Hipertensi
Hipertensi
Tekanan darah
Jantung berfungsi untuk untuk menylurkan darah melalui pembuluh ke organ dan
kemudian kembali. Saat jantung mengalami kontraksi darah dengan pesat dipompa ke dalam
aorta dengan tekanan agak tinggi , dari sini darah dialirkan berangsur-angsur ke dalam arteri
ddan arteriole lainnya engan tekanan semakin berkurang. Tekanan ini diperlukan agar darah
mencapai seluruh organ dan jaringan, dan kemudian dapat mengalir kembali ke jantung
melalui vena.
Pada pengukuran tekanan darah terdapat tekanan darah sistolisdan tekanan darah diastolis.
Tekanan darah sistolis adalah tekanan pada dinding arteriol saat jantung menuncup sementara
tekananan darah diastolis adalah saat jantung telah mengendur. Tekanan darah sistolis selalu
lebih tinggi dari tekanan darah diastolis. Tensi darah dipengaruhi oleh detak jantung.
1. Pemeriksaan retina
2. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan
jantung
3. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
4. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
5. Pemeriksaan renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi
ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
6. Foto dada dan CT scan
Hipertensi memerlukan penangan khusus, hal ini karena jika hipertensi tidak ditangani
dengan benar maka akan timbul risiko-risiko seperti gagal jantung, hal ini disebabkan
karena tekanan darah yang terlampau tinggi menyebabkan jantung memompa lebih keras.
Selain itu juga hipertensi dapat meningkatkan risiko terjadinta stroke akibat pecahnya
suatu kapiler, dan mungkin juga infark jantung. Tak hanya itu, hipertensi juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya cacat pada ginjal dan pembuluh mata, yang dapagt
mengakibatkan kemunduran penglihatan.
C. Tipe-tipe Hipertensi
1. Tekanan darah tinggi primer
Hampir 95% dari semua kasus hipertensi yang ditemukan adalah tekanan darah tinggi
primer atau disebut juga hipertensi esensial. Penyebabnya adalah gabungan dari
beberapa faktor yakni gen, gaya hidup, berat badan, dan lainnya. Biasanya, dokter
menyarankan untuk melakukan modifikasi pada gaya hidup dan pola makan. Jika
perubahan gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah, dokter biasanya akan
memberikan obat-obatan untuk menormalkan tekanan darah.
2. Tekanan darah tinggi sekunder.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor penyebab hipertensi
sekunder yang paling umum adalah kerusakan dan disfungsi ginjal. Penyebab lainnya
adalah tumor, masalah pada kelenjar tiroid, kondisi selama kehamilan, dan lain-lain.
Biasanya, hipertensi jenis ini bisa disembuhkan jika penyebabnya lebih dulu
disembuhkan.
3. Tekanan darah tinggi maligna
Ini adalah jenis hipertensi yang paling parah dan cepat berkembang. Hipertensi
maligna sangat cepat untuk merusak organ dalam tubuh. Jika dalam lima tahun
hipertensi maligna tidak diobati, konsekuensinya adalah kematian yang disebabkan
oleh kerusakan otak, jantung, dan gagal ginjal. Namun, hipertensi jenis ini dapat
diobati dengan catatan pengobatan dilakukan secara intensif dan berkelanjutan.
Seseorang yang menderita hipertensi jenis ini merasakan kebas di sekujur tubuh,
penglihatan kabur, kecemasan, dan sangat kelelahan.
6. Hipertensi resisten
Penderita hipertensi resisten tidak merespon obat apapun lagi. Hipertensi dikatakan
resisten jika 3 jenis obat tidak sanggup menurunkan tekanan darah. Maka diperlukan
4 macam jenis obat untuk menurunkan tekanan darah.
Dari enam jenis hipertensi yang ada memang hanya dua jenis yang paling sering
ditemukan, yaitu hipertensi primer dan sekunder.
D. Klasifikasi Hipertensi
Jika tekanan darah sistol dan distol pasien berada pada kategori yang berbeda,
maka resiko kardiovaskuler, keputusan pengobatan, dan perkiraan afektivitas
pengobatan difokuskan pada kategori dengan nilai lebih.
Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada hipertensi
sistol-distol (tingkat 1, 2 dan 3). Namun tekanan diastol yang rendah (60-70
mmHg) harus dipertimbangkan sebagai resiko tambahan.
Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk memulai
pengobatan adalah fleksibel tergantung pada resiko kardiovaskuler total.
Tabel 4
Klasifikasi menurut ESH
Kategori Tekanan Tekanan
Darah Sistol Darah Diastol
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi sistol ≥ 140 Dan < 90
terisolasi
(Sumber: Mancia G, 2007)
5. Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blcks (ISHIB) (Douglas
JG, 2003)
Klasifikasi yang dibuat oleh ISHIB adalah:
Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien termasuk ke dalam dua kategori yang
berbeda, maka klasifikasi yang dipilih adalah berdasarkan kategori yang lebih
tinggi.
Diagnosa hipertensi pada dasarnya adalah rata-rata dari dua kali atau lebih
pengukuran yang diambil pada setiap kunjunga.
Hipertensi sistol terisolasi dikelompokkan pada hipertensi tingkat 1 sampai 3
berdasarkan tekanan darah sistol (≥ 140 mmHg) dan diastole ( < 90 mmHg).
Peningkatan tekanan darah yang melebihi target bersifat kritis karena setiap
peningkatan tekanan darah menyebabkan resiko kejadian kardiovaskuler.
Tabel 5
Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB
Kategori Tekanan Tekanan
Darah Sistol Darah Diastol
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 dan/atau < 85
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi Tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi Tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi Sistol ≥ 140 dan < 90
terisolasi
(Sumber: Douglas JG, 2003)
6. Klasifikasi berdasarkan hasil konsesus Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Sani, 2008).
Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhimpunan hipertensi Indonesia 13-
14 Januari 2007 di Jakarta, telah diluncurkan suatu konsensus mengenai pedoman
penanganan hipertensi di Indonesia yang ditujukan bagi mereka yang melayani
masyarakat umum:
Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standar dan ditujukan
untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini kebanyakan diambil dari pedoman
Negara maju dan Negara tetangga, dikarenakan data penelitian hipertensi di
Indonesia yang berskala Nasional dan meliputi jumlah penderita yang banyak
masih jarang.
Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan
diastolik dengan merujuk hasil JNC dan WHO.
Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan tingginya tekanan
darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan organ target dan penyakit penyerta
tertentu.
Tabel 6
Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia
F. Pencegahan Hipertensi
Walaupun faktor keturunan memegang peranan penting pada terjadinya hipertensi, namun
tetapa saja cara dan pola hidup dalam menjauhi hipertensi harus tetap diterapkan, misalnya
1. Menguruskan badan
Berat badan yang berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan
perluasan sistem sirkulasi .
2. Mengurangi konsumsi garam
Seperti yang telah diketahui Ion natrium menyebabkan retensi air, sehingga volume
darah bertambah dan menyebabkan daya-tahan pembuluh meningkat.
3. Membatasi kolestrol diet
Fungsinya adalah untuk membatasi risiko atheroclerosis, dan anttilipemika.
4. Berhenti merokok
Nikotin dalam rokok memperkuat kerja jantung dan menciutkan arteri kecil hingga
sirkulasi darah berkurang dan tekanan darah meningkat.
5. Membatasi konsumsi kopi
Kofein dalam kopi dapat menciutkan pembuluh yang secara akut dapat meningkatkan
tekanan darah dengan terjadinya gangguan ritme.
6. Membatasi konsumsi minuman beralkohol
Alkohol mimiliki khasiat vasodilatasi, peningkatan HDL-kolestrol, fibrinolitis, dan
mengurangi kecendrungan pembekuan darah.
7. Istirahat dan tidur dengan cukup
Istirahat dan tidur cukup penting karena pada periode tersebut tekanan darah menurun.
8. Melakukan olah raga teratur
Olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah sebab saraf parasimpatik menjadi
relatif lebih aktif daripada sistem simpatik dengan antara lain kerja
vasokonstriksinya.
Beberapa pilihan obat yang saat ini digunakan untuk mengatasi hipertensi, diantaranya
adalah :
1. Diuretika
2. Alfa-receptor blocker
3. Beta-receptor blocker
4. Obat-obat SSP
5. Antagonis kalsium
6. Penghambat ACE dan AT-II-receptor blocker
7. Vasodilator
Mekanisme kerja dari obat-obat hipertensi bermacam-macam dan dapat dibagi dalam
beberapa jenis, yaitu :
1. Meningkatkan pengeluaran air dari tubuh, diuretika
2. Memperlambat kerja jantung, beta blockers
3. Memperlebar pembuluh, vasodilator langsung(di/hidralaxin, minoxidil), antagonis
kalsium.
4. Menstimulasi SSP, alfa 2-agonis sentral seperti klonidin dan moxonidin
5. Mengurangi pengaruh SSO pada jantung dan pembuluh, alfa -1 dan 2-blockers
(fentolamin), beta blockers (propanolol, atenlo,metoprolol), alfa/beta-blockers
(labetolol dan carvedilol)
1. Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis. Pengurangan
volume plasma dan Stroke Volume (SV) berhubungan dengan dieresis dalam penurunan
curah jantung (Cardiac Output, CO) dan tekanan darah pada akhirnya. Penurunan curah
jantung yang utama menyebabkan resitensi perifer. Pada terapi diuretik pada hipertensi
kronik volume cairan ekstraseluler dan volume plasma hampir kembali kondisi
pretreatment.
Thiazide
Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi, golongan
lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah. Penderita dengan fungsi ginjal
yang kurang baik Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) diatas 30 mL/menit, thiazide
merupakan agen diuretik yang paling efektif untuk menurunkan tekanan darah. Dengan
menurunnya fungsi ginjal, natrium dan cairan akan terakumulasi maka diuretik jerat
Henle perlu digunakan untuk mengatasi efek dari peningkatan volume dan natrium
tersebut. Hal ini akan mempengaruhi tekanan darah arteri. Thiazide menurunkan
tekanan darah dengan cara memobilisasi natrium dan air dari dinding arteriolar yang
berperan dalam penurunan resistensi vascular perifer.
Diuretik Hemat Kalium
Diuretik Hemat Kalium adalah anti hipertensi yang lemah jika digunakan tunggal.
Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretik dikombinasikan dengan diuretik hemat
kalium thiazide atau jerat Henle. Diuretik hemat kalium dapat mengatasi kekurangan
kalium dan natrium yang disebabkan oleh diuretik lainnya.
Antagonis Aldosteron
Antagonis Aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga tetapi lebih
berpotensi sebagai antihipertensi dengan onset aksi yang lama (hingga 6 minggu
dengan spironolakton).
2. Beta Blocker
Mekanisme hipotensi beta bloker tidak diketahui tetapi dapat melibatkan menurunnya
curah jantung melalui kronotropik negatif dan efek inotropik jantung dan inhibisi
pelepasan renin dan ginjal.
Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol merupakan kardioselektif pada
dosis rendah dan mengikat baik reseptor β1 daripada reseptor β2. Hasilnya agen
tersebut kurang merangsang bronkhospasmus dan vasokontruksi serta lebih aman
dari non selektif β bloker pada penderita asma, penyakit obstruksi pulmonari
kronis (COPD), diabetes dan penyakit arterial perifer. Kardioselektivitas
merupakan fenomena dosis ketergantungan dan efek akan hilang jika dosis tinggi.
Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol memiliki aktivitas intrinsik
simpatomimetik (ISA) atau sebagian aktivitas agonis reseptor β.
6. Alpha blocker
Prasozin, Terasozin dan Doxazosin merupakan penghambat reseptor α1 yang
menginhibisi katekolamin pada sel otot polos vascular perifer yang memberikan efek
vasodilatasi. Kelompok ini tidak mengubah aktivitas reseptor α2 sehingga tidak
menimbulkan efek takikardia.
7. VASO-dilator langsung
Hedralazine dan Minokxidil menyebabkan relaksasi langsung otot polos arteriol.
Aktivitasi refleks baroreseptor dapat meningkatkan aliran simpatetik dari pusat fasomotor,
meningkatnya denyut jantung, curah jantung, dan pelepasan renin. Oleh karena itu efek
hipotensi dari vasodilator langsung berkurang pada penderita yang juga mendapatkan
pengobatan inhibitor simpatetik dan diuretik.
8. Inhibitor Simpatetik Postganglion
Guanethidin dan guanadrel mengosongkan norepinefrin dari terminal simpatetik
postganglionik dan inhibisi pelepasan norepinefrin terhadap respon stimulasi saraf
simpatetik. Hal ini mengurangi curah jantung dan resistensi vaskular perifer .
9. Agen-agen obat yang beraksi secara sentral
10. VASO-dilator langsung
H. Penanganan non-farmakologis
Selain kelima hal di atas, penderita hipertensi juga harus mengonsumsi makanan yang
bergizi bagi tubuh. Untuk menjaga kesehatan, sebaiknya asupan makanan nabati ditingkatkan,
khususnya makanan yang banyak mengandung kalium, karbohidrat kompleks, serta, kalsium,
magnesium, vitamin C, dan asam lemak esensial. Selain itu, mengonsumsi sedikit asam
lemak jenuh dan karbohidrat sederhana juga bermanfaat untuk menjaga tekanan darah tetap
normal.
Makanan yang baik bagi pengidap hipertensi adalah seledri, bawang putih, bawang
bombai, bawang merah, biji-bijian, kacang-kacangan, minyak yang mengandung asam lemak
esensial, ikan air dingin seperti salmon, tenggiri, sayuran berdaun hijau (yang kaya
magnesium dan kalsium), padi-padian utuh, kacang polong yang kandungan seratnya tinggi,
serta makanan kaya vitamin C (seperti brokoli, jeruk sitrus, jambu, dll).
Seledri merupakan makanan yang sangat baik bagi pengidap hipertensi karena seledri
mengandung 3-n-butyl phthalide yang dapat menurunkan tekanan darah dan kolesterol.
Makanlah 4 tangkai seledri setiap hari, maka tensi pun akan turun. Bawang merah, bawang
bombai, dan bawang putih juga makanan yang baik untuk menurunkan tekanan darah dan
menurunkan kolesterol. Karena mengandung sulfur, bawang putih dapat menurunkan tensi
tensi sistolik antara 8 mmHg – 11 mmHg, dan tekanan diastolik sekitar 8 mmHg.
Kalium merupakan mineral yang baik untuk menurunkan atau mengendalikan tensi.
Kalium (atau potasium) membantu menjaga keseimbangan air, tekanan darah, keseimbangan
asam-basa, fungsi kontraksi otot, sel saraf, jantung, ginjal, dan kelenjar adrenal. Selain itu,
peranan kalium juga sangat penting dalam mengubah gula darah menjadi gula otot (glikogen),
yang disimpan dalam otot dan hati. Glikogen merupakan sumber tenaga yang digunakan otot
untuk berkontraksi, sehingga kekurangan kalium dapat membuat tubuh lelah dan otot lemah.
Dalam sehari Anda dapat mengonsumsi kalium sebanyak 2,5 – 5 gram. Kalium dapat
menurunkan tekanan darah sistolik sekitar 12 mmHg dan diastolik sebanyak rata-rata 16
mmHg. Kalium terutama sangat baik bagi mereka yang berusia di atas 60 tahun, yang tidak
merespons obat anti-hipertensi. Berhati-hatilah mengonsumsi kalium jika ada gangguan
ginjal, sedang menggunakan obat digitalis, diuretik, atau ACE inhibitor.
Selain kalium, magnesium juga merupakan mineral yang penting bagi penderita
hipertensi. Jika kadar magnesium dalam sel darah rendah, kadar kalium pun rendah.
Magnesium baik dikonsumsi sebagai suplemen dengan dosis 400 – 1.200 miligram per hari,
dan dikonsumsi beberapa kali serta diberikan bersama kalium. Magnesium dapat menurunkan
tekanan darah sekitar 9 mmHg. Asupan magnesium yang ideal adalah sekitar 6 miligram
untuk setiap 2,2 pon berat badan Anda.
Bagi penderita sakit ginjal dan penyakit jantung berat, sebaiknya tidak mengonsumsi
kalium dan magnesium, kecuali di bawah pengawasan dokter.
I. Resep
dr. Bambang W
Alamat praktek: jl Cibuni 1 no 4 Malang , 0341-637
1616
Jam praktek : pagi 06.00 – 08.00 , sore 17.00 – 20.0
0
SIP:345 IDI: 134/ 2013
Tanggal :04- April 2014
R/
Captensin 25 mg XX
S 2 dd 1 tab
Hidroklorotiazid X
S 1 dd 1 tab
Simvastatin X
S 2 dd 1 tab
paraf dokter
pro : ibu. xxx
umur : 55 th
alamat :jl.Sanan gg 6 no. 7
1. Captensin
Zat aktif : Catopril
Sediaan :
Captensin® 12,5 mg tablet (1 box berisi 5 strip @ 10 tablet)
Captensin® 25 mg tablet (1 box berisi 5 strip @ 10 tablet)
Farmakologi :
Captensin® mengandung zat aktif Captopril merupakan penghambat yang kompetitif
terhadap enzim pengubah angiotensin-I menjadi angiotensin-II / angiotensin
converting enzyme (ACE). Captopril mencegah terjadinya perubahan dari
angiotensin-I menjadi angiotensin II, salah satu senyawa yang dapat menaikkan
tekanan darah. Captopril dan metabolitnya diekskresi terutama melalui urin. Eliminasi
waktu paruh Captopril meningkat dengan menurunnya fungsi ginjal dimana kecepatan
eliminasi berhubungan dengan bersihan kreatinin.
Indikasi :
Pengobatan hipertensi ringan sampai sedang. Pada hipertensi berat digunakan bila
terapi standar tidak efektif atau tidak dapat digunakan.
Pengobatan gagal jantung kongesti, digunakan bersama dengan diuretik dan bila
mungkin dengan digitalis.
Kontra indikasi :
Penderita yang hipersensitif terhadap Captopril atau penghambat ACE lainnya
(misalnya pasien mengalami angioedema selama pengobatan dengan penghambat
ACE lainnya).
Wanita hamil atau yang berpotensi hamil.
Wanita menyusui.
Gagal ginjal.
Stenosis aorta.
Dosis :
Hipertensi ringan sampai sedang.
Dosis awal Captensin® 12,5 mg, 2 kali sehari. Dosis pemeliharaan 25 mg, 2 kali
sehari, yang dapat ditingkatkan selang 2–4 minggu, hingga diperoleh respon yang
memuaskan. Dosis maksimum 50 mg, 2 kali sehari. Diuretik tiazida dapt
ditambahkan jika belum diperoleh respon yang memuaskan. Dosis diuretik dapat
ditingkatkan selang 1–2 minggu hingga diperoleh respon optimum atau dosis
maksimum dicapai.
Hipertensi berat.
Dosis awal Captensin® 12,5 mg, 2 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan bertahap
menjadi maksimum 50 mg , 3 kali sehari. Captensin® harus digunakan bersama obat
anti hipertensi lain dengan dilakukan penyesuaian dosis. Dosis Captensin® jangan
melebihi 150 mg sehari.
Gagal jantung.
Captensin® digunakan bila terapi dengan diuretik tidak memadai untuk mengontrol
gejala-gejala. Dosis awal 6,25 mg atau 12,5 mg dapat meminimalkan efek
hipotensif sementara. Dosis pemeliharaan 25 mg, 2–3 kali sehari, dapat
ditingkatkan bertahap dengan selang paling sedikit 2 minggu. Dosis maksimum 150
mg sehari.
Usia lanjut
Dianjurkan penggunaan dosis awal yang rendah, mengingat kemungkinan
menurunnya fungsi ginjal atau organ lain pada penderita usia lanjut.
Anak-anak
Dosis awal Captensin® 0,3 mg/kg berat badan sampai maksimum 6 mg/kg berat
badan perhari dalam 2–3 dosis, tergantung respon.
Efek samping :
Proteinuria, peningkatan ureum darah dan kreatinin.
Idiosinkrasi, rash, terutama pruritus.
Neutropenia, anemia, trombositopenia.
Hipotensi.
Interaksi obat:
Obat-obat imunosupresan dapat menyebabkan diskrasia darah pada pengguna
Captopril dengan gagal ginjal.
Suplemen potassium atau obat diuretik yang mengandung potassium, dapat terjadi
peningkatan yang berarti pada serum potassium.
Probenesid, dapat mengurangi bersihan ginjal dari Captopril.
Obat antiinflamasi non steroid, dapat mengurangi efektivitas antihipertensi.
Obat diuretik meningkatkan efek antihipertensi Captopril.
Captopril dilaporkan bekerja sinergis dengan vasodilator perifer seperti minoxidil.
2. Hidroklorotiazid
Sediaan :
Tablet 25 mg, 50 mg
Indikasi :
Edema, hipertensi
Kontraindikasi :
hipokalemia yang refraktur, hiponatremia, hiperkalsemia, gangguan ginjal dan hati
yang berat, hiperurikemia yang simptomatik, penyakit adison.
Dosis :
Edema : dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada pagi hari;
dosis pemeliharaan 5-10 mg 1-3 kali seminggu.
Hipertensi : 12,5 – 25 mg perhari dosis tunggal pada pagi hari
Efek Samping :
hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan; impotensi (reversibel bila
obat dihentikan); hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperkalsemia,
alkalosis hipokloremanik, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia, dan peningkatan kadar
kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit, fotosensitivitas, ganggan darah (termasuk
neutropenia dan trombositopenia, bila diberikan pada masa kehamilan akhir);
pankreatitis, kolestasis intrahepatik dan reaksi hipersensitivitas.
3. Simvastatin
Komposisi :
Tablet salut selaput
Tiap tablet salut selaput mengandung : Simvastatin 10 mg
Farmakologi :
Simvastatin adalah senyawa antilipermic derivat asam mevinat yang mempunyai
mekanisme kerja menghambat 3-hidroksi-3-metil-glutaril-koenzim A (HMG-CoA)
reduktase yang mempunyai fungsi sebagai katalis dalam pembentukan kolesterol.
HMG-CoA reduktase bertanggung jawab terhadap perubahan HMG-CoA menjadi
asam mevalonat. Penghambatan terhadap HMG-CoA reduktase menyebabkan
penurunan sintesa kolesterol dan meningkatkan jumlah reseptor Low Density
Lipoprotein (LDL) yang terdapat dalam membran sel hati dan jaringan ekstrahepatik,
sehingga menyebabkan banyak LDL yang hilang dalam plasma.
Simvastatin cenderung mengurangi jumlah trigliserida dan meningkatkan High
Density Lipoprotein (HDL) kolesterol.
Indikasi :
Sebelum memulai terapi dengan simvastatin, singkirkan dulu penyebab
hiperkolesterolemia sekunder (misal: diabetes melitus tidak terkontrol, hipertiroidisme,
sindroma nefrotik, disproteinemia, penyakit hati obstruktif, alkoholisme serta terapi
dengan obat lain) dan lakukan pengukuran profil lipid total kolesterol, HDL kolesterol
dan trigliserida. Penurunan kadar kolesterol total dan LDL pada penderita
hiperkolesterolemia primer, bila respon terhadap diet dan penatalaksanaan non
farmakologik saja tidak memadai. Simvastatin meningkatkan kadar kolesterol HDL
dan karenanya menurunkan rasio LDL/HDL serta rasio kolesterol total/LDL.
Meskipun mungkin bermanfaat mengurangi kolesterol LDL yang meninkat pada
penderita dengan hiperkolesterolemia campuran dan hipertrigliseridemia (dengan
hiperkolesterolemia sebagai kelainan utama), namun simvastatin belum diteliti pada
kelainan utama berupa peningkatan kadar Chylemicron.
Kontraindikasi :
Pasien yang mengalami gagal fungsi hati atau pernah mengalami gagal fungsi hati.
Pasien yang mengalami peningkatan jumlah serum transaminase yang abnormal.
Pecandu alkohol.
Bagi wanita hamil dan menyusui.
Hipersensitif terhadap simvastatin.
Dosis :
Penderita harus melakukan diet pengurangan kolesterol baku sebelum dan selama
memulai pengobatan dengan simvastatin dan harus melanjutkan diet selama
pengobatan dengan simvastatin. Dosis awal 10 mg/hari sebagai dosis tunggal malam
hari. Dosis awal untuk pasien dengan hiperkolesterolemia ringan sampai sedang 5
mg/hari.
Pengaturan dosis dilakukan dengan interval tidak kurang dari 4 minggu sampai
maksimal 40 mg/hari (diberikan malam hari). Lakukan pengukuran kadar lipid dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu dan dosis disesuaikan dengan respon penderita.
Pada pasien yang diobati dengan obat-obat imunosupresan bersama HMG-CoA
reduktase inhibitor, dosis simvastatin yang dianjurkan adalah terendah. Bila kadar
kolesterol LDL < 75 mg/dl (1,94 mmol/l) atau kadar total kolesterol plasma < 140
mg/dl (3,6 mmol/l) maka perlu dipertimbangkan pengurangan dosis simvastatin.
Efek samping :
Sakit kepala, konstipasi, nausea, flatulen, diare, dispepsia, sakit perut, fatigue,
nyeri dada dan angina.
Astenia, miopathy, ruam kulit, rhabdomyolisis, hepatitis, angioneurotik edema
terisolasi.
Pernah dilaporkan:
Neurologik: disfungsi saraf kranial, tremor, pusing, gangguan psikis, anxiety,
insomnia, depresi, vertigo, hilang memori, parestesia, neuropati
perifer, pheripheral nerve palsy.
Reaksi hipersensitifitas: anaphylaxis, angioedema, sindrom menyerupai lupus
erythematosus, polymialgia rheumatika, vasculitis, positive ANA, eosinophilia,
arthritis, arthralgia, urtikaria, malaise, dispepsia, toksik epidermalnecrolysis,
erythema multiforme, termasuk syndrome Stevens Johnson pernah dilaporkan
(sangat jarang).
Gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah, diare, pankreatitis, dispepsia.
Kulit : alopesia, pruritus.
Organ reproduksi : ginekomastia, libido berkurang, disfungsi erektil.
Mata : oftalmoplegia, progesifitas katarak.
Laboratorium : peningkatan serum transaminase, serumcreatinine phosphokinase.
Interaksi obat :
Bila simvastatin dikombinasikan dengan siklosporin, eritromisin, gemfibrozil dan
niacin dapat menyebabkan peningkatan resiko terjadi myopathy dan rhabdomyolisis.