Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN STEMI

(ST Elevation Myocardial Infarction)

A. Definisi
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan
nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG.
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu
spektrum sindroma koroner akut yang paling berat. Sindroma koroner akut
(SKA) merupakan satu subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK).

B. Tanda dan Gejala


Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada
substernum yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang
dijalarkan ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa
tidak enak di dada. IMA sering didahului oleh serangan angina pektoris pada
sekitar 50% pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa
jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya
tidak banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat
dan lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis. Silent AMI ini terutama
terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien
berusia lanjut.

1
C. Pohon Masalah

Faktor penyebab
injuri vaskular:
Endapan lipoprotein di Endapan lipoprotein di
1. Merokok
tunika intima tunika intima
2. Hipertensi
3. Akumulasi lipid

Lesi komplikata Flaque fibrosa Invasi dari akumulasi


dari lipid

Aterosklerosis Penyempitan/ obtruksi Penurunan suplai darah


arteri koroner ke miokard

Ketidakefektifan perfusi Tidak seimbang kebutuhan


Iskemia
jaringan perifer dengan suplai oksigen

Penurunann Infark Miokard Metabolisme anaerob


kontraktilitas miokard meningkat

Komplikasi:
Kelemahan miokard 1. Gagal jantung kongesti Asaam laktat mengkat
2. Perikarditis
3. Ruptur jantung
Vol akhir diastolik Nyeri dada
4. Aneurisma jantung
ventrikel kiri
5. Defek septum ventrikel
6. Disfungsi otot papilars
Tekanan atrium kiri 7. Tromboembolisme

Tekanan vena pulmonalis


meningkat Nyeri akut Kurang informasi

Tidak tahu kondisi dan


Hipertensi kapiler paru Odem paru
pengobatan (klien dan
keluarga bertanya)
Penurunan curah jantung Gangguan
pertukaran gas Kurang pengetahuan
Ansietas
Suplai darah ke jaringan
tidak adekuat Kemahan fisik Intoleransi aktivitas

2
D. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam
tatalaksana pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi
reperfusi. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah
creatinin kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang
dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien
STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini juga akan
diikuti peningkatan CKMB.
Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST
dan gejala IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan
nilai enzim diatas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis
jantung.
1. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
2. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn
T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase
(CK), Lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard
adalah leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam
setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai
12.000-15.000/ul. Selain itu pemeriksaan penunjang juga dilakukan dengan
Vektokardiografi, Angiografi dan Skintigrafi talium.

E. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi
reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet,
memberi obat penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam
tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan ESC
tahun 2008, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-

3
masing tempat dan kemampuan ahli yang ada (Sudoyo AW dkk, 2010; Fauci
et al, 2010).
1. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi
oksigen <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama.
2. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan
dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
 Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan
analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit
sampai dosis total 20 mg.
 Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan
A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di
ruang emergensi. Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162 mg.
 Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada,
pemberian penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa
diberikan adalah metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis,
dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali permenit, tekanan darah
sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari
10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama
48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam (Sudoyo AW dkk,
2010).

F. Anamnesa
1. Aktifitas
Gejala : Kelemahan, kelelahan
Tanda : Takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2. Sirkulasi

4
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah
tekanan darah, diabetes mellitus
Tanda :
a) Tekanan darah, dapat normal / naik / turun, perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.
b) Nadi: Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(disritmia).
c) Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau
komplain ventrikel.
d) Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
jantung
e) Friksi ; dicurigai Perikarditis.
f) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
g) Edema: Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema
umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
h) Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa
atau bibir
3. Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan,
khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri.
4. Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5. Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar
Tanda : berkeringat, muntah, perubahan berat badan
6. Higiene
Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan

5
7. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat)
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
b) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat
menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
c) Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.
d) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman
nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes
mellitus, hipertensi, lansia
9. Pernafasan
Gejala : dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat, dispnea nokturnal,
batuk dengan atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit
pernafasan kronis.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat,
sianosis bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum.

G. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan
pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu
penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi
kekuatan, dan kebutuhan klien. Serta merumuskan diagnosis
keperawatan.

6
a) Identitas klien yang meliputi : nama, jenis kelamin, umur,
agama / kepercayaan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, no register, no kamar, dan diagnosa medis
b) Data fisiologis : keluhan utama atau riwayat keluhan utama
c) Riwayat kesehatan/penyakit sekarang
d) Riwayat kesehatan masa lalu atau riwayat penyakit dahulu
e) Riwayat kesehatan/penyakit keluarga
f) Riwayat psikososial
2. Pemeriksaan Fisik
3. Kebutuhan Fisik, Psikologi, Sosial dan Spiritual
4. Analisis data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk
menentukan masalah klien. Analisa merupakan proses intelektual
yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengklasifikasi
data, mengelompokkan, mengkaitkan, menentukan kesenjangan
informasi, membandingkan dengan standart, menginterpretasikan
serta akhirnya dapat membuat kesimpulan tentang masalah itu.

H. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen injuri biologis (iskemia dan infark jaringan
miokard dan sumbatan arteri di otot jantung)
2) Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi (infark ditandai
dengan sesak nafas)
3) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum

I. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen injuri biologis (iskemia dan infark jaringan
miokard dan sumbatan arteri di otot jantung)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
pasien tidak mengalami nyeri dengan kriteria hasil:

7
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
Intervensi
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi napas dalam,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

8
2) Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi (infark ditandai dengan
sesak nafas)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria
hasil:
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
 Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)
Intervensi
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
 Berikan bronkodilator
 Berikan pelembab udara
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenase
 Monitor vital sign
 Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik
relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
 Ajarkan bagaimana batuk efektif
 Monitor pola nafas

9
3) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR
 Mampu melakukan aktivitas sehari hari secara mandiri
 Keseimbangan aktivitas dan istirahat
Intervensi
 Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
aktivitas
 Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
 Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
 Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
 Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan
hemodinamik)
 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
 Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang tepat.
 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan
 Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial
 Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang

10
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual)

11
TERAPI TROMBOLITIK

A. Definisi
Terapi trombolitik adalah penggunaan obat-obatan untuk menghancurkan
atau melarutkan gumpalan darah, yang merupakan penyebab utama serangan
jantung dan stroke. Obat-obatan trombolitik telah disetujui untuk pengobatan
segera dalam kasus stroke dan jantung. Obat yang paling umum digunakan
untuk terapi trombolitik adalah tissue plasminogen activator (tPA), namun
obat-obatan lain dapat melakukan hal yang sama.

B. Peranan Trombolitik Pada Pengobatan Penyakit Kardiovaskular


Gumpalan darah dapat menyumbat arteri yang menuju jantung. Ini dapat
menyebabkan serangan jantung, saat sebagian otot jantung mati karena
kekurangan oksigen yang dibawa oleh darah.
Trombolitik bekerja dengan melarutkan gumpalan besar dengan cepat. Ini
membantu memulai lagi aliran darah ke jantung dan membantu mencegah
kerusakan pada otot jantung. Trombolitik dapat mencegah serangan jantung
yang seharusnya fatal.
Pada beberapa rumah sakit, dokter melakukan terapi trombolitik di ICU,
namun pada kasus lain trombolitik dapat dilakukan di unit perawatan yang
memahami pengobatan dan potensi komplikasi. Obat-obatan trombolitik dapat
diberikan dengan dua cara: melalui infus intravena, atau melalui kateter
panjang yang ditujukan ke gumpalan melalui pembuluh arteri atau vena. Pada
kasus gawat darurat, ahli bedah vaskular sering memilih metode intravena
karena lebih cepat dan aman untuk dilakukan di luar rumah sakit. Apabila
dokter memilih untuk menujukan kateeter langsung ke gumpalan, ujung kateter
dapat ditempatkan pada pembuluh darah menuju otak, paru-paru, jantung,
lengan, atau kaki tergantung pada lokasi gumpalan tersebut.

C. Faktor Penentu Pemberian Trombolitik:


 Usia (pasien lansia memiliki risiko lebih tinggi untuk komplikasi)
 Gender

12
 Riwayat medis (termasuk riwayat serangan jantung, diabetes,
tekanan darah rendah, atau peningkatan detak jantung)

D. Pantangan Pemberian Trombolitik


Pemberian Trombolitik tidak boleh dilakukan apabila pasien mengalami :
 Cedera kepala yang baru-baru ini terjadi
 Masalah pendarahan
 Bisul yang berdarah
 Kehamilan
 Operasi yang belum lama dilakukan
 Menggunakan pengencer darah seperti Coumadin
 Trauma
 Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol

13
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. H. (2015). NANDA internasional. Diagnosis Keperawatan : Definisi


dan Klasifikasi 2015-2017. alih bahasa Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Estu
Tiar, editor bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta : EGC.

Kusuma, Hardhi dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 1&2. Yogyakarta :
Mediaction

NANDA. (2015). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2015-2017.


Philadelphia: NANDA International.

Nazmah A. (2012). Panduan Belajar Membaca EKG. Jakarta: CV. Trans Info
Media

Samiadi, Lika Aprilia. 2017. Apa Itu Trombolitik?. Tersedia (Online)


https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/serangan-jantung/apa-itu-trombolitik/
diakses pada 19 April 2018 pukul 05.50 WIB

14

Anda mungkin juga menyukai