Wa0015
Wa0015
Beliau sendiri lahir di Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Mei 1889, Hari kelahirannya kemudian diperingati
setiap tahun oleh Bangsa Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Beliau sendiri terlahir dari
keluarga Bangsawan, ia merupakan anak dari GPH Soerjaningrat, yang merupakan cucu dari Pakualam III.
Terlahir sebagai bangsawan maka beliau berhak memperoleh pendidikan untuk para kaum bangsawan.
Ia pertama kali bersekolah di ELS yaitu Sekolah Dasar untuk anak-anak Eropa/Belanda dan juga kaum
bangsawan. Selepas dari ELS ia kemudian melanjutkan pendidikannya di STOVIA yaitu sekolah yang
dibuat untuk pendidikan dokter pribumi di kota Batavia pada masa kolonial Hindia Belanda, yang kini
dikenal sebagai fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Meskipun bersekolah di STOVIA, Ki Hadjar
Dewantara tidak sampai tamat sebab ia menderita sakit ketika itu.
Ki Hadjar Dewantara cenderung lebih tertarik dalam dunia jurnalistik atau tulis-menulis, hal ini
dibuktikan dengan bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar pada masa itu, antara lain,
Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Gaya
penulisan Ki Hadjar Dewantara pun cenderung tajam mencerminkan semangat anti kolonial. Seperti yang
ia tuliskan berikut ini dalam surat kabar De Expres pimpinan Douwes Dekker :
..Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri
yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil,
tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.
Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula
kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang
terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander
diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya.
Tulisan tersebut kemudian menyulut kemarahan pemerintah Kolonial Hindia Belanda kala itu yang
mengakibatkan Ki Hadjar Dewantara ditangkap dan kemudian ia diasingkan ke pulau Bangka dimana
pengasingannya atas permintaannya sendiri. Pengasingan itu juga mendapat protes dari rekan-rekan
organisasinya yaitu Douwes Dekker dan Dr. Tjipto Mangunkusumo yang kini ketiganya dikenal sebagai
'Tiga Serangkai'. Ketiganya kemudian diasingkan di Belanda oleh pemerintah Kolonial.
Advertisement
Berdirinya organisasi Budi Utomo sebagai organisasi sosial dan politik kemudian mendorong Ki Hadjar
Dewantara untuk bergabung didalamnya, Di Budi Utomo ia berperan sebagai propaganda dalam
menyadarkan masyarakat pribumi tentang pentingnya semangat kebersamaan dan persatuan sebagai
bangsa Indonesia. Munculnya Douwes Dekker yang kemudian mengajak Ki Hadjar Dewantara untuk
mendirikan organisasi yang bernama Indische Partij yang terkenal.
Pada tahun 1913, Ki Hadjar Dewantara kemudian mempersunting seorang wanita keturunan bangsawan
yang bernama Raden Ajeng Sutartinah yang merupakan putri paku alaman, Yogyakarta.
Dari pernikahannya dengan R.A Sutartinah, Ki Hadjar Dewantara kemudian dikaruniai dua orang anak
bernama Ni Sutapi Asti dan Ki Subroto Haryomataram. Selama di pengasingannya, istrinya selalu
mendampingi dan membantu segala kegiatan suaminya terutama dalam hal pendidikan.
Kemudian pada tahun 1919, ia kembali ke Indonesia dan langsung bergabung sebagai guru di sekolah
yang didirikan oleh saudaranya. Pengalaman mengajar yang ia terima di sekolah tersebut kemudian
digunakannya untuk membuat sebuah konsep baru mengenai metode pengajaran pada sekolah yang ia
dirikan sendiri pada tanggal 3 Juli 1922, sekolah tersebut bernama Nationaal Onderwijs Instituut
Tamansiswa yang kemudian kita kenal sebagai Taman Siswa.
Di usianya yang menanjak umur 40 tahun, tokoh yang dikenal dengan nama asli Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat resmi mengubah namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara, hal ini ia maksudkan agar ia
dapat dekat dengan rakyat pribumi ketika itu.
Ia pun juga membuat semboyan yang terkenal yang sampai sekarang dipakai dalam dunia pendidikan
Indonesia yaitu :
Selepas kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tahun 1945, Ki Hadjar Dewantara kemudian diangkat oleh
Presiden Soekarno sebagai Menteri pengajaran Indonesia yang kini dikenal dengan nama Menteri
Pendidikan. Berkat jaa-jasanya, ia kemudian dianugerahi Doktor Kehormatan dari Universitas Gadjah
Mada.
Selain itu ia juga dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional dan juga sebagai Pahlawan
Nasional oleh presiden Soekarno ketika itu atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan bangsa
Indonesia. Selain itu, pemerintah juga menetapkan tanggal kelahiran beliau yakni tanggal 2 Mei
diperingati setiap tahun sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ki Hadjar Dewantara Wafat pada tanggal 26
April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata. Wajah beliau diabadikan pemerintah
kedalam uang pecahan sebesar 20.000 rupiah.