Translate Journal Reading Dakriosistitis
Translate Journal Reading Dakriosistitis
Pendahuluan
Sistem ekskresi lakrimal mengalirkan air mata dari mata ke rongga hidung. Apabila
sistem drainase lakrimal tertutup, akan terjadi penumpukan air mata yang dapat
mengakibatkan dakriosistitis. Sistem ekskresi lakrimal rentan terhadap infeksi dan
peradangan karena saluran membran mukosa ini melekat dengan 2 permukaan (konjungtiva
dan mukosa hidung) yang seringkali menjadi tempat kolonisasi bakteri.
Dakriosistitis dapat akut atau kronis. Dakriosistitis akut ditandai dengan nyeri yang
tiba-tiba dan kemerahan di wilayah kantus medial. Onset berbahaya dari epifora merupakan
tanda dari peradangan atau infeksi kronis pada sakus lakrimal.
Patofisiologi
Dakriosistitis lebih umum terjadi pada sisi kiri daripada sisi kanan. Hal ini mungkin
disebabkan oleh duktus nasolakrimalis dan fossa lakrimalis kanan membentuk sudut yang
lebih besar daripada sisi kiri. Ektodermis di wilayah fisura naso-optik berada di dalam
mesenkim di antara bagian lateral hidung dan prosesus maksilaris. Kemudian membentuk
saluran dan terbuka pada forniks konjungtiva dibelakang vestibulum nasalis. Terkadang
muara ke dalam rongga hidung ini tidak terbuka dengan baik ketika lahir. Hal ini
menimbulkan blok duktus nasolakrimalis kongenital. Saluran sistem ekskresi lakrimal
dimulai dari bagian superior mata lalu bercabang dan bergabung kembali untuk membentuk
lumen yang tidak terputus. Terdapat sebuah lipatan mukosa yang disebut katup Rosenmuller
dan merupakan persimpangan sakus lakrimal dan kanalikulus komunis. Katup Hasner terletak
di persimpangan duktus dengan mukosa hidung.
Individu dengan bracycephalic memiliki insidensi dakriosistitis yang lebih tinggi dari
dolicocephalic atau mesocephalic. Hal ini disebabkan karena tulang kepala bracycephalic
memiliki diameter inlet yang lebih sempit ke duktus nasolakrimalis, duktus nasolakrimalis
yang lebih panjang dan fossa lakrimalis yang lebih sempit. Selanjutnya pasien dengan
hidung datar dan wajah sempit berada pada risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
dakriosistitis, yang kemungkinan disebabkan oleh kanal osseus yang sempit.
1
Morbiditas
Dakriosistitis akut, dapat menyebabkan abses sakus lakrimal dan penyebaran infeksi.
Keadaan ini merupakan kondisi yang serius. Dakriosistitis kronis menyebabkan, paling
utama, robekan kronis dan kebocoran airmata dan jarang berhubungan dengan morbiditas
berat. Dakriosistitis kongenital jika tidak segera diobati dapat menjadi parah dan
menyebabkan selulitis orbital, abses otak, meningitis, sepsis dan kematian. Dakriosistitis
yang terjadi bersamaan dengan amniontocoele, dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.
Namun, kebanyakan kasus menimbulkan mata sembab dan mata berair serta perlengketan
bulu mata.
Gejala klinis
Manifestasi dakriosistitis akut adalah nyeri mendadak, eritema dan edema di regio
sakus lakrimalis. Terdapat nyeri tekan di daerah kantus medial dengan epifora. Pasien
biasanya mengalami demam. Sakus dapat ruptur dan membentuk fistula pada kulit, yang akan
menutup beberapa hari setelah terjadi drainase. Kongesti konjungtiva dan selulitis preseptal
seringkali terjadi bersamaan dengan dakriosistitis akut. Sekuele serius dari keadaan ini
adalah perluasan infeksi ke orbital dengan pembentukan abses dan selulitis orbital. Selulitis
terjadi karena pecahnya dinding sakus lakrimal ke jaringan lunak sekitar. Gejala yang terlihat
berupa peradangan pada mata yang nyeri dengan motilitas terbatas, pupil abnormal dan
penurunan tajam penglihatan. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutaan dan, jarang terjadi
jika tidak diobati, trombosis sinus kavernosus dan kematian.
Dakriosistitis kronik muncul sebagai robekan karena obstruksi aliran airmata dan
infiltrat karena penumpukan debris dan sel epitel. Hal ini dapat terjadi bersamaan dengan
konjungtivitis karena toksin stafilokokus. Ketajaman visus berubah karena adanya
abnormalitas tear film atau iregularitas permukaan kornea yang disebabkan oleh peradangan
kronis. Kantus medial yang terlalu penuh dapat terlihat sebagai distensi sakus lakrimal yang
disebabkan infeksi sakus lakrimal.
2
Dakriosistitis kongenital biasanya bermanifestasi sebagai mata berair, bulu mata
lengket dan konjungtivitis.
Penyebab
Pada dakriosistitis kongenital, kanalisasi tidak sempurna dari duktus nasolakrimalis
pada katup Hasner merupakan penyebab dari sebagian besar kasus bersama dengan infeksi
neonatal. Organisme yang paling umum yang diisolasi dari sakus lakrimal anak adalah
Staphylococcus aureus, Hemophilus influenzae, Streptokokus beta-hemolitik. Staphylococcus
aureus yang resisten terhadap methicillin lebih sering ditemukan pada pasien dengan
dakriosistitis akut daripada dakriosistitis kronik. Patologi hidung termasuk meatus inferior
yang tidak elastis, hipertrofi konka inferior, deviasi septum hidung, polip hidung dan rinitis
alergika merupakan predisposisi untuk terjadinya dakriosistitis. Kelainan struktural pada
wajah medial juga harus dipertimbangkan sebagai potensial penyebab.
Selain gangguan hidung seperti sinusitis, rinitis hipertrofik, tumor hidung, tumor
ethmoidal, pembesaran konka, deviasi septum dapat menjadi predisposisi timbulnya
dakriosistitis, sindrom Ectrodactyly-Ectodermal dysplasia-Clefting (EEC) juga dapat menjadi
predisposisi dakriosistitis. Gangguan pada mata yang menimbulkan infeksi sakus lakrimal
jarang ditemukan pada populasi. Sel udara ethmoid di sisi lain berhubungan erat dengan
sakus lakrimal dan merupakan sumber infeksi pada umumnya.
Organisme aerob yang paling umum terisolasi dalam kasus dakriosistitis adalah S
epidermidis, S aureus, Streptococcus dan Pneumococcus. Organisme anaerob yang paling
umum adalah Peptostreptococcus, Propionibacterium dan Prevotella. Bakteri gram negatif
yang umumnya terisolasi adalah E coli dan infeksi oleh kelompok mikroorganisme ini
ditandai dengan gejala discharge berlebih.
Pembentukan dacryolith dapat terjadi pada hampir 15% dari pasien dengan
dakriosistitis dan lebih sering terjadi pada pasien dengan akut dakriosistitis. Ketika tumor
muncul dalam kantung lakrimal, tumor tersebut umumnya bersifat epitelial. Laki-laki lebih
cenderung untuk tumor epitel. Tumor non epitel yang paling umum adalah limfoma.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk dakriosistitis pada umumnya berupa selulitis preseptal,
selulitis orbital, kalazion, konjungtivitis, episkleritis dan (jarang) karsinoma sel basal pada
kelopak dan karsinoma sel skuamosa. Diagnosis banding dibuat berdasarkan pada anamnesis
menyeluruh dan hasil pemeriksaan.
3
Pemeriksaan
Diagnosis dakriosistitis ditegakkan berdasarkan klinis dalam kebanyakan kasus. Hitung
darah dapat menunjukkan leukositosis dalam kasus-kasus infeksi akut. Tes antibodi anti
sitoplasmik neutrophilic dapat berguna untuk menyingkirkan Wegeners granulomatosis.
Pencitraan jarang diperlukan. Tetapi pencitraan dapat mengungkapkan pembesaran sakus
atau benda atau massa asing dalam kebanyakan kasus. Kasus post-trauma atau kasus yang
dicurigai menyamarkan keadaan malignansi atau massa harus dievaluasi dengan CT scan.
MRI berguna dalam mengidentifikasi pasien dengan diverticuli sakus lakrimal.
Dakriosistografi dan dakriosintigrafi berguna untuk mendeteksi kelainan anatomi. Substraksi
DCG dengan CT scan juga berguna dalam memahami fitur anatomi sakus lakrimal dan
struktur sekitarnya. Fluorescein dye disappearance test berguna di klinik terutama pada
penderita yang tidak bisa dilakukan syringe di klinik. Retensi yang lamadari zat warna,
biasanya lebih dari 3-5 menit, menunjukkan perlambatan proses drainase. Tes Jones berguna
untuk membedakan blok fungsional dari blok anatomi. Endoskopi hidung berguna untuk
menyingkirkan hipertrofi dari turbinate inferior, deviasi septum dan penyempitan meatus
inferior.
Tatalaksana
Medis
Dakriosistitis akut membutuhkan pengobatan dengan antibiotik sistemik. Jika terdapat
selulitis orbital nosokomial maka pemberian antibiotik sangat diperlukan. Antibiotik
spektrum luas yang dapat digunakan untuk Staphylococcus yang resisten terhadap penisilin
adalah kloksasilin yang dapat diberikan secara intravena dalam kasus selulitis orbital. Untuk
abses dengan impending drainase dapat dilakukan insisi pada kulit. Eksplorasi bedah dan
drainase harus dilakukan untuk penumpukan fokal pus.
Dalam kasus infeksi purulen dari sakus lakrimal dan kulit, dapat digunakan antibiotik
oral seperti Augmentin. Bedah pengobatan dengan dakriosistorinostomi akan diperlukan
setelah proses peradangan hilang.
Tindakan Bedah
Tindakan bedah berupa dakriosistorinostomi (DCR) diperlukan dalam sebagian besar
kasus. Dalam kasus dakriosistitis akut, DCR eksternal sebaiknya dilakukan setelah proses
inflamasi menghilang.
4
DCR dapat dilakukan dengan pendekatan endonasal dengan atau tanpa laser. Eksternal
DCR memiliki tingkat keberhasilan tertinggi mencapai hampir 95-98%. Endonasal DCR
memiliki tingkat keberhasilan sedikit lebih rendah karena ostium dibuat lebih kecil dan
memiliki lebih besar kesempatan untuk terjadi penyumbatan. DCR dengan laser dapat
dilakukan melalui pendekatan transcanalicular juga menggunakan KTP atau laser CO2.
Tingkat keberhasilan tidak terlalu tinggi, sekitar 80- 85% dan intubasi adalah tambahan yang
berguna dalam kasus ini. Balon dacryoplasty memiliki peran dalam stenosis fokal terbatas
atau oklusi dari duktus nasolakrimalis. Stenting atau intubasi dapat dilakukan terutama pada
anak-anak dan dalam kasus-kasus dengan operasi gagal sebelumnya atau infeksi akut. Stent
dilepas biasanya sekitar 2-4 bulan setelah penempatan.
Komplikasi operasi DCR dapat berupa perdarahan. Hal ini dapat dihindari dengan
penggunaan cottonoids yang direndam dalam adrenalin dan diberikan pada hidung dalam
bentuk nasal pack atau gelfoam. Vena angularis merupakan tempat yang paling umum dari
perdarahan dan ini dapat dihindari dengan diseksi secara hati-hati selama operasi. Kebocoran
CSF dapat jarang terjadi dan bisa menjadi komplikasi serius. Hal ini terjadi karena fossa
kranial anterior dan plat kribiformis berkisi tepat di atas tendon kantus medial. Kegagalan
DCR terjadi paling sering karena osteotomy yang tidak memadai atau penutupan fibrosa dari
pembukaan bedah. Tindakan probing dapat dilakukan untuk memperbesar pembukaan.
Dakriosistitis kongenital biasanya sembuh dengan manajemen konservatif pada banyak
kasus. Pemijatan sakus adalah manajemen pertama sebelum probing. Sekitar 10 pijatan harus
dilakukan 2- 4 kali sehari. Tujuannya adalah untuk meningkatkan tekanan hidrostatik untuk
membuka obstruksi membran. Drop antibiotik seperti Vanmycetin atau Ciprofloxacin
diresepkan jika ada regurgitasi mukopurulen. 80- 95% dari anak sembuh dalam 1 tahun
dengan perawatan ini. Ideyang baik untuk mengambil swab dan mengirimkannya untuk
pemeriksaan mikrobiologi.
Kontroversi yang dapat dipertimbangkan adalah waktu dari probing. Manajemen
konservatif dengan pijat bisa dilakukan dengan aman hingga umur 1 tahun; alasannya karena
sebagian besar kasus (96%) akan sembuh dalam tahun pertama kehidupan. Keberhasilan
probing menurun setelah usia 1 tahun. Oleh karena itu pada anak usia 1 tahun atau lebih,
yang terbaik adalah untuk merekomendasikan probing ke orang tua. Probing awal dilakukan
jika anak sangat simtomatik atau butuh intervensi bedah intraokular. Kadang-kadang
infracture dari konka inferior diperlukan jika blok berada di luar NLD. Sekitar 5 sampai 10%
dari probing tidak berhasil dan probing ulang dapat dilakukan kapan saja, sebaiknya setelah 6
minggu, jika gejala terus berlangsung.
5
Intubasi duktus nasolakrimalis menggunakan stent silikon direkomendasikan setelah
gagal probing kedua atau ketika pasien berumur lebih dari 18 bulan atau ketika ada stenosis
canalicular. Dilakukan sendiri, tingkat keberhasilan telah dilaporkan 82,5%, sedangkan dalam
kombinasi dengan infracture dari yang konka inferior dapat mencapai 97%. Tabung bisa
dibiarkan di tempat selama 3 sampai 6 bulan.
Dilatasi balon kateter adalah prosedur tambahan yang berguna dalam kasus-kasus
dengan obstruksi NLD inkomplit, di mana probing telah gagal terutama pada anak yang
berumur lebih dari 13 bulan. Inflasi dilakukan di wilayah duktus nasolakrimalis dan pada sac
duct junction. Metode ini invasif minimal, memiliki tingkat keberhasilan lebih dari 90% dan
tidak meninggalkan bekas luka eksternal.
Eksternal DCR dilakukan dalam kasus-kasus gagal probing atau intubasi dan kasus
anomali kraniofasial parah. Ini sebaiknya dilakukan di luar usia 1 tahun, biasanya umur 3-4
tahun. Ostium harus minimal 1 cm. Kegagalan biasanya terjadi karena obstruksi anatomi oleh
jaringan granulasi. Tingkat kesuksesan bervariasi antara 79- 96%.
Endoskopi DCR juga telah dilakukan pada anak-anak dengan hasil yang baik
dibandingkan dengan yang diperoleh pada orang dewasa. Dilaporkan tingkat kesuksesan
mencapai 76-88%
Langkah Probing
6
Gambar 3: kelopak atas kemudian ditarik Gambar 6: Syringing dilakukan untuk
lateral untuk membuat kanalikuli lurus dan mengkonfirmasi patensi dari bagian lakrimal.
probe dimasukkan sampai terasa terhenti Fluorescein dapat ditanamkan dalam cairan
keras. dan syringing dilakukan.
7
Langkah DCR
8
Gambar 7: cat paw retractor digunakan untuk Gambar 11: mukosa hidung kemudian
menarik jaringan-jaringan secara medial dipotong untuk menaikkan flap yang berengsel
superior
9
Gambar 15: flap dapat dibentuk sebagai flap Gambar 17: Kulit dijahit dengan benang 6-0
anterior dan posterior. Flap posterior dapat prolene dan nasal pack diganti dengan yang
diinsisi dan flap anterior dapat dijahit bersama- kering
sama dengan benang 6-0 vicryl jahitan
absorbable.
10