Disusun Oleh :
Kelas 2D
Program Studi Analisis Kimia
I. TUJUAN
II. PRINSIP
oleh karena itu dapat dianalisis dengan menggunakan kromatografi gas dengan
hidrokarbon. Kandungan air yang dimungkinkan ada tidak akan terdeteksi oleh
selama lebih dari 30 tahun. Sekarang GC dipakai secara rutin di sebagian besar
campuran yang komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya
mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan.
Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut
terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas
bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah
tinggi. Gas dan uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga
kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisis
relatif cepat dan sensitifitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase
cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut. Kelemahannya
kemudian dielusi oleh gas pembawa untuk melalui kolom. Perbedaan laju migrasi
masing-masing komponen dalam kolom disebabkan oleh perbedaan titik didih dan
keluar dari kolom dilakukan berdasarkan perubahan sifat fisika aliran gas yang
dikenali dari nilai waktu retensi, TR. TR analit dibandingkan dengan TR standar
pada kondisi operasi alat yang sama. Sedangkan untuk analisa kuantitatif,
puncak analit dengan luas puncak standar. Efisiensi kolom ditentukan berdasarkan
jumlah pelat teori (N) dalam kolom, melalui persamaan : N = 16 x (TR / WB)2 ,
1. Gas Pembawa
Gas pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi dengan
cuplikan ataupun fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder baja bertekanan
tinggi sehingga gas ini akan mengalir cepat dengan sendirinya.Karena aliran gas
yang cepat inilah maka pemisahan dengan kromatografi gas berlangsung hanya
dalam beberapa menit saja. Gas pembawa yang biasa digunakan adalah gas Argon,
Helium, Hidrogen dan Nitrogen. Gas nitrogen memerlukan kecepatan alir yang
lambat (10 cm/detik) untuk mencapai efisiensi yang optimum dengan HETP (High
dialirkan lebih cepat untuk mencapai efisiensi optimumnya, 35 cm/detik untuk gas
berkurangsecara drastis.
maka semakin kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang cepatmembantu
meningkat (HETP nya menurun). Pada kecepatan alir tinggi, solut berdifusi lebih
cepat melalui hidrogen dan helium daripada melalui nitrogen.Hal inilah yang
kecepatan alir. Namun, hidrogen mudah meledak jika terjadi kontrak dengan
udara. Biasanya, helium banyak digunakan sebagai penggantinya.Kotoran yang
terdapat dalam carrier gas dapat bereaksi dengan fasadiam. Oleh karena itu, gas
yang digunakan sebagai gas pembawa yang relatif kecil sehingga tidak akan
Sampel dapat berupa gas atau cairan dengan syarat sampel harusmudah
menguap saat diinjeksikan dan stabil pada suhu operasional (50°-300°C). Injektor
50° C di atas titik didih cuplikan. Jumlah cuplikan yangdiinjeksikan sekitar 5 µL.
Tempat pemasukkan cuplikan cair pada kolom pak biasanya terbuat dari tabung
gelas di dalam blok logam panas. Injeksi sampelmenggunakan semprit kecil. Jarum
cuplikan berupa gas dapat dimasukkan dengan menggunakanalat suntik gas (gas-
tight syringe) atau kran gas (gas-sampling valve).Alat pemasukan cuplikan untuk
kolom terbuka dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu injeksi split (split
injection) dan injeksi splitless (splitless injection). Injeksi split dimaksudkan untuk
mengurangi volume.
a. Packed column, umumnya terbuat dari glass atau stainless steel coil dengan
b. Capillary column, umumnya terbuat dari purified silicate glass dengan panjang
10-100m dan diameter kira-kira 250 mm. Beberapa jenis stationary phase yang
sering digunakan:
species.
cara kerjanya adalah: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi
bereksitasi; sinar eksitasi ini kemudian diuraikan oleh diffraction grating dan
Spectroscopy (OES); cara kerjanya: campuran sample-gas yang keluar dari column
tambahan ini (excitation source) terdiri dari beberapa jenis yaitu direct-current-
c.Chemiluminescense Spectroscopy
cara kerjanya sama seperti pada AES yaitu mengukur sinar eksitasi dari sample
yang diberi tambahan energy; perbedaan dari AES adalah eksitasi molekul sample
bukan atom sample; selain itu, energy tambahan yang diberikan bukan berasal
dari sumber energy luar seperti lampu atau laser tetapi dihasilkan dari reaksi kimia
antara sample dan reagent; sinar eksitasi molekul sample ini kemudian diukur
(carrier gas) dan menghasilkan arus antara biased pair of electron; ketika molekul
terdiri dari hydrogen/air flame dan collector plate; sample yang keluar dari column
ion-ion; ion-ion tersebut dihimpun pada biased electrode (collector plate) dan
flame; sinar eksitasi sebagai hasil reaksi ini kemudian diukur oleh PMT.
mengukur perbedaan mass-to-charge ratio (m/e) dari ionisasi atom atau molekul
hydrogen/air flame pada FID diganti oleh heated rubidium silicate bead pada NPD;
sample dari column dilewatkan ke hot bead; garam rubidium yang panas akan
melewatinya; sama dengan pada FID, ion-ion tersebut dihimpun pada collector
pada sample; sample yang keluar dari column diberi sinar ultraviolet yang cukup
pada sebuah IC; pada spectroscopy, PAD ditempatkan pada image plane dari
Kolom dimana pemisahan terjadi, memiliki dua tipe dasar yaitu Kolom
kemasan konvensional dan Kolom kapiler atau Kolom tabung terbuka. Kolom dapat
dioperasikan dengan dua cara , yaitu : secara isotermal (temperatur konstan) dan
temperatur konstan).
Operasi Isotermal
maksimum dan minimum dipengaruhi stabilitas dan karakter fisik fase diam. Batas
bawah ditentukan oleh titik beku dan batas atas ditentukan oleh “bleed” dari fase
diam. Bleed adalah fase diam masuk ke detektor. Secara umum pada mode
yang terjadi antara 0,25oC sampai 20oC. Sebuah oven massa rendah mengijinkan
pendinginan dan pemanasan cepat dari kolom yang dapat ditahan sampai 1oC dari
sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas hasil detektor yang baik yang
ditunjukan pada garisbawah/baseline datar yang stabil. Fase diam harus stabil
secara termal melewati range temperatur yang lebar. Bleed dapat diganti dengan
menjalankan dua kolom yang identik secara tandem, satu untuk pemisahan
Diteradengan
Dipipetetanolse Dipindahkankel
methanoldandi
banyak 2 mL abutakar 25 mL
homogenkan
Ditambahkan 2
Dipipetsampels Dipindahkankel mL propanol
ebanyak 5 mL abutakar 25 mL (standar
internal)
Ditera dengan
methanoldan
dihomogenkan
V. DATA PENGAMATAN
4,00 𝑚𝐿
𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 (%) = 𝑋 100%
5,00 𝑚𝐿
𝐶 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 (%) = 8,00 % (b/b)
15395594,6
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 (%) = 𝑋 8%
7395001,7
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 (%) = 16,66 %
15395594,6
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 (%) = 𝑋 8,00 %
7395001,7
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 (%) = 16,66 %
Perhitungan Penetuan Konsentrasi Etanol dalam Sampel Menggunakan Standar
Eksternal
Cara Diktat
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 (%)
𝐿. 𝐴. 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 (𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) 𝐿. 𝐴. 𝑃𝑟𝑜𝑝𝑎𝑛𝑜𝑙 (𝑆𝑡𝑑. )
= 𝑋 𝑋 𝐶 𝑆𝑡𝑑. (%)𝑋 𝐹𝑃
𝐿. 𝐴. 𝑃𝑟𝑜𝑝𝑎𝑛𝑜𝑙 (𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) 𝐿. 𝐴. 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 (𝑆𝑡𝑑. )
4707115,6 4707115,6
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 (%) = 𝑋 𝑋8,00 %𝑋12,5
80352234,6 5813988,2
9831084,5 80352234,5
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 (%) = 𝑋 𝑋8,00 %𝑋 12,5
5813988,2 4707115,6
VI. PEMBAHASAN
diam dan fasa gerak. Fasa diamnya berupa cairan yang melekat pada zat
detektor, maka fasa gerak disebut juga sebagai gas pembawa (carrier gas).
pembawa mengalir dengan cepat, oleh karena itu proses pemisahan hanya
persyaratan berikut :
Pada percobaan ini, kolom yang digunakan adalah kolom kapiler berdiameter
sebesar 0,25 mm dengan DB-1 yaitu polyxiloxan sebagai fasa diam. Kolom kapiler
ini diposisikan melingkar sehingga dapat masuk kedalam oven.Seperti yang telah
gas pembakar.
hasilnya direkam oleh recorder. Detektor yang digunakan ialah detektor ionisasi
solut sehingga terjadi ionisasi. Ion akan ditangkap oleh pengumpul ion dan
meningkatkan daya hantar, dan karenanya akan meningkatkan arus listrik yang
mengalir di antara dua elektrode. Arus diperkuat oleh amplifier dan direkam oleh
rekorder. FID ini mengukur C+ sehingga hasil yang didapat cukup peka dan sensitif.
FID menggunakan bahan bakar gas hidrogen dan oksigen yang diatur
metode operasi isotermal. Adapun Suhu injektor diset pada suhu 150°C, detektor
pada suhu 150°C dan kolom suhu mencapai120°C. Hal ini bertujuan agar semua
gas pembawa tetap sehingga kolom tidak akan cepat rusak.Selain berfungsi dalam
pemisahan, kromatografi gas juga dapat digunakan dalam analisa, baik analisa
sampelinternal maupuneksternal.
waktu retensi analit dengan waktu retensi standar. Untuk mendapatkan waktu
retensi standar dapat dilakukan dengan percobaan kromatografi gas untuk senyawa
yang telah diketahui. Adapun senyawa yang digunakan sebagai standar adalah
Pada percobaan ini Ketika sampel dianalisis, timbul dua buah puncak . Dari
analisis kualitatif diketahui masing - masing puncak timbul di sekitar waktu retensi
dengan membandingkan area suatu peak terhadap total area semua komponen.
Dengan metode ini didapatkan kadar setiap senyawa yang terdapat dalam cuplikan
yaitu kadar etanol dalam sampel eksternal sebesar 16,66% dan etanol dalam
sampel internal sebesar 9,90%.(metode diktat) dan kadar etanol dalam sampel
VII. KESIMPULAN
diktat)
eksternal ?
besar, saat cuplikan mencapai detector, cuplikan sudah menguap terlebih dahulu
metode eksternal digunakan ketika yang sesuai standar internal yang dapat
kondisi yang persis sama. Sifat standard dari kromatogram terpisah ini kemudian
karena kemiripan sifat dengan etanol, mempunyai waktu retensi yang hamper
sama dengan etanol, kemurniannya yang tinggi, dan mempunyai titik didih yang
Jawab: Tidak bisa, karena mempunyai perbedaan sifat yang jauh, etanol
1. ABDUL MAULANA
4. M TAUFIK PUTRA
5. THERESIA OKTAVIANI
6. RANNY NOVIANTI
I. Tujuan
kromatografi gas.
II. Prinsip
terhadap hidrokarbon, dalam FID solute yang keluar dari kolom dicampur H 2
Kromatografi secara bahasa berasal dari kata chroma dan graphein yang
Komponen yang dipisahkan, didistribusikan diantara dua fasa, yaitu fasa diam
dan fasa gerak yang akan terus menerus mengalir menurut arah tertentu.
(Ismail. 2013:1)
harus sudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian. Senyawa yang
sukar menguap atau tidak stabil juga dapat diukur tetapi harus melalui proses
Prinsip : Adsorpsi
Prinsip : Partisi
diam.
digunakan data waktu retensi. Namun, analisis kuantitatif dari metode ini dapat
Peak yang diharapkan bentuknya adalah runcing dan simetri. Peak akan
efisien bila tidak tumpang tindih, akan tetapi peak yang muncul kadanf-kadang
a. Difusi Eddy
Difusi Eddy adalah proses mengalirnya molekul analit (sampel) yang tidak
jarak yang ditempuh juga berbeda. Perbedaan lintasan ini disebabkan karena
sampel harus melewati celah-celah di sekitar partikel fasa diam yang berbelok-
b. Difusi Longitudinal
Difusi longitudinal yaitu penyebaran analit karena difusi molekul fasa gerak
berlawanan dengan arah aliran. Jenis difusi ini merupakan pergerakan alami
koefisien difusi solut dalam fasa gerak dan lamanya solut berada dalam kolom.
c. Transfer Massa
Transfer massa disebabkan karena sebagian solut berada dalam fasa gerak
dan sebagian dalam fasa diam. Bila fasa gerak mengalir cepat sementara
sebgaian solut tidak dapat keluar dari fasa diam secara cepat, maka sebagian
1. Gas silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa
diam.
dalam kolom.
kolom.
berikut:
1. Gas Pembawa
Gas pembawa berfungsi sebagai fasa fasa gerak dan gas yang dapat digunakan
sebagai fasa gerak dalam kromatografi gas harus bersifat inert (tidak bereaksi)
dengan cuplikan maupun fasa diam. Gas-gas yang biasa digunakan adalah gas
helium, argon, nitrogen, dan hidrogen. Karena gas disimpan dalam silinder baja
bertekanan tinggi, maka gas tersebut akan mengalir dengan sendirinya secara
sudah dipisahkan. Pemilihan gas pembawa yang digunakan sering ditentukan oleh
alat detektor. Namun, dalam hal efisiensi, gas H2 merupakan pilihan gas pembawa
yang baik. Jika percobaan dilakukan pada tekanan tetap, kecepatan alir akan
gas H2 mudah meledak bila berkontak dengan udara. Oleh karena itu, gas He
2. Pemasukan Cuplikan
Pada kromatografi gas, sampel yang dapat dianalisis adalah berupa zat cair
atau gas. Syaratnya cuplikan tersebut mudah menguap dan stabil pada suhu
biasanya sekitar 40°C diatas titik didih cuplikan. Bila cuplikan rusak pada suhu
kromatografi gas. Jumlah cuplikan yang disuntikkan ke dalam aliran fasa gerak
sekitar 5 µm.
Tempat pemasukkan cuplikan cair ke dalam pak kolom biasanya terbuat dari
tabung gelas di dalam blok logam panas. Cuplikan disuntikkan dengan bantuan
alat suntik melalui karet septum kemudian diuapkan di dalam tabung gelas. Gas
3. Pemrograman Suhu
Untuk memsikahkan senyawa dengan rentang titik didih yang besar atau
tersebut dinamakan pemrograman suhu. Suhu awal kolom diatur pada 40°C
inejktor diatur pada 150°C dan suhu detektor diatur pada 250°C.
4. Kolom Kromatografi
fasa diam secara fisik. Bentuk kolom juga mempengaruhi jumlah sampel yang
dapat ditangani, efisiensi dari pemisahan, jumlah analit yang dapat dipisahkan
Kolom yang digunakan pada praktikum berjenis kolom pak yang berisi fasa
5. Detektor
Detector). Dalam flame ionisasi detektor, solute yang keluar dari kolom
dicampur H2 dan udara kemudian dibakar pada nyala bagian dalam detektor.
CH + O CHO+ + e-
CHO+ yang dihasilkan dalam nyala bergerak ke katoda yang berada di atas
nyala. Arus yang mengalir diantara anoda dan katoda diukur dan
diterjemahkan sebagai sinyal pada rekorder. Detektor ini jauh lebih peka
daripada detektor daya hantar panas. Kepekaan detektor ionisasi nyala akan
6. Amplfier
1991)
2016:18)
komponen tersebut. Pada alat kromatografi gas, fasa diam dan fasa gerak
Fasa diam yang digunakan adalah DB-5 yang komponen utamanya adalah
fenilmetilpolisoksan yang bersifat polar dan fasa gerak yang digunakan adalah
Selain kepolaran, titik didih dari komponen heksana, toluena, dan xilena
juga mempengaruhi waktu yang dibutuhkan sampel untuk keluar dari kolom.
Komponen dengan titik didih rendah akan lebih cepat menguap dan terbawa
Tabel 1. Data berat molekul, indeks polaritas dan titik didih dari komponen
4% 8% 12 % 16 % 20 %
1 mL 2 mL 3 mL 4 mL 8 mL
(std 2)
Dimasukkan ke
labu takar 25
mL
.Ditera dengan
methanol dan
dihomogenkan
Diencerkan 5
Sampel Cat kali dengan
methanol
V. Data Pengamatan
Detector : FID
VI. Perhitungan
Slope 3113450
Intersep 1456299
R 0,9870
Intersept Slope Yi Yc
Standar
No (Satuan (Satuan (Satuan (Satuan
(%)
Luas) luas/%) Luas) Luas)
1 0 0 1456299
2 4 11821814 13910097
3 8 27545227 26363895
1456299 3113450
4 12 42903485 38817693
5 16 55190539 51271491
6 20 58083700 63725289
40000000
30000000 Series1
20000000 Linear (Series1)
10000000
0
0 5 10 15 20 25
Konsentrasi (%)
Sampel A
9,67 𝑚𝑙 𝑔
C terukur (%) (𝑏⁄𝑣) = 100 𝑚𝑙 × 0,8669 ⁄𝑚𝐿 × 100% = 8,38 (𝑏⁄𝑣)
Sampel b
0,70 𝑚𝑙 𝑔
C terukur (%) (𝑏⁄𝑣) = 100 𝑚𝑙 × 0,8669 ⁄𝑚𝐿 × 100% = 0,61 (𝑏⁄𝑣)
Dari Percobaan yang telah dilakukan diperoleh kadar toluene dalam sampel
Semarang.
Pertanyaan
Viskositas akan semakin besar jika suhu dan tekanan tinggi, artinya
Gas nitrogen sebagai fase gerak dalam kromatografi gas sedangkan gas
I. TUJUAN
Menetapkan Kadar Vitamin C dalam sampel minuman secara Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
II. PRINSIP
Vitamin C dapat dipisahkan melalui Kromatografi Cair Tingkat Tinggi.
Pemisahan terjadi karena adanya perbedaan distribusi senyawa analit diantara
fase diam dan fase gerak. Mekanisme pemisahan mirip dengan adsorpsi dan
partisi, tetapi pemisahan tidak sama dengan partisi biasa. Hal tersebut terjadi
karena interaksi molekuler lebih kuat dibandingkan sekedar pelarutan pada
mekanisme partisi. Kadar Vitamin C dapat diketahui dengan cara
membandingkan luas area sampel dengan luas area standar pada konsentrasi
tertentu.
berinteraksi dengan fasa diam lebih kuat, akan bergerak lebih lambat didalam
yang telah dilarutkan dalam suatu larutan. HPLC digunakan untuk menentukan
jumlah dari suatu senyawa spesifik dalam suatu larutan. Berikut dibawah ini
proses pemisahan komponen dari sampel. Karena fase diam tersusun dari
partikel dengan pori mikro, maka tekanan yang tinggi dibutuhkan dari pompa
yang terelusi dari kolom akan muncul sebagai peak (puncak) pada tampilan
komponen sampel diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Salah
satu teknik kromatografi yang dimana fasa gerak dan fasa diamnya
Cair Kinerja Tinggi). Teknik HPLC merupakan suatu metode kromatografi cair-
cair, yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis
luas area standar. Pada prakteknya, metode pembandingan area standar dan
sampel kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan suatu
teori untuk memandu pengembangan pada jalur yang rasional. Jelas sebelum
oksidasi, dan merupakan nutrien serta vitamin yang larut dalam air dan
yang memiliki gugus enadiol dengan daya reduksi kuat dan juga pemberi sifat
proteksi bagi bagian yang mengandung air dari sel jaringan ataupun organ, dan
atau sebagai agen sinergistik antioksidan pada beberapa model dan makanan
mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Sifat-sifat tersebut
gugus karbonil dalam cincin lakton. Bentuk vitamin C yang ada di alam
nilai pH 2,5. Gugus hidroksil pada aton C2 lebih tahan terhadap ionisasi dan
dari L-asam askorbat dapat dioksidasi menjadi gugus diketo. Hasil oksidasinya
chromatography (GLC), maka HPLC lebih bermanfaat unutk isolasi zat ynag
tidak mudah menguap, demikian juga zat yang secara termal tidak stabil.
Tetapi ditinjau dari kecepatan dan kesederhanaan, GC lebih baik. Kedua teknik
ini komplementer satu sama lainnya, keduanya efisien, sangat efisien, sangat
selektif hanya memrlukan sampel sedikit serta keduanya bisa digunakan untuk
Dipipet 10 mL
Labu Ditera dengan
dari Larutan
Takar 50 aquabidest dan
standar 100
mL dihomogenkan
mg/L
Pembuatan Sampel Minuman
Ditera dengan
Dipipet 10 mL aquabidest dan
Labu
dari Larutan dihomogenkan
Takar 50
standar 100
mL
mg/L
Ditera dengan Labu 5 mL , 10 mL
aquabidest dan Takar 50
dihomogenkan mL
V. DATA PENGAMATAN
Pengkondisian Alat
No Uraian Keterangan
1. Detektor UV/VIS
2. Kolom ODS (Octa Deca Silica) C18
3. Fase Gerak Aquabidest PH 3 : Metanol (70 : 30)
4. Volume injeksi standar 20 μL
5. Volume Injeksi sampel 20 μL
6. Laju Alir 1,5 mL / menit
7. Pompa Double pump
8. Lampu D2
9. Tekanan maksimum
10. Teknik Elusi Isokratik
100 ppm
VI. PERHITUNGAN
Pembuatan Larutan Standar 100 mg/L
Bobot asam askorbat untuk larutan standar 100 mg/L
Bobot asam askorbat = C standar (mg/L) x V LT (L)
= 100 mg/L x 0,1 L
= 10 mg = 0,01 gram
Pembuatan standar 20 mg/L
V1 X C1 = V2 X C2
V1 X 100 mg/L = 50 mL x 20 mg/L
50 𝑚𝐿 𝑥 20 𝑚𝑔/𝐿
V1 = = 10 𝑚𝐿
100 𝑚𝑔/𝐿
C terukur
Cterukur sampel = (Luas Area Sampel/Luas Area Standar)x Cstd
5x pengenceran = (347319/353990) x 20 mg/L
= 19,62 mg/L
Cterukur sampel = (Luas Area Sampel/Luas Area Standar)x Cstd
10x pengenceran = (171479/353990) x 20 mg/L
= 9,69 mg/L
Kadar (mg/L)
Pengenceran 5x
Kadar (mg/L) = ( Cterukur (mg/L) x V LT awal (L) x Fp )/ V sampel (mL)
= ( 19,62 mg/L x 50 mL x 5 )/ 0,65 mL
= 7546,15 mg/L
Pengenceran 10 x
Kadar (mg/L) = ( Cterukur (mg/L) x V LT awal (mL) x Fp )/ V sampel (mL)
= ( 9,69 mg/L x 50 mL x 10 )/ 0,65 mL
= 7453,85 mg/L
VII. PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini dilakukan kadar zat aditif (vitamin C) dalam
sampel you C 1000 mg dengan menggunakan instrumen HPLC. Prinsip dasar
dari HPLC adalah perbedaan distribusi komponen pada sampel diantara fasa
gerak cair dan fasa diam cair. Dalam percobaan ini, fasa gerak yang digunakan
adalah campuran antara metnol dan aquadbidest dengan perbandingan 30 :
10. Namun, dalam preparasi sampel, fasa gerak yang dibuat adalah campuran
antara metanol dan aquabidest dengan perbandingan 70 : 30.
Hal ini dilakukan karena berharap pemisahan yang dihasilkan optimal
(dapat terpisah ketiga komponennya). Sedangkan, fasa diam yang digunakan
adalah C18 yang bersifat nonpolar, sehingga pada percobaan ini digunakan
metode HPLC fasa terbalik, yaitu fasa geraknya polar dan fasa diamnya
nonpolar dengan sistem isokratik yaitu hanya menggunakan satu kondisi
perbandingan fasa gerak 3:5.
Dalam preparasi sampel, sampel yang digunakan adalah you C 1000
mg sebanyak 2 Ml yang kemudian di encerkan dengan fasa gerak sampai
volumenya 10 ml yang kemudian disaring dulu menggunakan membran PTFE
supaya pengotor tidak ikut terukur dan kemudian di degassing dengan
menggunakan ultrasonic vibrator supaya campuran menjadi homogen
sebelum dilakukan pengukuran dengan instrumen HPLC.Analisis yang
dilakukan dalam percobaan ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi sampel
dengan waktu retensi standar.
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengukuran dengan instrumen HPLC untuk sampel
minuman you C 1000 mg diperoleh pada sampel pengenceran 5x luas area
standar sebesar 347319 dan sampel sebesar 353990 juga pada pengenceran
sampel 10x diperoleh luas area standar sebesar 171479 sehingga dapat
dihitung kadar nya dari konsentrasi standarnya sebesar 20 mg/L. Dari hasil
perhitungan data didapatkan bahwa kadar probabiliti dalam sampel sebanyak
7546,15 mg/L dengan pengenceran 5x sedangkan kadar pada sampel yg
diencerkan 10x sebesar 7453,85 mg/L.
IX. DAFTAR PUSTAKA
1. Kapiet, T., 2004. Quality Control Analytical Method : High Performance
Liquid Chromatography, Inter. Jou. Pharm. Compound, Vol. 8, No. 3
2. Skoog, Douglas. A. (2004).Fundamentals of Analytical Chemistry Eighth
Edition. Brooks/Cole : CanadaTim Kimia Analitik Instrumen. (2011)
3. Day, R.A., A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.
4. Hendayana, S, (2006). Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan
Elektroforesis Modern.Bandung : PT Remaja Rosdakarya
5. Hendayana, S, (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang : IKIP Semarang
Press
6. Penuntun Praktikum Kimia Ananlitik Instrumen (KI 431). Bandung : Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA UPI
7. Andarwulan, Nuri, Sutrisno Koswara. 1989. Kimia Vitamin. Jakarta: Rajawali
Pers
8. S.M Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik . Jakarta: Universitas
Indonesia Press
X. TES FORMATIF
1. Dapatkah HPLC yang anda pakai untuk mendeteksi senyawaan berwarna?
Jawab: Iya dapat, Karena HPLC ini memiliki detektor UV-VIS
2. Mengapa untuk menganalisis kadar benzoat dan Vitamin C dipergunakan
HPLC?
Jawab: Karena benzoat dan Vitamin C merupakan zat larut yg tidak bersifat
volatil sehingga tidak bisa menggunakan metode pemisahan secara GC karena
akan merusak alat.
Percobaan 4
I. Tujuan
Menetapkan kadar paracetamol dalam sampel obat secara kromatografi
cair kinerja tinggi (KCKT)
II. Prinsip
Kandungan paracetamol dalam contoh dapat ditetapkan secara kualitatif
dan kuantitatif berdasarkan perbedaan distribusi analit dalam dua fasa.
Komponen penyusun analit dapat dipisahkan dengan melihat reaksi zat terlarut
oleh adsorbsi permukaan. Pemisahan tergantung kepada kesetimbangan yang
terbentuk pada bidang antar muka diantara fasa diam dan fasa gerak. Fasa diam
yang digunakan yaitu kolom ODS (oktadecasilica) dan fasa gerak yang digunakan
yaitu larutan aquabidest dan metanol. Kadar paracetamol diketahui dari data peak
yang terbaca pada kromatogram, yaitu dengan membandingkan luas area sampel
terhadap standar pada konsentrasi tertentu.
Ditimbang 10 tablet
Diambil 1 tablet
sampel paracetamol dan
kemudian digerus
hitung bobot rata-rata
Disonikasi kembali
selama 5 menit
Bahan:
-Sampel paracetamol -Air Deionisasi -Kertas saring milipore
-Standar Paracetamol -Metanol
VI. Data Pengamatan
Nama Alat : Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Merk/Tipe Alat : Shimadzu/ SPD 20A;LC 20AD
Fase gerak : Metanol : Air (1:3)
Fase Diam : ODS (Octa Deca Silica ) C18
Teknik Elusi : Fase Terbalik, Ascending
Laju Alir :1,0 ml/min
Lampu :D2
Vol injeksi std/spl :20ɰl
Sampel : Panadol
VII. Pembahasan
VIII. Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan didapatkan kadar parasetamol dalam sampel
tablet sebesar 1493,79 mg/tablet.
I. Tujuan
Mengestimasi ketidakpastian pengukuran kafein dalam sampel obat secara
kromatografi lapis tipis kinerja tinggi.
II. Prinsip
Kafein merupakan senyawa organik yang banyak mengandung gugus fungsi
yang mampu menyerap sumber radiasi pada daerah sinar ultra violet. Oleh
karena itu dalam keadaan murni atau sudah terpisahkan dengan bahan
organik yang lain maka kafein dapat dianalisis menggunakan kromatografi
lapis tipis yang dilengkapi dengan detektor. Fasa diam yang digunakan adalah
lapis tipis berbahan dasar silica dan fasa gerak yang digunakan adalah
campuran kloroform, aseton, dan NH4OH dengan perbandingan 8 : 2 : 0,1.
Pembuatan Larutan Deret Standar 500 mg/L; 1000 mg/L; 1500 mg/L, 2000
mg/L
10000 mg/L
Preparasi sampel
Persamaan Regresi :
y = 6255,0249 + 1,4917x
r= 0,9929
VII. Perhitungan
Estimasi Ketidakpastian
Tabel data Pembuatan Larutan Standar Induk Kafein
Warna
Bobot Volume Labu Larutan Perhitungan Konsentrasi Standar
Thiamin Takar (mL) Induk Thiamin (mg/L)
Tak
C standar induk (mg/L) = Bobot std
Berwarna
Kafein (mg)/ Vol std (L)
1000 100
C standar induk (mg/L) = 10000 mg / 0,1 L
C standar induk (mg/L) = 10000 mg/L
C. Data Pembuatan Deret Larutan Standar
V
Konsent Konsentr
rasi Std asi Deret
Induk std Luas
No. (mL) V LT (mL) (mg/L) Area
1 1.25 50 500 7052.45
2 2.50 50 1000 7648.52
3 3.75 50 1500 8544.13
Slope 1.4917
6256.68
Intersept 67
7748.36
Yr 7
µ PM µ Labu µ
Takar Kalibrasi
µ Temperatur
µ
Kalibrasi
µ massa µ Neraca µ Regresi
Sumber
(μXi
Ketidakpastia Nilai (Xi) Satuan μ Xi μ Xi
/Nilai(Xi))²
n
IX. Kesimpulan
Dari praktikum ini didapatkan %RSD Presisi Sampel adalah 34.65% dan Rata-rata
kadar Kafein dalam tablet obat adalah sebesar 45,52± 34.53 mg/tablet.
X. Daftar Pustaka
[1]Hartono, Elina. 2009. Penetapan Kadar Kofein dalam Biji Kopi Secara Kromatografi Cair
Pustaka Pelajar.
[7]Fauziyah, Begum. 2012. Analisis Kualitatif Fenilalanin Secara Kromatografi Kertas dan
Kelompok 6
I. Tujuan
II. Prinsip
zat warna dalam fase diam dan fase gerak. Pemilihan fase gerak yang tepat dapat
Ditimbang Dimasukkan
Sampel ke
wortel diiris sampel
sebanyak erlenmeyer
tipis
Dievaporasi
dengan hair
dryer
Preparasi Kolom
Dimasukkan Diukur 10 cm
sebagai batas Dimasukkan
kapas ke memasukkan alumina (fasa
dalam kolom. fasa diam. diam).
Dilakukan proses
Pastikan fase Ditutup bagian
elusi. Dimasukkan
diam padat dan atas fase diam
sampel terlebih
rapat untuk dengan kertas
dahulu setelah itu
menghindari saring.
fase gerak.
difusi eddy.
IV. Dasar Teori
A. Kromatografi Kolom
sampel antara fase cair diam dan fase cair bergerak dengan membatasi kemampuan
pencampuran. Jika suatu zat terlarut dikocok dalam sistem dua pelarut yang tidak
bercampur atau saling melarutkan maka zat terlarut akan terdistribusi di antara kedua
gelas yang dilengkapi suatu kran dibagian bawah kolom untuk mengendalikan aliran zat
cair, ukuran kolom tergantung dari banyaknya zat yang akan dipindahkan. Secara umum
perbandingan panjang dan diameter kolom sekitar 8:1 sedangkan daya penyerapnya
adalah 25-30 kali berat bahan yang akan dipisahkan. Teknik banyak digunakan dalam
sedangkan untuk pemisahan jenis logan-logam atau senyawa anorganik jarang dipakai
molekul komponen untuk melarut dalam cairan, melekat pada permukaan padatan halus,
bereaksi secara kimia dan terekslusi pada pori-pori fasa diam. Komponen yang dipisahkan
harus larut dalam fasa gerak dan harus mempunyai kemampuan untuk berinteraksi
dengan fasa diam dengan cara melarut di dalamnya, teradsorpsi atau bereaksi secara
kimia. Pemisahan terjadi berdasarkan perbedaan migrasi zat-zat yang menyusun suatu
sampel. Hasil pemisahan dapat digunakan untuk keperluan analisis kualitatif, analisis
kuantitatif dan pemurnian suatu senyawa. Dalam beberapa hal metode pemisahan
ini sama-sama menggunakan dua fasa, dimana fasa satu bergerak terhadap fasa lainnya,
kesetimbangan solut selalu terjadi di antara kedua fasa ( Alimin dkk, 2007, hal: 74-75).
Kromatografi kolom terabsorpsi termasuk pada cara pemisahan cair padat, substrat padat
bertindak sebagai fasa diam yang sifafnya tidak larut dalam fasa cair, fasa bergeraknya
adalah cairan atau pelarut yang mengalir membawa komponen campuran sepanjang
kolom. Pemisahan bergantung pada kesetimbangan yang terbentuk pada bidang antar
muka diantara butiran-butiran adsorben dan fase bergerak serta kelarutan relatif
komponen pada fasa bergeraknya. Antara molekul-molekul komponen dan pelarut terjadi
dinamis. Keduanya secara bergantian tertahan beberapa saat di permukaan adsorben dan
Pada saat teradsorpsi komponen dipaksa untuk berpindah oleh aliran fasa
bergerak yang ditambahkan secara kontinu, akibatnya hanya komponen yang mempunyai
afinitas lebih besar terhadap adsorben akan secara selektif tertahan. Komponen afinitas
paling kecil akan bergerak lebih cepat mengikuti aliran pelarut. Pada kromatografi
adsorpsi, besarnya koefisien distribusi sama dengan konsentrasi zat terlarut pada fasa
teradsorpsi dibagi konsentrasinya pada fasa larutan. Ketergantungan jumlah zat terlarut
yang teradsorpsi terhadap konsentrasi zat terlarut dalam larutan dinyatakan dengan
banyak sebagai fasa diam dan fasa bergerak bergantung pada ukuran kolom gelas.
diperlukan waktu yangcukup lama, bias berjam-jam hanya untuk memisahkan satu
campuran. Selain itu, hasil pemisahan kurang jelas artinya kadang-kadang sukar
B. Penyiapan Kolom
telah terpasang pada klem dan statif. Fungsi kapas adalah untuk menahan silika
gel atau adsorban agar tidak keluar dari kolom. Selanjutnya ditambahkan sedikit
kapas sehingga tidak ada lagi udara yang terkandung di dalamnya, karena jika
permukaan kapas dengan kertas saring. Tujuannya adalah untuk menahan silika
gel agar tidak pecah, dan tidak langsung masuk ke dalam kapas dn mencegah
terbentuknya rongga udara pada silika gel. Lalu dimasukkan bubur silika yang telah
dibuat ke dalam kolom. Fungsi silika gel ini adalah sebagai adsorban atau fasa
diam. Silika gel digunakan karena memiliki tekstur dan struktur yang tampak dan
teratur. Silika gel dapat memadat dengan ikatan yang kuat dan rapat sehingga
gel tersebut ditutup dengan kertas saring. Tujuannya adalah untuk memisahkan
kotoran yang terkandung dalam cuplikan karena kertas saring bersifat selektif
ssehingga hanya zat dengan ukuran molekul kecil yang dapat menembus kertas
saring. selanjutnya ditambahkan sedikit akuades ke dalam kolom, dengan tujuan
untuk menghilangkan rongga udara yang ada di dalam kolom sehingga komponen
C. Wortel
Wortel merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang dapat digunakan
(Cahyono, 2002).
kuat. Senyawa antioksidan akan berinteraksi dalam tubuh manusia secara sinergis
karoten dari peristiwa oksidasi (sparing effects) (Michel P.J. and Liñan-Cabello, M.
2000).
kolom yang diisi dengan fase stasioner dan cairan (pereaksi) sebagai fase mobil
bertindak sebagai fasa stasioner dan menggunakan zat cair sebagai fasa mobil.
Permukaan partikel padat biasanya lebih aktif dari pada bagian dalamnya yang
tarik baik pada zat-zat yang terlarut maupun pada zat pelarutnya. Silika gel
mempunyai luas permukaan yang lebih besar, tetapi mempunyai aktifitas kimia
yang lebih kecil dan lebih disukai untuk pemisahan senyawa-senyawa organik yang
V. Data Pengamatan
Pengamatan
No Sampel
Warna Jarak pita (cm)
Kuning
1. Wortel Orange 5,5
VI. Perhitungan
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑃𝑖𝑡𝑎 (𝑐𝑚)
𝑅𝑓 =
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑜𝑙𝑜𝑚 (𝑐𝑚)
5,5 (𝑐𝑚)
𝑅𝑓 =
10(𝑐𝑚)
= 0,55
VII. Pembahasan :
Pemisahan karoten dari wortel secara kromatografi kolom ini memberikan
kolom.
fase diamnya padatan, fase geraknya cairan, dan sampel berupa cairan. Fase diam
yang digunakan yaitu silika. Fase diam yaitu suatu zat/senyawa/lapisan pada
medium pendukung yang berinteraksi dengan analit. Jadi, fase diam itu bisa
bergerak karena dialirkan, bila tidak dialirkan maka tertahan. Fase diam dapat
berupa padatan maupun cairan. Sedangkan fase gerak yaitu pelarut ( solvent )
maupun gas.
metode basah maupun kering. Tetapi dalam praktikum ini kita menggunakan
metode kering. Metode kering adalah dengan memasukkan alumina dalam kolom
kemudian dialiri dengan fase gerak. Sedangkan cara basah adalah dengan
melarutkan alumina dengan pelarut tidak langsung pada kolom, jadi alumina itu
dibuat larutan dulu kemudian dimasukkan ke dalam kolom. Keuntungan dari cara
basah yaitu alumina dapat terlarut dan tercampur merata, sehingga bubur
alumina menjadi homogen. Pembuatan fase diam dengan cara kering ini harus
hati-hati, karena bisa saja kolomnya pecah atau crack karena solventnya tidak
dijaga. Fungsi glass wol / kapas pada praktikum ini adalah menyumbat kolom
Pada kromatografi kolom, fase gerak yang digunakan adalah n-heksan: kloroform
yang punya sifat nonpolar. Setelah fase diam telah jadi, dimasukkan sampel
kemudian ditetesi fase gerak. Dijaga agar fasa gerak pada kolom tidak sampai
kering, supaya tidak mengeras dan pecah kolomnya. Kromatografi kolom ini
yang telah terpasang pada klem dan statif. Fungsi kapas adalah untuk menahan
silika gel atau adsorban agar tidak keluar dari kolom. Selanjutnya ditambahkan
memadatkan kapas sehingga tidak ada lagi udara yang terkandung di dalamnya,
untuk menahan silika gel agar tidak pecah, dan tidak langsung masuk ke dalam
kapas dn mencegah terbentuknya rongga udara pada silika gel. Lalu dimasukkan
bubur silika yang telah dibuat ke dalam kolom. Fungsi silika gel ini adalah sebagai
adsorban atau fasa diam. Silika gel digunakan karena memiliki tekstur dan struktur
yang tampak dan teratur. Silika gel dapat memadat dengan ikatan yang kuat dan
permukaan silika gel tersebut ditutup dengan kertas saring. Tujuannya adalah
untuk memisahkan kotoran yang terkandung dalam cuplikan karena kertas saring
bersifat selektif ssehingga hanya zat dengan ukuran molekul kecil yang dapat
kolom, dengan tujuan untuk menghilangkan rongga udara yang ada di dalam
lancar.
Pada percobaan ini, kita akan memisahkan β-karoten dari ekstrak wortel
Pada percobaan ini menggunakan sampel wortel. Sampel wortel yang telah di
haluskan, di timbang sebanyak 20 gram hal ini bertujuan agar karoten yang
senyawa β-karoten dengan cara refluks yaitu tejadi penarikan komponen kimia
dipekatkan dengan cara evaporasi. Evaporasi yaitu proses pemisahan ekstrak dari
suatu metode pemisahan yang di dasarkan pada pemisahan daya adsorbsi suatu
isolasinya.
Hal lain yang dapat dilakukan agar tidak terjadi pemecahan kolom adalah
dengan menambahkan eluen secara kontinu agar udara tidak masuk kedalam
kolom. Kolom yang padat diindikasikan dengan warna slurry yang semakin
memutih dan kecepatan alir eluen yang semakin lambat. Jika kolom sudah
memadat, larutan sampel kemudian diisikan kedalam kolom . Mekanisme yang
terjadi pada kromatografi kolom ialah sample akan terelusi oleh eluen (n-heksan)
melalui fase diam alumina. Senyawa organik terelusi oleh eluen proses elusi
terjadi karena keseimbangan distribusi zat analit pada fase gerak n-heksan dan
fase diam alumina. Elusi terus berlangsung hingga tidak ada lagi yang tinggal
dalam kolom. Proses elusi ini menghasilkan eluat yang diharapkan mengandung
banyak betakaroten.
secara sempurna hal ini disebabkan oleh terjadinya Difusi Eddy. Difusi Eddy terjadi
tidak melalui jalur yang sama sehingga terjadinya pelebaran pita. Tidak
seragamnya kolom disebabkan oleh pada saat packing kolom yang tidak padat.
Rate of flow (Rf) adalah harga perbandingan jarak yang ditempuh zat terlarut
komponen yang terdapat yang terdapat dalam ekstrak berupa noda-noda, yang
timbul pada pelat. Selain memberi informasi nilai Rf, bentuk noda yang nampak
pada plat juga dapat memberi keterangan tentang keterangan tentang keadaan
pengerjaan.
VII. Kesimpulan
Dari hasil percobaan pemisahan pigmen karoten dengan Teknik
Kromatografi kolom menggunakan Fase diam Alumina dan Fase Gerak Aseton :
Cahyono, B., 2002. Wortel (Teknik Budidaya Dan Analisis Usaha Tani). Kanisus.
Yogyakarta.
Kelompok 07
Arsyana Kurniasari (1617513)
Bahtiar Rifai (1717808)
Hellaudo Zohn (1617578)
Muhammad Adrian Putra (1617630)
Ninda Nur Rokhimawati (1617670)
Rizki Ramadhan (1617711)
I. TUJUAN
a. Memisahkan senyawa pigmen dalam sampel daun suji.
b. Menghitung nilai Rf (Retention Factor) masing- masing warna hasil
pemisahan.
II. PRINSIP
Pemisahan komponen zat warna akibat perbedaan laju migrasi
masing- masing zat warna dalam fasa diam dan fasa gerak. Fase gerak yang
digunakan harus memiliki sifat yang sama dengan analit. Fase gerak akan
berinteraksi dengan analit sehingga membawa analit melewati fase diam
dalam media penyangga kolom. Pemilihan fase gerak yang tepat dapat
memisahkan komponen zat warna dengan sempurna.
Pada metode kering, kolom pertama kali diisi dengan serbuk kering
fasa diam, kemudian kolom dialiri fasa gerak hingga seluruh kolom terbasahi.
Mulai titik ini, fasa diam tidak diperkenankan mengering.
Pada metode basah, fasa diam dibasahi dengan fasa gerak hingga
menjadi bubur di luar kolom, dan kemudian dituangkan perlahan-lahan ke
dalam kolom. Pencampuran dan penuangan harus ekstra hati-hati untuk
mencegah munculnya gelembung udara. Larutan bahan organik diletakkan di
bagian atas fasa diam menggunakan pipet. Lapisan ini biasanya ditutup dengan
lapisan kecil pasir atau katun atau wol kaca untuk melindungi bentuk lapisan
organik dari tuangan eluen. Eluen kemudian dialirkan perlahan melalui kolom
sambil membawa sampel bahan organik. Sering kali, wadah eluen sferis atau
corong pisah bersumbat yang sudah diisi eluen diletakkan di bagian atas
kolom.
Fasa gerak atau eluen dapat berupa pelarut murni atau campuran
pelarut. Pemilihan dilakukan sedemikian rupa sehingga nilai faktor retensi
senyawa yang diinginkan berada pada kisaran 0,2 - 0,3 untuk meminimalkan
waktu dan jumlah eluen yang diperlukan selama kromatografi. Eluen dapat
pula dipilih berdasarkan daya pisahnya sehingga senyawa yang berbeda dapat
dipisahkan secara efektif. Optimasi eluen dilakukan melalui uji pendahuluan
berskala kecil, biasanya menggunakan kromatografi lapisan tipis (KLT) dengan
fasa gerak yang sama.
Sebagai contoh, jika kita ingin memisahkan dua protein yang berbeda
dengan kapasitas ikatan terhadap kolom yang berbeda dari suatu larutan, jenis
detektor yang baik adalah spektrofotometer dengan panjang gelombang 280
nm. Semakin tinggi konsentrasi protein yang melalui kolom, semakin besar
absorbansinya pada panjang gelombang tersebut.
Oleh karena kromatografi kolom mempunyai aliran tetap untuk
semua eluat yang melalui detektor dengan berbagai macam konsentrasi, harus
dibuat plot dari detektor antara konsentrasi sampel terelusi melawan waktu.
Plot konsentrasi sampel versus waktu ini disebut dengan kromatogram.
Waktu retensi: waktu dari awal sinyal terdeteksi oleh detektor hingga
titik puncak profil konsentrasi elusi masing-masing sampel yang
berbeda.
Lebar kurva: lebar kurva profil konsentrasi sampel yang berbeda dalam
kromatogram dalam satuan waktu.
Petroleum Wada
ether h
b. Preparasi Sampel Daun Suji
Menimbang
Mengiris-iris
Daun Suji 10 Erlenmeyer
Daun Suji
gram
+
Petroleu
m eter
Menguapkan Shaker 45
pelarut di ruang menit dengan
asam hingga kecepatan
sampel lebih 150-200 rpm
pekat
c. Persiapan Kolom
Kertas
Saring
Alumina 10
cm
Kapas
d. Proses Elusi
+ Petroleum
ether (eluen)
sampai menetes
satu tetes
Sampe
l
V. DATA PENGAMATAN
a. Sampel
Pengamatan
Sampel
Warna Waktu Retensi
Hijau 0.03
Daun Suji
Jingga 0.05
VI. PERHITUNGAN
𝑱𝒂𝒓𝒂𝒌 𝑲𝒐𝒎𝒑𝒐𝒏𝒆𝒏
𝑹𝒇 =
𝑱𝒂𝒓𝒂𝒌 𝑬𝒍𝒖𝒆𝒏
a. Pigmen Hijau
𝟎. 𝟑 𝒄𝒎
𝑹𝒇 = = 𝟎. 𝟎𝟑
𝟏𝟎 𝒄𝒎
b. Pigmen Orange
𝟎. 𝟓 𝒄𝒎
𝑹𝒇 = = 𝟎. 𝟎𝟓
𝟏𝟎
VII. PEMBAHASAN
Metode kromatografi merupakan salah satu cara yang baik untuk
memisahkan kmponen kimia yang bercampur dalam sampel. Banyak proses
ekstraksi yang berhasil dilakukan masih memerlukan metode pemisahan lebih
lanjut karena ekstrak yang didapat masih mengandung beberapa senyawa
sejenis yang tidak dapat dipisahkan. Pemisahan dengan cara ekstraksi untuk
senyawa-senyawa yang sangat mirip juga tidak sederhana. Dalam tumbuhan
banyak sekali pemisahan secara alami untuk pigmen-pigmennya dan juga
terjadi perubahan secara kimiawi sehingga menampakan perubahan warna.
Metode yang digunakan dalam praktik ini adalah kromatografi kolom
yang termasuk kedalam metode kromatografi klasik. Hal ini didasarkan pada
pemisahan yang diakibatkan karena adanya perbedaan afinitas suatu
komponen terhadap fase diam dan fase gerak. Fase diam yang digunakan yaitu
alumina (Al2O3) dan fase gerak yang digunakan yaitu petroleum benzen, serta
sampel yang dipakai yaitu daun suji.
Kolom kromatograf yang sudah kering dan bersih disiapkan. Bagian
paling bawah kolom diberi kapas sebagai penahan agar fase diam tidak
terbuang. Kemudian ditambahkan fase diam alumina (Al2O3) hingga kurang
lebih 10 cm. Pastikan isi kolom tidak berongga dengan cara mengetuk-ngetuk
kolom, karena jika berongga akan menyebabkan difusi eddy
(ketidakseragaman geraknya analit) yang berdampak pada pelebaran pita
warna yang terbentuk. Fase diam yang digunakan bersifat polar agar tidak
bereaksi dengan eluen dan analit. Lalu diberi kertas saring sesuai diameter
kolom sebagai penyaring agar residu dan zat klorofil tidak ikut terbawa.
Sampel daun suji yang digunakan dirajang atau dipotong kecil-kecil
dan ditimbang serta dilarutkan dengan senyawa non polar petroleum benzen
untu melarutkan klorofil dalam sampel. Kemudian sampel dimasersi selama
kurang lebih 45 menit dengan tujuan untuk mendapatkan zat aktif dalam
daun suji menggunakan pelarut nonpolar. Sampel lalu disaring untuk diambil
filtratnya an kemudian diuapkan dalam ruang asam menggunakan hairdryer.
Dari hasil praktikum didapatkan yaitu karoten lebih non polar
dibandingkan dengan klorofil, hal ini dapat dilihat dari nilai Rf karoten yang
lebib besar dari pada nilai Rf klorofil . peristiwa ini dikarenakan karoten lebih
mengikuti eluen atau fase gerak yang bersifat non polar dan klorofil ikut
terbawa setelah karoten. Pemisahan yang dihasilkan kurang optimum
sehingga pita warna yang dihasilkan tipis karena kolom yang kurang panjang.
Semain panjang kolom maka pemisahan yang terjadi semakin baik pemisahan.
Sampelnya pun harus semakin banyak. Fase gerak yang digunakan pun
semakin banyak. Waktunya juga semakin lama. Seharusnya praktik ini
dilakukan secara berkelanjutan dengan mengganti-ganti fase geraknya. Pada
praktik ini tidak digunakan CaCO3 dan sukrosa karena sulit untuk menghitung
nilai Rf nya (retention Faktor).
VIII. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang dilakukan, senyawa pigmen dalam sampel
daun suji dapat dipisahkan dan didapatkan nilai Rf pada pigmen warna hijau
sebesar 0,03 dan nilai Rf pada pigmen warna orange sebesar 0,05.
I. Tujuan
Memisahkan zat warna dalam zat warna campuran
Menghitung nilai Rf masing – masing warna hasil pemisahan
II. Prinsip
Pemisahan komponen zat warna akibat perbedaan laju migrasi masing-masing zat
warna dalam fase diam dan fase gerak. Pemilihan fase gerak yang tepat dapat
memisahkan komponen zat warna dengan sempurna.
III. Alat dan Bahan
Alat:
1. Pipa kapiler
2. Hair dryer
3. Pipet mohr
4. Chamber ascending yang memiliki 2 wadah eluen kiri dan kanan
Bahan:
1. Contoh dye mixture
2. Toluene
3. N-heksana
4. Plat KLT
IV. Cara Kerja
1. Pembuatan larutan fase gerak
3. Pengujian
5 mm 44mm 44 mm 5mm
(Toluena) (Toluena:n-heksana (6:4))
n-heksana
Perhitungan
Dye Mixture & Eluen n-heksana Toluena 4 : 6
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑆𝑝𝑜𝑡
Rf = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐸𝑙𝑢𝑒𝑛
5 𝑚𝑚
Rf = 44 𝑚𝑚 = 0,11
15 𝑚𝑚
Rf = 44 𝑚𝑚 = 0,34
20 𝑚𝑚
Rf = 44 𝑚𝑚 = 0,45
Dye Mixture & Eluen Toluena
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑆𝑝𝑜𝑡
Rf = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐸𝑙𝑢𝑒𝑛
12 𝑚𝑚
Rf = 44 𝑚𝑚 = 0,27
24 𝑚𝑚
Rf = = 0,54
44 𝑚𝑚
31,7 𝑚𝑚
Rf = = 0,72
44 𝑚𝑚
VI. Pembahasan
Kromatografi merupakan pemisahan berdasarkan kecepatan migrasi melalui fase
diam (stationer phase) yang dibawa oleh fase gerak (mobile phase). Kromatografi
digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-
komponennya.Kromatografi mempunyai dua fase yaitu fase diam dan fase gerak Apabila
fase diamnya zat padat disebut kromatografi serapan,dan jika fase diamnya zat cair
disebut kromatografi partisi.
Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan dan mengidentifikasi pigmen dari zat
warna campuran(dye mixture).percobaan ini menggunakan metode kromatografi serapan
(absorbsi),di mana silika gel bertindak sebagai fase diam dan eluen yang digunakan adalah
toluena serta toluena:heksana(4:6).Prinsip kerjanya didasarkan pada absorbsi komponen-
komponen campuran dengan afinitas berbeda terhadap permukaan fase diam.Absorben
bertindak sebagai fase diam dan fase geraknya adalah cairan yang mengalir membawa
komponen campuran sepanjang absorben.Sampel yang mempunyai afinitas besar
terhadap absorben akan secara selektif tertahan dan afinitasnya paling kecil akan
mengikuti aliran pelarut (Sulistiani, 2013).Afinitas merupakan kecenderungan suatu unsur
atau senyawa untuk membentuk ikatan kimia dengan unsur atau senyawa lain.
Langkah awal yang dilakukan pada percobaan ini yaitu membuat lempeng KLT
seukuran 5 x 10 cm.lalu masing-masing diberi garis ±1 cm pada daerah batas bawah dan
atas menggunakan pensil.pada sisi kiri diisi dengan toluena sedangkan dikanan diisi
dengan eluen campuran toluena:heksana(4:6).Kemudian sampel dye mixture
ditotolkan(spotting) menggunakan pipa kapiler pada lempeng KLT yang sudah ditandai
dengan pensil dengan jarak masing-masing penotolon 1 cm.penotolan dilakukan pada
kedua sisi plat atau lempeng.lempeng plat KLT yang sudah dispoting dimasukan ke
chamber dan diletakkan mendatar hingga kedua sisinya bersentuhan dengan
eluen.Setelah itu didiamkan hingga eluen sebelah kiri dan kanan masing-masing bergerak
kearah tengah.Pada saat melakukan pendiaman,chamber ditutup,dengan tujuan untuk
menjenuhkan atmosfer dalam chamber oleh uap pelarut/eluen.Penjenuhan udara dalam
chamber menghentikan penguapan pelarut, dikarenakan eluen yang digunakan
merupakan campuran senyawa organik yang mudah menguap (Kasman, 2010).Proses
dihentikan sebelum kedua eluen bercampur dengan cara lempeng diangkat dan
dikeringkan kemudian bisa dihitung nilai Rf masing-masing.
Pada metode kromatografi, terdapat 2 buah gaya merambat, yaiut gaya gravitasi
dan gaya kapiler. Perlakuan ini melibatkan gaya merambat kapiler, yaitu gaya merambat
ke atas yang terjadi pada eluen dengan membawa molekul analit. Sealanjutnya jarak
analit dihitung Rf-nya dengan rumus:
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑝𝑜𝑡
𝑅𝑓 =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐸𝑙𝑢𝑒𝑛
Nilai Rf digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga
menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering
juga disebut faktor retensi.
Dari hasil peraktikum didapatkan hasil-hasil berbeda,dari hasil perhitungan dengan
fase gerak toluena:heksana(4:6) maka diperoleh nilai Rf untuk warna biru: 0,11,warna
merah 0,34,warna kuning 0,45 sedangkan fase gerak toluena saja diperoleh nilai Rf warna
biru 0,27,warna merah 0,54,warna kuning 0,72.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemisahan dengan eluen toluena pemisahan
terjadi dengan cepat dan warna terpisah dengan jarak yang berbeda sehingga warna
dapat diamati dengan baik serta faktor retensi juga besar,sedangkan mengunakan
toluena:heksana pemisahan terjadi agak lambat,dan menggunakan toluena heksana tidak
terjadi pemisahan,hal ini disebabkan perbedaan sifat kepolaran toluena lebih bersifat
polar dari pada toluena:heksana dan heksana sedangkan sampl bersifat non-
polar,sehingga sampel akan tertahan di fase gerak yang bersifat non polar(heksana).
Panjang ukuran noda (analit) berbanding lurus dengan nilai Rf.dengan kata
lain,semakin panjang ukuran noda analit maka semakin besar pula nilai Rf yang
diperoleh.Nilai Rf yang sama menunjukkan karakteristik yang sama antara kedua analit.
Menurut Day, R.A (1999), faktor yang mempengaruhi daya serap absorben yaitu sifat
komponen,sifat absorben dan temperatur.jika semua faktor lainnya sama, semakin polar
suatu komponen/senyawa maka semakin kuat senyawa tersebut akan diabsorbsi; jika
faktor-faktor lain sama,berat molekul yang besar menyebabkan absorbsi; emakin polar
zat pelarut, semakin besar kecenderungannya untuk menguji tempat-tempat pada
permukaan yang diperebutkan dengan zat terlarut, dan oleh sebab itu zat terlarut akan
kurang diabsorbsi.Absorben-absorben yang paling lazim adalah zat padat yang secara
kasar dapat dikarakterisasi sebagai polar.Absorben-absorben seperti itu memperlihatkan
afinitas yang tinggi terhadap zat terlarut polar, terutama jika polaritas dari zat terlarut
tersebut rendah. Selain itu juga dapat dipengaruhi afinitas analit, di mana analit dengan
afinitas besar akan lebih banyak tertahan sehingga nilai Rf kecil.Untuk temperatur,daya
serap meningkat seiring dengan menurunnya temperatur.
VII. Simpulan
Dari hasil percobaan, komponen zat warna dalam Dye Mixture adalah warna biru,
merah dan kuning. Dengan perbandingan nilai Rf pada eluen campuran Toluena:Heksana
(6 : 4)dan nilai Rf pada eluen Toluena sebesar :
1. Biru = 0,11 ; 0,27
2. Merah = 0,34 ; 0,54
3. Kuning = 0,45 ; 0,72
Eluen yang tepat pada pemisahan ini adalah campuran Toluena :Heksana (6 : 4) dan
diketahui bahwa warna yang bersifat paling non-polar adalah kuning.
II. Prinsip
Asam-asam amino dipisahkan berdasarkan perbedaan kekuatan interaksi
antara fase diam dan fase gerak. Asam amino akan terbawa oleh fase gerak
dengan gaya dorong gaya kapilaritas. Asam amino yang berinteraksi kuat
dengan fase diam akan memiliki mobilitas yang rendah dibandingkan dengan
yang berinteraksi lemah dengan fase diam.
VI. Perhitungan
3.85 𝑐𝑚
1) Rf = 18.85 𝑐𝑚 = 0.20 Rf =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑆𝑝𝑜𝑡
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛
1.35 𝑐𝑚
2) Rf = 18.85 𝑐𝑚 = 0.07
4.05 𝑐𝑚
3) Rf = 18.85 𝑐𝑚 = 0.21
12.00 𝑐𝑚
4) Rf = 18.85 𝑐𝑚 = 0.64
3.50 𝑐𝑚
5) Rf = = 0.18
18.85 𝑐𝑚
12.00 𝑐𝑚
Rf = 18.85 𝑐𝑚 = 0.64
1.40 𝑐𝑚
6) Rf = 18.85 𝑐𝑚 = 0.07
3.90 𝑐𝑚
Rf = 18.85 𝑐𝑚 = 0.21
VII. Pembahasan
Asam amino adalah asam karboksilat yang mempunyai gugus amino yang terdapat
sebagai komponen protein yang mempunyai gugus –NH2 pada atom karbon alpha dari
posisi gugus –COOH. Dari rumus umum tersebut dapat dilihat bahwa atom karbon alpha
ialah atom karbon asimetrik, kecuali bila R adalah atom H. Oleh karena itu asam amino
juga memiliki sifat memutar bidang cahaya terpolarisasi atau aktifitas optic. Oleh karena
itu atom karbon itu asimetrik maka molekul asam amino mempunyai dua konfigurasi D
Pada penetepan ini standar asam amino yang digunakan adalah Standar L-Arigin,
Standar L-Cysteine, Standar L-Glutamic Acid, dan Standar L-Phenylalamin. Pada umumnya
asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organic non polar seperti eter,
aseton dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan asam karboksilat maupun
dengan sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun aromatic yang terdiri atas beberapa
atom karbon umumnya kurang larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organic.
Demikian pula amina pada umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut
organic.
Pada penetapan ini digunakan fase gerak ( butanol + asam asetat + air ) dengan
perbandingan ( 8 : 2 : 2 ) dalam 120 mL. kemudian di masukan ke dalam gelas ukur 2L lalu
di tutup untuk di jenuhkan. Proses penjunuhan di lakukan agar suasana dalam gelas ukur
bisa sama dengan fase gerak sehingga merata. Campuran atau sampel diteteskan sedikit
demi sedikit pada kertas kromatografi (kertas saring) pada titik tertentu dan ke-4 standar
juga diteteskan sedikit demi sedikit pada kertas saring yang sama tetapi pada titik
tertentu. Kemudian ujung kertas saring dicelupkan kedalam ke fase gerak harus merata
agar pada saat proses elusi tidak terjadi keluar jalur dan tetap lurus hingga spotnya
muncul. Pada proses elusi dilakukan selama 1x24 jam karena pada proses ini agak lama
sehingga di perlukan waktu yang panjang hingga mencapai jarak puncak fase gerak.
Pada percobaan kali ini sampel A diduga merupakan L-Arigin karena Rf antara
sampel A dan L-Arigin tidak berbeda jauh yaitu sampel A sebesar 0,18 sedangkan standar
L-Arigin sebesar 0,20 sehingga sampel merupakan L-Arigin. Pada sampel B diduga
merupakan L-cysteine karena Rf antara sampel B dan standar L-Cysteine sama sebesar
VIII. Kesimpulan
Syifa K (1617732)
I. Tujuan
II. Prinsip
Ion logam dalam sampel cairan dapat diuji secara kualitatif dengan
menggunakan metode kromatografi kertas. Ion logam dengan driving force gaya
kapilaritas datapat terbawa oleh fase gerak sampai jarak tertentu. Ion logam yang
pengertian ini kromatografi selalu melibatkan dua fasa, yaitu fasa diam dan fase
gerak. Fasa diam dapat berupa cairan dapat berupa eluen atau pelarut atau gas
pembawa yang inert. Gerakan fasa gerak ini mengakibatkan terjadinya migrasi
diam berupa lapisan tipis air yang terserap oleh kertas. Pengerjaannya sangat
sederhana, penempatan satu tetes larutan cuplikan pada kertas dan kemudian
Kromatografi kertas atau KK pada hakekatnya ialah KLT pada lapisan tipis
selulosa atau kertas. Cara ini ditemukan jauh sebelum KLT dan telah dipakai secara
seperti asam amino, gula, dan nukleotida. Metode ini merupakan KK dengan fase
diam cair biasanya air, berada pada serabut kertas. KK paling baik jika
dibandingkan dengan KLT pada lapisan tipis serbuk selulosa. KK tidak memerlukan
plat pendukung, dan kertas dapat dengan mudah diperoleh dalam bentuk murni
sebagai kertas saring. Lapisan selulosa harus dicetak atau dibeli khusus. Panjang
serabut pada kertas lebih panjang daripada serabut pada lapisan selulosa yang
lazim, menyebabkan lebih banyak terjadi diffusi ke samping dan bercak lebih
besar. Akhirnya lapisan selulosa lebih rapat dan pelarut lebih cenderung mengalir
kertas adalah kertas saring yakni selulosa. Sampel yang akan dianalisis ditotolkan
ke ujung kertas yang kemudian digantung dalam wadah. Kemudian dasar kertas
saring dicelupkan ke dalam pelarut yang mengisi dasar wadah. Fasa mobile phase
(pelarut) dapat saja beragam. Air, Etanol, asam asetat, atau campuran zat-zat ini
Pipa Kapiler
Kaca Arloji
Ketas Kromatografi
Etanol
HCl 5N
Akuades
KI 1%
V. Cara Kerja
1. Disaring sampel yang akan diuji tidak boleh mengandung banyak matriks
dan keruh.
2. Diukur diameter kertas, lebar diameter kertas harus lebih kecil dari
diameter bejana
F. Pengujian
sempurna
dikeringkan
Pengamatan
No Nama Bahan
Warna Bau Wujud Rf
Tabel D
VII. Perhitungan
1. Standar Ag
28,35 𝑐𝑚
= 41 𝑐𝑚
= 0,70
2. Standar Cu
32,25 𝑐𝑚
= 41 𝑐𝑚
= 0,79
3. Standar Pb
27,9 𝑐𝑚
= 41 𝑐𝑚
= 0,68
4. Sampel A
32,35 𝑐𝑚
= 41 𝑐𝑚
= 0,80
5. Sampel B
26,95 𝑐𝑚
=
41 𝑐𝑚
= 0,66
VIII. Pembahasan
diamnya berupa lapisan tipis air yang diserap oleh kertas. Selain air dapat juga
digunakan cairan lain (Soebagio Dkk, 2002). Tujuan percobaan kali ini yaitu
cara kromatografi kertas. Pada proses pengidentifikasian ion logam Pb, Ag, dan Cu
yang terikat pada kertas (selulosa) dan fase geraknya adalah larutan pengembang.
Kertas saring yang digunakan adalah kertas saring biasa dengan panjang 25 cm
dan lebar 12 cm. kertas saring biasa digunakan karena tipis dan mempunyai pori-
pori yang besar sehingga noda dapat merembes dengan cepat dan teratur. Garis
awal pada kertas dengan menggunakan pensil karena pensil terbuat dari bahan
grafit dimana ia tidak larut dalam eluen, berbeda dengan pulpen yang akan larut
karena dapat mempengaruhi besar spot. Spot yang terlalu besar tidak baik untuk
sehingga dapat menyusahkan pembacaan noda. Maka dari itu digunakan pipa
larutan fase gerak. Totolan cuplikan diusahakan tidak terendam dalam eluen
karena larutan yang akan diidentifikasi bisa ikut larut dalam pelarut dan
rusak sehingga tidak dapat diidentifikasi lagi. Kertas pun tidak boleh menyentuh
dinding wadah karena akan menganggu pendistribusian warna yang akan muncul.
Selanjutnya wadah ditutup dengan tujuan agar eluen tidak menguap dan
Komponen cuplikan akan terbawa oleh rembesan dan saat telah mencapai
batas akhir kertas dapat diangkat. Untuk memperjelas penampakkan noda, kertas
tersebut dikeringkan baru kemudian disemprot dengan larutan KI. Larutan kalium
dengan Rf 0.70 Pb warna kuning dengan Rf 0.68 dan Rf Cu 0.79 yaitu warna
kuning. Untuk komponen campuran, noda yang terbentuk yaitu warna putih
dengan Rf 0,97.. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai Rf untuk setiap ion
komponen juga berbeda. Larutan campuran memiliki nilai Rf yang paling besar
disebabkan karena larutan tersebut memiliki kelarutan yang besar. Hal ini
yang lebih besar sehingga komponen yang memiliki sifat yang sama dengan
larutan pengembang akan bergerak lebih cepat sehingga nilai Rfnya akan besar
pula.
IX. Simpulan
1. Standar Ag : 0.70
2. Standar Cu : 0.79
3. Standar Pb : 0.68
4. Sampel A : 0.80
5. Sampel B : 0.66
X. Daftar pustaka
Ya, Perlu dilakukan karena untuk memastikan pekerjaan yang dilakukan sudah baik
Tidak bisa, Karena etanol dan HNO3 dicampurkan dapat membentuk camperan
Bisa dengan mengukur area spot spot yang terpisah menggunakan alat ukur