Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Keperawatan :

a. Konsep Oksigenasi

1) Pengertian

Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah oksigenasi yang

digunakan untuk mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai

organ dan sel tubuh. Keberadaan oksigen merupakan salah satu

komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme dan untuk

mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh

(Andarmoyo, 2012).

Menurut Kusnanto (2016), oksigenasi adalah suatu proses

untuk mendapatkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.

Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar

manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel

tubuh, untuk mempertahankan hidupnya dan untuk aktivitas

berbagai organ atau sel.

Dari uraian pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

oksigenasi adalah kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia

untuk mempertahankan kelangsungan metabolisme seluruh sel

jaringan dan organ tubuh.

6
7

2) Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi

Menurut Andarmoyo (2012), faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kebutuhan oksigenasi antara lain:

a) Kondisi Kesehatan

Kondisi sakit tertentu dapat menghambat proses oksigenasi

dalam tubuh, contohnya seperti penyakit yang menyerang

saluran pernapasan dan kardiovaskuler serta penyakit kronis.

b) Perkembangan

Tingkat perkembangan seseorang dapat mempengaruhi jumlah

oksigen yang masuk kedalam tubuh. Bayi prematur berisiko

menderita penyakit membran hialin karena produksi surfaktan

yang masih sedikit. Setelah anak tersebut sedikit dewasa, paru-

parunya sudah dapat menghasilkan surfaktan sehingga risiko

tersebut menjadi jauh berkurang.

c) Perliaku dan gaya hidup

Contoh perilaku dan gaya hidup yang dapat mempengaruhi

fungsi pernapasan adalah pola makan yang tidak baik sehingga

menyebabkan obesitas atau malnutrisi, kebiasaan berolahraga,

ketergantungan zat adiktif, emosi, dan kebiasaan merokok.

Obesitas dapat menghambat ekspansi paru, malnutrisi

mengakibatkan pengecilan otot pernapasan sehingga

mengurangi kekuatan kerja pernapasan, pengonsumsian alkohol

dan obat-obatan berlebihan serta pengonsumsian narkotika dan


8

analgetik terutama morfin dan meperidin dapat mengakibatkan

penurunan laju dan kedalaman pernapasan. Emosi seperti rasa

cemas, takut dan marah akan merangsang saraf simpatetik

sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung dan

frekuensi pernapasan sehingga kebutuhan oksigen meningkat.

d) Lingkungan

Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi fungsi

pernapasan antara lain suhu, ketinggian dan polusi udara. Suhu

lingkungan mempengaruhi kekuatan ikatan hemoglobin dan

oksigen. Makin tinggi suatu daerah maka makin rendah tekanan

oksigennya sehingga makin sedikit oksigen yang dapat dihirup

oleh individu yang berada di daerah tersebut. Akibatnya individu

yang tinggal di daerah dataran tinggi memiliki laju pernapasan,

denyut jantung serta kedalaman pernapasan yang lebih tinggi

dari pada individu yang tinggal di dataran rendah. Sedangkan

polusi udara seperti debu dan asap juga dapat menyebabkan sakit

kepala, pusing, batuk, tersedak dan berbagai gangguan

pernapasan lain bagi orang yang mengisapnya.

3) Metode Pemberian Terapi Oksigen

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), terapi oksigen adalah

pemberian oksigen lebih dari udara atmosfer atau FiO2 >21%,

tujuan pemberian terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi

jaringan dan mencegah asidosis respiratorik, mencegah hipoksia


9

jaringan, menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung serta

mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 %. Indikasi

terapi oksigen diberikan pada keadaan-keadaan berikut:

a) Perubahan frekuensi atau pola napas

b) Perubahan atau gangguan pertukaran gas

c) Hipoksemia

d) Menurunnya kerja napas

e) Menurunnya kerja miokard

f) Trauma berat

Pemberian oksigen atau terapi oksigen dapat dilakukan melalui

metode sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi:

a) Sistem aliran rendah

Pemberian oksigen dengan menggunakan sistem ini ditujukan

pada pasien yang membutuhkan oksigen, tetapi masih mampu

bernapas normal karena teknik sistem ini menghasilkan FiO2

yang berfariasi atau tidak konstan dan sangat dipengaruhi oleh

aliran, reservoir dan pola napas pasien. Berikut adalah contoh

pemberian terapi oksigen dengan aliran rendah:

(1) Nasal kanul, diberikan dengan kontinu aliran 1-6

liter/menit dengan konsentrasi oksigen 24-44%.

(2) Sungkup masker sederhana (simple mask), diberikan

kontinu atau selang seling 5-10 liter/menit dengan

konsentrasi oksigen 40-60%.


10

(3) Sungkup muka dengan kantong rebreathing, sungkup ini

memiliki kantong yang terus mengambang baik pada saaat

inspirasi maupun ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi,

oksigen masuk dari sungkup melelui lubang antara

sungkup dan kantong reservoir, ditambah oksigen dari

udara kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada

kantong. Aliran oksigen 8-12 liter/menit dengan

konsentrasi 60-80%

(4) Sungkup muka dengan kantong non-rebreathing. Sungkup

ini mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi

dan tertutup pada saat ekspirasi dan 1 katup berfungsi

mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan

mambuka pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan

aliran 10-12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80-

100%.

b) Sistem aliran tinggi

Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2

lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan sehingga

dapat menambahkan konsentrasi oksigen lebih tepat dan

teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi adalah dengan ventury

mask atau sungkup muka dengan aliran sekitar 2-15 liter/menit.


11

4) Prosedur Pemberian Oksigen dengan Nasal Kanul

Menurut Kusnanto (2016), standar operasional prosedur (SOP)

pemberian oksigen dengan nasal kanul yaitu:

a) Indikasi:

Klien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal

kanul untuk memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau

tidak sesak).

b) Prinsip:

(1) Nasal kanul untuk mengalirkan oksigen dengan aliran ringan

atau rendah, biasanya hanya 0–6 L/menit.

(2) Membutuhkan pernapasan hidung.

(3) Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi > 40 %.

c) Keuntungan

Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan

teratur, mudah memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas

makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan

nyaman.

d) Kerugian

Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%,

suplai oksigen berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah

lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.

e) Alat dan Bahan

(1) Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humudifier


12

(2) Nasal kanul

(3) Cottond bud

F) Prosedur

(1) Siapkan alat dan bahan

(2) Cuci tangan dan pakai handscoon (jika perlu)

(3) Cek flowmeter dan humudifier

(4) Hidupkan tabung oksigen dan flowmeter, rasakan aliran

oksigen

(5) Atur posisi pasien semifowler atau sesuai dengan kondisi

(6) Bersihkan hidung menggunakan cutted bud

(7) Berikan oksigen melalui kanul pada hidung pasien

(8) Catat pemberian dan lakukan observasi

(9) Bereskan alat dan rapikan pasien

(10) Lepas handscoon dan cuci tangan

(11) Dokumentasi

b. Asuhan keperawatan AMI dalam kebutuhan oksigenasi

1) Pengkajian

Pengkajian keperawatan dengan masalah pemenuhan kebutuhan

oksigenasi pada pasien AMI menururt Muttaqin (2009) dan

Andarmoyo, (2012):
13

a) Identitas pasien

Nama, umur jenis kelamin alamat rumah, agama, suku,

pendidikan terakhir, nomor rekam medis, pekerjaan pasien dan

penanggung jawab.

b) Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan

mengganggu oleh pasien. Keluhan utama yang biasa muncul

pada pasien AMI antara lain nyeri dada dan sesak napas.

c) Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian riwayat penyakit sekarang dimulai sejak timbul

keluhan hingga pasien mendapatkan pertolongan di rumah sakit.

d) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu memberikan informasi tentang riwayat

penyakit yang pernah diderita pasien seperti hipertensi, diabetes

dan nyeri dada.

e) Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit yang pernah dialami oleh anggota keluarga seperti

riwayat hipertensi, sesak nafas, stroke, diabetes melitus,

penyakit jantung dan penyakit vascular.


14

f) Riwayat pekerjaan dan kebiasaan

Perawat menanyakan situasi tempat kerja dan lingkungannya.

Kebiasaan sosial: menanyakan kebiasaan dalam pola hidup

seperti minum alkohol, atau obat tertentu dan merokok.

g) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien AMI meliputi pemeriksaan fisik

umum, breathing (B1), blood (B2), brain (B3), bladder (B4),

bowel (B5), bone (B6).

(1) Keadaan umum

Keadaan umum pada pasien AMI biasanya didapatkan

kesadaran baik atau composmentis dan akan berubah sesuai

dengan tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem

saraf pusat.

(2) Breathing (B1)

Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan sangat penting

untuk mendukung permasalahan pada pasien gangguan

sistem kardiovaskular. Pemeriksaan fisik yang dilakukan

pada sistem pernapasan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi

dan auskultasi. Pasien AMI terlihat sesak napas, frekuensi

napas melebihi normal, saturasi menurun, adanya suara

napas abnormal (krekels, ronkhi dan wheezing) dan

keluhan napas seperti tercekik.


15

(3) Blood (B2)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan adanya inspeksi adanya

parut bekas operasi jantung pada dinding dada, denyut nadi

perifer melemah, tekanan darah biasanya menurun akibat

penurunan volume sekuncup AMI.

(5) Brain (B3)

Kesadaran pada pasien AMI biasanya composmentis.

Pengkajian objektif pasien berupa adanya wajah meringis,

perubahan postur tubuh, menangis, merintih, meregang,

dan menggeliat.

(6) Bladder (B4)

Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan

asupan cairan. Perawat perlu memantau adanya oliguria

pada pasien AMI karena merupakan tanda awal dari syok

kardiogenik.

(7) Bowel (B5)

Kaji pola makan pasien apakah sebelumnya terdapat

peningkatan konsumsi garam dan lemak. Adanya nyeri

akan memberikan respon mual dan muntah. Palpasi

abdomen didapatkan nyeri tekan pada keempat kuadran.

Penurunan peristaltik usus merupakan tanda kardial pada

pasien AMI.
16

(8) B6 (Bone)

Pada aktivitas didapatkan kelemahan, kelelahan, tidak

dapat tidur, gerak statis, dan jadwal olahraga tidak teratur.

Sehingga timbul takikardi, dispnea, pada saat istirahat atau

aktivitas dan kesulitan melakukan tugas perawatan diri.

h) Pemeriksaan Penunjang

(1) Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG dilakukan untuk mengetahui fungsi

jantung (kecepatan, irama, denyut, Irama dan hantaran listrik

jantung).

(2) Foto Thoraks

Pada pasien penyakit jantung seringkali terlihat gambaran

kardiothoraks meningkat.

(3) Ekokardiografi

Dilakukan untuk mengetahui defek katup, mengevaluasi

fungsi ventrikel kiri dan vegetasi katup.

(4) Pemeriksaan enzim Jantung

Pada pasien AMI terdapat peningkatan enzim myglobin,

troponin, dan Creatinin Kinase-MB (CK-MB).

(5) Analisa Gas Darah

Menilai oksigenasi jaringan (hipoksia) dan perubahan

keseimbangan asam basa darah.


17

(6) Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui adanya

anemia, leukositosis atau penyakit jaringn ikat.

2) Diagnosa Keperawatan

Menurut Muttaqin (2009) diagnosa keperawatan yang kemungkinan

muncul pada pasien AMI di ruang keperawatan kritits adalah:

a) Nyeri akut berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai

oksigen dengan kebutuhan miokardium.

Definisi: Pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset

mendadak atau lambatdan berisentitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan.

Tanda gejala:

Data subjektif: pasien mengeluh nyeri.

Data objektif: tampak meringis, bersifat protektif (menghindari

nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah

meningkat dan sulit tidur.

b) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru

tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder dari edema paru

akut.
18

Definisi: inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan

ventilasi adekuat.

Tanda gejala:

Data subyektif: dispnea, orthopnea.

Data obyektif: pola napas abnormal (misal: Takipnea, bradipnea,

hiprventilasi, kassmaul, cheyne-stokes), fase ekspirasi

memanjang, pernapasan cuping hidung, ventilasi semenit

menurun, kapasitas vital menurun.

c) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan ali-

ran arteri dan atau vena.

Definisi: penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat

mengganggu metabolisme tubuh.

Tanda gejala:

Data subyektif: nyeri ekstremitas.

Data obyektif: pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun

atau tidak teraba, akral teraba dingin, warna kulit pucat.

3) Intervensi keperawatan

Menurut Muttaqin (2009), intervensi keperawatan yang dilakukan

pada pasien AMI adalah:

a) Nyeri akut berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksi-

gen dengan kebutuhan miokardium.


19

Kriteria hasil:

(1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi

nyeri).

(2) Tanda – tanda vital normal.

(3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan

tanda nyeri).

(4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi:

(1) Observasi nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas).

Rasional: nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus

dijelaskan oleh pasien. Membantu dalam menentukan

efektifitas terapi atau perkembangan masalah.

(2) Observasi respon verbal dan nonverbal dari ketidaknya-

manan

Rasional: sebagian besar pasien dengan infark miokard akut

tampak sakit, terganggu dan terfokus pada nyeri. Riwayat

verbal dan pengkajian lebih dalam dari faktor pencetus

harus ditunda sampai nyeri berkurang. Pernapasan dapat

meningkat sebagai akibat dari nyeri.


20

(3) Bantu dan instruksikan teknik relaksasi, misalnya napas da-

lam secara perlahan dan distraksi

Rasional: membantu dalam menurunkan persepsi atau

respon terhadap nyeri

(4) Cek tanda-tanda vital sebelum dan sesudah memberikan

opioid

Rasional: hipotensi dan depresi respiratori dapat terjadi

akibat pemberian opioid. Masalah ini dapat meningkatkan

kerusakan miokard dengan adanya insufisiensi ventrikel.

(5) Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam pem-

berian: oksigen tambahan, anti-angina misalnya ni-

trogliserin (Nitro-bid dan Nitrostat), analgesik misalnya

morfin sulfat

Rasional: oksigen tambahan digunakan untuk

meningkatkan jumlah oksigen yang dibutuhkan, sehingga

dapat meredakan nyeri yang berhubungan dengan iskemia

jaringan. Nitrat berguna untuk mengontrol nyeri dengan

memberikan efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan

aliran darah dan perfusi miokard. Morfin IV merupakan

pilihan dan sejumlah opioid lain yang diinjeksi dapat

digunakan pada fase akut atau nyeri dada berulang yang

tidak hilang dengan nitrogliserin.


21

b) Pola napas tidak efektif berhubungan pengembangan paru

tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder dari edema

paru akut.

Kriteria hasil:

(1) Pasien tidak sesak napas.

(2) RR dalam batas normal 16-20x/menit.

(3) Analisa gas darah dalam batas normal: PaO2 80-100

mmHg.

(4) Saturasi O2 > 95%.

Intervensi:

(1) Tinggikan kepala tempat tidur, letakan pada posisi semi

fowler.

Rasional: merangsang fungsi pernafasan dan ekspansi

paru.

(2) Berikan tambahan oksigen nasal sesuai indikasi.

Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke paru

untuk kebutuhan sirkulasi.

(3) Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian ek-

spektoran.

Rasional: membantu mengencerkan sekret, sehingga

mudah untuk di keluarkan.


22

c) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan

aliran arteri dan atau vena.

Kriteria hasil:

(1) Tekanan sistol dan diastol dalam rentang normal.

(2) CRT < 3 detik.

Intervensi:

(1) Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-

tiba seperti bingung, letargi, gelisah, syok.

Rasional: perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah

jantung disamping kadar dan variasi asam basa, hipoksia,

atau emboli sistemik.

(2) Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembap, dan

catat kekuatan nadi perifer.

Rasional: penurunan curah jantung menyebaban

vasokontriksi sistemik yang dibuktikan oleh penurunan

perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.

(3) Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja

otot aksesori, bunyi napas)

Rasional: kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan

distres pernapasan. Disamping itu, dispnea tiba-tiba atau

berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru.


23

(4) Pantau fungsi gastrointestinal (anoreksia, penurunan bi-

sing usus, mual-muntah, distensi abdomen, dan konsti-

pasi)

Rasional: penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat

menimbulkan disfungsi gastroinstentinal

(5) Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan

antara lain sebagai berikut.

(a) Heparin/natrium warfarin (coumadin)

Rasional: heparin dosis rendah mungkin diberikan

secara profilaksis pada pasien yang berisiko tinggi

seperti fibrilasi atrial, kegemukan, atau riwayat

tromboplebitis. Coumdin merupakan antikoagulan

jangka panjang.

(b) Simetidin , ranitidin, dan antasida

Rasional: menurunkan/menetralkan asam lambung,

mencegah ketidaknyamanan khusus akibat iritasi

gaster karena adanya penurunan sirkulasi mukosa.

(c) Trombolitik (t-PA, streptokinase)

Rasional: pada infark luas atau infark miokard akut

baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam 6

jam pertama serangan IMA) untuk memecahkan

bekuan dan memperbaiki perfusi miokard.


24

4) Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan tindakan dari rencana

keperawatan yang telah dibuat. Implementasi keperawatan dimulai

setelah rencana tindakan disusun dan diharapkan untuk membantu

pasien mencapai tujuan yang diharapkan yang mencakup

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan,

dan memfasilitasi koping (Nursalam, 2014).

5) Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan guna

menilai tercapai atau tidaknya diagnosa keperawatan, rencana

tindakan, dan implementasi keperawatan. Evaluasi dilakukan

bersama dengan pasien sehingga perawat dapat mengambil

keputusan untuk mengakhiri, memodifikasi, atau melanjutkan

rencana tindakan keperawatan (Nursalam, 2014).

Evaluasi disusun menggunakan pedoman subjective, objective,

assesment, dan planning (SOAP) yaitu:

a) Subjective

Subjektif adalah data yang didapatkan dari pasien melalui

wawancara dan disampaikan secara langsung oleh pasien


25

b) Objective

Objektif adalah data yang didapatkan dari hasil analisa fisik

pasien, hasil laboratorium dan test diagnostik lain yang

dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assasment

c) Assesment

Analisa dari interpretasi data yang terkumpul kemudian dibuat

kesimpulan yang meliputi diagnosa atau masalah potensial serta

perlu tidaknya dilakukan tindakan lanjutan.

d) Planning

Planning merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan

pada pasien termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis atau

laboratorium serta konseling untuk tindak lanjut.

2. Medis

a. Pengertian AMI

AMI merupakan suatu keadaan dimana tidak ada aliran darah pada

miokard dalam waktu yang lama sehingga terjadi kekurangan oksigen

pada jaringan tersebut yang mengakibatkan kematian jaringan miokard

(Asikin, dkk, 2016).

Menurut Stillwell (2011), AMI adalah kematian jaringan miokard

yang disebabkan oleh penurunan suplai darah ke miokardium. AMI

dapat disebabkan oleh aterosklorosis, spasme arteri koroner, atau lebih

sering karena thrombosis koroner.


26

AMI adalah nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak

adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan pada arteri koroner.

Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada

arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombosis,

vasokontriksi, reaksi inflamasi, dan mikroemboli distal. Kadang

sumbatan ini dapat pula disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli,

atau vaskulitis (Muttaqin, 2009).

b. Etiologi

Menurut Udjiati (2013), penyebab AMI adalah:

1) Coronary arteri disease meliputi arterokloresis, atritis, trauma pada

coroner dan penyempitan arteri koroner.

2) Coronary arteri emboli meliputi infective endocarditis, cardiax

myxoma, cardiopulmonal bypass sugery dan arteriography koroner.

3) Kelainan kongenital seperti anomali arteri koronaria.

4) Ketidak seimbangan kebutuhan suplai oksigen dan kebutuhan

miokard meliputi hipotensi kronis, keracunan karbon monoksida,

stenosis atau insufiensi aorta.

5) Gangguan hematologi meliputi anemia, polistemia,

hypercoagulability, trombosis, dan trombositosis.


27

c. Patofisiologi

Menurut Aspiani (2014), AMI sering terjadi pada orang yang

memiliki satu atau lebih faktor risiko seperti: usia, jenis kelamin,

riwayat keluarga, mengkomsumsi obat-obatan tertentu, merokok dan

paparan suhu dingin yang ekstrem. Faktor-faktor ini disertai proses

kimiawi terbentuknya lipoprotein di tunika intima yang menyebabkan

interaksi fibrin dan platelet menyebabkan cedera endotel pembuluh

darah koroner. Interaksi tersebut menyebabkan invasi dan akumulasi

lipid membentuk plak fibrosa. Plak tersebut menimbulkan lesi yang

dapat menimbulkan tekanan pada pembuluh darah dan apabila ruptur

terjadi pada trombus. Trombus menyumbat pembuluh darah dan

menyebabkan aliran darah berkurang, sehingga suplai oksigen yang

diangkut darah ke jaringan miokardium berkurang yang anaerob

berakibat penumpukan asam laktat. Asam laktat meningkat dan

penurunan pH miokardium. Iskemi yang berlangsung 30 menit

menyebabkan kerusakan otot jantung.

Miokardium yang mengalami kerusakan otot jantung atau nekrosis

tidak lagi dapat memenuhi fungsi kontraksi dan menyebabkan

keluarnya enzim dari intrasel ke pembuluh darah yang dapat dideteksi

dengan pemeriksaan laboratoium. Otot jantung yang infark mengalami

perubahan selama penyembuhan. Mula-mula otot jantung yang

mengalami infark tampak memar dan sianotik karena darah di daerah


28

sel tersebut berhenti. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema sel dan

terjadi respons peradangan yang disertai infiltrasi leukosit.

Infark miokardium akan menyebabkan fungsi ventrikel terganggu

karena otot kehilangan daya kontraksi, sedangkan otot yang iskemik

disekitarnya juga mengalami gangguan dalam daya kontraksi. Secara

fungsional, infark miokardium akan mengakibatkan perubahan dalam

daya kontraksi, gerakan dinding abnormal, penurunan stroke volume,

pengurangan ejeksi, peningkatan volume akhir sistolik dan penurunan

volume akhir diastolik ventrikel. Keadaan tersebut menyebabkan

kegagalan jantung dalam memompa darah. Ketika darah tidak lagi

dipompa, suplai darah dan oksigen sistemik menjadi tidak adekuat

sehingga menimbulkan gejala kelelahan. Selain itu, dapat terjadi

akumulasi cairan di paru (edema paru) dengan manifestasi sesak napas.

Kebanyakan pasien mencari pengobatan karena manifestasi nyeri

dada seperti angina tetapi lebih hebat. Serangan tersebut terjadi ketika

pasien dalam keadaan istirahat, sering terjadi di dini hari. Paling nyata

dirasakan di daerah substernal kemudian menjalar ke kedua lengan,

kerongkong atau dagu atau abdomen bagian atas. Mual dan muntah

biasanya menyertai nyeri.


29

d. Manifestasi Klinis

Menurut Asikin, dkk (2016), tanda dan gejala yang ditemui pada pasien

AMI yaitu:

1. Nyeri dada biasanya berlangsung terus menerus selama 30-60 menit.

Nyeri terasa pada daerah tulang dada dan seringkali menjalar leher,

bahu, rahang, dan lengan kiri. Nyeri dada dirasakan seerti tertekan,

terbakar, dan bahkan tajam.

2) Gejala pada epigastrium, misalnya rasa mual, kembung, dan muntah.

3) Adanya gejala prodormal, misalnya letih, rasa tidak enak pada dada

atau malaise.

4) Sesak napas dan batuk.

5) Keringat yang berlebih.

6) Gelisah

e. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Asikin, dkk (2016), pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan sebagai berikut.

1) EKG

Pada infark, diawali denga elevasi ST dan inversi gelombang T,

yang akhirnya terjadi gelombang Q (Q patologis). Selain itu, infark

ditandai dengan depresi segmen ST.


30

2) Enzim jantung

Peningkatan enzim jantung, troponin, CK, CKMB, mioglobin, dan

LDH.

3) Leukosit

Pada awalnya, jumlah leukosit normal. Namun, meningkat dalam 2

jam dan memuncak dalam 2-4 hari.

4) LED

Meningkat dalam 3 hari dan tetap tinggi dalam beberapa minggu.

5) Pencitraan jantung

Computed Temografi (CT), tomografi emisi positron (TEP), dan

ekokardiografi.

f. Penatalaksanaan

Tujuan awal tata laksana AMI adalah mengembalikan perfusi

miokard sesegera mungkin, meredakan nyeri, serta mencegah

komplikasi (Asikin, dkk, 2016). Tata laksana awal meliputi:

1) Pemberian oksigen tambahan melalui sungkup/kanul hidung dan

pemantauan saturasi oksigen.

2) Mengurangi nyeri dada dengan:

a) Nitrat. Nitrat merupakan vasodilator paten yang berguna untuk

vasodilatasi sistemik, sehingga mengurangi aliran balik vena ke

jantung untung mnegurangi kerja jantung.


31

b) Morfin.

c) Non- steroid anti inflamasi (NSAID).

3) Terapi fibrinolitik dengan pemberian tissuetype plasminogen

activator (t-PA), serta aspirin dan heparin dalam waktu 90 menit

sejak onset gejala.

4) Modifikasi pola hidup:

a) Keseimban antara aktivitas, istirahat dan olahraga.

b) Menerapkan gaya hidup yang sehat untuk mengurangi risiko

ateroklorosis dan hipertensi.

c) Menghentikan kebiasaan merokok.

d) Mengurangi stress.
32

B. Kerangka Teori

Faktor resiko

aterosklorosis, trombosis atau emboli

Aliran darah koroner menurun

Suplai oksigen ke miokardium menurun

Akut Miokard Infark (AMI)

Gangguan kontraksi dan Kegagalan jantung memompa darah


keluarnya enzim intrasel

Akumulasi cairan
Gangguan fungsi ventrikel

Edema Paru
Ketidakefektifan perfusi perifer

Pola nafas tidak efektif

Pemberian oksigen dengan


nasal kanul

Peningkatan saturasi oksigen,


respirasai normal 16-22xmenit,
tidak sesak napas
Gambar 2.1

Keterangan : = Studi kasus yang diambil


33

C. Kerangka Konsep Penelitian

Pasien AMI dengan 1. Memberikan posisi semi fowler Hasil yang diharapkan:
kondisi: 2. Mengobservasi tanda-tanda 1. Tidak ada napas sesak
1. Dispnea hipoksia 2. Tidak ada aritmia
2. RR >22 kali/menit 3. Memberikan oksigen dengan na 3. Irama jantung teratur
3. Hipoksia (sianosis) sal kanul 4. RR = 16-22 x/menit
4. SPO2 <95% 4. Mengobservasi irama jantung 5. SPO2>95%
pasien
5. Mengkolaborasi pemberian obat
(Nitrogliserin, vasodilator, di-
goksin, morfin sulfat,)

Gambar 2.2

Anda mungkin juga menyukai