Anda di halaman 1dari 3

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sinusitis merupakan suatu peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus
paranasalis dengan gejala seperti hidung tersumbat, nyeri fasialis dan juga pilek kental
(purulen) (Campbell, 2014). Rinitis pula merupakan suatu peradangan yang terjadi
pada membrana mukosa hidung, yang dapat dibedakan menurut perjalanan penyakit
menjadi rinitis akut dan rinitis kronis. Menurut National Health Interview Survey
(2012), rinosinusitis mempengaruhi sekitar 35 juta orang per tahun di Amerika Serikat
dan memerlukan kunjungan ke praktek dokter sebanyak 16 juta kali per tahun.
Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa 1 dari 7 orang dewasa menderita
sinusitis dengan lebih dari 30 juta pasien didiagnosis setiap tahun pada awal musim
gugur hingga awal musim semi (Brook, 2012). Pada tahun 1996, pengeluaran total
untuk pelayanan kesehatan yang berkaitan langsung dengan rinosinusitis diperkirakan
sebesar 5,8 milyar dollar. Dari angka tersebut, 58,7% (sekitar 3,5milyar dollar)
berkaitan dengan rinosinusitis kronis (Roos, 1999). Meskipun rinosinusitis
kebanyakan disebabkan oleh infeksi virus dan sebagian 14 besar sembuh tanpa terapi
antibiotik, penyakit ini dilaporkan sebagai salah satu dari lima penyakit terbanyak
yang diberi antibiotik dengan hampir 13 juta resep ditulis dokter setiap tahun (FESS,
1996). Di Kanada pada tahun 2003, diperoleh angka prevalensi rinosinusitis kronik
sekitar 5% dengan perbandingan wanita dan pria yaitu 6 banding 4 (6:4), lebih tinggi
pada kelompok wanita (Hamilos, 2000).
Berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps,
penelitian di Belanda pada tahun 1999, menunjukkan bahwa sekitar 8,4% populasi
setidaknya pernah menderita satu episode rinosinusitis akut pertahunnya. Insidensi
kunjungan ke dokter-dokter untuk keluhan rinosinusitis akut di Belanda pada tahun
2000 adalah sekitar 20 per 1000 laki-laki dan 33,8 per 1000 wanita (Fokkens, 2007).
Prevalensi rinosinusitis di Indonesia cukup tinggi, terbukti pada data dari DEPKES RI
tahun 2003, menyebutkan bahwa penyakit tersebut berada pada urutan ke-25 dari 50
pola penyakit peringkat utama. Menurut Elise (2003), menyatakan bahawa di
Indonesia ternyata prevalensi penyakit ini tidak bisa dibilang rendah malah cenderung
menunjukkan peningkatan. Hal ini terbukti dari beberapa penelitian yang
menyebutkan bahwa gejala rinosinusitis di Jawa dan Bali meningkat 7,5 persen
2

pertahun. Berbagai penelitian juga telah dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
prevalensi dan insidensi rinosinusitis. Menurut Soejipto (2007) dalam tulisan
Multazar (2008), data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus
2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada waktu itu adalah 435 pasien, 69%
(300 pasien) menderita rinosinusitis kronis. Di Poliklinik THT-KL RS Hasan Sadikin
Bandung pada periode Januari 2007 hingga Desember 2007 menunjukkan terdapat
168 pasien rinosinusitis (64,29%) dari seluruh pasien Rinologi (Lasminingrum, 2008).
Di Departemen THT-KL Kedokteran UGM/RS Dr. Sardijito Yogyakarta tahun 2006-
2007 didapatkan 118 pasien rinusinusitis kronis (42%) dari seluruh pasien rinologi
(Dewanti, 2008).
Faringitis yaitu terjadinya radang pada saluran faring, radang tersebut
mengakibatkan menumpuknya sekret sepanjang saluran pernafasan, yang diakibatkan
oleh respon imun non spesifik dari tubuh pada tempat yang terjadi inflamasi akibat
paparan gas sehari – hari yang ditandai dengan adanya kemerahan, bengkak, rasa
panas dan sakit di area inflamasi. Menumpuknya sekret di sepanjang saluran
pernafasan akibat faringitis tersebut dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan
inspirasi. Faringitis merupakan penyakit paling umum yang dapat diderita orang
dewasa maupun anak – anak. Data yang diperoleh dari Ambulatory Medical Care di
Amerika Serikat melaporkan bahwa 6,2 – 9,7 juta pasien yang berkunjung mengalami
faringitis. Prevalensi faringitis pada daerah berkembang didapatkan 5-10 kali kebih
besar, 40- 80% disebabkan oleh virus, dan sisanya diakibatkan oleh infeksi bakteri,
polusi atau paparan zat kimia (Mustafa et al, 2015).
Angka kejadian penyakit infeksi
saluran nafas di Indonesia mencapai 25 %. Infeksi saluran nafas ini mendominasi
infeksi lainnya seperti infeksi saluran cerna, infeksi saluran kemih, kulit bahkan
infeksi sistemik (Kemenkes RI, 2013). Faringitis merupakan salah satu saluran nafas
atas yang paling banyak terjadi (Depkes RI, 2005). Beberapa penyebab faringitis
adalah infeksi (viral, bakterial atau jamur), refluks laringofaring, penyakit inflamasi
atau autoimun, trauma, neoplasma, dan kebiasaan merokok (Claassen., 2012; Ferrara
et al., 2013).
3

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan sinusitis dan faringitis?

C. Tujuan Penulisan
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan sinusitis dan
faringitis

Anda mungkin juga menyukai