE 16
4.2.4.3 Arus jenuh dasar, S0 17
4.2.4.4 Arus jenuh yang telah disesuaikan, S 19
4.2.4.5 Rasio arus/Arus jenuh, RQ/S 20
4.2.4.6 Waktu siklus dan waktu hijau 20
4.2.5 Kapasitas Simpang APILL 21
4.2.6 Derajat kejenuhan 21
4.2.7 Kinerja lalu lintas Simpang APILL 21
4.2.7.1 Panjang antrian 21
4.2.7.2 Rasio kendaraan henti 22
4.2.7.3 Tundaan 22
4.2.8 Penilaian kinerja 23
5 Prosedur perhitungan kapasitas 23
5.1 Langkah A : Menetapkan data masukan 27
5.1.1 Langkah A.1. Data geometrik, pengaturan arus lalu lintas, dan kondisi
lingkungan Simpang APILL 27
5.1.2 Langkah A.2. Data kondisi arus lalu lintas 27
5.2 Langkah B : Menetapkan penggunaan isyarat 28
5.2.1 Langkah B.1. Fase sinyal 28
5.2.2 Langkah B.2. Waktu antar hijau dan waktu hilang 28
5.3 Langkah C : Menentukan waktu APILL 28
i
5.3.1 Langkah C.1. Tipe pendekat 28
5.3.2 Langkah C.2. Lebar pendekat efektif 29
5.3.3 Langkah C.3. Arus jenuh dasar 29
5.3.4 Langkah C.4. Faktor penyesuaian 29
5.3.5 Langkah C.5. Rasio arus per arus jenuh (RQ/S) 31
5.3.6 Langkah C.6. Waktu siklus dan waktu hijau 31
5.4 Langkah D : Kapasitas 31
5.4.1 Langkah D.1. Kapasitas dan derajat kejenuhan 32
5.4.2 Langkah D.2. Keperluan perubahan geometrik 32
5.5 Langkah E : Tingkat kinerja lalu lintas 32
5.5.1 Langkah E.1. Persiapan 32
5.5.2 Langkah E.2. Panjang antrian, PA 33
5.5.3 Langkah E.3. Jumlah kendaraan terhenti 33
5.5.4 Langkah E.4. Tundaan 34
Lampiran A (normatif): 35
Lampiran B (normatif): 42
Lampiran C (informatif): 53
Lampiran D (informatif): 79
Lampiran F (informatif): 84
Bibliografi 88
Daftar nama dan Lembaga 89
Gambar 1. Konflik primer dan konflik sekunder pada simpang APILL 4 lengan...................... 7
Gambar 2. Urutan waktu menyala isyarat pada pengaturan APILL dua fase ......................... 8
Gambar 3. Pendekat dan sub-pendekat............................................................................... 11
Gambar 4. Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan ..................... 14
Gambar 5. Penentuan tipe pendekat ................................................................................... 16
Gambar 6. Lebar pendekat dengan dan tanpa pulau lalu lintas ........................................... 17
Gambar 7. Bagan alir perhitungan, perencanaan, dan evaluasi kapasitas Simpang APILL . 26
Gambar 8. Jumlah antrian maksimum (NQMAX), skr, sesuai dengan peluang untuk beban lebih
(POL) dan NQ ........................................................................................................................ 33
Gambar 9. Biaya Siklus Hidup per Arus Simpang total untuk jenis Simpang tak bersinyal,
Simpang bersinyal (simpang APILL), Bundaran, dan Simpang Susun ................................. 73
ii
Gambar B. 1. Tipikal geometrik simpang-4 .......................................................................... 42
Gambar B. 2. Tipikal geometrik simpang-3 .......................................................................... 43
Gambar B. 3. Arus jenuh dasar untuk pendekat terlindung (tipe P) ...................................... 43
Gambar B. 4. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) tanpa lajur belok kanan
terpisah ................................................................................................................................ 44
Gambar B. 5. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) yang dilengkapi lajur belok
kanan terpisah ..................................................................................................................... 45
Gambar B. 6. Faktor penyesuaian untuk kelandaian (FG) .................................................... 46
Gambar B. 7. Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir (FP) ............................................. 46
Gambar B. 8. Faktor penyesuaian untuk belok kanan (FBKa), pada pendekat tipe P dengan
jalan dua arah, dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk .............................................. 47
Gambar B. 9. Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FBKi) untuk pendekat tipe P,
tanpa BKiJT, dan Le ditentukan oleh LM .................................................................................. 47
Gambar B. 10. Penetapan waktu siklus sebelum penyesuaian, cbp ...................................... 48
Gambar B. 11. Jumlah kendaraan tersisa (skr) dari sisa fase sebelumnya .......................... 48
Gambar B. 12. Jumlah kendaraan yang datang kemudian antri pada fase merah ............... 49
Gambar B. 13. Penentuan rasio kendaraan terhenti, RKH ..................................................... 50
Tabel 1. panduan pemilihan tipe Simpang APILL yang paling ekonomis ............................... 9
Tabel 2. Perkiraan kinerja lalu lintas simpang-3 dan simpang-4, untuk ukuran kota 1-3juta
jiwa dan rasio arus mayor dan arus minor 1:1 ...................................................................... 10
Tabel 3. Padanan klasifikasi jenis kendaraan ...................................................................... 13
Tabel 4. Tabel kinerja simpang Jalan Iskandarsyah – Jalan Wijaya ..................................... 53
Tabel 5. Tabel kinerja simpang Jalan Martadinata – Jalan A. Yani ...................................... 61
Tabel A. 1. Angka kecelakaan lalu lintas (laka) pada Jenis dan tipe Simpang tertentu sebagai
pertimbangan keselamatan dalam pemilihan tipe Simpang ................................................. 40
Tabel A. 2. Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci ........ 40
iii
Prakata
Pedoman kapasitas Simpang APILL ini merupakan bagian dari pedoman kapasitas jalan
Indonesia 2014 (PKJI'14), diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis bagi para
penyelenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi baik di
tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan perencanaan dan evaluasi kapasitas
Simpang APILL. Istilah kapasitas Simpang APILL yang dipakai dalam pedoman ini
sebelumnya disebut Simpang bersinyal.
Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis 91-01 Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil
pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus
Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan
dibahas dalam forum rapat teknis yang diselenggarakan pada tanggal xx September 2014 di
Bandung, oleh subpantek Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber, pakar,
dan lembaga terkait.
Pendahuluan
iv
Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
(MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa
pertimbangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas
dan transportasi, serta workshop permasalahan MKJI'97 pada tahun 2009 adalah:
1) sejak MKJI’97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi perlalu-
lintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan,
teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji
dampaknya terhadap kapasitas jalan;
2) khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsi sepeda motor dalam arus lalu lintas
yang signifikan;
3) terdapat indikasi ketidakakuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya,
4) MKJI’97 telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik
dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya;
Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti
dari Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan dalam
Laporan MKJI tahap I, tahun 1993. Hal ini disebabkan terutama oleh:
a) komposisi lalu lintas di Indonesia yang memiliki porsi sepeda motor yang tinggi dan
dewasa ini semakin meningkat,
b) aturan “right of way” di Simpang dan titik-titik konflik yang lain yang tidak jelas sekalipun
Indonesia memiliki regulasi prioritas.
Pedoman ini merupakan pemutakhiran kapasitas jalan dari MKJI'97 tentang Simpang
bersinyal yang selanjutnya disebut Pedoman Simpang APILL sebagai bagian dari Pedoman
Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI’14 keseluruhan melingkupi:
1) Pendahuluan
2) Kapasitas jalan luar kota
3) Kapasitas jalan perkotaan
4) Kapasitas jalan bebas hambatan
5) Kapasitas Simpang APILL
6) Kapasitas Simpang
7) Kapasitas jalinan dan bundaran
8) Perangkat lunak kapasitas jalan
Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen satuan mobil penumpang
(emp) atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C0), dan cara penulisan. Nilai
ekr mengecil sebagai akibat dari meningkatnya proporsi sepeda motor dalam arus lalu lintas
yang juga mempengaruhi nilai C0.
Pedoman ini dapat dipakai untuk menganalisis Simpang APILL untuk desain Simpang APILL
yang baru, peningkatan Simpang APILL yang sudah lama dioperasikan, dan evaluasi kinerja
lalu lintas Simpang APILL.
v
Kapasitas Simpang APILL
1 Ruang lingkup
2 Acuan normatif
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011, Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
Keputusan menteri perhubungan No.62 Tahun 1993, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Untuk tujuan penggunaan dalam Pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan:
3.1
akses terbatas (AT)
akses terbatas bagi pejalan kaki atau kendaraan (contoh: karena ada hambatan fisik, maka
tidak ada akses langsung ke jalur utama karena harus melalui jalur lambat)
3.2
alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL)
alat yang mengatur arus lalu lintas menggunakan 3 isyarat lampu yang baku, yaitu merah,
kuning, dan hijau. Penggunaan 3 warna tersebut bertujuan memisahkan lintasan arus lalu
lintas yang saling konflik dalam bentuk pemisahan waktu berjalan
3.3
angka henti (Ah)
jumlah rata rata berhenti per kendaraan (termasuk berhenti berulang-ulang dalam antrian)
3.4
arus jenuh (S)
besarnya arus lalu lintas keberangkatan antrian dari dalam suatu pendekat selama kondisi
yang ada (skr/jam)
3.5
arus jenuh dasar (S0)
besarnya arus lalu lintas keberangkatan antrian di dalam suatu pendekat pada kondisi ideal
(skr/jam)
3.6
arus lalu lintas (Q,q)
1 dari 89
jumlah kendaraan-kendaraan yang melalui suatu garis tak terganggu di hulu pendekat per
satuan waktu, dalam satuan kend./jam atau ekr/jam. Notasi Q dipakai untuk menyatakan
LHRT dalam satuan ekr/hari atau kend./hari.
3.7
arus lalu lintas belok kanan (qBKa)
arus lalu lintas yang membelok ke kanan dari suatu pendekat (kend./jam, skr/jam)
3.8
arus lalu lintas belok kanan melawan atau terlawan (qo BKa)
arus lalu lintas belok kanan dari pendekat yang berlawanan, kend./jam, skr/jam
3.9
arus lalu lintas belok kiri (qBKi)
arus lalu lintas yang membelok ke kiri dari suatu pendekat, kend./jam, skr/jam
3.12
arus lalu lintas melawan atau terlawan (qo)
arus lalu lintas lurus yang berangkat dari suatu pendekat dan arus yang belok kanan dari
arah pendekat yang berlawanan terjadi dalam satu fase hijau yang sama; atau arus yang
membelok ke kanan dan arus lalu lintas yang lurus dari arah yang berlawanan terjadi dalam
satu fase hijau yang bersamaan (contoh: lihat Gambar 4 kasus 42). Arus lalu lintas yang
berangkat disebut arus terlawan, dan arus lalu lintas dari arah berlawanan disebut arus
melawan
3.13
arus lalu lintas terlindung (qp)
arus lalu lintas yang lurus diberangkatkan ketika arus lalu lintas belok kanan dari arah
berlawanan sedang menghadapi isyarat merah; atau arus lalu lintas yang belok kanan
diberangkatkan ketika arus lalu lintas lurus dari arah yang berlawanan sedang menghadapi
isyarat merah, sehingga tidak ada konflik, kend./jam
3.14
belok kiri (Bki)
indeks untuk arus lalu lintas belok ke kiri
3.15
belok kiri jalan terus (BkiJT)
indeks untuk arus lalu lintas belok kiri yang pada saat isyarat merah menyala diizinkan jalan
terus
3.16
belok kanan (Bka)
indeks untuk arus lalu lintas belok kanan
3.17
derajat kejenuhan (DJ)
rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat
3.19
ekivalen kendaraan ringan (ekr)
faktor konversi berbagai jenis kendaran dibandingkan dengan kendaraan ringan yang lain
sehubungan dengan dampaknya pada kapasitas jalan. Nilai ekr untuk kendaraan ringan
adalah satu
2 dari 89
3.20
hambatan samping (HS)
interaksi antara arus lalu lintas dan kegiatan samping jalan yang menyebabkan menurunnya
arus jenuh dalam pendekat yang bersangkutan
3.23
jumlah kendaraan terhenti (NKH)
jumlah kendaraan terhenti dan antri dalam suatu pendekat, skr
3.24
kapasitas (C)
arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan selama waktu paling sedikit satu jam
3.25
kelandaian (G)
kelandaian memanjang pendekat, jika menanjak ke arah simpang diberi tanda positif, dan
jika menurun ke arah simpang diberi tanda negatif, dinyatakan dalam satuan %
3.27
kendaraan ringan (KR)
kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat, panjang kendaraan tidak lebih dari
5,5m dengan lebar sampai dengan 2,1m, meliputi sedan, minibus (termasuk angkot),
mikrobis (termasuk mikrolet, oplet, metromini), pick-up, dan truk kecil lihat foto tipikal jenis
KR dalam Lampiran F)
3.28
kendaraan sedang (KS)
kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat atau enam, dengan panjang
kendaraan antara 5,5m s.d. 9,0m, meliputi Bus sedang dan truk sedang (lihat foto tipikal
jenis KS dalam Lampiran F)
3.29
kendaraan tak bermotor (KTB)
kendaraan yang tidak menggunakan motor, bergerak ditarik oleh orang atau hewan,
termasuk sepeda, becak, kereta dorongan, dokar, andong, gerobak (lihat foto tipikal jenis
KTB dalam Lampiran F)
3.30
komersial (KOM)
lahan disekitar Simpang yang didominasi oleh kegiatan komersial (contoh: pertokoan,
restoran, perkantoran) dengan akses langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan
3.31
lalu lintas harian rata-rata (LHRT)
volume lalu lintas harian rata-rata tahunan yang ditetapkan dari survei perhitungan lalu lintas
selama satu tahun penuh dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut, atau ditetapkan
berdasarkan survei perhitungan lalu lintas yang lebih pendek sesuai ketentuan yang berlaku,
dinyatakan dalam skr/hari.
3.33
lebar pendekat (LP)
lebar awal bagian pendekat yang diperkeras, digunakan oleh lalu lintas memasuki simpang,
m
3 dari 89
3.34
lebar jalur masuk (LM)
lebar pendekat diukur pada garis henti, m
3.35
lebar jalur keluar (LK)
lebar pendekat diukur pada bagian yang digunakan lalu lintas keluar simpang, m
3.36
lebar jalur efektif (LE)
lebar pendekat yang diperhitungkan dalam kapasitas, yaitu lebar yang mempertimbangkan
LP, LM, LK, dan pergerakan membelok, m
3.37
lurus (LRS)
indeks untuk arus lalu lintas yang lurus
3.38
panjang antrian (PA)
panjang antrian kendaraan yang mengantri di sepanjang pendekat, m
3.39
pendekat
jalur pada lengan simpang untuk kendaraan mengantri sebelum keluar melewati garis henti
3.40
permukiman (KIM)
lahan disekitar Simpang yang didominasi oleh tempat permukiman dengan akses langsung
bagi pejalan kaki dan kendaraan
3.41
rasio arus lalu lintas (Rq/S)
rasio arus lalu lintas (q) terhadap arus lalu lintas jenuh (S) dari suatu pendekat
3.42
rasio arus lalu lintas simpang (RAS)
jumlah dari rasio arus lalu lintas untuk semua fase yang berurutan dalam suatu siklus
3.43
rasio arus belok kanan (RBKa)
perbandingan arus belok kanan terhadap arus total dari pendekat yang ditinjau
3.44
rasio arus belok kiri (RBKi)
perbandingan arus belok kiri terhadap arus total dari pendekat yang ditinjau
3.45
rasio arus belok kiri jalan terus (RBKiJT)
perbandingan arus BkiJT terhadap arus total dari pendekat yang ditinjau
3.46
rasio arus mayor terhadap arus minor (Rmami)
perbandingan arus lalu lintas total pada jalan mayor terhadap arus lalu lintas total pada jalan
minor
4 dari 89
3.47
rasio fase (RF)
rasio antara rasio arus lalu lintas terhadap rasio arus lalu lintas simpang
3.48
rasio kendaraan tak bermotor (RKTB)
perbandingan arus kendaraan tak bermotor terhadap jumlah arus kendaraan bermotor dan
kendaraan tak bermotor
3.49
rasio kendaraan terhenti (RKH)
rasio arus lalu lintas yang harus berhenti sebelum melewati garis henti akibat pengendalian
isyarat lampu lalu lintas terhadap seluruh arus yang lewat
3.50
rasio waktu hijau (RH)
perbandingan antara waktu isyarat hijau terhadap waktu fase pada pendekat yang ditinjau
3.51
satuan kendaran ringan (skr)
satuan arus lalu lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan disamakan menjadi
kendaraan ringan, termasuk mobil penumpang dan kendaraan ringan lainnya, dengan
menggunakan nilai ekr
3.52
sepeda motor (SM)
kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda (lihat foto tipikal jenis KTB dalam Lampiran
F)
3.57
tipe pendekat dengan arus berangkat terlawan (To)
Tipe keberangkatan arus dengan konflik antara gerak belok kanan dari suatu pendekat dan
gerak lurus dan/atau gerak belok kiri dari bagian pendekat yang berlawanan pada fase yang
sama
3.58
tipe pendekat dengan arus berangkat terlindung (Tp)
tipe keberangkatan arus tanpa konflik antara gerakan lalu lintas belok kanan dengan arus
lurus dan/atau belok kiri
3.59
tipe simpang APILL
kode simpang yang terdiri dari tiga angka, angka pertama menunjukkan jumlah lengan
simpang, angka kedua menunjukkan jumlah lajur pada pendekat jalan minor, dan angka
ketiga menunjukkan jumlah lajur pada pendekat jalan mayor, tambahan huruf L pada dijit ke
4 yang menunjukkan belok kiri jalan terus. Contoh 412 adalah simpang-4 lengan, jumlah
lajur pendekat di jalan minor sebanyak 1 lajur, dan pada jalan mayor sebanyak 2 lajur
3.60
tundaan (T)
waktu tempuh tambahan yang digunakan pengemudi untuk melalui suatu simpang apabila
dibandingkan dengan lintasan tanpa simpang
3.61
tundaan geometrik (TG)
5 dari 89
tundaan yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan yang membelok di
simpang dan/atau yang terhenti oleh lampu merah
3.62
tundaan lalu lintas (TL)
waktu menunggu yang disebabkan oleh interaksi lalu lintas dengan gerakan lalu lintas yang
berlawanan
3.63
ukuran kota (UK)
ukuran kota yang diukur dari jumlah penduduk dalam wilayah perkotaan tersebut
3.64
waktu antar hijau (HA)
periode waktu kuning ditambah waktu merah semua antara dua fase isyarat yang berurutan,
detik
3.65
waktu hijau (H)
waktu isyarat lampu hijau sebagai izin berjalan bagi kendaraan-kendaraan pada lengan
simpang yang ditinjau, detik
3.66
waktu hijau maksimum (Hmaks)
waktu isyarat hijau terlama yang diizinkan untuk pendekatan yang ditinjau, detik
3.67
waktu hijau minimum (Hmin)
waktu isyarat hijau terpendek yang diperlukan dalam satu fase kendali lalu lintas kendaraan,
detik
3.68
waktu hijau hilang total (HH)
jumlah semua periode antar hijau (HA) dalam satu siklus lengkap, dapat juga diperoleh dari
beda antara waktu siklus (c) dengan jumlah waktu hijau (H) dalam semua fase yang
berurutan, detik
3.69
waktu isyarat kuning (K)
waktu dimana lampu kuning dinyalakan setelah hijau dalam sebuah pendekat, detik
3.70
waktu isyarat merah (M)
waktu isyarat lampu merah sebagai larangan berjalan bagi kendaraan-kendaraan pada
lengan simpang yang ditinjau, detik
3.71
waktu isyarat merah semua (Msemua)
waktu isyarat merah menyala bersamaan pada setiap pendekat, detik
3.72
waktu siklus (c)
waktu untuk urutan lengkap isyarat APILL, misal waktu diantara dua permulaan hijau yang
berurutan pada suatu pendekat, detik
6 dari 89
4 Ketentuan
4.1.1 Prinsip
1) APILL digunakan untuk tujuan: 1) mempertahankan kapasitas simpang pada jam
puncak, dan 2) mengurangi kejadian kecelakaan akibat tabrakan antara kendaraan-
kendaraan dari arah yang berlawanan. Prinsip APILL adalah dengan cara
meminimalkan konflik baik konflik primer maupun konflik sekunder. Konflik primer
adalah konflik antara dua arus lalu lintas yang saling berpotongan, dan konflik
sekunder adalah konflik yang terjadi dari arus lurus yang melawan atau arus membelok
yang berpotongan dengan arus lurus atau pejalan kaki yang menyeberang.
Gambar 1. Konflik primer dan konflik sekunder pada simpang APILL 4 lengan
2) Untuk meningkatkan kapasitas, arus keberangkatan dari satu pendekat dapat memiliki
arus terlawan dan arus terlindung pada fase yang berbeda khusus pada kondisi
dimana arus belok kanan pada lengan pendekat yang berlawanan arah sangat banyak,
sehingga berpotensi menurunkan kapasitas dan/atau menurunkan tingkat keselamatan
lalu lintas di simpang.
4) Untuk memenuhi aspek keselamatan, lampu isyarat pada Simpang APILL harus
dilengkapi dengan:
- Isyarat lampu kuning untuk memperingati arus yang sedang bergerak bahwa fase
sudah berakhir, dan
- Isyarat lampu merah semua untuk menjamin agar kendaraan terakhir pada fase
hijau yang baru saja berakhir memperoleh waktu yang cukup untuk keluar dari area
konflik sebelum kendaraan pertama dari fase berikutnya memasuki daerah yang
7 dari 89
sama. Waktu ini berguna sebagai waktu pengosongan ruang simpang antara dua
fase.
Gambar 2 menjelaskan urutan perubahan isyarat pada sistem dua fase, meliputi waktu
siklus, waktu hijau, dan waktu antar hijau.
Jalan
A
Jalan B
Waktu Siklus
Gambar 2. Urutan waktu menyala isyarat pada pengaturan APILL dua fase
1) Paling ekonomis. Untuk pemilihan tipe simpang baru, Tabel 1. atau Gambar A.4.
Lampiran A dapat digunakan sebagai referensi, dengan masukan empat parameter,
yaitu arus total simpang (kend./jam) tahun kesatu, rasio arus mayor dan rasio arus
minor (Rmami), RBka dan RBKi, dan Ukuran kota. Dari Tabel 1. atau A.4. tersebut dapat
dipilih tipe simpang yang paling ekonomis berdasarkan analisis biaya siklus hidup
untuk ukuran kota 1-3juta dan rasio arus belok kiri dan kanan masing-masing 10%.
8 dari 89
Tabel 1. panduan pemilihan tipe Simpang APILL yang paling ekonomis
2) Memiliki kinerja lalu lintas yang optimum. Tujuan analisis desain dan operasional
simpang APILL eksisting adalah untuk menyelaraskan waktu isyarat dan geometrik
agar kinerja lalu Iintas yang disyaratkan dapat tercapai. Dalam hal ini, kinerja diukur
dari dua parameter, yaitu T dan rasio Q/C.
Tabel 2 maupun Gambar A.5 dan Gambar A.6 pada Lampiran A menunjukkan
perkiraan T rata-rata sebagai fungsi dari rasio Q/C. Tabel 2 juga menunjukkan
perkiraan kapasitas, faktor-ekr, dan rentang kinerja lalu lintas untuk masing-masing tipe
simpang. Tabel 2, Gambar A.5, dan Gambar A.6 dapat juga digunakan untuk desain
atau menetapkan asumsi awal, misalnya dalam analisis desain dan operasional
peningkatan simpang eksisting. Perlu konsistensi dalam melakukan analisis, agar nilai
Q/C tidak melampaui 0,85 selama jam puncak rencana.
9 dari 89
Tabel 2. Perkiraan kinerja lalu lintas simpang-3 dan simpang-4, untuk ukuran kota 1-3juta jiwa
dan rasio arus mayor dan arus minor 1:1
10 dari 89
6) Berdasarkan LHRT yang dihitung dengan metode perhitungan yang benar. Secara
ideal, LHRT didasarkan atas perhitungan lalu lintas menerus selama satu tahun. Jika
diperkirakan, maka cara perkiraan LHRT harus didasarkan atas perhitungan lalu lintas
yang mengacu kepada ketentuan yang berlaku atau yang dapat dipertanggung-
jawabkan. Misal perhitungan lalu lintas selama 7 hari atau 40 jam per triwulan, perlu
mengacu kepada ketentuan yang berlaku sehingga diperoleh validitas dan akurasi
yang memadai.
7) Berdasarkan nilai qJD yang dihitung menggunakan nilai faktor k yang berlaku.
Analisis kapasitas untuk setiap pendekat dilakukan secara terpisah. Satu lengan simpang
dapat terdiri dari satu pendekat atau lebih (menjadi dua atau lebih sub-pendekat, termasuk
pengaturan fasenya, lihat Gambar 3). Hal ini terjadi jika gerakan belok kanan dan/atau belok
kiri mendapat isyarat hijau pada fase yang berlainan dengan lalu lintas yang lurus, atau jika
dipisahkan secara fisik oleh pulau-pulau jalan. Untuk masing-masing pendekat atau sub-
pendekat, lebar efektif (LE) ditetapkan dengan mempertimbangkan lebar pendekat pada
bagian masuk simpang dan pada bagian keluar simpang.
Sub-Pendekat
Pendekat
11 dari 89
4.2.2 Data masukan lalu lintas
Data masukan lalu lintas diperlukan untuk dua hal, yaitu pertama data arus lalu lintas
eksisting dan kedua data arus lalu lintas rencana. Data lalu lintas eksisting digunakan untuk
melakukan evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu lintas per jam eksisting pada jam-jam
tertentu yang dievaluasi, misalnya arus lalu lintas pada jam sibuk pagi atau arus lalu lintas
pada jam sibuk sore. Data arus lalu lintas rencana digunakan sebagai dasar untuk
menetapkan lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur lalu lintas, berupa arus lalu lintas jam
desain (qJD) yang ditetapkan dari LHRT, menggunakan faktor k.
……………………………………………………………………..1)
keterangan:
LHRT adalah volume lalu lintas harian rata-rata tahunan, dinyatakan dalam skr/hari.
K adalah faktor jam rencana, ditetapkan dari kajian fluktuasi arus lalu lintas jam-jaman
selama satu tahun. Nilai k yang dapat digunakan untuk jalan perkotaan berkisar
antara 7% sampai dengan 12%.
LHRT dapat ditaksir menggunakan data survei perhitungan lalu lintas selama beberapa hari
tertentu sesuai dengan pedoman survei perhitungan lalu lintas yang berlaku (DJBM, 1992).
Dalam survei perhitungan lalu lintas, kendaraan diklasifikasikan menjadi beberapa kelas
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti klasifikasi di lingkungan DJBM (1992) baik
yang dirumuskan pada tahun 1992 maupun yang sesuai dengan klasifikasi Integrated Road
Management System (IRMS) (Tabel 3.). Untuk tujuan praktis, Tabel 3. dapat digunakan
untuk mengkonversikan data lalu lintas dari klasifikasi IRMS atau DJBM (1992) menjadi data
lalu lintas dengan klasifikasi MKJI’97. Klasifikasi MKJI’97, dalam pedoman ini masih juga
digunakan. Dengan demikian, data yang dikumpulkan melalui prosedur survei yang
dilaksanakan sesuai klasifikasi IRMS maupun DJBM 1992, dapat juga digunakan untuk
perhitungan kapasitas.
12 dari 89
Tabel 3. Padanan klasifikasi jenis kendaraan
IRMS DJBM (1992) MKJI’97
(11 kelas) (8 kelas) (5 kelas)
1. Sepeda motor, Skuter, 1. Sepeda motor, Skuter, 1. SM: Kendaraan bermotor
Kendaraan roda tiga Sepeda kumbang, dan roda 2 dan 3 dengan
Sepeda roda tiga panjang tidak lebih dari
2,5m
2. Sedan, Jeep, Station 2. Sedan, Jeep, Station 2. KR:Mobil penumpang
wagon wagon (Sedan, Jeep, Station
3. Opelet, Pickup-opelet, 3. Opelet, Pickup-opelet, wagon, Opelet, Minibus,
Suburban, Kombi, dan Suburban, Kombi, dan Mikrobus),Pickup,Truk
Minibus Minibus Kecil, dengan panjang
4. Pikup, Mikro-truk, dan 4. Pikup, Mikro-truk, dan tidak lebih dari atau sama
Mobil hantaran Mobil hantaran dengan 5,5m
5a. Bus Kecil 5. Bus 3. KS: Bus dan Truk 2
sumbu, dengan panjang
5b. Bus Besar tidak lebih dari atau sama
6. Truk 2 sumbu 6. Truk 2 sumbu dengan 12,0m
7a. Truk 3 sumbu 7. Truk 3 sumbu atau lebih 4. KB: Truk 3 sumbu dan
7b. Truk Gandengan dan Gandengan Truk kombinasi (Truk
7c. Truk Tempelan (Semi Gandengan dan Truk
trailer) Tempelan), dengan
panjang lebih dari 12,0m*).
8. KTB: 8. KTB: 5. KTB: Sepeda, Becak,
Sepeda, Becak, Dokar, Sepeda, Beca, Dokar, Dokar, Keretek, Andong.
Keretek, Andong. Keretek, Andong.
Catatan: *) Dalam jalan perkotaan, KB dikatagorikan KS
Arus lalu lintas, Q, dinyatakan dalam skr per jam untuk satu atau lebih periode, misalnya
pada periode jam puncak pagi, siang, atau sore. Q dikonversi dari satuan kendaraan per jam
menjadi skr per jam dengan menggunakan nilai ekivalen kendaraan ringan (ekr) untuk
masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Perlu diperhatikan, dalam satu pendekat
kadang terdapat dua tipe pendekat yang berbeda pada masing-masing fasenya. Jika hal ini
ditemui pada saat analisis, maka nilai ekr yang digunakan juga menjadi dua, sesuai tipe
pendekat masing-masing fase tersebut. Nilai ekr untuk tiap jenis kendaraan pada tipe
pendekat terlindung dan terlawan ditunjukkan dalam Tabel B.2. Lampiran B.
Perhitungan rinci nilai AH dan HH diperlukan saat analisis operasional dan desain
peningkatan, untuk keperluan praktis, nilai normal AH dapat menggunakan nilai seperti yang
ditunjukkan pada Tabel B.3. dalam Lampiran B.
13 dari 89
Msemua diperlukan untuk pengosongan area konflik dalam simpang pada akhir setiap fase.
Waktu ini memberikankesempatan bagi kendaraan terakhir (KBR pada Gambar 4.) melewati
garis henti pada akhir isyarat kuning sampai dengan meninggalkan titik konflik. jarak ini
adalah panjang lintasan keberangkatan (LKBR) ditambah panjang kendaraan berangkat (PKBR)
sebelum kedatangan kendaraan pertama yang datang dari arah lain (KDT) pada fase
berikutnya yang melewati garis henti pada awal isyarat hijau sampai dengan ke titik konflik
yang sama dengan jarak lintasan LKDT. Jadi, Msemua merupakan fungsi dari kecepatan dan
jarak dari kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis henti masing-masing arah
sampai ke titik konflik, serta panjang dari kendaraan yang berangkat (PKBR).Dalam hal waktu
lintasan pejalan kaki (LPK) lebih lama ditempuh dibandingkan LKBR, maka LPK yang
menentukan panjang lintasan berangkat.
Gambar 4. Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan
Titik konflik kritis pada masing-masing fase (i) adalah titik yang menghasilkan Msemua
terbesar. Msemua per fase dipilih yang terbesar dari dua hitungan waktu lintasan, yaitu
kendaraan berangkat dan pejalan kaki. Hitung menggunakan persamaan 2).
{ ……………………………………………………..2)
keterangan:
14 dari 89
LKBR, LKDT, LPK adalah jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk kendaraan
yang berangkat, kendaraan yang datang, dan pejalan kaki, m
PKBR adalah panjang kendaraan yang berangkat, m
VKBR, VKDT, VPK adalah kecepatan untuk masing-masing kendaraan berangkat, kendaraan
datang, dan pejalan kaki, m/det
Gambar 5. menunjukkan kejadian dengan titik-titik konflik kritis yang diberi tanda bagi
kendaraan-kendaraan maupun para pejalan kaki yang memotong jalan. Nilai-nilai VKBR, VKDT,
dan PKBR tergantung dari kondisi lokasi setempat. Nilai-nilai berikut ini dapat digunakan
sebagai pilihan jika nilai baku tidak tersedia.
Apabila periode Msemua untuk masing-masing akhir fase telah ditetapkan, waktu hijau hilang
total (HH) untuk simpang untuk setiap siklus dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu-waktu
antar hijau menggunakan persamaan 3).
………………………………………………………………….3)
Panjang waktu kuning pada APILL perkotaan di Indonesia biasanya ditetapkan 3,0 detik.
15 dari 89
Gambar 5. Penentuan tipe pendekat
Menentukan LM.
Pada pendekat terlindung, jika LK < LM×(1-RBKa-RBKiJT), tetapkan LE = LK, dan analisis
penentuan waktu isyarat untuk pendekat ini hanya didasarkan pada arus lurus saja. Jika
pendekat dilengkapi pulau lalu lintas, maka LM ditetapkan seperti ditunjukkan dalam Gambar
6. sebelah kiri. Jika pendekat tidak dilengkapi pulau lalu lintas, maka LM ditentukan seperti
ditunjukkan dalam Gambar 6. sebelah kanan. Maka LM = L-LBKiJT.
16 dari 89
Gambar 6. Lebar pendekat dengan dan tanpa pulau lalu lintas
1) Jika LBKiJT ≥ 2m, maka arus kendaraan BKiJT dapat mendahului antrian kendaraan lurus
dan belok kanan selama isyarat merah. LE ditetapkan sebagai berikut:
Langkah 1: Keluarkan arus BKiJT (qBKiJT) dari perhitungan dan selanjutnya arus yang
dihitung adalah q = qLRS+qBKa
{ ……………………………………………………….4)
Langkah 2: Periksa LK (hanya untuk pendekat tipe P), jika LK < LM×(1-RBKa), maka LE =
LK, dan analisis penentuan waktu isyarat untuk pendekat ini didasarkan
hanya bagian lalu lintas yang lurus saja yaitu qLRS
2) Jika LBKiJT < 2m, maka kendaraan BKiJT dianggap tidak dapat mendahului antrian
kendaraan lainnya selama isyarat merah. LE ditetapkan sebagai berikut:
{ ………………………………….5)
( )
Langkah 2: Periksa LK (hanya untuk pendekat tipe P), jika LK < LM×(1-RBKa-RBKiJT),
maka LE = LK, dan analisis penentuan waktu isyarat untuk pendekat ini
dilakukan hanya untuk arus lalu lintas lurus saja.
17 dari 89
S pada keadaan lalu lintas dan geometrik yang ideal, sehingga faktor-faktor penyesuaian
untuk S0 adalah satu. S dirumuskan oleh persamaan 6).
……………………………….6)
keterangan:
FUK adalah faktor penyesuaian S0 terkait ukuran kota, (Tabel B.4. Lampiran B)
FHS adalah faktor penyesuaian S0 akibat HS lingkungan jalan (Tabel B.5. Lampiran B)
FG adalah faktor penyesuaian S0 akibat kelandaian memanjang pendekat (Gambar B.6.
Lampiran B)
FP adalah faktor penyesuaian S0 akibat adanya jarak garis henti pada mulut pendekat
terhadap kendaraan yang parkir pertama (Gambar B.7. Lampiran B)
FBKa adalah faktor penyesuaian S0 akibat arus lalu lintas yang membelok ke kanan
(Gambar B.8. Lampiran B, dengan ketentuan tertentu)
FBKi adalah faktor penyesuaian S0 akibat arus lalu lintas yang membelok ke kiri (Gambar
B.9. Lampiran B, dengan ketentuan tertentu)
1) Untuk pendekat terlindung, S0 ditentukan oleh persamaan 7), sebagai fungsi dari lebar
efektif pendekat. Selain itu, penetapan nilai S0 untuk tipe pendekat terlindung, dapat
ditentukan dengan menggunakan diagram yang ditunjukkan dalam Gambar B.3. dalam
Lampiran B.
……………………………………………………………………….7)
keterangan:
S0 adalah arus jenuh dasar, skr/jam
LE adalah lebar efektif pendekat, m
Catatan: Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat dipengaruhi oleh
kenyataan bahwa pengemudi sering mengabaikan "aturan hak jalan". Arus
kendaraan-kendaraan yang membelok ke kanan memaksa menerobos arus lalu
lintas lurus dari arah yang berlawanan. Model kapasitas simpang dari negara Barat
tentang tipikal keberangkatan arus lalu lintas seperti ini, tidak dapat diterapkan
karena teori tersebut didasarkan pada teori gap acceptance ("waktu antara yang
diterima"). Model lain yang telah dikembangkan dan dianggap sesuai didasarkan
pada pengamatan perilaku pengemudi di Indonesia dan diterapkan dalam pedoman
ini. Apabila terdapat gerakan belok kanan dengan rasio tinggi, umumnya
menghasilkan kapasitas-kapasitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
model Barat. Nilai-nilai skr yang berbeda untuk pendekat terlawan juga digunakan
seperti diuraikan di atas.
Contoh, jika suatu pendekat berisyarat hijau pada kedua fase 1 dan 2 dengan waktu hijau H1
dan H2 dan arus jenuh S1 dan S2, nilai kombinasi S1+2 dihitung sebagai berikut:
……………………………………………………………………..8)
Jika salah satu dari fase tersebut adalah fase pendek, misalnya "waktu hijau awal", dimana
satu isyarat pada pendekat menyala hijau beberapa saat sebelum mulainya hijau pada arah
yang berlawanan, disarankan untuk menggunakan hijau awal ini antara 1/4 sampai 1/3 dari
total waktu hijau pada pendekat yang diberi waktu hijau awal. Perkiraan yang sama dapat
digunakan untuk "waktu hijau akhir" dimana nyala hijau pada satu pendekat diperpanjang
beberapa saat setelah berakhirnya nyala hijau pada arah yang berlawanan. Lama waktu
hijau awal dan akhir minimal 10 det.
Contoh: Waktu hijau awal sama dengan 1/3 dari total waktu hijau dari pendekat dengan
waktu hijau awal:
19 dari 89
……………………………………………………..…………9)
a) Jika arus BKiJT harus dipisahkan dari analisis, maka hanya arus lurus dan belok kanan
saja yang dihitung sebagai nilai Q.
b) Jika LE = LK, maka hanya arus lurus saja yang masuk dalam nilai Q.
c) Jika pendekat mempunyai dua fase, yaitu fase kesatu untuk arus terlawan (O) dan fase
kedua untuk arus terlindung (P), maka arus gabungan dihitung dengan pembobotan
seperti proses perhitungan arus jenuh pada sub bab 4.2.4.4.
…………………………………………………………………………………...10)
…………………………………………………………………………11)
∑
keterangan:
c adalah waktu siklus, detik
HH adalah jumlah waktu hijau hilang per siklus, detik
RQ/S adalah rasio arus, yaitu arus dibagi arus jenuh, Q/S
RQ/S kritis adalah Nilai RQ/S yang tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada fase
yang sama
Σ RQ/S kritis adalah rasio arus simpang (sama dengan jumlah semua RQ/S kritis dari semua
fase) pada siklus tersebut.
Catatan: c yang terlalu besar akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. c yang
besar terjadi jika nilai ∑(RQ/S Kritis) mendekati satu, atau jika lebih dari satu, maka
simpang tersebut melampaui jenuh dan rumus Webster akan menghasilkan nilai c
tidak realistik karena sangat besar atau negatif.
………………………………………………………….12)
keterangan:
Hi adalah waktu hijau pada fase i, detik
i adalah indeks untuk fase ke i
20 dari 89
Catatan: Kinerja suatu Simpang APILL pada umumnya lebih peka terhadap kesalahan-
kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya
waktu siklus. Penyimpangan kecil dari rasio hijau (Hi/c) yang ditentukan dari rumus
12) di atas dapat berakibat bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang
tersebut.
…………………………………………………………………………………13)
keterangan:
C adalah kapasitas simpang APILL, skr/jam
S adalah arus jenuh, skr/jam
H adalah total waktu hijau dalam satu siklus, detik
c adalah waktu siklus, detik
…………………………………………………………………………................14)
...................................................................................................15)
{ √ } ...........................16)
................................................................................17)
Nilai NQ1 dapat pula diperoleh dengan menggunakan diagram pada Gambar B.11. dan nilai
NQ2 menggunakan diagram pada Gambar B.12. dalam Lampiran B.
21 dari 89
Panjang antrian (PA) diperoleh dari perkalian NQ (skr) dengan luas area rata-rata yang
digunakan oleh satu kendaraan ringan (ekr) yaitu 20m2, dibagi lebar masuk (m),
sebagaimana persamaan 18).
......................................................................................................18)
...................................................................................19)
keterangan:
NQ adalah jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat hijau
c adalah waktu siklus, detik
Q adalah arus lalu lintas dari pendekat yang ditinjau, skr/jam
Jumlah rata-rata kendaraan berhenti, NH, adalah jumlah berhenti rata rata per kendaraan
(termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung
menggunakan persamaan 20).
.......................................................................................................20)
4.2.7.3 Tundaan
Tundaan pada suatu simpang terjadi karena dua hal, yaitu 1) tundaan lalu lintas (T L), dan 2)
tundaan geometrikk (TG). Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat i dihitung menggunakan
persamaan 21).
.......................................................................................................21)
Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat i dapat ditentukan dari persamaan 22)
(Akcelik 1988):
.........................................................................22)
Catatan: Hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi oleh faktor-
faktor "luar" seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian hilir,
atau pengaturan oleh polisi secara manual, atau yang lainnya.
...........................................................23)
keterangan:
PB adalah porsi kendaraan membelok pada suatu pendekat
22 dari 89
Catatan: Nilai normal TGi untuk kendaraan belok tidak berhenti adalah 6 detik, dan untuk
yang berhenti adalah 4 detik. Nilai normal ini didasarkan pada anggapan-anggapan,
bahwa: 1) kecepatan = 40km/jam; 2) kecepatan belok tidak berhenti =10km/jam; 3)
percepatan dan perlambatan = 1,5m/det2; 4) kendaraan berhenti melambat untuk
meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan.
Prosedur perhitungan kapasitas Simpang APILL ditunjukkan dalam bentuk bagan alir pada
Gambar 7. Terdapat lima langkah utama yang meliputi: Langkah A: Data masukan, Langkah
B: penggunaan Isyarat, Langkah C: penentuan waktu isyarat, Langkah D: Kapasitas, dan
Langkah E: Kinerja lalu lintas. Untuk desain, baik desain Simpang APILL baru maupun
desain peningkatan Simpang APILL lama dan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL,
prosedur tersebut secara umum sama. Perbedaannya adalah dalam penyediaan data
masukan. Untuk desain, perlu ditetapkan kriteria desain (contoh, DJ maksimum yang harus
diperuhi, T yang lebih kecil dari nilai tertentu) dan data lalu lintas rencana. Untuk evaluasi
kinerja lalu lintas Simpang APILL, perlu data geometrik, pengaturan arus lalu lintas dan data
arus lalu lintas eksisting.
Sasaran utama dalam mendesain Simpang APILL baru adalah menetapkan jumlah fase dan
waktu isyarat yang paling efektif untuk LHRT atau qJD masing-masing lengan pendekat
dengan kriteria desain tertentu. Data masukan utama pada langkah A adalah data arus lalu
lintas. Berdasarkan data lalu lintas tersebut, geometrik Simpang (Tipe Simpang) awal
diperkirakan dengan pertimbangan nilai ekonomis menggunakan bantuan Tabel 1. atau
diagram-diagram dalam Gambar A.4. Lampiran A, Tipikal geometrik Simpang APILL sendiri
dapat dilihat dari Gambar B.1. dan Gambar B.2. dalam Lampiran B. Pemilihan Tipe Simpang
awal, disesuaikan dengan kriteria desain yang ingin dicapai, misalnya tundaan rata-rata tiap
kendaraan (dalam satuan kendaraan ringan) berdasarkan besar DJ yang telah ditetapkan
sebelumnya pula. Untuk desain simpang awal, Tabel 2. maupun Gambar A.5. dan Gambar
A.6. dapat digunakan sebagai penentuan tipe simpang, berdasarkan kinerja lalu lintas
dengan ketentuan ukuran kota 1-3juta jiwa dan rasio arus mayor dan arus minor 1:1.
Langkah selanjutnya adalah menetapkan penggunaan isyarat, berupa penentuan fase
isyarat dan waktu HA serta HH (Langkah B), gunakan Gambar A.1. sebagai acuan dalam
penentuan pengaturan fase simpang-3, dan Gambar A.2. atau Gambar A.3. sebagai acuan
dalam penentuan pengaturan fase simpang-4. Dalam menentukan HA dan HH, diperlukan
data geometrik simpang dan perilaku lalu lintas, yang perlu diperhatikan dalam
penentuannya yaitu jarak dan kecepatan kendaraan yang berangkat dan kendaraan yang
datang, lihat Gambar 4. sebagai ilustrasi, kemudian tentukan Msemua, dan HH menggunakan
persamaan 2) dan 3). Langkah selanjutnya yaitu menentukan waktu APILL (Langkah C),
23 dari 89
langkah ini sangat penting dalam mencari nilai kapasitas simpang yang akan digunakan
dalam analisis. Langkah ini meliputi penentuan enam hal, antara lain: 1) Tipe pendekat, 2)
Lebar pendekat efektif, 3) Arus jenuh, 4) faktor penyesuaian, 5) Rasio arus terhadap arus
jenuh, dan 6) waktu siklus dan waktu hijau. Dalam penentuan tipe pendekat, tentukan tipe
masing-masing lengan pendekat simpang, yang merupakan bagian dari pengaturan fase
simpang. Tipe pendekat dapat dikategorikan terlindung (Tipe P) atau terlawan (Tipe O),
gunakan Gambar 5. sebagai acuan. Tipe pendekat ini akan mempengaruhi besaran nilai ekr
dan faktor penyesuaian belok dalam proses analisis. Penentuan lebar efektif dipengaruhi
oleh tipe pendekat, lebar masuk pendekat, lebar keluar pendekat, dan pergerakan BKiJT yang
berlaku pada suatu pendekat simpang atau tidak. Penentuan arus jenuh dasar akan
ditentukan oleh lebar efektif, tipe, dan pengaturan belok kanan masing-masing pendekat
atau sub-pendekat (Langkah C-2). Persamaan 7) atau Gambar B.3. digunakan untuk
mendapatkan nilai S0 untuk pendekat dengan tipe P, sedangkan Gambar B.4. dan B.5.
dipergunakan untuk menentukan nilai S0 untuk pendekat dengan tipe O. Perlu diperhatikan
untuk parameter-parameter yang diluar dari besar yang tersedia dalam diagram, agar
mengikuti ketentuan yang dijelaskan pada sub bab 4.2.4.3. Nilai S0 ini kemudian disesuaikan
terhadap FUK (Tabel B.4. dalam Lampiran B), FHS (Tabel B.5.), FG (Gambar B.6.), FP
(Gambar B.7. atau persamaan 27), FBKa (Gambar B.8. atau persamaan 28), dan FBKi
(Gambar B.9. atau persamaan 29) dan dihitung dengan menggunakan persamaan 6) untuk
mendapatkan nilai arus jenuh yang disesuaikan (S). Langkah selanjutnya yaitu menetapkan
waktu siklus sebelum penyesuaian (cbp), yang didapat dari persamaan 11) maupun dari
Gambar B.10. Untuk keperluan praktis, Tabel B.6 dapat dijadikan acuan dalam penentuan
waktu siklus yang layak terkait dengan tipe pengaturan fase. Langkah selanjutnya yaitu
menghitung Kapasitas (Langkah D) dan menganalisis kinerja lalu lintas Simpang awal ini
(Langkah E) ikuti prosedur perhitungan sebagaimana diuraikan dalam 5.4.dan 5.5.
Jika yang diperlukan hanya perhitungan kapasitas, maka hasil hitungan kapasitas adalah
luarannya (pada Gambar 7. ditandai dengan garis terputus-putus satu titik). Jika yang
diperlukan adalah evaluasi kinerja Simpang, maka lakukan langkah E dan hasilnya adalah
luaran langkah E (pada Gambar 7. ditandai dengan garis terputus-putus dua titik). Jika yang
diperlukan adalah perencanaan, setelah langkah E maka lanjutkan dengan langkah-langkah
berikutnya.
Jika kriteria desain telah dipenuhi, maka ketentuan fase isyarat dan Tipe Simpang awal
adalah desain Simpang yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka
desain awal perlu dirubah, misalnya dengan menambah jumlah fase, memisahkan arus
belok kanan, memperlebar pendekat atau memperbaiki kondisi lingkungan jalan. Hitung
ulang kapasitas Simpang APILL dan kinerja lalu lintasnya untuk desain yang telah diubah ini
sesuai dengan Langkah C, Langkah D dan Langkah E. Hasilnya agar dievaluasi terhadap
kriteria desain yang ditetapkan. Ulangi (iterasi) langkah-langkah tersebut sampai kriteria
desain tercapai.
Sasaran utama untuk peningkatan Simpang yang sudah ada adalah menetapkan fase dan
Tipe Simpang yang memenuhi kriteria desain Simpang yang ditetapkan, misal DJ<0,85
dengan Tundaan rata-rata <18det/skr. Data masukan untuk langkah A adalah data geometrik
eksisting, pengaturan arus lalu lintas di simpang, kondisi lingkungan Simpang APILL, data
arus lalu lintas masing-masing pendekat, dan umur rencana peningkatan untuk menghitung
qJD dari masing-masing pendekat pada akhir umur rencana. Langkah berikutnya adalah
menghitung kapasitas dan kinerja lalu lintas Simpang eksisting sesuai dengan langkan D
dan langkah E. Bandingkan kinerja lalu lintas eksisting dengan kriteria desain. Umumnya,
kinerja lalu lintas eksisting tidak memenuhi kriteria desain yang mana hal ini menjadi alasan
untuk melakukan peningkatan. Perubahan desain ini misalnya dengan menerapkan
manajemen lalu lintas seperti pemberlakuan waktu hijau awal pada pendekat yang arus
belok kanannya tinggi atau merubah Tipe Simpang. Untuk desain Simpang yang sudah
dirubah ini, hitung ulang kapasitas dan analisis kinerja lalu lintasnya, kemudian bandingkan
24 dari 89
hasilnya dengan kriteria desain. Jika kriteria desain telah dipenuhi, maka Tipe Simpang
peningkatan tersebut adalah desain Simpang yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain
belum terpenuhi, maka desain peningkatan perlu ditingkatkan lagi. Ulangi (iterasi) langkah-
langkah tersebut sampai kriteria desain Simpang tercapai.
Sasaran utama dalam melakukan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang APILL yang telah
dioperasikan adalah menghitung dan menilai DJ, PA, NKH, dan T, yang menjadi dasar analisis
kinerja lalu lintas Simpang. Data utamanya adalah data geometrik, pengaturan arus lalu
lintas, kondisi lingkungan Simpang APILL, dan data lalu lintas eksisting. Lakukan langkah B,
hingga Langkah E sesuai prosedur yang diuraikan dalam butir 5.2. hingga 5.4., kemudian
buat deskripsi kinerja lalu lintas berdasarkan nilai DJ, PA, NKH, dan T, yang diperoleh.
Masing-masing langkah diuraikan secara rinci dalam sub-bab ini dan untuk memudahkan
pelaksanaan perhitungan, disediakan Formulir kerja yang terdiri dari 5 (lihat Lampiran E),
yaitu:
1) Formulir-SIS I untuk penyiapan data geometrik, pengaturan lalu lintas, dan lingkungan;
2) Formulir-SIS II untuk penyiapan data arus lalu lintas;
3) Formulir SIS-III untuk menghitung AH dan HH;
4) Formulir SIS-IV untuk menghitung waktu isyarat (c, H, M, K) dan C; dan
5) Formulir SIS-V untuk menghitung PA, NKH, dan tundaan T.
25 dari 89
Gambar 7. Bagan alir perhitungan, perencanaan, dan evaluasi kapasitas Simpang APILL
26 dari 89
5.1 Langkah A : Menetapkan data masukan
Data masukan terdiri dari data geometrik, pengaturan lalu lintas, dan kondisi lingkungan
jalan (A-1), serta data lalu lintas (A-2).
5.1.1 Langkah A.1. Data geometrik, pengaturan arus lalu lintas, dan kondisi
lingkungan Simpang APILL
Gunakan Formulir SIS-I, lengkapi data Simpang dengan tanggal, bulan, tahun, nama kota,
nama simpang (nama ruas jalan mayor - nama ruas jalan minor), ukuran kota, periode data
lalu lintas, serta nama personil yang menangani kasus ini. Buat sketsa fase APILL, meliputi
pergerakan lalu lintas dari pendekat pada tiap-tiap fase, cantumkan H, Ah, c, dan HH Untuk
pendekat yang melayani BKiJT, beri keterangan pada pendekat tersebut dengan menuliskan
BKiJT serta arah arusnya. Buat sketsa geometrik simpang, posisi pendekat, pulau jalan (jika
ada), garis henti, marka (pembagi lajur, zebra cross, penunjuk arah), lebar pendekat (m),
pemberhentian kendaraan umum, akses sepanjang pendekat (jika ada), panjang lajur yang
terbatas (misal pada lajur khusus belok kanan atau belok kiri), dan arah Utara. Jika desain
simpang dan fase belum ada, buat sketsa desain dan fase awal.
Dalam sketsa geometrik simpang, tuliskan ukuran lebar lajur pada bagian pendekat pada
ruas yang diperkeras mulai dari lajur di hulu (L), pada lajur BKiJT (LBKiJT), pada garis henti
(LM), dan pada tempat keluar tersempit setelah melewati area konflik (LK), lebar median (jika
ada) dan jenisnya (apakah ditinggikan atau direndahkan).
Tuliskan data-data kondisi lingkungan, hambatan samping, kelandaian pendekat, dan jarak
ke kendaraan parkir pada tiap-tiap lengan pendekat, pada tabel isian di bawah sketsa
geometrik simpang. Tuliskan kode untuk setiap pendekat, kode tersebut berdasarkan arah
kompas (misal U untuk pendekat arah utara, B untuk Barat, dst.). satu lengan simpang dapat
memiliki lebih dari satu pendekat yang dibatasi oleh pemisah lajur, masing-masing dapat
memiliki fase yang berbeda, pengkodeannya dilakukan dengan indeks (misal Utara 1 (U1),
Utara 2 (U2), dst.). Hal-hal lain (jika ada yang mempengaruhi terhadap kapasitas agar
dicatat.
Cantumkan persentase kemiringan masing-masing lengan pendekat (%), tandai dengan “+”
untuk pendekat yang menanjak ke arah simpang, dan tanda “-” jika menurun. Cantumkan
pula jarak ke kendaraan pertama yang parkir dari garis henti pada masing-masing pendekat
(jika ada) di sebelah hulu pendekat.
27 dari 89
1) Arus lalu lintas per jenis kendaraan bermotor dan tak bermotor (qKR, qKB, qSM, qKTB)
dengan distribusi gerakan LRS, BKa, dan BKi. Tuliskan data arus ini pada masing-
masing pendekat (U,S,T,B) ataupun sub-pendekat (U1,U2,dst.).
2) Konversikan arus kedalam satuan skr/jam. Gunakan nilai ekr pada Tabel B.2. Lampiran
B.
3) Rasio arus kendaraan belok kiri (RBKi) dan rasio arus belok kanan (RBKa) untuk masing-
masing pendekat.
………………………………………………………………………………24)
……………………………………………………………………………...25)
……………………………………………………………………...26)
28 dari 89
4) Tuliskan dalam sketsa, besarnya qLRS, qBKa, dan qBKi dalam satuan skr/jam untuk masing-
masing pendekat (distribusi arus lalu lintas tiap lengan pendekat).
5) Buat sketsa pergerakan arus masing-masing fase.
6) Tuliskan kode pendekat berdasarkan mata angin yang konsisten dengan yang
dicantumkan pada Formulir SIS-I. Untuk pendekat yang memiliki pergerakan arus lalu
lintas lebih dari satu, tuliskan kode sub-pendekatnya.
7) Beri keterangan pada kolom sebelahnya, tiap-tiap kode pendekat dan sub-pendekat hijau
dalam fase ke berapa sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat sebelumnya.
8) Tentukan tipe arus pada setiap pendekat, terlindung (P) atau terlawan (O). Gunakan
Gambar 5 sebagai referensi.
9) Masukkan nilai rasio kendaraan berbelok (RBKi / RBKiJT dan RBKa) untuk setiap pendekat
berdasarkan perhitungan dalam Formulir SIS-II.
10) Untuk pendekat yang bertipe O, masukkan besar qBKa dari pendekat yang ditinjau dan
qBKa dari pendekat arah yang berlawanan (skr/jam).
FHS dapat ditentukan dari Tabel B.5., sebagai fungsi dari jenis lingkungan jalan, hambatan
samping, dan rasio kendaraan tak bermotor. Jika hambatan samping tidak diketahui, maka
anggap hambatan samping tinggi agar tidak menilai kapasitas terlalu besar.
FG dapat ditentukan dari Gambar B.6. sebagai fungsi dari kelandaian (G).
29 dari 89
4) Faktor penyesuaian akibat gangguan kendaraan parkir pada jalur pendekat
FP ditentukan dari Gambar B.7., sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai ke kendaraan
yang diparkir pertama pada lajur pendekat. Faktor ini berlaku juga untuk kasus-kasus
dengan panjang lajur belok kiri terbatas. Faktor ini tidak perlu diaplikasikan jika lebar efektif
ditentukan oleh lebar keluar.
FP dapat dihitung dari persamaan 27, yang mencakup pengaruh panjang waktu hijau:
( )
[ ]
……………………………………………………………………27)
keterangan:
LP adalah jarak antara garis henti ke kendaraan yang parkir pertama pada lajur belok kiri
atau panjang dari lajur belok kiri yang pendek, m
L adalah lebar pendekat, m
H adalah waktu hijau pada pendekat yang ditinjau (nilai normalnya 26 detik)
5) Faktor penyesuaian akibat lalu lintas belok kanan khusus untuk pendekat tipe P
Faktor penyesuaian belok kanan (FBKa) dapat ditentukan menggunakan persamaan 28),
sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan RBKa. Perhitungan ini hanya berlaku untuk
pendekat tipe P, tanpa median, tipe jalan dua arah; dan lebar efektif ditentukan oleh lebar
masuk.
…………………………………………………………...28)
Catatan: Pada jalan dua arah tanpa median, kendaraan belok kanan dari arus berangkat
terlindung pada pendekat tipe P, cenderung memotong garis tengah jalan sebelum
melewati garis henti ketika menyelesaikan belokannya. Hal ini menyebabkan
peningkatan rasio belok kanan yang tinggi pada arus jenuh.
Faktor penyesuaian belok kiri (FBKi) ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri RBki.
Perhitungan ini berlaku untuk pendekat tipe P tanpa BKiJT, lebar efektif ditentukan oleh lebar
masuk dan dapat dihitung menggunakan persamaan 29).
…………………………………………………………….29)
Catatan: Pada pendekat terlindung yang tidak diijinkan BKiJT, kendaraan-kendaraan belok
kiri cenderung melambat dan mengurangi arus jenuh pada pendekat tersebut.
Karena arus berangkat dalam pendekat-pendekat terlawan (tipe O) pada umumnya
lebih lambat, maka tidak diperlukan penyesuaian untuk pengaruh rasio belok kiri.
30 dari 89
Setelah mendapatkan nilai S0 dan menetapkan besaran faktor-faktor penyesuaian, tentukan
S dengan menggunakan persamaan 6).
Hitung Rasio Arus (Q) terhadap arus jenuh (RQ/S) untuk masing masing pendekat
menggunakan persamaan 10).
Tandai Rasio arus tertinggi dengan tanda kritis (RQ/Skritis) dari masing-masing fase.
Hitung rasio arus simpang (RAS) sebagai jumlah dari nilai-nilai RQ/S Kritis.
……………………………………………………………………30)
Hitung Rasio Fase (RF) masing-masing fase sebagai rasio antara RQ/S Kritis dan RAS
……………………………………………………………………………..31)
Jika alternatif rencana fase isyarat dievaluasi, maka yang menghasilkan nilai terendah dari
(RAS+HH/c) adalah yang paling efisien. Tabel B.6. dalam Lampiran B memberikan waktu
siklus yang disarankan untuk keadaan yang berbeda.
Nilai-nilai yang rendah dalam Tabel B.6. dipakai untuk simpang dengan lebar jalur pendekat
<10m dan nilai yang tinggi dipakai untuk pendekat yang lebih lebar. Waktu siklus yang lebih
rendah dari nilai di atas, cenderung menyebabkan kesulitan bagi para pejalan kaki untuk
menyeberang jalan. Waktu siklus yang melebihi 130 detik harus dihindari, kecuali pada
kasus sangat khusus (simpang sangat besar), karena hal ini sering menyebabkan
menurunnya kapasitas keseluruhan simpang.
Jika perhitungan menghasilkan waktu siklus yang jauh lebih tinggi dari batas yang
disarankan, maka hal ini menandakan bahwa kapasitas dari geometrik simpang tersebut
tidak mencukupi. Persoalan ini dapat diselesaikan dengan melakukan perubahan, baik
geometrik maupun pengaturan fasenya (lihat langkah E).
Langkah berikutnya yaitu menghitung H tiap-tiap fase dengan menggunakan persamaan 12).
Masukkan nilai c dan H kedalam Formulir SIS-IV sebagai parameter-parameter dasar
penentuan nilai kapasitas (C) bersama dengan nilai S.
31 dari 89
5.4.1 Langkah D.1. Kapasitas dan derajat kejenuhan
Kapasitas masing-masing pendekat (C) dapat dihitung menggunakan persamaan 13) dan
Derajat kejenuhan (DJ) masing-masing pendekat dihitung menggunakan persamaan 14).
Jika penentuan waktu isyarat sudah dikerjakan secara benar, DJ akan hampir sama untuk
semua pendekat-pendekat kritis.
1) Kode pendekat;
2) Q untuk masing-masing pendekat (skr/jam);
3) C untuk masing-masing pendekat (skr/jam);
4) DJ untuk masing-masing pendekat;
5) RH untuk masing-masing pendekat;
6) Q total dari seluruh gerakan BKiJT yang diperoleh dari jumlah seluruh gerakan BKiJT
(skr/jam);
7) Beda antara arus masuk dan keluar pendekat (Qadj) yang lebar keluarnya menentukan
lebar efektif.
32 dari 89
5.5.2 Langkah E.2. Panjang antrian, PA
Dengan data yang telah dipersiapkan, hitung panjang antrian mengikuti prosedur pada sub-
bab tentang kinerja lalu lintas pada bagian panjang antrian. Hitungan meliputi:
1) Jumlah kendaraan tersisa dari fase hijau sebelumnya. NQ1 dapat dihitung menggunakan
persamaan 16 atau menggunakan Gambar B.11. dalam Lampiran B.
2) Jumlah kendaraan yang antri (skr) selama fase merah. NQ2 dapat dihitung menggunakan
persamaan 17) atau menggunakan Gambar B.12., untuk nilai c = 80detik untuk RH = 0,7,
dan c = 100detik untuk RH=0,8.
3) Jumlahkan NQ1 dan NQ2 untuk mendapatkan NQ (persamaan 15). Lakukan koreksi untuk
mengevaluasi pembebanan yang lebih dari NQ. Jika diinginkan peluang untuk terjadinya
pembebanan sebesar POL(%), maka tetapkan nilai NQMAX menggunakan Gambar 8. Untuk
desain dan perencanaan disarankan POL ≤ 5%. Untuk analisis operasional, nilai POL = 5%
s.d. 10% masih dapat diterima.
Gambar 8. Jumlah antrian maksimum (NQMAX), skr, sesuai dengan peluang untuk beban lebih
(POL) dan NQ
Jumlah kendaraan henti (NH) dalam satuan skr, dihitung menggunakan persamaan 20).
Rasio rata-rata kendaraan berhenti untuk seluruh simpang atau angka henti seluruh simpang
(RKH Total), dihitung menggunakan persamaan 32.
…………………………………………………………….32)
33 dari 89
5.5.4 Langkah E.4. Tundaan
1) Hitung tundaan lalu lintas rata-rata setiap pendekat (TL) akibat pengaruh timbal balik
antara gerakan-gerakan lainnya pada simpang menggunakan persamaan 22).
2) Hitung tundaan geometrik rata-rata masing-masing pendekat (TG) akibat perlambatan
dan percepatan ketika menunggu giliran pada simpang dan/atau ketika dihentikan oleh
lampu merah. Gunakan persamaan 23.
3) Hitung tundaan geometrik untuk gerakan lalu lintas yang BKiJT
4) Hitung tundaan rata-rata akibat lalu lintas dan geometrik (det/skr)
5) Hitung tundaan total dengan mengalikan tundaan rata-rata dengan arus lalu lintas
(detik)
6) Hitung tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (TI) dengan membagi jumlah nilai
tundaan dengan arus total (QTotal) dalam skr/jam seperti persamaan 33).
………………………………………………………………………………..33)
Tundaan rata-rata dapat digunakan sebagai indikator tingkat pelayanan dari masing-masing
pendekat, demikian juga dari suatu simpang secara keseluruhan.
34 dari 89
Lampiran A (normatif):
Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan umum
35 dari 89
Gambar A. 2. TIpikal pengaturan fase APILL simpang-4 dengan 2 dan 3 fase, khususnya
pemisahan pergerakan belok kanan (4A, 4B, 4C)
36 dari 89
Gambar A. 4. panduan pemilihan tipe simpang yang paling ekonomis, berlaku untuk ukuran
kota 1-3juta jiwa, qBKi dan qBKa masing-masing 10%
37 dari 89
Gambar A. 5. Kinerja lalu lintas pada simpang-4
38 dari 89
Gambar A. 6. Kinerja lalu lintas pada simpang-3
39 dari 89
Gambar A. 7. Penempatan zebra cross
Tabel A. 1. Angka kecelakaan lalu lintas (laka) pada Jenis dan tipe Simpang tertentu sebagai
pertimbangan keselamatan dalam pemilihan tipe Simpang
Tabel A. 2. Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci
No Detail teknis
8 Perhentian bus sebaiknya ditempatkan setelah simpang, yaitu pada jalur keluar dan
bukan pada pendekat arus masuk, dan tidak menjadi penghalang arus keluar simpang.
9 Pada arus dengan komposisi sepeda motor yang tinggi (>50%), untuk menampung SM
yang terhenti dan berakumulasi selama waktu isyarat merah, garis henti ditempatkan
mundur sampai dengan 20m untuk penempatan Ruang Henti Khusus (RHK) bagi SM.
RHK dapat mengurangi konflik antara kendaraan roda 4 atau lebih dengan SM.
Pembuatan RHK agar mengacu pada pedoman yang berlaku.
41 dari 89
Lampiran B (normatif):
Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan teknis
42 dari 89
Gambar B. 2. Tipikal geometrik simpang-3
10.000
9.000
8.000
7.000
S0, skr/Jam-hijau
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
LE, m
43 dari 89
Gambar B. 4. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) tanpa lajur belok kanan
terpisah
44 dari 89
Gambar B. 5. Arus jenuh untuk pendekat tak terlindung (tipe O) yang dilengkapi lajur belok
kanan terpisah
45 dari 89
Gambar B. 6. Faktor penyesuaian untuk kelandaian (FG)
46 dari 89
Gambar B. 8. Faktor penyesuaian untuk belok kanan (FBKa), pada pendekat tipe P dengan jalan
dua arah, dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk
Gambar B. 9. Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FBKi) untuk pendekat tipe P, tanpa
BKiJT, dan Le ditentukan oleh LM
47 dari 89
Gambar B. 10. Penetapan waktu siklus sebelum penyesuaian, cbp
Gambar B. 11. Jumlah kendaraan tersisa (skr) dari sisa fase sebelumnya
48 dari 89
Gambar B. 12. Jumlah kendaraan yang datang kemudian antri pada fase merah
49 dari 89
Gambar B. 13. Penentuan rasio kendaraan terhenti, RKH
50 dari 89
Tabel B. 2. Ekivalen Kendaraan Ringan
Jenis ekr untuk tipe pendekat
kendaraan Terlindung Terlawan
KR 1,00 1,00
KB 1,30 1,30
SM 0,15 0,40
Tabel B. 5. Faktor penyesuaian untuk tipe lingkungan simpang, hambatan samping, dan
kendaraan tak bermotor (FHS)
Lingkungan Hambatan Tipe fase Rasio kendaraan tak bermotor
jalan samping 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 ≥ 0,25
Komersial Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
(KOM) Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81
Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71
Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82
Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72
Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83
Permukiman Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72
(KIM) Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,99 0,86 0,84
Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73
Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85
Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74
Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86
Akses Tinggi/ Terlawan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
terbatas Sedang/
Terlindung 1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88
Rendah
51 dari 89
Tabel B. 6. Waktu siklus yang layak
Waktu siklus yang layak
Tipe pengaturan
(detik)
Pengaturan dua-fase 40 -80
Pengaturan tiga-fase 50 - 100
Pengaturan empat-fase 80 - 130
52 dari 89
Lampiran C (informatif):
Contoh-contoh perhitungan kapasitas
APILL yang ada di jalan Iskandarsyah – jalan Wijaya (Jakarta), bekerja dengan pengaturan
empat fase dan hijau awal pada pendekat Barat.
Tugas: a) Hitung waktu isyarat, derajat kejenuhan, panjang antrian, dan tundaan
denganpengaturan empat fase (dengan hijau awal pada pendekat Barat)
b) Hitung waktu isyarat, derajat kejenuhan, panjang antrian, dan tundaan dengan
pengaturan tiga fase
Data: Geometrik, pengaturan lalu lintas dan lingkungan, waktu kuning, serta waktu
merah, semua lihat Formulir SIS-1, Formulir SIS-II, dan Formulir SIS-III.
Hasil: Hasil perhitungan ditunjukkan pada Formulir SIS-IV dan Formulir SIS-V dan
ditabelkan parameter kinerjanya dalam Tabel 11.
Catatan: Pada Formulir SIS-II, ditunjukkan arus lalu lintas untuk semua jurusandalam
skr/jam.Gerakan BKiJTdari pendekat Timur diberangkatkantanpa meng-ganggu
gerakan LRS dan BKa sehingga BKiJT tersebut tidak disertakan dalam
perhitungan c, C, DJ, dan PA, kecuali dalam perhitungan T dan NH.
Hasil perhitungan kinerja untuk pengaturan empat fase dengan hijau awal pada
pendekat barat dan perhitungan tiga fase, (lihat Formulir SIS-IV dan SIS-V pada
halaman-halaman berikut), ditunjukkan dalam Tabel 4.
Pengaturan pada tiga fase menunjukkan nilai kinerja yang lebih baik, sekalipun
nilai rata-rata kendaraan terhenti pada 3 fase lebih besar sedikit dari 4 fase .
53 dari 89
54 dari 89
55 dari 89
56 dari 89
57 dari 89
58 dari 89
59 dari 89
60 dari 89
Contoh 2: Pengaturan dua dan empat fase
Simpang APILL di Jalan Martadinata – Jalan Ahmad Yani, Bandung. Bekerja dengan
pengaturan dua fase, waktu tetap, terisolir.
Pertanyaan:
a) Hitung c, DJ, PA, dan T untuk pengaturan dua fase
b) Hitung c, DJ, PA, dan T untuk pengaturan dua fase, tidak termasuk fase belok kanan
c) Diskusikan pengaruh pengaturan dua fase dan pengaturan empat fase
Data masukan:
a) Data geometrik, pengendalian lalu lintas, dan lingkungan dalam Formulir SIS-I;
b) Data arus lalu lintas dalam Formulir SIS-II; dan
c) Data K dan Msemua dalam Formulir SIS-III.
Hasil perhitungan:
a) C, DJ, ditunjukkan dalam Formulir SIS-IV
b) PA dan T ditunjukkan dalam Formulir SIS-V
c) Hasil perhitungan ditabelkan dalam Tabel 5
Pembahasan:
Karena gerakan BKiJT dapat diberangkatkan tanpa mengganggu gerakan LRS dan BKa,
dengan demikian BKiJT tidak disertakan dalam perhitungan penentuan c, C, DJ dan PA, tetapi
dalam perhitungan T dan NKH disertakan.
Perubahan dari pengaturan dua fase menjadi pengaturan empat fase sangat menurunkan
kinerja lalu lintas simpang, tetapi sangat mengurangi jumlah titik konflik sehingga cenderung
akan mengurangi kejadian kecelakaaan.
61 dari 89
62 dari 89
63 dari 89
64 dari 89
65 dari 89
66 dari 89
67 dari 89
68 dari 89
69 dari 89
70 dari 89
71 dari 89
Contoh 3: Desain simpang jalan baru
Di bagian utara kota Medan (populasi > 1juta jiwa) akan dikembangkan suatu kawasan
permukiman baru yang akan dihubungkan oleh jalan Baru ke jalan Sudirman. Buat desain
simpang antara jalan-jalan tersebut dengan pertimbangan ruang yang tersedia terbatas oleh
bangunan-bangunan di sisi jalan yang sukar dibebaskan.
Soal:
a) Tentukan tipe simpang mengikuti panduan yang diuraikan di muka dan perkirakan
kinerja lalu lintasnya pada tahun ke-10 dengan anggapan bahwa pertumbuhan
laluIintas tahunan sebesar 6,5%
b) Buat desain simpang sementara berikut fase yang didapatkan dari analisis a
c) Hitung c, DJ,PA, dan T dengan pengaturan dua-fase dari rencana b
Formulir SIS-1 terlampir memuat data geometrik, pengendalian lalu lintas, dan lingkungan;
Formulir SIS-II memuat data arus lalu lintas tahun ke-1;
Penyelesaian soal a:
Arus lalu Iintas dalam LHRT diubah menjadi arus jam desain (qJD) dengan faktor-k
berdasarkan nilai normalnya sebesar 8,5%.
Arus lalu lintas jalan mayor (T-B) = qma = qJD,T + qJD,B = 980 + 810 = 1.790 kend./jam
Arus lalu lintas jalan minor (U-S) = qmi= qJD,U + qJD,S = 640 + 550 = 1.190 kend./jam
Jumlah total arus mayor dan arus minor = qJD= 2.980 kend./jam
Rasio belok Bki / Bka. = 15/15
Rasio arus mayor terhadap arus minor (Rmami) = 1.790/1.190 = 1,50
Berdasarkan kajian Biaya Siklus Hidup (BSH) untuk jenis-jenis simpang (lihat Gambar 9),
jenis simpang yang paling ekonomis untuk memenuhi arus simpang sebesar 2.980
kend./jam adalah bundaran, karena nilai BSH-nya paling kecil (sekitar Rp.0,05juta/kend.).
Tetapi, dalam kasus ini, bundaran tidak dipilih karena dua sebab: 1) ruang simpang terbatas.
Sebagai gantinya dipilih simpang APILL. Tabel 1 digunakan untuk memilih tipe simpang
berdasarkan pertimbangan ekonomis.
72 dari 89
Gambar 9. Biaya Siklus Hidup per Arus Simpang total untuk jenis Simpang tak bersinyal,
Simpang bersinyal (simpang APILL), Bundaran, dan Simpang Susun
Untuk ukuran kota 1-3 juta, Rmami 1,5/1, dan RBKi/RBKa 10/10, simpang tipe 422L adalah tipe
simpang yang memadai untuk arus tahun-1 sebesar 3.000 kend./jam. Kondisi ini
diperkirakan juga memadai untuk RBKi dan RBKa sebesar 15/15.
qJD tahun ke-5 adalah: (1,065)5 x 2.980 = 4.078 kend./jam
qma tahun ke-5 adalah: 4.078 x {1,5/(1+1,5)} = 2.447 kend./jam
Dari Gambar 13, untuk qma=2.447 kend./jam, ukuran kota 1-3juta jiwa, Rmami sebesar 1,5/1
dan RBKa/RBKi sebesar 10/10 memberikan tundaan sekitar 15 det/skr. Untuk rasio belok
25/25, grafik lainnya pada gambar yang sama menunjukkan tundaan sedikit dibawah 15
det/skr.
73 dari 89
74 dari 89
75 dari 89
76 dari 89
77 dari 89
78 dari 89
Lampiran D (informatif):
Formulir perhitungan kapasitas Simpang APILL
79 dari 89
80 dari 89
81 dari 89
82 dari 89
83 dari 89
Lampiran F (informatif):
Tipikal kendaraan berdasarkan klasifikasi jenis kendaraan
84 dari 89
SM KR
Matic Sedan
Vespa Jeep
Yamaha Kombi
Tiger Minibus
Pickup
85 dari 89
KS KB
Bus Kecil Truk 3 Sumbu
Truk Kecil
Truk Box
Mikrobus
86 dari 89
KTB
Sepeda
Beca
Dokar
Andong
87 dari 89
Bibliografi
Akcelik, R. 1989. Traffic signals; Capacity and Timing Analysis. Australian Road Research
Board. Report No. 123; Vermont South, Victoria, Australia.
Bang, Karl-L, 1978. Swedish Capacity Manual Part 3: Capacity of Signalized Intersections.
Transportation Research Record 667; Washington D.C. USA.
Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM), 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. DJBM,
Jakarta.
DJBM, 1987. Produk Standar untuk Jalan Perkotaan. Departemen Pekerjaan Umum:
Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta.
Iskandar H., 2013. Pengkinian nilai ekivalen kendaraan ringan dan kapasitas dasar simpang
APILL. Naskah Ilmiah pengkinian MKJI’1997, Puslitbang Jalan dan Jembatan,
Bandung.
May, A.D. Gedizlioglu, E. Tai, L, 1983.Comparative Analysis of Signalize Intersection
Capacity Methods. Transportation Research Record 905; Washington D.C. USA.
Rois, H., 1992. Effect of Motorcycles in Signalised Intersections. Thesis ITB S2 STJR,
Bandung Indonesia.
Transport Research Board (TRB), 1985. Highway Capacity Manual. Transportation
Research Board Special Report 209; Washington D.C. USA.
TRB, 2010. Highway Capacity Manual Volume 3: Interupted flow. Transportation Research
Board of the national academies; Washington D.C. USA.
Webster, F.V. and Cobbe, B.M., 1966 Traffic signals. Roads Research Laboratory, Technical
Paper No. 56. Crowthorne, Berkshire U.K.
Undang-undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009, Lalu lintas dan angkutan jalan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 2011, Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak, serta Menejemen Kebutuhan Lalu lintas
88 dari 89
Daftar nama dan Lembaga
1) Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Kementrian Pekerjaan Umum.
2) Penyusun
Nama Lembaga
Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc., Ph.D. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan
dan Jembatan
Ir. Redy Aditya
89 dari 89
Kapasitas Simpang
Daftar isi
Daftar isi ................................................................................................................................. i
Prakata ................................................................................................................................. iv
Pendahuluan ......................................................................................................................... v
1 Ruang lingkup .................................................................................................................. 1
2 Acuan normatif ................................................................................................................. 1
3 Istilah dan definisi ............................................................................................................ 1
4 Ketentuan ........................................................................................................................ 6
4.1 Ketentuan umum .......................................................................................................... 6
4.1.1 Prinsip ........................................................................................................................ 6
4.1.2. Kriteria desain untuk pemilihan jenis dan tipe Simpang ................................................ 7
4.2 Ketentuan teknis ........................................................................................................... 8
4.2.1 Data masukan lalu lintas ............................................................................................ 8
4.2.2 Kapasitas Simpang (C) ............................................................................................... 9
4.2.3 Derajat kejenuhan .................................................................................................... 12
4.2.4 Tundaan ................................................................................................................... 13
4.2.5 Peluang antrian ........................................................................................................ 14
4.2.6 Penilaian kinerja ....................................................................................................... 14
5 Prosedur perhitungan kapasitas ..................................................................................... 14
5.1 Langkah A: Menetapkan data masukan ...................................................................... 17
5.1.1 Langkah A-1: Data geometrik Simpang .................................................................... 17
5.1.2 Langkah A-2: Data Lalu lintas ................................................................................... 17
5.1.3 Langkah A-3: Data Kondisi Lingkungan Simpang ..................................................... 20
5.2 Langkah B: Menetapkan kapasitas Simpang .............................................................. 22
5.3 Langkah C: Kinerja lalu lintas...................................................................................... 23
5.3.1 Langkah C-1: Derajat Kejenuhan.............................................................................. 23
5.3.2 Langkah C-2: Tundaan ............................................................................................. 23
5.3.3 Langkah C-3: Peluang Antrian .................................................................................. 24
5.3.4 Langkah C-4: Penilaian Kinerja ............................................................................... 24
Lampiran A (normatif):
Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan umum ........................................................ 25
Lampiran B (normatif):
Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan teknis ........................................................ 32
Lampiran C (informatif):
Contoh-contoh perhitungan kapasitas ............................................................................ 36
Lampiran D (normatif):
Formulir perhitungan kapasitas Simpang ....................................................................... 52
Lampiran E (informatif):
Contoh tipikal penetapan Hambatan Samping pada Simpang ........................................ 54
Lampiran F (informatif):
Tipikal kendaraan-kendaraan berdasarkan klasifikasi jenis kendaraan .......................... 56
i
Lampiran G (informatif):
Padanan klasifikasi jenis kendaraan .............................................................................. 59
6 Bibliography ................................................................................................................... 60
7 Daftar nama dan Lembaga............................................................................................. 62
Gambar 1 - Simpang prioritas wajib henti (gambar kiri) dan Simpang prioritas yang harus
mendahulukan kendaraan dari arah lain (gambar kanan). ............................. 7
Gambar 2 - Penentuan jumlah lajur................................................................................ 11
Gambar 3 - Bagan alir perhitungan, perencanaan, dan evaluasi kapasitas Simpang ..... 16
Gambar 4 - Contoh sketsa geometrik dan masukan datanya. ........................................ 17
Gambar 5 - Contoh sketsa arus lalu lintas ...................................................................... 18
Gambar 6 - Variabel arus lalu lintas ............................................................................... 20
Gambar A.1 - Tipikal Simpang dan Kode Simpang ............................................................ 28
Gambar A.2 - Panduan pemilihan tipe Simpang-3 yang paling ekonomis untuk ukuran kota
1-3 juta jiwa, qBKi dan qBKa masing-masing 10%........................................... 28
Gambar A.3 - Panduan pemilihan tipe Simpang-4 yang paling ekonomis untuk ukuran kota
1-3 juta jiwa, qBKi dan qBKa masing-masing 10%........................................... 29
Gambar A.4 – Kinerja lalu lintas pada Simpang-4 .............................................................. 30
Gambar A.5 - Kinerja lalu lintas pada Simpang-3 .............................................................. 31
Gambar B.1 - Faktor koreksi lebar pendekat (FLP) ............................................................. 32
Gambar B.2 - Faktor koreksi rasio arus belok kiri (FBKi) ..................................................... 33
Gambar B.3 - Faktor koreksi rasio arus belok kanan (FBKa) ............................................... 33
Gambar B.4 - Faktor koreksi rasio arus jalan minor (Fmi) ................................................... 34
Gambar B.5 - Tundaan lalu lintas Simpang sebagai fungsi dari DJ .................................... 34
Gambar B.6 - Tundaan lalu lintas jalan mayor sebagai fungsi dari DJ ................................ 35
Gambar B.7 - Peluang antrian (PA, %) pada Simpang sebagai fungsi dari DJ. ................... 35
Gambar C.1 - Perbandingan BSH beberapa Persimpangan sebagai fungsi dari arus lalu
lintas .............................................................. Error! Bookmark not defined.
Gambar E.1 - Simpang Tipe 422, Jalan A. Mangerang - Jalan Mappaoddang, Makassar. 54
Gambar E.2 - Simpang Tipe 422 Jalan Palasari - Jalan Lodaya, Bandung. ....................... 54
Gambar E.3 - Simpang Tipe 422, Jalan Godean - Jalan Tambak, Yogyakarta. ................. 55
Gambar E.4 - Simpang Tipe 422, Jalan Sompok - Jalan Belimbing Raya, Semarang. ...... 55
Tabel 1 - Padanan klasifikasi jenis kendaraan .............................................................. 9
Tabel 2 - Kapasitas dasar Simpang-3 dan Simpang-4 ............................................... 10
Tabel 3 - Kode tipe Simpang ...................................................................................... 10
Tabel 4 - Faktor koreksi median, FM ........................................................................... 11
Tabel 5 - Faktor koreksi rasio arus jalan minor (Fmi) dalam bentuk persamaan .......... 12
Tabel 6 - Nilai normal faktor-k .................................................................................... 19
Tabel 7 - Nilai normal komposisi lalu lintas ................................................................. 19
ii
Tabel 8 - Nilai normal variabel lalu lintas umum ......................................................... 19
Tabel 9 - Klasifikasi ukuran kota dan Faktor koreksi Ukuran Kota (FUK) ..................... 21
Tabel 10 - Tipe lingkungan jalan .................................................................................. 21
Tabel 11 - Kriteria hambatan samping.......................................................................... 21
Tabel 12 - FHS sebagai fungsi dari tipe lingkungan jalan, HS, dan RKTB ........................ 22
Tabel A.1 - Nilai ekivalen kendaraan ringan untuk KS dan SM ...................................... 25
Tabel A.2 - Kriteria tipe Simpang ................................................................................... 25
Tabel A.3 - Batas variasi data empiris untuk kapasitas Simpang ................................... 25
Tabel A.4 - Kondisi arus lalu lintas masuk Simpang dan ukuran kota sebagai masukan
untuk pemilihan tipe Simpangyang paling ekonomis ................................... 26
Tabel A.5 - Angka kecelakaan lalu lintas (laka) pada Jenis dan tipe Simpang tertentu
sebagai pertimbangan keselamatan dalam pemilihan tipe Simpang ............ 27
Tabel A.6 - Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci . 27
iii
Prakata
Pedoman kapasitas Simpang ini merupakan bagian dari penyusunan pedoman kapasitas
jalan Indonesia 2014 (PKJI'14), dalam upaya memutakhirkan MKJI’97 diharapkan dapat
memandu dan menjadi acuan teknis bagi para penye- lenggara jalan, penyelenggara lalu
lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi baik di tingkat pusat maupun di daerah dalam
melakukan perencanaan dan evaluasi kapasitas Simpang,. Istilah kapasitas Simpang yang
dipakai dalam pedoman ini sebelumnya disebut Simpang tak bersinyal.
Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis 91-01 Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil
pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus
Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan
dibahas dalam forum rapat teknis yang diselenggarakan pada tanggal 7 Oktober 2013 di
Bandung, oleh subpantek Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber, pakar,
dan lembaga terkait.
iv
Pendahuluan
Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
(MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa pertim-
bangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas dan
transportasi, serta workshop permasalahan MKJI'97 pada tahun 2009 adalah:
1) sejak MKJI’97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi perlalu
lintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan,
teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji
dampaknya terhadap kapasitas jalan; +perilaku lalu lintas+hirarki manajemen simpang
2) khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsinya dalam arus lalu lintas yang
signifikan;
3) terdapat indikasi ketidak akuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya,
4) MKJI’97 telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik
dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya;
Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti
dari United Kingdom, United State of America, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan
dalam Laporan MKJI phase I, tahun 1993. Hal ini disebabkan terutama oleh:
1) komposisi lalu lintas di Indonesia memiliki porsi sepeda motor yang tinggi dan dewasa ini
semakin meningkat,
2) aturan “right of way” di Simpang dan titik-titik konflik yang lain tidak jelas sekalipun
Indonesia memiliki regulasi prioritas.
Pedoman ini merupakan pemutakhiran Simpang tak bersinyal dari MKJI'97. Selanjutnya,
pedoman ini disebut Pedoman Simpang sebagai bagian dari Pedoman Kapasitas Jalan
Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI’14 keseluruhan melingkupi:
1) Pendahuluan
2) Kapasitas jalan luar kota
3) Kapasitas jalan perkotaan
4) Kapasitas jalan bebas hambatan
5) Kapasitas Simpang APILL
6) Kapasitas Simpang
7) Kapasitas jalinan dan bundaran
8) Perangkat lunak kapasitas jalan
yang akan dikemas dalam publikasi terpisah-pisah sesuai kemajuan pemutakhiran.
Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen satuan mobil penumpang
(emp) atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C0), dan cara penulisan. Nilai
ekr mengecil sebagai akibat dari meningkatnya proporsi sepeda motor dalam arus alu lintas
yang juga mempengaruhi nilai C0.
Pemutakhiran perangkat lunak kapasitas jalan tidak dilakukan, tetapi otomatisasi
perhitungan terkait contoh-contoh (Lihat Lampiran D) dilakukan dalam bentuk spreadsheet
Excell (dipublikasikan terpisah) dapat digunakan. Sejauh tipe persoalannya sama dengan
contoh, spreadsheet tersebut dapat digunakan dengan cara mengubah data masukannya.
Pedoman ini dapat dipakai untuk menganalisis desain Simpang yang baru, peningkatan
Simpang yang sudah lama dioperasikan, dan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang.
v
Kapasitas Simpang
1 Ruang lingkup
Pedoman ini menetapkan ketentuan perhitungan kapasitas untuk keperluan perencanaan dan
evaluasi kinerja Simpang, meliputi kapasitas Simpang (C) dan kinerja lalu lintas Simpang yang
diukur oleh derajat kejenuhan (DJ), tundaan (T), dan peluang antrian (PA), untuk Simpang-3 dan
Simpang-4 yang berada di wilayah perkotaan atau semi perkotaan
2 Acuan normatif
Dokumen referensi di bawah ini harus digunakan dan tidak dapat ditinggalkan untuk
melaksanakan pedoman ini, yaitu:
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan. Di prakata
PDT
PP55/2012 ttg kendaraan
Untuk tujuan penggunaan dalam Pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan:
3.1
arus lalu lintas belok kanan (qBKa)
jumlah kendaraan-kendaraan yang membelok ke kanan dari suatu pendekat, dalam satuan
kendaraan per jam (kend/jam) atau satuan kendaraan ringan per jam (skr/jam)
3.2
arus lalu lintas belok kiri (qBKi)
jumlah kendaraan-kendaraan yang membelok ke kiri dari suatu pendekat, dalam satuan
kend/jam atau skr/jam
3.3
arus lalu lintas jam desain (qJD) Simpang
arus lalu lintas selama satu jam yang ditetapkan sebagai dasar desain, biasanya diperoleh dari
perkalian LHRT dengan faktor-k, dinyatakan dalam satuan skr/jam
3.4
arus lalu lintas total jalan mayor (qma)
jumlah kendaraan-kendaraan yang masuk Simpang dari semua arah jalan mayor, dalam satuan
kend/jam atau skr/jam
3.5
arus lalu lintas total jalan minor (qmi)
jumlah kendaraan-kendaraan yang masuk Simpang dari semua arah jalan minor, dalam satuan
kend/jam atau skr/jam
3.6
biaya siklus hidup (BSH)
adalah biaya pembangunan dan pengoperasian suatu Persimpangan selama kurun waktu
tertentu untuk melayani (menyalurkan) arus lalu lintas yang dapat dinyatakan dalam bentuk
1 dari 60
diagram hubungan antara BSH terhadap arus lalu lintas yang dilayani, bisa dinyatakan dengan
nilai uang
3.7
derajat kejenuhan (DJ)
rasio antara arus lalu lintas (q) terhadap kapasitas (C)
3.8
ekivalen kendaraan ringan (ekr)
faktor konversi untuk jenis kendaran sedang, kendaraan berat, dan sepeda motor dibandingkan
terhadap kendaraan ringan sehubungan dengan dampaknya terhadap kapasitas jalan. Nilai ekr
kendaraan ringan adalah satu
3.9
faktor-k atau K
faktor arus lalu lintas jam desain, dipakai untuk menghitung arus lalu lintas jam desain (qJD).
Nilainya berkisar antara 7% s.d. 12%. Nilai yang rendah digunakan untuk arus lalu lintas yang
padat dan nilai yang besar untuk arus lalu lintas yang lengang
3.10
faktor koreksi lebar pendekat rata-rata (FLP)
faktor koreksi nilai kapasitas dasar sehubungan dengan ketidak-bakuan lebar rata-rata pende-
kat-pendekat Simpang
3.11
faktor koreksi tipe median pada jalan mayor (FM)
faktor koreksi nilai kapasitas dasar sehubungan dengan ada atau tidaknya serta tipe median
jalan pada jalan mayor
3.12
faktor koreksi ukuran kota (FUK)
faktor koreksi nilai kapasitas dasar sehubungan dengan ukuran kota. Semakin besar ukuran kota
semakin banyak populasinya semakin padat lalu lintasnya, dan semakin agresif para
pengemudinya. Dalam konteks perkotaan, agresifitas pengemudi dilingkungan kota dan semi
perkotaan dianggap sama sehingga faktor koreksinya sama
3.13
faktor koreksi hambatan samping (FHS)
faktor koreksi nilai kapasitas dasar akibat tipe lingkungan jalan, hambatan samping, dan arus
kendaraan tak bermotor
3.14
faktor koreksi belok kiri (FBKi)
faktor koreksi nilai kapasitas dasar akibat arus lalu lintas belok kiri
3.15
faktor koreksi belok kanan (FBKa)
faktor koreksi nilai kapasitas dasar akibat arus lalu lintas belok kanan
3.16
faktor koreksi rasio arus jalan minor (FRmi)
faktor koreksi nilai kapasitas dasar akibat rasio arus lalu lintas dari jalan minor
3.17
hambatan samping (HS)
2 dari 60
interaksi antara arus kendaraan-kendaraan dan kegiatan samping Simpang jalan yang
menyebabkan menurunnya kapasitas jalan pada pendekat yang bersangkutan
3.18
jalan mayor dan jalan minor
jalan mayor adalah jalan yang tingkat kepentingannya tertinggi pada suatu Simpang, misalnya
dalam hal klasifikasi jalan. Pada Simpang-3, jalan yang menerus selalu ditentukan sebagai jalan
mayor dan jalan minor adalah jalan dengan tingkat kepentingan lebih rendah
3.19
jumlah lajur
banyaknya lajur jalan untuk satu arah arus lalu lintas, ditentukan oleh lebar rata-rata pendekat.
Jika lebar-rata-rata pendekat ≤5,5m, maka pendekat tersebut dikategorikan satu lajur untuk
arah masuk tersebut atau dua lajur untuk dua arah. Jika lebar rata-rata pendekat >5,5m, maka
pendekat tersebut dikategorikan dua lajur untuk arah masuk atau empat lajur untuk dua arah
3.20
kapasitas (C)
arus lalu lintas total maksimum yang masuk ke Simpang yang dapat dipertahankan selama
waktu paling sedikit satu jam dalam kondisi cuaca dan geometrik yang ada pada saat itu
(eksisting), dalam satuan kend/jam atau skr/jam
3.21
kapasitas dasar (Co)
arus lalu lintas total maksimum yang masuk ke Simpang yang dapat dipertahankan selama
waktu paling sedikit satu jam dalam kondisi cuaca dan geometrik yang baku, dalam satuan
kend/jam atau skr/jam
3.22
kendaraan berat (KB)
kendaraan bermotor dengan dua sumbu atau lebih, beroda 6 atau lebih, panjang kendaraan
12,0m atau lebih dengan lebar sampai dengan 2,5m, meliputi Bus besar, truk besar 2 atau 3
sumbu (tandem), truk tempelan, dan truk gandengan (lihat photo tipikal jenis KB dalam Lampiran
F). Arus KB dalam jaringan jalan kota sangat sedikit dan beroperasi pada jam-jam lengang
terutama tengah malam, sehingga dalam perhitungan kapasitas praktis tidak ada atau sekalipun
ada dikatagorikan sebagai kendaraan sedang
3.23
kendaraan ringan (KR)
kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat, panjang kendaraan ≤ 5,5m dengan
lebar sampai dengan 2,1m, meliputi sedan, minibus (termasuk angkot), mikrobis (termasuk
mikrolet, oplet, metromini), pick-up, dan truk kecil (lihat photo tipikal jenis KR dalam Lampiran F)
3.24
kendaraan sedang (KS)
kendaraan bermotor dengan dua gandar beroda empat atau enam, dengan panjang kendaraan
>5,5m dan ≤9,0m, meliputi Bus sedang dan truk sedang (lihat photo tipikal jenis KS dalam
Lampiran F)
3.25
kendaraan tak bermotor (KTB)
kendaraan yang tidak menggunakan motor penggerak, bergerak ditarik oleh orang atau hewan,
termasuk sepeda, beca, kereta dorongan, dokar, andong, gerobak
3.26
3 dari 60
kelandaian (G)
kelandaian memanjang pendekat; jika menanjak ke arah Simpang maka diberi tanda positif; jika
menurun ke arah Simpang maka diberi tanda negatif, dinyatakan dalam satuan %
3.27
komersial (KOM)
lahan disekitar Simpang yang didominasi oleh kegiatan komersial (contoh: pertokoan, restoran,
perkantoran) dengan akses langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan
3.28
lebar pendekat (LP)
lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur di bagian tersempit atau diukur pada jarak
10m dari garis batas pertemuan dua lengan Simpang, yang digunakan oleh lalu lintas yang
bergerak masuk Simpang. Secara praktis, untuk lengan yang melayani dua arah arus lalu lintas,
LP adalah lebar lengan Simpang dibagi dua. Apabila pendekat tersebut sering digunakan untuk
parkir, maka LP yang ada harus dikurangi 2m
3.29
peluang antrian (PA)
peluang terjadinya antrian kendaraan yang mengantri di sepanjang pendekat, m
3.30
pendekat
jalur pada lengan Simpang untuk kendaraan mengantri sebelum masuk keSimpang melewati
garis henti. Bila gerakan lalu lintas ke kiri atau ke kanan dipisahkan dengan pulau lalu lintas,
lengan Simpang dapat mempunyai dua atau lebih pendekat. Pendekat jalan mayor disebut B
dan D, pendekat jalan minor disebut A dan C
3.31
permukiman (KIM)
lahan disekitar Simpang yang didominasi oleh tempat permukiman dengan akses langsung bagi
pejalan kaki dan kendaraan
3.32
Persimpangan
pertemuan dua atau lebih ruas jalan, dapat berupa Simpang atau Simpang APILL atau Bundaran
atau Simpang Tak Sebidang
3.33
rasio arus belok (RB)
perbandingan antara arus total belok dari semua lengan Simpang terhadap arus total Simpang
3.34
rasio kendaraan tak bermotor (RKTB)
perbandingan antara arus kendaraan tak bermotor terhadap jumlah arus kendaraan bermotor
dan kendaraan tak bermotor
3.35
rasio arus mayor terhadap arus minor (Rmami)
perbandingan antara arus lalu lintas total pada jalan mayor terhadap arus lalu lintas total pada
jalan minor
3.36
rasio arus jalan minor (Rmi)
4 dari 60
perbandingan antara arus lalu lintas total pada jalan minor terhadap arus lalu lintas total
Simpang
3.37
satuan kendaraan ringan (skr)
satuan arus lalu lintas, yaitu satuan arus dari berbagai tipe kendaraan yang diekivalenkan
terhadap kendaraan ringan, termasuk kendaraan sedang, kendaraan berat, dan sepeda motor,
dengan menggunakan nilai ekr
3.38
sepeda motor (SM)
kendaraan bermotor beroda dua dan tiga dengan panjang tidak lebih dari 2,5m dengan lebar
sampai dengan 1,2 meliputi motor, skuter, motor gede (moge), bemo, dan cator (lihat photo
tipikal jenis SM dalam Lampiran F)
3.39
Simpang
MKJI’97 menamainya Simpang tak bersinyal, adalah salah satu jenis Persimpangan yang
merupakan pertemuan dua atau lebih ruas jalan sebidang yang tidak diatur oleh Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas (APILL).
3.40
Simpang APILL
Simpang sebidang yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu lintas (APILL) untuk pengaturan
lalu lintasnya. MKJI’97 menamai Simpang bersinyal
3.41
Simpang perkotaan dan semi perkotaan
Adalah Simpang antara segmen-segmen jalan yang di sisi kiri dan atau kanannya terdapat
perkembangan lahan yang permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh
jalan, termasuk segmen jalan di atau dekat pusat perkotaan
3.42
tipe median jalan mayor
ada dua, yaitu tipe median sempit dan tipe median lebar. Tipe median lebar jika lebarnya cukup
untuk digunakan menyeberangi jalan mayor dalam dua tahap, lebarnya ditetapkan ≥ 3m.
3.43
tipe jalan dua lajur dua arah tak terbagi (2/2TT)
jalan yang jalur lalu lintasnya terdiri dari dua lajur, satu lajur untuk masing-masing arah lalu lintas
tanpa bangunan pemisah arah arus lalu lintas (median)
3.44
tipe jalan empat lajur dua arah tak terbagi (4/2TT)
jalan yang jalur lalu lintasnya terdiri dari empat lajur, dua lajur untuk masing-masing arah lalu
lintas tanpa median
3.45
tipe jalan empat lajur dua arah terbagi (4/2T)
jalan yang jalur lalu lintasnya terdiri dari empat lajur, dua lajur untuk masing-masing arah lalu
lintas dan dilengkapi median
3.46
tipe Simpang
5 dari 60
pengelompokan Simpang berdasarkan jumlah lengan Simpang, konfigurasi jumlah lajur jalan
minor, dan jumlah lajur jalan mayor. Tipe Simpang diberi kode tiga angka, angka pertama
menunjukkan jumlah lengan Simpang, angka kedua menunjukkan jumlah lajur pada pendekat
jalan minor, dan angka ketiga menunjukkan jumlah lajur pada pendekat jalan mayor. Kode
Simpang ada yang diberi tambahan huruf M pada angka ke 4, menunjukkan adanya median
pada jalan mayor. Contoh, 424 adalah Simpang-4 yang merupakan pertemuan antara jalan
minor tipe dua lajur dua arah, dan jalan mayor tipe 4 lajur 2 arah. Kode 424M menunjukkan
bahwa pada Simpang tersebut, jalan mayor memiliki median
3.47
tundaan (T)
waktu tempuh tambahan yang digunakan pengemudi untuk melalui suatu Simpang apabila
dibandingkan dengan lintasan tanpa Simpang. T terdiri dari Tundaan Lalu lintas (TLL) dan
Tundaan Geometrik (TG).TLL adalah waktu menunggu yang disebabkan oleh interaksi lalu lintas
dengan gerakan lalu lintas yang berlawanan. TG adalah waktu tambahan perjalanan yang
disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan yang membelok di Simpang
3.48
ukuran kota (UK)
diukur dari jumlah penduduk dalam wilayah perkotaan tersebut, bukan ukuran luas wilayah
administratif
3.49
volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) Simpang
jumlah kendaraan yang memasuki Simpang dari semua lengannya selama beberapa hari (misal
7 hari) dibagi jumlah harinya, dinyatakan dalam satuan kend/hari atau skr/hari
3.50
volume lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) Simpang
jumlah kendaraan yang memasuki Simpang selama satu tahun dibagi jumlah hari dalam tahun
yang bersangkutan, dinyatakan dalam kend/hari atau skr/hari
3.51
volume lalu lintas total (Q)
jumlah kendaraan-kendaraan yang masuk Simpang dari semua arah, dinyatakan dalam
kend/hari atau skr/hari
4 Ketentuan
4.1.1 Prinsip
6 dari 60
Gambar 1 - Simpang prioritas wajib henti (gambar kiri) dan Simpang prioritas yang harus
mendahulukan kendaraan dari arah lain (gambar kanan).
3) Simpang dapat berupa Simpang-3 atau Simpang-4 yang dapat merupakan pertemuan
antara tipe jalan 2/2TT, atau tipe jalan 4/2T, atau kombinasi dari tipe-tipe jalan tersebut
(lihat tipe dan kode Simpang pada Lampiran A). Kriteria Simpang yang dipakai dalam
penetapan kapasitas dasar adalah:
a. mempunyai kereb dan trotoar,
b. berada di wilayah perkotaan,
c. memiliki hambatan samping sedang,
d. semua gerakan membelok dianggap diperbolehkan, dan
e. pengaturan "prioritas", sekalipun ada dianggap tidak diikuti oleh pengguna jalan.
4) Kapasitas Simpang (C) ditetapkan dari jumlah arus lalu lintas yang memasuki Simpang
dari semua lengannya per satuan waktu, ditetapkan oleh perkalian antara kapasitas
dasar (C0) yaitu kapasitas dari suatu Simpang yang baku, yang dikoreksi oleh faktor-
faktor yang merepresentasikan perbedaan geometrik, lingkungan, dan arus lalu lintas
eksisting terhadap kondisi Simpang yang baku.
5) Perhitungan kapasitas didasarkan pada fakta empiris, sehingga hasil analisis harus
selalu diperiksa terhadap keberlakuan nilai empiris tersebut (Lihat Tabel A.1 pada
Lampiran A).
Pemilihan jenis Persimpangan baru (Simpang atau Simpang APILL atau Bundaran atau
Simpang tak sebidang) harus didasarkan pada analisis BSH (sebagai contoh, lihat contoh 4
dalam Lampiran C).
Pemilihan tipe Simpang, baik Simpang baru ataupun Simpang yang akan ditingkatkan harus
didasarkan atas:
1) pencapaian DJ≤0,85;
2) mempertimbangkan keselamatan lalu lintas.
Tabel A.5. pada Lampiran A dapat diguna-kan sebagai bahan pertimbangan), kelancaran
lalu lintas, dan lingkungan jalan, yang ke-seluruhannya diintegrasikan dalam desain
teknis rinci (detail engineering design, DED;
3) paling ekonomis, sesuai dengan kebutuhan dan kinerja lalu lintas yang diharapkan.
(Diagram pada Gambar A.2.–A.3. atau Tabel A.4. dalam Lampiran A dapat digunakan
sebagai dasar pemilihan Tipe Simpang yang paling ekonomis. Sebagai contoh lihat
Gambar A.3., Simpang Tipe 422, paling ekonomis digunakan untuk melayani arus
7 dari 60
≤1.600kend/jam, yaitu 800kend/jam dari masing-masing pendekat atau 1400kend/jam
dari jalan mayor dan 350kend/jam dari jalan minor. Jika kondisi arusnya meningkat
misalnya mencapai 2000kend/jam yaitu 1600kend/jam dari jalan mayor dan 400kend/jam
dari jalan minor, maka diperlukan tipe 424);
4) memiliki nilai T yang optimum.
Gambar A.4 dan A.5 dalam Lampiran A dapat digunakan untuk memperkirakan T
sebagai fungsi dari DJ. Perkiraan T didasarkan atas 4 parameter masukan, yaitu 1) arus
total Simpang dalam satuan kend/jam (untuk tahun pertama), 2) rasio arus mayor
terhadap arus minor (Rmami), 3) rasio arus belok kanan (RBKa) dan belok kiri (RBKi), dan 4)
Ukuran kota;
5) mempertimbangkan dampaknya terhadap Lingkungan.
Emisi gas buang kendaraan dan atau kebisingan umumnya bertambah akibat percepatan
atau perlambatan kendaraan, dan juga akibat pemberhentian kendaraan-kendaraan.
Dengan pemahaman ini, Simpang dengan tundaan rata-rata yang panjang cenderung
memiliki gas buang dan atau kebisingan yang lebih tinggi sehingga penghentian
kendaraan-kendaraan perlu dihindarkan.
5) mempertimbangkan hal-hal teknis sebagaimana tercantum dalam Tabel A.6 pada
Lampiran A dalam melaksanakan desain teknis rinci,
6) berdasarkan LHRT yang dihitung dengan metode perhitungan yang benar.
Secara ideal, LHRT didasarkan atas perhitungan lalu lintas menerus selama satu tahun.
Jika diperkirakan, maka cara perkiraan LHRT harus didasarkan atas perhitungan lalu
lintas yang mengacu kepada ketentuan yang berlaku. Misal perhitungan lalu lintas
selama 7 hari atau 40 jam, perlu mengacu kepada ketentuan yang berlaku sehingga
diperoleh validiti dan akurasi data yang memadai.
7) berdasarkan nilai qJD yang dihitung menggunakan nilai faktor k yang berlaku.
Data masukan lalu lintas diperlukan untuk dua hal, yaitu pertama data arus lalu lintas eksisting
dan kedua data arus lalu lintas rencana. Data lalu lintas eksisting digunakan untuk melakukan
evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu lintas per jam eksisting pada jam-jam tertentu yang
dievaluasi, misalnya arus lalu lintas pada jam sibuk pagi atau arus lalu lintas pada jam sibuk
sore. Data arus lalu lintas rencana digunakan sebagai dasar untuk menetapkan lebar jalur lalu
lintas atau jumlah lajur lalu lintas, berupa arus lalu lintas jam desain (qJD) yang ditetapkan dari
LHRT, menggunakan faktor k.
1)
keterangan:
LHRT adalah volume lalu lintas rata-rata tahunan, dapat diperoleh dari perhitungan lalu lintas
atau prediksi, dinyatakan dalam skr/hari.
K adalah faktor K.
LHRT dapat diprediksi menggunakan data survei perhitungan lalu lintas selama beberapa hari
tertentu sesuai dengan pedoman survei perhitungan lalu lintas yang berlaku (DJBM, 1992).
Dalam survei perhitungan lalu lintas, kendaraan diklasifikasikan sesuai dengan Tabel 1. Jika
data yang tersedia dihimpun dengan klasifikasi yang lain, seperti cara DJBM (1992) baik yang
dirumuskan pada tahun 1992 maupun yang sesuai dengan klasifikasi Integrated Road
Management System (IRMS), maka data tersebut perlu disesuaikan dengan klasifikasi sesuai
8 dari 60
Tabel 1. Untuk tujuan praktis, Tabel padanan dalam Lampiran G, dapat digunakan untuk
mengkonversikan data lalu lintas dari klasifikasi IRMS atau DJBM (1992) menjadi data lalu lintas
dengan klasifikasi MKJI’97 seperti pada Tabel 1. Klasifikasi MKJI’97, dalam pedoman ini masih
juga digunakan. Dengan demikian, data yang dikumpulkan melalui prosedur survei yang
dilaksanakan sesuai klasifikasi IRMS maupun DJBM 1992, masih dapat juga digunakan untuk
perhitungan kapasitas sesuai dengan Pedoman ini.
Kapasitas Simpang dihitung untuk total arus yang masuk dari seluruh lengan Simpang dan
didefinisikan sebagai perkalian antara kapasitas dasar (C0) yaitu kapasitas pada kondisi ideal,
dengan faktor-faktor koreksi yang memperhitungkan perbedaan kondisi lingkungan terhadap
kondisi idealnya. Persamaan 2 adalah persamaan untuk menghitung kapasitas Simpang.
2)
keterangan:
C adalah kapasitas Simpang , skr/jam
C0 adalah kapasitas dasar Simpang, skr/jam
FLP adalah faktor koreksi lebar rata-rata pendekat
FM adalah faktor koreksi tipe median
FUK adalah faktor koreksi ukuran kota
FHS adalah faktor koreksi hambatan samping
FBKi adalah faktor koreksi rasio arus belok kiri
FBKa adalah faktor koreksi rasio arus belok kanan
FRmi adalah faktor koreksi rasio arus dari jalan minor.
C0 ditetapkan secara empiris dari kondisi Simpang yang ideal yaitu Simpang dengan lebar lajur
pendekat rata-rata 2,75m, tidak ada median, ukuran kota 1-3 Juta jiwa, Hambatan Samping
sedang, Rasio belok kiri 10%, Rasio belok kanan 10%, Rasio arus dari jalan minor 20%, dan
qKTB=0. Nilai C0 Simpang ditunjukkan dalam Tabel 2.
9 dari 60
Tabel 2 - Kapasitas dasar Simpang-3 dan Simpang-4
Tipe Simpang ditetapkan berdasarkan jumlah lengan Simpang dan jumlah lajur pada jalan mayor
dan jalan minor dengan kode tiga angka (Tabel 3). Jumlah lengan adalah jumlah lengan untuk
lalu lintas masuk atau keluar atau keduanya.
Nilai C0 tergantung dari Tipe Simpang dan penetapannya harus berdasarkan data geometrik.
Data geometrik yang diperlukan untuk penetapan Tipe Simpang adalah jumlah lengan Simpang
dan jumlah lajur pada setiap pendekat.
Penetapan jumlah lajur perpendekat diuraikan dalam Gambar 2. Pertama, harus dihitung lebar
rata-rata pendekat jalan mayor (LRP BD) dan lebar rata-rata pendekat jalan minor (LRP AC) yaitu
rata-rata lebar pendekat dari setiap kaki Simpangnya. Berdasarkan lebar rata-rata pendekat,
tetapkan jumlah lajur pendekat sehingga tipe Simpang dapat ditetapkan. Cara menetapkannya,
lihat Gambar 2.
Untuk Simpang-3, pendekat minornya hanya A atau hanya C dan lebar rata-rata pendekat
adalah a/2 atau c/2.
10 dari 60
Lebar rata-rata pendekat Jumlah lajur
mayor (B-D) dan minor (A-C) (untuk kedua arah)
FLP dapat dihitung dari persamaan 3) sampai dengan 6) atau diperoleh dari diagram pada
Gambar B.1. dalam Lampiran B, yang besarnya tergantung dari lebar rata-rata pendekat
Simpang (LRP), yaitu rata-rata lebar dari semua pendekat.
Median disebut lebar jika kendaraan ringan dapat berlindung dalam daerah median tanpa
mengganggu arus lalu lintas, sehingga lebar median ≥3m. Klasifikasi median berikut faktor
koreksi median pada jalan mayor diperoleh dalam Tabel 4. Koreksi median hanya digunakan
untuk jalan mayor dengan 4 lajur.
FUK dibedakan berdasarkan ukuran populasi penduduk. Nilai FUK dapat dilihat dalam Tabel 9.
4.2.2.7. Faktor koreksi lingkungan jalan, hambatan samping, dan kendaraan tak bermotor
Pengaruh kondisi lingkungan jalan, HS, dan besarnya arus kendaraan fisik, KTB, akibat kegiatan
disekitar Simpang terhadap kapasitas dasar digabungkan menjadi satu nilai faktor koreksi
hambatan samping (FHS), lihat Tabel 12.
11 dari 60
4.2.2.8. Faktor koreksi rasio arus belok kiri
FBKi dapat dihitung menggunakan persamaan 7 atau dari diagram pada Gambar B.2. dalam
Lampiran B. Agar diperhatikan ketentuan umum tentang keberlakuan RBKi untuk analisis
kepasitas (lihat Tabel A.3. dalam Lampiran A).
7)
keterangan:
RBKi adalah rasio belok kiri
FBKa dapat diperoleh dengan menghitung menggunakan persamaan 8 dan 9 atau diperoleh dari
diagram dalam Gambar B.3. pada Lampiran B. Agar diperhatikan ketentuan umum tentang
keberlakuan RBKa untuk analisis kapasitas (lihat Tabel A.3 dalam Lampiran A).
Untuk Simpang-4: 8)
Untuk Simpang-3: 9)
keterangan:
RBKa adalah rasio belok kanan
Fmi dapat ditentukan menggunakan persamaan-persamaan yang ditabelkan dalam Tabel 5 atau
diperoleh secara grafis menggunakan diagram dalam Gambar B.4. pada Lampiran B. Fmi
tergantung dari Rmi dan tipe Simpang. Agar diperhatikan ketentuan umum tentang keberlakuan
Rmi untuk analisis kepasitas (lihat Tabel A.3 dalam Lampiran A).
Tabel 5 - Faktor koreksi rasio arus jalan minor (Fmi) dalam bentuk persamaan
10)
keterangan:
12 dari 60
DJ adalah derajat kejenuhan
q adalah semua arus lalu lintas yang masuk Simpang dalam satuan skr/jam. q dihitung
menggunakan rumus 11).
11)
Fskr adalah faktor skr yang dihitung menggunakan persamaan 12).
12)
ekrKR, ekrKS, ekrSM masing-masing adalah ekr untuk KR, KS, dan SM yang dapat
diperoleh dari Tabel A.1. dalam Lampiran A.
qKR, qKS, qSM masing-masing adalah q untuk KR, KS, dan SM
C adalah kapasitas Simpang, skr/jam
4.2.4 Tundaan
Tundaan terjadi karena dua hal, yaitu tundaan lalu lintas (TLL) dan tundaan geometrik (TG). TLL
adalah tundaan yang disebabkan oleh interaksi antara kendaraan dalam arus lalu lintas.
Dibedakan TLL dari seluruh simpang, dari jalan mator saja, atau jalan minor saja. TG adalah
tundaan yang disebabkan oleh perlambatan dan percepatan yang terganggu saat kendaraan-
kendaraan membelok pada suatu Simpang dan/atau terhenti. T dihitung menggunakan
persamaan 13.
13)
TLL adalah tundaan lalu lintas rata-rata untuk semua kendaraan bermotor yang masuk Simpang
dari semua arah, dapat dihitung menggunakan persamaan 14 dan 15 atau ditentukan
dari kurva empiris sebagai fungsi dari DJ (Gambar B.5 dalam Lampiran B).
Untuk DJ>0,60:
( )
( ) 15)
Tundaan lalu lintas untuk jalan mayor (TLLma) adalah tundaan lalu lintas rata-rata untuk semua
kendaraan bermotor yang masuk Simpang dari jalan mayor, dapat dihitung
menggunakan persamaan 16 dan 17 atau ditentukan dari kurva empiris sebagai fungsi
dari DJ (Gambar B.6. dalam Lampiran B).
Untuk DJ>0,60:
( )
( ) 17)
Tundaan lalu lintas untuk jalan minor (TLLmi) adalah tundaan lalu lintas rata-rata untuk semua
kendaraan bermotor yang masuk Simpang dari jalan minor, ditentukan dari TLL dan TLLma,
dihitung menggunakan persamaan 18.
18)
Keterangan:
qTOT adalah arus total yang masuk Simpang, skr/jam
qma adalah arus yang masuk Simpang dari jalan mayor, skr/jam
13 dari 60
Untuk DJ≥1: TG = 4 detik/skr
Keterangan:
TG Tundaan geometrik, detik/skr
DJ adalah derajat kejenuhan
RB adalah rasio arus belok terhadap arus total Simpang
PA dinyatakan dalam rentang kemungkinan (%) dan dapat ditentukan menggunakan persamaan
20 dan 21 atau ditentukan menggunakan Gambar B.7. dalam Lampiran B. PA tergantung dari DJ
dan digunakan sebagai salah satu dasar penilaian kinerja lalu lintas Simpang.
Tujuan analisis kapasitas adalah memperkirakan kapasitas dan kinerja lalu lintas pada kondisi
tertentu terkait desain atau eksisting geometrik, arus lalu lintas, dan lingkungan Simpang.
Dengan perkiraan nilai kapasitas dan kinerja, maka memungkinkan dilakukan perubahan desain
Simpang terutama geometriknya untuk memperoleh kinerja lalulintas yang diinginkan berkaitan
dengan kapasitas dan tundaannya. Cara yang paling cepat untuk menilai hasil adalah dengan
melihat nilai DJ untuk kondisi yang diamati, dan membandingkannya dengan kondisi lalu lintas
pada masa pelayanan terkait dengan pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur pelayanan yang
diinginkan dari Simpang tersebut. Jika nilai DJ yang diperoleh terlalu tinggi (misal >0,85), maka
perlu dilakukan perubahan desain yang berkaitan dengan lebar pendekat dan membuat
perhitungan baru.
Prosedur perhitungan kapasitas dan penentuan kinerja lalu lintas Simpang ditunjukkan dalam
bagan alir analisis Simpang pada Gambar 3. Terdapat tiga langkah utama, yaitu:
1) Langkah A: Data masukan,
2) Langkah B: Kapasitas Simpang, dan
3) Langkah C: Kinerja lalu lintas.
Untuk desain Simpang baik desain baru maupun desain peningkatan yang lama dan evaluasi
kinerja lalu lintas Simpang, memiliki prosedur perhitungan yang secara umum sama.
Perbedaannya adalah dalam penyediaan data masukan. Untuk desain, perlu ditetapkan kriteria
desain (contoh, DJ maksimum yang harus diperuhi, T yang lebih kecil dari nilai tertentu) dan data
lalu lintas rencana. Untuk evaluasi kinerja, perlu data geometrik dan lalu lintas eksisting.
Sasaran utama dalam mendesain Simpang baru adalah menetapkan Tipe Simpang yang terbaik
untuk LHRT atau qJP masing-masing pergerakan baik dari jalan mayor maupun dari jalan minor
dengan kriteria desain tertentu. Data masukan utama pada langkah A adalah data arus lalu
lintas. Berdasarkan data lalu lintas tersebut, geometrik Simpang (Tipe Simpang) awal
diperkirakan dengan bantuan Tabel A.4. atau diagram-diagram dalam Gambar A.2-A.5.
Pemilihan Tipe Simpang awal, disesuaikan dengan kriteria desain yang ingin dicapai, misalnya
14 dari 60
DJ pada akhir tahun pelayanan harus ≤0,85. Langkah selanjutnya adalah menghitung Kapasitas
(Langkah B) dan menganalisis kinerja lalu lintas Tipe Simpang awal ini (Langkah C). Ikuti
prosedur perhitungan sebagaimana diuraikan dalam 5.2. dan 5.3.
Jika yang diperlukan hanya perhitungan kapasitas, maka hasil hitungan kapasitas adalah
luarannya. Jika yang diperlukan adalah evaluasi kinerja Simpang, maka lakukan langkah C dan
hasilnya adalah luaran langkah C. Jika yang diperlukan adalah perencanaan, setelah langkah C
lanjutkan dengan menguji kriteria desain, apakah telah dipenuhi atau belum. Jika terpenuhi,
maka Tipe Simpang awal adalah desain Simpang yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain
belum terpenuhi, maka desain awal perlu dirubah, Lakukan langkah D, misal dengan
memperlebar pendekat atau meningkatkan Tipe Simpang. Hitung ulang kapasitas Simpang dan
kinerja lalu lintasnya untuk desain Simpang yang telah diubah ini sesuai dengan Langkah B dan
Langkah C. Hasilnya agar dievaluasi terhadap kriteria desain yang ditetapkan. Ulangi (iterasi)
langkah-langkah tersebut sampai kriteria desain Simpang tercapai.
Sasaran utama dalam melakukan evaluasi kinerja lalu lintas Simpang yang telah dioperasikan
adalah menghitung dan menilai DJ, T, dan PA yang menjadi dasar analisis kinerja lalu lintas
Simpang. Data utamanya adalah data geometrik, data lalu lintas, dan kondisi lingkungan
eksisting. Lakukan langkah B dan langkah C sesuai prosedur yang diuraikan dalam butir 5.2.
dan 5.3., kemudian buat deskripsi kinerja lalu lintas berdasarkan nilai DJ, T, dan PA yang
diperoleh.
Sasaran utama untuk peningkatan Simpang yang sudah ada adalah menetapkan Tipe Simpang
yang memenuhi kriteria desain Simpang yang ditetapkan. Data masukan untuk langkah A adalah
data geometrik eksisting, data arus lalu lintas per pergerakan baik dari jalan mayor maupun dari
jalan minor, dan umur rencana peningkatan untuk menghitung qJP dari masing-masing pendekat
pada akhir umur rencana. Langkah berikutnya adalah menghitung kapasitas dan kinerja lalu
lintas Simpang eksisting sesuai dengan langkan B dan langkah C. Bandingkan kinerja lalu lintas
eksisting dengan kriteria desain. Jika terpenuhi, maka Tipe Simpang terakhir adalah desain
Simpang yang menjadi sasaran. Jika kriteria desain belum terpenuhi, maka desain akhir tadi
perlu dirubah lagi, Lakukan langkah D. Perubahan desain ini misalnya dengan menerapkan
manajemen lalu lintas seperti pembatasan pergerakan belok kanan atau merubah Tipe Simpang.
Untuk desain Simpang yang sudah dirubah ini, hitung ulang kapasitas dan analisis kinerja lalu
lintasnya, kemudian bandingkan hasilnya dengan kriteria desain. Jika kriteria desain telah
dipenuhi, maka Tipe Simpang peningkatan tersebut adalah desain Simpang yang menjadi
sasaran. Jika kriteria desain belum juga terpenuhi, maka desain peningkatan perlu ditingkatkan
lagi. Ulangi (iterasi) langkah-langkah tersebut sampai kriteria desain Simpang tercapai.
Disediakan dua Formulir kerja untuk memudahkan pelaksanaan perhitungan dan analisis yang
dilampirkan dalam Lampiran D, yaitu:
1) Formulir-SIM I untuk penyiapan data geometrik, arus lalu lintas, dan kondisi lingkungan.
2) Formulir-SIM II untuk melakukan analisis lebar rata-rata pendekat dan penetapan tipe
Simpang, menghitung Kapasitas Simpang, serta menghitung dan menganalisis Kinerja lalu
lintas Simpang.
15 dari 60
MULAI
Langkah B.1: Lebar pendekat dan tipe Simpang LANGKAH D: PERUBAHAN ATAU
Langkah B.2: Kapasitas Dasar (C0) PERBAIKAN DESAIN
Langkah B.3: Faktor koreksi lebar pendekat (F LP)
Langkah B.4: Faktor koreksi median jalan mayor (F M ) Beberapa pilihan:
Langkah B.5: Faktor koreksi ukuran kota (F UK) 1. Memperlebar jalur pendekat;
Langkah B.6: Faktor koreksi hambatan samping (F HS) (sebagai fungsi 2. Meningkatkan Tipe Simpang;
dari faktor tipe lingkungan jalan, faktor kepadatan aktifitas lingkungan 3. Menerapkan manajemen lalu lintas
jalan, dan faktor kendaraan tak bermotor ) tertentu, misalnya pembatasan belok ke
Langkah B.7: Faktor koreksi arus belok kiri (F BKi) kanan dari pendekat tertentu; memperbaiki
Langkah B.8: Faktor koreksi arus belok kanan (F BKa) kondisi lingkungan jalan agar hambatan
Langkah B.9: Faktor koreksi arus jalan minor (F mi) samping menjadi rendah, dan lain-lain.
Langkah B.10: Perhitungan Kapasitas Simpang (C)
Bukan
Bukan
Ya
LUARAN
Kapasitas Simpang
SELESAI
16 dari 60
5.1 Langkah A: Menetapkan data masukan
Data masukan terdiri dari data geometrik Simpang (A-1), data lalu lintas (A-2), dan data kondisi
lingkungan Simpang (A-3).
Gunakan Formulir SIM-I, lengkapi data Simpang dengan tanggal, bulan tahun, nama kota dan
provinsi, nama jalan mayor dan jalan minor, periode data lalu lintas, serta nama personil yang
menangani kasus ini. Buat sketsa geometrik Simpang pada kotak sebelah kiri atas. Tandai
dengan teks A dan/atau C untuk masing-masing pendekat pada jalan minor dan teks B dan D
untuk masing-masing pendekat jalan mayor. Tandai arah Utara.
Jalan mayor adalah jalan yang terpenting pada suatu Simpang, misal jalan dengan klasifikasi
fungsi tertinggi. Untuk Simpang-3, jalan yang menerus selalu menjadi jalan mayor dan diberi
notasi B dan atau D. Pendekat jalan minor diberi notasi A dan atau C. Urutan pemberian notasi
dimulai dari Utara dengan notasi A dan seterusnya searah jarum jam.
Untuk desain Simpang baru, data geometrik adalah data Simpang awal sebagai bentuk yang
ingin dicapai. Untuk peningkatan Simpang yang lama atau evaluasi kinerja lalu lintas Simpang
yang telah operasional, data geometrik Simpang adalah data eksisting.
Lengkapi sketsa dengan tanda kereb, lebar jalur pendekat, bahu, dan median. Ukur lebar lajur
pendekat pada bagian pendekat yang tersempit atau paling tidak 10m dari garis pertemuan
batas lajur yang bersimpangan (lihat contoh pada Gambar 4). Jika median cukup lebar sehingga
memungkinkan kendaraan melintas Simpang dalam dua tahap dengan berhenti di tengah (≥3m),
maka kotak di bagian bawah sketsa diisi "Lebar", jika tidak ditulis "Sempit" atau jika tidak ada
dicatat "Tidak ada".
Formulir kerja untuk mencatat data lalu lintas ini masih dalam Formulir SIM-I. Data arus lalu
lintas untuk tahun yang dianalisa berupa qJD dalam satuan kend/jam terinci per pergerakan lalu
lintas di Simpang disketsa seperti dalam contoh Gambar 5. Data tersebut terdiri dari:
17 dari 60
1) sketsa arus lalu lintas yang menggambarkan berbagai gerakan dari setiap pendekat dan
nilai arusnya yang dinyatakan dalam satuan kend/jam
2) komposisi lalu lintas (%).
Jika komposisi lalu lintas untuk seluruh pendekat sama, maka tuliskan nilai komposisi
tersebut pada tempat yang tersedia, masing-masing untuk komposisi KR, KS, dan SM.
Hitung faktor skr (Fskr) dari data komposisi arus lalu lintas kendaraan bermotor tersebut
menggunakan nilai ekr yang sesuai. Fskr dihitung menggunakan persamaan 23.
22)
Kemudian hitung arus total untuk masing-masing gerakan dalam satuan skr/jam, gunakan
nilai Fskr tersebut untuk mengkonversikan satuan dari kend/jam menjadi skr/jam. Tuliskan
hasilnya pada tempat yang tersedia.
jika komposisi lalu lintas untuk seluruh pendekat tidak sama, maka masukan nilai arus per
komposisi per pergerakan langsung pada kolom yang tersedia di bawah heading KR, KS,
dan SM; Konversikan ke dalam satuan skr/jam menggunakan nilai ekr yang sesuai dan
hitung arus total untuk masing-masing gerakan lalu lintas, dan
3) arus kendaraan tak-bermotor, qKTB
qJD dapat diperoleh sebagai hasil pengukuran arus lalu lintas eksisting (untuk melakukan
evaluasi kinerja), atau sebagai hasil prediksi (untuk menetapkan Tipe Simpang baru atau
peningkatan). Jika data lalu lintas yang tersedia dalam bentuk LHRT, maka qJD dapat dihitung
dengan menggunakan nilai faktor-k yang sesuai, qJD= LHRTxk. Jika nilai faktor-k tidak tersedia,
maka gunakan nilai default faktor-k yang nilainya berkisar antara 7%-12%. Nilai yang kecil agar
digunakan untuk Simpang dengan lalu lintas yang lebih padat dan yang besar untuk lalu lintas
yang lebih lengang atau lihat Tabel 6.
18 dari 60
5.1.2.1 Nilai normal variabel lalu lintas
Data lalu lintas sering tidak ada atau kualitasnya kurang dapat dipertanggung-jawabkan. Untuk
mengatasi hal ini, Tabel 6 sampai dengan 8 memberikan nilai normal variabel-variabel tersebut
untuk digunakan sebagai kontrol terhadap data atau sebagai nilai awal jika data belum tersedia.
19 dari 60
5.1.2.2 Perhitungan Rasio Belok (RB) dan Rasio arus jalan minor (Rmi)
Hitung arus jalan minor total, qmi, yaitu jumlah seluruh arus dari pendekat A (qA) dan C (qC) (lihat
Gambar 6), qmi = qA + qC, dalam skr/jam. Hitung arus jalan mayor total, qma, yaitu jumlah seluruh
arus dari pendekat B (qB) dan D (qD), qma = qB + qD, dalam skr/jam
Hitung arus jalan minor ditambah jalan mayor total untuk masing-masing pergerakan, yaitu
arus total belok kiri: qT,BKi=qA,Bki+qB,Bki+qC,Bki+qD,Bki 23)
arus total lurus: qT,LRS=qA,LRS+qB,LRS+qC,LRS+qD,LRS 24)
arus total belok kanan: qT,BKa=qA,Bka+qB,Bka+qC,Bka+qD,Bka 25).
Jumlahkan seluruhnya menjadi arus total Simpang, qTOT=qT,BKi+qT,LRS+qT,BKa 26).
Hitung rasio arus jalan minor: 27)
Hitung rasio antara arus kendaraan tak bermotor dengan kendaraan bermotor dinyatakan dalam
satuan kend/jam: 30).
Kondisi lingkungan Simpang dinyatakan dan terdiri dari dua parameter, yaitu 1) ukuran kota, dan
2) gabungan dari tipe lingkungan, hambatan samping, dan kendaraan tak bermotor.
Pengkategorian ukuran kota ditetapkan menjadi lima berdasarkan kriteria populasi penduduk,
ditetapkan pada Tabel 9. Pengkategorian tipe lingkungan dan hambatan samping, sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan masing-masing pada Tabel 10 dan 11 yang keseluruhannya
digabungkan menjadi satu nilai termasuk KTB, disebut faktor koreksi hambatan samping (FHS)
ditunjukkan dalam Tabel 12.
20 dari 60
Tabel 9 - Klasifikasi ukuran kota dan Faktor koreksi Ukuran Kota (FUK)
Pengkategorian Tipe Lingkungan Jalan ditetapkan menjadi tiga, yaitu komersil, permukiman, dan
akses terbatas. Pengkategorian tersebut berdasarkan fungsi tata guna lahan dan aksesibilitas
jalan dari aktivitas yang ada disekitar Simpang. Kategori tersebut ditetapkan berdasarkan
penilaian teknis dengan kriteria sebagaimana diuraikan dalam Tabel 10.
Pengkategorian hambatan samping ditetapkan menjadi tiga yaitu Tinggi, Sedang, dan Rendah.
Masing-masing menunjukkan pengaruh aktivitas samping jalan di daerah Simpang terhadap
arus lalu lintas yang berangkat dari pendekat, misalnya pejalan kaki berjalan atau menyeberangi
jalur, angkutan kota dan Bus berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang,
kendaraan masuk dan keluar halaman dan tempat parkir di luar jalur. Ketiga kategori tersebut
ditetapkan sebagaimana diuraikan dalam Tabel 11
Tinggi arus berangkat pada tempat masuk dan keluar Simpang terganggu
dan berkurang akibat aktivitas samping jalan di sepanjang
pendekat. Contoh, adanya aktivitas naik/turun penumpang atau
ngetem angkutan umum, pejalan kaki dan atau pedagang kaki lima
di sepanjang atau melintas pendekat, kendaraan keluar-masuk
samping pendekat
Sedang arus berangkat pada tempat masuk dan keluar Simpang sedikit
terganggu dan sedikit berkurang akibat aktivitas samping jalan di
sepanjang pendekat.
Rendah arus berangkat pada tempat masuk dan keluar Simpang tidak
terganggu dan tidak berkurang oleh hambatan samping
21 dari 60
Ketiga kondisi lingkungan tersebut yaitu kondisi lingkungan Simpang, kondisi HS Simpang, dan
besarnya RKTB digabungkan menjadi satu faktor koreksi lingkungan terhadap kapasitas dasar
sebagaimana ditunjukan dalam Tabel 12. Lampiran E menyajikan beberapa contoh penetapan
HS dan FHS.
Tabel 12 - FHS sebagai fungsi dari tipe lingkungan jalan, HS, dan RKTB
31)
22 dari 60
Tetapkan kategori lingkungan jalan, kategori hambatan samping, dan RKTB menggunakan Tabel
10 dan Tabel 11, kemudian hasil pengkategorian tersebut digunakan untuk menetapkan FHS
menggunakan Tabel 12
Langkah B.7: Faktor koreksi arus belok kiri (FBKi)
Tetapkan FBKi menggunakan persamaan 8 atau diagram dalam Gambar B.2. dalam Lampiran B,
Langkah B.8: Faktor koreksi arus belok kanan (FBKa)
Tetapkan FBKa menggunakan persamaan 9 dan 10 atau diagram dalam Gambar B.3 pada
Lampiran B
Langkah B.9: Faktor koreksi rasio arus jalan minor (FRmi)
Tetapkan Rmi menggunakan persamaan-persamaan yang sesuai dalam Tabel 4 atau
menggunakan diagram pada Gambar B.4. dalam Lampiran B.
Langkah B.10: Kapasitas Simpang
Hitung Kapasitas Simpang menggunakan persamaan 2.
Ikuti langkah-langkah perhitungan sesuai dengan uraian dalam butir 4.2.3. Arus lalu lintas total
masuk ke Simpang (qTOT) adalah arus total yang dihitung mengikuti uraian dalam butir 5.1.2
Langkah A-2.
Jika tujuan analisis adalah mengevaluasi kinerja lalu lintas eksisting, maka qTOT dapat berupa
arus hasil pengukuran langsung di lapangan pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan tujuan
analisis. Hasil perhitungan DJ sangat kecil kemungkinannya mencapai nilai sama dengan satu,
apalagi nilainya lebih besar dari satu. Jika hal terjadi, berarti nilai qTOT lebih besar dari nilai C. Hal
ini mungkin terjadi karena nilai C0 yang ditetapkan dalam pedoman ini didasarkan atas data
empiris di bawah distribusi 95%. Nilai qJD tersebut merupakan nilai diluar batas 95%. Untuk
kondisi seperti ini agar dibaca bahwa DJ mencapai satu.
Jika tujuan analisis adalah untuk desain jalan baru atau jalan yang ditingkatkan, maka qTOT
berupa arus lalu lintas jam desain (qJD) dalam satuan skr/jam. Hasil perhitungan DJ dapat bernilai
di bawah satu, sama dengan satu, atau bahkan lebih besar dari satu. Pada umumnya, desain
menetapkan kriteria DJ≤0,85, dan jika ini dipenuhi maka desain Simpang dapat diterima. Jika
DJ>0,85 (atau nilai kriteria desain yang lain), berarti nilai qJD diatas nilai C desain. Hal ini terjadi
karena Tipe Simpang yang ada tidak memadai sehingga perlu didesain ulang atau ditingkatkan.
Ikuti langkah-langkah perhitungan sesuai dengan uraian dalam butir 4.2.4. Tundaan terdiri dari
TLL dan TG. DJ hasil perhitungan sebelumnya menjadi salah satu parameter masukan yang
utama untuk penetapan T.
23 dari 60
5.3.3 Langkah C-3: Peluang Antrian
Ikuti langkah-langkah perhitungan sesuai dengan uraian dalam butir 4.2.5.PA tergantung dari
nilai DJ hasil perhitungan sebelumnya.
Untuk penilaian kinerja lalu lintas operasional, gunakan nilai DJ sebagai ukuran utamanya. Jika
nilai DJ yang masih jauh lebih kecil dari 0,85, maka Simpang tersebut masih dipandang layak
untuk dioperasikan sampai beberapa tahun yang akan datang. Untuk penetapan lamanya
pelayanan Simpang sampai nilai DJ mencapai 0,85, perlu dilakukan analisis proyeksi lalu lintas.
Ikuti pedoman perencanaan lalu lintas yang berlaku.
Jika nilai DJ melampaui 0,85, maka perlu dilakukan perubahan untuk meningkatkan pelayanan
Simpang, meliputi utamanya penambahan lebar rata-rata pendekat atau manajemen lalu lintas
yang lain yang memungkinkan arus lalu lintas yang masuk ke Simpang tersebut berkurang atau
kombinasinya.
Untuk penilaian kinerja lalu lintas desain Simpang, DJ pun digunakan sebagai ukuran. DJ pada
akhir usia pelayanan Simpang agar tetap dipertahankan tidak melampaui nilai 0,85. Desain perlu
diperbaiki untuk ditingkatkan kapasitasnya jika DJ≥0,85.
Nilai T dan PA tergantung dari nilai DJ. Nilai T dapat digunakan untuk analisis biaya-manfaat
akibat kehilangan nilai waktu. Nilai PA dapat digunakan untuk mengevaluasi desain geometrik
terkait dengan panjang lajur khusus untuk lajur membelok agar antrian yang terbentuk tidak
menghalangi arus lalu lintas pada lajur utama dan ketersediaan ruang untuk menampung
kendaraan yang antri sehingga tidak menutupi pergerakan kendaraan-kendaraan pada simpang
yang berdekatan.
24 dari 60
Lampiran A (normatif):
Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan umum
25 dari 60
Tabel A.4 - Kondisi arus lalu lintas masuk Simpang dan ukuran kota sebagai masukan
untuk pemilihan tipe Simpangyang paling ekonomis
26 dari 60
Tabel A.5 - Angka kecelakaan lalu lintas (laka) pada Jenis dan tipe Simpang tertentu
sebagai pertimbangan keselamatan dalam pemilihan tipe Simpang
Tabel A.6 - Detail Teknis yang harus menjadi pertimbangan dalam desain teknis rinci
No Detail teknis
27 dari 60
422 424 424M 444 444M
Gambar A.2 - Panduan pemilihan tipe Simpang-3 yang paling ekonomis untuk ukuran kota
1-3 juta jiwa, qBKi dan qBKa masing-masing 10%
28 dari 60
Gambar A.3 - Panduan pemilihan tipe Simpang-4 yang paling ekonomis untuk ukuran kota
1-3 juta jiwa, qBKi dan qBKa masing-masing 10%
29 dari 60
22
Simpang - 4 Simpang - 4
20 L Satu Lajur Pendekat = 2,75m L Satu Lajur Pendekat = 2,75m
UK 1-3 Juta Jiwa UK 1-3 Juta Jiwa
Rm ami= 1/1 (R m i=0,5) DJ=1,00 Rm ami= 1/1 (Rm i=0,5) DJ=1,00
18 RBKi= 10% RBKi= 25%
RBKa= 10% RBKa= 25%
16
14
DJ=0,75 DJ=0,75
12
10 DJ=0,50 DJ=0,50
8
DJ=0,25 DJ=0,25
4
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
500
0
2000
500
1000
1500
2500
3000
3500
4000
0
22
Simpang - 4 Simpang - 4
20 L Satu Lajur Pendekat = 2,75m L Satu Lajur Pendekat = 2,75m
Tundaan Simpang ( T ), det/skr
14
DJ=0,75 DJ=0,75
12
10 DJ=0,50 DJ=0,50
8
DJ=0,25 DJ=0,25
6
4
2000
500
1000
1500
2500
3000
3500
4000
0
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
500
0
22
Simpang - 4 Simpang - 4
20 L Satu Lajur Pendekat = 2,75m L Satu Lajur Pendekat = 2,75m
UK 1-3 Juta Jiwa UK 1-3 Juta Jiwa
Rm ami=3/1 (Rm i=0,25) DJ=1,00 Rm ami=3/1 (Rm i=0,25) DJ=1,00
18 RBKi= 10% RBKi= 25%
RBKa= 10% RBKa= 25%
16
14
DJ=0,75 DJ=0,75
12
10 DJ=0,50 DJ=0,50
8 DJ=0,25 DJ=0,25
4
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
500
0
2000
500
1000
1500
2500
3000
3500
4000
0
30 dari 60
22
Simpang - 3 Simpang - 3
20 L Satu Lajur Pendekat = 2,75m L Satu Lajur Pendekat = 2,75m
UK 1-3 Juta Jiwa UK 1-3 Juta Jiwa
Tundaan Simpang ( T ), det/skr
14
DJ=0,7 DJ=0,75
12
10 DJ=0,50
DJ=0,50
8
DJ=0,25 DJ=0,25
6
4
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
500
0
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
500
0
;
22
Simpang - 3 Simpang - 3
20 L Satu Lajur Pendekat = 2,75m L Satu Lajur Pendekat = 2,75m
UK 1-3 Juta Jiwa UK 1-3 Juta Jiwa
Rm ami=2/1 (Rm i=0,33) DJ=1,00 Rm ami=2/1 (R m i=0,33) DJ=1,00
18
RBKi= 10% RBKi= 25%
RBKa= 10% RBKa= 25%
16
14
12 DJ=0,7 DJ=0,75
10
DJ=0,50 DJ=0,50
8
DJ=0,25 DJ=0,25
6
4
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
500
0
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
500
0
22
Simpang - 3 Simpang - 3
20 L Satu Lajur Pendekat = 2,75m L Satu Lajur Pendekat = 2,75m
UK 1-3 Juta Jiwa UK 1-3 Juta Jiwa
DJ=1,00 Rm ami=3/1 (Rm i=0,25)
DJ=1,00
Rm ami=3/1 (Rm i=0,25)
18 RBKi= 10% RBKi= 25%
RBKa= 10% RBKa= 25%
16
14
DJ=0,7 DJ=0,75
12
10 DJ=0,50 DJ=0,50
8 DJ=0,25 DJ=0,25
4
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
500
0
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
500
0
31 dari 60
Lampiran B (normatif):
Diagram-diagram dan tabel-tabel ketentuan teknis
32 dari 60
Gambar B.2 - Faktor koreksi rasio arus belok kiri (FBKi)
33 dari 60
Gambar B.4 - Faktor koreksi rasio arus jalan minor (Fmi)
34 dari 60
Gambar B.6 -Tundaan lalu lintas jalan mayor sebagai fungsi dari DJ
Gambar B.7 - Peluang antrian (PA, %) pada Simpang sebagai fungsi dari DJ.
35 dari 60
Lampiran C (informatif):
Contoh-contoh perhitungan kapasitas
Contoh 1: Simpang-4
Tugas: a) Tentukan C, DJ, T, dan PA dengan denah geometrik Simpang dan data arus lalu
lintas seperti pada Gambar di bawah.
Simpang ini terletak di kota dengan populasi 2 juta jiwa, berada pada lingkungan
komersial dengan hambatan samping yang tinggi. Jalan BD merupakan jalan mayor.
Tipe Pendekat
Kenda- C D A C
raan BKi LRS BKa BKi LRS BKa BKi LRS BKa BKi LRS BKa
KR 9 73 9 37 705 7 102 80 60 78 925 111
KS 0 3 0 2 26 1 3 3 2 1 14 2
SM 4 32 4 15 289 4 68 53 41 45 539 65
KTB 2 41 5 2 0 42 40 31 24 7 10 78
Penyelesaian:
a) Gunakan Formulir SIM-I dan SIG-II untuk melaksanakan perhitungan C, DJ, T, dan PA.
Sebagai Langkah A, yaitu menetapkan data masukan, data lalu lintas per komposisi dan
arah, disusun dalam Formulir SIM-I pada bagian tabel yang diarsir. Kemudian kon-
versikan ke dalam satuan skr/jam, jumlahkan per lengan Simpang sehingga diperoleh
jumlah arus lalu lintas yang masuk Simpang dari semua arah (qTOT, skr/jam).
36 dari 60
Selanjutnya, gunakan Formulir SIM-II dan isi data geometrik Simpang pada butir 1, di
bawah judul lebar pendekat dan tipe Simpang. Sebut pilihan 1 untuk kondisi eksisting
yang sedang dibahas. Masukan data geometrik Simpang pada tempat yang telah
ditentukan, yaitu jumlah lengan Simpang dan lebar pendekat pada masing-masing
lengan, dan tentukan Tipe Simpang.
Sebagai Langkah B, yaitu menghitung kapasitas, pada butir 2 di bawah judul Kapasitas,
berdasarkan Tipe Simpang, tentukan C0 dan faktor-faktor koreksi menggunakan tabel
dan diagram yang sesuai pada Lampiran A dan B, Kemudian hitung kapasitas, C
(skr/jam).
Sebagai Langkah C, yaitu menetapkan Kinerja, pada butir 3, di bawah judul kinerja lalu
lintas, hitung DJ dengan membandingkan qTOT dengan C. Selanjutnya hitung T dan PA
mengikuti rumus-rumus yang sesuai pada ketentuan teknis atau diagram-diagram yang
sesuai pada Lampiran B.
Hasil perhitungan memberikan:
C = 2602skr/jam
DJ = 1,1
TLL = 20,9det/skr
Tmayor = 13,8det/skr
Tminor = 59,0det/skr
TG = 4,0det/skr
T = 24,9det/skr
PA berkisar antara 49%-97%
b) Pada pilihan 1, DJ=1,1 >0,85, terlalu tinggi. Untuk menurunkan nilai ini, ada beberapa
pilihan yang dapat dilakukan. Pilihan 2 adalah dengan pemasangan rambu larangan
berhenti untuk menurunkan hambatan samping sehingga hambatan samping dianggap
menjadi rendah, maka kapasitas Simpang meningkat menjadi 2662skr/jam dengan
DJ=1,07 (perhitungan pada Formulir SIM-Ia dan SIG-II). Sekalipun demikian, pilihan 2 ini
belum memenuhi sasaran dan perlu upaya perbaikan.
Pilihan 3 adalah dengan memperlebar pendekat jalan mayor dari 3,9m-4,0m menjadi
6,0m. Kapasitas Simpang meningkat menjadi 3103skr/jam dan DJ=0,92 (perhitungan
pada Formulir SIM-Ia dan SIG-II). Pilihan 3 pun masih belum memenuhi sasaran.
Pilihan 4 adalah dengan menggabungkan Pilihan 2 dan Pilihan 3 yaitu menghilangkan
hambatan samping dan melakukan pelebaran pendekat jalan mayor. Pilihan 4 ini
menghasilkan Kapasitas sebesar 3176skr/jam dan DJ=0,9 (perhitungan pada Formulir
SIM-Ia dan SIG-II). Pilihan ini lebih baik dari sebelumnya tetapi belum memenuhi
sasaran.
Pilihan yang ke 5 melingkupi upaya-upaya yang meliputi :
- pelebaran pendekat jalan mayor menjadi 6,0m dan jalan minor menjadi 3,5m
- menghilangkan hambatan samping
- mengatur jalan minor C menjadi jalan searah (Pendekat C hanya merupakan jalan
keluar, dan arus lurus dari Pendekat A berubah menjadi belok ke kiri).
Pilihan yang ke 5 ini memberikan Kapasitas sebesar 3453skr/jam dengan DJ=0,83
(perhitungan pada Formulir SIM-Ib dan SIG-II). Pilihan 5 ini memenuhi sasaran yaitu
untuk menurunkan DJ menjadi <0,85 diperlukan upaya-upaya pada pilihan 5 ini.
37 dari 60
Formulir SIM-Ia
136
103 173
54 178
D 1020 1478 B
12 124
13 13
108
C
Median pada Jalan utama: Tidak ada Sempit Lebar
0
Komposisi Lalu lintas (%): KR= KS= SM= Faktor skr: Faktor k:
KR, ekr = 1,0 KS, ekr = 1,3 SM, ekr = 0,5 qKB Total qKTB
Arus Lalu lintas
kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam RB kend/jam
Jalan Mayor dari qLRS 925 925 14 18 539 270 1478 1213 10
Pendekat B qBKa 111 111 2 3 65 33 178 147 0,10 78
qTotal 1114 1114 17 22 649 326 1780 1462 95
qBKi 37 37 2 3 15 8 54 48 0,05 2
Jalan Mayor dari qLRS 705 705 26 34 289 145 1020 884 0
Pendekat D qBKa 7 7 1 1 4 2 12 10 0,01 42
qTotal 749 749 29 38 308 155 1086 942 44
Total Jl. Mayor, qma 1863 1863 46 60 957 481 2866 2404 139
qTOT = qmi + qma = 2196 2196 57 75 1159 583 3412 2854 0,20 282
38 dari 60
Formulir SIM-Ib
54 178
D B
1032 1602
13 13
108
KR, ekr = 1,0 KS, ekr = 1,3 SM, ekr = 0,5 qKB Total qKTB
Arus Lalu lintas
kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam RB kend/jam
qBKi 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0
Jalan Mayor dari qLRS 1003 1003 15 20 584 292 1602 1315 17
Pendekat B qBKa 111 111 2 3 65 33 178 147 0,10 78
qTotal 1114 1114 17 23 649 325 1780 1462 95
qBKi 37 37 2 3 15 8 54 48 0,05 2
Jalan Mayor dari qLRS 712 712 27 35 293 147 1032 894 42
Pendekat D qBKa 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0
qTotal 749 749 29 38 308 155 1086 942 44
Total Jl. Mayor, qma 1863 1863 46 61 957 480 2866 2404 139
qTOT = qmi + qma = 2196 2196 57 76 1159 582 3412 2854 0,19 282
39 dari 60
FORMULIR SIM-II
Tanggal: Ditangani oleh:
SIMPANG Kota: Provinsi:
LANGKAH B: MENGHITUNG KAPASITAS Jalan Mayor: Lingkungan Simpang:
LANGKAH C: MENETAPKAN KINERJA Jalan Minor: Hambatan Samping:
Periode:
1 2900 1,001 1,000 1,000 0,854 1,017 1,000 1,032 2602 Kondisi eksisting
2 2900 1,001 1,000 1,000 0,874 1,017 1,000 1,032 2662 HS menjadi rendah
3 3400 0,953 1,000 1,000 0,854 1,017 1,000 1,103 3103 LBD dilebarkan
4 3400 0,953 1,000 1,000 0,874 1,017 1,000 1,103 3176 HS dan LBD diperbaiki
5 3400 1,036 1,000 1,000 0,874 1,017 1,000 1,103 3453 LAC satu arah & dilebarkan
1 2854 1,10 20,9 13,8 59,0 4 24,9 49 -97 DJ ≤ 0,85 Perlu upaya perbaikan
2 2854 1,07 19,0 12,8 52,3 4 23,0 46 -92 DJ ≤ 0,85 Perlu upaya perbaikan
3 2854 0,92 12,2 8,8 30,3 4,0 16,1 34 -67 DJ ≤ 0,85 Masih perlu perbaikan
4 2854 0,90 11,6 8,4 28,6 4,0 15,5 32 -64 DJ ≤ 0,85 Masih perlu perbaikan
5 2854 0,83 9,9 7,3 23,9 3,9 13,9 27 -54 DJ ≤ 0,85 Memenuhi sasaran
Pilihan 3. Pelebaran pendekat jalan Mayor, dari 3,00 meter menjadi 6,00m. Menghasilkan D J yang lebih baik tetapi masih tinggi.
Pilihan 4. Melakukan upaya pilihan 2 dan pilihan 3. D J mendekati baik tetapi masih tinggi.
Pilihan 5. Penggabungan pilihan 4 dengan tambahan pelebaran pada pendekat A menjadi 3,5m dan arus dari jalan minor C menjadi
satu arah sehingga L C=7,00m. Karena perubahan tersebut, maka arus lurus dari arah A dirubah menjadi arus belok kiri, arus belok kiri
dari arah B dirubah menjadi arus lurus, dan arus belok kanan dari arah D dirubah menjadi arus lurus. Dengan desain seperti ini, D J
memenuhi sasaran.
40 dari 60
Contoh 2: Simpang-4
Tugas: Pada Simpang-4 Jalan BD dan Jalan AC, tentukan kapasitas, tundaan total rata-rata
dan peluang antrian antara jalan BD dan jalan AC dengan denah geometrik dan data
arus lalu lintas seperti pada Gambar di bawah ini. Simpang terletak di kota Z dengan
populasi sekitar 2,5 juta jiwa, terletak di daerah komersial dengan hambatan samping
yang tinggi. Jalan BD merupakan jalan mayor.
Tipe Pendekat
Kenda- A B C D
raan BKi LRS BKa BKi LRS BKa BKi LRS BKa BKi LRS BKa
KR 125 90 160 107 200 133 113 104 109 107 228 92
KS 13 9 16 11 20 13 11 10 11 11 23 9
SM 71 51 91 61 114 75 64 59 62 61 129 32
KTB 17 12 21 14 27 18 14 14 14 14 30 12
Penyelesaian:
Gunakan Formulir SIM-I dan SIG-II untuk melaksanakan perhitungan C, T, dan PA.
Sebagai Langkah A, yaitu menetapkan data masukan, data lalu lintas per komposisi
dan arah, disusun dalam Formulir SIM-I. Kemudian konversikan ke dalam satuan
skr/jam, jumlahkan per lengan Simpang sehingga diperoleh jumlah arus lalu lintas
yang masuk Simpang dari semua arah (qTOT, skr/jam).
Selanjutnya, gunakan Formulir SIM-II dan isi data geometrik Simpang pada butir 1, di
bawah judul lebar pendekat dan tipe Simpang. Sebut pilihan 1 untuk kondisi eksisting
yang sedang dibahas. Masukan data geometrik Simpang pada tempat yang telah
41 dari 60
ditentukan, yaitu jumlah lengan Simpang dan lebar pendekat pada masing-masing
lengan, dan tentukan Tipe Simpang.
Sebagai Langkah B yaitu menghitung kapasitas, pada butir 2 di bawah judul
Kapasitas, berdasarkan Tipe Simpang, tentukan C0 dan faktor-faktor koreksi
menggunakan tabel dan diagram yang sesuai pada Lampiran A dan B, Kemudian
hitung kapasitas, C (skr/jam).
Sebagai Langkah C yaitu menetapkan Kinerja, pada butir 3, di bawah judul kinerja
lalu lintas, hitung DJ dengan membandingkan qTOT dengan C. Selanjutnya hitung T
dan PA mengikuti rumus-rumus yang sesuai pada ketentuan teknis atau diagram-
diagram yang sesuai pada Lampiran B.
Hasil perhitungan memberikan:
C = 4096skr/jam dan kinerja lalu lintas sbb.:
T = 10,5det/skr
PA berkisar antara 12%-27%
Lihat Formulir SIM-I dan SIM-II yang telah digunakan dalam analisis ini dihalaman
berikut.
42 dari 60
Formulir SIM-I
150
267 209
179 153
D 380 334 B
153 179
188 182
173
Komposisi Lalu lintas (%): KR= KS= SM= Faktor skr: Faktor k:
KR, ekr = 1,0 KS, ekr = 1,3 SM, ekr = 0,5 qKB Total qKTB
Arus Lalu lintas
kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam RB kend/jam
qTOT = qmi + qma = 1527 1527 153 199 867 437 2547 2163 0,60 208
43 dari 60
Formulir SIM-II
FORMULIR SIM-II
Tanggal: Ditangani oleh:
SIMPANG Kota: Z Provinsi:
LANGKAH B: MENGHITUNG KAPASITAS Jalan Mayor: Lingkungan Simpang:
LANGKAH C: MENETAPKAN KINERJA Jalan Minor: Hambatan Samping:
Periode:
1 3400 1,064 1,200 1,000 0,855 1,323 1,000 0,834 4096 Kondisi eksisting
44 dari 60
Contoh 3: Simpang-3
Tugas: Hitung kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian untuk Simpang
antara Jalan M dan J dengan denah dan lalu lintas seperti pada Gambar di bawah.
Simpang ini terletak di kota S dengan populasi sekitar 3 juta jiwa pada daerah
komersial dengan hambatan samping tinggi.
Rencanakan Simpang ini untuk memenuhi sasaran DJ<0,8.
Penyelesaian:
Dari Formulir SIM-Ia dan SIM-II yang digunakan dalam perhitungan pada halaman
berikut, diperoleh hasil sebagai berikut:
C = 1836skr/jam
DJ = 0,962
TLL= 13,43det/skr
TLL jalan utama = 9,54det/skr
TLL jalan minor = 22,65det/skr
TG= 4,02det/skr
T = 17,45det/skr
PA= 37%-73%
45 dari 60
Untuk mendapatkan DJ≤0,8 perlu dibuat perbaikan pada pengaturan lalu lintasnya.
Salah satu perbaikan yang sederhana tetapi merubah arah lalu lintas adalah dengan
melarang arus belok kanan dari arah jalan minor. Seluruh arus dari jalan minor (dari
arah jembatan) hanya membelok ke kiri. Jika ini dipilih, maka C menjadi 2555skr/jam
dengan DJ=0,69 (untuk pilihan ini, data lalu lintas berubah, lihat FormulirSIM-Ib).
46 dari 60
Formulir SIM-Ia
D qLRS qLRS B
qBKa qBKi
qBKi qBKa
Komposisi Lalu lintas (%): KR= KS= SM= Faktor skr: Faktor k:
KR, ekr = 1,0 KS, ekr = 1,3 SM, ekr = 0,5 qKB Total qKTB
Arus Lalu lintas
kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam RB kend/jam
Jalan Mayor dari qLRS 249 249 87 113 369 185 705 547 80
Pendekat B qBKa
qTotal 328 328 114 148 485 243 927 719 202
qBKi
Jalan Mayor dari qLRS 61 61 121 157 233 117 415 335 183
Pendekat D qBKa 34 34 68 88 131 66 233 188 0,36 81
qTotal 95 95 189 245 364 183 648 523 264
Total Jl. Mayor BD, qma 423 423 303 393 849 426 1575 1242 466
Minor+Mayor qT,LRS 310 310 208 270 602 302 1120 882 263
qT,BKa 106 106 121 157 404 203 631 466 0,26 132
qTOT = qmi + qma = 558 558 403 523 1365 685 2326 1766 0,50 576
47 dari 60
Formuli SIM-Ib
D qLRS qLRS B
qBKa qBKi
qBKi qBKa
Komposisi Lalu lintas (%): KR= KS= SM= Faktor skr: Faktor k:
KR, ekr = 1,0 KS, ekr = 1,3 SM, ekr = 0,5 qKB Total qKTB
Arus Lalu lintas
kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam RB kend/jam
qBKi 135 135 100 130 516 258 751 523 1,00 110
Jalan Mayor dari qLRS 249 249 87 113 369 185 705 547 80
Pendekat B qBKa
qTotal 328 328 114 148 485 243 927 719 202
qBKi
Jalan Mayor dari qLRS 61 61 121 157 233 117 415 335 183
Pendekat D qBKa 34 34 68 88 131 66 233 188 0,36 81
qTotal 95 95 189 245 364 183 648 523 264
Total Jl. Mayor BD, qma 423 423 303 393 849 426 1575 1242 466
qT,BKi 214 214 127 165 632 316 973 695 0,39 232
Minor+Mayor qT,LRS 310 310 208 270 602 302 1120 882 263
qTOT = qmi + qma = 558 558 403 523 1365 684 2326 1765 0,50 576
48 dari 60
FORMULIR SIM-II
Tanggal: Ditangani oleh:
SIMPANG Kota: Provinsi:
LANGKAH B: MENGHITUNG KAPASITAS Jalan Mayor: Lingkungan Simpang:
LANGKAH C: MENETAPKAN KINERJA Jalan Minor: Hambatan Samping:
Periode:
1 2700 0,987 1,000 1,000 0,702 1,226 0,850 0,942 1836 Kondisi eksisting
2 2700 0,987 1,000 1,000 0,702 1,468 0,989 0,942 2555 Larangan Bka dari C
1 1766 0,96 13,5 9,6 22,8 4,0 17,5 37 -73 DJ > 0,80
2 1766 0,69 7,8 5,8 12,4 4,2 12,0 20 -40 DJ < 0,80 Memenuhi sasaran
Pilihan 2. Untuk mencapai DJ≤0,80, ada beberapa pillihan, yang paling sederhana (murah) adalah pelarangan belok kanan dari jalan
minor. Pilihan ini memenuhi sasaran.
49 dari 60
Contoh 4: Desain Tipe Simpang
Tentukan Tipe Simpang-4 yang sesuai berdasarkan analisa BSH dan Kinerja lalu
lintas untuk kondisi Lalu lintas:
LHRTU = 12.940 kend/hari
LHRTS = 10.600 kend/hari
LHRTT = 9.700 kend/hari
LHRTB = 7.940 kend/hari
Indek U, S, B, U masing-masing singkatan dari Utara, Selatan, Timur, dan
Barat.Simpang berada di lingkungan permukiman, dengan HS rendah, dan dalam kota
yang berpenduduk sekitar 2juta jiwa.
Penyelesaian:
Berdasarkan LHRT, dihitung qJD dengan faktork=8,5%:
qJD, U = 12940×0,085 = 1100kend/jam
qJD,S = 10600×0,085 = 901kend/jam
qJD,T = 9700×0,085 = 825kend/jam
qJD,B = 7940×0,085 = 675kend/jam
qma = 1100+901 = 2001kend/jam
qmi=825+675 = 1500kend/jam
qTOT= 3501kend/jam
RBKi dan RBKa = 15/15
Rmami = 2001/1500 = 1,33
Pemilihan jenis Persimpangan berprinsip pada BSH yang paling ekonomis dan sebagai
pertimbangan dapat digunakan diagram BSH seperti ditunjukkan dalam Gambar C.1.
Diagram tersebut dirumuskan dalam MKJI’97 dan menjelaskan perkiraan BSH
berdasarkan harga-harga yang berlaku pada saat itu untuk jenis-jenis Persimpangan
yang umum ada di Indonesia, yaitu Simpang, Simpang APILL, Bundaran, dan Simpang
Susun. Dari kurva tersebut, secara umum terlihat bahwa Simpang memberikan
pelayanan arus lalu lintas yang paling rendah, berikutnya adalah Simpang APILL,
Bundaran, dan Simpang Susun untuk suatu nilai BSH yang sama.
Berdasarkan kurva tersebut, Simpang yang paling ekonomis untuk Arus lalu lintar
sebesar 3501kend/jam adalah Bundaran atau Simpang APILL.
Misal dalam contoh ini, Simpang APILL yang dipilih, maka untuk umur desain 5 tahun
dan pertumbuhan lalu lintas 5%, diperkirakan arus jalan mayor dan minor pada akhir
usia pelayanan adalah:
Qma, tahun ke 5 = 2001×(1+0,065)10 = 2742kend/jam
Qmi, tahun ke 5 = 1500×(1+0,065)10 = 2055kend/jam
Selanjutnya, jika diasumsikan RBKi dan RBKa masing masing 10%, dengan menggunakan
diagram untuk pemilihan tipe Simpang APILL (lihat Pedoman Kapasitas Simpang
APILL), maka Tipe Simpang APILL yang paling ekonomis adalah tipe 455L.
50 dari 60
SIMPANG SUSUN
SIMPANG APILL
Biaya Siklus Hidup (BSH), Rp.juta/kend
SIMPANG
BUNDARAN
Arus lalu lintas total masuk Simpang (qTOT) pada tahun ke satu, kend/jam
Gambar C.4 - Perbandingan BSH beberapa Persimpangan sebagai fungsi dari arus lalu lintas
51 dari 60
Lampiran D (normatif):
Formulir perhitungan kapasitas Simpang
FORMULIR SIM-I
Tanggal: Ditangani oleh:
SIMPANG Kota: Provinsi:
LANGKAH A: MENETAPKAN DATA MASUKAN Jalan Mayor:
A.1. DATA GEOMETRIK Jalan Minor:
A.2. DATA ARUS LALU LINTAS Periode:
Data Geometrik Simpang Data Arus Lalu lintas
Komposisi Lalu lintas (%): KR= KS= SM= Faktor skr: Faktor k:
KR, ekr = 1,0 KS, ekr = 1,3 SM, ekr = 0,5 qKB Total qKTB
Arus Lalu lintas
kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam kend/jam skr/jam RB kend/jam
qBKi
qTotal
qBKi
qTotal
qBKi
qTotal
qBKi
qTotal
qT,BKi
Total dari jalan
Minor dan jalan qT,LRS
Mayor
qT,BKa
qTOT = qmi+qma =
Rmi = qmi/qTOT =
RKTB = qKTB/qKB =
52 dari 60
FORMULIR SIM-II
Tanggal: Ditangani oleh:
SIMPANG Kota: Provinsi:
LANGKAH B: MENGHITUNG KAPASITAS Jalan Mayor: Lingkungan Simpang:
LANGKAH C: MENETAPKAN KINERJA Jalan Minor: Hambatan Samping:
Periode:
53 dari 60
Lampiran E (informatif):
Contoh tipikal penetapan Hambatan Samping pada Simpang
Gambar E.1 - Simpang Tipe 422, Jalan A. Mangerang - Jalan Mappaoddang, Makassar.
Simpang dalam Gambar E.1. berlokasi di lingkungan permukiman, dengan jalan masuk lang-
sung dari setiap persil rumah tinggal. Arus lalu lintas yang masuk ke Simpang maupun ke luar
Simpang hampir tidak terganggu oleh kendaraan keluar masuk persil. Tidak ada kendaraan
parkir. Dengan demikian, hambatan samping pada Simpang ini dikategorikan Rendah. Jika
RKTB<5%, maka FHS=0,90.
Gambar E.2 - Simpang Tipe 422 Jalan Palasari - Jalan Lodaya, Bandung.
Simpang dalam GambarE.2. berlokasi di lingkungan komersial, dengan jalan masuk langsung
dari setiap persil komersial. Arus lalu lintas yang masuk ke Simpang maupun ke luar Simpang
sedikit terganggu oleh penyeberang, kendaraan keluar masuk persil, dan aktivitas komersial
pada kios-kios di trotoar. Dengan demikian, hambatan samping pada Simpang ini dikategorikan
Sedang. Jika RKTB<5%, maka FHS=0,89.
54 dari 60
Gambar E.3 - Simpang Tipe 422, Jalan Godean - Jalan Tambak, Yogyakarta.
Simpang dalam Gambar E.3 berlokasi di lingkungan komersial, dengan jalan masuk langsung
dari setiap persil komersial. Arus lalu lintas yang masuk ke Simpang maupun ke luar dari
Simpang cukup terganggu khususnya oleh kendaraan keluar masuk persil, dan aktivitas
komersial pada kios-kios di trotoar. Dengan demikian, hambatan samping pada Simpang ini
dikategorikan Sedang. Tidak ada kendaraan fisik melintasi Simpang ini, sehingga RKTB=0%,
maka FHS=0,94.
Gambar E.4 - Simpang Tipe 422, Jalan Sompok - Jalan Belimbing Raya, Semarang.
Simpang dalam Gambar E.4 berlokasi di lingkungan komersial perkantoran dan permukiman.
Setiap persil memiliki jalan masuk langsung ke lengan Simpang. Ada beca yang parkir tepat di
belokan Simpang dan juga kendaraan yang parkir di mulut Simpang yang cukup mengganggu
arus lalu lintas yang masuk ke Simpang maupun ke luar dari Simpang. Di samping itu, aktivitas
di trotoar cukup mengganggu sehingga mempengaruhi arus yang akan masuk maupun keluar
Simpang. Dengan demikian, hambatan samping pada Simpang ini dikategorikan Tinggi. Banyak
kendaraan fisik melintasi Simpang ini, sehingga RKTB=10%, maka FHS=0,84.
55 dari 60
Lampiran F (informatif):
Tipikal kendaraan-kendaraan berdasarkan klasifikasi jenis kendaraan
SM KR
Matic Sedan
Vespa Jeep
Yamaha Kombi
Tiger Minibus
Pickup
56 dari 60
KS KB
Bus Kecil Truk 3 Sumbu
Truk Kecil
Truk Box
Mikrobus
57 dari 60
KTB
Sepeda
Beca
Dokar
Andong
58 dari 60
Lampiran G (informatif):
Padanan klasifikasi jenis kendaraan
59 dari 60
6 Bibliography
Bang, K-L. Bergh, T. Marler, N.W., 1993. Indonesian Highway Capacity Manual Project, Final
Technical Report Phase 1: Urban Traffic Facilities. Jakarta.
Bang, K-L, Lindberg, G. Schandersson, R., 1996.Indonesian Highway Capacity Manual
Project. Final Technical Report Phase 3 Part A: Development of Capacity Analysis
Software and Traffic Engineering Guidelines. Directorate General of Highways, Jakarta.
Bang, K-L. Harahap, G. Lindberg, G. 1997. Development of Life Cycle Cost Based Guidelines
Replacing theLevel of Service Concept in Capacity Analysis. Paper submitted for
presentation at the annual meeting of Transportation Research Board, Washington D.C.
Bergh, T. Dardak, H. 1994.Capacity of Unsignalised Intersections and Weaving Areas in
Indonesia. Proceedings of the Second International Symposium on Highway Capacity,
Australian Road Research Board in cooperation with Transportation Research Board
U.S.A. Committee A3A10, Sydney.
Brilon, W. (ed), 1988.Intersections without Traffic Signals. Springer Verlag.
Brilon, W. (ed), 1991. Intersections without Traffic Signals II, Springer Verlag.
Dewanti, 1992.Crossing behaviour and gap acceptance at an unsignalised intersectionin
Bandung.Thesis, Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM), 1992: Standar Spesifikasi Perencanaan Geome-trik
untuk Jalan Perkotaan. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
DJBM, 1992: “Panduan Survai Perhitngan Lalu-lintas (Cara Manual)”.
DJBM, 1993. MKJI: Simpang tak bersinyal. Jakarta.
DJBM, 1997.Manual Kapasitas Jalan Indonesia. DJBM, Jakarta.
Hoff & Overgaard, PT Multi Phi Beta, 1992. Road User Cost Model. Directorate General of
Highways, Jakarta.
Iskandar H., 2013. Pengkinian nilai ekivalen kendaraan ringan dan kapasitas dasar Simpang
APILL. Naskah Ilmiah pengkinian MKJI’1997, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Bandung.
Jasin, D., 1985.The capacity of some uncontrolled T-junctions.Thesis, Institut
TeknologiBandung, Bandung.
Kimber & Coombe, 1980.The traffic capacity of major/minor priority junctions. TRRL Report SR
582. TRRL, Crowthorne.
Kimber & Hollis, 1979.Traffic queues and delays at road junctions. TRRL Laboratory Report
909.TRRL, Crowthorne.
May, A.D. Gedizlioglu, E. Tai, L, 1983. Comparative Analysis of Signalize Intersection
Capacity Methods. Transportation Research Record 905; Washington D.C.
National Swedish Road Administration, 1978. Capacity Manual and introduction. Statens
Vagverk (The National Swedish Road Administration) Intern rapport 24.
Pemerintah Republik Indonesia (PRI), 2004. Undang-undang Republik Indonesia No.38
Tahun 2004 tentang Jalan. Lembaran Negara RI No.132. Jakarta.
60 dari 60
PRI, 2006. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34 Tahun 2006 tentang Jalan.
Lembaran Negara RI No.132 Tahun 2006. Jakarta.
PRI, 2009. Undang-undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan
angkutan jalan.Lembaran Negara RI No.96 Tahun 2009.Jakarta.
PRI, 2011. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 2011 tentang Manajemen
dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Menejemen Kebutuhan Lalu lintas.Lembaran
Negara RI No.45 Tahun 2011. Jakarta.
Transportation Research Board (TRB), 1985. Highway Capacity Manual. The 3rd edition of
HCM, National Research Council, Special Report 209. Washington D.C.
TRB, 1991. HCM: Unsignalised intersection Interim materials on unsignalised intersection
capacity. Subcommittee Transportation Research Circular 373.Washington D.C.
TRB, 2000.Highway Capacity Manual.The 4thedition of HCM. National Research Council;
Washington D.C..
TRB, 2010: Highway Capacity Manual 2010.The 5thedition of HCM.National Research Council,
Washington D.C.
61 dari 60
7 Daftar nama dan Lembaga
1) Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Kementrian Pekerjaan Umum.
2) Penyusun
Nama Lembaga
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan
Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc., Ph.D.
dan Jembatan