Biokimia Diabetes Melitus Tipe Ii: Januari 2015
Biokimia Diabetes Melitus Tipe Ii: Januari 2015
Biokimia Diabetes Melitus Tipe Ii: Januari 2015
OLEH
Januari 2015
1. Penyakit Degeneratif
Penyakit degeneratif merupakan istilah yang secara medis digunakan untuk
menerangkan adanya suatu proses kemunduran fungsi sel saraf tanpa sebab yang
diketahui, yaitu dari keadaan normal sebelumnya ke keadaan yang lebih buruk. Penyebab
penyakit sering tidak diketahui, termasuk diantaranya kelompok penyakit yang
dipengaruhi oleh faktor genetik atau paling sering terjadi pada salah satu anggota
keluarga (faktor familial) sehingga sering disebut penyakit heredodegeneratif. Proses
penuaan dan penyakit degeneratif dari sel memiliki proses dasar yang sama. Salah satu
contoh penyakit degeneratif adalah diabetes mellitus tipe 2.
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kelainan sekresi insulin, kerja
insulin maupun kedua-duanya. Diabetes melitus terbagi menjadi dua tipe yaitu diabetes
melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2.
a. Etiologi DM tipe 2
Faktor genetik : memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi Insulin.
Faktor usia : resistensi insulin cenderung menigkat pada usia di atas 65
tahun.
Obesitas : berkaitan dengan resistensi insulin, maka kemungkinan
besar terjadi gangguan toleransi glukosa
b. Patofisiologi
Pada diabetes tipe 2 terdapat beberapa masalah utama yaitu
o Resistensi insulin
Resistensi insulin terjadi akibat penurunan kemampuan hormon insulin untuk
bekerja secara efektif pada jaringan-jaringan target perifer (terutama pada otot
dan hati). Resistensi terhadap insulin merupakan hal yang relatif. Untuk
mencapai kadar glukosa darah yang normal dibutuhkan kadar insulin plasma
yang tinggi. Pada orang dengan diabetes melitus tipe 2, terjadi penurunan pada
penggunaan maksimum insulin, yaitu lebih rendah 30 - 60 % daripada orang
normal. Resistensi terhadap kerja insulin menyebabkan terjadinya gangguan
penggunaan insulin oleh jaringan-jaringan yang sensitif dan
meningkatkan pengeluaran glukosa hati. Kedua efek ini memberikan
kontribusi terjadinya hiperglikemi pada diabetes. Peningkatan pengeluaran
glukosa hati digambarkan dengan peningkatan FPG (Fasting Plasma Glukose)
atau kadar gula puasa (BSN). Pada otot terjadi gangguan pada penggunaan
glukosa secara non oksidatif (pembentukan glikogen) daripada metabolisme
glukosa secara oksidatif melalui glikolisis.
Hati merupakan salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada
keadaan normal, insulin dan gukosa akan menghambat pemecahan glikogen
dan menurunkan glukosa produk hati. Pada penderita diabetes melitus tipe 2
terjadi peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya kadar
glukosa darah puasa (BSN). Mekanisme gangguan produksi glukosa hati belum
sepenuhnya jelas.
Obesitas
Obesitas terjadi jika indeks massa tubuh (BMI) lebih besar dari 25, HDL di
bawah 35 mg/dl dan atau tingkat trigliserida lebih dari 250 mg/dL dapat
meningkatkan risiko diabetes melitus tipe 2
Hipertensi
Faktor pemicu diabetes melitus tipe 2 adalah tekanan darah .140/90 mmHg
Dislipidimia
Ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (trigliserida . 250 mg/dl).
Terdapat hubungan anara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL
( <35 mg/dl) sering ditemukan pada pasien diabetes.
d. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes melitus misalnya,
Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)
Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan
keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Rasa lemah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolise protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar
sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
Polifagia (peningkatan rasa lapar)
Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus,
gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes
kronik.
Kelainan kulit seperti gatal-gatal dan bisul
Kelainan ginekologis
Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida
Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati, pada penderita diabetes
melitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat kekurangan
bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel
persarafan terutama perifer mengalami kerusakan.
Kelemahan tubuh, terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang
dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara
optimal.
Mata kabur, disebabkan oleh katarak / gannguan refraksi akibat perubahan
pada lensa oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus
vitreum.
e. Komplikasi
1. Komplikasi akut, berupa hypoglycaemic coma yang biasanya disebabkan oleh
asupan makanan berkurang atau kelebihan insulin, obat-obatan hipoglikemia,
atau alkohol, dan hyperhlcemic (diabetic ketoacidotic) coma yang disebabkan
oleh defisiensi relatif atau absolut insulin, infeksi, atau infark miokard.
2. Komplikasi kronis, berupa mikroangiopati, dan neuropati yang melibatkan
mata, ginjal, sistem kardiovaskular, vaskular perifer dan serebral.
f. Pengobatan DM tipe 2
Nonfarmakologis
Strategi terapi nonfarmakologis untuk diabetes melitus tipe 2 adalah dengan diet,
gerak badan, dan mengubah pola hidup (misalnya dengan berhenti merokok, bagi
penderita yang merokok). Diet dilakukan terlebih pada pasien yang kelebihan berat
badan. Makanan juga dipilih secara bijaksana, terutama pembatasan lemak total dan
lemak jenuh untuk mencapai normalitas kadar glukosa darah, dan juga hindari makan
makanan yang banyak mengandung gula berlebih. Gerak badan secara teratur dapat
dilakukan, yaitu seperti jalan kaki, bersepeda, atau olahraga. Berhenti untuk tidak
merokok, karena nikotin dapat mempengaruhi secara buruk penyerapan glukosa oleh
sel.
Farmakologis
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik masih
merupakan ”pengobatan utama”, tetapi bilamana hal ini bersama latihan
jasmani/kegiatan fisik gagal, maka diperlukan penambahan obat oral atau insulin.
Pengaruh hubungan jumlah reseptor insulin dengan DM tipe 2 gemuk masih terdapat
perbedaan pendapat. tetapi disetujui bahwa penurunan berat badan dan kegiatan
jasmani akan mempunyai dampak terapetik. Sayangnya banyak orang dengan
diabetes sukar untuk menurunkan berat badannya karena kurang motivasi atau
disiplin untuk mengikuti program yang ketat yang diberikan oleh dokter. sehingga
terlalu seringseorang dokter harus memberikan pengobatan farmakologik untuk
mengobati hiperglikemia pada keadaan seperti ini.
Karena penyebab resistensi pada DM tipe 2 dalam praktek sehari-hari sukar dinilai,
maka terpaksa dilakukan secara empiris. yaitu bila seseorang tidak dapat diobati
dengan satu suntikan perhari maka ditambahkan suntikan kedua pada sore hari dan
seterusnya. Pada pasien dengan alergi terhadap insulin dianjurkan untuk memakai
insulin yang lebih murni atau Human Insulin.
A. SULFONILUREA:
Cara kerja obat golongan ini masih merupakan ajang perbedaan pendapat, tetapi
pada umumnya dikatakan sebagai:
1. Cara kerja utama adalah meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pancreas.
2. Meningkatkan performance dan jumlah reseptor insulin pada otot dan sel
lemak.
3. Meningkatkan efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimuli insulin
transport karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak.
4. Penurunan produksi glukosa oleh hati.
5. Cara kerja pada umunya melalui suatu alur kalsium yang sensitif terhadap
ATP.
Obat golongan ini merupakan pilihan untuk pasien diabetes dewasa baru
dengan berat badan normal dan kurang , serta tidak pernah mengalami ketoasidosis
sebelumnya. Sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penyakit hati, ginjal dan
tiroid.
• Glikasid (Diamicron).
Mempunyai efek hipoglikemik yang sedang sehingga tidak begitu sering
menyebabkan hipoglikemia. mempunyai efek anti agregasi trombosit yang
lebih poten. dapat diberikan pada gangguan fungsi hati dan ginjal ringan .
• Glikuidon (Glurenorm).
Mempunyai efek hipoglikemik yang SEDANG dan juga JARANG
menyebabkan hipoglikemia. Karena hampir seutuhnya di ekskresi melalui
empedu dan usus, dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati
dan ginjal yang lebih berat.
B. GLINID :
Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea
dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat, yaitu:
• Repaglinid( Novonorm).
Merupakan derivat asam benzoat. Mempunyai efek hipoglikemik ringan
sampai sedang. Diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Efek samping yang dapat terjadi pada
penggunaan obat ini adalah keluhan gastrointestinal.
• Nateglinid (Starlix).
Cara kerja hampir sama dengan repaglinide, namun nateglinide merupakan
derivat dari fenilalanin. Diabsorpsi cepat setelah pemberian oral dan ekskresi
terutama melalui urine. Efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan obat
ini adalah keluhan infeksi saluran pernafasan atas.
A. BIGUANID.
Obat dari golongan ini biasanya menjadi pilihan untuk DM tipe 2 yang
obese atau kelebihan berat badan. Metformin merupakan contoh yang dapat
diperoleh di Indonesia. Obat golongan ini dapat berkhasiat di perifer dalam
memperbaiki sensitivfitas jaringan terhadap insulin, meskipun kerja utamanya
dihepar menghambat proses gluconeogenesis.. Nilai positif biguanide adalah tidak
menyebabkan kenaikan berat badan, serta jarang sekali menyebabkan
hipoglikemia. Golongan ini juga dikatakan bersifat kardioprotektif. Efek samping
pada saluran cerna seperti mual merupakan ciri khas golongan obat ini pada
sebagian orang . Contoh obat golongan ini adalah METFORMIN.
B. THIAZOLIDINDION / GLITAZON.
• Pioglitazon.(Actos).
Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
pen-transportglukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat
ini di metabolisme di hepar. obat ini di-kontraindikasikan pada pasien-pasien
dengan gagal jantung karena dapat memperberat edema dan juga pada
gangguan faal hati. saat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal .
• Rosiglitazon (Avandia).
Cara kerja hampir sama dengan pioglitazon, diekskresi melalui urin dan feces.
mempunyai efek hipoglikemik yang cukup baik jika dikombinasikan dengan
metformin. Pada saat ini belum beredar di Indonesia.
g. Kombinasi Obat
Obat anti diabetes oral bisa dikombinasikan satu dengan kelompok yang lain, atau
kadang perlu dikombinasikan dengan insulin. Tujuan kombinasi ini adalah agar efek obat
lebih optimal dalam mengontrol glukosa darah.
Apabila dua obat kombinasi masih belum berhasil baik, dokter bahkan boleh meresepkan
tiga jenis obat sekaligus, karena cara kerjanya bisa bersama saling menguntungkan untuk
menurunkan glukosa. Contoh kombinasi obat :
kerja insulin. Kombinasi sulfonylurea dan metformin lebih baik daripada bila
kedua obat dipakai secara terpisah sendiri. Metformin bahkan baik karena tidak
menaikkan berat badan bahkan kadang menurunkannya.
Efek samping kombinasi ini adalah gangguan perut seperti mual atau diare, kadang
bisa menimbulkan hipoglikemia.
Kini telah dipasarkan kombinasi dua kelompok obat ini, contohnya adalah tablet
Glucovance, yang tersedia dalam tiga kemasan, yaitu mengandung
metformin/glibenclamide 500 mg/5 mg, 500 mg/2.5 mg, dan 250 mg/1.25 mg.
Dalam waktu dekat akan beredar pula kombinasi glimepiride dan metformin dalam
satu tablet.
Pada kasus dimana glukosa darah meningkat banyak pada 2 jam sesudah makan,
maka pemakaian sulfonylurea yang dikombinasikan dengan acarbose akan lebih
berhasil baik.
Efek samping yang bisa terjadi adalah kram perut, banyak gas atau diare. Kadang
juga bisa timbul hipoglikemia.
Bila penggunaan sulfonylurea sudah maksimal dan masih belum berhasil baik,
mungkin penyebabnya adalah resistensi insulin karena kegemukan, bisa dicoba
kombinasi baru ini denganthiazolidinediones. Sulfonylurea akan merangsang
produksi insulin sedangkan thiazolidinediones memperbaiki kerja insulin.
Penambahan acarbose atau miglitol pada metformin adalah lebih baik dalam
menurunkan glukosa darah daripada pemakaian metformin secara tunggal. Efek
samping adalah bisa menimbulkan keluhan pada perut.