Anda di halaman 1dari 7

Kelompok 8

Kawasan Berikat
Pengertian Kawasan Berikat (KB)
Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yan
didalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang
bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas
barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia Lainnya
(DPIL), yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) adalah
Perseroan Terbatas, Koperasi yang berbentuk badan hukum atau yayasan yang memiliki, menguasai,
mengelola dan menyediakan sarana dan prasarana guna keperluan pihak lain di Kawasan Berikat
yang diselenggarakannya berdasarkan persetujuan untuk meyelenggarakan Kawasan Berikat
Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) adalah Perseroan Terbatas atau Koperasi yang melakukan
kegiatan usaha industri di Kawasan Berikat.
Kegiatan yang utama yang dilakukan di dalam Kawasan Berikat adalah kegiatan pengolahan (industri
/ manufactur / bukan hanya perakitan) yaitu kegiatan yang memproses bahan mentah, bahan baku,
barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya. Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) dalam melakukan pengolahan sebagaimana
dimaksud diatas dapat memberikan atau menerima subkontrak kepada/dari Pengusaha Di Kawasan
Berikat (PDKB) lain atau perusahaan industri di Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL). Disamping
itu di dalam Kawasan Berikat dapat dilakukan kegiatan usaha pergudangan atau penimbunan
barang. Syaratnya barang yang ditimbun tidak sama dengan barang yang dihasilkan / diproduksi oleh
Kawasan Berikat yang bersangkutan. Disamping itu barang yang ditimbun akan berfungsi untuk
mendukung kegiatan industri Kawasan Berikat itu sendiri atau perusahaan industri lainnya
(Supporting Industries), misalnya untuk menimbun bahan baku.

Fasilitas yang diberikan di Kawasan Berikat:

 Diberikan fasilitas penangguhan Bea Masuk, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh
pasal 22 impor atas:

 Impor barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran yang semata-
mata dipakai oleh pengusaha kawasan berikat (PKB) termasuk PKB
merangkap Pengusaha Di Kawasan Berikat (PCKB)
 Impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan
kegiatan produksi PDKB dan semata-mata dipakai di PDKB.
 Impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB.

 Diberikan fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM atas :

 Pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari Tempat Lain Dalam Daerah
Pabean (TLDDP) ke PDKB untuk diolah lebih lanjut;
 Pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih
lanjut, tidak dipungut PPN dan PPnBM;
 Pengeluaran barang dan/atau bahan dari PDKB ke perusahaan industry di
TLDDP atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak;

Praktik PPN & PPNBM 1


Kelompok 8

 Penyerahan kembali BKPP hasil pekerjaan subkontrak oleh PKP di TLDDP


atau PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal;
 Peminjaman mesin dan/atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari
PDKB dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada perusahaan lainnya dan
pengembalian ke PDKB asal;
 Pemasukan alat pengemas (packing material) dan alat bantu pengemas dari
TLDDP ke KB untuk menjadi satu kesatuan dengan barang hasil olahan
PDKB.

 Diberikan fasilitas pembebasan cukai atas:

 Impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB;


 Pemasukan BKC dari TLDDP ke PDKB untuk diolah lebih lanjut.

 Pengeluaran barang dari KB yang ditujukan kepada orang yang memperoleh fasilitas
pembebasan atau penangguhan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor,
diberikan pembebasan bea masuk, pembebanan cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM
dan PPh pasal 22 impor.

 Manfaat yang diperoleh pengusaha di Kawasan Berikat, antara lain:

 Efisiensi waktu dengan tidak dilakukannya pemeriksaan fisik di TPS


(pelabuhan)
 Efisiensi waktu dengan pengajuan dokumen BC 2.3 yang dilakukan sebelum
kapal/pesawat tiba
 Efisiensi waktu dan biaya dengan prosedur Truck Lossing
 Efisiensi waktu dan fasilitas perpajakan dan kepabeanan, sehingga PDKB
dapat menikmati harga kompetitif pasar global.
 Cash flow perusahaan lebih terjamin
 Membantu usaha pemerintah dalam rangka mengembangkan industry yang
bisa menambah lapangan pekerjaaan, dan dapat mengurangi tingkat
pengangguran.

Contoh Kawasan Berikat :

1. PT Pelabuhan Indonesia II (Jakarta)


2. PT Leading Garment Industries (Bandung)
3. PT Citra Bumi Nusantara (Semarang)
4. PT Cikarang Dry Port (Cikarang)
5. PT Pelabukan Panajam Banuataka (Makassar)

Praktik PPN & PPNBM 2


Kelompok 8

PENGKREDITAN PPN MASUKAN


Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena
Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang
Kena Pajak.
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 9 UU PPN 1984, prinsip dasar pengkreditan Pajak
Masukan dapat dijumpai pada ayat (2) dan (2a),dan ayat (5) sebagai berikut:
6. Pasal 9 ayat (2) menentukan bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak
dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.
7. Pasal 9 ayat (2a) menentukan bahwa Pajak Masukan atas perolehan barang
modal sebelum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan kena
pajak, dapat dikreditkan.
8. Pasal 9 ayat (5) menentukan bahwa Pajak Masukan dapat dikreditkan
sepanjang untuk perolehan BKP atau JKP yang digunakan berhubungan
langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahan kena pajak.
Pengkreditan dalam Masa Pajak yang Tidak Sama
Prinsip mengkreditkan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran untuk Masa
Pajak yang sama, ternyata tidak serasi dibandingkan dengan penentuan saat pajak
terutang yang berbasis akrual. Pengkreditan dalam Masa Pajak yang sama
mempersyaratkan Faktur Pajak selalu diterima tepat waktu oleh PKP pembeli
BKP/Penerima JKP. Sementara itu, dalam basis akrual, Faktur Pajak pada umumnya
terlambat diterima oleh PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP disebabkan PKP Penjual
menyerahkan Faktur Pajak mendekati saat pembayaran akan diterima.
Contoh:
- PKP Penjual menyerahkan BKP barang dagangannya kepada PKP Pembeli
pada tanggal 21 Januari 2011, Faktur Pajak dibuat pada tanggal 21 Januari
2011. Dalam hal Faktur Pajak tersebut diterima oleh PKP Pembeli dalam Masa
Pajak Januari 2011 atau selambat-lambatnya akhir Februari 2011, masih
dimungkinkan dilaporkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011
Syarat Pajak Masukan Dapat Dikreditkan
1. Syarat formal, yaitu tercantum dalam “Faktur Pajak Lengkap” atau dokumen
tertentu yang diperlakukan sama dengan Faktur Pajak ;
2. Syarat materiil, yaitu berhubungan langsung dengan kegiatan usaha
melakukan penyerahan kena pajak.

Praktik PPN & PPNBM 3


Kelompok 8

Ada tambahan untuk memudahkan pemahaman tentang Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan :
1. Tercantum dalam Faktur Pajak Lengkap atau dokumen tertentu yang
diperlakukan sama dengan Faktur Pajak.
2. Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP).
Kriteria Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan
Kriteria pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan diatur dalam Pasal 9 Ayat (8) dan Pasal
16B ayat (3) UU PPN 1984 yang dapat disajikan.
Contoh kriteria Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan:
1. Perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
Contoh :
Pengukuhan sebagai PKP mulai berlaku sejak 3 Januari 2001. Pajak Masukan yang
diperoleh sebelum 3 Januari 2001 tidak dapat dikreditkan.
2. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan
usaha (melakukan penyerahan kena pajak)
Contoh :
PPN yang dibayar kepada pemborong atas pembangunan rumah dinas untuk direksi.
3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, dan station wagon, kecuali
merupakan barang dagangan atau disewakan;
Contoh :
PPN yang dibayar kepada bengkel atas perbaikan sedan yang digunakan sebagai
mobil dinas direksi.
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
Contoh :
PT Ardi yang belum dikukuhkan sebagai PKP mentransfer fee atas jasa konsultasi
kepada konsultan di Prancis. PPN-nya tidak dapat dikreditkan.
5. Pasal 9 ayat (8) huruf e dihapus karena istilah Faktur Pajak Sederhana tidak ada lagi
sejak mulai berlaku Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ./2010
tanggal 24 Maret 2010.
6. Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984;

Praktik PPN & PPNBM 4


Kelompok 8

Contoh :
Faktur Pajak yang diterima oleh PT Seruni ternyata ditandatangani oleh PKP
pembuat Faktur Pajak menggunakan cap tanda tangan.
7. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Derah Pabean yang
Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (6) UU PPN 1984.
Contoh :
PT Betha yang sudah dikukuhkan sebagai PKP mentransfer fee atas jasa pemasaran
yang diterima dari pengusaha di Taiwan. Dalam SSP untuk menyetor PPN yang
terutang, PT Betha tidak mencantumkan NPWP-nya.
8. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan pajak;
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.51/ 2002 tanggal 13
Februari 2002 ditegaskan bahwa SPKPBM (Surat Pemberitahuan Kekurangan
Pembayaran Bea Masuk) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
bukan merupakan surat ketetapan pajak yang dimaksud di sini sehingga PPN yang
dibayar menggunakan SPKPBM dipadukan dengan PIB yang sudah disesuaikan,
merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
9. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan ditemukan dalam
pemeriksaan;
Contoh :
Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP Penjual BKP/Pemberi JKP pada tanggal 17 Januari
2011, diterima oleh PKP Pembeli BKP/Penerima JKP pada tanggal 8 Juni 2011. Pajak
Masukan dalam Faktur Pajak tertanggal 17 Januari 2011 ini dapat dikreditkan dengan
cara melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011. Pada tanggal
13 Juni 2011 PKP menerima pemberitahuan tertulis dari Kantor Pelayanan Pajak
bahwa pada tanggal 20 Juni 2011 akan dilakukan pemeriksaan khusus SPT Masa PPN
Masa Pajak Januari, Februari, Maret, April 2011. Ketika pemeriksaan sudah mulai
dilakukan, ditemukan Faktur Pajak tertanggal 17 Januari 2011 yang ternyata belum
dilaporkan baik dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari maupun SPT Masa PPN
Masa Pajak April 2011. Ternyata PKP dimaksud memang belum melakukan
pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011. Sehubungan dengan itu, maka
Pajak Masukan dalam Faktur Pajak tertanggal 17 Januari 2011 tersebut, tidak dapat
dikreditkan.
10. Perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang atas penyerahan dibebaskan dari
pengenaan PPN (Pasal 16B ayat (3) UU PPN 1984);
Contoh :
PT Sumber Ilmu sebuah penerbit ketika menyerahkan buku pelajaran, dibebaskan
dari PPN, maka PPN yang dibayar kepada percetakan tidak dapat dikreditkan.

Praktik PPN & PPNBM 5


Kelompok 8

Contoh Penghitungan Kembali Pajak Masukan

Pengusaha Kena Pajak B adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pembuatan sepatu.
Pada bulan Januari 2014, Pengusaha Kena Pajak B tersebut membeli generator listrik yang
dimaksudkan untuk digunakan seluruhnya untuk kegiatan pabrik dengan nilai perolehan sebesar
Rp100.000.000,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp10.000.000,00.
Pajak Masukan atas perolehan generator listrik sebesar Rp10.000.000,00 secara keseluruhan
dikreditkan pada Masa Pajak Januari 2014.
Masa manfaat generator listrik tersebut sebenarnya adalah 5 (lima) tahun, tetapi untuk
penghitungan kembali Pajak Masukan ini, masa manfaat generator listrik tersebut ditetapkan 4
(empat) tahun, sehingga alokasi pengkreditan Pajak Masukan untuk setiap tahunnya adalah
sebesar:
Rp 10.000.000,00
--------------------- = Rp2.500.000,00
4
Selama tahun 2014 ternyata generator listrik tersebut digunakan:
a. untuk bulan Januari sampai dengan Juni 2014:
i. 10% untuk perumahan karyawan dan direksi;
ii. 90% untuk kegiatan pabrik, dan
b. untuk bulan Juli sampai dengan Desember 2014:
i. 20% untuk perumahan karyawan dan direksi;
ii. 80% untuk kegiatan pabrik.

Berdasarkan data tersebut di atas, rata-rata penggunaan generator listrik untuk kegiatan pabrik
adalah:
90% + 80%
-------------- = 85%
2
Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk tahun buku 2014 dapat
dilakukan paling lambat pada Masa Pajak Maret 2015.
Pengusaha Kena Pajak B melakukan penghitungan kembali Pajak Masukan pada Masa Pajak
Februari 2015. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk tahun buku 2014 seharusnya sebesar:
Rp10.000.000,00
85% x --------------------- = Rp2.125.000,00
4
Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan mengurangi Pajak Masukan untuk
Masa Pajak Februari 2015 adalah sebesar:
Rp2.500.000,00 - Rp2.125.000,00 = Rp375.000,00
Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas dilakukan sampai dengan masa
manfaat generator listrik berakhir.

Praktik PPN & PPNBM 6


Kelompok 8

Daftar Pustaka
Sukardji, Untung.2015. “Pajak Pertambahan Nilai PPN”. Depok. Rajawali.

https://geo-media.blogspot.com/2016/08/kawasan-industri-dan-kawasan-berikat.html

http://www.pajak.go.id/content/115212131-pajak-masukan-yang-tidak-dapat-dikreditkan

http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=38

https://www.youtube.com/watch?v=oIZsxqqPJvM

Praktik PPN & PPNBM 7

Anda mungkin juga menyukai