Anda di halaman 1dari 12

JUDUL RINGKASAN : TUNGAU DEBU RUMAH (Dermatophagoides

pteronyssinus)
NAMA : NELLY FRAHESTI

MAHASISWA : DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

NIM : AK816051

SEMESTER : IV

KELAS : A

MATA KULIAH : PARASITOLOGI

DOSEN : PUTRI KARTIKA SARI, M.Si

i
1

1.1 Morfologi
1.1.1 Definisi Arachnida
Arachnida berasal dari kata arachena yang artinya laba-laba.
Ukuran tubuhnya kurang dari 0,1 mm-18 cm. Arachnida purba hidup di
air, namun haoir semua Arachnida hidu di darat. Anggota Arachnida
meliputi kalajengking, laba-laba, tungau atau caplak. Kebanyakan
hewan ini bersifat parasit yang merugikan manusia, hewan dan
tumbuhan. Arachnida bersifat karnivora sekaligus predator. Perbedaan
Arachnida dengan kelas lainnya adalah tidak adanya antena yang
biasanya terdapat dikepala (M Kokali Friska dkk, 2013).
Debu rumah merupakan partikel yang sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Di dalam debu rumah terdapat tungau, karena
terdapat bersama debu rumah, maka biasa disebut tungau debu rumah
(TDR). Ukuran tubuh TDR berkisar antara 0,2-0,3 mm dan dibutuhkan
setidaknya perbesaran 10X untuk dapat dengan benar mengidentifikasi
mereka. Mempunyai kapitalum dan badan berupa kantung, mempunyai
empat pasang kaki panjang, dua kedepan dan dua kebelakang.
Tungau bersifat ovipar dalam perkembangannnya tungau
melalui empat ta-hapan yaitu telur, larva, nympha, dan bentuk dewasa.
0
Suhu optimal bagian perkembangan populasi TDR adalah 25-30 C dan
kelem-baban relatif 70-80% dengan kelembapan kritis 60-65%.
0
Perkembangbiakan tungau debu rumah terganggu pada suhu diatas 32
0
C dan jika tungau dipanaskan selama 6 jam pada suhu 51 C dengan
kelembaban udara 60% maka tungau akan mati. Popu-lasi dan
kepadatan tungau tertinggi terjadi pada bulan-bulan musim panas yang
lembab dan terendah di daerah dataran tinggi.
TDR banyak ditemukan pada rumah yang lembab, kasur, bantal,
guling, karpet serta berbagai perabot rumah yang lain. Populasi TDR
terbanyak didapatkan pada debu kamar tidur terutama pada debu kasur.
Dalam satu meter persegi hampir 100.000 tungau debu dapat hidup, dan
rata-rata tungau debu tunggal mampu menghasilkan sekitar 20 limbah
kotoran setiap hari. Protein, dan kombinasi dari tinja, yang ditemukan
2

di dalam kotoran tersebut yang biasanya menyebabkan reaksi alergi


seperti asma, rhinitis, konjungtivitis dan dermatitis atopik pada
manusia.
TDR terdapat diseluruh dunia. Berbagai spesies TD terdapat
dalam debu rumah,tetapi tungau yang mendominasi adalah famili
pyroglyphidae. Di Indonesia, menurut penelitian Aulung (1987) di
Jakarta Pusat, telah mengumpulkan 5237 gram debu rumah dari 39
rumah penduduk penderita asma dan alergi debu rumah. Ditemukan
343 tungau. Pada penelitian lanjutannya Aulung melaporkan dari 5411
gram debu rumah diperoleh 876 tungau.
1.2 Klasifikasi Arachnida
Kelas arachnida terbagi menjadi beberapa ordo yaitu:
a. Skorpiones
Tubuh berbuku-buku dan juga beruas-ruas, berbisa dan
memiliki empat pasang kaki. Contohnya:- Kalajengking (Vejovis sp,
Hadrurus sp, Centrurus sp)- Ketonggeng (Buthus). Hewan ini memiliki
perut beruas-ruas dan ruas terakhir berubah menjadi alat pembela diri (M
Kokali Friska dkk, 2013).
b. Ordo Araneae
Merupakan hewan pemangsa (karnivora) bahkan kadang-
kadangkanibal.mangsa utamnya adalah serangga.mampu menghasilkan
benagsutera yang merupakan helaian serat protein yang tipis namun kuat
dankeluar dari spinneret. Contohnya adalah segala macam laba-laba,
antaralain :- Laba-laba jaring kubah (terdapat di Bostwana, Afrika
Selatan)- Laba-laba primitif Liphistius (di rimba Asia Tenggara)- Laba-
laba penjerat (di Malaysia)- Laba-laba pemburu (di Meksiko)- Laba-laba
srigala- Laba-laba beracun Latrodectes natans dan Laxosceles reclusa -
Tarantula (Rhechostica hentz) (M Kokali Friska dkk, 2013).
1.3 Ciri-ciri Arachnida
1. Tubuh terbagi atas kepala-dada (sefalotoraks) dan perut yang
dapatdibedakan dengan jelas, kecuali Acarina Sefalotoraks dilindungi
oleh bagian yang keras yang disebut carapace.
3

2. Pada bagian kepala-dada tidak terdapat antena, tetapi mempunyai


beberapa pasang mata tunggal, mulut, Kelisera dan pedipalpus
3. Mempunyai 4 pasang kaki pada kepala-dada, sehingga sering
disebutdengan dekapoda
4. Pada abdomen tidak memiliki anggota badan(appendages) jika
ada biasanyakecil dan berfungsi sebagai alat reproduksi, pemintal
jarring dan tidak digunakan untuk alat pergerakan.
5. Alat ekskresi dilengkapi dengan saluranm malphigi dan kelenjar coxal
6. Alat pernafasan berupa trakea, paru-paru buku atau insang buku.
7. Alat kelamin jantan dan betina terpisah, lubang kelamin terbuka
pada bagian anterior abdomen, pembuahan internal (di dalam).
8. Sistem saraf tangga tali dengan ganglion dorsal (otak) dan tali
saraf ventraldengan pasangan-pasangan ganglia.
9. A l a t m u l u t d a n a l a t p e n c e r n a a n m a k a n a n u n t u k m e n g i s a p
s e r t a m e m i l i k i kelenjar racun. Alat mulut dilengkapi dengan
chelicerae dan pedipalpus yang berbentuk capit.
10. H a b i t a t ( t e m p a t h i d u p ) d i d a r a t , p a d a u m u m n ya t e t a p i a d a
p u l a s e b a g a i parasit.
11. System reproduksi terjadi secara seksual yaitu dengan persatuan ovum
dansperma yang terjadi dalam tubuh betina atau di internal.
12. Sistem peredaran darah terbuka dan menggunakan jantung
dan pembuluharteri.jantung pembuluh terdiri dari kantung otot yang
memiliki ostium disetiap ruas.
13. Alat indra terdiri dari 8 buah mata sederhana dan sepasang pedipalpus
yang fungsinya mirip antena.
(M Kokali Friska dkk, 2013).
1.4 Peranan Arachnida
Arachnida bermanfaat untuk pengendalian populasi serangga terutama
seranggah a m a . A k a n t e t a p i h e w a n i n i j u g a b a n ya k m e r u g i k a n
manusia terutama hewan Arachnida misalnya:
a. Caplak menyebabkan gatal atau kudis pada manusia
b. Psoroptes equi menyebabkan kudis pada ternak domba, kelinci, kuda.
4

c. Ododectes cynotis (tungau kudis telinga) menyerang anjing dan kucing.


(M Kokali Friska dkk, 2013).
1.5 Tungau Debu Rumah (Dermatophagoides pteronyssinus)
Debu terdiri atas partikel destrimen yang berasal dari rambut, daki, bulu
binatang, sisa makanan, serbuk sari, skuama, bakteri, jamur dan serangga
kecil. Di dalam debu rumah terdapat tungau debu rumah (TDR) yang banyak
ditemukan pada rumah yang lembab, kasur, bantal, guling, karpet serta
berbagai perabot rumah yang lain. Populasi tungau debu rumah terbanyak
didapatkan pada debu kamar tidur terutama pada debu kasur.
Tungau debu rumah seperti Dermato-phagoides pteronyssinus (D.
pteronyssinus) dan Dermatophagoides farinae (D. farinae) terdapat di
seluruh dunia, namun paling banyak di temukan di negara tropis dan
subtropis. Suatu penelitian yang dilakukan di Pamulang, Tangerang pada
tahun 1996 menunjukkan bahwa spesies ini merupakan tungau debu rumah
yang paling dominan dengan populasi 207/gram debu.
Tungau merupakan komponen alergik utama dari debu rumah dan
merupakan alergen hirup sebagai faktor pencetus timbulnya penyakit alergi
seperti dermatitis atopik, asma bronkial dan rinitis. Suatu penelitian yang
dilakukan di Jakarta pada tahun 2000 melaporkan bahwa 81,73% penderita
asma dan rinitis alergi terhadap spesies D. Pteronyssinus.
Populasi tungau debu rumah bergantung pada faktor-faktor seperti
tinggi rendahnya rumah dari permukaan laut, daerah dengan musim panas
yang lebih panjang dari musim hujan, adanya berbagai macam binatang di
dalam rumah ataupun rumah yang kotor dan banyak debu. Suhu dan
0
kelembaban optimum optimal bagi perkembangan populasi TDR yaitu 25 C–
0
30 C dan kelembaban relatif 70-80 % dengan kelembaban kritis 60-65 %.
0
Perkembangbiakan tungau debu rumah terganggu pada suhu di atas 32 C dan
0
jika tungau di panaskan selama 6 jam pada suhu 51 C dengan kelembaban
udara 60 % maka tungau akan mati (Walangare Kristin R,dkk 2013).
5

Gambar 1. Tungau Debu Rumah (Dermatophagoides pteronyssinus)

1.6 Siklus Tungau Debu Rumah

Gambar 2. Siklus Hidup Tungau Debu Rumah (Dermatophagoides


pteronyssinus)

Tungau debu jantan dan betina punya siklus hidup yang berbeda.
Siklus hidup yang dari Tungau debu jantan berkisar antara 10 - 20 hari
lamanya. Sedangkan siklus hidup dari Tungau debu betina sangat lama, dan
berkisar antara 60 hingga 75 hari tergantung dari apakah betina tersebut
kawin secara aktif atau tidak. Tungau debubetina yang tidak kawin maka dia
tak akan bisa hidup lama, kira - kira mereka hidup hanya sekitar 55 sampai 60
hari. Tungau debu betina dewasa dapat menetaskan telurnya dimana saja
sebanyak 50 hingga 100 telur dalam 4 sampai 6 minggu terakhir dalam
hidupnya. Selama empat minggu, Tungau debu berkembang dari masa larva
dan dewasa hingga tua. Ada enam fase dalam siklus hidup Tungau debu.
6

Fasenya terdiri dari telur, larva dengan enam kaki, nimfa dengan enam kaki,
nimfa dengan delapan kaki (suatu fase yang muncul dua kali) dan tua. Tidak
memakan waktu terlalu lama untuk perkembangan populasi Tungau debu dari
pembentukan hingga mulai mendatangkan malapetaka bagi kesehatan anda
dan kesehatan dari anggota keluarga anda di rumah.

Selama siklus hidup, kedua Tungau debu jantan dan betina


memproduksi jumlah kotoran yang substansial. Dalam istilah berat kotor semi
teknis, seekor Tungau debu dapat mengeluarkan kotoran hingga 20 kali atau
lebih sehari. Mereka juga mengeluarkan partikel makanan yang tidak tercerna
dimana partikel ini mengumpulkan debu dan polutan lain dari udara guna
membantu menambah jumlah kotoran yang mereka produksi di mana pada
akhirnya bisa membuat orang jatuh sakit. Kita sebagai manusia melepaskan
sel kulit mati dan rambut setiap hari dan sel kulit tersebut dan rambut
merupakan tempat Tungau debu mendapat sumber makanan dan berusaha
mencarinya serta rata - rata seseorang melepaskan rambut dan sel kulitnya
setiap hari untuk memberi makan seluruh batalion Tungau debu yang
berjumlah jutaan bahkan lebih.

Tungau debu menyukai tempat yang lembab dan gelap, meski mereka
sangat bisa beradaptasi dengan kondisi kehidupan lainnya dan ditemukan
dapat hidup hampir di seluruh tempat di penjuru dunia ini. Sistem
penghilangan kelembaban dan pendingin ruangan di rumah dapat membantu
mengurangi dan menghilangkan populasi Tungau debu. Jika anda mengalami
suatu alergi yang sebelumnya anda belum pernah alami maka anda perlu
mengunjungi dokter anda untuk melakukan pengujian guna mengevaluasi dan
menentukan apakah gejala yang anda alami mungkin terkait dengan alergi
terhadap Tungau debu. Tungau debu kadang tidak menyebabkan reaksi
alergi, asma dan beberapa gejala yang tidak mengenakkan pada setiap orang.
Faktanya, beberapa orang mungkin tak pernah mengalami reaksi
terhadap Tungau debuyang hadir di kehidupan mereka. Disamping itu,
kebanyakan orang masih memilih untuk membasmi Tungau debu dari tempat
mereka tinggal dan anda bisa menemukan beberapa sumber online yang bisa
membantu anda dalam mempraktekkan beberapa metode yang efektif dan
ampuh dalam membasmi Tungau debu dari rumah anda. Penderita Alergi dan
Asma melihat kemungkinan dari kerumunan Tungau debu sebagai penyebab
meningkatnya wabah alergi dan masalah asmatik. Dengan melakukan langkah
- langkah pembersihan terhadap Tungau debu dari seprei dan kasur lainnya
serta dari permukaan lain di sekitar rumah dapat membantu mengurangi
wabah alergi dan asma bagi banyak orang yang menderita dari kondisi
tersebut.
7

1.7 Definisi Dan Etiologi Rinitis Alergi


Rinitis alergi adalah inflamasi IgE spesifik mukosa hidung setelah
terpapar dengan alergen yang ditandai dengan tiga tanda kardinal yaitu
bersin-bersin, hidung tersumbat, dan rinore/hidung berair. Penyebabnya
sendiri dapat diakibatkan oleh bulu binatang, serbuk sari, kecoa, jamur dan
yang paling sering adalah debu (Walangare Kristin R,dkk 2013).
1.8 Klasifikasi Rinitis Alergi
Klasifikasi terbaru rinitis alergi telah dibuat oleh WAO (World Allergy
Organisation) ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma) yaitu dari
lama gejala dibagi dua, yaitu Intermittent atau dibawah empat hari perminggu
atau dibawah satu bulan dan Persistent atau diatas empat hari perminggu dan
diatas sat bulan. Dari berat gejala dibagi dua juga yaitu ringan jika gejala
tidak mengganggu tidur, aktivitas, olahraga, rekreasi, bekerja, belajar dan
tidak ada gejala yang sangat mengganggu dan sedang sampai berat jika
terdapat satu atau lebih gejala diatas (Walangare Kristin R,dkk 2013).
Salah satu serangga yang terdapat dalam debu adalah Tungau debu
rumah (TDR). Tungau debu rumah paling sering ditemukan pada debu dari
rumah yang lembab, kasur kapuk, bantal, guling, karpet serta perabotan
rumah yang lain. Dapat dikatakan bahwa tidak ada rumah tanpa TDR.
Tungau debu rumah meskipun kecil dan sulit dilihat dengan mata telanjang,
dapat menjadi masalah yang serius bagi kesehatan manusia. Barbagai studi
tentang alergi terhadap debu rumah di seluruh dunia menunjukkan bahwa
TDR mempunyai peran penting dalam pencetus timbulnya reaksi alergi
seperti asma, dermatitis atopik, dan rhinitis. Bagian tubuh TDR yang bisa
menjadi alergen yaitu kutikula, organ seksual dan saluran pencernaan serta
1-24
TDR yang sudah mati serta tinjanya merupakan alergen yang potensial.
Sekitar 4% populasi manusia menunjukkan alergi terhadap TDR.
Kondisi perumahan di Manado semakin menurun selama periode 2009-
2010, dilihat dari menurunnya persentase rumah tangga dengan lantai rumah
bukan tanah turun dari 93,7 % menjadi 88,7 % dan persentase rumah tangga
yang menempati rumah dengan dinding permanen (tembok) jumlahnya
menurun dari 79,5 % menjadi 74,2 %. Kota Manado dilaporkan pada tahun
8

2010 suhu udaranya mencapai antara 25,8°C - 27,0°C dengan kelembaban


25
udaranya rata-rata 80%-87%. Berdasarkan hal diatas dapat dikatakan bahwa
Kota Manado merupakan tempat yang baik untuk TDR berkembang biak
1.9 Patogenesis Alergi dan Rinitis Alergi
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase, yaitu reaksi alergi fase cepat (RAFC)
yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelah kontak
dan reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan
puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktivitas) setelah terpapar alergen dan dapat
berlangsung sampai 24–48 jam. Dalam patogenesisnya, reaksi alergi
dibedakan dalam dua fase yaitu fase sensitisasi dan elisitasi yang terdiri atas
tahap aktivasi dan tahap efektor (Walangare Kristin R, 2013).
1.10 Alergen Tungau Debu Rumah (Dermatophagoides pteronyssinus)
Bagian tubuh TDR yang bisa menjadi alergen yaitu kutikula, organ
seksual, saluran pencernaan dan TDR yang sudah mati serta tinjanya yang
merupakan allergen potensial. Antigen pada D. pteronyssinus terutama di
saluran cerna dan kutikula. Makanan yang masuk ke usus diekskresikan
sebagai antigen yang kuat. Dalam masa 3 bulan kehidupannya, tungau
diperkirakan menghasilkan 2000 partikel tinja, 50 telur, dan 4 kutikula,
sehingga secara tidak langsung memperlihatkan bahwa >95% alergen tungau
berasal dari partikel tinja.
TDR merupakan organisme yang kompleks dan memiliki banyak
variasi protein yang dapat merangsang antibody IgE pada individu yang
poten. Salah satu dari alergen tersebut disebut Der p 1 dan Der f 1. Der p 1
merupakan protease sistein yang memiliki aktivitas enzimatik yang
berhubungan dengan sensitisasi alergi. Alergen tersebut mempunyai berat
molekul (BM) 24 kilodalton (kd). Der p 1 mempengaruhi aktivitas sistein
protease, sehingga menyebabkan deskuamasi sel-sel epitel, lepasnya sitokin
oleh sel epitel, dan membawa alergen melewati lapisan epitel.
Alergen kedua (Der p II, Der f II) berasal dari badan tungau yang
mempunyai BM 15 kd, diameternya 250 μm. Alergen tersebut lebih stabil
pada suhu panas. Der p 2 sangat sedikit berpengaruh pada aktivitas protease,
9

tetapi dapat berikatan dengan IgE. Der p 2 dapat menginduksi imunitas Th2
dengan mengaktifkan TLR4 yang diekspresikan oleh sel epitel bronkial.
Alergen lainnya pada TDR yang lain yaitu alergen III (Der f III) dengan
BM 30 kd dan mempunyai struktur kimia sama dengan tripsin, sedangkan
alergen IV mempunyai BM 60 kd dengan struktur kimia sama dengan
amilase. TDR mengandung alergen dari feses lebih dari 200 kali berat
tubuhnya. Pajanan tungau sebanyak 100-500 tungau per gram atau 10 mg Der
p 1 per gram debu merupakan faktor risiko terjadinya asma. Pajanan lama
dengan 500 tungau per gram debu atau lebih mengakibatkan terjadinya
respons antibodi IgE dan asma (Wiska F. Ponggalunggu, dkk 2015).
1.11 Peranan Tungau Debu Rumah Dalam Proses Terjadinya Rinitis Alergi
Alergen kelompok 1 TDR protease sistein dan aktivitas proteasenya
berkontribusi dalam timbulnya alergi. Kemampuan proteolitik dari Derp 1
dan Derf 1 menyebabkan kerusakan tight junction pada kelompok protein
transmembran okludin dan claudin dan melekat pada reseptor CD23 dan
CD25. Hal tersebut akibatnya menyebabkan pertahanan epitel bocor dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya kontak alergen dengan sel penyaji
antigen. Kerusakan tersebut juga menyebabkan timbulnya respon sel Th2 dan
pelepasan sitokin pro-inflamasi dari sel epitel bronkial, sel mast, dan basofil.
Hal ini menyebabkan timbulnya sintesis antibody IgE dan inflamasi di epitel
paru yang dapat berperan dalam timbulnya asma.
Mekanisme yang jelas tentang bagaimana alergen Der p 2
mempengaruhi sel Th2 masih belum pasti sampai sekarang. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa Der p 2 strukturnya homolog dengan MD2
(lipid binding – kofaktor TLR4), sehingga membentuk inflamasi saluran
napas melalui mekanisme toll like receptor-4 (TLR4). Der p 2 yang
dimurnikan dari TDR mengandung sedikit lipopolisakarida (LPS) dan dapat
mengaktivasi TLR4 yang tidak mengandung MD2, jadi dalam hal ini LPS-
Der p 2 mungkin mirip dengan LPS-MD2 dalam mengaktivasi TLR4.
Rekombinan Der p 2 yang tidak memiliki LPS tidak mengaktifkan jalur
tersebut. Sensitisasi saluran napas oleh Der p 2 (0,1 μg) dalam kondisi rendah
paparan LPS (0,026 pg) dapat menyebabkan toleransi pada mencit wild type
10

dan mencit defisit MD, tetapi tidak terjadi pada mencit defisit TLR4. Karena
Der p 2 meniru fungsi MD2, akibatnya Der p 2 menampilkan adjuvan yang
penting dalam respons alergi TDR. Penelitian lain menunjukkan bahwa Der p
2 merangsang sel-sel otot polos saluran pernapasan melalui mekanisme TLR
4-independent.
Penelitian oleh Sundaru menunjukkan bahwa paparan TDR
menimbulkan sensitisasi asma pada 77% responden yang diteliti. Di negara
tertentu seperti Korea, TDR merupakan alergen inhalan yang paling penting
dan memiliki tingkat paparan yang signifikan. Lebih dari 31 alergen
merupakan hasil ekstraksi dari TDR. Hal ini menunjukkan TDR merupakan
salah satu penyebab penting timbulnya alergi (Widiastawan Kadek A.W., dkk
2015).
11

DAFTAR PUSTAKA

Faiza Hubungan antara lama penggunaan kasur kapuk dengan jumlah populasi
tungau debu rumah di perumahan PJKA Kelurahan Randusari Semarang
(Skripsi) Universitas Diponegoro : 2006
Hadi S. Hubungan kepadatan tungau debu rumah dengan derajat penyakit
dermatitis kontak (Tesis) Semarang Universitas Dipenegoro 2002
Ichsan ES. Tungau debu rumah yang di isolasi pada rumah penduduk di
kelurahan Sario Tumpaan kecamatan Sario kota Manado periode
November 2001 – Januari 2002. Manado: Universitas Sam Ratulangi;
2002.
M Kokali Friska, Angel Sorisi dan Viktor Pijoh, (2013). Tungau Debu Rumah Di
Kelurahan Ranotana Weru Kecamatan Wanea Kota Manado 977-980
Natadisastra D, Agoes R. ParasitologiKedokteran Ditinjau Dari Organ Tubuh
Yang Diserang. Jakarta EGC : 2009
Sungkar S. Aspek Biomedis Tungau Debu Rumah. Majalah Kedokteran Indonesia,
Volum: 54, Nomor: 6, Juni 2004.
Walangare Kristin R. , J.S.B.Tuda, dan J.Runtuwene, (2013). Tungau Debu
Rumah Di Kelurahan Taas Kecamatan Tikala Kota Manado 439-444
Widiastawan Kadek A.W., Greta J. P. Wahongan , dan Janno B. B. Bernadus,
(2015). Jenis Dan Kepadatan Tungau Debu Rumah Di Kelurahan
Malalayang Dua Kecamatan Malalayang Kota Manado 733-737
Wiska F. Ponggalunggu , Victor D. Pijoh, dan Greta J. P. Wahongan, (2015).
Jenis Dan Kepadatan Tungau Debu Rumah Pada Beberapa Habitat Di
Rumah Penderita Penyakit Alergi 254-260
Yudopranoto K. Perbandingan populasi tungau debu rumah pada kasur kapuk
dan non-kapuk di perumahan PJKA kelurahan Randusari semarang
selatan jawa tengah. Skripsi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro; 2006.

Anda mungkin juga menyukai