Anda di halaman 1dari 88

p-ISSN 1979-0023

e-ISSN 2477-0051

JURNAL INDUSTRI HASIL PERKEBUNAN


Journal Of Plantation Based Industry
Vol. 13 No. 1 Juni 2018

Penanggung Jawab :
Drs. Abd Rachman Supu, MM
Kepala Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Manajer Jurnal :
Muh. Mukhlis Afriyanto, ST, M.Si
Dewan Editor:
Editor :
Alfrida Lullung S, M.Si
Editor Bagian :
Eky Yenita Ristanti, M.MG
Melia Ariyanti, S.TP, M.Si
Copy Editor :
Wahyuni, ST
Dwi Indriana, ST
Andi Nur Amalia, STP, M.Si
Layout Editor :
Rahmad Wahyudi, ST
Wiyanto P. Tangkin, ST
Proof Reader :
Haspiah, MM
Medan Yumas, SPi
Dyah Wuri Asriati, ST
Jamilah, ST, MSi
Reviewer :
Ir. Ruslan Yunus, M.S. (Teknik Industri, Ekonomi Proses)
Drs. P. Natsir La Teng (Pemrosesan Pangan)
Ir. Rosniati (Tek. Hasil Pertanian)
Ir. Sitti Ramlah, M.Si (Tek. Hasil Pertanian, Agribisnis)
Ir. Justus Elisa Loppies (Tek. Hasil Pertanian)
Prof. Dr. Ir. T. Harlim (Jur. Kimia Fak. MIPA UNHAS)
Dr. Ir. Supratomo, DEA (Jur. Teknologi Pertanian Fak. Pertanian UNHAS)
Prof. Dr. Ir. Mulyati M. Tahir, MS (Jur. Tek. Hasil Pertanian Fak. Pertanian UNHAS)
Dr. Paulina Taba, M.Phil (Kimia UNHAS)
Prof. DR. Nunuk Hariani Soekamto (Kimia Bahan Alam UNHAS)

Penerbit : Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
Kementerian Perindustrian R.I.
Alamat Redaksi : Jalan Prof. Dr. Abdurrahman Basalamah No. 28, Kotak Pos 1148
Telp. (0411) 441207, Faks. (0411) 441135
Makassar 90231
e-mail : bbihp@yahoo.com

Akreditasi LIPI : Nomor : 725/AU3/P2MI-LIPI/04/2016, tanggal 24 Maret 2016

Jurnal Industri Hasil Perkebunan merupakan jurnal Ilmiah berkala yang memuat karya tulis hasil penelitian,
pengembangan, dan pemikiran/ulasan ilmiah dibidang ilmu/bidang aplikasi rekayasa (teknik) dan teknologi industri
hasil perkebunan. Terbit pertama kali pada tahun 2006 dengan frekuensi terbit setiap semester atau pada bulan Juni
dan Desember. Lingkup permasalahan mencakup bahan baku, proses, mesin, peralatan, produk termasuk produk
turunan, limbah, dan hasil samping. Bahasa penulisan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

A
B
p-ISSN 1979-0023
e-ISSN 2477-0051

JURNAL INDUSTRI HASIL PERKEBUNAN


Journal of Plantation Based Industry
Vol. 13 No. 1, Juni 2018

PENGANTAR REDAKSI

Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Jurnal Industri Hasil
Perkebunan Volume 13 No. 1 Juni 2018 dapat diterbitkan. Edisi pertama pada volume ini
menyajikan tujuh artikel hasil seleksi Tim Review.
Ketujuh artikel tersebut masing-masing adalah : (1). Pengolahan Cangkang Kelapa Sawit
Menjadi Carbon Black Skala Ikm Dan Studi Kelayakan (2). Penambahan Gel Lidah Buaya
Sebagai Antibakteripada Sabun Mandi Cair Berbahan Dasar Minyak Kelapa (3). Designing
Functional Beverages Process : Highlighting Lessons Learned From Research And Development
(4). Aspek Teknis Dan Finansial Insinerasi Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Menjadi Biokar
Sebagai Pupuk Karbon (5). Anti-Aging Properties Of Cream Made With Cocoa Polyphenol, Aloe
Vera (Aloe Barbadensis) And Seaweed (Euchema Cottoni) As Active Agents (6). Peningkatan
Kadar Alkohol, Asam Dan Polifenol Limbah Cairan Pulp Biji Kakao Dengan Penambahan Sukrosa
Dan Ragi (7). Karakteristik zat warna antosianin dari biji kakao non fermentasi sebagai sumber
zat warna alam.
Artikel yang disajikan berasal dari beberapa institusi litbang maupun perguruan tinggi dan
merupakan hasil penelitian yang berkaitan dengan penanganan pasca panen, penanganan
limbah industri, pengolahan pangan dan pemanfaatan bahan alam.
Kepada para penulis yang telah mengirimkan artikelnya kami ucapkan terima kasih.
Semoga hasil-hasil penelitian tersebut dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan
industri nasional, khususnya industri hasil perkebunan dan dapat memperkaya khasanah iptek
sebagai bagian dari wujud pengabdian kita kepada Tuhan, bangsa dan negara.
Akhirnya kepada para sejawat peneliti, perekayasa, dan dosen baik dari dalam lingkungan
maupun dari luar lingkungan Kementerian Perindustrian kami undang untuk mengirimkan artikel
karya tulis ilmiahnya untuk dimuat pada Jurnal IHP.

Makassar, Juni 2018

Editor / Ketua Dewan Redaksi

i
p-ISSN 1979-0023
e-ISSN 2477-0051

JURNAL INDUSTRI HASIL PERKEBUNAN


Journal of Plantation Based Industry
Vol. 13 No. 1, Juni 2018

UCAPAN TERIMA KASIH

Jurnal Industri Hasil Perkebunan p-ISSN 1979 – 0023 dan e-ISSN 2477-0051
menyampaikan terima kasih kepada para Reviewer yan telah menelaah (mereview) artikel-
artikel pada penerbitan Vol. 13 No. 1 Juni 2018. Terimakasih disampaikan kepada Prof. Dr.
Ir. T. Harlim (Jurusan Kimia FMIPA UNHAS), Prof. Dr. Ir. Mulyati M. Tahir (Jurusan Teknologi
Pertanian UNHAS), Prof. DR. Nunuk Hariani Soekamto (Kimia Bahan Alam UNHAS), Dr. Ir.
Supratomo, DEA (Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian UNHAS), Dr. Ir. Paulina
Taba, M.Phil (Jurusan Kimia FMIPA UNHAS), Ir. Ruslan Yunus, M.Sc ( Teknik Industri, Ekonomi
Proses), Ir. Justus E.Loppies (Teknologi Hasil Pertanian), Drs. P. Natsir Lateng, M.Si (Teknologi
Pascapanen), Ir. Sitti Ramlah, M.Si (Teknologi Pasca Panen), dan Ir. Rosniati (Teknologi Pasca
Panen).

ii
p-ISSN 1979-0023
e-ISSN 2477-0051

JURNAL INDUSTRI HASIL PERKEBUNAN


Journal of Plantation Based Industry
Vol. 13 No. 1, Juni 2018

PENGANTAR REDAKSI i
UCAPAN TERIMA KASIH ii
DAFTAR ISI iii
LEMBAR ABSTRAK (ABSTRACT SHEET) v

PENGOLAHAN CANGKANG KELAPA SAWIT MENJADI CARBON BLACK
SKALA IKM DAN STUDI KELAYAKAN
Processing of Oil Palm Shells Into Carbon Black Small and Medium Industries
Scale And Feasibility Studies
Zainal Abidin Nasution, Harry P Limbong dan Siti Salamah Nasution 1-10

PENAMBAHAN GEL LIDAH BUAYA SEBAGAI ANTIBAKTERI PADA SABUN


MANDI CAIR BERBAHAN DASAR MINYAK KELAPA
Additional Of Aloe Vera Gel As Antibactery In Liquid Bath Soap Based Coconut
Oil
Sukma Budi Ariyani dan Hidayati 11-18

DESIGNING FUNCTIONAL BEVERAGES PROCESS: HIGHLIGHTING


LESSONS LEARNED FROM RESEARCH AND DEVELOPMENT
Proses Perancangan Minuman Fungsional: Pembelajaran Sekilas dari Penelitian
dan Pengembangan
Agus Sudibyo 19-35

ASPEK TEKNIS DAN FINANSIAL INSINERASI LIMBAH TANDAN KOSONG


KELAPA SAWIT MENJADI BIOKAR SEBAGAI PUPUK KARBON
Technical and Financial Aspects on Inceneration of Oil Palm Empty Fruit Bunches
Into Biochar as Carbon Fertilizer
Amos Lukas 1), Suharto Ngudiwaluyo1), Heru Mulyono 2) , Imran Rosyadi 3), 37-42
Ishenny Mohd Noor4) dan P. Natsir La Teng 5)

ANTI-AGING PROPERTIES OF CREAM MADE WITH COCOA POLYPHENOL,


ALOE VERA (ALOE BARBADENSIS) AND SEAWEED (EUCHEMA COTTONI)
AS ACTIVE AGENTS
Sifat Anti-aging dari Krim Berbahan Aktif Polifenol Kakao, Aloe Vera (Aloe
barbadensis) dan Rumput Laut (Euchema cottoni)
Eky Yenita Ristanti, Sitti Ramlah, dan Dwi Indriana 43-51

PENINGKATAN KADAR ALKOHOL, ASAM DAN POLIFENOL LIMBAH CAIRAN


PULP BIJI KAKAO DENGAN PENAMBAHAN SUKROSA DAN RAGI
the increased levels of alcohol, acid and polyphenol waste of cocoa bean pulp
liquid by the addition of sucrose and yeast
St. Sabahannur1), Andi Ralle1) 53-61

iii
KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI BIJI KAKAO NON
FERMENTASI SEBAGAI SUMBER ZAT WARNA ALAM
Characterization of Antosianin Source of Natural Dyes from Unfermented Cocoa
Beans As a Source of Natural Dyes
Alfrida Lullung Sampebarra 63-70

iv
p-ISSN 1979-0023
e-ISSN 2477-0051

JURNAL INDUSTRI HASIL PERKEBUNAN


Journal of Plantation Based Industry
Vol. 13 No. 1, Juni 2018

LEMBAR ABSTRAK (ABSTRACT SHEET)

Processing of Oil Palm Shells Into Carbon Black Small and Medium
Industries Scale And Feasibility Studies

Zainal Abidin Nasution, Harry P Limbong dan Siti Salamah Nasution


Baristand Industri Medan

Abstract: Palm oil shell charcoal is obtained by roasting method. Palm oil shells are roasted on
an iron pot in the open air. The process of completion is declared completed when no more smoke
comes out (at a temperature of about 348 0 C). Randemen of palm shell charcoal of the result
roasting, the average is 38.20%. The palm shell charcoal is pounded and the powder is passed
200 mesh sieve (74 micron), ready to be used as filler in rubber vulcanisats, which is used as
raw material for the manufacture of goods of rubber or other purposes in accordance with the
specification. From the study of economic techniques in Small and Medium Scale business, about
the processing of carbon palm shell powder as Carbon Black can be known as follows ; Randemen
raw materials = 38.20%; Production capacity of carbon black is 300 kg/day; Number of working
days (after deducting with Sundays and national holidays) is 283 days/year; Working hours per
day on average is 8 hours; Working schedule per day is 08.00-16.00 (1 hour break); Manager and
business owner: 1 (one) person; Office Secretary: 1 (one) person; Daily freelance worker: 3 (three)
persons; Production = 84.900 kg/year of oil palm shell charcoal powder as Carbon Black; Amount
of Investment = Rp.253.500.000,-; Production cost (1 year) = Rp.527.421.047,-; Non-fixed cost
(1 year) = Rp.312.051.047,-; Fixed cost (1 year)= Rp.214.470.000,-; Selling price of palm shell
charcoal powder as Carbon Black (in accordance with the calculation) = Rp.7.730,- per kg; Gross
profit per year = Rp. 128.855.953; Annual net income with tax rate 12 %= Rp.113,393,238,-; Return
On Investment (ROI) = 5 year; Production Capacity at Limit No Profit - Break Event Point (BEP) =
62.47%; Total Production at BEP Scale = 187.40 kg/day
Keywords: oil palm shell, roasting, feasibility studies and palm shell charcoal powder

v
Additional Of Aloe Vera Gel As Antibactery In Liquid Bath Soap Based
Coconut Oil

Sukma Budi Ariyani dan Hidayati


Baristand Industri Pontianak Jln. Budi Utomo No. 41 Pontianak 78243

ABSTRACT. Liquid soap is made by saponification reaction of oil and fat reacted with KOH. Aloe
vera gel is used as an antibacterial and has a good substance for the skin. The objective of this study
was to obtain the characteristics of aloe vera gel, to obtain liquid bath soap product with the addition
of aloe vera gel and to know the antibacterial activity of Echerichia coli on the obtained liquid bath
soap. Methods of research include preparation of aloe vera gel, aloe vera gel testing, making liquid
bath soap made from coconut oil, liquid bath soap test in accordance with SNI and inhibitory test of
Escherichia coli bacteria. The altered variables used were aloe vera gel concentrations added to the
manufacture of liquid bath soap (5, 10 and 15%). The results obtained are aloe vera gel can be used
as material for cosmetic products. Aloe vera gel contains saponins, anthraquinone, lignin and 18
types of amino acids. Liquid bath soap product obtained, for state parameters, pH, total weight free
alkali and total plate number, the result meets the SNI 06-4085-1996 and has a resistance to the
bacteria Escherichia coli with an inhibitory zone diameter of 1.85 cm with the test method dish disc.
Keywords : aloe vera gel, coconut oil, Esherichia coli, liquid bath soap

DESIGNING FUNCTIONAL BEVERAGES PROCESS : HIGHLIGHTING LESSONS LEARNED


FROM RESEARCH AND DEVELOPMENT
Agus Sudibyo
Center for Agro-Based Industry (CABI)

Abstract In recent times, there has been growing recognition of the key role of foods and beverage
in disease prevention and treatment. Rapidly increasing knowledge on nutrition, medicine, and
plant biotechnology has dramatically changed the concepts about food, health and agriculture, and
brought in revolution of them. Research currently underway at academic, industry and government
facilities will reveal how a myriad of substances can be used as functional food components. Thus
natural bioactive compounds include a broad diversity of structures and functionalities that provide
an excellent pool of molecules for the production of nutraceuticals, functional foods, and food
addives. This review attempts to display about research and development of functional beverages
and designing functional beverages and the formula for beverage success.
Keywords: designing, functional beverages, lessons learned, highlighting, research and
development.’

vi
Technical and Financial Aspects on Inceneration of Oil Palm Empty Fruit
Bunches Into Biochar as Carbon Fertilizer

Amos Lukas 1), Suharto Ngudiwaluyo1), Heru Mulyono 2) , Imran Rosyadi 3), Ishenny Mohd
Noor4) dan P. Natsir La Teng 5)
Pusat Strategi Teknologi dan Audit Teknologi - BPPT- Jl.MH. Thamrin No. 8 Jakarta 10340 1);
Pusat Teknoprener dan Klaster Industri - BPPT- Jl.MH. Thamrin No. 8 Jakarta 10340 2);
Pusat Teknologi Agroindustri – BPPT- Jl.MH. Thamrin No. 8 Jakarta 10340 3);
Inkubator Kampus Hijau - Pusat Penelitian dan Pelatihan Teknologi Internasional Dr.Ishenny
(P3TDI) 4) Kota Langsa-Aceh
Balai Besar Industri Hasil Perkebunan–Jl. Prof.Dr.Abdurrahman Basalamah No.28, Makassar 5),

Abstract This paper deal with incineration of the oil palm empty fruit brunches into biochar as carbon
fertilizer for planting medium. The inceration process uses carbonized technology at temperature of
400 °F, developed by Ishenny Noor (2015). Application of 22-23% biochar as carbon fertilizer could
increase soil carbon content from 0,4 - 0,7% to 2% / Ha, physical and chemical soil quality, ground
water storage, fertilizer activity of soil microorganisms, soil nutrients. Application of biochar on rice
plantation yielded 10 tons / ha of black rice / Ha, while application on oil palm plantation yielded oil
palm fruit bunch of 20 to 40 kg / bunch. Production of biochar from oil palm empty bunches could
give an extra profit for a palm oil processing factory by Rp. 471,926,000 a year (with a capacity of
100 tons/hour of the oil palm empty bunches in 24 hour operation a day) with the ROI of 78%/years,
and B/C ratio of 1,71.
Keywords: incineration, biochar, planting media, empty palm oil bunch waste.

ANTI-AGING PROPERTIES OF CREAM MADE WITH COCOA


POLYPHENOL, ALOE VERA (ALOE BARBADENSIS) AND SEAWEED
(EUCHEMA COTTONI) AS ACTIVE AGENTS
Eky Yenita Ristanti, Sitti Ramlah, dan Dwi Indriana
Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

ABSTRACT. Cream made from cocoa polyphenol combined with aloe vera and seaweed has
been prepared and its anti-aging properties have been studied. Cream composition consisted
of cocoa butter, olive oil, sodium dodecyl sulfate polypropylene glycol, cetyl alcohol and distilled
water as the cream base. Cocoa polyphenol, aloe vera, and seaweed were used as active agents
to perform anti-aging activity. Anti-aging tests were done in vivo, using male Wistar rats. Anti-
aging tests included cream effectivity to protect skin from UV B radiation, which indicated by
wrinkle, exfoliation, erythema and skin elasticity. The research showed that skin smeared with
cream contained cocoa polyphenol, aloe vera and seaweed has less wrinkle and erythema
after being exposed to the UV B lamp for 2 weeks. The cream contained 3 active ingredients
(cocoa polyphenol, aloe vera and seaweed) showed less effectivity to protect against exfoliation
compared to the cream with only 2 active ingredients (aloe vera and seaweed). However, the skin
smeared with a cream containing 3 active ingredients is more resistant to UV B radiation than
the non-smeared skin. In addition, the skin smeared with the cream containing cocoa polyphenol,
aloe vera, and seaweed showed better elasticity compared to the non-smeared skin.
Keywords: anti-aging, photoaging, cocoa polyphenol, aloe vera, seaweed.

vii
the increased levels of alcohol, acid and polyphenol waste of cocoa
bean pulp liquid by the addition of sucrose and yeast

St. Sabahannur 1), Andi Ralle1)


Fakultas Pertanian Universitas Muslim Indonesia
1)

Abstract:: The aim of this research is to know the effectivenes of adding yeast and sucrose to
increase the level of alcohol, acid and polyphenol liquid of cocoa beans pulp as bioherbisida. The
research is arranged in Completely Random Design (RAL) of two factor. The first factor was the
addition of yeast with concentration: 0.5% and 1%, the second factor of sucrose concentration
consisted of: 0%, 1%, 2%, and 3%. The addition of yeast and sucrose is done at the beginning
of fermentation by mixing with wet cocoa beans, then seeds in fermentation for 3 days. The pulp
liquid dripping out of the fermentation box is accommodated in Waskom. The parameters observed
were: alcohol, total acid, acetic acid, citric acid and polyphenol. The results showed that, the
addition of yeast and sucrose significantly affected the increase of alcohol content, total acid, acetic
acid, citric acid and polyphenol. The addition of 1% yeast and 2% sugar produced 0.77% alcohol
content, 65.25% total acid, citric acid 2740,73 ppm, and acetate acid 3915,33ppm, while the highest
polyphenol level was 1056,84 ppm in addition of yeast 1 % and 3% sucrose.
Keywords: cocoa pulp, yeast, sucrose, alcohol, polyphenols

Characterization of Antosianin Source of Natural Dyes from Unfermented Cocoa Beans As


a Source of Natural Dyes

Alfrida Lullung Sampebarra


Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

Abstract. This study aims to determine the characterization of anthocyanin dye from unfermented
cocoa beans as a natural dye. The extraction of an anthocyanin dye using ethanol solvent with two
types of acids i.e. acetic acid and oxalic acid at pH 2, 3 and 4. The result showed that the extraction
solution was identified as red solution. The results of anthocyanin dye extract test from cocoa beans
with ethanol pretation with acetic acid each at pH 2: antosianin level 4.156%, antioxidant activity
91.91%, color intensity 0.288, pH 3 antosianin 4.499%, antioxidant activity 91.92%, color intensity
0.430 and pH 4 anthocyanin content 2.221%, antioxidant activity 88.08%, color intensity 0.194.
While the use of solvent ethanol and oxalic acid is pH 2 levels of anthocyanin 4.156%, antioxidant
activity 61.17%, color intensity 0.223, pH 3 antosianin 4.499%, antioxidant activity 49.83%, color
intensity 0.356. and pH 4 levels of anthocyanin 2.221%, antioxidant activity 69.74%, color intensity
0.143. The test results showed that the extract with the use of ethanol and acetic acid solvent at pH
3 gave better result than the other extract.
Keywords: anthocyanin preparations, natural dyes, unfermented cocoa beans

viii
PENGOLAHAN CANGKANG KELAPA SAWIT MENJADI CARBON BLACK SKALA IKM DAN
STUDI KELAYAKAN

Zainal Abidin Nasution, Harry P Limbong dan Siti Salamah Nasution


Baristand Industri Medan

Abstrak : Arang cangkang kelapa sawit diperoleh dengan metode penyangraian. Cangkang
kelapa sawit disangrai pada kuali besi di udara terbuka. Proses penyangraian dinyatakan selesai
dilaksanakan apabila tidak ada lagi asap yang keluar (pada suhu sekitar 3480C). Randemen arang
cangkang kelapa sawit hasil penyangraian, rata-rata adalah 38,20 %. Arang cangkang kelapa sawit
ditumbuk dan diambil bubuknya lolos ayakan 200 mesh (74 mikron), siap dijadikan filler dalam
pembuatan vulkanisat karet, digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan barang-barang dari
karet ataupun keperluan lain sesuai spesifikasinya.
Dari studi teknik ekonomi dalam skala Industri Kecil dan Menengah, tentang pengolahan serbuk
arang cangkang kelapa sawit sebagai Carbon Black dapat diketahui sebagai berikut ; Randemen
bahan baku = 38,20 % ; Kapasitas produksi carbon black = 300 kg/hari ; Jumlah hari kerja
(dikurangi dengan hari Minggu dan hari hari libur nasional ) = 283 hari/tahun ; Jam kerja per hari
rata rata : 8 jam ; Jadwal kerja per hari = 08.00 – 16.00 ( istirahat 1 jam) ; Pengelola sekaligus
pemilik usaha : 1 (satu) orang ; Sekretaris kantor : 1 (satu) orang ; Tenaga kerja harian lepas : 3
(tiga) orang ; Produksi = 84.900 kg/tahun serbuk arang cangkang kelapa sawit sebagai Carbon
Black ; Jumlah Investasi = Rp. 253.500.000,- ; Biaya produksi (1 tahun) = Rp.527.421.047,- ; Biaya
tidak tetap ( 1 tahun) = Rp.312.051.047,- ; Biaya tetap ( 1 tahun) = Rp.214.470.000,- ; Harga jual
serbuk arang cangkang kelapa sawit sebagai Carbon Black (sesuai dengan hasil perhitungan) =
Rp.7.730,- per kg ; Laba kotor per tahun = Rp. 128.855.953 ; Laba bersih per tahun dengan
pajak pajak 12 % = Rp. 113,393.238,- ; Pengembalian Investasi (Return On Investment - ROI) =
5 tahun ; Kapasitas Produksi Pada Batas Tidak Untung - Tidak Rugi (Break Event Point - BEP)
= 62,47 % ; Jumlah Produksi Pada Skala BEP = 187,40 kg/hari
Kata kunci : cangkang kelapa sawit, penyangraian, tekno ekonomi dan serbuk arang cangkang
kelapa sawit

PENAMBAHAN GEL LIDAH BUAYA SEBAGAI ANTIBAKTERI


PADA SABUN MANDI CAIR BERBAHAN DASAR MINYAK KELAPA

Sukma Budi Ariyani dan Hidayati


Baristand Industri Pontianak Jln. Budi Utomo No. 41 Pontianak 78243

ABSTRAK. Sabun cair dibuat melalui reaksi saponifikasi dari minyak dan lemak yang direaksikan
dengan KOH. Gel lidah buaya digunakan sebagai antibakteri dan memiliki kandungan zat yang baik
untuk kulit. Penelitian ini bertujuan memperoleh karakteristik gel lidah buaya, memperoleh produk sabun
mandi cair dengan penambahan gel lidah buaya dan mengetahui aktivitas antibakteri Escherichia coli
pada sabun mandi cair yang diperoleh. Metode penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan sediaan
gel lidah buaya, pengujian gel lidah buaya, pembuatan sabun mandi cair berbahan dasar minyak
kelapa, pengujian sabun mandi cair sesuai SNI dan uji daya hambat bakteri Escherichia coli. Variabel
berubah yang digunakan adalah konsentrasi gel lidah buaya yang ditambahkan pada pembuatan
sabun mandi cair (5, 10 dan 15%). Hasil yang diperoleh adalah gel lidah buaya dapat dijadikan sebagai
bahan pembuatan produk kosmetik. Gel lidah buaya ini mengandung zat saponin, antrakuinon, lignin
dan 18 jenis asam amino. Produk sabun mandi cair yang diperoleh, untuk parameter keadaan, pH,
bobot jenis alkali bebas dan angka lempeng total, hasilnya memenuhi SNI sabun mandi cair (SNI
06-4085-1996) dan memiliki daya hambat terhadap bakteri Escherichia coli dengan diameter zona
hambat rata-rata sebesar 1,85 cm dengan metode uji cakram dish.
Kata kunci : Escherichia coli, gel lidah buaya, minyak kelapa, sabun mandi cair

ix
Proses Perancangan Minuman Fungsional: Pembelajaran Sekilas dari
Penelitian dan Pengembangan

Agus Sudibyo
Center for Agro-Based Industry (CABI)

Abstrak Pada waktu sekarang ini, terdapat kecenderungan peningkatan pemahaman masyarakat
terhadap peranan kunci bahan pangan dan minuman dalam perlakuan penanganan dan
pencegahan suatu penyakit. Meningkatnya secara cepat pengetahuan pada nutrisi, obat dan
bioteknologi tanaman telah merubah secara dramatis terhadap konsep tentang pangan, kesehatan
dan pertanian, serta membawa perkembangan yang sangat cepat terhadap ketiga hal tersebut.
Penelitian yang dilakukan sekarang ini baik di tingkat akademi, industri dan fasilitas dari pemerintah
akan menghasilkan bagaimana berbagai macam suatu senyawa dapat digunakan sebagai
komponen pangan fungsional. Dengan demikian, senyawa bioaktif alami termasuk berbagai macam
struktur dan sifat fungsional yang dimilikinya menyediakan molekul-molekul yang sempurna untuk
memproduksi nutraceutikal, pangan fungsional serta bahan tambahan pangan. Dalam tulisan ini
akan membahas tentang penelitian dan pengembangan minuman fungsional serta perancangan
minuman fungsional dan formula yang digunakan untuk kesuksesan minuman tersebut.
Kata kunci:
perancangan, minuman fungsional, pembelajaran, sekilas, penelitian dan
pengembangan.

ASPEK TEKNIS DAN FINANSIAL INSINERASI LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
MENJADI BIOKAR SEBAGAI PUPUK KARBON

Amos Lukas 1), Suharto Ngudiwaluyo1), Heru Mulyono 2) , Imran Rosyadi 3), Ishenny Mohd
Noor4) dan P. Natsir La Teng 5)
Pusat Strategi Teknologi dan Audit Teknologi - BPPT- Jl.MH. Thamrin No. 8 Jakarta 10340 1);
Pusat Teknoprener dan Klaster Industri - BPPT- Jl.MH. Thamrin No. 8 Jakarta 10340 2);
Pusat Teknologi Agroindustri – BPPT- Jl.MH. Thamrin No. 8 Jakarta 10340 3);
Inkubator Kampus Hijau - Pusat Penelitian dan Pelatihan Teknologi Internasional Dr.Ishenny
(P3TDI) 4) Kota Langsa-Aceh
Balai Besar Industri Hasil Perkebunan–Jl. Prof.Dr.Abdurrahman Basalamah No.28, Makassar 5),

Abstrak Paper ini berkaitan dengan aspek teknis dan finansial insinerasi limbah tandan kosong
kelapa sawit (TKSS) menjadi biokar sebagai pupuk karbon untuk media tanam. Proses insinerasi
ini menggunakan carbonized technology pada suhu 400°F, yang dikembangkan oleh Ishenny Noor
(2015). Aplikasi hasil biokar 22-23 % sebagai pupuk karbon dapat meningkatkan kandungan karbon
tanah dari 0,4-0,7% menjadi 2 % /Ha, kualitas fisik dan kimia tanah, daya simpan air tanah, daya
simpan pupuk untuk kebutuhan tanaman, kandungan oksigen dalam tanah, aktivitas perkembang
biakan mikroorganisme tanah dan nutrisi tanah. Aplikasi biokar pada sawah padi memberikan hasil
10 ton/ha padi hitam, sedangkan aplikasi pada kebun sawit memberikan hasil tandan buah segar
sebesar 20-40 kg/tandan. Produksi biokar dari TKKS dapat memberikan laba ekstra pada pabrik
pengolahan sawit sebesar Rp.471.926.000 per tahun (dengan kapasitas 100 ton per jam yang
beroperasi selama 24 jam per hari), dengan ROI =78%/ tahun dan rasio B/C = 1,71.
Kata Kunci: insinerasi, biokar, media tanam, limbah tandan kosong kelapa sawit.

x
Sifat Anti-aging dari Krim Berbahan Aktif Polifenol Kakao, Aloe Vera
(Aloe barbadensis) dan Rumput Laut (Euchema cottoni)

Eky Yenita Ristanti, Sitti Ramlah, dan Dwi Indriana


Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

ABSTRAK. Krim berbahan polifeol kakao yang dikombinasikan dengan lidah buaya dan rumput
laut telah dibuat dan dipelajari sifat anti penuaannya. Komposisi krim terdiri dari lemak kakao,
minyak zaitun, sodium dodesil sulfat, polipropilen glikol, setil alkohol dan aquades sebagai
basis krim. Polifenol kakao, lidah buaya dan rumput laut digunakan sebagai bahan aktif yang
bertindak sebagai anti penuaan. Uji anti penuaan dilakukan secara in vivo, menggunakan
tikus Wistar jantan. Uji anti penuaan yang dilakukan meliputi efektifitas krim untuk melindungi
kulit dari radiasi sinar ultraviolet B, yang ditunjukkan dengan adanya kerutan, pengelupasan,
kemerahan dan elastisitas kulit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kulit yang diolesi dengan
krim yang mengandung polifenol kakao, lidah buaya dan rumput laut menunjukkan lebih sedikit
kerutan dan kemerahan setelah dipapar dengan lampu UV B selama 2 minggu. Krim yang
mengandung 3 bahan aktif (polifenol kakao, lidah buaya dan rumput laut) kurang menunjukkan
efektifitas terhadap pengelupasan dibandingkan dengan krim yang hanya mengandung 2 bahan
aktif (lidah buaya dan rumput laut), tetapi krim yang mengandung 3 bahan aktif tersebut masih
menunjukkan proteksi yang baik terhadap kulit, dibandingkan dengan kulit yang tidak terlindungi
(kulit yang tidak diolesi dengan krim apapun). Selain itu, kulit yang diolesi dengan krim yang
mengandung polifenol kakao, lidah buaya dan rumput laut menunjukkan elastisitas yang lebih
baik daripada yang tidak diolesi dengan krim.
Kata kunci: anti penuaan, fotoaging, polifenol kakao, lidah buaya, rumput laut.

PENINGKATAN KADAR ALKOHOL, ASAM DAN POLIFENOL LIMBAH CAIRAN PULP BIJI
KAKAO DENGAN PENAMBAHAN SUKROSA DAN RAGI

St. Sabahannur1), Andi Ralle1)


1)Fakultas Pertanian Universitas Muslim Indonesia

Abstrak: Penelitian bertujuan mengetahui efektifitas penambahan ragi dan sukrosa pada
peningkatan kadar alkohol, asam dan polifenol cairan pulp biji kakao sebagai bioherbisida Penelitian
disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor. Faktor pertama penambahan ragitape
dengan konsentrasi: 0,5% dan 1%, faktor kedua konsentrasi sukrosa terdiri atas: 0%, sukrosa 1%,
2%, dan 3%. Pemberian ragi dan sukrosa dilakukan pada awal fermentasi dengan cara dicampur
dengan biji kakao basah, lalu biji difermentasi selama 3 hari. Cairan pulp yang menetes keluar dari
kotak fermentasi ditampung dalam Waskom. Parameter yang diamati terdiri atas: kadar alkohol, total
asam, asam asetat, asam sitrat dan polifenol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penambahan
ragi dan sukrosa berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar alkohol, total asam, asam asetat,
asam sitrat dan polifenol. Penambahan ragi 1% dan gula 2% menghasilkan kadar alkohol 0,77%,
total asam 65,25%, asam sitrat 2740,73 ppm, dan asam asetat 3915,33 ppm, sedangkan kadar
polifenol tertinggi sebesar 1056,84 ppmpada penambahan ragi 1% dan sukrosa 3%.
Kata kunci: pulp kakao, ragi, sukrosa, alkohol, polifenol

xi
KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI BIJI KAKAO NON FERMENTASI
SEBAGAI SUMBER ZAT WARNA ALAM

Alfrida Lullung Sampebarra


Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi zat warna antosianin dari biji kakao
non fermentasi sebagai sumber zat warna alami. Ekstraksi zat warna antosianin menggunakan
pelarut etanol dengan dua jenis asam yaitu asam asetat dan asam oksalat pada pH 2, 3 dan 4.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak teridentifikasi sebagai larutan berwarna merah. Hasil
pengujian ekstrak zat warna antosianin dari biji kakao dengan pelarut etanol dan asam asetat
pada pH 2 adalah sebagai berikut kadar antosianin = 4,156%, aktivitas antioksidan = 91,91%,
intensitas warna = 0,288, pada pH 3, kadar antosianin = 4,499%, aktivitas antioksidan = 91,92%,
intensitas warna = 0,430 dan pada pH 4, kadar antosianin = 2,221%, aktivitas antioksidan = 88,08%,
intensitas warna = 0,194. Sedangkan pada penggunan pelarut etanol dan asam oksalat, hasil yang
diperoleh adalah sebagai berikut: pada pH 2, kadar antosianin = 4,156%, aktivitas antioksidan =
61,17%, intensitas warna = 0,223, pada pH 3, kadar antosianin = 4,499%, aktivitas antioksidan =
49,83%, intensitas warna = 0,356 dan pada pH 4, kadar antosianin = 2,221%, aktivitas antioksidan
= 69,74%, intensitas warna = 0,143. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak dengan pelarut
etanol dan asam asetat pada pH 3 memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak
lainnya.
Kata kunci: sediaan antosianin, zat warna alami, biji kakao non fermentasi

xii
Pengolahan Cangkang Kelapa Sawit ... (Zainal Abidin Nasution)

PENGOLAHAN CANGKANG KELAPA SAWIT MENJADI CARBON BLACK


SKALA IKM DAN STUDI KELAYAKAN
Processing of Oil Palm Shells Into Carbon Black Small and Medium Industries Scale
and Feasibility Studies

Zainal Abidin Nasution, Harry P Limbong dan Siti Salamah Nasution


Baristand Industri Medan
e-mail: zainal_an7@yahoo.com

Abstract: Palm oil shell charcoal is obtained by roasting method. Palm oil shells are roasted on an iron
pot in the open air. The process of completion is declared completed when no more smoke comes out (at
a temperature of about 348 0 C). Randemen of palm shell charcoal of the result roasting, the average is
38.20%. The palm shell charcoal is pounded and the powder is passed 200 mesh sieve (74 micron), ready
to be used as filler in rubber vulcanisats, which is used as raw material for the manufacture of goods of
rubber or other purposes in accordance with the specification. From the study of economic techniques in
Small and Medium Scale business, about the processing of carbon palm shell powder as Carbon Black
can be known as follows ; Randemen raw materials = 38.20%; Production capacity of carbon black is 300
kg/day; Number of working days (after deducting with Sundays and national holidays) is 283 days/year;
Working hours per day on average is 8 hours; Working schedule per day is 08.00-16.00 (1 hour break);
Manager and business owner: 1 (one) person; Office Secretary: 1 (one) person; Daily freelance worker: 3
(three) persons; Production = 84.900 kg/year of oil palm shell charcoal powder as Carbon Black; Amount
of Investment = Rp.253.500.000,-; Production cost (1 year) = Rp.527.421.047,-; Non-fixed cost (1 year)
= Rp.312.051.047,-; Fixed cost (1 year)= Rp.214.470.000,-; Selling price of palm shell charcoal powder
as Carbon Black (in accordance with the calculation) = Rp.7.730,- per kg; Gross profit per year = Rp.
128.855.953; Annual net income with tax rate 12 %= Rp.113,393,238,-; Return On Investment (ROI) = 5
year; Production Capacity at Limit No Profit - Break Event Point (BEP) = 62.47%; Total Production at BEP
Scale = 187.40 kg/day
Keywords: oil palm shell, roasting, feasibility studies and palm shell charcoal powder

Abstrak : Arang cangkang kelapa sawit diperoleh dengan metode penyangraian. Cangkang kelapa
sawit disangrai pada kuali besi di udara terbuka. Proses penyangraian dinyatakan selesai dilaksanakan
apabila tidak ada lagi asap yang keluar (pada suhu sekitar 3480C). Randemen arang cangkang kelapa
sawit hasil penyangraian, rata-rata adalah 38,20 %. Arang cangkang kelapa sawit ditumbuk dan diambil
bubuknya lolos ayakan 200 mesh (74 mikron), siap dijadikan filler dalam pembuatan vulkanisat karet,
digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan barang-barang dari karet ataupun keperluan lain sesuai
spesifikasinya.
Dari studi teknik ekonomi dalam skala Industri Kecil dan Menengah, tentang pengolahan serbuk arang
cangkang kelapa sawit sebagai Carbon Black dapat diketahui sebagai berikut ; Randemen bahan
baku = 38,20 % ; Kapasitas produksi carbon black = 300 kg/hari ; Jumlah hari kerja (dikurangi dengan
hari Minggu dan hari hari libur nasional ) = 283 hari/tahun ; Jam kerja per hari rata rata : 8 jam ; Jadwal
kerja per hari = 08.00 – 16.00 ( istirahat 1 jam) ; Pengelola sekaligus pemilik usaha : 1 (satu) orang ;
Sekretaris kantor : 1 (satu) orang ; Tenaga kerja harian lepas : 3 (tiga) orang ; Produksi = 84.900 kg/tahun
serbuk arang cangkang kelapa sawit sebagai Carbon Black ; Jumlah Investasi = Rp. 253.500.000,- ; Biaya
produksi (1 tahun) = Rp.527.421.047,- ; Biaya tidak tetap ( 1 tahun) = Rp.312.051.047,- ; Biaya tetap (
1 tahun) = Rp.214.470.000,- ; Harga jual serbuk arang cangkang kelapa sawit sebagai Carbon Black
(sesuai dengan hasil perhitungan) = Rp.7.730,- per kg ; Laba kotor per tahun = Rp. 128.855.953 ;
Laba bersih per tahun dengan pajak pajak 12 % = Rp. 113,393.238,- ; Pengembalian Investasi (Return
On Investment - ROI) = 5 tahun ; Kapasitas Produksi Pada Batas Tidak Untung - Tidak Rugi (Break
Event Point - BEP) = 62,47 % ; Jumlah Produksi Pada Skala BEP = 187,40 kg/hari
Kata kunci : cangkang kelapa sawit, penyangraian, tekno ekonomi dan serbuk arang cangkang kelapa
sawit

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 1


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 1-10

PENDAHULUAN Yaitu, memanaskan cangkang kelapa sawit


sampai suhu 400 0C, kemudian digiling dan
Pemerintah mendorong peningkatan
diayak dengan ayakan lolos 200 mesh.
pemanfaatan karet alam domestik, sehingga
Dari percobaan yang telah dilaksanakan
pada akhirnya dapat diharapkan produk
dengan perbandingan 3% berat serbuk
produk berbasis karet alam yang dihasilkan
arang cangkang kelapa sawit sebagai filler
menjadi lebih beragam. Produk-produk
dari contoh hot mix asphalt, ternyata dapat
berbasis karet alam tersebut bukan hanya
mengurangi kelelahan (fatigue), mengurangi
untuk keperluan otomotif saja, bahkan lebih
deformasi (permanent deformation
jauh dari itu,antara lain adalah produk produk
characteristics) dan ketahanan perembesan
untuk keperluan industri dalam negeri,
air (lower moisture susceptibility) dari hot
seperti Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Di sana
mix asphalt.
banyak digunakan produk produk berbasis
Menurut Pardamaian, 2008, basis satu
karet untuk mesin dan peralatan PKS dalam
ton Tandan Buah Segar Kelapa Sawit (TBS),
bentuk karet bantalan mesin, karet seal
akan menghasilkan 20 % s/d 23 % CPO, 5
untuk pompa, karet packing untuk bejana
% s/d 7 % PKO dan sisanya berupa limbah
bejana bertekanan dan sambungan sistim
padat, yaitu 20 % s/d 23 % tandan kosong
pemipaan/valve dan lain sebagainya. Bukan
kelapa sawit (yang mana terdiri atas 70 % air
hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik
dan 30% bahan kering), 10 % s/d 12 % serat
saja, melainkan juga untuk diekspor.
buah kelapa sawit dan 7 % s/d 9 % cangkang
Dengan demikian, selain meningkatkan
kelapa sawit.
devisa negara, sekaligus mengurangi
Menurut Naibaho, 1996, setiap Pabrik
ketergantungan terhadap harga karet alam
Kelapa Sawit (PKS) selalu dilengkapi dengan
internasional/dunia, serta meningkatkan
boiler sebagai generator uap. Yang mana uap
keberlanjutan perkebunan karet di Indonesia,
tersebut digunakan untuk keperluan proses
khususnya perkebunan karet rakyat.
produksi dan turbin uap sebagai pembangkit
Selain dari pada itu, beberapa proyek
tenaga listerik untuk keperluan energi listerik
infra struktur yang tengah dipersiapkan
PKS, dalam rangka menjalankan mesin-
pemerintah, berpotensi memanfaatkan
mesin pengolahan CPO.
produk berbasis karet alam antara lain dock
Bahan bakar yang digunakan untuk
defender dalam program pembangunan
boiler adalah limbah padatnya, yaitu serat
fasilitas pelabuhan, bahan campuran aspal
buah sawit dan cangkang kelapa sawit.
jalan (hot mix asphalt), rubber pads rel kereta
Konsumsi bahan bakar untuk boiler PKS
api, bantalan jembatan, bending karet dan
dengan kapasitas olah 30 ton TBS/jam
komponen water stop dalam pembangunan
adalah 3,8 ton/jam serat buah kelapa sawit
bendungan serta komponen pintu irigasi dan
dan 1,5 ton cangkang kelapa sawit. Dari
pengembangan rawa. Selain produk yang
proses produksi PKS tersebut akan diperoleh
mendukung pembangunan infra struktur
limbah padat adalah 3,0 ton s/d 3,6 ton serat
nasional, produk-produk berbasis karet
buah sawit. Sebagai bahan bakar boiler,
alam lainnya yang dapat dikembangkan di
adalah maksimal artinya semua serat buah
dalam negeri yaitu karpet untuk sapi (cow
kelapa sawit terpakai untuk bahan bakar
mat), genteng karet, paving block, bearing
boiler. Selain dari pada itu akan diperoleh
bangunan anti gempa, penguatan tebing,
rata-rata 2,4 ton/jam cangkang kelapa
kasur lateks, barang-barang karet otomotif
sawit. Konsumsi untuk boiler adalah 1,5 ton/
dan lainnya.
jam cangkang kelapa sawit. Masih tersisa
Selain dari pada serbuk arang cangkang
sekitar 0,9 ton/jam cangkang kelapa sawit
kelapa sawit dimanfaatkan sebagai Carbon
yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
Black, juga telah diteliti untuk bahan yang lain,
keperluan, antara lain adalah bahan baku
yaitu sebagai filler hot mix asphalt. Menurut
pembuatan carbon black.
Nwaobakata, 2014, meneliti arang cangkang
Berdasarkan keterangan diatas bahwa
kelapa sawit sebagai filler hot mix asphalt.
basis per ton Tandan Buah Segar Kelapa

2 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengolahan Cangkang Kelapa Sawit ... (Zainal Abidin Nasution)

Sawit (TBS), masih dapat diperoleh sekitar 60 Menurut Rahmawati, 2009, hasil
kg - 69 kg tandan kosong kelapa sawit kering penelitiannya menjelaskan bahwa arang
matahari ,yang dapat dimanfaatkan sebagai cangkang kelapa sawit dicampur dengan
bahan bakar boiler. Dengan kapasitas olah Carbon Black dapat digunakan sebagai
PKS adalah 30 ton TBS/jam maka diperoleh bahan pengisi (filler) kompon karet sol sepatu,
1,8 ton – 2,1 ton tandan kosong kelapa karena kemiripan struktur permukaan, luas
sawit kering matahari. Jika sebahagian area dan bilangan Iodine, hampir mendekati
digunakan sebagai bahan bakar boiler, maka karakteristik Carbon Black eks impor.
tentu saja dapat mengurangi pemakaian Sesuai dengan parameter yang
cangkang kelapa sawit sebagai bahan bakar ditetapkan pada SNI. 9712 : 2010 tentang
boiler. Sehingga cangkang kelapa sawit Karbon Hitam Untuk Produk Ban dan Karet
dapat digunakan sebesar besarnya sebagai lainnya, merupakan revisi dari SNI. 06 –
bahan baku untuk pembuatan serbuk arang 0712 – 1989 tentang Hitam Karbon Untuk
cangkang kelapa sawit sebagai Carbon Ban Jenis ISAF N 220, meliputi bilangan
Black. Iodine, absorbsi minyak Linseed, kekerasan
Carbon Black adalah arang halus dari butiran dan logam ( Cu dan Mn).
hasil pembakaran yang tidak sempurna dari Maksud dan tujuan dari pada penelitian
berbagai material, antara lain seperti bahan ini adalah mengolah cangkang kelapa sawit
bakar fosil, biofuel maupun biomassa. Pasar menjadi serbuk arang cangkang kelapa sawit.
Carbon Black di Indonesia terus meningkat, Dan selanjutnya memanfaatkan serbuk arang
dimana perkiraan konsumsi Carbon Black cangkang kelapa sawit tersebut untuk bahan
untuk industri yang membutuhkannya pada pengisi (filler) pada pembuatan vulkanisat
tahun 2016 adalah 55.000 ton. Pasar Carbon karet, dalam rangka substitusi Carbon Black
Black sebagai bahan baku maupun pembantu sebagai bahan baku/pembantu industri.
di Indonesia meliputi industri karet, pigment Ruang lingkup dari penelitian ini adalah
hitam pada pembuatan plastik, cat, karpet melakukan studi/analisis terhadap aspek-
mobil, karpet drainase untuk rumah/hotel, aspek kelayakan teknologi, keunggulan
karpet sapi, sandal, sol sepatu, aspal, kabel teknologi, kelayakan ekonomi serta
listerik, pipa, film plastik, karet-karet otomotif kelayakan sosial dan lingkungannya dari
dan lainnya. Harga Carbon Black dipasaran mengolah cangkang kelapa sawit menjadi
pada tahun 2015, berkisar antara Rp.7.000 serbuk arang cangkang kelapa sawit
per kg s/d Rp.20.000 per kg tergantung pada sebagai Carbon Black untuk bahan pengisi
jenis dan kualitasnya. (Sumber : /Carbon (filler) dari berbagai bahan vulkanisat karet.
Black.CV.BINA JAYA.Indonetwork.co.id Hasil yang diharapkan dari penelitian
diakses tgl.19 Maret 2016). ini adalah:
Cangkang kelapa sawit merupakan
1. Penguasaan teknologi pengolahan
biomassa lignoselulosa yang mengandung
serbuk arang cangkang kelapa sawit
kadar karbon yang tinggi, dapat dimanfaatkan
dari cangkang kelapa sawit sebagai
sebagai sumber karbon, diantaranya adalah
Carbon Black
sebagai bahan baku untuk pembuatan
2. Diperolehnya data-data/informasi
serbuk arang cangkang kelapa sawit sebagai
tekno-ekonomi pengolahan serbuk
Carbon Black. Menurut Okoroigwe, 2014,
arang cangkang kelapa sawit sebagai
komposisi kimia cangkang kelapa sawit
bahan perbandingan dalam rangka
(kering udara) adalah seperti berikut C =
strategi implementasi hasil litbang.
49,79 %, H = 5,58 %, O = 34,66 %, N =
3. Melestarikan lingkungan dari limbah
0,72 % , S = 0,08 % dan Cl = 89 ppm.
padat (cangkang kelapa sawit) sisa
Banyak sudah penelitian yang telah
proses dari PKS dan pemanfaatan
dilakukan tentang pembuatan arang cangkang
limbah kayu dari perkebunan karet
kelapa sawit antara lain adalah Muhamad
rakyat.
Halim dkk (2009), Abdul Gani Haji dkk (2010),
Djoko Purwanto (2011) dan lainnya.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 3


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 1-10

Vulkanisat karet merupakan turunan Cangkang kelapa sawit adalah


yang paling utama dari barang barang karet. merupakan biomassa, dimana komponen
Hampir semua kompon karet, menggunakan utamanya adalah selulosa, hemiselulosa
Carbon Black sebagai bahan pengisi (filler). dan lignin.
Bahan pengisi Carbon Black berfungsi Menurut Halim, 2009, cangkang kelapa
sebagai penguat (reinforcing), memperbesar sawit mengandung lignin = 42,8 % selulosa
volume, memperbaiki sifat-sifat fisik dari = 32,93 %, hemi selulosa = 12,03 %, air =
barang-barag karet dan memperkuat 12,91 % dan abu = 4,61 %.
vulkanisat karet (Boonstra dalam Prasetya, Menurut Yokoyama, 2008, terjadinya
2013). proses pirolisis biomassa adalah seperti
Menurut Wikipedia, pirolisis adalah berikut, kelembaban menguap pertama
dekomposisi kimia bahan organik melalui sekali yaitu 100oC, hemiselulosa akan
proses pemanasan tanpa atau sedikit Oksigen terdekomposisi pada suhu 200 oC s/d 260
atau reagen lainnya, dimana material mentah o
C diikuti oleh selulosa pada suhu 240 oC s/d
akan mengalami pemecahan struktur kimia 340 oC dan terakhir lignin pada suhu 280 oC
menjadi bio char, asap cair dan gas. s/d 500 oC.
Tabel 1. Suhu Dan Keadaan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Fungsi Pengamatan Pada
Proses Penyangraian

Waktu
Suhu Keadaan Cangkang
No. Pengamatan
(oC) Kelapa Sawit
(menit ke-)
1. 0 32 Normal
2. 5 44 Normal
3. 10 95 Mulai Berasap
4. 15 95 Asap Tipis
5. 16 95 Asap bertambah
Asap bertambah
6. 17 95
banyak
7. 18 95 Mulai mengepul
8. 19 95 Mengepul
9. 21 114 Mengepul
10. 24 125 Mengepul
11. 27 156 Mengepul
12. 30 179 Asap mulai mereda
13. 32 202 Asap mulai menipis
14. 34 262 Asap menipis
15 37 348 Asap habis

4 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengolahan Cangkang Kelapa Sawit ... (Zainal Abidin Nasution)

Tabel-2. Hasil Pengujian Vulkanisat Karet

Hasil Uji Formulasi RSS/SBR/ACS (phr)


No Pengujian
100/30/50 100/30/60 100/30/50 100/-/40
1. Rheometer
ML (mm), dn.m 0,40 0,05 0,55 0,58
MH (maks) dn.m 23,28 25,47 10,80 12,26
Tc 10, menit 3,22 5,08 5,10 2,55
Tc 90, menit 8,06 10,24 10,53 6,34
Hardness,
2. 74-75 66-67 45-46 48-49
Shore-A
Tensile Strength, kg/cm2 63 19 78 132
3.
Modulus 300%,psi 29 18 18 23
4. Elongation at Break, % 240 230 680 689
5. Tear Resistence, kg/cm 21 21 14 26

METODOLOGI Menurut Haji dkk, 2010, membuat


arang cangkang kelapa sawit dengan
Percobaan pembuatan bubuk arang
menggunakan drum bekas yang tertutup dan
cangkang kelapa sawit dilaksanakan dengan
pelaksanaan pembakarannya selama 5 jam,
metode penyangraian. Pada pelaksanaannya
setelah itu api didalam drum dipadamkan
metode penyangraian ini cukup mudah
dengan cara menyiramnya dengan air dan
pengerjaannya, teknologinya tepat guna dan
dibiarkan dingin secara alami. Suhu didalam
sederhana mengontrolnya.
drum bekas dipertahankan sekitar 378 oC s/d
Cangkang Kelapa Sawit 385 oC.
Menurut Purwanto, 2011, pembuatan
arang cangkang kelapa sawit dilakukan
Dijemur Dibawah Sinar
Matahari Sampai Kering didalam tanur, dengan mempertahankan
suhu 500 oC s/d 600 oC selama 2 jam
s/d 3 jam. Jadi, proses pembuatan arang
Penimbangan cangkang kelapa sawit pada penelitian ini
berbeda dengan proses pembuatannya
Disangrai Di Udara Terbuka dengan yang telah dilaksanakan oleh para
Sampai Asapnya Habis peneliti lainnya.
Menurut (Gnansounou dan Dauriat,
2010 dalam Puspita Sari, 2017) menjelaskan
Ditumbuk/Digiling
bahwa analisis tekno ekonomi adalah suatu
Tidak Lolos jenis rekayasa yang mencakup desain
Ayakan
Pengayakan 200 mesh proses, permodelan dan analisis biaya untuk
desain produk yang inovatif dan produk yang
Serbuk Arang Cangkang kompetitif. Prosedur analisis ini meliputi
Kelapa Sawit desain proses dan permodelan teknologi,
sedangkan investasi dan biaya produksi
Gambar 1. Diagram Alir Percobaan adalah merupakan evaluasi ekonomisnya.
Pembuatan Bubuk Arang Cangkang Secara umum studi tekno ekonomi
Kelapa Sawit mencakup berbagai aspek yaitu potensi

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 5


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 1-10

pasar yang tersedia, pemilihan lokasi pabrik, proses penyangraian cangkang kelapa sawit
skala kapasitas produksi, teknologi produksi efektip juga digunakan untuk memperoleh
dan analisis ekonomi. arang cangkang kelapa sawit. Dilihat dari
rendemen dan suhunya, ternyata tidak
HASIL DAN PEMBAHASAN terjadi perbedaan yang signifikan, yaitu :
a. Nasution, 2012, memperoleh rendemen
Aspek Kelayakan Teknologi
arang cangkang kelapa sawit 38,20 %
Penelitian ini dilaksanakan dalam
dan suhu terakhir penyangraian 348 oC b.
rangka memanfaatkan potensi sumber daya
Halim,2009, memperoleh rendemen 41 %
alam yang dimiliki, seperti perkebunan karet
dan suhu pembakaran dipertahankan 400 oC
rakyat,yaitu batang kayu karet tua dan limbah
c. Haji, 2010, memperoleh rendemen 38,31%
padat dari proses pengolahan tandan buah
dengan suhu pembakaran dipertahankan
segar kelapa sawit menjadi minyak kelapa
378 oC.
sawit dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yaitu
Arang cangkang kelapa sawit yang
cangkang kelapa sawit.
diperoleh dari metode penyangraian, digiling
Dari percobaan pembuatan arang
sampai menjadi bubuk dan kemudian diayak
cangkang kelapa sawit dengan metode
dengan ayakan lolos 200 mesh.
penyangraian, rendemen hasilnya adalah
rata-rata 38,20 % (yaitu diperoleh pada suhu
Aspek Keunggulan Dibanding Teknologi
terakhir 348 oC, dimana proses penyangraian
Yang Sudah Ada
dihentikan pada saat asap sudah habis,
Berdasarkan literatur, beberapa proses
dinyatakan pirolisis sudah selesai). Hasil
pembuatan carbon black yang dikenal
penelitian Halim dkk, 2009, pembuatan
adalah a. Channel black, dimana carbon
arang cangkang sawit menggunakan metode
black yang diperoleh dihasilkan melalui
reaktor pirolisis dengan mempertahankan
proses pembakaran gas alam. b. Furnace
suhu pembakaran sebesar 400 oC dan
black, proses ini menggunakan minyak
lamanya proses pembakaran adalah 90
bumi sebagai bahan baku dengan suhu
menit, diperoleh rendemen rata rata arang
pemanasan sekitar 1250 oC s/d 1450 oC. Hasil
cangkang kelapa sawit sebesar 41 %.
dekomposisi dari minyak bumi tersebut akan
Hasil penelitian Haji dkk, 2010,
diperoleh carbon black. c. Thermal black,
pembuatan arang cangkang kelapa
carbon black diperoleh dari pembakaran
sawit menggunakan metode pembakaran
minyak bumi dengan sistim batch pada suhu
tertutup dengan mempertahankan suhu
proses 1350 oC tanpa udara (Sumber : SBP
pembakaran sebesar 378 oC dan lamanya
Board of Consultant and Engineers, 1987).
proses pembakaran adalah 5 jam, kemudian
Sebagai Carbon Black hasil penelitian,
api didalam tungku dipadamkan dengan
keunggulan teknologi yang dimilikinya
menyiramkan air dan dibiarkan dingin
adalah :
secara alami. Rendemen rata – rata arang
Bahan baku Carbon Black eks impor
cangkang kelapa sawit adalah 38,31%. Hasil
berasal dari sumber-sumber fosil, yaitu
penelitian Purwanto, 2011, pembuatan arang
minyak bumi dan gas. Bahan-bahan tersebut
cangkang kelapa sawit pada tanur , dimana
merupakan bahan yang sumbernya pada
suhu pembakaran adalah 500 oC s/d 600 oC
suatu hari akan mengalami habis, tidak
selama 2 jam s/d 3 jam menghasilkan mutu
dapat diperbaharui (renewable). Namun
arang cangkang kelapa sawit yang baik.
tidak demikian halnya dengan cangkang
Berdasarkan keterangan dari
kelapa sawit. Seiring dengan lahan kelapa
Yokoyama, 2008, bahwa pirolisis biomassa
sawit yang semakin luas di Indonesia, maka
berakhir pada bagian lignin yaitu pada suhu
cangkang kelapa sawit menjadi sumber
280 oC s/d 500 oC.
bahan baku untuk pembuatan serbuk arang
Melihat hal ini dan membandingkannya
cangkang kelapa sawit sebagai Carbon
dengan hasil-hasil penelitian yang telah
Black, pasokannya cukup baik.
dilaksanakan, dapat dinyatakan bahwa

6 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengolahan Cangkang Kelapa Sawit ... (Zainal Abidin Nasution)

Berdasarkan laporan Ditjend dan pembiayaannya dilaksanakan oleh


Perkebunan, total luas lahan perkebunan investor. Dana segar yang dapat dihimpun/
kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2015 ditarik ke kas dan dapat dibelanjakan lagi
sudah mencapai 11.444.808 Ha dengan adalah dari biaya pemeliharaan/perawatan
produksi sebesar 30.948.981 ton TBS. Secara mesin dan peralatan dan bangunan pabrik
perhitungan, limbah proses cangkang kelapa serta biaya umum,yang meliputi biaya
sawit yang dihasilkan sebanyak 2.475.918 tidak terduga,seperti konsumsi tamu
ton. Asumsi 60 % dari cangkang kelapa sawit perusahaan,pembuatan spanduk untuk
dimanfaatkan kembali sebagai bahan bakar acara hari hari besar nasional,bantuan biaya
boiler PKS–PKS, yaitu sebesar 1.485.550 sekolah anak karyawan yang berprestasi
ton cangkang kelapa sawit selama setahun, dan lain sebagainya. Selain itu juga ada
masih saja menyisakan sejumlah cangkang dana segar yang dihimpun/ditarik ke kas
kelapa sawit yang berpotensi untuk dan didepositokan adalah biaya penyusutan
dimanfaatkan dalam berbagai keperluan (depresiasi) dari mesin/peralatan dan
apakah sebagai bahan baku/pembantu bangunan pabrik dihitung dengan metode
industri sebesar 916.000 ton setahun. Selain garis lurus,dan dimana umur pengembalian
dari bahan baku cangkang sawit, juga untuk dari investasi disamakan dengan umur
keperluan proses penyangraian, diperlukan teknis dan umur ekonomis mesin/peralatan
bahan bakar. Disini digunakan bahan bakar dan bangunan, serta disamakan dengan
padat kayu karet. umur kontrak tanah yaitu 5 tahun. Sehingga
Berdasarkan laporan Ditjend berdasarkan biaya investasi,biaya tidak tetap
Perkebunan, total luas lahan perkebunan dan umur pengembalian investasi maka
karet di Indonesia pada tahun 2015 adalah dapat dihitung laba bersih dari usaha. Dan
3.656.057 Ha. Menurut Siagian, 2010, berdasarkan besarnya laba bersih dari usaha
dijelaskan bahwa jumlah tanaman karet yang akan dicapai ,maka dapat ditetapkan
per hektar adalah sekitar 330 pohon, dan harga franco jual dari produk yang dihasilkan
akan dilakukan peremajaan setelah berumur Basis perhitungan:
30 tahun, dengan perkiraan volume kayu
• Randemen hasil penyangraian rata-
adalah 0,44 M3/pohon s/d 0.77 M3/pohon.
rata : 38,20 %
Berdasarkan perhitungan-perhitungan
• Kapasitas produksi serbuk arang
diatas, yang meliputi pasarnya cukup
cangkang kelapa sawit sebagai Carbon
potensial, teknologi pengolahan cangkang
Black : 300 kg/hari.
kelapa sawit telah dikuasai, didukung oleh
• Jumlah hari kerja (setelah dikurangi
sumber-sumber daya lainnya, itu artinya
dengan hari Minggu dan hari hari libur
memberikan sinyal bahwa aspek keunggulan
nasional) : 283 hari kerja/tahun
produk Carbon Black dari cangkang kelapa
• Jam kerja per hari rata rata : 8 jam
sawit secara teknologi itu adalah baik.
• Jadwal kerja per hari : 08.00 – 16.00
(istirahat 1 jam)
Analisis Kelayakan Usaha
• Pengelola sekaligus pemilik usaha : 1
Analisis kelayakan usaha serbuk
(satu) orang
arang cangkang kelapa sawit sebagai
• Sekretaris kantor: 1 (satu) orang
Carbon Black,dilaksanakan dalam jangka
• Tenaga kerja harian lepas : 3 (tiga )
waktu 5 tahun sesuai dengan umur kontrak
orang
tanah yang ditetapkan yaitu selama 5 tahun

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 7


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 1-10

A. Investasi:

1. Bangunan :
Kontrak tanah kosong 50 x 50 m2 = 2500 m2 selama 5 Rp.25.000.000,-
tahun @ Rp. 5.000.000 per tahun
Pembangunan 1 (satu) unit bangsal/los (semi permanen) Rp.100.000.000,-
untuk kegiatan produksi dengan ukuran 20 x 20 m2 @
Rp. 250.000 per m2
Ruangan kantor :
2. Pembangunan 1 (satu) unit ruangan kantor,semi Rp.4.500.000,-
permanen pada areal bangsal/los dengan ukuran 3 x 3
m2 = 9 m2 @ Rp. 500.000 per m2

3. Peralatan pokok :
• Kuali besi kapasitas sangrai cangkang kelapa sawit 50 Rp.2.000.000,-
kg 4 unit @ Rp. 500.000,-
• Tungku pemasak dari besi sebanyak 4 unit @ Rp.6.000.000,-
Rp.1.500.000,-
• Mesin giling/bubuk lengkap dengan motor penggerak Rp.25.000.000,-
berbahan bakar solar 7 HP ,1unit, komplit dengan
beberapa jenis ayakan
• Timbangan duduk kapasitas 25 kg 2 unit @ Rp.8.000.000,-
Rp.4.000.000,-
• Pompa air 1 unit 300 watt,dan instalasinya dilingkungan Rp.5.000.000,-
unit usaha.
• Alat material handling lokal, 2 unit, @ Rp.5.000.000 Rp.10.000.000,-
• Pembuatan sumur bor rumah tangga, 1 unit Rp.5.000.000,-
• Listrik PLN, 5000 watt dan instalasi dilingkungan unit Rp.20.000.000,-
usaha
• Barang habis pakai 1 paket Rp.15.000.000,-
• Peralatan manual (misal : ember, gayung, dll) ditaksir Rp.3.000.000,-
• Peralatan dan perabotan kantor 1 set,ditaksir Rp.25.000.000,-
Jumlah Investasi Rp.253.500.000,-

B. Biaya Produksi (1 tahun)


1. Biaya Tetap
• Gaji pengelola, 1 orang, Rp. 6.000.000/bulan x 12 bln/ Rp.72.000.000,-
tahun
• Gaji sekretaris, 1 orang,Rp. 3.000.000/bulan x 12 bln/
tahun Rp.36.000.000,-
• Pemeliharaan mesin/peralatan/bangunan pabrik Rp.30.420.000,-
(diperhitungkan) adalah 12 % per tahun dari investasi
• Penyusutan dari investasi ditetapkan selama 5 tahun Rp.50.700.000,-
(dengan catatan semua nilai akhir dari barang barang
pada akhir tahun ke 5 adalah nol). sehingga besarnya
penyusutan per tahun adalah 20 % dari investasi
• Biaya umum per tahun (diperhitungkan) adalah 10 % Rp.25.350.000,-
dari investasi
Jumlah Rp.214.470.000,-

8 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengolahan Cangkang Kelapa Sawit ... (Zainal Abidin Nasution)

2. Biaya Tidak Tetap (1 tahun)


• Bahan baku cangkang kelapa sawit : x 300 kg/hari x Rp.177.801.047,-
283 hari/tahun x Rp. 800,-/kg.
• Kayu bakar : 1,5m3/hari x 300 hari/tahun x Rp. Rp.6.750.000,-
15.000,-
• Bahan bakar solar untuk motor penggerak penggiling
arang cangkang sawit 10 liter/hari x 300 hari kerja/ Rp.19.500.000 ,-
tahun x Rp. 6.500 per liter
• Listrik PLN untuk penerangan,perangkat Rp.24.000.000,-
elektronik,pompa air dan lainnya ditaksir 2.000.000,-/
bulan x 12 bulan/tahun
• Gaji upah/biaya tetap : 3 orang/hari x 100.000/hari x Rp.84.900.000,-
283 hari kerja/tahun
Jumlah Rp.312.951.047,-

Total biaya Produksi : Dari informasi pasar,bahwa harga


• Biaya Tetap + Biaya Tidak tetap Carbon Black pada tahun 2015 berkisar
= Rp. 214.470.000,- + Rp. 312.951.047,- = antara Rp,7.000,- per kg s/d Rp. 20.000,-
Rp. 527.421.047,- per kg,tergantung kepada jenis dan
kwalitasnya. Berdasarkan dari hasil studi
C. Menghitung Laba Bersih Berdasarkan tekno ekonomi,harga jual franco pabrik
Pengembalian Investasi (Return On bubuk arang cangkang kelapa sawit sebagai
Investment – ROI) Carbon Black adalah Rp. 7.730,- per kg.
(Investasi+BiayaTidakTetap) Artinya sebagai Carbon Black,harga tersebut
ROI = x 1 tahun cukup dapat bersaing untuk dijual dipasar.
(Laba bersih / tahun)

(Rp.253.500.000,- +Rp.312.951.047,-)
E. Batas Titik Impas Tidak Untung-Tidak
5 tahun= x 1 tahun Rugi (Break Event Point = BEP)
(Laba Bersih/tahun)
Biaya Tetap
Laba bersih/tahun =
(Rp.566.451.047,-)
x 1 tahun= Rp.113.393.238 BEP = x 100 %
(5 ) (Penjualan-BiayaTidakTetap)

D. Menghitung Harga Jual Serbuk Arang (Rp.214.470.000,-)


Cangkang Kelapa Sawit Per Kg: =
(Rp.656.277.000,--Rp.312.951.047,-)
Laba bersih per tahun = Rp. 113.393.238
(Rp.214.470.000,-)
Pajak-pajak besarnya adalah 12 % dari laba = x 100% = 62,47 %
bersih, maka laba kotor adalah : (Rp.343.325.953,-)
100 F. Kapasitas Produksi Pada BEP
x Rp. 113.393.238 = Rp. 128.855.953
88 = 62,47 % x 300 kg/hari = 187,40 kg/hari
Total biaya produksi per tahun = Rp.
527.421.047 Aspek Kelayakan Sosial dan Lingkungan
Hasil penjualan/tahun = total biaya produksi/ UKM yang bergerak dalam produksi
tahun + laba kotor/tahun : bubuk arang cangkang kelapa sawit ini, harus
= Rp. 656.277.000 direncanakan dekat dengan lokasi bahan
Produksi/hari x jumlah hari kerja/tahun x baku artinya dekat dengan PKS,sebagai
harga jual/kg= hasil penjualan/tahun sumber bahan baku cangkang kalapa
300 kg/hari x 283 hari/tahun x harga jual/kg = sawit dan dekat dengan areal perkebunan
Rp. 656.277.000 karet rakyat,sebagai sumber bahan bakar.
(Rp.656.277.000)
Sehingga biaya-biaya untuk pengadaan
Harga jual/kg = 84.900 = Rp. 7.730 /kg bahan bahan dapat ditekan, antara lain

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 9


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 1-10

adalah : biaya-biaya pembelian cangkang Pengisi (Filler) Terhadap Sifat Sifat


kelapa sawit,kayu karet sebagai bahan bakar Fisik Kompon Karet, Prosiding Seminar
dan transportasi. Sekaligus juga letaknya Nasional Kulit Karet dan Plastik Ke – 4
dekat dengan pemukiman penduduk di Yogyakarta,28 Oktober 2015,ISSN :
pedesaan, sehingga tenaga kerja mudah 2477 - 3298,hal. 62 - 74
direkrut dan kesejahteraan masyarakat 5. Nuyah dan Rahmaniar, 2013, Pembuatan
meningkat. Kompon Karet Dengan Bahan Pengisi
Arang Cangkang Sawit, Jurnal Dinamika
SIMPULAN Penelitian Industri, Vol. 24 No. 2, hal.
114-121.
Berdasarkan studi tekno ekonomi
6. Nwaobakata C and Agunwamba J
dapat diketahui randemen bahan baku =
C,2014,Effect Of Palm Kernel Shells Ash
38,20%, kapasitas produksi serbuk arang
As Filler On The Mechanical Properties
cangkang kelapa sawit sebagai carbon
Of Hot Mix Asphalt,Archives Of Applied
black = 300 kg/hari, jumlah hari kerja = 283
Science Research,Vol .6 No .5,pp. 42 -
hari/tahun, jam kerja per hari rata rata = 8 jam,
49
jadwal kerja setiap hari adalah 08.00 – 16.00
7. Pardamaian, M, 2008, Panduan Lengkap
(istirahat 1 jam), pengelola sekaligus pemilik
Pengelolaan Kabun dan Pabrik Kelapa
usaha 1 (satu) orang, sekretaris kantor 1
Sawit, Cetakan Pertama, Pustaka
(satu) orang, tenaga kerja harian lepas 3
Angromedia, Jakarta.
(tiga) orang, jumlah produksi = 84.900 kg/thn,
8. Prasetya HA dan Poppy Marlina, 2013,
investasi = Rp. 253.500.000,- biaya produksi
Penggunaan Sekam Padi Sebagai
(1 tahun) = Rp.527.421.047,- ,Biaya tidak
Bahan Pengisi dan Antioksidan Pada
tetap (1 tahun) = Rp.312.951.047,- Biaya
Pembuatan Kompon Karet, Jurnal
tetap (1 tahun) = Rp.214.470.000,- Harga
Dinamika Penelitian Industri, Vol. 24 No.
jual serbuk arang cangkang kelapa sawit
2, hal. 66 – 73.
sebagai Carbon Black = Rp.7.730,- per kg,
9. Purwanto,D,2011,Arang Dari Limbah
Laba kotor per tahun = Rp.128.855.963.
Tempurung Kelapa Sawit,Jurnal
Laba bersih per tahun dengan pajak pajak
Penelitian Hasil Hutan,Vol 29 No,
12 % = Rp.113.393.238,- Pengembalian
1,hal.57-66
Investasi (ROI) = 5 tahun. Batas Titik Impas
10. Rahmawati, 2009, Pengaruh Komposisi
(BEP) = 62,47 % dan Kapasitas produksi
Arang Cangkang Kelapa Sawit dan
pada skala BEP = 187,40 kg/hari
Hitam Arang (Carbon Black) Terhadap
Kualitas Kompon Karet Sol Sepatu,
DAFTAR PUSTAKA
Skripsi, FMIPA Universitas Sumatera
1. Haji, AG, G. Pari, Habibati, Amiroddin Utara, Medan.
dan Maulina, 2010, Kajian Mutu Arang 11. Siagian,N, M Supriadi dan C
Hasil Pirolisis Cangkang Kelapa Sawit, Anwar,2010,Potensi Produksi Kayu
Jurnal Purifikasi, Vol. II No. 1, hal. 77-86. Karet Tua Di Tingkat Petani Dan
2. Halim,M,P Darmadji dan R Perkebunan Serta Kendala Dalam
Indrati,2009,Fraksinasi dan Identifikasi Pemanfaatannya,Jurnal Penelitian
Senyawa Volatil Asap Cair Cangkang Karet,Vol 28 No 1,Hal.26-43
Sawit,Agritech Vol 23 No 3,hal.117-123, 12. Yokoyama,S,2008, The Asian Biomass
3. Nasution,Z A,2012,Karakteristik Kimia Handbook: A Guide for Biomass
Arang Cangkang Kelapa Sawit Yang Production and Utilization,The Japan
Dihasilkan Dengan Metode Penyangraian Institute of Energy
Sebagai Bahan Pembuatan Biomassa,
Jurnal Industri Hasil Perkebunan,Vol.7
No.1,hal. 1 – 7.
4. Nasution,Z A,2015,Pengaruh Arang
Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Bahan

10 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Penambahan Gel Lidah Buaya ... (Sukma Budi Aryani)

PENAMBAHAN GEL LIDAH BUAYA SEBAGAI ANTIBAKTERI


PADA SABUN MANDI CAIR BERBAHAN DASAR MINYAK KELAPA
Additional Oo Aloe Vera Gel as Antibactery in Liquid Bath Soap Based Coconut Oil

Sukma Budi Ariyani dan Hidayati


Baristand Industri Pontianak Jln. Budi Utomo No. 41 Pontianak 78243
Email : sukma_ariyani@yahoo.co.id

ABSTRAK. Sabun cair dibuat melalui reaksi saponifikasi dari minyak dan lemak yang direaksikan dengan
KOH. Gel lidah buaya digunakan sebagai antibakteri dan memiliki kandungan zat yang baik untuk kulit.
Penelitian ini bertujuan memperoleh karakteristik gel lidah buaya, memperoleh produk sabun mandi cair
dengan penambahan gel lidah buaya dan mengetahui aktivitas antibakteri Escherichia coli pada sabun
mandi cair yang diperoleh. Metode penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan sediaan gel lidah buaya,
pengujian gel lidah buaya, pembuatan sabun mandi cair berbahan dasar minyak kelapa, pengujian sabun
mandi cair sesuai SNI dan uji daya hambat bakteri Escherichia coli. Variabel berubah yang digunakan
adalah konsentrasi gel lidah buaya yang ditambahkan pada pembuatan sabun mandi cair (5, 10 dan 15%).
Hasil yang diperoleh adalah gel lidah buaya dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan produk kosmetik.
Gel lidah buaya ini mengandung zat saponin, antrakuinon, lignin dan 18 jenis asam amino. Produk sabun
mandi cair yang diperoleh, untuk parameter keadaan, pH, bobot jenis alkali bebas dan angka lempeng
total, hasilnya memenuhi SNI sabun mandi cair (SNI 06-4085-1996) dan memiliki daya hambat terhadap
bakteri Escherichia coli dengan diameter zona hambat rata-rata sebesar 1,85 cm dengan metode uji
cakram dish.
Kata kunci : Escherichia coli, gel lidah buaya, minyak kelapa, sabun mandi cair

ABSTRACT. Liquid soap is made by saponification reaction of oil and fat reacted with KOH. Aloe vera gel
is used as an antibacterial and has a good substance for the skin. The objective of this study was to obtain
the characteristics of aloe vera gel, to obtain liquid bath soap product with the addition of aloe vera gel and
to know the antibacterial activity of Echerichia coli on the obtained liquid bath soap. Methods of research
include preparation of aloe vera gel, aloe vera gel testing, making liquid bath soap made from coconut oil,
liquid bath soap test in accordance with SNI and inhibitory test of Escherichia coli bacteria. The altered
variables used were aloe vera gel concentrations added to the manufacture of liquid bath soap (5, 10 and
15%). The results obtained are aloe vera gel can be used as material for cosmetic products. Aloe vera gel
contains saponins, anthraquinone, lignin and 18 types of amino acids. Liquid bath soap product obtained,
for state parameters, pH, total weight free alkali and total plate number, the result meets the SNI 06-4085-
1996 and has a resistance to the bacteria Escherichia coli with an inhibitory zone diameter of 1.85 cm with
the test method dish disc.
Keywords : aloe vera gel, coconut oil, Esherichia coli, liquid bath soap

PENDAHULUAN pewangi yang diijinkan dan digunakan untuk


Sabun merupakan pembersih mandi tanpa menimbulkan iritasi pada kulit.
yang dibuat dengan reaksi kimia antara Sabun cair dibuat melalui reaksi saponifikasi
kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak dan lemak dengan KOH
dari minyak nabati atau lemak hewani. (Irmayanti, et al., 2014).
Sabun cair lebih diminati oleh masyarakat Seiring perkembangan ilmu
dibandingkan dengan sabun padat, karena pengetahuan dan teknologi dibidang kimia
penggunaannya yang lebih praktis, lebih dan farmasi, perkembangan kosmetik mulai
hemat, tidak terkontaminasi bakteri, mudah bergeser ke arah natural product karena
dibawa dan mudah disimpan (Agusta, 2016). adanya trend back to nature (Duraisam,
Sabun mandi cair adalah sediaan et al., 2011). Salah satu herbal yang dapat
berbentuk cair yang digunakan untuk ditambahkan dalam sediaan kosmetik sabun
membersihkan kulit, dibuat dari bahan dasar mandi cair adalah gel lidah buaya.
sabun dengan penambahan surfaktan, Menurut Woodroof (1979), minyak
penstabil busa, pengawet, pewarna dan kelapa diperoleh sebagai hasil ekstraksi

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 11


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 11-18

daging buah kelapa segar. Asam-asam lemak METODOLOGI


dominan yang menyusun minyak kelapa
Alat dan Bahan
adalah laurat dan miristat, yang merupakan
Bahan yang digunakan adalah lidah
asam-asam lemak berbobot molekul rendah,
buaya, sodium benzoate, KOH, minyak
sedangkan menurut Ketaren (1986), minyak
kelapa dan asam sitrat.
kelapa memiliki sekitar 90% kandungan
Alat yang digunakan diantaranya pisau,
asam lemak jenuh. Shrivastava (1982)
beaker glass, gelas ukur, botol sampel, kain
menyatakan bahwa minyak kelapa memiliki
saring, heater magnetic stirrer, pengaduk,
sifat mudah tersaponifikasi (tersabunkan).
digital refraktometer dan rotary vacuum
Hal tersebut menjadi dasar dijadikannya
evaporator.
minyak kelapa sebagai bahan dasar sabun
mandi cair.
Pembuatan Sediaan Gel Lidah Buaya
Lidah buaya Pontianak jenis
Lidah buaya Barbadensis dicuci
Barbadensis memiliki kandungan senyawa
terlebih dahulu dan dihilangkan durinya,
lignin yang lebih tinggi dibandingkan lidah
kemudian dipotong dan dikupas. Setelah itu
buaya yang ditanam di daerah lain karena
dihaluskan dengan blender, disaring hingga
berada di bawah garis khatulistiwa dengan
diperoleh filtrat berupa jus lidah buaya.
tekstur tanah gambut dan intensitas cahaya
Dilakukan pemekatan jus lidah buaya dengan
matahari yang tinggi.
alat rotary vacuum evaporator seperti pada
Lidah buaya adalah salah satu
Gambar 1., kondisi operasi:
tanaman yang berkhasiat untuk menjaga
kesehatan kulit. Keistimewaan lidah buaya - vakum : 110 mbar
terletak pada gelnya yang mampu untuk - rotari : 80 rpm
meresap di dalam jaringan kulit, sehingga - heating bath : 70oC
banyak menahan kehilangan cairan yang - berat sampel : 500 gram
terlalu banyak dari dalam kulit (Hartanto dan - suhu sampel : 50oC
Lubis, 2002). Gel lidah buaya juga memiliki - waktu evaporasi : 2 jam
kandungan zat antibakteri dan antijamur. Sehingga diperoleh gel dengan brix
Penggunaan sabun mandi cair 4-5,5, diukur dengan digital refraktometer.
merupakan salah satu cara untuk melindungi Gel lidah buaya yang diperoleh ditambah
kulit dari infeksi bakteri dan mencegah sodium benzoat dengan konsentrasi 0,1%
penyakit infeksi kulit. Infeksi merupakan untuk mempertahankan kestabilan gel yang
penyakit yang sering terjadi karena adanya diperoleh.
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh
sehingga menyebabkan gangguan fisiologi
normal tubuh. Escherichia coli merupakan
bakteri penyebab infeksi tersering dan umum.
Penggunaan antibakteri dari bahan sintetik
dapat mencegah terjadinya infeksi, namun
tidak sedikit yang memberikan efek samping
seperti iritasi. Hal ini mendorong beralihnya
penggunaan sediaan yang berasal dari alam
(Rosdiyawati, 2014). Salah satu bahan alam
yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri
adalah gel lidah buaya Pontianak. Gambar 1. Rotary Vacuum Evaporator
Sediaan yang lazim dijumpai seperti
pada sabun, gel, salep atau lotion dapat Pengujian Gel Lidah Buaya
langsung menuju bagian yang terinfeksi. Gel lidah buaya yang diperoleh diuji
Sediaan juga diharapkan memiliki daya pH, TDS, kandungan saponin, antrakuinon,
antibakteri yang cukup untuk menghambat vitamin A, vitamin C dan asam amino.
pertumbuhan bakteri Escherichia coli.

12 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Penambahan Gel Lidah Buaya ... (Sukma Budi Aryani)
Uji Daya Hambat Escherichia coli pada
Pembuatan Sabun Mandi Cair Sabun Mandi Cair dengan Metode Cakram
Pembuatan sabun mandi cair diawali Dish
dengan pembuatan soap base. Minyak Cakram dicelupkan ke dalam sampel
kelapa, akuades dan KOH ditimbang di tempat (sabun cair) sampai merata di seluruh
terpisah. Minyak kelapa ditimbang sebanyak permukaan cakram. Media nutrient agar
300 gram, akuades ditimbang sebanyak 228 yang telah disterilkan dituangkan ke dalam
gram dan KOH ditimbang sebanyak 76 gram. petridish. Media nutrient agar yang telah
Minyak kelapa dipanaskan hingga mencapai dingin dan memadat selanjutnya ditanami
suhu 70oC dan dipertahankan pada suhu bakteri. Bakteri sebelumnya telah dibiakkan
tersebut. KOH dimasukkan ke dalam terlebih dahulu. Bakteri yang ditanam,
akuades, diaduk hingga homogen. Larutan diratakan hingga seluruh permukan nutrient
KOH yang telah siap dimasukkan ke dalam agar dengan menggunakan spreader.
minyak yang telah dipanaskan. Campuran Kemudian cakram tersebut diletakkan dalam
tersebut diaduk menggunakan mixer selama media nutrient agar yang telah ditanami
20 menit hingga campuran menjadi tebal bakteri, selanjutnya diinkubasi selama 24
dan padat. Langkah selanjutnya adalah jam. Aktifitas antibakteri ditunjukkan oleh
memanaskan soap base. Campuran (soap luas diameter zona bening yang terbentuk.
base) dimasukkan ke dalam waterbath yang
diisi dengan air yang telah mendidih. Soap HASIL DAN PEMBAHASAN
base dipanaskan selama 3 jam dan diaduk
setiap 30 menit sekali. Awalnya soap base Hasil uji gel lidah buaya dapat dilihat
berwarna putih susu dipanaskan hingga pada Tabel 1 dan hasil uji sabun mandi cair
menjadi jernih dan transparan. Hasil soap sesuai parameter dalam SNI dapat dilihat
base dapat disimpan di kulkas jika tidak pada Tabel 2. Sedangkan hasil gel lidah
langsung digunakan. Langkah berikutnya buaya yang diperoleh dapat dilihat pada
adalah pembuatan sabun cair yakni meliputi Gambar 2.
soap base ditimbang sebanyak 200 gram Tabel 1. Hasil Uji Gel Lidah Buaya
dan akuades juga ditimbang sebanyak 200
gram. Akuades dipanaskan hingga mendidih Gel Lidah
No. Parameter
kemudian larutkan soap base ke dalam Buaya
akuades mendidih. Campuran tersebut diaduk 1. pH 4,33
terus hingga larut dengan pemanasan stabil 2. TDS (mg/L) 46932
50oC dengan heater magnetik stirrer. Setelah
3. Saponin (mg/kg) 977,91
kira-kira hampir larut, tambahkan asam sitrat
sebanyak 1,84 gram yang telah dilarutkan ke Antrakuinon (mg/ 126,81
4.
dalam akuades sebanyak 7,36 gram yang kg)
telah mendidih. Campuran diaduk selama 5. Lignin (%) 11,58
1 jam. Setengah jam sebelum pengadukan 6. Vitamin C (%) 0,00538
selesai, gel lidah buaya ditambahkan ke
dalam campuran dengan konsentrasi 5, 10, Vitamin A 30,77
7.
15% dari berat soap base yang digunakan. (mcg/100 g)
Hal ini dilakukan agar bahan sebelumnya 8. Asam Amino
tercampur homogen terlebih dahulu. Setelah L-Histidin (ppm) 40,86
selesai pengadukan, dilakukan penyaringan
L-Threonin (ppm) 71,88
hingga diperoleh sabun cair yang diinginkan.
L-Prolin (ppm) 41,66
Pengujian Sabun Mandi Cair L-Tirosin (ppm) 66,93
Sabun mandi cair yang diperoleh diuji
L-Leusin (ppm) 67,81
sesuai parameter yang terdapat dalam SNI
06-4085-1996 yakni meliputi parameter L-Asam Aspartat
119,93
keadaan (bentuk, bau, warna), pH, alkali (ppm)
bebas, bahan aktif, bobot jenis dan Angka L-Lisin HCl (ppm) 46,95
Lempeng Total (ALT).

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 13


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 11-18

Glisin (ppm) 120,72


L-Arginin (ppm) 45,99
L-Alanin (ppm) 101,7
L-Valin (ppm) 46,74
L-Isoleusin (ppm) 37,82
L-Fenilalanin
35,22
(ppm)
L-Asam glutamat
118,35
(ppm)
L-Serin (ppm) 249,3
L-Metionin (ppm) 12,81
L-Sistin (ppm) 48,42
L-triptofan (ppm) 16,86

Tabel 2. Hasil Uji Sabun Mandi Cair Sesuai Parameter dalam SNI

Hasil Uji Sabun Mandi Cair SNI 06-4085-


Parameter
1996
A0 A1 A2 A3
Keadaan :
1. Bentuk Cairan Cairan Cairan Cairan Cairan
Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen
2. Bau Khas Khas Khas Khas Khas
minyak minyak minyak minyak
kelapa kelapa kelapa kelapa
3. Warna Kuning Kuning Jingga Jingga Khas
jernih jernih jernih jernih
pH 9,12 9,08 9,02 9,01 8-11
Alkali Bebas 0,0 0,0 0,0 0,0 Maks 0,1
Bahan Aktif 3 1 1 9 Min 15
Bobot Jenis 1,03 1,03 1,04 1,08 1,01-1,10
ALT >25 >25 >25 >25 Maks 1 x 105

Keterangan Tabel 2.: A2:


Sabun mandi cair dengan
penambahan gel lidah buaya
A0 : Sabun mandi cair tanpa penambahan
konsentrasi 10% dari soap base
gel lidah buaya
yang digunakan
A1: Sabun mandi cair dengan
A3:
Sabun mandi cair dengan
penambahan gel lidah buaya
penambahan gel lidah buaya
konsentrasi 5% dari soap base yang
konsentrasi 15% dari soap base
digunakan
yang digunakan

14 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Penambahan Gel Lidah Buaya ... (Sukma Budi Aryani)

mikroorganisme (Robinson, 1995) sedangkan


senyawa antrakuinon mempunyai beberapa
macam fungsi yaitu antiseptik, antibakteri,
antikanker, dan pencahar (Rohyani, et al.,
2015).
Saponin merupakan glikosida yang
larut dalam air dan etanol, tetapi tidak
larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai
antibakteri dengan mengganggu stabilitas
membran sel bakteri sehingga menyebabkan
sel bakterilisis, jadi mekanisme kerja saponin
termasuk dalam kelompok antibakteri yang
mengganggu permeabilitas membran sel
Gambar 2. Gel lidah buaya bakteri, yang mengakibatkan kerusakan
membran sel dan menyebabkan keluarnya
Hasil Uji Gel Lidah Buaya berbagai komponen penting dari dalam
sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan
a. pH nukleotida (Darsana, et al., 2012).
pH alami gel lidah buaya bersifat asam Antrakuinon merupakan suatu
adalah antara 4-5 (Padmadisastra, et al., antimikroba yang berspektrum luas. Lidah
2013). Sedangkan menurut standar Terry buaya mengandung beberapa glikosida
Laboratories, pH gel lidah buaya yakni 3,5 antrakuinon (aloin, aloe-emodin dan
sampai 4,5. Pada Tabel 1., pH gel lidah buaya barbaloin). Aloe-emodin bersifat bakterisidal
yang diperoleh adalah 4,33 (memenuhi terhadap Sreptococcus mutans. Salah satu
standar Terry Laboratories). mekanismenya adalah dengan menghambat
transfer elektron pada rantai pernapasan
b. Saponin, Lignin dan Antrakuinon mitokondria (Rahardja, et al., 2010).
Lidah buaya (Aloe vera (L.) Webb.)
memiliki banyak manfaat yakni sebagai c. Asam Amino
sumber penghasil bahan baku untuk aneka Dilihat pada Tabel 1., gel lidah buaya
produk industri makanan, farmasi, dan memiliki kandungan 18 jenis asam amino.
kosmetik. Lidah buaya memiliki kandungan L-serin adalah jenis asam amino dengan
saponin yang mempunyai kemampuan kandungan terbesar dalam gel lidah buaya
untuk membersihkan dan bersifat antiseptik. yakni sebesar 249,3 ppm.
Pemanfaatan lidah buaya sebagai bahan
pembuatan sabun, tidak hanya mampu Sabun Mandi Cair yang Diperoleh
membunuh bakteri, tetapi juga dapat
melembutkan kulit. Hal ini disebabkan karena a. Uji Organoleptis/ Keadaan
adanya lignin yang berguna untuk menjaga Hasil uji organoleptik sabun mandi cair
kelembaban kulit serta menahan air di dalam yang diperoleh memiliki warna jingga jernih,
kulit, sehingga tidak terjadi penguapan yang pengaruh dari warna minyak kelapa yang
berlebihan (Gusviputri, et al., 2013). digunakan. Bentuk sabun mandi cair yang
Dilihat pada Tabel 1., diperoleh kadar dihasilkan berupa cairan homogen. Dari segi
saponin, lignin dan antrakuinon dalam gel bau, bau yang ditimbulkan yaitu bau khas
lidah buaya masing-masing sebesar 977,91 seperti minyak kelapa.
mg/kg, 11,58% dan 126,81 mg/kg. Saponin
larut dalam air membentuk buih seperti buih b. pH
sabun, hal ini disebabkan karena saponin pH sabun mandi cair yang diperoleh
mempunyai amphiphilik. Saponin untuk masih dalam batas standar sesuai SNI 06-
obat luar biasanya bersifat membersihkan. 4085-1996 yakni 8-11. Semakin banyak gel
Saponin memiliki kemampuan sebagai lidah buaya ditambahkan pada sabun mandi
pembersih dan antiseptik yang berfungsi cair, akan sedikit menurunkan pH sabun
membunuh atau mencegah pertumbuhan yang diperoleh karena sifat gel lidah buaya

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 15


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 11-18

yang asam. Penurunan yang terjadi tidak jenis penting untuk dilakukan karena dapat
signifikan terlihat dari hasil pH yang diperoleh. menentukan apakah suatu zat padat dapat
pH sabun cair yang diperoleh berkisar pada bercampur atau tidak dengan zat lainnya,
pH 9 (bersifat basa). Hal tersebut karena maka akan mempermudah dalam formulasi
pembuatan sabun cair menggunakan KOH. sabun.
KOH bersifat basa kuat.
f. Angka Lempeng Total
c. Alkali Bebas Hasil uji angka lempeng total
Alkali bebas menunjukan banyaknya pada sabun mandi cair yang dihasilkan
logam Alkali yang tidak tersabunkan dalam dari penelitian ini menunjukkan sedikit
VCO pada proses saponifikasi, sehingga pertumbuhan mikroorganisme dalam sabun
masih dalam bentuk logam alkalinya yakni sebesar < 25 koloni/gram. Hal ini
(Predianto, et al., 2017). Pada penelitian menunjukkan bahwa sabun mandi cair yang
ini, VCO diganti dengan minyak kelapa. diperoleh relatif higienis dari mikroorganisme
Pengujian alkali bebas diperlukan untuk yang dapat membahayakan konsumen. Hasil
mengetahui seberapa banyak logam alkali uji angka lempeng total pada sabun mandi
yang tidak tersabunkan, karena nantinya cair dalam penelitian ini memiliki angka
akan berpengaruh pada kualitas sabun cemaran mikroba yang memenuhi standar
mandi cair itu sendiri. Hasil penelitian alkali SNI 06-4085-1996 yakni kurang dari 1x105
bebas sabun mandi cair yang diperoleh koloni/gram.
menunjukkan kadar alkali bebas sebanyak 0
%, dapat dilihat pada Tabel 2. Uji Daya Hambat Escherichia coli
Bakteri E. coli merupakan salah satu
d. Bahan Aktif jenis kelompok bakteri yang kehadirannya
Bahan aktif yang diukur adalah sangat dihindari pada suatu benda yang
jumlah senyawa dalam sabun yang tidak berhubungan dengan manusia. Sejak
tersabunkan (Predianto, et al., 2017). Hasil diketahui bahwa jasad renik tersebut dapat
penelitian sabun mandi cair menunjukan tersebar pada semua individu, maka analisis
kadar bahan aktif dalam sabun cair yang bakteriologi air minum ditujukan pada
tertinggi adalah sebesar 9%. Hal ini kehadiran mikroorganisme tersebut.
menunjukkan bahwa untuk bahan aktif Pada kondisi tertentu bakteri
dalam sabun mandi cair yang diperoleh Escherichia coli menyebabkan penyakit
belum memenuhi SNI 06-4085-1996 yang diare, infeksi saluran kemih, pneumonia
ada yakni minimal 15%. Untuk menaikkan dan meningitis pada bayi baru lahir serta
bahan aktif agar memenuhi SNI 06-4085- infeksi luka dalam. Pemberian antibakteri
1996, dalam pembuatan sabun cair, dapat merupakan salah satu pilihan dalam
ditambahkan minyak yang mengandung menangani penyakit infeksi. Namun
asam lemak oleat seperti minyak zaitun, penggunaan antibakteri yang tidak terkontrol
rice bran atau canola. Asam lemak oleat ini dapat mendorong terjadinya perkembangan
berfungsi untuk menambah kelembaban resistensi terhadap antibakteri yang diberikan.
kulit. Penambahan konsentrasi gel lidah Adanya resistensi ini dapat menimbulkan
buaya saat proses pembuatan sabun cair banyak masalah dalam pengobatan penyakit
dapat juga dilakukan untuk menambah total infeksi, sehingga diperlukan usaha untuk
bahan aktif dalam sabun mandi cair. mengembangkan obat tradisional berbahan
herbal yang dapat membunuh bakteri untuk
e. Bobot Jenis menghindari terjadinya resistensi tersebut.
Bobot jenis sabun mandi cair yang Salah satu tanaman yang secara empiris
dihasilkan dari penelitian ini adalah 1,03- digunakan sebagai bahan obat yaitu Aloe
1,08, dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil barbadensis atau lebih dikenal sebagai lidah
ini menunjukkan bahwa bobot jenis dari buaya (Rahardjo, et al., 2017).
sabun mandi cair yang diproduksi masih Lidah buaya diketahui mengandung
memenuhi standar SNI 06-4085-1996, yakni emodin antrakuinon yang sebelumnya
berkisar antara 1,01-1,10. Pengujian bobot telah terbukti memiliki aktivitas antimikroba.

16 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Penambahan Gel Lidah Buaya ... (Sukma Budi Aryani)

Antrakuinon bekerja dengan cara dasar minyak kelapa dan menggunakan


menghambat sintesis protein sehingga gel lidah buaya, berdasarkan hasil uji yang
bakteri tersebut tidak dapat tumbuh dalam diperoleh, parameter keadaan, pH, bobot
media yang terdapat ekstrak lidah buaya. jenis, alkali bebas dan angka lempeng total,
Aloe vera pun terdapat saponin yang hasilnya memenuhi SNI sabun mandi cair
mengandung glikosida yang memiliki efek (SNI 06-4085-1996). Sabun mandi cair yang
antiseptik (Puteri dan Tiana, 2017). diperoleh memiliki daya hambat terhadap
Hasil sabun mandi cair terbaik bakteri Escherichia coli dengan diameter
diuji daya hambatnya terhadap bakteri zona hambat rata-rata sebesar 1,85 cm
Escherichia coli dengan metode cakram dengan metode uji cakram dish.
dish. Hasil yang diperoleh, sabun mandi cair
yang menggunakan gel lidah buaya memiliki UCAPAN TERIMA KASIH
daya hambat bakteri Escherichia coli dengan
Penulis mengucapkan terima kasih
diameter zona hambat rata-rata sebesar
kepada Kepala Balai dan Kepala Seksi
1,85 cm, perhitungan dapat dilihat pada
Teknologi Industri Baristand Industri
Tabel 3. Menurut Davis dan Stout (1971)
Pontianak, rekan-rekan tim peneliti, dewan
bahwa sampel dengan diameter zona bening
redaksi majalah dan semua pihak yang telah
10-20 mm diklasifikasikan respon hambatan
membantu sehingga penelitian ini dapat
mikrobanya termasuk ke dalam ketegori
terlaksana dan tulisan ini dapat diterbitkan.
kuat. Hasil uji dengan metode cakram dish
dapat dilihat pada Gambar 3.
DAFTAR PUSTAKA
Tabel 3. Hasil pengukuran
1. Agusta, W. Tri, 2016. Optimasi Formula
dengan metode cakram dish
Sabun Cair Antibakteri Ekstrak Etanol
Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz
No. Perlakuan Diameter yang & Pav) Dengan Variasi Konsentrasi VCO
terbentuk (cm) dan Kalium Hidroksida. Skripsi. Program
1. Cakram 1 1,9 Studi Farmasi. Fakultas Kedokteran.
Universitas Tanjungpura Pontianak.
2. Cakram 2 1,8 2. Ariyanti, Ni Kadek, Ida Bagus Gede
Rata-rata 1,85 Darmayasa dan Sang Ketut Sudirga.
2012. Daya Hambat Ekstrak Kulit
Daun Lidah Buaya (Aloe barbadensis
Miller) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aerus ATCC 25923 dan
Escherichia coli ATCC 25922. Jurnal
Biologi. Volume XVI. Nomor 1. Juni 2012.
3. Darsana, I. G. O., I. N. K. Besung dan H.
Mahatmi. 2012. Potensi Daun Binahong
(Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis)
dalam Menghambat Pertumbuhan
Gambar 3. Hasil Uji dengan Metode Bakteri Escherichia Coli secara In Vitro,
Cakram Dish Indonesia Medicus Veterinus 2012; 1 (
3),  337 – 51.
SIMPULAN 4. Davis. Stout. 1971. Disc Plate Method of
Microbiological Antibiotic Essay. Journal
Gel lidah buaya hasil penelitian of Microbiology. 22(4).
memiliki brix 4-5,5 dapat dijadikan sebagai 5. Duraisamy, A., V. Krishnan dan K. P.
bahan pembuatan produk sabun mandi Balakrishnan. 2011. Bioprospecting dan
cair. Gel lidah buaya ini mengandung New Cosmetic Product Development:
zat saponin, antrakuinon dan lignin yang A brief review on the current status.
merupakan bahan aktif yang baik untuk International Journal of Natural Produch
kulit. Produk sabun mandi cair berbahan Research, p 26-37.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 17


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 11-18

6. Gusviputri, Arwinda, Njoo Meliana P.s, 13. Rahardja, F., Sugiarto Puradisastra,
Aylianawati dan Nani Indraswati. 2013. dan Arlene Angelin. 2010. Aktivitas
Pembuatan Sabun dengan Lidah Buaya Antimikroba Gel Lidah Buaya (Aloe Vera
(Aloe vera) Sebagai Antiseptik Alami. L.) pada Acne Vulgaris yang Terinfeksi
Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Kimia. Staphylococcus sp. Secara In Vitro, JKM
Universitas Katolik Widya Mandala 2010;10 (1). h. 30-6.
Surabaya. 14. Rohyani, I. Suci, Evy Aryanti dan
7. Hartanto, E.S. dan E.H. Lubis. 2002. Suripto. 2015. Kandungan Fitokimia
Pengolahan Minuman Sari Lidah Buaya Beberapa Jenis Tumbuhan Lokal Yang
(Aloevera linn.). Warta IHP/J. Agro- Sering Dimanfaatkan Sebagai Bahan
Based Industry. Baku Obat di Pulau Lombok. Prosiding
8. Irmayanti, P. Yunia, Ni Putu Ayu Dewi Seminar Nasional Masyarakat Biodiv
Wijayanti dan Cokorda Istri Sri Arisanti. Indon. Volume 01. Nomor 02. April 2015.
2014. Optimasi Formula Sediaan Sabun Hal 388-391.
Mandi Cair dari Ekstrak Kulit Manggis 15. Rosdiyawati, Risky. 2014. Uji Efektivitas
(Garania Mangostana Linn.). Jurnal Antibakteri Sediaan Sabun Mandi Cair
Kimia 8 (2), Juli 2014: 237-242. Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Pontianak
9. Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak (Citrus nobilis Lour. Var. Microcarpa)
Pangan. Jakarta : UI Press. Terhadap Staphylococcus aerus dan
10. Padmadisastra, Y., Sidik, & Sumi Ajizah. Escherichia coli. Skripsi. Program
2013. Formulasi sediaan cair gel lidah Studi Farmasi. Fakultas Kedokteran.
buaya (aloe vera linn.) sebagai minuman Universitas Tanjungpura Pontianak.
kesehatan. Simposium Nasional Kimia 16. Shrivastava, S. B. 1982. Soap, Detergent,
Bahan alam III, 1-13. and Parfume Industry. New Delhi : Small
11. Predianto, Herwin, Lydia I. Momuat dan Industry Research Institute
Meiske S. Sangi. 2017. Produksi Sabun 17. Sudarto, Y. 1997. Lidah Buaya.
Mandi Cair Berbahan Baku VCO yang Yogyakarta : Kanisius.
Ditambahkan dengan Ekstrak Wortel 18. Woodroof, J. G. 1979. Coconuts
(Daucus carrota). Chem. Prog. Volume Production, Processing, Products.
10. Nomor 1. Mei 2017. Second Edition. USA : The AVI Publishing
12. Puteri, Teresya dan Tiana Milanda. 2017. Company, Inc.
Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Lidah
Buaya (Aloe vera L.) Terhadap Bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus : Review. Farmaka Suplemen
Volume 14. Nomor 2.

18 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Designing Functional Beverages Process ... (Agus Sudibyo)

DESIGNING FUNCTIONAL BEVERAGES PROCESS : HIGHLIGHTING LESSONS


LEARNED FROM RESEARCH AND DEVELOPMENT
Proses Perancangan Minuman Fungsional: Pembelajaran Sekilas dari Penelitian dan
Pengembangan

Agus Sudibyo
Center for Agro-Based Industry (CABI)
Jl. Ir. H. Juanda No. 11 Bogor 16122 Indonesia
Email: asdibyo_as@yahoo.co.id

Abstract In recent times, there has been growing recognition of the key role of foods and beverage
in disease prevention and treatment. Rapidly increasing knowledge on nutrition, medicine, and plant
biotechnology has dramatically changed the concepts about food, health and agriculture, and brought
in revolution of them. Research currently underway at academic, industry and government facilities will
reveal how a myriad of substances can be used as functional food components. Thus natural bioactive
compounds include a broad diversity of structures and functionalities that provide an excellent pool of
molecules for the production of nutraceuticals, functional foods, and food addives. This review attempts to
display about research and development of functional beverages and designing functional beverages and
the formula for beverage success.
Keywords: designing, functional beverages, lessons learned, highlighting, research and development.’

Abstrak Pada waktu sekarang ini, terdapat kecenderungan peningkatan pemahaman masyarakat
terhadap peranan kunci bahan pangan dan minuman dalam perlakuan penanganan dan pencegahan
suatu penyakit. Meningkatnya secara cepat pengetahuan pada nutrisi, obat dan bioteknologi tanaman
telah merubah secara dramatis terhadap konsep tentang pangan, kesehatan dan pertanian, serta
membawa perkembangan yang sangat cepat terhadap ketiga hal tersebut. Penelitian yang dilakukan
sekarang ini baik di tingkat akademi, industri dan fasilitas dari pemerintah akan menghasilkan bagaimana
berbagai macam suatu senyawa dapat digunakan sebagai komponen pangan fungsional. Dengan
demikian, senyawa bioaktif alami termasuk berbagai macam struktur dan sifat fungsional yang dimilikinya
menyediakan molekul-molekul yang sempurna untuk memproduksi nutraceutikal, pangan fungsional
serta bahan tambahan pangan. Dalam tulisan ini akan membahas tentang penelitian dan pengembangan
minuman fungsional serta perancangan minuman fungsional dan formula yang digunakan untuk
kesuksesan minuman tersebut.
Kata kunci : perancangan, minuman fungsional, pembelajaran, sekilas, penelitian dan pengembangan.

INTRODUCTION Cranford, New Jersey – USA (Rajat et al.,


2012).
Over the last decade, demand for
Today, researchers have identified
“healthy” foods and beverages has increase
hundred of compounds with functional
in many parts of the world (Ozen et al.,
qualities, and they continue to make new
2012) and the diffusion of functional foods
discoveries surrounding the complex benefits
throughout the market has blurred the
of phytochemicals (non-nutritive plant
distinction between pharma and nutrition
chemicals) that have protective or disease
(Eussen et al., 2011). The term “functional
preventive properties in food (Rajat et al.,
food” itself was use in Japan, in 1980s, for food
2012). In this regard, functional foods play
products fortified with special constituents
an outstanding role.
that possess advantages physiological
Numerous food products are marketed
effect (Zadik, 2010). Meanwhile, the term
with enhanced quantities of bioactive food
“nutraceutical” was coined from “nutrition”
compounds (BFC) and theses products are
and “pharmaceutical” in 1989 by Stephen
collectively reffered to as functional foods
De Felice, MD, fiunder and chairman of
(Crowe, 2013). Nowadays, the range of
foundation for Innovation in Medicine,

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 19


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 19-35

functional foods includes products such as RESEARCH AND DEVELOPMENT OF


baby foods, baked goods and cereals, dairy FUNCTIONAL BEVERAGES
foods, confectionery, ready meals, snacks,
Today, the exploration and exploitation
meat products, spreads and beverages
of the disease fighting properties of a multitude
(Ofori and Hsieh, 2013).
of phytochemical found both food and non-
In particular, beverages are by far
food plants have created a renaissance
the most active functional food category,
in human health and nutrition research. At
because of : (1) convinience and possibility
the same time, many opportunities for the
to meet consumer demands for container
development of novel dietary products have
contents, size, shape and appearance ; (2)
been created (Ashwini et al., 2013).
easer to distribution and better storage for
Many researchers report that
refrigerated and shelf-stable products; and
functional foods represent one of the most
(3) great opportunity to incorporate desirable
interesting area of research and innovation
nutrients and bioactive compounds (Corbo et
in the food (Bigliardi and Galati, 2013), as
al., 2014).
suggested by the increasing number of
Given the potential health benefits of
scientific papers dealing with this topic since
bioactive food compounds and the emphasis
2007 (Corbo et al., 2013). Numerous plant
of product development of functional foods
foods or physiologically active ingredients
as well as designing foods in their role in
derived from plants have been investigated
preventing lifestyle disorder, so functional
for their role in disease prevention and health
foods and beverages formulated with
(Pushpangadan et al., 2014).
bioactive compounds are being developed
Meanwhile, innovation is today’s
with matrices to improve stability, bioactivity
business mantra. Expert proclaim daily
and bioavailability (Crowe, 2013). In order to
that the only hope for business survival is
optimization of the production and formulation
the ability to continue innovating. In this
of functional beverages, many lessons can be
context the development of new functioanl
learned from the research and development
food or beverages products turn out to be
as well as commercial trends.
increasingly challenging, as it has to fullfill the
However, the development and
consumers expectancy for products that are
commerce of these product including
simultaneously relish and healthy (Betoret
designing functional beverages is rather
et al., 2011). Therefore, a clear orientation
complex, expensive and risky as special
towards innovation in adopting a new model
requirements should be answered (Siro et
followed by a complete strategy of following
al., 2008). This development and marketing
relevant knowledge and resources, through
require significant research efforts. This
more extensive structures may lead to
involves identifying functional compounds
the course for innovative functional food/
and their physiological effects, developing
beverage products in the future (Khan et al.,
a suitable food matrix, taking into account
2013).
bioavailability and potential change during
Beverage do more than quenching
processing food/beverages preparation,
thirst. New functional beverages like
consumer education and clinical trials on
fortified waters, tea and/or dietary products
product efficacy in order to gain approval
have increased their convinience, novelty,
for health-enhancing marketing claims
fun and image, but maintain their status
(Kotilainen et al., 2006). Therefore, this
as health drinks (Tiwari et al., 2014). A
article will provide a brief overview of lessons
functional beverage is non-alcoholic drink
learned from research and development
containing non-traditional constituents like
as well as commercial trends of functional
phytochemicals in its formulation (Ahmad et
beverages, a review of the scientific advances
al., 2013).
on functional beverages presented, and
Generally, the different approaches in
designing the formula functional beverages
the research and development of functional
for beverages success.

20 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Designing Functional Beverages Process ... (Agus Sudibyo)

beverages as follows : (1) Exploitation of 2013). In general, these compounds are


phytochemical functionality; (2) Use of relatively stable in comparison to other
fruit and vegetables as ingredients; (3) secondary plant metabolites such taht they
Use of prebiotic, probiotic and synbiotic; are easily degraded during food processing
and (4) Optimization of the production and and digestion (Stinco et al., 2013).
formulation of novel functional beverages However, in some foods, polyphenols
(Corbo et al., 2014). exist as conjugates with proteins resulting
in soluble and unsoluble protein-polyphenol
Exploitation of Phytochemicals complex which have a stabilizing effect on
Functionality polyphenol (Bandyopadhyay et al., 2012). As
Plant foods contain many bioactive results of this effect, protein-rich ingredients
compounds known as “phytochemicals”. are being investigated for the potential to bind
Some group of the phytochemicals which have phenolic compounds and increase stability
or appeare to have significant health potential in developed functional food or beverages
are carotenoids, phenolic compounds (Crowe, 2013).
(flavonoids, phytoestrogens, phenolic acids), There are approximately 8,000
phytosterols and phytostanols, tocotrienols, different classes of polyphenols, the most
organosulfur compounds, and non-digestible important being flavanols, flavones, flavan-3-
carbohydrates like dietary fibers and ols, flavanones and anthocyanins (Das et al.,
prebiotics (Alissa and Ferns, 2012). 2012). About 1,000 compounds having the
It has been suggested that natural polyphenol structure, with hydroxyl groups
ingredientss with strong antioxidant activity within aromatic rings have been identified
could be used to design novel functional in higher plants and about 100 polyphenols
beverages (Sun-Waterhouse, 2011). A in edible plants (Servili et al., 2011). Dietary
possible approach relies upon the fortification polyphenols are current interest because
with polyphenols as they have gained substancial evidence in vitro have suggested
increasing interest due to their beneficial that they can affect numerous cellular process
role against certain cancers, cardiovascular like gene expression, apoptosis, platelet
disease, type 2 diabetes, obesity, and age- aggregation, intercellular signaling, taht can
related macular degeneration (Torronen et have anticarcinogenic and antiatherogenic
al., 2012). implication (Pusphangadan et al., 2014).
Carotenoids have been credited with Some interesting sources of phenolics
other health-promoting effects : immune are cocoa, Hibiscus flower extract, Zingiber
enhancement and reduction of the risk of (Zingiber officinale) and green tea; and
developing degenerative disease such as also fruits such as apple, blueberry, and
cancer, cardiovascular disease (CVD), and strawberry (Gunathilake et al., 2013 a). In
cataract (Keinsky and Johnson, 2005). These addition, the potential of some medical plants
physiological avctivities have attributed to an has been investigated. For instance, feverfew
antioxidant property, speciality to the ability (Tanacetum parthenium) has been used as a
to quench singlet oxygen and interact with source of nutraceuticals in the manufacture
free radicals (Alissa and Ferns, 2012). The of functional beverage with anti-inflammatory
carotenoids, particularly lycopene and beta- properties (Marete et al., 2011).
carotene, are the dietary antioxidant that Plant-derived flavonoids are the most
function to reduce oxidative stres in vivo and common group of polyphenols in human diet,
blood markers of inflammation (Engelhard et and are contained in vegetables and fruits
al., 2006). as well as in beverages such as cocoa, tea
Phenolic compounds, which are and wine. Some isoflavones like lignans are
highly researched for their antioxidant and phytoestrogens, a group of non-steroidal
anti-inflammatory activities, have a basic plant constituents that elicit estrogen-like
structure containing at least one aromatic biological response (Alissa and Ferns, 2012).
ring with several hydoroxyl groups (Crowe,

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 21


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 19-35

Cocoa and chocolate (dark investigation, formulation and product


chocolate) is a flavonoid-rich food that has development of functional foods, due to their
been recently investigated for its possible role in maximising the functional benefits of
role in the prevention of cardiovascular plants food. Nowadays, the urgent demands
disease and may reduce oxidative stress for maintaining sustainable food production
on LDL (low density lipoprotein) cholesterol and at the same time delivering high quality
(Galleano et al., 2009). In healthy adults, products with an added functionality to
drinking flavonid-rich cocoa may improve no- prevent life-style related diseases such as
dependent vasorelaxion and flow-mediated cancer, obesity, diabetes, heart disease and
dilation in brachial arteris (Alissa and Ferns, stroke; this lead to valorization as source of
2012). bioactive compounds (Galanakis, 2013).
Tea contains three type of polyphenol One approach was proposed by
flavonoids : catechins, theaflavine and Wang and Bohn (2012) and consisted in the
quercetin. The potency of the polyphenol is recovery of bioactive compounds or bioactive
determined by the varying process used in tea ingredients from functional food/beverage
manufacturing. For example, white and green processing, and their addition to provide
tea typically receive the least processing, a greater amount and variety of functional
therefore, their naturally occuring catechins foods, beside the traditional natural products.
are preserved with greater efficacy (Tiwari According to the authors, the modern way of
et al., 2011). Tea extracts formulated for high food processing aims at preserving native
polyphenol content can contain the greatest bioactive ingredients in the raw food as much
amount of beneficial substance; because as possible.
they are highly concentrated formulations Fruits and vegetables are well
(Heck and de Mejia, 2007). recognized functional foods or beverages,
A systematic review of the effectiveness however, their beneficial ingredients also
of different flavonoid subclass and flavonoid- can be extracted, purified and use as dietary
rich foods cardiovascular disease (CVD) supplements, or after addition to different
concluded that some flavonoid-rich foods; food product exert an added dietary value.
including chocolate or cocoa, red wine or However, these methods of a simple addition
grape, and green or black tea may have some may results in unwanted and negative
measurable effects on CVD risk factors, change of sensory and structure of food
including a reduction in blood pressure and a products. With the aid of novel processing
favourable influence on endothelial function technologies (such as microencalsulation),
(Hooper et al., 2008). Nevertheless, there these effects could be minimized or avoided,
are still exist uncertainty as to whether or not e.g. through micro-structural modifications
flavonoids are the only bioactive compounds (Palzer, 2009).
mediating the enhanced vascular reactivity. Currently, research activities in micro
structure design for process modelling
Use of Fruits and Vegetables as in mouth behaviour and other sensorial
Ingredients characteristics, such as, taste development
A promising future could be the use of or physical sensation are building up support
fruits and vegetables as a source of active data for theses functionality studies (Wang
ingredients to produe functional beverages. and Bohn, 2012).
Using fruits and vegetables as ingredients In the production of plum juice or plum
for beverages means using a marketing pulp, the skins are waste containing large
advantage based on the aura of health amounts of polyphenols, which could be
surrounding the fruit and vegetable (Tiwari et recovered for the production of beverages
al., 2011). with enhanced polyphenol content and
Food processing of fruits and anti-oxidant activity (Corbo et al., 2014).
vegetables have been long considered as a In industrial setting, the plum skin extract
matter treatment, exploitation and exploration, could be concentrated or dried to provide a

22 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Designing Functional Beverages Process ... (Agus Sudibyo)

functional ingredient, not only for plum nectars conveniently modify their original composition
but also for other functional beverages such as an implement for development of new
as fruit juice-based beverages and flavored products.
iced teas (De Beer et al., 2012). Developing a new beverage based
Several researchers have been on vegetable, which can meets consumer
endeavored to incorporate minerals, vitamins demands and increase vegetable
and fatty acids into edible film and coating consumption has been proposed by Profir and
formulations to enhance the nutritional value Vizineanu (2013) to responses of consumers
of some fruits and vegetables, where these to the sensory properties of beverages.
micronutrients are present in low quantities According to these authors, sensory analysis
(Betoret et al., 2011). They reported that is an important instrument for development
the addition of ascorbic acid (1% w/v) to the of new functional products. Application of
alginate and gellen based edible coatings principal component analysis can selected
helped to preserve to natural ascorbic acid the most important variables an increase the
content in fresh-cut papaya, thus helping accuracy of sensorial evaluation.
to maintain its nutritional quality throughout Another well-known and populer
storage. Meanwhile, Corte’s et al., (2007) fruit, Morinda citrifolia is recognized as
developed apple products enriched with a novel food ingredient under the name
vitamin E (100% IDR/200 g fresh apple) and of the Noni fruit puree (EFSA, 2009).
evaluated the self-life of the products, after Despite of the prover in vivo safety Tahitian
drying at 40oC in function of color, texture Morinda citrifolia as food ingredient, yet, the
and the stability of vitamin E at the storage unpleasent taste of its puree might restrict its
condition. use as preservative (Nathan et al., 2012).
Baobab (Adendonia digitata) has a Interestingly, the addition of maltodextrin to
long histrory of traditional used in Ancient the Morinda citrifolia pulp powder, as well
Egypt as treatment against fever, dysentry, as to the spray dried seedless fruit powder,
and bleeding wounds, and it has a long succesfully eliminated M. citrifolia bd smell
history of nutritional and medical use in Africa and unpleasant taste (Fabra et al., 2011).
(Tiwari et al., 2011). The pulp rich in vitamin
C is used today to make drinks because of it Use of Prebiotic, Probiotic and Synbiotic
dissolves easily in water and has a pleasing Fermented dairy products are
taste. Fermented milk drinks and iced drinks generally good food matices for development
using the pulp also popular (Joulin et al., of functional foods, but the consumption of
2004). Baobab pulp can be used in soft drink, these products is limited due to growing
natural fruit smoothies, fruit fillings, jams, vegetarianism and the large number of
sauces, pudding and deserts. Clearly, the individuals who are lactose intolerant or
possibilities for product development using cholesterol-restricted diets (Martins et al.,
Baobab fruit pulp are numerous (Pacheco- 2013). Therefore, a clear orientation toward
Palencia et al., 2008). innovation in adopting a new model followed
Some research has been conducted by a complete strategy of following relevant
on the fortification of functional beverages knowledge and resources through extrusive
with minerals and vitamins. For example structures may lead the course for innovative
Xie and Zhao, 2007 developed calcium new functional food products in the future.
and zinc fortification of fruit using vacuum More recently, some research has
impregnation processing of high fructose been carried out on the fortification of
corn syrup solution containing calcium and/ functional beverages with prebiotics.
or zinc in fresh- cut apples, strawberry slices, A prebiotic is “ a selectively fermented
and whole marionberry (Betoret et al., 2011). ingredients, or a fiber that allow specific
Vacuum impregnation has been considered changes, both in the composition and/or
as a useful way to introduce desirable activity of the gastrointestinal microflora,
solutes into the porous structure of foods, resulting conferring benefits on the well being

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 23


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 19-35

and health of host” (Douglas and Sanders, cocci and Bifidobacterium families of bacteria
2008). An intake of prebiotics can modulate (Pusphangadan et al., 2014).
the gut microbiota by increasing the number Several authors studied the probiotic
of specific bacteria and thereby changing its strain survival under simulated gastro
compositions (Pravest, 2012). intestinal condition (Mokarram et al., 2009)
Some examples of prebiotic and similarly for liquid based products as
compounds that commonly used in human dairy products. Subsequently, Weinbreck
nutrition as short-chain carbohydrates et al., (2010)., evaluated the use of
are include : Lactulose, galacto-oligo- microencapsulation to maintain probiotic
saccharides (GOS), fructo-oligo-saccharides Lactobaccillus rhamnosus GG (LGG) viability
(FOS), inulin and its hydrolysates, malto- during exposure to detrimentally high levels
oligo-saccharides and resistant starch of water activity in order to lenghthen the
(Raghuveer and Tandon, 2009). Inulain and shelf-life of probiotic bacteria in dry products
oligo-fructose, non-digestible fermentable such as infant formula powder.
fructons, are amongs the most studied and At present, probiotics and their effect
well established prebiotics. Beside being on human health have been demonstrated
prebiotics, these compounds have shown to both within different food matrices and as a
increase calcium absorption, thus improve single or mixed microbial culture preparations.
both mineral content and bone mineral For example, an extensive research and
density (Bosscher et al., 2006). development activity concerning probiotic
Many studies have demonstrate the resulted in a great number of special new
potentially extensive impact of prebiotics dairy products (e.g. Synbiofin drinking
on the composition of the gut micro biota, kefir, Synbioghurt drinking yoghurt; Huncult
stimulating directly and indirectly putative fermented drink, Milli Premium sour cream;
beneficial gut commercial than lactic acid Aktivit quark dessert, New Party butter cream,
bacteria. Consequently, these findings and Probos cheese cream) (Szakaly, 2007).
open other exciting areas of research for By elucidating the mechanisms of
the discovery of new prebiotic strains and probiotics and prebiotics, scientists can
symbiotic combinations (El Sohaimy, 2012). design enhanced functional food tailored to
Soluble fibers such as FOS, beta improve host health (Delphine et al., 2009). To
(β)-glucans, and inulin has succesfully design of synbiotic products (the synergistic
been added to functional beverages. The combinations probiotics and prebiotics) in
beneficial physiological effect of soluble the new chalenge for functional beverages,
dietary fibers seems to be closely related to as prebiotics could enhance and/or improve
increase in the viscosity of gastro intestinal the viability of probiotic bacteria and actively
tract’s content, that, in turn, reduces the rate stimulate the beneficial microbiota in the gut
of gastric emptying and nutrient absorption (Wang et al., 2012).
by profusely increasing the unstirred layer For examples, Nazzaro and his
in the small intestine (Paquet et al., 2014). coleageus (2008) that cited by cited by
Therefore, the addition of dietary fiber into a Corbo et al., (2014); they have designed a
diet through the use of functional beverages functional fermented carrot juice beverage
is challenge a great concern in the area of with Lactobaccillus rhamnosus OSM 201711
nutritional deficiencies. and Lactobaccillus bulgaricus ATCC 11842
Meanwhile, probiotic, according supplemented with inulin and FOS. Another
to a consensus definition, are “living example, Brajdes and Vizireanu (2013)
microorganism, which upon ingestion in reported that inulin induced better stress
certain numbers, exert health benefits resistance in L. plantarum, as compared to
beyond inherent basic nutrition” (De Frese glucose, whereas the adhesion of probiotics to
and Schrezenmeir, 2008). Probiotics the surface of enterocytes and mucosal cells
generally included the following categories through self-assembly and co-aggregation is
of bacteria, i.e. Lactobacilli, gram positive about 10 times higher.

24 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Designing Functional Beverages Process ... (Agus Sudibyo)

Due to the fact that prolongation of define the “optimal dosage” of the compound,
shelf-life is a great challenges for functional namely the content high enough to exert
beverages, some researchers have tried health benefits, without hazardous effects or
to improve the viablity of probiotics (Corbo undesirable interactions with other functional
et al., 2014). Many approaches have foods and nutraceuticals (Corbo et al., 2014).
been proposed, like a modification of The application of Novel technologies
the atmosphere of the product based on could make possible the production of
the increase of the content of CO2 in the functional beverages (Ofori and Hsieh, 2013).
headspace, which might have an impact on For example, many dairy products contain
the survival of microaerophilic and anaerobic active ingredients like soluble fiber, but
bacteria (Walsh et al., 2014). some compounds in this group could have
deleterious effects on texture, in this sense
Optimization of the Production and 2 (two) approaches could be used, searching
Formulation of Novel Functional for low-viscosity and nutritionally relevant
Beverages fiber source, or adding specific hydrocolloids
Recent technological advances and (Praquet et al., 2014) or enzymes (Nionelli
development of new methods to improve et al., 2014).
the production, detection, separazation, and/ Some enzymes such as cellulase,
or characterization have revolutionized the β-glucosidase, xylanase, β-gluconase
screening of natural bioactive compounds and pectinase help to degrade cell wall
and provided an opportunity to obtain structure and depolymerize plant cell wall
natural extracts that could be potentially polysaccharides, faciltating the release of
used (Wang and Weller, 2006). Examples of linked compounds (Chen et al., 2010). Hence
these technologies include mainly metabolic these enzymes have been proposed as a
engineering and method to optimize the tool to optimises the extraction of compounds
molecular spices. In addition, extraction from plant matrix (Wang et al., 2010).
process for separation of compounds have Subsequently, Paquet et al., (2014)
been developed to obtain highly purified proposed the latter approach fruit juices
products, rendering them useful in wide range enriched with β-glucan. These products
of applications (Gil-Chavez et al., 2013). could experience a significant decrease
Formulation and blending constitutes in viscosity during heat processing
a simply and cheap technology to develop (pasteurization), while juices supplemented
new functional food development and has with a mixture of β-glucan and xanthan gum
been widely use in food processing (Betoret remain stable and effectively would reduce
et al., 2011). A critical topic is the study of the human glycemic response. Moreover,
interactions that might occur when some Nionelli et al.,(2014) reported the prospect
ingredients are mixed together, as their of 2 enzyme preparations containing
functionality may be lost or reduced by xylanase, endogluconase, β-glucanase,
reactions leading to precipitation formation, and ferulic acid esterase (Depol 740 L) and
oxidation, insolubility, or degradation (Sun- α-amylase (Grindamyl) activities to improve
Waterhouse, 2011). For example, it has the technology and nutritional features of
been observed that milks affects the flavor cereal matrices having a high content of
metabolisms pathways by increasing fibers. While, Singh et al., (2015) reported
sulfation in healthy subjects (Rodriguez- the enzyme naringanase (composed of
Roque et al., 2014). Another example, it α-L-rhamnosidase and β-D-glucosidase)
has been reported that functionality and activities could optimized and produced
bioavailability of bioactive compounds are debittered kinnow beverage or citrus fruit
strong affected and determined by their juices.
chemical properties, in terms of solubilazation Recently, beverages based on
and depolymerization (Lesmes and Mc. fruits, vegetables, cereals, and soybeans
Clements, 2009). Therefore, it is important to have been proposed as a new products

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 25


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 19-35

containing probiotic strains, particularly, fruit month (Ganappriya et al., 2013). Similarly,
juices have been reported as a novel and the encapsulation in alginate-inulin-xanthan
appropriate medium for probiotic as the prebiotic gum significantly enhanced cell
content of essential nutrients (Perricone et viability of Lactobaccillus acidophilus DSM
al., 2015). However, adding probiotic to the 20079 (Nazzaro et al., 2009).
juices is more complex than formulating in
the dairy products because the bacteria need DESIGNING FUNCTIONAL BEVERAGES
protection from acidic conditions in the fruit AND THE FORMULA FOR BEVERAGE
juice (Tiwari et al., 2011). Therefore, juice SUCCESS
fortification with prebiotic microoganisms as a
The human diet undergoes traditionally
challenge and a frontier goal, as juices could
changing both in nutritional composition and
combined nutritional effects with the added
preparation methods and this circumstances
value of healthy benefits from a probiotic
require linking the understanding of health
(Perricone et al., 2015).
beneficial nutrition to the development of
Different authors proposed succesful
novel food products. As human developed
strategies to improve the survival of
on natural diet on the basis of a hunter and
probiotic in juices. For example, Perricone
gatherer society, the sourcing and preparation
et al., (2014) succesfully tested this kind
of suitable food was the major activity on a
of approach; they evaluated the viability
day-to-day basis (Wang and Bohn, 2012).
of Lactobaccillus reuteri DSM 20016 in
According to desired products, several
pineapple, orange, green apple, and red fruit
production steps are necessary in order to
juices, and found that probiotic experienced
produce a food product from raw ingredients,
a strong viability loss in red fruit juice, due
change the physical and chemical apperance
probably to a combined effect of low pH and
of the product, ensure food safety, consistant
phenols. They used two different strategies :
quality, shelf-life and supply. By definition,
strain cultivation in a lab medium containing
functional foods are food products, both
different amount of red fruit juices (up to
natural occuring or processed food,
50%) or added with vanillic acid (phenol
which contain bioactive compounds with
stress) or acidified to pH 5.0 (acid stress).
a functionally beyond the essential daily
These approached resulted in prolongation
nutritional requirements to improve human
of the viability of Lactobaccillus reuteri by 5
health (Wang and Bohn, 2012). Therefore,
days (phenol stress) and 11 days (pH stress).
when considering the aspect of functional
Saarela et al., (2011) improved the survival
food development, one need to understand
of Bacillus breve is blended juice (orange-
the food structure and related product
grape and passion fruit) generating an acid
characteristics; as the structure primarily
tolerance variant of the microorganism by
determines the behaviour of food within the
UV mutagenesis, combined with cultivation
human gastrointestinal (GI) tract (Lesmes
at sub-lethal pHs.
and Mc. Clements, 2009).
The supplementation of probiotics
to cereal-based matrices may also require
Designing Functional Beverages
special technologies because of the
Designing functional foods (include
acidic conditions. A possible approach is
beverages) are the food similar in apperance
microencapsulation (ME), successfully
to conventional food consumed as part of
applied using various matrices to protect the
the usual diet which contains biologically
bacterial cells from the external environment
active components which demonstrated
(Granato et al., 2010). For example, an
physiological benefits and offers to potentials
increased of viability was reported by using
of reducing the risk of chronic disease beyond
the micro-encapsulation of Lactobaccillus
basic nutritional functions (FAO, 2004).
plantarum in sapodilla, grapes, orange and
Another word, designing functional foods
watermelon juices, and maintained the
or beverages are the processed foods that
probiotic at 7 log CFU/ml or more for one

26 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Designing Functional Beverages Process ... (Agus Sudibyo)

supplemented with food ingredients naturally in food into products with enhanced flavor,
rich in disease preventing substances; this aroma and texture. Fermentation exerts its
may involve genetic modification of food. desired effect through the in situ production
Based on this new knowledge, it was known of high levels of specific beneficial bioactive
in better position to design new and healthier compounds, the removal of underirable
foods reducing the several chronic or compounds, or the coversion of these
infectious diseases (Manjula and Suneetha, undesirable compounds into desirable
2011). compounds (Hsieh and Ofori, 2007).
There are a number of technical Clearly, there is a number of parameters
approaches in designing foods or beverages and variations that need to be measured,
with bioactive compounds that should be control and experimented with to determine
considered, i.e. product formulation, novel the optimum conditions for fermentation,
processing and modification of raw materials and proven to be consistent following up-
(Manjula and Suneetha, 2011). scaling. Automated process such as control
Product formulation – This includes nutrient availability and stirring can influence
incorporation of functional ingredients efficiency of the fermentation (Mash et al.,
into foods (e.g. fortification, reformulation, 2014).
to increase levels of ingredients such as Enzymes, which find numerous
probiotics, phytochemicals, etc.) as well as applications in the food industry, are bio-
reformulating foods to contain lower levels of catalyst that catalyst metabolic reactions
potentially harmful components (e.g. reducing in living organisms. Enzyme usage is well
fats). Formulation and blending constitute a established in many sectors in the food
simply and cheap technology to develop new industry, particularly in the dairy, fruit and
functional foods or beverages; and it has wine, distilling, and brewery industries (Hsieh
been widely used in food processing (Betoret and Ofori, 2007). The versantily of enzymes
et al., 2011). to catalyze a variety of process for the
The fortification of foods or beverages production of natural bioactive compounds
is well established production method and represents an interesting approach to be
can be found in application in numerous further exploited in terms of its activity,
products; for example breakfast cereals with robustness and efficiency (Gil-Chavez et
added with vitamin (e.g. folic acid), minerals al., 2013). More recently, enzyme usage
or fruit juices fortified with omega-3-fatty acid in food processing has begun to drift from
(Wang and Bohn, 2012) or fruit juices fortified their traditional uses towards providing food
with β-glucan could protect Lactobaccillus products with health and nutritional benefits.
rhamnosus during refrigerated storage Subsequently, Modification of Raw
(Perricone et al., 2015). materials – untill recently, this involved using
Whereas, Novel Processing – conventional breeding/selection techniques
Enhancing the functionality of food by to enhance the properties of plants and
fermentation, by heat or enzyme process animals. In cases, where agronomic and
or by novel processing to increase the breeding approaches can not achieve
availability to the body of components already significant improvement of food products,
present in the food. The novel technologies biotechnology offer a useful alternative (Zhao
differ from the traditional food processing and Shewryl, 2011).
methods and have certain advantages in Biotechnology uses biological
their capacity to prevent the inactivation of systems, living organisms, or components of
bioactive ingredients (Wang and Bohn, 2012). organisms to make or to modify products or
Fermentation is a process where foods are processes for uses (Hsieh and Ofori, 2007).
produced with the aid of microorganism In the area of agriculture, biotechnology
that process enzymes such as amylases, has been employed to provide healthier
proteases, and lipases that hydrolize the and nutritionally improved crops through an
polysaccharides, proteins and lipids present increase in the bioavailability of micro – and

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 27


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 19-35

macronutrients, the removal of allergens and of the value added products based on
antinutritive components, and by increasing traditional fermented beverage; (10) The
the antioxiant content. As an example of examination of regulaatory issues; (11) The
the use biotechnology to increase the bio- research on the effect of processing on the
availability of a macronutrient, researchers functional ingredients; (12) The stability of the
are investigating methods that could improve products; and (13) The potential interaction
the manipulated enzymes obtained form of the functional ingredients with prescription
genetically modified microorganism to boost and non-prescription drugs and with other
their thermal stability, thus enabling them classes of ingredients.
to with stand severe processing conditions
(Hasan et al., 2006). Functional Beverage Formulation
The entry of genetically modified Although it depends on the individual,
organism (GMO) into the food supply offer most product developers/designers find it
the potential for increased crop productivity less difficult to formulate a beverage than
and improved nutritional value that directly a food. In addition, although developing
benefits for human health and well-being beverages has it challenges, there is more
(Ofori and Hsieh, 2013). More recently, the opportunity to incorporate exotic ingredients
advent of genetic engineering has led to the and combinations (Pontiakos, 2013).
development of a wide range of genetically For succesful functional beverage
modified (GM) foods, and crops with enhance development, both consumer needs and
functional components are a major priority opportunities originating in life sciences
of current research (Manjula and Suneetha, need to be taken into consideration from the
2011). Now scientist are using genetic or earliest phases (Ares and Gambaro, 2007).
metabolic engineering to increase crop yields As a consequence, the acceptance of a
and certain nutrients (like vitamins, minerals, specific ingredients (functional ingredient)
and essential amino acids or fatty acids) is linked to the consumer’s knowledge of
and medical compounds, or even produce the health effect of specific ingredients.
vaccines, antibodies, or medicines that Therefore, functional ingredients, which
traditionally generated by animals or human have been in the mind of consumers for a
body (Zhao, 2007). relatively long period (e.g. vitamins, fibers,
The keys to design a second minerals) achieve considerably higher rates
generation of functional beverages, of consumer acceptance than ingredients,
according to Corbo et al., (2014) could be which have been used since a short period
: (1) The identification and quantification of of time (e.g. flavonoids, carotenoids,
promising bioactive compounds; (2) The selenium, xylitol) (Krygier, 2007; Urala and
standardization of bioactive compounds; Lahteenmaki, 2007).
(3) The selection starters able to improve As manufacturers take advantage of
bioactive compounds; (4) The application of the booming functional beverage market and
natural biopreservatives to improve the image formulators or designer become even more
of naturalness of the functional beverages; creative; there are certain attributes that must
(5) The development and validation of be taken into account. Although it maybe
standard methods to enhance and ensure easier to innovate drinks than foods, there
the levels of phytochemicals and other a still restrictions in formulating (Pontiakos,
biologically active compounds in raw and 2013).
processed products; (6) The establishment Some certain attributes that must be
of proper dosage and delivery systems; taken into account for functional beverages
(7) The investigation of bioavailability and were included : solubility, texture and
metabolism of functional ingredients; (8) The mouthfeel, flavor, serving size and use levels,
study of safety aspects related to functional and shelf-life (Pontiakos, 2013). Whether
beverage consumption; (9) The formulation dairy drinks, coffee, tea, carbonated soft

28 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Designing Functional Beverages Process ... (Agus Sudibyo)

drinks, juices, sport drinks, flavored waters, masking agents and bold flavors, or it can
energy drinks or any other beverage, they also be minimized by adjusting use levels.
must meet consumer expectations for taste, The use of sodium gluconate can significantly
texture and mouthfeel, color and stability reduce, and sometimes completely inhibit
(Bizzozero, 2015). bitterness of natural zero calorie sweeteners,
Ingredient solubility is obviously minerals, and caffeine (Singer, 2011).
the number one property to consider when Inhibiting or masking bitterness has
creating a beverage. For most beverages, become a major challenge for beverage
including shots, extracts or very small formulators/designers with the increasing
amounts of powders are recommended, and expectations of consumers relating to
water extracts are best to utilize. However, healthiness and functionality of beverages. In
for thickening or clouder beverages, powder fact, many person do not like bitter flavor and
can occasionally by properly incorporated. As they like them even less where they do not
thickening agents (allowing the formulator/ expect them. For example, coffee drinkers
desinger to obtain the desired viscosity and know and expect the impact of caffeine on
texture) can suspend the powder and cloudy the taste of their preffered beverage; but
beverages (such as milk-based coffees the same coffee drinkers can find the same
and teas) can conceal that powder is not caffeine totally bitter in an energy drink as an
completely soluble. energy drink is supposed to provide energy,
Texture and mouthfeel : once the it is vnot supposed to be bitter.
type of beverage is determined the texture Flavor beyond sweetness, present
and mouthfeel of the product should have unique set of challenges, because flavor
be identified. Texture can take into account agents do more that just add taste to a
several different attributes, such as viscosity, beverage and they never work alone; they
suspension, mouthfeel, hydration rate and work in teams of flavor agents, emulsifiers,
rheology. Texture attributes can be divided colors (which impact flavor) and more. So it
into three groups : those you see (visual), is not simply a matter of taste; its is also a
those you touch (mechanical) and those matter of visual appearance and ingredient
that happen in your mouth (oral). Visual exclusion (Marrapool, 2015).
attribute include the color and surface Serving size and Use levels : As the
appearance of the product both ini and out main purpose of functional beverage is to
of the packaging such as chroma and sheen. provide the consumer with health benefits;
Mechanical attributes descripe experience of it is particularly important for product
manipulation before eating and fracturability, development to utilize accurate use levels
adhesiveness and resistant to flow. While, oral of the beneficial ingredients. Even, if the
attributes influence the eating experience and beverage taste delicious, a consumer will not
the delivery of flavor components (aromatic prchase the product again if they don’t see
and basic taste) with terms of such as mixes results; they could find a better testing, less
with saliva, mouth clearing and cohesiveness expensive version in a conventional drink.
(Singer, 2011). Shelf-life : Powder beverage mixes
Texture and mouthfeel are usually not typically last longer in terms of active
affected by botanical ingredients; but as with compounds; once actives are dissolved in
any food or beverage application. In this liquid, they usually degrade a little faster
case, it still have to be cautious as whether than in powder form. However, formulate
they could improve or worsen the overall or designer are able to include an overage
appeal of the products (Pontiakos, 2013). to composate for lost actives with time
Flavor : Bitterness is usually the major (Pantiakos, 2013).
issue when it comes the utilizing natural Although product development need to
plant (botanical) ingredient in beverages. keep the overall picture in mind, to formulate
The bitterness can be overcome by adding the ideal functional beverage each aspect of

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 29


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 19-35

the drink must be taken into consideration and REFERENCE


each of the above steps must be addressed.
1. Ahmad, RS; Butt, MS, Huma, N. and
Therefore, keep in mind that each product
Sultan, MT. (2013). “Green tea catechin
development is unique and the order or
based on functional drink (green cool)
specifies might be a little different.
improve the antioxidant status of SD rats
fed on high cholesterol and sucrose diet”.
CONCLUSIONS
Pak. J. Pharm. Sci. 26 (4) : p. 721 – 726.
Research currently underway at 2. Alissa, EM and Ferns, GA. (2012).
academic, industry and government facilities “Functional foods and nutraceuticals in
will reveal how a myriad of substances can be the primary prevention of cardiovascular
used as functional food components. Potential diseases”. J. Nutr. Metab. Vol. 2012
and actual health benefits of bioactive food (Article 10) : p. 1 -16.
compounds (components) represent a 3. Ares, G. and Gambaro, A. (2007).
similar frontier in diet-health research. Many “Influence of gender age and motives
researchers report that functional foods underlying food choice or perceived
especially functional beverages represent healthiness and willingness to try
one of the most interesting area of research functional foods”. Appetite, 49 : p. 148 –
and innovation in the food and beverage do 158.
more than quenching thirst. 4. Ashwini, GC., Vaishali, KS; Sakhare,
Designing and development of RS; Ganesh, BO and Digambar, NN.
functional foods or functional beverages (2013). “Role of Nutraceuticals in various
has principally based on the technical diseases : A comprehensive Review”.
approaches like product formulation and Int. J. Res. Pharm. & Chem., 3 (2) : p. 1
blending, novel processing, and modification -10.
of raw materials. From the perspective of 5. Bandyopadhyay, P.; Gosh, AK and
food and beverage technology, and as well Gosh, C. (2012). “Revent development
as for as functional beverage products are of polyphenols and protein interactions :
concerned, the future research lies in novel Effect on tea and coffee taste, antioxidant
food processing methods, food or beverage properties and digestive system”. Food
design and understanding the relations Funct. 3 : p. 592 -605.
bioactive ingredient release, personalized 6. Betoret, E., Betoret, D., Vidal, D. and Fito,
nutrition, and processing technology with P. (2011). “Functional food development
improved efficiency. : Trends and technologies”. Trens in
Beverage designer or beverage maker Food Sci. Technol. 22 : p. 498 – 508.
for develope the formula beverage success 7. Bizzozero, J. (2015). “Market watch : The
should be consider all five aspect formulation clean-label movement”. Food Product
options when creating a product, i.e. solubility, Design., March 2015 : p. 4 – 5.
texture and mouthfeel, serving size and use 8. Bligiardi, B. and Galati, F. (2013).
of levels, flavor and shelf-life. “Innovation trends in the food industry
The emergence of dietary bioactive : the case of functional foods”. Trends
compounds with health benefits offers an Food Sci. Technol. 31 : p. 118 – 129.
excellent opportunity to improve public 9. Bosscher, D.; Van Loo, J. and Franck,
health and thus, this category of bioactive A. (2006). “Inulin and oligo-fructose as
compounds has received much attention in functional ingredients to improve bone
recent years from the scientific community, mineralization”. Int. Dairy J., 16 : p.
consumers and manufactures. 1092 – 1097.
10. Brajdes, C. and Vizireanu, C. (2013).
“Stability of Lactobacillus plantarum from
functional beverage –based sprouted
backwheat in the conditions simulating

30 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Designing Functional Beverages Process ... (Agus Sudibyo)

in the upper gastrointestinal tract”. Glob. practice”. J. Am. Diet. Assoc. 108 : p.
Res. Anal., 2 : p. 7 – 9. 510 – 521.
11. Chen, S.; Xing, XH; Huang, JJ and 20. EFSA [European Food Safety Authority].
Xu, MS. (2010). “Enzyme-assisted (2009). “Scientific opinion of the panel on
extraction of flavonoids from Ginkgo dietetic products nutrition and alergies on
biloba leaves : Improvement effect of a request from the European commission
flavonol transglycosylation catalyzed on the safety of Morinda citrofolia (Noni)
by Penicillium decumbens cellulase”. fruit puree and concentrate as novel food
Enzyme Microb. Technol., 48 (1) : p. 100 ingredients”. EFSA J. , 998 : p. 1 – 16.
– 105. 21. El Sohaimy, SA. (2012). “Functional
12. Corbo, MR; Bevilacqua, A., Petruzzi, foods and nutraceuticals – Modern
L., Cassanova, F. and Sinigaglia, M. approach to food science”. World Appl.
(2014). “Functional beverages : the Sci. J. , 20 (5) : p. 691 – 708.
emerging side of functional foods – 22. Engelhard, YN; Grazer, B. and Paran,
commercial trends, Research and Health E. (2006). “Natural antioxidants from
implications”. Comprehensive Rev. Food tomato extract reduced blood pressure
Sci. & Food Safety, 13 : p. 1192 – 1206. in patients with grade-1 hypertension :
13. Cortis, M.; Osporic, A. and Garcia, E. a double-blind, placebo controlled pilot
(2007). “Air dried apple fortified with study”. Am. Heart J. 151 (1) : p. 100e.1
vit E using matrix engineering”. VITAE – 100e.6.
, Revista de la Facultad de Quimica 23. Eussen, SR; Verhagen, H.; Klungel,
Farma Ceutica, 14 (2) : p. 17 – 26. OH; Garsen, J., Van Loveren, H., Van
14. Crowe, KM. (2013). “Designing functional Kranen, HJ and Rompelberg, CJ. (2011).
foods with bioactive polyphenols : “Functional foods and dietary supllement
Highlighting Lessons learned from products at the interface betwee pharma
original plant matrices”. J. Human Nutr. and nutrition”. Eur. J. Pharmacol., 668 :
and Food Sci., 1 (3) : p. 1018 – 1019. p. 82 – 89.
15. Das, L.; Bhaumaik, E.; Raychauduri, U. 24. FAO [Food and Agricultural Organization].
And Chakraborty, R. (2012). “Role of (2004). “Report of the regional
nutraceuticals in human health”. J. Food consultation of the Asia Pasific Network
Sci. & Technol., 49 (2) : p. 173 – 183. for food and nutrition on functional foods
16. De Beer, D.; Steyn, N.; Joubert, E. and their applications in the daily diets”.
And Muller, N. (2012). “Enhancing the Publication 33/2004. FAO, bangkok : pp.
polyphenol content of a red-fleshed 61.
Japaness Plum (Pinus salicina, Lindl) 25. Fabra, MJ; Marquez, E.; Castro, D. and
nectar by incorporating a polyphenol-rich Chiralt, A. (2011). “Effect of maltodextrins
extrac form the skins”. J.Food Sci. & in the water content-water-activity glass
Agric., 92 : p. 2741 – 2750. transtitions relation of Noni (Morinda
17. De Frese, M. and Schrezenmeir, J. citrifolia, L) pulp powder”. J. Food Eng. ,
(2008). “Probiotics, prebiotics, and 103 (1) : p. 47 – 51.
synbiotics”. Adv.Biochem. Eng. & 26. Gaanappriya, M.; Guhankumar, P.;
Biotechnol. 111 : p. 1 – 66. Kiruththia, V.; Santhiya, N. and Anita,
18. Delphine, MA; Saulnier, K.; Spinler, J.; S. (2013). “Probiotication of fruit juices
Gibson, RG and Versalovic, J. (2009). Lactobacillus acidophillus”. Int. J. Adv.
“Mechanisms of probiotics and prebiotics Biotechnol. Res., 4 : p. 72 – 77.
: Considerations for enhanced functional 27. Galanakis, CM. (2013). “Emerging
foods”. Curr. Opin. Biotechnol. 20 : p. technologies for the production of
135 – 141. nutraceuticals from agriculture by
19. Douglas, LC and Sanders, ME. (2008). products : A view point of opportunities
“Probiotics and prebiotics in dietetic and challenges”. Food Bioprod. Process.
91 : p. 575 – 579.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 31


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 19-35

28. Galleano, M.; Oteiza, PI and Fraga, 37. Khan, RS; Grigor, J., Winger, A. and
CG. (2009). “Cocoa, Chocolate and Win, A. (2013). “Functional food
cardiovascuar disease”. J. Cardiov. product development – Opportunities
Pharm. Vol 54 No. 6 : p. 483 – 490. and challenges for food manufactures”.
29. Gil-Chavez, GJ; Villa, JA; Zavala, FA; Trends Food Sci. & Technol. 30 : p. 27 –
Heredia, JB; Sepeelveda, D., Yahia, 37.
EM and Gonzalez-Aguilar, GA. (2013). 38. Kotilainen, L., Rajalahti, R., Ragasa, C.
“Technologies for extraction and And Pehu, C. (2006). “Health enhancing
production of bioactive compounds to foods : opportunities for strengthening
be used as nutraceuticals and food the sector in developing countries”.
ingredients : An overview”. Compreh. Agricul. & Rural Development Discuss.
Rev. In Food Sci. & Food Safety 12 : p. Paper 30.
5 – 23. 39. Krinsky, NI and Johnson, EJ. (2005).
30. Granato, D.; Branco, GF; Nazzaro, “Carotenoid actions and their relation to
F.; Cruz, AG and Faria, JAF. (2010). helth and disease”. Molecular Aspects
“Functional foods and non-dairy probiotic Med. Vol. 26 No. 6 : p. 459 – 516.
food development : Trends concepts and 40. Krygier, K. (2007). “Functional foods in
products”. Compreh. Rev. Food Sci. & Poland”. In Proceedings of the fourth
Food safety 9 : p. 292 – 302. International Funct. Food Net. (FFNet.)
31. Gunathilake, KDP; Rupasinghe, HPV meeting on functional foods. Int. Sci.
and Pitts, NL. (2013 a). “Formulation Colloquim on FFNet. June, Montreux-
and characterization of bioactive- Switzerland.
enriched fruit beverage designed for 41. Lattazio, V.; Kroom, PA; Linsalata,
cardio-protection”. Food Res. Int. , 52 : V. And Cardinali, A. (2009). “Globe
p. 535 – 541. artichoke : A functional food and source
32. Hasan, F.; Shah, AA and Hameed, A. of nutraceuticals ingredients”. J. Funct.
(2006). “Industrial application of microbial Foods Vol. 1 Issue 2 (April 2009) : p. 131
lipases”. Enzyme Microb. Technol., 39 : – 144.
p. 235 – 251. 42. Lesmes, U. and Mc.Clements, DJ.
33. Heck, CL and de Mejia, EG. (2007). (2009). “Structure-function relationship
“Yerna Mate tea (Ilex paraguariensis) : to guide rational design and fabrication
A Comprehensive review on chemistry, of particulate food delivery systems”.
health implications, and technological Trends Food Sci. & Technol., 20 : p. 448
considerations’. J. Food Sci. 72 :. P. – 457.
R.138 – R.151. 43. Manjula, K. and Suneetha, C. (2011).
34. Hooper, L.; Kroon, PA and Rimm, EB. “Designer foods – Their role in preventing
(2008). “Flavonoids, flavonoid-riched lifestyle disorders”. Int. J. Food Sci. &
food, and cardiovascular risks : A meta Nature, 2 (4) : p. 878 – 882.
analysis of randomized controlled trial”. 44. Marete, EN; Jacquire, JC and O’Riordan,
Am. J. Clin. Nutr. 88 (1) : p. 38 -50. D. (2011). “Ferfew (Tanacetum
35. Hsieh, YHP and Ofori, JA. (2007). parthenium) as source of bioactives
“Innovations in food technology for for functional foods : storage stability in
health”. Asia Pas. J. Clin. Nut., 16 (Suppl. model beverages”. J. Funct. Foods 3 : p.
1) : p. 65 – 73. 38 – 43.
36. Joulin, D.; Casazza, A.; Laurent, R.; 45. Marrapool, A. (2015). “The new Drinking
Portier, D.; Guillamon, N. and Pandya, culture : Getting your beverages clean-
R. (2004). “Volatile flavor constituents of label ready”. Food Product Design,
fruits from southern Africa : Mobola plum March 2015 : p. 6 – 9.
(Perinari curatellifolia)”. J. Agric & Food 46. Martins, EMF; Ramos AM; Varzela, ES;
Chem., 52 : p. 2322 – 2326. Stringheta, PC; Pinto, CLD and Mrtins,
JM. (2013). “Products of vegetable origin

32 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Designing Functional Beverages Process ... (Agus Sudibyo)

: A new alternative for the consumption vitro”. J. Agric. & Food Chem., 56 : p.
of probiotic bacteria”. Food Res. Int., 51 : 3593 – 3600.
p. 764 – 770. 55. Palzer, S. (2009). “Food structures for
47. Mash, AJ; Hill, C.; Ross, RP and Cotter, nutrition, health and wellness”. Trends
PD. (2014). “Fermented beverages with Food Sci. & Technol., Vol 20 issue 5
health promoting potential : Past and (May 2009) : p. 194 – 200.
future perspectives”. Trends in Food Sci. 56. Pantiakos, G. (2013). “The formula for
& Technol. , 25 : p. 113 – 124. beverage success”. Nutraceutical Mag.
48. Mokarram, RR; Mortazawi, SA; Habibi (May/June, 2013) : p. 66-67.
Najati, MB and Shahidi, F. (2009). “The 57. Paquet, E.; Hussain, R.; Bazinet, L.;
influence of multi-stage alginate coating Limieux, S. and Turgeon, SL. (2014).
on survivability of potential probiotic “Effect of processing treatments and
bacteria in simulated gastric and storage conditions on stability of fruit
intestinal juice”. Food Res. Int. 42 : p. juice based beverages enriched with
1040 – 1045. dietary fibers alone and in mixture with
49. Nathan, TW; Janeal-Yancey, WS; Apple, xanthan gum”. Food Sci. & Technol., 55 :
JK; Dikeman, ME and Godber, RG. p. 131 – 138.
(2012). “Noni puree (Morinda citrifolia) 58. Perricone, M.; Corbo, MR; Siniggaglia,
mixed in beef pattiest enhanced color M.; Speranza, B. and Bevilacqua, A.
stability”. Meat Sci. 91 (2) : p. 131 – 136. (2014). “Viability of Lactobacillus reuteri
50. Nazzaro, F.; Frantinni, F.; Coppola, in fruit juices”. J. Funct. Foods 10 : p.
R.; Sada, A. and Orlando, P. (2009). 421 – 426.
“Fermentative ability of alginate- 59. Perricone, M.; Bevilacqua, A.; Altieri, C.;
prebiotic encapsulated Lactobacillus Sinigaglia, M. and Corbo, MR. (2015).
acidophillus and survival under simulated “Challenges for productio of probiotic
gastrointestinal conditions”. J. Funct. fruit juices : A Review”. Beverages 1,
Foods 1 : p. 319 – 323. 2015 : p. 95 – 103.
51. Nionelli, L.; Coda, R., Curiel, JA; Pottanen, 60. Pravst, I. (2012). “Functional foods in
K., Gobbetti, M. and Rizzello, CG. (2014). Europe : A focus or health claims”. In
“Manufacture and characterization of Scientific, Health and Social Aspect
a yoghurt-like beverage made with oat of the food Industry, ed. by Valdez, B.
flakes fermented by selected lactic acid Intech Publ., Rijeka, Croatia : p. 165 –
bacteria”. Int. J. Food Microbiol., 185 : p. 206.
17 – 36. 61. Profir, AG and Vizireanu, C. (2013).
52. Ofori, JA and Hsieh, YHP. (2013). “Sensorial analysis of functional
“Novel technologies for the production of beverage based on vegetable juice”.
functional foods”. In BioNano-technology Acta Biol. Szegediensis 57 (2) : p. 145 –
: A revolution in food, biomedical and 148.
health science, ed. by Bagchi, D, Bagchi, 62. Pushpangadan, P., George, V., Sreedevi,
M, Moriyama, H. And Sahidi, F. John P., Bincy, AJ, Ansar, S., Aswany, T.,
Wiley and Sons. New York : p. 143 – 162. Ninawe, AS and Ijinu, TP. (2014).
53. Ozen, AE; Pons, A. and Tur, JA. (2012). “Functional foods and nutraceuticals with
“Worldwide consumption of functional special focus on mother and child care”.
foods : A systematic Review”. Nutr. Rev., Annals of Phyto Medicine 3 (1) : p. 4 –
70 : p. 472 – 481. 24.
54. Pacheco-Palencia, LA; Talcott, ST; 63. Raghuveer, C. And Tandon, RV. (2009).
Safe, S. and Nertens-Talcott, S. (2008). “Consumption of functional foods and
“Absorption and biological activity of our health concern”. Pak. J. Physiol., 5
phytochemical-rich extracts form Acal (1) : 76 – 83.
(Euterpe daracea, Mart) pulp and oil in

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 33


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 19-35

64. Rajat, S., Manisha, S.; Robin, S. and 73. Szakaly, S. (2007). “Development and
Sunil, K. (2012). “Nutraceuticals : A distribution of functional dairy products
Review”. Int. Res. J. Pharm., 3 (4) : p. in Hungary”. In Proceedings of the fourth
95 – 99. international FFNet meeting on functional
65. Rodriguez-Roque, MJ; Rojas-Grau, foods. Int. Sci. Colloquin on FFNet. June,
MA; Elez-Martinez, P. and Beloso, OM. Montreux, Switzerland : p. 89 – 97.
(2014). “In vitro bioaccessibility of health- 74. Tiwari, R., Tiwari, G. and Rai, K. (2011).
related compounds as affected by the “Probiotic novel beverages and their
formulation of fruit-juice and milk-based applications”. Systematic Rev. Pharm. 2
beverages”. Food Res. Int., 62 : p. 771 – (Issue 1) : p. 30 – 36.
778. 75. Torronen, R., Mc. Dougall, GI; Dobson,
66. Saarela, M.; Alakomi, HL; matto, J.; G., Stewart, D., Matilla, P., Pihlawa,
Ahonem, AM and Tynkkynen, S. JM; Koskela, A. and Karjalaina, R.
(2011). “Acid tolerance mutants of (2012). “Fortification of black-current
Bifidobacterium animalis subslactis with juice with crowberry : impact of
improved stability in fruit juice”. Food polyphenol composition, urinory phenolic
Sci. Technol., 44 : p. 1012 – 1018. metabolites, and postprandial glycemic
67. Servili, M.; Rizzello, CG; Taticchi, A.; response in healthy subjects”. J. Funct.
Esponsto, S.; Urbani, S.; Mazzacane, Foods 4 : p. 746 – 756.
F.; Gobbeti, M. and Dicagno, R. (2011). 76. Urala, N. and Lahteenmaki, L. (2007).
“Functional milk beverage fortified with “Consumer’s changing attitudes towards
phenolic compounds extracted from functional food”. Food Quality and
olive vegetation water and fermented Prefer., 18 : p. 1- 12.
with functional lactic acid bacteria”. Int. J. 77. Walsh, H.; Cheng, J. and Guo, M.
Food Microbiol., 147 : p. 45 – 52. (2014). “Effects of carbonation on
68. Singer, R. (2011). “New ways for beverage probiotic survivability, physico-chemical,
formulators to reduce bitterness and and esensory properties of milk-based
balance sourness”. Jungbunzlaur, Feb symbiotic beverages”. J. Food Sci., 79 :
2011 : p. 1-12. p. M.604 – M.613.
69. Singh, P.; Sahota, PP; Badhra, F. and 78. Wang, L. and Bohn, T. (2012). “Health-
Singh, RK. (2015). “Optimazation, promoting Food ingredients and
production and scale-up of debittered functional food processing (Chapter 9)”.
kinnow beverage by α-L-rhamnosidase In Nutrition, well-being and Health, ed.
producing yeast”. Emirates J. Food & by Bouayed, J. Intech Publisher, Rijeka,
Agric., 27 (7) : p. 548 – 555. Croatia : p. 201 – 224.
70. Siro, I., Kapolna, E., Kapolna, B. and 79. Wang, I. and Weller, C. (2006). “Recent
Lugassi, A. (2008). “Functional food : advances in extraction of nutraceuticals
Product development, marketing and from plants”. Trends Food Sci. &
consumer acceptance – A Review”. Technol., 17 (6) : p. 300 – 312.
Appetite 51 (2008) : p. 456 – 467. 80. Wang, S., Zhu, H., Lu, C., Kang, Z.,
71. Stinco, C., Fernandez-Vazquez, R. And Feng, L. and Lu, X. (2012). “Fermented
Hernanz, D. (2013). “Industrial orange milk supplemented with probiotics
juice debittering : impact of bioactive and prebiotics can effectively alter the
compounds nd nutritional value”. J. intestinal microbiota and immunity of
Acad. Nutr. Diet. 113 : p. 1354 – 1358. host animals”. J. Dairy Sci. 95 : p. 4813 –
72. Sun-Waterhaouse, D. (2011). “The 4822.
development of fruit based functional 81. Wang, T.; Jonsdottir, R.; Kristinsson,
foods targeting the health and wellness HG; Hreggvidsons, GO; Josson, JO
market : A Review”. Int. J. Food Sci. & and Olafsdottir, G. (2010). “Enzyme-
Technolo., 46 : p. 899 – 920. enhanced extraction of antioxidant

34 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Designing Functional Beverages Process ... (Agus Sudibyo)

ingredients from red algae Palmaria 84. Zhao, FJ. (2007). “Nutraceuticals,
palmata”. IWT-Food Sci. Technol., 43 (9) Nutritional therapy, Phytonutrients,
: p. 1387 – 1393. and Phytotherapy for Improvement of
82. Weinbreck, F.; Bodnar, I. and Marco, human health : A Perspective on Plant
ML. (2010). “can encapsulation lengthen Biotechnology applications”. Recent
the shelf-life of probiotic bacteria in dry Patents Biotechnol., 1 : p. 75 – 97.
products ?”. Int. Food Microb., 136 : p. 85. Zhao, FJ and Shewry, PR. (2011).
364 – 367. “Recent developments in modifying
83. Zadik, Z. (2010). “The functional food crops and agronomic practice to improve
era”. J. Pediatric. Endocr. and Metab., human helath”. Food Policy, 36 : p. s.94
23 (5) : p. 425 – 427. – s.101.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 35


Aspek Teknis dan Finansial ... (Amos Lukas)

ASPEK TEKNIS DAN FINANSIAL INSINERASI LIMBAH TANDAN KOSONG


KELAPA SAWIT MENJADI BIOKAR SEBAGAI PUPUK KARBON
Technical and Financial Aspects on Inceneration of Oil Palm Empty Fruit Bunches
Into Biochar as Carbon Fertilizer

Amos Lukas 1), Suharto Ngudiwaluyo1), Heru Mulyono 2) , Imran Rosyadi 3), Ishenny Mohd Noor4)
dan P. Natsir La Teng 5)
Pusat Strategi Teknologi dan Audit Teknologi - BPPT- Jl.MH. Thamrin No. 8 Jakarta 10340 1); Pusat
Teknoprener dan Klaster Industri - BPPT- Jl.MH. Thamrin No. 8 Jakarta 10340 2);
Pusat Teknologi Agroindustri – BPPT- Jl.MH. Thamrin No. 8 Jakarta 10340 3);
Inkubator Kampus Hijau - Pusat Penelitian dan Pelatihan Teknologi Internasional Dr.Ishenny (P3TDI) 4)
Kota Langsa-Aceh
Balai Besar Industri Hasil Perkebunan–Jl. Prof.Dr.Abdurrahman Basalamah No.28, Makassar 5),
natsir_lateng@yahoo.com

Abstract This paper deal with incineration of the oil palm empty fruit brunches into biochar as carbon
fertilizer for planting medium. The inceration process uses carbonized technology at temperature of 400
°F, developed by Ishenny Noor (2015). Application of 22-23% biochar as carbon fertilizer could increase
soil carbon content from 0,4 - 0,7% to 2% / Ha, physical and chemical soil quality, ground water storage,
fertilizer activity of soil microorganisms, soil nutrients. Application of biochar on rice plantation yielded 10
tons / ha of black rice / Ha, while application on oil palm plantation yielded oil palm fruit bunch of 20 to
40 kg / bunch. Production of biochar from oil palm empty bunches could give an extra profit for a palm
oil processing factory by Rp. 471,926,000 a year (with a capacity of 100 tons/hour of the oil palm empty
bunches in 24 hour operation a day) with the ROI of 78%/years, and B/C ratio of 1,71.
Keywords: incineration, biochar, planting media, empty palm oil bunch waste.

Abstrak Paper ini berkaitan dengan aspek teknis dan finansial insinerasi limbah tandan kosong kelapa
sawit (TKSS) menjadi biokar sebagai pupuk karbon untuk media tanam. Proses insinerasi ini menggunakan
carbonized technology pada suhu 400°F, yang dikembangkan oleh Ishenny Noor (2015). Aplikasi hasil
biokar 22-23 % sebagai pupuk karbon dapat meningkatkan kandungan karbon tanah dari 0,4-0,7% menjadi
2 % /Ha, kualitas fisik dan kimia tanah, daya simpan air tanah, daya simpan pupuk untuk kebutuhan
tanaman, kandungan oksigen dalam tanah, aktivitas perkembang biakan mikroorganisme tanah dan
nutrisi tanah. Aplikasi biokar pada sawah padi memberikan hasil 10 ton/ha padi hitam, sedangkan aplikasi
pada kebun sawit memberikan hasil tandan buah segar sebesar 20-40 kg/tandan. Produksi biokar dari
TKKS dapat memberikan laba ekstra pada pabrik pengolahan sawit sebesar Rp.471.926.000 per tahun
(dengan kapasitas 100 ton per jam yang beroperasi selama 24 jam per hari), dengan ROI =78%/ tahun
dan rasio B/C = 1,71.
Kata Kunci: insinerasi, biokar, media tanam, limbah tandan kosong kelapa sawit.

PENDAHULUAN kelapa sawit berupa C=35%, N= 2,34%,


C/N=15, P=0,31%, K=5,53%, Ca=1,46%,
Tandan Kosong Kelapa Sawit
Mg=0,96%, dan air=52%. (Widiastuti dan
(TKKS) adalah limbah pabrik kelapa sawit
Panji, 2007), berpeluang untuk dimanfaatkan
yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap
menjadi biokar melalui teknologi karbonisasi
pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar)
pada suhu 400°F, yang dikembangkan oleh
akan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23%
Ishenny Noor. Biokar yang berukuran nano
TKKS atau sebanyak 220 – 230 kg TKKS.
ini mampu berfungsi sebagai media tanam
Apabila dalam sebuah pabrik dengan
sekaligus memperbaiki kondisi tanah yang
kapasitas pengolahan 100 ton/jam dengan
layak ditanami.
waktu operasi selama 1 jam, maka akan
Proses karbonisasi TKKS dilakukan
dihasilkan sebanyak 23 ton (Yunindanova,
pada insinerator dengan gasifikasi yang
2009). Kandungan kompos tandan kosong
menghasilkan nano biokar sebesar 22–25%

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 37


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 37-42

dari jumlah TKKS yang diolah, dalam waktu terjaga baik dan suplay oksigen yang cukup
1 (satu) jam berpeluang menghasilkan ke akar sehingga akar tanaman cepat tumbuh
biokar sebesar 5,06 ton bagi pabrik dengan menembus memanjang ke dalam tanah dan
kapasitas pengolahan 100 ton/jam (Noor, menjadi tempat tumbuhnya mikroba yang
2015). Hasil uji lapang di sebuah lahan kelapa mampu mengolah udara menjadi unsur hara
sawit di Kota Langsa Aceh dalam pemakaian yang dibutuhkan oleh tanaman.
media tanam untuk 1 ha membutuhkan 2 ton Biokar sanggup mengikat air dalam
biokar. Sehingga dalam 1 jam operasi pabrik jumlah yang cukup karena ukurannya
sawit berpeluang untuk memenuhi 1 Ha nano, bersifat buffer (penyangga) sehingga
media tanam yang sehat. Hal ini berpeluang untuk menetralisir dan mengadaptasi pupuk
memberikan dampak yang besar bagi yang diberikan pada tanaman. Biokar tidak
peningkatan produksi pertanian di Indonesia. lapuk sehingga bisa dimanfaatan dalam
Media tanam adalah wadah atau media jangka waktu yang lama, cendawan atau
tempat untuk menanam dan tempat tumbuh jamur tidak dapat menggunakan sebagai
dan berkembangnya tanaman. Kondisi media pertumbuhan, tetapi menjadi media
media tanam harus disesuaikan dengan pertumbuhan bagi mikroba tanah yang
kondisi tanaman, serta kondisi lingkungan mampu memanfaatkan unsur udara dan air
di sekitar. (Fahmi, 2015). Biokar memiliki diproses menjadi unsur hara yang dibutuhkan
rongga udara yang dapat menyimpan udara, tanaman ( Anderson et al, 2011).
air dan tempat bakteri hidup artinya secara Media tanam yang baik harus
keseluruhan mampu menghasilkan unsur memliki (1) kadar hara tinggi, hara sangat
hara sendiri, artinya dengan penggunaan mempengaruhi kelangsungan pertumbuhan
pupuk organik biokar tersebut sudah dapat mikroorganisme yang ada di dalam tanah (2)
memenuhi kebutuhan unsur hara dalam kadar pH netral, berkisar antara 6,5 – 7,5,
tanah dan tidak memerlukan pupuk kimia dalam kondisi ini akan lebih banyak menyerap
lagi. unsur hara dan menjaga keseimbangan
Menurut Plaza et al, (2016) manfaat mikroorganisme yang terdapat dalam tanah.
penerapan biokar pada tanah antara lain (3) tekstur lempung, dapat mengikat berbagai
peningkatan kandungan karbon, peningkatan mineral (4) sebagai media pertumbuhan
air tanah, retensi nutrisi, peningkatan mikroorganisme tanah, yang dapat mengurai
kapasitas tukar kation, koreksi keasaman unsur-unsur yang terkandung dalam tanah
tanah, terbentuknya habitat mikroba tanah, agar dapat dimanfaatkan oleh tanaman,
dan pengendalian patogen tanaman. mampu memperbaiki tekstur tanah sehingga
Paper ini berkaitan dengan aspek pertumbuhan tanaman akan lebih optimal (5)
teknis dan finansial insinerasi limbah tandan unsur mineral, memiliki kandungan mineral
kodong kelapa sawit menjadi biokar untuk lengkap yang dibutuhkan tanaman dan (6)
media tanam. Insinerasi menggunakan cocok untuk berbagai tanaman, media yang
carbonized technology yang dikembangkan baik akan mudah ditanami berbagai jenis
oleh Ishenny Noor (2015). tanaman.

MEDIA TANAM INSINERASI TKKS MENJADI BIOKAR


Media tanam yang baik adalah media Teknologi karbonisasi dengan mesin
tanam yang mampu menyediakan udara DR Ishenny’s telah dioperasikan di Kota
yang cukup, memiliki unsur hara yang cukup Langsa sejak tahun 2016. Insinerator ini
yang dibutuhkan oleh tanaman (Buckman menggunakan teknologi radiasi panas atau
dan Brady, 1982). Media tanam biokar dari carbonized technology, pada suhu 400oF
TKKS yang didapat melalui pembakaran sehingga tidak memerlukan bahan bakar
pada insinerator DR. Ishenny, memiliki minyak atau gas untuk pemanfaatan limbah
rongga udara sehingga dapat menampung air biomasa menjadi biokar. Insinerator ini tidak
dan udara yang menyebabkan kelembaban menyebabkan polusi udara karena tidak
Aspek Teknis dan Finansial ... (Amos Lukas)

terjadi reaksi oksidasi dimana pembakaran


memerlukan bahan bakar dan udara yang
cukup banyak (Liu et al, 2012). Mesin ini tidak
mengeluarkan bau dari gas ammonia, dioxin,
asap dan sulphur dan lainnya. Insinerator ini
juga tidak mengeluarkan limbah cair seperti
air lindi (leachate).

Gambar 2. Biokar (pupuk arang)


Tabel 1. Spesifikasi Insinerator DR.
Ishenny
Insinerator 205 CM (L) X 101 CM (W) X
160 CM (H)
Reaktor 186 CM (L) X 86 CM (W) X
100 CM (H)
Capacity 5 ton (Wet basis) /day (24
hrs)
Hydro cyclone 2 smoke inlet, capacity:
1 00 L/day
Blower cooler 1 unit
Compressor 1 HP
Gambar 1. Insinerator Dr. Ishenny Water pump 30 m
Head
Insinerator ini mampu menampung
dan memproses limbah TKKS 5 ton per hari BOKAR SEBAGAI MEDIA TANAM
dengan waktu operasi selama 24 jam, tanpa
memerlukan pengeringan (drying) sebelum Biokar yang dihasilkan dari insinerasi
diproses. Insinerator Dr. Ishenny mempunyai limbah TKKS dengan proses karbonisasi
unit utama yang terdiri dari Insinerator dapat menhasilkan pupuk karbon untuk
yang berfungsi mengeluarkan radiasi media tanam yang baik. Ini disebabkan
panas dan unit sekunder adalah reactor karena biokar mampu: meningkatkan karbon
pemanasan berfungsi untuk terjadinya tanah dari 0,4 – 0,7 % menjadi 2% dengan
proses pyrolysis dan gasifikasi dan juga menambahkan 2 ton biokar/Ha. Selain dari
berfungsi memproduksi karbon (biokar) itu juga dapat meningkatkan: kualitas fisik
(Lee et al, 2017). Beberapa alat insinerator dan kimia tanah, daya simpan air tanah,
Dr. Ishenny’s ini sudah terpasang di Aceh, daya simpan pupuk untuk kebutuhan
Bogor dan Medan dan merupakan generasi tanaman, kandungan oksigen dalam tanah,
ke-3, desain sederhana, ramah lingkungan, aktivitas fertility mikroorganisme tanah dan
mudah dioperasikan, tidak memerlukan meningkatkan nutrisi tanah.
tempat yang luas serta mempunyai nilai Hasil dari aplikasi pemanfaatan biokar
ekonomi yang cukup tinggi. sebagai media tanam; mengembalikan
kesuburan tanah pada pH: 7.00-7.50,
Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 37-42

meningkat kandungan karbon tanah yang dari 110 hari menjadi 90 hari, meniadakan/
kaya oksigen, mampu menyimpan air minimalisasi penggunaan pupuk kimia,
yang diperlukan tanaman, menghasilkan mengurangi serangan hama tanaman,
nitrogen (Urea) melalui proses aktivitas meningkatkan kualitas produk pertanian
mikroba tanah, meningkat porossitas tanah menjadi kualitas organik, dan dengan
sehingga akar mampu menembus tanah demikian meningkatkan pendapatan petani
lebih dalam, meningkatkan hasil pertanian hingga Rp 50 – 100 juta/tahun.
100%, memperpendek usia panen tanaman

Gambar 3. Desain Mesin Karbonisasi DR. Ishenny (Patented)

Gambar 4. Panen Padi Ciherang di Aceh Tamiang


Hasil ujicoba pemanfaatan bokar panen 90 hari, padi dengan kualitas organik,
sebagai media tanam di beberapa tempat harga gabah Rp. 5000/kg (tahun 2017). Padi
di Aceh pada berbagai tanaman terlihat hitam di tanah bekas timbunan tanah di kota
bahwa: tanaman padi varitas Ciherang di Langsa, Aceh menghasilkan 10 ton / Ha,
Kabupaten Aceh Tamiang, dapat meningkat kualitas organik, bebas hama penyakit dan
menjadi 10 ton/Ha dibanding tanpa biokar usia panen 90 hari, harga gabah Rp.10.000 /
hanya menghasilkan 3 ton/ha, bebas hama kg (Tahun 2017).
penyakit serta dapat memperpendek usia
Aspek Teknis dan Finansial ... (Amos Lukas)

Aplikasi biokar pada kebun sawit salah Uji coba biokar pada kebun kelapa sawit
satu perusahaan swasta di kota Langsa, di Kota Langsa Aceh dapat menghasilkan
Aceh pada umur tanaman kelapa sawit 8 20-40 tandan buah segar per tandan,
tahun menghasilkan TBS 20-30 kg setiap Dari aspek finansial produksi biokar
tandan dibanding tanpa menggunakan dengan kapasitas 5 ton per jam tandan
biokar menghasilkan TBS 15-20 kg setiap kosong kelapa sawit menunjukkan kelayakan
tandan, tahan terhadap serangan hama yang dengan ROI/tahun sebesar 78% dan rasio
menyerang akar (Ganoderma). Keuntungan B/C sebesar 1,7.
lain dari aplikasi biokar di kebun sawit adalah Namun demikian, perlu dilakukan
bisa dilakukan tumpang sari dengan tanaman pengamatan lanjutan untuk melihat
sayuran (kangkung, sawi). Dengan tumpang kestabilan nilai pH tanah selama lima tahun.
sari tanaman sayuran di kebun sawit bisa
menghasilkan pendapatan Rp. 20 juta per DAFTAR PUSTAKA
bulan.
1. Anderson, CR., LM Condron, TJ Clough,
M Fiers, A Stewart, RA Hill, RR Sherlock.
ASPEK FINANSIAL PRODUK BIOKAR
2011. Biochar induced soil microbial
Dari aspek finansial produksi biokar
community change: Implications for
dengan proses karbonisasi menggunakan
biogeochemical cycling of carbon,
insinerator Ishenny Noor dengan kapasitas
nitrogen and phosphorus. Pedobiologia-
5 ton TKSS /hari untuk menghasilkan biokar
International Journal of Soil Biology. 54,
sebanyak 250 kg/hari diperoleh sebagai
309-320.
berikut dengan asumsi harga biokar sebagai
2. Buckman, H., dan Brady. 1982. Ilmu
pupuk karbon Rp. 5.000,- per kg
Tanah. PT Bhratara Karya Aksara.
- Investasi (unit insinerator): Jakarta.
Rp. 305.000.000,- 3. Fahmi, ZI. 2015. Media Tanam sebagai
- Biaya operasional/tahun: Faktor Eksternal yang Mempengaruhi
Rp. 275.318.000,- Pertumbuhan Tanaman. Balai Besar
- Ekstra keuntungan/tahun: Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Rp. 471.926.000,- Perkebunan Surabaya.
- ROI/tahun: 78% 4. Lee, XJ., LY Lee, S Gan, ST Gopakumar,
- Rasio B/C: 1,71 HK Ng. 2017. Biochar potential evaluation
of palm oil wastes through slow pyrolysis:
Berdasarkan hasil analisis finansial
Thermochemical characterization and
tersebut insinerasi limbah TKSS menjadi
pyrolytic kinetic studies. Bioresources
biokar, layak untuk diterapkan.
Technology. 236, 155-163.
5. Liu, Y., H Lu, S Yang, Y Wang. 2016.
SIMPULAN
Impacts of biochar on rice yield and soil
Aplikasi biokar (yang dihasilkan dari properties in waterlogged paddy for two
insinerasi limbah tandan kosong kelapa crop seasons. Field Crops Research 191.
sawit) sebagai pupuk karbon media tanam, 161-167.
dapat meningkatkan karbon tanah sampai 6. Noor, I.M. 2015. Sudah Saatnya
2%, meningkatkan kualitas fisik dan kimia Memodernkan Pabrik Kelapa Sawit
tanah, meningkatkan daya simpan air Indonesia Untuk Lebih Kuat dan Mandiri
tanah, meningkatkan daya simpan pupuk, dengan FASTLURR TECHNOLOGY, PT.
meningkatkan kandungan oksigen dalam Noor Amalindo, Jakarta..
tanah, meningkatkan aktivitas fertilitas 7. Plaza, C., B. Giannetta, JM. Fernadez,
mikroorganisme tanah dan meningkatkan EG. Lopez-de-Sa, A. Polo, G. Gasco, A.
nutrisi tanah serta menjadikan pH tanah= 7 Mendez, C. Zaccone. 2016. Response
– 7,5. of different soil organic matter pools to
biochar and organic fertilizers. Agriculture,
Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 37-42

Ecosystems and Environment 225. 150- 9. Yunindanova. 2009. Tingkat Pematangan


159. Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit
8.
Widiastuti, H dan T. Panji. 2007. dan Penggunaan Berbagai Jenis Mulsa
Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa terhadap Tumbuhan dan Produksi
Sawit Sisa Jamur Merang (Volvariella Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentun
Volvacea) (TKSJ) sebagai Pupuk Organik Mill) dan Cabai (Capsicum annum L.).
pada pembibitan Kelapa Sawit. Jurnal Skripsi. Fakultas Pertanian Institut
Menara Perkebunan. Vo. 75(2), hal. 70- Pertanian Bogor, Bogor. 76 hal.
79.

42 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Anti-Aging Properties of Cream ... (Eky Yenita Ristanti)

ANTI-AGING PROPERTIES OF CREAM MADE WITH COCOA POLYPHENOL,


ALOE VERA (ALOE BARBADENSIS) AND SEAWEED (EUCHEMA COTTONI) AS
ACTIVE AGENTS
Sifat Anti-aging dari Krim Berbahan Aktif Polifenol Kakao, Aloe Vera (Aloe
barbadensis) dan Rumput Laut (Euchema cottoni)

Eky Yenita Ristanti, Sitti Ramlah, dan Dwi Indriana


Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Jl. Prof. Dr. Abdurahman Basalamah No. 28 Makassar 90231
Pos-el: eky.yenita@gmail.com

ABSTRACT
Cream made from cocoa polyphenol combined with aloe vera and seaweed has been prepared and
its anti-aging properties have been studied. Cream composition consisted of cocoa butter, olive oil,
sodium dodecyl sulfate polypropylene glycol, cetyl alcohol and distilled water as the cream base. Cocoa
polyphenol, aloe vera, and seaweed were used as active agents to perform anti-aging activity. Anti-aging
tests were done in vivo, using male Wistar rats. Anti-aging tests included cream effectivity to protect skin
from UV B radiation, which indicated by wrinkle, exfoliation, erythema and skin elasticity. The research
showed that skin smeared with cream contained cocoa polyphenol, aloe vera and seaweed has less
wrinkle and erythema after being exposed to the UV B lamp for 2 weeks. The cream contained 3
active ingredients (cocoa polyphenol, aloe vera and seaweed) showed less effectivity to protect against
exfoliation compared to the cream with only 2 active ingredients (aloe vera and seaweed). However, the
skin smeared with a cream containing 3 active ingredients is more resistant to UV B radiation than the
non-smeared skin. In addition, the skin smeared with the cream containing cocoa polyphenol, aloe vera,
and seaweed showed better elasticity compared to the non-smeared skin.
Keywords: anti-aging, photoaging, cocoa polyphenol, aloe vera, seaweed.

ABSTRAK
Krim berbahan polifeol kakao yang dikombinasikan dengan lidah buaya dan rumput laut telah dibuat
dan dipelajari sifat anti penuaannya. Komposisi krim terdiri dari lemak kakao, minyak zaitun, sodium
dodesil sulfat, polipropilen glikol, setil alkohol dan aquades sebagai basis krim. Polifenol kakao, lidah
buaya dan rumput laut digunakan sebagai bahan aktif yang bertindak sebagai anti penuaan. Uji anti
penuaan dilakukan secara in vivo, menggunakan tikus Wistar jantan. Uji anti penuaan yang dilakukan
meliputi efektifitas krim untuk melindungi kulit dari radiasi sinar ultraviolet B, yang ditunjukkan dengan
adanya kerutan, pengelupasan, kemerahan dan elastisitas kulit. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kulit yang diolesi dengan krim yang mengandung polifenol kakao, lidah buaya dan rumput laut
menunjukkan lebih sedikit kerutan dan kemerahan setelah dipapar dengan lampu UV B selama 2
minggu. Krim yang mengandung 3 bahan aktif (polifenol kakao, lidah buaya dan rumput laut) kurang
menunjukkan efektifitas terhadap pengelupasan dibandingkan dengan krim yang hanya mengandung 2
bahan aktif (lidah buaya dan rumput laut), tetapi krim yang mengandung 3 bahan aktif tersebut masih
menunjukkan proteksi yang baik terhadap kulit, dibandingkan dengan kulit yang tidak terlindungi (kulit
yang tidak diolesi dengan krim apapun). Selain itu, kulit yang diolesi dengan krim yang mengandung
polifenol kakao, lidah buaya dan rumput laut menunjukkan elastisitas yang lebih baik daripada yang
tidak diolesi dengan krim.
Kata kunci: anti penuaan, fotoaging, polifenol kakao, lidah buaya, rumput laut.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 43


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 43-51

INTRODUCTION of antioxidants in cosmetics has more value


because it has greater protection against
Developments of skin aging are due to
environmental influences (sun, pollution,
a combination of time effects (intrinsic aging)
wind, and temperature) on the skin, thus
and environmental effects (extrinsic aging).
inhibiting aging and skin damage (Mishra
Both factors can affect skin simultaneously.
and Chattopadhyay, 2010).
Ultraviolet (UV) light is the major cause of
The aim of this research is to prepare
extrinsic aging, following certain biological
an anti-aging cream formulated from cocoa
and molecular pathways. Intrinsic aging is
polyphenol. Cocoa polyphenol has beensun-
known as skin aging or chronological aging,
exposed known for its antioxidant properties
while extrinsic aging induced by UV light is
to prevent cardiovascular disease (Manach
known as photoaging (Papanagiotou, 2008).
et al., 2005; Engler and Engler, 2011; Hooper
The wrinkle is the most recognizable
et al., 2012). It was also reported in some
sign of aging. However, there are many signs
studies (Heinrich et al. (2006); Williams, et al.,
of skin degradation can be associated with
2009) that high flavonols cocoa consumption
aging, such as pigmentation, sallowness,
can protect skin from harmful UV effects.
and dryness. Photoaging shows clinical
However, the topical use of cocoa polyphenol
signs include dryness, irregular, dark/
are unpopular. This research uses cocoa
light pigmentation, sallowness, deep
polyphenol as a topical application with the
furrows, severe athrophy, telangiectases,
addition of aloe vera and seaweed extract to
premalignant, lesions, laxity, elastosis, and
give cooling and soothing effects on the sun-
actinic purpura. In contrast to photoaging,
exposed skin. Such combination of the anti-
chronological aging is indicated by laxity and
aging cream product is suitable to be used in
fine wrinkling as well as the development of
the tropical area.
benign growth such as seborrheic keratosis
and angiomas, but not associated with
METHODOLOGY
increased pigmentation or deep wrinkle
shown in photoaging process (Helfrich et al., Materials and equipment
2008). Materials used in this research were
The term of photoaging was firstly cocoa butter, non-fermented cocoa beans,
introduced in 1986 indicating the prolonged aloe vera (Aloe barbadensis), seaweed
effect of UV light exposure on the skin (Kligman (Euchema cottoni), methanol p.a.(Merck),
and Kligman, 1986 in Helfrich et al., 2008). cetyl alcohol, n-hexane p.a. (Merck), sodium
The process of photoaging itself has been dodecyl sulfate (Merck), olive oil (Bertolli),
associated with protein oxidation in human polypropylene glycol, methyl paraben, propyl
skin (Sander, et al., 2002). According to an in paraben and distilled water.
vivo study conducted by Sander, et al. (2002), Equipment used in this research
depleted antioxidant enzyme expression in included beaker glass, analytical balance,
photodamaged skin is associated with higher mixer, blender, graduated cylinder, soxhlet
level of protein oxidation. Oxidative stress apparatus for polyphenol extraction, stainless
also effects in the perturbation of skin barrier steel bowl and gas stove.
due to UV exposures.
These results provide a rationale for Preparation of Polyphenol Extraction
the development of efficient antioxidant from Non-fermented Cocoa Beans
strategies to prevent skin’s photoaging and Cocoa beans were ground into paste
acute photodamage. Although sunscreens using a blender. The cocoa paste was
are indispensable in the prevention of skin being defatted using n-hexane solvent
photodamage, antioxidants in combination extraction method. As much as 30 grams of
with sunscreens seem to be highly effective cocoa paste was extracted using 300 mL of
adjuncts increasing the safety and the n-hexane solvent extraction for 4 hours in a
efficacy of photoprotective products. The use soxhlet apparatus. After cocoa butter was

44 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Anti-Aging Properties of Cream ... (Eky Yenita Ristanti)

removed, the extraction was continued to aeruginosa, Candida albicans) and the
obtain polyphenols by replacing the n-hexane anti-aging activity test. All quality testing
solvent with methanol. Extraction with of cream was conducted in Testing Unit
methanol was performed for 4 hours. The Laboratory, Faculty of Pharmacy, Airlangga
polyphenol gained from 1 batch of extraction University, Surabaya. Quality testing of
process was 3.5%. cream included pH test using a pH meter,
viscosity with a viscometer. Determination of
Extraction of Aloe vera and Seaweed with heavy metals content was included Hg, Pb,
Hot Water and Fe. Hg content was tested using ICP-
As much as 2 grams of dried seaweed AAS (Inductively Coupled Plasma-Atomic
was dissolved with 50 mL of hot water. Soluble Absorbtion Spectrophotometer) method,
fraction was used for cream preparation. As Pb and Fe content were tested using AAS
much as 2 grams of Aloe vera gel taken from (Atomic Absorbtion Spectrophotometer).
fresh Aloe vera stem was dissolved in 50 mL The microbiological test was referred to
of hot water. Soluble fraction was used for Pharmacopoeia IV. Methyl paraben-propyl
cream preparation. paraben and α-tocopherol contents were
determined using HPLC (High Performance
Preparation of the Anti-aging Cream Liquid Chromatography). Methanol
Anti-aging cream was formulated residue was determined using GC (Gas
referring to the previous study conducted by Chromatography). The anti-aging test was
Khorasani (2011). The use of liquid paraffin completed at School of Pharmacy, Bandung
was replaced with olive oil (in equal quantity), Institute of Technology using healthy male
solid white paraffin was replaced with cocoa Wistar rats.
butter (in equal quantity) and cetearyl alcohol
was replaced with cetyl alcohol, therefore Anti-aging Test
increasing the amount of cetyl alcohol in anti- The anti-aging test was conducted at
aging cream composition. Cocoa butter, olive School of Pharmacy, Bandung Institute of
oil, cetyl alcohol, sodium dodecyl sulfate Technology using healthy male Wistar rats
and polypropylene glycol were heated in a as previously studied by Tsukahara et al.,
waterbath until the cocoa butter melts. After (2006). Rats were immobilized so that the
cocoa butter melted, aloe vera and seaweed posterior part of the non-hairy hind limbs are
extract were added into the mixture. The facing upwards. Prior to irradiation, the test
mixture was then stirred to form homogeneous sample was applied to the right hind limb,
mixture. The resulted cream was further while the left one was received no sample
cooled at room temperature. Preservatives treatment, and served as a control. The UVB
were then added to prepared cream. The lamp (Philip) with irradiation intensity of 10
preparation used was a combination of propyl mW/cm2 was placed about 10 cm just above
paraben and methyl paraben, as much as the treated skin. The irradiation was applied
1% total. Two types of sample were used for 5 days a week for 2 weeks, with the duration
the anti-aging test, Sample A: cream was not of irradiation 10-20 minutes each day. At the
added with polyphenol and sample B: cream end of the 2nd week, wrinkles on hind limbs
was added with polyphenol as much as 0.5 exposed to UVB were then scored according
grams per 300 grams sample. to these following observational criteria:
0 = no rough wrinkles
Testing Parameters
1 = slightly shallow rough wrinkles
Testing parameters used in this
2 = some rough wrinkles
research were viscosity, methanol value,
3 = some deep rough wrinkles
α-tocopherol, pH, heavy metals (Hg, Pb,
and Fe), methyl paraben, propyl paraben, Along with wrinkles observations, the
microbiology testing (total plate count, occurrence of skin exfoliation and erythema
Staphylococcus aureus, Pseudomonas were also being observed and scored

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 45


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 43-51

according to the following observational RESULTS AND DISCUSSION


criteria:
The formula of anti-aging cream used
0 = not any in this research was selected from a series of
1 = a few formulation as given in Table 1.
2 = mild
3 = many
Table 1. Formulation of Anti-aging Cream

Ingredients F1 (%) F2 (%) F3 (%) F4 (%) F5 (%)


Olive oil 2.6 1.6 1.1 0.9 2.1
Cocoa butter 3.9 2.4 1.7 1.3 3.1
Cetyl alcohol 19.5 11.8 8.5 6.6 15.5
Sodium dodecyl sulfate 3.9 2.4 1.7 1.3 3.1
Aloe vera 1.3 0.4 0.3 0.2 0.5
Seaweed 1.3 0.4 0.3 0.2 0.5
Propylene glycol 3.9 2.4 1.7 1.3 3.1
Distilled water 65 78.7 84.7 88.1 72.2

Those formulas were initial formulas to Staphylococcus aureus, Pseudomonas


see which formula has the best characteristic. aeruginosa, and Candida albicans).
Therefore, preservatives were not added. Cosmetic products used for human
Each formula was observed its emulsion skin should have a range of pH 4-6 in order
stability and consistency. From these results, to avoid skin irritation (Jellineck, 1970).
it was found that F1 cream was too thick Meanwhile, determination of heavy metals
and solid. It made F1 cream un-spreadable. content is important since heavy metals
Meanwhile, F2 cream was too liquid, F3 such as Pb and Hg can cause a decrease in
cream was sudsy and thin, and F4 was sudsy cognitive function and kidney failure (Nnorom
and the emulsion was broken. The F5 cream et al, 2005). In addition, skin exposed to
showed the best result in term of emulsion heavy metals may experience rashes,
stability and consistency. The F5 cream was discoloration, and scarring (Ladiznski et al,
then used for further observation in terms of 2011). As this cream was also made with
quality, anti-aging activity, and microbiology. seaweed, the analysis of iron (Fe) content
In order to extend the shelf life, the becomes necessary. Seaweed is known
formulated cream was then added with for the high iron source. Iron may trigger
preservatives from parabens class. Parabens skin photodamage as iron is contributing
are ester from para-hydroxybenzoic acid catalytically in the oxygen radical production
and widely used in cosmetics. Moreover, (Bisset, et al., 1991).
parabens are considered to be safe and The compounds contained in seaweed
low-cost preservatives. The cream then have the antioxidant potential for applications
varied into two treatments: cream A with no in the cosmetic fields. Applications of these
polyphenols added, while cream B added with antioxidant compounds work as anti-aging,
polyphenols. The quality of both creams was protective body cells, bleach, and UV
tested including pH, viscosity, heavy metals protective (Heo and Jeon, 2009; Heo e al.,
content (Pb, Hg and Fe), α-tocopherol levels, 2009; Wijesinghe & Jeon, 2011). Levels of
methanol content, methyl paraben, propyl methanol testing is required because the
paraben-and microbiology (total plate count, product contains polyphenols extracted from

46 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Anti-Aging Properties of Cream ... (Eky Yenita Ristanti)

cocoa beans by using solvent methanol. aeruginosa and Candida albicans can
Microbiology testing was done because cause infection when the skin are exposed
Staphylococcus aureus, Pseudomonas (wounds).
Tabel 2. Result of Quality Analysis of Anti-aging Cream

Test Parameters Method Cream A Cream B


Total Plate Count (Cfu/g) < 10 x 10’ < 10 x 10’
Staphylococcus aureus Indonesia Farmakope Negative Negative
Pseudomonas aeruginosa IV Negative Negative
Candida albicans Negative Negative
Pb (ppm) AAS Negative Negative
Hg (ppm) ICP Negative Negative
Fe (ppm) AAS [2.17 ± 0.1] [1.79±0.1]
Methyl paraben (%) [0.001±0.497] [0.0954±1.909]
HPLC
Prophyl paraben (%) [0.0633±1.97] [0.0652±1.66]
Methanol (ppm) GC Negative Negative
Alfa Tocopherol (ppb) HPLC Negative Negative
pH pH meter [6.40 ± 0.01] [5.78 ± 0.03]
Viscosity (dps) Viscometer 600 300

From Table 2, it is clear that the resulted According to Armand (2010), the anti-
anti-aging cream has neither microbiology aging activity was determined from a number
contamination nor heavy metals content. of wrinkles caused by UV exposure. The
The cream added with polyphenol has lower more the wrinkle, the more ineffective the
pH value compared to cream that without anti-aging cream is. It also indicates that the
polyphenol, as polyphenol is acidic and may anti-aging cream has low anti-aging activity.
lowering the pH of the cream. The pH values The results of scoring calculation of wrinkles
of both creams are 6.40 and 5.78 respectively observation, exfoliation and erythema are
(almost neutral). which may be associated shown in Figure 1 to Figure 5. It is shown that
with the use of sodium dodecyl sulfate. wrinkle was not observed in rat’s hind limb
Methanol content in the cream is found to be treated with sample cream B. Meanwhile,
negative, indicated that there is no remaining hind limbs treated with sample cream A and
methanol residue from polyphenol extraction. without any cream exhibited appearance of
The content of α-tocopherol in cream is also wrinkles with score varied between 1 to 3.
not found as tocopherol composition in cocoa Hind limb treated with no cream application
butter as the main constituent of cream is shows more wrinkles appearance compared
dominated by β-tocopherol, followed by to those topically treated ones. This result
γ-tocopherol. Meanwhile, the amount of indicates that cream with polyphenol has
α-tocopherol in cocoa butter is not significant better protection against wrinkles induced by
(Lipp and Anklam, 1997). UVB exposure.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 47


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 43-51

S
co
re

Sample B Sample A Without Treatment

Treatment
Treatment Group
Group

Figure 1. Effect of the sample treatment on the wrinkle visual score after the UVB exposure
given 5 times a week, with duration of 10-20 minutes per day. The testing sample was applied to
one hind limb before the UVB exposure.
Note: ****p<0.0001 compared to the group without treatment (ANOVA, post hoc Fisher PLSD).

Exfoliation and erythema scores are without polyphenol (A). It indicates that
shown in Figure 2 and Figure 3. Exfoliation polyphenol is not effective to protect skin from
and erythema are less severe in hind limbs exfoliation process. Application of anti-aging
applied topically with the cream. Exfoliation creams either with polyphenol or without
scores of hind limb skin applied with sample polyphenol resulted in less erythema score
cream A and B are lower than untreated hind on hind limb skin (Figure 3). Both creams
limb skin as shown in Figure 2. However, the show lower erythema scores compared to
exfoliation score of the skin smeared with the the untreated skin. However, the effectivity of
cream containing polyphenol (B) is higher cream A and cream B to protect the skin from
than that of the one smeared with the cream against erythema is only slightly different.

Figure 2. Effect of the sample treatment to the exfoliation score after the UVB exposure
given 5 times a week, with duration of 10-20 minutes per day. The tested sample was applied to
one hind limb before the UVB exposure.
Note: *p<0.05, **p<0.01 compared to the group without treatment (ANOVA, post hoc Fisher
PLSD).

48 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Anti-Aging Properties of Cream ... (Eky Yenita Ristanti)

Sc
or
e

Sample B Sample A Without Treatment

Treatment Group

Figure 3. Effect of the sample treatment to the erythema score after the UVB exposure given 5
times a week, with duration of 10-20 minutes per day. The tested sample was applied to one hind
limb before the UVB exposure.
Note: *p<0.05, **p<0.01 compared to the group without treatment (ANOVA, post hoc Fisher
PLSD).
Effects of the UVB exposure and wrinkles and exfoliation are clearly observed.
testing samples application are shown in Meanwhile, the skins applied with sample
Figure 4 and 5. Figure 4 shows the effect of creams, are and exfoliation are slightly
UVB exposure against hind limb skin treated observed. The skin applied with sample
with sample cream B, while figure 5 shows cream A has more wrinkles compared than
the effect of UVB exposure against hind limb that with sample test B, but shows better
skin treated with sample cream A. On the skin result in the appearance of exfoliation.
applied with no sample cream, occurence of

1 2 3 4

Figure 4. Effect of UVB exposure on the formation of wrinkles and exfoliations to the skin
smeared with cream B. Exposure was given 10-20 minutes per day for 5 days a week during 2
weeks. Note: 1 and 3 = before UVB exposure, 2 = without sample, 4 = treated with sample cream
B. Arrow = wrinkles; circle = exfoliation

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 49


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 43-51

1 2 3 4

Figure 5. Effect of UVB exposure on the formation of wrinkles and exfoliations to the skin
smeared with cream B. Exposure was given 10-20 minutes per day for 5 days a week during 2
weeks. Note: 1 and 3 = before UVB exposure, 2 = without sample, 4 = treated with sample cream
B. Arrow = wrinkles; circle = exfoliation

Chronic UVB exposure causes skin phototype). In addition, to direct or indirect


premature aging, called photo-aging. Photo- DNA damage, UVR activates cell surface
aging is characterized by mild and rough receptors of keratinocytes and fibroblasts
wrinkles on the skin, depigmentation, change in the skin, which leads to a breakdown of
in skin texture, loss of elasticity, and actinic collagen in the extracellular matrix and a
precancerous keratosis (Alam dan Havey, shutdown of new collagen synthesis (Pandel
2010). Skin photo-aging is primarily on the et al., 2013). Figure 6 shows the effect of
degree of ultraviolet radiation (UVR) and UVB exposure on skin elasticity shown by
on an amount of melanin in the skin (skin the length of UVB exposed skin.

The The
Len Len
gth gth
of of
the the
Stre Stre
ach ach
ed ed
Ski Ski
n n
(cm (cm
s) s)

Without Sample B With Sample B Without Sample B With Sample B

Treatment Group Treatment Group

Figure 6. Effect of test samples application on rat skin length after the UVB exposure. Exposure
was given 5 times a week for 2 weeks, with an exposure duration of 10-20 minutes every day.
The test sample was applied to one of hind limbs before UVB exposure. After being removed
from the leg, skin incision was spread maximally.

50 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Anti-Aging Properties of Cream ... (Eky Yenita Ristanti)

Anti-UVB often cause test results damaging effects on cells and tissues.
against the use of anti-aging creams Free radicals are often linked to cause cell
(Figures 6 and 7) show that the utilization damage associated with aging. As a powerful
of cocoa butter and polyphenols from cocoa antioxidant, polyphenols are able to inhibit
beans provides a protective effect against the aging process. The description of the
skin damage, moisturizes and protects skin effect of UVB exposure on skin flexibility
elasticity. Most polyphenols are antioxidants and the effect of cream sampling is shown in
that can neutralize free radicals that have Figure 7.

1 2

Figure 7. Effect of test sample applied to the length of hind limbs after the UVB exposure.
Exposure was given 5 times a week for 2 weeks, with an exposure duration of 10-20 minutes
every day. The test sample was applied to one of the hind limbs prior to UVB exposure After
being removed from the leg, skin incision wass spread maximally. Note: 1 = test sample ”B”, 2
= test sample ”A”, left = without sample, right = with sample

Anti-aging test shows that cream with consisted of cocoa butter, olive oil, sodium
polyphenols has the ability to inhibit the dodecyl sulfate, polypropylene glycol, cetyl
aging process, which states that the content alcohol and distilled water as the cream
of polyphenols in cosmetics can improve the base. The best formula was achieved at the
moisture, sebum level and smoothness of composition of 2.1% olive oil; 3.1% cocoa
the skin, also has the potential to protect skin butter; 15.5% cetyl alcohol; 3.1% sodium
damage that accompanies the aging process dodecyl sulfate; 0.5% aloe vera; 0.5%
due to UVB exposure and can maintain the seaweed; 3.1% propylene glycol and 72.2%
elasticity of the skin. The inhibitory activity distilled water. Cocoa polyphenol was then
of the aging process, especially wrinkles, is added as anti-aging. Addition of polyphenol
not caused by the presence of antioxidants shows satisfactory results towards several
in cocoa butter, olive oil, seaweed or aloe signs of aging induced by UVB exposure.
vera, as rat skin treated with sample cream The result of this research shows that
B (added with cocoa polyphenol) has less skin applied with cream contained cocoa
wrinkles compare to the other which treated polyphenol, aloe vera and seaweed has less
with sample cream A. Polyphenol also shows wrinkle and erythema after being exposed to
a good result in protecting skin from erythema UV B lamp for 2 weeks. Cream contained 3
and maintaining skin elastcity. However, active ingredients (cocoa polyphenol, aloe
polyphenol is not effective to protect skin vera and seaweed) shows less effectivity
from exfoliation. to protect against exfoliation compare to
cream with only 2 active ingredients (aloe
CONCLUSION vera and seaweed), however, cream with
3 ingredients still shows better protection
Cream made from cocoa polyphenol
to skin, compared to the unprotected skin
combined with aloe vera and seaweed
(skin which not applied with any cream). In
has been prepared from a composition

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 51


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 43-51

addition, skin applied with cream contained Cassidy, A. 2012. Effects of chocolate ,
cocoa polyphenol, aloe vera, and seaweed cocoa , and flavan-3-ols on cardiovascular
shows better elasticity, compared to those health : a systematic review and meta-
which not applied with cream. analysis of randomized trials 1–3. The
American Journal of Clinical Nutrition,
REFERENCES 95(February), 740–751
10. Jellineck, S. 1970. Formulation and
1. Alam, M., Harvey, J. 2010. Photoaging.
Function of Cosmetics. Dalam Sularto,
In: Draelos, Z. D., editor. Cosmetic
S. A. dkk. 1995. Pengaruh Pemakaian
Dermatology Product and Procedures.
Madu sebagai Penstubtitusi Gliserin
New Jersey: Wiley-Blackwell. p 13- 20
dalam Beberapa Jenis Krim Terhadap
2. Armand, G. 2010. Topical Anti-Wrinkle
Kestabilan Fisiknya : 2-3. Bandung:
and Anti-aging Moisturizing Cream. US
Universitas Padjadjaran
Patent Application Publication. Pub. No:
11. Lipp, M. & Anklam, E. 1997. Review of
2010/0098794 A1
Cocoa Butter and Alternative Fats Foruse
3. Bisset, D. L., Cahttejee, R., & Hannon,
in Chocolate-Part A. Compositional Data.
D.P. 1991. Chronic Ultraviolet Radiation-
Food Chemistry, Vol. 62, No. 1, pp. 73-97
Induced Increase in Skin Iron and The
12. Manach, C., Mazur, A., & Scalbert, A.
Photoprotective Effect of Topically
2005. Polyphenols and prevention of
Applied Iron Chelators 1. Photochemistry
cardiovascular diseases. Current Opinion
and Photobiology. Volume 54, Issue 2,
in Lipidology, 16(1), 77–84
215-223
13. Mishra, A.K, Mishra, A, Chattophadyay,
4. Engler, M. B., & Engler, M. M. 2006. The
P. 2010. Formulation and In-Vitro
Emerging Role of Flavonoid-Rich Cocoa
Evaluation of Antioxidant Activity of O/W
and Chocolate in Cardiovascular Health
Sunscreen Cream Containing Herbal
and Disease, (March), 109–118
Oil as Dispersed Phase. International
5. Heinrich, U., Neukam, K., Tronnier, H.,
Journal of Biomedical Research. IJBR1[0]
Sies, H., & Stahl, W. 2006. Long-term
[2010]201208
ingestion of high flavanol cocoa provides
14. Nnorom, I.C., Igwe, J.C and Oji-Nnorom
photoprotection against UV-induced
C.G. 2005. Trace Metal Contents of Facial
erythema and improves skin condition in
(Make-Up) Cosmetics Commonly Used
women. The Journal of Nutrition, 136(6),
In Nigeria. African J. of. Biotechnology.
1565–1569
Vol. 4 (10), pp. 1133-1138.
6. Helfrich, Y. R., Sachs, D. L., & Voorhees,
15. Pandel, R., Polsjak, B., Godic, A.,
J. J. 2008. Overview of Skin Aging and.
Dahmane, R. 2013. Skin Photoaging and
Dermatology Nursing, 20(3), 177–183
the Role of Antioxidants in Its Prevention:
7. Heo, S.-J., & Jeon, Y.-J. 2009. Protective
Review Article. Hindawi Publishing
effect of fucoxanthin isolated from
Corporation ISRN Dermatology Volume
Sargassum siliquastrum on UV-B induced
2013, Article ID 930164
cell damage. J. Photochem. Photobiol. B:
16. Papanagiotou, V.D., 2008. Skin Aging
Biol., 95(2), 101-107
and Photoaging: Review, Dermattikon.
8. Heo, S.-J., Ko, S.-C., Cha, S.-H., Kang,
Vol 4. 57-65
D.-H., Park, H.-S., Choi, Y.-U., Kim, D.,
17. Sander, C.S.; Chang, H.; Hamm, F.;
Jung, W.-K., & Jeon, Y.-J. 2009. Effect of
Elsner, P.; Thiele, J.J. 2002. Role of
phlorotannins isolated from Ecklonia cava
Oxidative Stress and Antioxidant Network
on melanogenesis and their protective
in Cutaneous Carcinogenesis. Int. J.
effect against photo-oxidative stress
Dermatol. 43, 326–335
induced by UV-B radiation. Toxicol. In
18. Tsukahara, K., Nakagawa, H., Moriwaki,
Vitro, 23(6), 1123-1130
S., Takema, Y., Fujimura, T., and Imokawa,
9. Hooper, L., Kay, C., Abdelhamid, A.,
G. 2006. Inhibition of ultraviolet-B-
Kroon, P. a, Cohn, J. S., Rimm, E. B., &

52 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Anti-Aging Properties of Cream ... (Eky Yenita Ristanti)

induced wrinkle formation by an elastase- components from brown seaweeds: a


inhibiting herbal extract: implication for review. Phytochem. Rev., 10(3), 431-443
the mechanism underlying elastase- 20. Williams, S., Tamburic, S., & Lally, C.
associated wrinkles. International Journal 2009. Eating chocolate can significantly
of Dermatology, 45, 460–468 protect the skin from UV light. Journal of
19.
Wijesinghe, W., & Jeon, Y.-J. 2011. Cosmetic Dermatology, 8(3), 169–173.
Biological activities and potential
cosmeceutical applications of bioactive

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 51


Peningkatan Kadar Alkohol ... (St. Sabahannur)

PENINGKATAN KADAR ALKOHOL, ASAM DAN POLIFENOL LIMBAH CAIRAN


PULP BIJI KAKAO DENGAN PENAMBAHAN SUKROSA DAN RAGI
The Increased Levels of Alcohol, Acid and Polyphenol Waste of Cocoa Bean Pulp
Liquid by the Addition of Sucrose and Yeast

St. Sabahannur1), Andi Ralle1)


Fakultas Pertanian Universitas Muslim Indonesia
1)

Jl. Urip Sumoharjo Km 05, Makassar


Pos-el: siti_sabahan@yahoo.com

Abstract:: The aim of this research is to know the effectivenes of adding yeast and sucrose to increase
the level of alcohol, acid and polyphenol liquid of cocoa beans pulp as bioherbisida. The research is
arranged in Completely Random Design (RAL) of two factor. The first factor was the addition of yeast
with concentration: 0.5% and 1%, the second factor of sucrose concentration consisted of: 0%, 1%, 2%,
and 3%. The addition of yeast and sucrose is done at the beginning of fermentation by mixing with wet
cocoa beans, then seeds in fermentation for 3 days. The pulp liquid dripping out of the fermentation box
is accommodated in Waskom. The parameters observed were: alcohol, total acid, acetic acid, citric acid
and polyphenol. The results showed that, the addition of yeast and sucrose significantly affected the
increase of alcohol content, total acid, acetic acid, citric acid and polyphenol. The addition of 1% yeast
and 2% sugar produced 0.77% alcohol content, 65.25% total acid, citric acid 2740,73 ppm, and acetate
acid 3915,33ppm, while the highest polyphenol level was 1056,84 ppm in addition of yeast 1 % and 3%
sucrose.
Keywords: cocoa pulp, yeast, sucrose, alcohol, polyphenols

Abstrak: Penelitian bertujuan mengetahui efektifitas penambahan ragi dan sukrosa pada peningkatan
kadar alkohol, asam dan polifenol cairan pulp biji kakao sebagai bioherbisida Penelitian disusun dalam
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor. Faktor pertama penambahan ragitape dengan konsentrasi:
0,5% dan 1%, faktor kedua konsentrasi sukrosa terdiri atas: 0%, sukrosa 1%, 2%, dan 3%. Pemberian
ragi dan sukrosa dilakukan pada awal fermentasi dengan cara dicampur dengan biji kakao basah, lalu
biji difermentasi selama 3 hari. Cairan pulp yang menetes keluar dari kotak fermentasi ditampung dalam
Waskom. Parameter yang diamati terdiri atas: kadar alkohol, total asam, asam asetat, asam sitrat dan
polifenol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penambahan ragi dan sukrosa berpengaruh nyata
terhadap peningkatan kadar alkohol, total asam, asam asetat, asam sitrat dan polifenol. Penambahan ragi
1% dan gula 2% menghasilkan kadar alkohol 0,77%, total asam 65,25%, asam sitrat 2740,73 ppm, dan
asam asetat 3915,33 ppm, sedangkan kadar polifenol tertinggi sebesar 1056,84 ppmpada penambahan
ragi 1% dan sukrosa 3%.
Kata kunci: pulp kakao, ragi, sukrosa, alkohol, polifenol

PENDAHULUAN asam organik dan beberapa asam amino,


protein dan lemak, dengan kisaran nilai pH
Pemanfaatan buah kakao saat ini
antara 3-4 (Pettipher, 1986; Effendi, 2002;
masih terbatas pada biji dan kulit buah.
Opeke, 1984;Bintoro, 1977; Warintek, 2001;
Buah kakao matang berisi 30-40 biji yang
Nasution et al., 1985; Wood & Lass, 1985;
diselubungi oleh pulp dan plasenta, sebanyak
Lopez, 1986). Selama fermentasi dapat
68,5% dari berat buah kakao segar terbuang
dihasilkan cairan pulp 15-20% dari berat biji
menjadi limbah meliputi: kulit, plasenta,
kakao yang difermentasi (Ganda Putra et al.,
dan pulp (Rohan, 1963; Chahyaditha,
2008).Cairan lendir pulp yang dihasilkan dari
2011). Pulp merupakan jaringan halus yang
proses fermentasi satu ton biji kakao dapat
berlendir yang membungkus biji kakao, zat
mencapai 75-100 liter (Figuera et al., 1993).
yang menyusun pulp terdiri atas 80-90% air,
Saat ini pemanfaatan pulp kakao
glukosa dan sukrosa antara 12-15%, asam-
belum optimal. Potensi cairan pulp yang

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 53


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 53-61

cukup besar tersebut selama ini hanya biasa. Organisme penghasil enzim ini
dibuang begitu saja disekitar tempat beragam jenis tetapi yang paling memiliki
pengolahan, selain akan mengotori juga kandungan baik intraseluler maupun
dapat berdampak buruk atau mencemari ekstraseluler dan banyak ditemukan adalah
lingkungan disekitarnya. Pulp kakao yang jenis khamir Saccaromyces cerevisiae.
selama ini hanya sebagai limbah organik Khamir ini mempunyai aktivitas invertase
sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai yang tinggi sehingga sukrosa dengan cepat
substrat produksi alkohol dan asam asetat. diubah menjadi glukosa dan fruktosa untuk
Selain itu limbah pulp juga dapat digunakan keperluan metabolismenya (Ageng dan
sebagai bahan baku pembuatan herbisida Surya Rosa Putra, 2009).
alami (Kamaruddin dan Sudirman, 2008), Salah satu jenis starter yang
hal ini disebabkan pulp kakao mengandung mengandung mikroorganisme yang dapat
alkohol, asam malat, asam sitrat, asam asetat digunakan adalah ragi tape. Ragi tape
dan polifenol yang merupakan beberapa mengandung Saccharomyces cerevisiae
contoh zat kimia yang bersifat allelopat, yaitu yang mempunyai pertumbuhan sempurna
dapat menghambat perkecambahan benih.  pada suhu sekitar 30°C dan pH 4,8. Selain itu
Untuk meningkatkan kadar alkohol pada ragi tape terdapat mikroorganisme yang
pada cairan pulp, maka penambahan pada kondisi anaerob akan menghasilkan
sukrosa merupakan salah satu alternatif. enzim amilase dan enzim amiloglukosidase,
Sukrosa sederhana seperti glukosa dapat kedua enzim tersebut bertanggungjawab
langsung difermentasi menjadi alkohol. dalam penguraian karbohidrat menjadi
Bahan yang mengandung senyawa yang glukosa dan maltose. Ragi tape merupakan
lebih kompleks seperti pati atau selulosa populasi campuran yang terdiri dari spesies-
harus dihidrolisis menjadi senyawa yang spesies genus Aspergilius, Saccharomyces,
lebih sederhana sebelum difermentasi Candida, Hansenulla, dan bakteri
menjadi alkohol. Hidrolisis dapat dilakukan Acetobacter (Tarigan, 1988).
secara kimiawi atau menggunakan enzim. Peningkatan proses fermentasi yang
Medium sukrosa dapat digunakan dengan terjadi akibat inokulasi mikroorganisme
penambahan enzim invertase sehingga Saccharomyces cerevisiae dan beberapa
dapat meningkatkan konsentrasi alkohol biakan bakteri lain dapat meningkatkan
yang dihasilkan (Purawisastra et al.,1994). kinerja fermentasi biji kakao (Schwan,
Sukrosa merupakan gula meja 1998; Widianto et al., 2013). Susijahadi et
yang dikonsumsi sehari-hari. Sukrosa al. (1998) menjelaskan bahwa konsentrasi
merupakan gula yang ditemukan dalam awal substrat sukrosa berpengaruh terhadap
tebu, komposisinya terdiri dari fruktosa dan jumlah alkohol yang dihasilkan, sedangkan
glukosa dengan ikatan glukosiklik berupa Wardani et al. (1991) menyatakan, kadar
jembatan oksigen antara C-1 dari glukosa alkohol maksimum yang dapat diperoleh
dan C-2 dari fruktosa dimana kedua jenis dari 180 g/l sukrosa adalah 12,26% v/v.
sukrosa ini selanjutnya disebut dengan Apabila konsentrasi alkohol yang dihasilkan
sukrosa invert. Sukrosa invert adalah lebih besar dari 12 persen, alkohol dapat
suatu campuran glukosa dan fruktosa yang menghambat pertumbuhan atau bahkan
ekuimolar. Sukrosa dimanfaatkan sebagai mematikan mikroorganisme. Pada awal
salah satu bahan baku dalam hal penyediaan fermentasi, mikroorganisme yang aktif adalah
bioenergi, akan tetapi tahapannya tidak khamir (yeast) yang memecah sukrosa,
bisa langsung menjadi produk akhir tanpa glukosa dan fruktosa menjadi etanol. Tujuan
pengubahan menjadi sukrosa sederhana dari penelitian adalah untuk meningkatkan
dalam hal ini adalah sukrosa invert. Untuk kadar alkohol, total asam, asam sitrat, asam
mempercepat konversinya dibutuhkan asetat dan polifenol cairan pulp biji kakao
sebuah biokatalis atau sering disebut sebagai bahan baku bioherbisida melalui
dengan enzim. Enzim memiliki beberapa penambahan ragi tape dan sukrosa.
kelebihan jika dibandingkan dengan katalis

54 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Peningkatan Kadar Alkohol ... (St. Sabahannur)

METODOLOGI Kotak fermentasi ditempatkan diatas


waskom untuk menampung cairan pulp
Bahan dan Alat
yang menetes keluar selama fermentasi
Bahan-bahan yang digunakan dalam
berlangsung. Fermentasi dilakukan selama
penelitian adalah: buah kakao matang,
3 hari sampai cairan pulp tidak menetes.
sukrosa,ragi tape, bahan kimia untuk analisa
Cairan pulp disaring dengan menggunakan
meliputi: NaOH, indikator pp, akuades, kertas
kertas saring untuk memisahkan kotoran
lakmus, kertas whatman, dll.
yang tercampur .
Alat-alat yang digunakan antara
lain: Kotak fermentasi, timbangan analitik,
Parameter pengamatan
thermometer, pH-meter, waskom, alat titrasi,
gelas ukur, pipet, ember. 1. Pengujian kadar alkohol dengan metode
piknometer (Putri dan Sukandar, 2008)
Rancangan Percobaan Kadar alkohol dihitung dengan rumus:
Penelitian disusun berdasarkan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola R= W2- W0 - W0
W1
faktorial dua faktor. Faktor pertama ragi tape
(R) terdiri dari dua taraf: 0,5% dan 1%. Faktor Ket: R: bobot jenis (sampel)
ke dua sukrosa (G) dengan 4 taraf: Tanpa W0: piknometer kosong
sukrosa (g0), sukrosa 1% (g1), 2% (g2), W1: piknometer yang berisi air suling
dan 3% (g3). Jumlah kombinasi perlakuan W2: bobot piknometer yang berisi destilasi
delapan, masing-masing diulang 2 kali 2. Total asam Tertitrasi
sehingga terdapat 16 unit perlakuan. Data % TAT= mL NaOH x N NaOH (0,1) x FPx 100
yang diperoleh dianalisis dengan Analysis Berat sampel (ml/g)
of Variance (ANOVA), apabila perlakuan
berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji 3. Kadar Asam Sitrat
BNJ α 0,05 untuk mengetahui perbedaan %TAT= mL NaOH x N NaOH (0,1) xFP x 100 x C6H07
antar perlakuan. Berat sampel (ml/g)

Metode Penelitian 4. Kadar Asam Asetat


Kotak fermentasi yang digunakan %TAT= mL NaOH x N NaOH(0,1) xFP x 100 x CH3COOH
dilubangi pada bagian dasarnya, lalu diberi Berat sampel (ml/g)
alas daun pisang. Selanjutnya biji kakao
basah dimasukkan dalam kotak fermentasi. 5. Kadar polifenol dianalisa dengan Metode
Biji kakao yang akan difermentasi dicampur Kolorimetri Folin-Ciocalteu Fenol (Lee et
sukrosa sesuai perlakuan (0,1%, 2% dan al., 2003)
3%), kemudian dicampur lagi dengan ragi
tape sesuai dengan perlakuan (0,5% dan
1%) (ragi terlebih dahulu dihancurkan
dengan cara ditumbuk, kemudian diayak
dan diaduk hingga homogen). Selanjutnya
biji kakao diaduk bersama dengan ragi dan
sukrosa agar tercampur rata.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 55


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 53-61

HASIL DAN PEMBAHASAN dan tetap aktif melakukan aktivitasnya pada


suhu 4-32oC (Kartika et al., 1992). Aktivitas
Kadar Alkohol
ragi banyak dipengaruhi oleh media dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kondisi lingkungan (suhu dan keasaman)
penambahan ragi dan sukrosa berpengaruh
dimana panas, konsentrasi ion hidrogen,
sangat nyata terhadap kadar alkohol cairan
air dan cahaya mempengaruhi aktivitas
pulp biji kakao. Pengaruh penambahan ragi
pertumbuhan mikroorganisme. Tinggi
dan sukrosa terhadap kadar alkohol cairan
rendahnya kadar alkohol yang diperoleh
pulp kakao dapat dilihat pada Tabel 1.
sangat dipengaruhi oleh cepat lambatnya
Tabel 1.Presentase alkohol cairan pulp sel ragi yang digunakan dalam fermentasi
biji kakao bahan.
Konsentrasi Ragi Pada tahap awal fermentasi, dengan
Konsentrasi BNJ pH pulp yang rendah (3,0-4,0) kandungan
(%)
Sukrosa 0,05 sukrosa yang tinggi (8–24%) serta tekanan
0,5 1
G0 (0%) 5,93 x
b
4,89by oksigen yang rendah sangat baik untuk
pertumbuhan ragi. Pertumbuhan ragi sangat
G1 (1%) 7,79ax 7,81ax dominan selama 24–36 jam fermentasi
aktivitas ragi sangat kuat dan lebih dari
2,49
G2 (2%) 3,01cx 0,77cy 90% total mikroorganisme adalah ragi.
Ragi memegang peranan pada pemecahan
G3 (3%) 3,28cy 7,19ax sukrosa menjadi alkohol (Lopez, 1986;
Schwan et al., 1998; Leerían and Patterson,
Keterangan: Angka-angka yang diikuti 1983).
oleh huruf yang Ragi tape mengandung Sacc-
berbeda pada baris (a,b,c) dan kolom haromyces cerevisiae yang mempunyai
(x,y) yang sama pertumbuhan sempurna pada suhu sekitar
berarti berbeda nyata pada uji BNJ (0,05) 30°C dan pH 4,8. Ragi tape merupakan
populasi campuran yang terdiri dari
Berdasarkan uji BNJ 0,05 pada spesies-spesies genus Aspergilius,
Tabel 1, bahwa penambahan ragi 0,5% Saccharomyces, Candida, Hansenulla, dan
dan 1% dengan konsentrasi sukrosa 1% bakteri Acetobacter (Tarigan, 1988). Menurut
menghasilkan cairan pulp kakao dengan Azizah et al. (2012), S.cereviceae dapat
kadar alkohol 7,79% dan 7,81% dan berbeda mengkonversi sukrosa menjadi alkohol
nyata dengan sukrosa 0%, 2% dan 3% baik karena adanya enzim invertase dan zymase.
pada penambahan ragi 0,5% maupun 1%. Adanya enzim-enzim ini, menyebabkan
Terjadinya peningkatan kadar alkohol pada S. cereviceae memiliki kemampuan untuk
konsentrasi ragi 0,5% dan 1% yang mencapai mengkonversi baik sukrosa dari kelompok
puncaknya pada konsentrasi sukrosa monosakarida maupun dari kelompok
1% disebabkan karena S. Cereviceae disakarida. Jika sukrosa yang tersedia dalam
mengalami exponensial fase yaitu fase substrat merupakan sukrosa disakarida maka
dimana ragi mengalami pertumbuhan yang enzim invertase akan bekerja menghidrolisis
sangat cepat karena S. Cereviceae mampu disakarida menjadi monosakarida. Setelah
menggunakan sejumlah sukrosa, glukosa, itu, enzim zymase akan mengubah
fruktosa, galaktosa, mannosa, maltosa dan monosakarida menjadi alkohol dan CO2.
maltotriosa (Lewis dan Young, 1990). Selain Lama fermentasi yang paling optimal
itu S.cereviceae merupakan mikrobia yang untuk proses pembuatan bioalkohol adalah
paling banyak digunakan pada fermentasi 3 hari. Jika fermentasi dilakukan lebih
alkohol karena dapat berproduksi tinggi, dari 3 hari, justru kadar alkoholnya dapat
tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, berkurang. Berkurangnya kadar alkohol
tahan terhadap kadar sukrosa yang tinggi disebabkan karena alkohol telah dikonversi
menjadi senyawa lain. Fermentasi alkohol

56 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Peningkatan Kadar Alkohol ... (St. Sabahannur)

merupakan suatu reaksi pengubahan sukrosa yang banyak, selanjutnya sukrosa


glukosa menjadi alkohol (etil alkohol) dan mengalami fermentasi menjadi alkohol,
karbondioksida fermentasi ini berlangsung fermentasi alkohol menghasilkan asam
dalam keadaan anaerob (Azizah, 2012). yang banyak pula. Apabila dihubungkan
dengan kadar alkohol (Tabel 1), bahwa terjadi
Total Asam penurunan kadar alkohol pada konsentrasi
Berdasarkan hasil penelitian yang ragi 1% dan sukrosa 2%, karena sebagian
diperoleh menunjukkan, bahwa penambahan besar alkohol sudah dirombak menjadi asam.
ragi dan sukrosa berpengaruh sangat nyata Hasil dari penguraian alkohol menghasilkan
terhadap total asam tertitrasi pada cairan asam-asam organik seperti asam laktat dan
pulp biji kakao. Pengaruh penambahan ragi asam asetat. Asam-asam tersebut akan
dan sukrosa terhadap total asam cairan pulp berpengaruh terhadap keasaman (pH) biji
biji kakao dapat dilihat pada Tabel 2. setelah fermentasi (Ardhana dan Fleet,
2003; Ramlah & Daud, 2009; Guehi et al.,
Tabel 2. Presentase kadar asam cairan
2010; Pasau, 2013).
pulp biji kakao
Jenis ragi yang umum terdapat pada
Konsentrasi Konsentrasi Ragi tumpukan biji kakao selama fermentasi adalah
(%) BNJ Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces
Sukrosa theobromae, Saccharomyces ellipsoides,
0,05
0,x5 1% Saccharomyces apiculatus dan
Saccharomyces apimulus (Nasution et
G0 (0%) 19,78 ax 16,78 cy al., 1985). Saccharomyces cerevisiae dan
G1 (1%) 14,47 cx 16,03 cx Candida tropicalis merupakan ragi dominan
G2 (2%) 21,75 ay 65,25 ax 6,48 selama fermentasi kakao (Ardhana dan
G3 (3%) 17,34 bx 19,59 bx Fleet, 2003). Bakteri asam laktat merupakan
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh bakteri penghasil sejumlah besar asam
huruf yang laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme
berbeda pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y) sukrosa. Asam laktat yang dihasilkan
yang sama berarti berbeda nyata pada uji dengan cara tersebut akan menurunkan
BNJ (0.05) nilai pH lingkungan pertumbuhannya dan
menimbulkan rasa asam (Sulistyowati dan
Berdasarkan hasil uji BNJ 0,05pada Soenaryo, 1989; Alamsyah, 1991).
Tabel 2,bahwa kandungan asam pada cairan Selain itu oksigen yang semula
pulp kakao terbanyak yaitu 65,25% pada terhalang oleh lapisan pulp dapat masuk
penambahan ragi 1% dan sukrosa 2% dan kedalam tumpukan biji. Kondisi aerob (kaya
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, oksigen) dimanfaatkan oleh bakteri aseto-
sedangkan kandungan asam terendah bakteri untuk mengubah alkohol menjadi
ditunjukkan pada penambahan sukrosa asam asetat dengan mengeluarkan bau
1% dengan konsentrasi ragi 0,5% dan khas yang menyengat. Jenis bakteri asam
1%. Semakin tinggi konsentrasi ragi yang laktat Lactobacillus cellobiosus dominan
digunakan maka mikroba yang terdapat pada sampai 48 jam dan Acetobacter pasteurianus
pulp semakin banyak, sehingga total asam merupakan golongan bakteri asam asetat
yang dihasilkan juga meningkat. Peningkatan yang paling lama bertahan hidup dibanding
total asam disebabkan terbentuknya asam– Acetobacter aceti yang aktif pada 24 jam
asam organik sebagai hasil akhir fermentasi pertama fermentasi.
yaitu berupa asam asetat dan asam laktat. Walaupun pulp mengandung asam-
Asam ini terbentuk dari sukrosa yang asam organik tetapi bakteri ini tidak
ditambahkan dan juga sukrosa, glukosa dan beraktifitas pada awal fermentasi karena
fruktosa yang secara alami terdapat pada kondisi ekstrinsik tidak tersedianya oksigen.
pulp biji. Pulp yang tebal berarti mengandung Laju pertumbuhan bakteri asam asetat akan
meningkat setelah tersedianya oksigen dan

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 57


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 53-61

alkohol hasil perombakan bakteri asam laktat Asam Asetat


dan ragi. Oleh bakteri asam asetat, alkohol Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dioksidasi menjadi asam asetat dan asam penambahan ragi dan sukrosa berpengaruh
asetat dioksidasi menjadi CO2 dan air (air ini sangat nyata terhadap kadar asam asetat
akan keluar dari box fermentasi). cairan pulp biji kakao. Perbedaan kadar
asam asetat cairan pulp kakao pada berbagai
Asam Sitrat konsentrasi ragi dan sukrosa dapat dilihat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Tabel 4.
penambahan ragi dan sukrosa pada
Tabel 4. Rata-rata kadar asam asetat
fermentasi biji kakao berpengaruh sangat
cairan pulp biji kakao (ppm)
nyata terhadap kandungan asam sitrat
cairan pulp kakao. Perbedaan kadar asam Konsentrasi Konsentrasi Ragi (%) BNJ
sitrat cairan pulp biji kakao pada berbagai Sukrosa 0,5 1 0,05
konsentrasi ragi dan sukrosa dapat dilihat
G0 (0%) 1186,98bx 1006,96cy
pada Tabel 3.
1388
Tabel 3. Kadar asam sitrat cairan pulp biji G1 (1%) 871,95 dy 961,96cx ,31
kakao (ppm) G2 (2%) 1327,61 ay 3915,33ax
G3 (3%) 1040,71 cy 1175,73bx
Konsentrasi Ragi
Konsentrasi BNJ Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh
(%)
Sukrosa 0,05 huruf yang berbeda
0,5 1
G0 (0%) 830,88bx 704,87by pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y) yang
G1 (1%) 614,86cx 610,36cx sama berarti berbeda
90,25 nyata pada uji BNJ (0.05)
G2 (2%) 929,33ay 2740,73ax
G3 (3%) 728,50cy 823,01bx Berdasarkan uji BNJ 0,05 pada Tabel
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang 4, bahwa penambahan ragi 1% dan sukrosa
diikuti oleh huruf yang berbeda (a,b,dan c) 2% menunjukkan kandungan asam asetat
dan pada baris yang berbeda (x,y) berarti lebih tinggi yaitu 3915,33 ppm dan berbeda
berbeda nyata pada uji BNJ (0.05) nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan
kandungan asam asetat cairan pulp lebih
Berdasarkan uji BNJ 0,05 pada Tabel 3 rendah pada penambahan ragi 0,5 dan 1%,
menunjukkan, bahwa penambahan ragi 1% dengan sukrosa 1%. Penambahan ragi 1%
dan sukrosa 2% memberikan kadar asam dan sukrosa 2% akan meningkatkan proses
sitrat tertinggi (2740,73 ppm) dan berbeda fermentasi, di mana sukrosa merupakan
nyata dengan perlakuan lainnya. Fermentasi substrat yang akan dirombak oleh ragi
pada biji kakao terjadi dalam dua tahap menjadi etanol. Selanjutnya etanol akan
yaitu fermentasi anaerob dan fermentasi diubah menjadi asam asetat (Chandra et al.,
aerob. Keberadaan asam sitrat membuat 1990). Kandungan gula di dalam pulp dan
lingkungan pulp menjadi asam sehingga penambahan sukrosa akan meningkatkan
akan menginisiasi pertumbuhan ragi dan substrat yang dapat dirombak menjadi etanol,
terjadi fermentasi secara anaerob. Khamir sedangkan inokulasi ragi meningkatkan
S. Cerevisiae tumbuh dengan baik pada jumlah mikrobia yang bekerja merombak
lingkungan dengan keadaan aerobik, namun gula menjadi etanol. Fermentasi asam asetat
akan melakukan fermentasi terhadap gula membutuhkan medium yang mengandung
jauh lebih cepat pada keadaan anaerobik. etanol 10-13%.
Terurainya pulp selama fermentasi diduga Peningkatan proses fermentasi yang
turut menurunkan kadar asam sitrat sehingga terjadi akibat inokulasi mikroorganisme
menyebabkan peningkatan pH. telah dilaporkan oleh beberapa peneliti.
Sebagaimana Schwan (1998) dalam
penelitiannya melaporkan bahwa

58 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Peningkatan Kadar Alkohol ... (St. Sabahannur)

penambahan biakan murni Saccharomyces Tabel 5. Rata-rata kadar polifenol cairan


cerevisiae dan beberapa biakan murni bakteri pulp biji kakao (ppm)
lain dapat meningkatkan kinerja fermentasi
biji kakao. Kon- Konsentrasi Ragi
BNJ
Pada Tabel 4 juga memperlihatkan sentrasi (%)
0,05
mulai terjadi penurunan kadar asam asetat Sukrosa 0,5 1
1040,71 ppm apabila konsentrasi sukrosa G0 (0%) 1047,36 ax 804,66 ax 278,61
ditingkatkan menjadi 3% pada penambahan G1 (1%) 872,06 ax 840,36 ax
ragi 0,5% dan kadar asam asetat 1175,73 G2 (2%) 702,23 bx 886,76 ax
ppm pada ragi 1%. Hal ini berkaitan dengan G3 (3%) 920,84 ax 1056,84 ax
meningkatnya konsentrasi etanol yang Keterangan:Angka-angka yang diikuti oleh
dihasilkan. Apabila konsentrasi etanol huruf yang berbeda
terlalu tinggi, pembentukan asam asetat pada baris (a,b,c) dan kolom (x,y) yang
akan terganggu, sehingga fermentasi etanol sama berarti berbeda nyata
menjadi asam asetat tidak berlangsung pada uji BNJ (0.05)
dengan sempurna (Darwis dan Sukara,
1989). Damanhuri (2004) menjelaskan Berdasarkan uji BNJ taraf 0,05 pada
fermentasi asam asetat dengan substrat Tabel 5 menunjukkan, bahwa penambahan
etanol 16,10% menghasilkan 0,11% asam ragi 1% dan sukrosa 3% menghasilkan
asetat dengan lama fermentasi selama 5 polifenol 1056,84 ppm lebih tinggi dibanding
minggu. Asam asetat merupakan hasil perlakuan lainnya, sedangkan ragi 0,5%
dua tahap proses fermentasi dimana dengan sukrosa 2% menghasilkan polifenol
tahap pertama adalah fermentasi sukrosa hanya 702,23 ppm. Seperti diketahui bahwa
menjadi etanol oleh khamir, sedangkan pulp kakao mengandung sejumlah asam-
tahap kedua adalah oksidasi etanol asam organik seperti asam malat, asam sitrat
menjadi asam asetat oleh bakteri asam dan asam asetat selain itu pulp kakao juga
asetat (Luwihana, 1998). Substrat dalam mengandung senyawa polifenol sebanyak
fermentasi biji kakao adalah gula dan asam 0,17% yang larut dalam air dan sebanyak
sitrat yang terkandung dalam pulp. Proses 0,15% yang larut dalam alkohol (Anvoh
fermentasi mikrobia pelaku fermentasi akan et al., 2009; Dias et al., 2007). Senyawa
merombak pulp menjadi asam-asam organik, asam organik tersebut bersama polifenol
selanjutnya Effendi (2002) menyatakan, merupakan zat kimia yang bersifat allelopati
pada fermentasi etanol hasil fermentasi yaitu dapat menghambat perkecambahan biji
limbah cair pulp kakao oleh A. Aceti B127 tanaman (Li et al., 2010; Sing et al., 2001).
dengan kondisi suhu 30οC, nilai pH awal 4, Menurut Berri (1985), senyawa fenol
konsentrasi etanol 5% (v/v), inokulum 10% berpengaruh terhadap enzim hidrolisis
(v/v), dengan kecepatan pengadukan terbaik yang berperan dalam memecah cadangan
400 rpm menghasilkan asam asetat 4,24%. makanan menjadi senyawa-senyawa
Produksi asam sangat bergantung pada yang siap dimetabolisme. Kemampuan
tingkat kesuburan pertumbuhan sel bakteri penghambatan senyawa fenol tergantung
dan tingkat kesuburan tersebut menurun konsentrasi (Salisbury dan Ross, 1995),
seiring dengan peningkatan kadar etanol pada konsentrasi tinggi senyawa fenol dapat
substrat (Soedarini et al., 1998). menaikkan tekanan osmosis, sehingga
menghambat difusi air dan oksigen ke dalam
Polifenol biji (Salisbury dan Ross, 1995; Gardner
Hasil penelitian menunjukkan bahwa et al., 1991), serta menghambat transport
penambahan ragi dan sukrosa berpengaruh asam amino dan pembentukan protein (Rice,
sangat nyata terhadap kadar polifenol cairan 1984).
pulp. Untuk mengetahui perbedaan kadar Asam fenolat merupakan salah
polifenol cairan pulp biji kakao dapat dilihat satu dari belasan alelokimia (senyawa
pada Tabel 5. penyebab alelopati yang dapat menghambat

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 59


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 53-61

pertumbuhan tanaman lain disekitarnya). Semester Genap 2008/2009. Prosiding


Alelokimia dari senyawa fenol menghambat KIMIA FMIPA – ITS.
pertumbuhan tanaman melalui beberapa 2. Alamsyah, T.S. 1991. Peranan fermentasi
cara, antara lain dengan menghambat dalam pengolahan biji kakao kering.
pembelahan dan pemanjangan sel, Suatu Tinjauan.Berita Perkebunan, 1 (2)
menghambat kerja hormon, mengubah pola : 97-103.
kerja enzim, menghambat proses respirasi, 3. Anvoh, K.Y.B., A. Zoro-Bi and D. Gnakri.
menurunkan kemampuan fotosintesis, 2009. Production and characterization
mengurangi pembukaan stomata, of juice from mucilage of cocoa beans
menghambat penyerapan air dan hara and its transformation into marmalade.
serta menurunkan permeabilitas membran Pakistan Journal of Nutrition 8(2): 129-
(Einhellig, 1995; Devi et al., 1997). 133.
Fenol merupakan senyawa kimia yang 4. Ardhana, M.M. & G.H. Fleet, 2003.
banyak dimanfaatkan sebagai insektisida, The microbial ecology of cocoa bean
herbisida dan fungisida. Sebagai herbisida, fermentation in Indonesia. International
fenol sangat tinggi toksisitasnya, bersifat Journal of Food Microbiology 86, 87-99.
non selektif dan bekerja secara efektif 5. Azizah N., A. N. Al--Baarri, S. Mulyani,
merupakan herbisida organik dan sebagian 2012. Pengaruh Lama Fermentasi
besar bersifat kontak (Oudejans, 1991). Terhadap Kadar Alkohol, pH, Dan
Produksi Gas Pada Proses Fermentasi
KESIMPULAN Bioetanol Dari Whey Dengan Substitusi
Kulit Nanas. Semarang: Fakultas
Berdasarkan hasil penelitian yang
Peternakan dan Pertanian Universitas
diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa
Diponegoro
penambahan ragi dan sukrosa pada awal
6. Bintoro, M.H. 1977. Periode Cukup
fermentasi biji kakao berpengaruh sangat
Panen, Panen dan Periode Setelah
nyata terhadap kadar alkohol, total asam,
PanenCoklat.IPB-Press. Bogor.
asam asetat, asam sitrat dan polifenol cairan
7. Chahyaditha E.M. 2011. Pembuatan
pulp biji kakao. Penambahan ragi 1% dan
Pektin dari Kulit Buah Kakao dengan
gula 2% menghasilkan kadar alkohol 0,77%,
Kapasitas Produksi 20.000 Ton / Tahun.
total asam 65,25%, asam sitrat 2740,73 ppm,
Universitas Sumatra.
dan asam asetat 3915,33ppm, sedangkan
8. Darwis A.A, Sukara E. 1989. Penuntun
kadar polifenol terbaik sebesar 1056,84 ppm
Praktikum Isolasi, Purifikasi, dan
pada penambahan ragi 1% dan sukrosa 3%.
Karakterisasi Enzim. Laboratorium
Bioindustri, Pusat Antar Universitas
Ucapan Terima Kasih
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih disampaikan 9. Devi, S.R., Pellisier dan Prasad. 1997.
kepada Kementerian Ristek dan Pendidikan Allelochemical. In: M.N.V.Prasad
Tinggi atas bantuan dana Penelitian dalam (Eds).1997. Plant Ecophysiology. John
skim Penelitian Terapan, dan Universitas Willey and Sons, Inc. Toronto, Canada.
Muslim Indonesia yang telah memberikan 253-303 hlm.
izin penelitian, sehingga penelitian dapat 10. Dias, D.R., R.F. Schwan, E.S. Freire and
dilaksanakan dengan baik. R.D.S. Serodio. 2007. Elaboration of a
fruit wine from cocoa (Thebroma cacao
Daftar Pustaka L.) pulp. International Journal of Food
1. Ageng S., D., Surya Rosa Putra, 2009. Science and Technology 42: 319-329
Profil Fermentasi Sukrosa Menjadi Etanol 11. Effendi, M.S. 2002. Kinetika fermentasi
Menggunakan Zymomonas Mobilis asam asetat (vinegar) oleh bakteri
Yang Dikoamobilkan Dengan Ekstrak Acetobacter aceti B127 dari etanol hasil
Kasar Invertase. Prosiding Tugas Akhir fermentasi limbah cair pulp kakao. J
Teknol Ind Pert 13:125-135.

60 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Peningkatan Kadar Alkohol ... (St. Sabahannur)

12. Figueira, A., J. Janick and J.N. BeMiller. 21. Pasau,C.,2013.Efektivitas penggunaan
1993. New products from Theobroma asam asetat pada pemeraman biji kakao
cacao: Seed pulp and pod gum. In J. segar sebagai analog fermentasi.E-j.
Janick and J.E. Simon (eds.). New agrotekbis 1 (2) : 113-120.
Crops. Wiley, New York. p. 475-478. 22. Pettipher, G. L. 1986. Analysis of cocoa
13. Ganda-Putra, G.P., Harijono, S. pulp and the formulation of a standardised
Kumalaningsih dan Aulani’am. 2008. artificial cocoa pulp medium. Journal
Optimasi kondisi depolimerisasi pulp of the Science and Food Agriculture,
biji kakao oleh enzim polygalaturonase 37:297–309.
endojinus. Jurnal Teknik Industri 9 (1): 23. Ramlah, S. & Daud, D. 2009. Pengaruh
24-34. Lama Fermentasi Terhadap Warna dan
14. Guehi, S.T., S. Dabone, L. Ban-Koffi, Citarasa Biji Kakao. Jurnal Industri Hasil
D.K. Kra, and G.I. Zahouli, 2010. Effect of Perkebunan, 4: 24-30.
turning beans and fermentation method 24. Rohan,T.A. 1963. Proccesing of Raw
on the acidity and physical quality of raw Cocoa for The Market. Food and
cocoa beans. Advance Journal of Food Agricultural Organization of The United
Science and Technology, 2:163-171. National, Rome
15. Lehrian, D.W and G.R. Patterson. 25. Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995.
1983. Cocoa fermentation, p. 529- Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan
575. In G.Reed (ed), Biotechnology, Lukman dan Sunaryono. ITB, Bandung.
comprehensive treatise, vol 5.verlag 338p
Chemie, Basel, Switzerland. 26. Schwan, R.F. 1998. Cocoa fermentations
16. Li Z.H., Q. Wang, X. Ruan, C.D. Pan. conducted with a defined microbial
and D.A. Jiang. 2010. Phenolic and plant cocktail inoculum. Appl. Environ
allelopathy. Molecules 15:8933-8952. Microbiol., 64 (4) : 1477-1483.
17. Lopez, A.S. 1986. The cocoa pulps soft 27. Sulistyowati dan Soenaryo. 1989.
drink industry in brazil and its effercts on Optimasi Lama Fermentasi dan
head fermentation. International Cocoa Perendaman Biji Kakao Mulia.Pelita
Research Conference. Pekebunan. Vol. 5 (1): 37-45.
18. Nasution MZ, Tjiptadi W dan Laksmi 28. Sing, H.P., R.K. Kohli. and D.R. Batish.
BS. 1985. Pengolahan Cokelat. Bogor , 2001. Allelopathy in agroeco systems :
Agroindustri Press. An overview. Journal of Crop Production
19. Oudejans, JH. 1991. Agro Pesticides: 4: 1-41.
Properties and Function in Integrated
Crop Protection. United Nations
Bangkok. 329 hlm.
20. Opeka LK. 1984. Optimising economic
returns(profit) from cocoa cultivation
trougheconomic efficient use of cocoa
by product. Dalam Sulistyowati,
Atmawinata O, Muloto S, Yusianto.
1998. Pemenfaatan limbah bubur pulp
kakao untuk pembuatan nata kakao.
Pelita Perkebunan 14: 63 – 75.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 61


Karakteristik Zat Warna Antosianin ... (Alfrida Lullung Sampebarra)

KARAKTERISTIK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI BIJI KAKAO NON


FERMENTASI SEBAGAI SUMBER ZAT WARNA ALAM
Characterization of Antosianin Source of Natural Dyes from Unfermented Cocoa Beans
As a Source of Natural Dyes

Alfrida Lullung Sampebarra


Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Jl. Prof Dr. Abdurahman Basalamah No. 28 Makassar
e-mail : alfridalullung@yahoo.com

Abstract. This study aims to determine the characterization of anthocyanin dye from unfermented cocoa
beans as a natural dye. The extraction of an anthocyanin dye using ethanol solvent with two types of
acids i.e. acetic acid and oxalic acid at pH 2, 3 and 4. The result showed that the extraction solution was
identified as red solution. The results of anthocyanin dye extract test from cocoa beans with ethanol
pretation with acetic acid each at pH 2: antosianin level 4.156%, antioxidant activity 91.91%, color intensity
0.288, pH 3 antosianin 4.499%, antioxidant activity 91.92%, color intensity 0.430 and pH 4 anthocyanin
content 2.221%, antioxidant activity 88.08%, color intensity 0.194. While the use of solvent ethanol
and oxalic acid is pH 2 levels of anthocyanin 4.156%, antioxidant activity 61.17%, color intensity 0.223,
pH 3 antosianin 4.499%, antioxidant activity 49.83%, color intensity 0.356. and pH 4 levels of anthocyanin
2.221%, antioxidant activity 69.74%, color intensity 0.143. The test results showed that the extract with the
use of ethanol and acetic acid solvent at pH 3 gave better result than the other extract.
Keywords: anthocyanin preparations, natural dyes, unfermented cocoa beans

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi zat warna antosianin dari biji kakao
non fermentasi sebagai sumber zat warna alami. Ekstraksi zat warna antosianin menggunakan pelarut
etanol dengan dua jenis asam yaitu asam asetat dan asam oksalat pada pH 2, 3 dan 4. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak teridentifikasi sebagai larutan berwarna merah. Hasil pengujian ekstrak zat
warna antosianin dari biji kakao dengan pelarut etanol dan asam asetat pada pH 2 adalah sebagai
berikut kadar antosianin = 4,156%, aktivitas antioksidan = 91,91%, intensitas warna = 0,288, pada pH
3, kadar antosianin = 4,499%, aktivitas antioksidan = 91,92%, intensitas warna = 0,430 dan pada pH
4, kadar antosianin = 2,221%, aktivitas antioksidan = 88,08%, intensitas warna = 0,194. Sedangkan
pada penggunan pelarut etanol dan asam oksalat, hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: pada
pH 2, kadar antosianin = 4,156%, aktivitas antioksidan = 61,17%, intensitas warna = 0,223, pada pH 3,
kadar antosianin = 4,499%, aktivitas antioksidan = 49,83%, intensitas warna = 0,356 dan pada pH 4,
kadar antosianin = 2,221%, aktivitas antioksidan = 69,74%, intensitas warna = 0,143. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa ekstrak dengan pelarut etanol dan asam asetat pada pH 3 memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan ekstrak lainnya.
Kata kunci: sediaan antosianin, zat warna alami, biji kakao non fermentasi

PENDAHULUAN lokal yang mengandung pigmen alami yaitu


pigmen antosianin. Pigmen antosianin
Zat warna alami yang bersifat lebih
sendiri selain bisa digunakan sebagai bahan
aman dapat digunakan dan dikembangkan
pewarna, juga merupakan antioksidan yang
antara lain dari pigmen karotenoid,
baik. Oleh karenanya, tanaman kakao
kurkumin, antosianin, dan pigmen lainnya
dapat merupakan alternatif baru penghasil
yang terkandung dalam jaringan buah,
antioksidan. Kandungan dari biji kakao
bunga, daun, batang maupun akar tanaman
adalah purin alkaloid (teobromin dan kafein),
Antosianin merupakan pigmen alami
lemak (asam oleat, asam stearat dan
yang banyak ditemui pada tanaman yang
asam palmitat), protein, pati, monosakarida
berwarna merah dan ungu. Tanaman
(sukrosa, glukosa dan fruktosa), amin
kakao merupakan salah satu sumber daya

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 63


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 63-70

biogenik (fenil etil amin, tiramin, triptamin dan bertujuan untuk mengetahui karakterisasi
serotonin), alkaloid isokuinolin (salsolinol), zat warna antosianin dari biji kakao non
tanin katekin (oligomerik proantosianidin) fermentasi sebagai sumber zat warna alami.
dan oksalat (Hii et al., 2009).
Antosianin merupakan pigmen METODOLOGI PENELITIAN
berwarna merah, ungu dan biru yang biasa
Alat dan Bahan
terdapat pada tanaman. Antosianin dapat
Alat yang digunakan pada penelitian
menggantikan penggunaan pewarna sintetik
ini antara lain : timbangan, neraca analitik,
rhodamin B, carmoisin, dan amaranth sebagai
lumpang alu, rotary evaporator, oven,
pewarna merah pada produk pangan. JEFCA
penangas air, pH meter, cawan penguap,
(Joint FAO/WHO Expert Committee on Food
mixer, waskom stainless steel, lumpang
Additives) telah menyatakan bahwa ekstrak
porcelain, corong, botol plastik, beaker glass,
yang mengandung antosianin memiliki efek
gelas ukur, sendok takar, gelas pengaduk,
toksisitas yang rendah. Selain berperan
toples kaca, masker, sarung tangan, wadah
sebagai pewarna makanan, antosianin juga
pengering.
dipercaya berperan dalam sistem biologis,
Sedangkan bahan yang digunakan
termasuk kemampuannya sebagai pengikat
adalah biji kakao non fermentasi, etanol,
radikal bebas dan kemampuan untuk
asam sitrat, asam asetat, natrium hidroksida,
menghambat tahap inisiasi reaksi kimiawi
aquabides, kertas pH, kertas saring.
yang menyebabkan karsinogenesis (Arivani,
2010). Antosianin dapat memberikan
Metode Penelitian
manfaat bagi kesehatan manusia.
seperti antineoplastik, antikarsinogenik, Data kadar antosianin, karakteristik,
antiatherogenik, antiviral, dan efek anti- intensitas warna, aktivitas antioksidan dan
inflamsi, menurunkan permeabilitas dan efek iritasi pada kulit dari sediaan antosianin
fragilitas kapiler, menghambat agregasi diperoleh dari hasil eksperimen dan uji
platelet serta immunitas. Semua aktivitas laboratorium.
ini didasarkan pada peranan sebagai Prosedur penelitian meliputi hal-hal
antioksidan. Antosianin merupakan senyawa berikut.
flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai 1. Penyiapan bahan baku
antioksidan. Penyiapan biji kakao non fermentasi
Beberapa bahan yang dapat diekstrak mengikuti metode standar (Sri Mulato
sebagai sumber pewarna alami yang et al., 1995). Pengeringan biji kakao
mengandung antosianin yaitu kelopak bunga melalui penjemuran dibawah sinar
rosella, kubis merah, ubi jalar ungu, bunga matahari selama 5 jam setiap hari
kana, buah duwet, strawberry, daun bayam selama 5 hari, untuk mendapatkan
merah, kulit rambutan, kulit buah anggur biji kakao kadar air 7%. Selanjutnya
dan kulit manggis (Endang et al., 2009). biji kakao dipisahkan dari kulit arinya,
Umumnya cara mengekstrak antosianin sebelum digiling.
menggunakan pelarut dan asam. Fungsi 2. Ekstraksi zat warna
pelarut untuk ekstrak antosianin merupakan Pada tahap ini untuk setiap
faktor yang menentukan kualitas dari suatu eksperimen dilakukan ekstraksi zat
ekstraksi, dan memiliki daya yang besar warna alami dari 1 kg biji kakao (nib)
untuk melarutkan. Sedangkan penambahan secara maserasi selama 2 x 24 jam,
asam berfungsi untuk lebih mengoptimalkan menggunakan 2 liter pelarut etanol
ekstraksi antosianin. Dalam penelitian yang dengan penambahan untuk dua jenis
dilakukan Saati dan Elfi Anis (2002) pelarut asam yaitu asam oksalat dan asam
dan asam yang terbaik yaitu etanol 96% asetat masing-masing pada pH 2, 3
dengan asam asetat pada proses ekstraksi dan 4. Ekstraksi dilakukan sebanyak
antosianin dari bunga kana. Penelitian tiga kali. Hasil ekstraksi disaring dan

64 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Zat Warna Antosianin ... (Alfrida Lullung Sampebarra)

filtratnya diuapkan menggunakan pada Tabel 1. Kadar Antosianin dalam


suhu 40 0C. Ekstrak Biji Kakao
3. Uji sediaan zat warna alami
Uji hasil ekstrak zat warna antosianin Kode Kadar Antosianin
No.
dalam bentuk sediaan dilakukan Sampel (%)
pada Laboratorium Farmasi UNHAS 1. AApH2 4,156
Makassar dan Laboratorium Farmasi AApH3 4,499
ITB Bandung untuk parameter- AApH4 2,221
parameter kadar antosianin, intensitas 2. AOpH2 4,057
warna, kestabilan dan aktivitas AOpH3 3,347
antioksidan. AOpH4 3,383

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian (Tabel 1) kadar antosianin


ekstrak biji kakao non fermentasi menunjukkan
Hasil pengujian zat warna alam bahwa kadar antosianin berkurang dengan
antosianin dari biji kakao non fermentasi meningkatnya nilai pH, Hal ini disebabkan
ini mencakup kadar antosianin, intensitas antosianin merupakan zat warna merah yang
warna, aktivitas anti oksidan, dan efek iritasi stabil pada pH rendah, dan stabilitasnya
antosianin pada kulit berturut-turut dapat akan turun apabila pH dinaikkan. Winarti dan
dilihat pada Tabel 1. Firdaus (2010) menyatakan bahwa stabilitas
warna yang ditunjukkan oleh nilai absorbansi
Kadar Antosianin sangat dipengaruhi oleh nilai pH.
Kadar antosianin yang terdapat dalam Reaksi yang terjadi akibat penambahan
ekstrak etanol-asam asetat pH 2 (AApH2), pH ditunjukkan pada Gambar 1. Perubahan
etanol-asam asetat pH 3 (AApH3), etanol- warna akibat pengaruh pH terjadi karena kation
asam asetat pH 4 (AApH4), etanol-asam flavilium yang berwarna merah berubah dari
oksalat pH 2 (AOpH2), etanol-asam oksalat hidrat menjadi basa karbinol atau pseudobase
pH 3 (AOpH3), dan etanol-asam oksalat pH (bentuk awal kalkon) tak berwarna dan akhirnya
4 (AOpH4) dapat dilihat pada Tabel 1. menjadi kalkon yang tidak berwarna (Winarti S.
dan Firdaus A., 2010).

Gambar 1. Perubahan struktur akibat pengaruh penambahan buffer pH (Sumber: Lee, et. al,
2005 dalam Nurlela dan Siregar (2011).

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 65


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 63-70

Sari at al., (2003) menyatakan bahwa semakin kuat suatu asam karena semakin
pada pH rendah sebagian besar antosianin besar jumlah ion hidrogen yang dilepaskan
terdapat dalam bentuk kation flavilium yang ke dalam larutan. Dalam hal ini, asam
berwarna merah, sedangkan senyawa basa asetat merupakan asam organik lebih kuat
karbinol yang tidak berwarna relatif kecil jika dibandingkan dengan asam oksalat.
jumlahnya. Peningkatan pH memperbanyak Selain itu asam asetat juga merupakan
senyawa basa karbinol dan kalkon yang asam monoprotik, yang berarti dapat
tidak berwarna. Hal ini diperkuat oleh berdisosiasi melepaskan satu H+ hanya
pernyataan Sudarmanto (1990) bahwa sekali sedangkan asam oksalat melepaskan
inti flavilium pigmen antosianin bersifat H+ dua kali. Keadaan yang semakin asam
defisien elektron sehingga sangat reaktif dan menyebabkan pigmen antosianin berada
mudah mengalami reaksi yang umumnya dalam bentuk kation flavilium atau oxonium
menyebabkan dekolorasi warna. yang berwarna dan pengukuran absorbansi
Hasil ekstrak yang diperoleh juga akan menunjukkan jumlah antosianin
dipengaruhi oleh jenis asam organik yang yang semakin besar dan menyebabkan
digunakan. Hal tersebut disebabkan karena dinding sel vakuola yang pecah sehingga
perbedaan derajat disosiasi dari asam yang semakin banyak antosianin yang terekstrak
digunakan. Tetapan disosiasi dari asam (Fennema, 1985).
asetat lebih besar daripada tetapan disosiasi
dari asam oksalat. Tetapan disosiasi untuk Uji Stabilitas Warna
asam asetat adalah 1,75 x 10-5 dan asam Tabel 2 menunjukan serapan ekstrak
oksalat adalah 5,4 x 10-5, 5,2 x 10-5 (Vogel yang diperoleh pada berbagai panjang
1987). Semakin besar tetapan disosiasi gelombang.

Tabel 2. Hasil Uji Intensitas Warna


Panjang
Serapan sampel
Gelombang
nm AOpH2 AOpH3 AOpH4 AApH2 AApH3 AApH4
550 0,141 0,1397 0,033 0,193 0,268 0,098
555 0,132 0,388 0,049 0,193 0,266 0,094
560 0,126 0,351 0,037 0,183 0,253 0,089
565 0,223 0,356 0,143 0,288 0,430 0,194
570 0,102 0,290 0,033 0,165 0,234 0,079
575 0,092 0,255 0,030 0,161 0,224 0,078
580 0,172 0,312 0,128 0,245 0,303 0,166
585 0,069 0,189 0,031 0,139 0,193 0,067
590 0,061 0,158 0,028 0,127 0,174 0,062
595 0,046 0,125 0,024 0,113 0,151 0,053
600 0,109 0,025 0,027 0,105 0,133 0,052
Penentuan stabilitas sampel diawali etanol dan asam oksalat puncak serapan
dengan mencari panjang gelombang maksimum terjadi pada panjang gelombang
maksimun serapan anthosianin. Panjang 565 nm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
gelombang yang digunakan pada ekstrak ekstrak tersebut adalah senyawa antosianin.
antosianin dari biji kakao non fermentasi Menurut Ritter at al., (1990), panjang
berkisar antara 550-600 nm. puncak serapan gelombang serapan maksimum antosianin
maksimum panjang gelombang pada berada sekitar 550-570 nm Sehingga dapat
ekatrak antosianin dengan pelarut etanol dan disimpulkan bahwa ekstrak yang diperoleh
asam asetat AApH3 terjadi pada panjang merupakan senyawa antosianin. Serapan
gelombang 565 nm dan pada pelarut maksimun pada panjang gelombang 565

66 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Zat Warna Antosianin ... (Alfrida Lullung Sampebarra)

nm menghasilkan intensitas warna tertinggi kemudian berubah bentuk menjadi basa


untuk ekstrak zat warna dengan etanol dan kuinonoidal yang berwarna biru atau menjadi
asam asetat pada pH 3 sebesar 0,430. karbinol pseudobase yang tidak berwarna
sejalan dengan naiknya pH. Ketika pH naik
Intensitas Warna ke nilai pH 4-5 atau pH semakin ditingkatkan
Intensitas warna yaitu suatu akan menyebabkan hilangnya proton lebih
karakteristik cahaya yang dapat diukur cepat yang akan menyebabkan deprotonisasi
panjang gelombangnya. Suatu zat akan dan hidrasi kation flavilium dan pada pH >4
berwarna jika zat tersebut melakukan struktur antosianin tidak stabil dan dapat
absorbsi selektif sinar yang masuk dan mengalami transformasi stabilitas pigmen
meneruskan sebagian sinar yang tidak (Bridgers, et al., 2010).
diadsorbsi atau sinar yang lewat. Ekstrak
dengan total antosianin yang paling besar Suhu
akan memiliki intensitas warna yang besar Hasil pengujian zat warna antosianin
pula. dari biji kakao non fermentasi pada berbagai
Tabel 2 menunjukkan bahwa stabilitas suhu diberikan pada Tabel 3. Absorbansi
antosianin sangat dipengaruhi oleh nilai pH antosianin pada panjang gelombang
dan jenis asam. Perubahan nilai absorbansi maksimum mengalami penurunan seiring
dari ekstrak pada pH 2 dan pH 3 kurang dengan semakin meningkatnya suhu.
signifikan. Namun pada pH 4 nilai absorbansi Pada suhu 40 °C, 52 °C dan 62
mengalami perubahan secara tajam. Pada °C, nilai absorbansi umumnya mengalami
hasil penelitian ini terlihat bahwa warna penurunan. Hal ini disebabkan karena
paling kuat intensitasnya pada pH 3 dan pada temperatur yang tinggi, antosianin
mengalami penurunan secara tajam pada mengalami dekomposisi/perubahan struktur.
pH 4. semakin tinggi pH yang diberikan Degradasi mudah terjadi pada antosianin.
semakin tidak stabil kadar antosianinnya Stabilitas senyawa antosianin dipengaruhi
atau semakin tinggi kerusakan antosianin salah satunya oleh suhu. Menurut Adam
biji kakao non fermentasi Pigmen antosianin (1973) dalam Yudiono (2011), suhu tinggi
masih stabil pada pH 3, sedangkan pada menyebabkan antosianin membentuk
media pH 4 pigmen mengalami kerusakan kalkon yang cincinnya terbuka, dan bersifat
(tidak stabil). Menurut Brouillard (1982), labil. Keberadaan O2 pada suhu tinggi
antosianin berubah warna dari warna menyebabkan antosianin berubah menjadi
merah menjadi berkurang warnanya pada coklat. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
asam lemah, pada pH rendah antosianin Winarti et al., (2010) bahwa suhu dan lama
berada dalam bentuk kation flavilium yang pemanasan menyebabkan dekomposisi
merupakan bentuk yang paling stabil. Pada dan perubahan struktur sehingga terjadi
pH >3 warna merah terang kation flavilium pemucatan.

Tabel 3. Serapan Sampel sebagai Fungsi Suhu


suhu (°C) AApH2 AApH3 AApH4 AOpH2 AOpH3 AOpH4
suhu
0,288 0,356 0,194 0,223 0,430 0,143
kamar/ruang
40 0,175 0,218 0,085 0,201 0,239 0,156
52 0,165 0,211 0,082 0,192 0,233 0,157
62 0,180 0,227 0,076 0,230 0,300 0,158

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 67


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 63-70

Berdasarkan hasil penelitian Hidayah akibat pemanasan dapat terjadi melalui


(2013), diperoleh bahwa semakin tinggi dua tahap, pertama terjadi hidrolisis ikatan
suhu pemanasan maka absorbansi atau glikosidik antosianin sehingga menghasilkan
stabilitas warna semakin rendah sehingga aglikon yang tidak stabil, kemudian cincin
warna merah akan berkurang. Penurunan aglikon terbuka membentuk gugus karbinol
absorbansi ini disebabkan karena terjadi dan kalkon yang tidak berwarna.
kerusakan gugus kromofor pigmen yang
menyebabkan kerusakan warna. Menurut Aktifitas Antioksidan
Markakis (1982), menyatakan bahwa Untuk uji aktivitas antioksidan, vitamin
menurunnya stabilitas warna karena suhu C digunakan untuk validasi metode. Aktivitas
yang tinggi disebabkan karena terjadinya antioksidan dari vitamin C diberikan pada
dekomposisi antosianin dari bentuk aglikon Tabel 4.
menjadi kalkon (tidak berwarna). Kerusakan
Tabel 4. Aktivitas Antioksidan dari Vitamin C
Aktivitas
Vitamin C
Serapan Serapan Rerata antioksidan
(ppm)
(%)
1,0163±0,029
1000 0,0724 0,0721 0,07225 92,89
500 0,0762 0,0743 0,07315 92,80
250 0,0759 0,0736 0,07475 92,62
125 0,0940 0,0829 0,09345 90,80
62,5 0,5553 0,3961 0,4757 53,19
Data yang diperoleh menunjukkan Aktivitas antioksidan dari ekstrak biji
bahwa metode yang digunakan valid. kakao dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Daya Aktivitas Antioksidan

Konsentrasi % inhibisi peredaman DPPH

(ppm) AApH2 AApH3 AApH4 AOpH2 AOpH3 AOpH4


2500 91,13 91,17 92,02 85,32 74,39 90,44
1250 91,90 91,95 92,47 74,64 60,75 83,72
625 91,91 91,92 88,08 61,17 49,83 69,74
312,5 85,11 81,14 66,96 53,06 39,34 54,16
156,25 61,88 62,63 50,05 40,83 28,89 36,26
Ekstrak zat warna antosianin dari biji penangkal radikal bebas DPPH pada
kakao non fermentasi memiliki kemampuan konsentrasi 625 ppm ekstrak antosianin
sebagai penangkal radikal bebas yang dari biji kakao non fermentasi dengan etanol
sangat baik, hal ini terlihat pada Tabel 5. dan asam asetat pada pH 3 memiliki aktivitas
Aktivitas penangkal radikal dibuktikan dengan antioksidan tertinggi yakni sebesar 91,92%
perubahan warna ungu menjadi warna sedangkan terendah adalah penggunaan
kuning, dan ketika ekstrak ditambahkan asam oksalat pH 3 dengan aktivitas
larutan DPPH, ekstrak menunjukkan antioksidan sebesar 49,83%. Senyawa yang
aktivitas penangkal yang lebih besar karena memiliki kemampuan penangkal radikal
warna larutan langsung berubah dari umumnya merupakan pendonor atom
ungu menjadi kuning ketika ditambahkan hidrogen (H), sehingga atom H tersebut
DPPH. Berdasarkan hasil analisis aktivitas dapat ditangkap oleh radikal DPPH untuk

68 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Karakteristik Zat Warna Antosianin ... (Alfrida Lullung Sampebarra)

berubah menjadi bentuk netralnya. Aktivitas menghasilkan warna kuning yang merupakan
antioksidan merupakan kemampuan suatu ciri spesifik dari reaksi radikal DPPH (Kiay
senyawa melepaskan atom hidrogennya et al., 2011). Vitamin C yang digunakan
untuk menetralkan elektron yang tidak sebagai pembanding, pada konsentrasi 500
berpasangan pada senyawa radikal bebas. ppm memberikan aktivitas sebesar 92,80%
Pada prinsipnya metode penangkal radikal sedangkan pada konsentrasi vitamin C 1000
bebas merupakan pengukuran penangkalan ppm, aktivitas antioksidan adalah sebesar
radikal bebas sintetik dalam pelarut organik 92,89%. Hasil ini menunjukan bahwa aktivitas
polar seperti metanol pada suhu kamar oleh antioksidan ekstrak zat warna antosianin
suatu senyawa yang mempunyai aktivitas dari biji kakao non fermentasi merupakan
antioksidan. Proses penangkalan radikal aktivitas antioksidan yang kuat dan setara
bebas ini melalui mekanisme pengambilan dengan aktivitas antioksidan vitamin C.
atom hidrogen dari senyawa antioksidan Untuk penentuan IC50 kurva regresi
oleh radikal bebas sehingga radikal bebas dibuat antara persentasi penangkal radikal
menangkap satu elektron dari antioksidan. bebas terhadap konsentrasi larutan uji.
Radikal bebas sintetik yang digunakan Besarnya aktivitas antioksidan ditandai
adalah DPPH, senyawa ini bereaksi dengan dengan besarnya nilai IC50, yaitu konsentrasi
senyawa antioksidan melalui pengambilan larutan sampel yang dibutuhkan untuk
atom hidrogen dari senyawa antioksidan menghambat 50% radikal bebas DPPH. Hasil
untuk mendapatkan pasangan elektron. perhitungan nilai IC50 dari masing-masing
Keberadaan sebuah antioksidan yang dapat ekstrak zat warna antosianin dari biji kakao
menyumbangkan elektron kepada DPPH non fermentasi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai IC50 dari Ekstrak Biji Kakao

Kode Nilai IC Aktivitas


No.
Sampel (µg/ml ) antioksidan
1. AApH2 1,367 x10-5 sangat Kuat
AApH3 9,394 x 10-3 sangat Kuat
AApH4 0,926 Sangat kuat
2. AOpH2 68 kuat
AOpH3 1124 Tidak berkhasiat
AOpH4 62,8 kuat

Berdasarkan hasil pengujian aktivitas nilai IC50 kurang dari 50 μg/mL. Semakin
antioksidan dengan menggunakan metode kecil nilai IC50 semakin tinggi aktivitas
DPPH terhadap ekstrak zat warna antosianin antioksidannya (Sinaga, 2009). Suatu
dari biji kakao nonfermentasi untuk senyawa dikatakan antioksidan sangat kuat
penentuan nilai IC50 dapat dilihat bahwa hasil jika nilai IC50 kurang dari 50 μg/mL, kuat jika
ekstrak AApH2, AApH3 dan AApH4 memiliki IC50 bernilai 50 μg/mL sampai 100 μg/mL,
potensi aktivitas antioksidan yang sangat sedang jika IC50 bernilai 100 μg/mL sampai
kuat dengan konsentrasi yang sangat kecil 150 μg/mL dan lemah jika IC50 bernilai 151
yaitu 1,367 x 10-5 µg/ml, 9,394 x 10-3 µg/ μg/mL sampai 200 μg/mL (Anonim, 2005).
ml dan 0,926 µg/ml Jadi, pada konsentrasi
tersebut ekstrak air sampel kering dan SIMPULANLAnPORAN PENELIT KAS
basah sudah memiliki potensi sebesar 50
Berdasarkan hasil penelitian ekstraksi
% dalam menangkal radikal bebas. Hal
antosianin terhadap parameter yang
ini menunjukkan bahwa ekstrak zat warna
diamati, dapat diambil kesimpulan bahwa
antosianin dari biji kakao non fermentasi
penggunaan jenis asam dan pH memberikan
dengan etanol dan asam asetat mempunyai
pengaruh terhadap kadar antosianin yang
daya antioksidan yang sangat kuat, dengan

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 69


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 13 No. 1 Juni 2018: 63-70

dihasilkan. Pigmen antosianin pada biji Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-
kakao non fermentasi dengan warna merah sinensis L) dan Bunga Rosela (Hibiscus
lebih stabil dalam keadaan asam yaitu pH sabdariffa L). Jakarta. Program Studi
3 dan kadar antosianin tertinggi diperoleh Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,
pada penggunaan pelarut etanol dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
asam asetat pH 3 yakni sebesar 4,499%. Hidayatullah Jakarta. Valensi Vol. 2 No.
Ekstraksi zat warna alami dari biji kakao non 3.
fermentasi dapat digunakan pada produk 11. Ritter, L. and C.A., Franklin, Dermal
makanan minuman dan kosmetik. Toxicity Testing: Exposure and Absorption,
in Handbook of In vivo Toxicity Testing,
DAFTAR PUSTAKA 1990, D.L. Arnold, H. C. Grice, and D.R.
Krewski (Eds.,) Academic press, Inc.,
1. Anonim. Online 2005. Tanaman Obat
Toronto 247-257.
Indonesia. http://www.iptek.go.id.
12. Saati, Elfi Anis. 2002. Identifikasi dan
2. Arivani, S. 2010. Total Antosianin Ekstrak
Uji Kualitas Pigmen Kulit Buah Naga
Buah Salam dan Korelasinya dengan
Merah (Hylocareus costaricensis)
Kapasitas Anti Peroksidasi pada Sistem
pada Beberapa Umur Simpan dengan
Linoleat. Agrointek, 4 (2) : 121-127.
Perbedaan Jenis Pelarut. UMM Press.
3. Bridgers, N. E., Chin, S. M., Den Truong,
Malang.
V. 2010. Extraction of Anthocyanins from
13. Sari, Diah Permata & Saati, Elfi Anis,.
Industrial Purple-Fleshed Sweetpotatoes
2003. Pengujian Efektivitas Penggunaan
and Enzymatic Hydrolysis of Residues
Jenis Pelarut dan Asam dalam Ekstraksi
for Fermentable Sugars. Industrial Crops
Pigmen Antosianin Bunga Kanan.
and Products 32 (2010) 613-620.
Skripsi. Jurusan THP, Fakultas Pertanian.
4. Brouillard, R. 1982. Chemical Structure of
Universitas Muhammadiyah Malang.
Anthocyanin. Di dalam P. Markakis (ed).
14. Sri-Mulato, Wahyudi, T.,Atmawinata, O.,
Anthocyanin as Food Colors. Academic
& Amin, S.(1995). Beberapa Alternatif
Press. New York.
Sarana Pengolahan Kakao Rakyat.
5. Endang, K., Dwi. A. S, Agus. W dan Adi. T.
Prosiding Seminar Pengeringan Biji
2009. Zat Pewarna Tekstil Dari Kulit Buah
Kakao dengan Energi Surya. Pusat
Manggis. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Teknik, Universitas Negeri Surakarta,
Jember.
Surakarta.
15. Sudarmanto. 1990. Bahan Pewarna
6. Fennema, Owen. 1985. Food Chemistry.
Alami dalam Tanaman Pangan. PAU
2nd edition. Marcell Dekker, Inc. New York.
Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.
7. Hii, C. L., Law, C. L., Suzannah, S.,
16. Vogel. 1987. Kimia Analisis Kuantitatif
Misnawi, & Cloke, M., 2009, Polyphenols
Anorganik. Penerjemah :Pudjaatmaka H
in cocoa (Theobroma cacao L.), Asian
dan Setiono. EGC. Jakarta.
Journal of Food and Agro-Industry, 2, 04,
17. Winarti S. dan Firdaus A., 2010. Stabilitas
702-722.
Warna Merah Ekstrak Bunga Rosela
8. ISO 10993-10-2010, Biological
Untuk Pewarna Makanan Dan Minuman.
Evaluation of Medical Devices – Part
Surabaya. Jurnal Teknologi Pertanian
10; test for Irritation and Sensitization,
Vol. 11 No. 87-93.
Geneva, 1995, 2-5.
18. Yudiono. K. 2011. Ekstraksi Antosianin
9. Kiay, N., Suryanto, E., Mamahit, L., Efek
Dari Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas CV.
Lama Perendaman Ekstrak Kalamansi
Ayamurasaki) Dengan Teknik Ekstraksi
(Citrus Microcarpa) terhadap Aktivitas
Subcritical Water. Jurnal Teknologi
Antioksidan Tepung Pisang Goroho
Pangan.
(Musa spp.). Chem. Prog. 2011, 4, 27-33.
10. Nurlela, Siregar, D. I. Y. 2011. Ekstraksi
dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari

70 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


PETUNJUK PENULISAN

KETENTUAN UMUM
• Artikel adalah Karya Tulis Ilmiah (KTI) atau makalah ilmiah, hasil penelitian, tinjauan, kajian, atau
ulasan dan komunikasi pendek yang dikemas secara sistimatis dan kritis, dibidang ilmu/aplikasi teknik
(rekayasa) dan teknologi industri hasil perkebunan.
• Artikel belum pernah dipublikasikan pada jurnal ilmiah lain atau dipresentasikan pada pertemuan
ilmiah, seminar dan semacamnya.
FORMAT PENULISAN
• Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris baku dan lugas.
• Artikel diketik pada kertas A4 huruf Arial font 11 spasi tunggal (kecuali dinyatakan lain) berkisar antara
7-12 halaman. Batas marjin kiri 3,5 cm; kanan 2,5 cm; atas 3,0 cm; dan bawah 2,5 cm.
• Judul, abstrak, dan kata kunci ditulis dalam bahasa Indonesia, diikuti dengan terjemahannya dalam
bahasa Inggris. Bila artikel ditulis dalam bahasa Inggris maka judul, abstrak, dan kata kunci diikuti
dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
• Judul menggunakan huruf kapital bold dan terjemahannya dengan huruf biasa italik masing-masing
dengan font 11 spasi tunggal berkisar antara 10 - 25 kata.
• Nama penulis dicantumkan dibawah judul diikuti dengan nama dan alamat institusi penulis beserta
satu alamat pos-el korespondensi penulis dengan font 10 spasi tunggal. Nama penulis dicetak bold.
• Abstrak dibuat dalam satu paragraf menggunakan font 10 italik (paling banyak 150 kata dalam bahasa
Inggris, dan 200 kata dalam bahasa Indonesia). Kata kunci dapat berupa kata tunggal dan kata
majemuk, paling banyak delapan kata.
• Sistimatika penulisan artikel hasil penelitian adalah Judul, Abstrak, Kata Kunci, Pendahuluan,
Metodologi, Hasil dan Pembahasan, Simpulan, Ucapan Terima Kasih (jika ada), dan Daftar Pustaka.
Untuk tulisan bersifat teknik (rekayasa) dan tinjauan/ulasan ilmiah, selain Judul, Abstrak, Kata Kunci,
Pendahuluan, Simpulan dan seterusnya sistimatika penulisannya disesuaikan dengan isi artikel. Setiap
paragraf ditulis dalam bentuk paragraf utuh tanpa dipenggal kedalam butir-butir (pointer). Misalnya
untuk menuliskan urutan proses, komposisi bahan, perlakuan penelitian, standar, atau simpulan hasil
penelitian atau kajian ilmiah.
• Sitasi pustaka dan sitasi teks mengacu pada Chicago Style (Scientific Style). Daftar Pustaka
menggunakan font 10.
• Bila tahun publikasi pustaka tidak diketahui maka sebagai gantinya digunakan t.t atau n.d.
• Contoh penulisan sitasi teks (Hidayat, 2001). Bila penulis pustaka lebih dari 2 (dua) orang maka hanya
nama penulis pertama yang ditulis diikuti dengan kata et al.
• Contoh penulisan Daftar Pustaka:
1. Beckett, S. T. 2000. The Science of Chocolate. Cambridge UK: RSCP Paper backs.
2. BSN. 1995. Mutu dan Cara Uji Gula Palma, SNI 01-3743-1995. Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
3. Budiarso, I. 2004. Minyak Kelapa: Minyak Goreng Paling Aman dan Paling Sehat. http://viladago.
blogsome.com/2005/12/20/minyak-kelapa (diakses 9 Maret 2008).
4. Chau, K. V and Gaffney, J. J. 1990. A Finite Difference Model for Heat and Mass Transfer in
Products with Internal Heat Generation and Transpiration. J. Food Sc. 55 (2):484-487.
5. Holland, F.A. 1984. Process Economics. In Perry’s Chemical Engineers Handbook. Robert H.Perry
and Don Green, eds. New York : McGraw Hill Inc.
6. Republika. 2008. Harga Cengkeh Melonjak. 19 Nopember.
7. Sukha, D.A. 2003. Potential Value Added Products from Trinidad and Tobago Cocoa. Proc.
of Seminar/Exhibition on The Revitalization of Trinidad and Tobago Cocoa Industry. Sept, 20.
St.Agustine: APASTT-Faculty of Sci. and Agricult. UWI.
• Bila pustaka yang diacu di tulis oleh penulis yang sama dan dalam tahun yang sama, maka setiap
pustaka disusun dengan membedakan tahun terbit dengan huruf abjad, misalnya ( 2012 a), (2012 b)
dst.
• Tabel, gambar, dan grafik diberi nomor urut; ilustrasi tersebut harus jelas terbaca. Judul tabel ditulis
disebelah atas tabel yang bersangkutan, sedangkan judul gambar dan grafik disebelah bawah ilustrasi
masing-masing. Tabel dibuat hanya dengan menggunakan garis horisontal.
• Masing-masing judul bab diketik dengan huruf kapital, sedangkan judul sub-bab dan Ucapan Terima
Kasih (jika ada) dengan huruf biasa, ketiganya diketik bold font 11.
• Acuan pustaka sedapat mungkin 80% merupakan terbitan 10 tahun terakhir dan 80% berasal dari
sumber acuan primer (jurnal ilmiah, prosiding, laporan hasil riset, dan paten).
• Kecuali judul, nama, dan alamat institusi penulis dan abstrak, naskah diketik dalam bentuk 2 (dua) kolom
termasuk tabel, gambar, dan grafik (sepanjang memungkinkan). Ukuran font dan spasi tabel, gambar,
dan grafik masing-masing font 10 spasi tunggal (atau menyesuaikan).Bila tidak memungkinkan, tabel,
gambar, dan grafik menempati 2 (dua) kolom, agar ilustrasi tersebut dapat terbaca dengan jelas.
Khusus untuk gambar dalam bentuk foto agar melampirkan negatifnya.
SELEKSI ARTIKEL
• Proses seleksi meliputi: seleksi awal, penyuntingan oleh Dewan Redaksi, Review (penelaahan) oleh
Mitra Bestari, dan persetujuan artikel. Proses penyuntingan dan review dapat berlangsung lebih dari
satu kali dan bersifat anonim.
• Kriteria penilaian mencakup kesesuaian dengan persyaratan JIHP, derajat originalitas, konsep atau
dasar pemikiran, alur penulisan, kedalaman ilmiah, unsur kebaruan dan inovasi, dan nilai manfaat/
aplikasi hasil penelitian, kajian atau ulasan ilmiah tersebut.
• Redaksi berhak menolak, mengembalikan untuk diperbaiki atau mengedit kembali naskah tanpa
merubah isi dan maksud artikel.
LAIN-LAIN
• Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap setiap pernyataan dan pendapat ilmiah yang dikemukakan
penulis didalam artikelnya.
• Artikel disertai dengan Surat Pengantar dan no Hp penulis dikirim dalam sampul tertutup, ditujukan
kepada Dewan Redaksi JIHP dengan alamat Redaksi JIHP atau melalui email alfridalullung@yahoo.
com

Anda mungkin juga menyukai