Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akibatnya perhatian terhadap epistemologi keilmuan Islam pun kerap terlupakan dan
bagi sebagian orang dianggap kurang menarik dipelajari. Alasannya cukup sederhana; upaya
pengembangan ilmu pengetahuan dalam lingkup kajian epistemologi keilmuan Islam kerap
mengalami stagnasi. Sebaliknya, tradisi epistemologi keilmuan Barat justru telah banyak
melahirkan bermacam-macam ilmu pengetahuan (sains). Berbagai prestasi temuan di bidang
IPTEK tingkat dunia -khususnya sejak abad renaissance hampir semuanya ditemukan oleh
para ilmuwan Barat. Temuan sains di dunia Muslim dapat dikatakan sangat sedikit. Para
penemu dalam bidang sains abad ke-20 ini yang muncul dari kalangan dunia Muslim
mungkin baru Abdus Salam di bidang fisika, atau Habibie yang menemukan teori keretakan
pesawat sehingga digelar sebagai Mr. Crack. Sedangkan ribuan jenis temuan sains lainnya
masih didominasi dari ilmuwan Barat. Hal ini menjadi pertanyaan besar, mengapa fenomena
kemandekan temuan sains terjadi di dunia Islam?

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perspektif Islam dalam Ilmu.
2. Bagaimana dalil dan Hadist.
3. Bagaimana Ilmu dalam Tauhid menurut Islam.

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami Konsep Islam dalam Ilmu.
2. Mengetahui dan memahami Perspektif, meliputi etimologi,
terminologi dalam Islam.
3. Mengetahui dan memahami Ilmu Pandangan Tauhid dalam Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu dalam Islam

Khusunya. Endang Saifuddin Anshari (1985) menyitir beberapa pengertian ilmu


(science) dari para pemikir, diantaranya Karl Pearson dalam bukunya Grammar of Science,
merumuskan : ”Science is the complete and consistent description of the facts of experience
in the simplest possible terms” (Ilmu pengetahuan ialah lukisan keterangan yang lengkap dan
konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana atau sesedikit mungkin).
Menyitir definisi Baiquni, Anshari mengatakan bahwa : ”Science sebagai general concensus
dari komunitas ilmuwan”. Unsur-unsur terpenting ilmu meliputi : Sistem, yang berfungsi
untuk membadakan objek kajian ilmu yang satu dengan ilmu lainnya, yang sering diebut
dengan aspek ontologi. Metode, cara yang dipakai ilmuwan untuk memahani objek studi,
yang sering dikenal dengan istilah epistemologi. Fakta, deskripsi tentang gejala-gejala yang
ada pada objek studi, dan

Pengertian ilmu tersebut jika dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana
menjadi: “Ilmu itu tibanya ma‘na sesuatu pada diri, dan berhasilnya diri menyerapinya.”
(Isma’il, 2007). Dari pembahasan di atas maka konsep ilmu dalam definisinya memiliki
kandungan makna sebagai berikut:

1. Pencapaian ilmu melibatkan Allah dan manusia Uraian di atas mengandung makna
bahwa perolehan ilmu selalu melibatkan dua pihak yakni yang memberi dan yang
menerima.. Allah adalah pemberi ilmu dan manusia sebagai yang merimanya

2. Proses epistemologis melibatkan segi aktif dan pasif Secara epistemologis pencapaian
ilmu terdiri atas dua segi yaitu, segi pasif dan segi aktif. Segi pasif nampak dalam kalimat
“the arrival in the soul of the meaning of a thing or an object of knowledge”; dan segi aktif
mengarah kepada manusia sebagai penimba ilmudengan kehendak yang kuat. Pada dasarnya,
ilmu-ilmu yang segi pasifnya lebih kuat dinamakan ilmu makrifat. Sedangkan ilmu
pengetahuan yang segi aktifnya lebih kuat sering disebut dengan sains. Ilmu makrifat inilah
yang lazimnya masuk dalam kategori ilmu-ilmu fardhu ‘ain (Al-Attas, 1981)

B. Epistemologi Ilmu dalam Perspektif Islam


Akan tetapi, suatu kajian pada dimensi non fisiknya, yaitu perilaku, watak dan
eksistensinya dalam berbagai aspek kehidupan, melahirkan ilmu humaniora. Adapun
kajian terhadap ketiga ayat-ayat Tuhan itu yang dilakukan padatingkatan makna, yang
berusaha untuk mencari hakikatnya, melahirkan ilmu filsafat. Dalam kaitan ini, maka
ketiganya padahal hakikatnya saling berhubungan dan saling melengkapi. Ilmu
dipakai untuk memecahkan persoalan-persoalan teknis, filsafat memberikan landasan
nilai-nilai dan wawasan yang menyeluruh, sedangkan agama mengatarkan kepada
realitas pengalaman spiritual, memasuki dimensi yang ilahi. Agama dilihat dari segi
doktrin, kitab suci dan eksistensi kenabian, adalah bidang kajian ilmu agama, akan
tetapi jika dilihat dari pemahaman, pemikiran dan pentafsiran manusia terhadap
doktrin, kitab suci. Proses epistemologis melibatkan segi aktif dan pasif. Secara
epistemologis pencapaian ilmu terdiri atas dua segi yaitu, segi pasif dan segi aktif.
Segi pasif nampak dalam kalimat “the arrival in the soul of the meaning of a thing or
an object of knowledge”; dan segi aktif mengarah kepada manusia sebagai penimba
ilmu dengan kehendak yang kuat. Meskipun secara epistemologi proses pencapaian
ilmu selalu melibatkan dua segi, yakni pasif dan aktif, namun kadar kekuatan kedua
segi tersebut berbeda-beda sesuai dengan tingkat kecerdasan dan jenis-jenis ilmu
yang dipelajari seseorang. (Al-Attas, 1981).

C. Terminologi Ilmu dalam Perspektif Islam

Secara terminologis, ada banyak pandangan tentang definisi atau pengertian


ilmu yang dikemukakan para pemikir muslim, baik klasik maupun kontemporer.
Beragam pandangan mengenai definisi ilmu ini sekaligus menjadi indikasi kuat
betapa sebenarnya umat Islam memiliki perhatian serius terhadap ilmu. Al-Baqillani
mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan tentang objek yang diketahui sebagaimana
apa adanya. Ketika itu ia sampai pada suatu keadaan yang tidak memungkinkan
sesuatu yang dibedakan itu berbeda dengan cara-cara perbedaan itu diperoleh.8 Pada
definisi ini, ilmu dimaknai sebagai sesuatu yang berkaitan dengan pemahaman atau
kesadaran terhadap realitas, sehingga dapat menenangkan jiwa. Pemikir muslim
kontemporer yang cukup konsern dengan masalah keilmuan adalah Syed M. Naquib
al-Attas. Dalam mendefenisikan ilmu, ia berangkat dari sebuah premis bahwa ilmu itu
datang dari Allah swt. dan diperoleh dari jiwa yang kreatif. Sebagai sesuatu yang
berasal dari Allah swt., ilmu didefinisikan sebagai tibanya (hushûl) makna sesuatu
atau objek ilmu ke dalam jiwa pencari ilmu; sedangkan sebagai sesuatu yang diterima
oleh jiwa yang aktif dan kreatif, ilmu adalah tibanya jiwa (wushûl) pada makna
sesuatu atau objek ilmu. Pada definisi yang pertama, titik tekan ada pada Allah swt.
sebagai sumber segala ilmu; sedangkan pada definisi yang kedua, lebih berorientasi
pada manusia yang merupakan si pencari ilmu. Definisi yang dikemukakan oleh al-
Attas di atas dapat mewakili kecenderungan beberapa pandangan yang berbeda dari
banyak pemikir muslim. Hanya saja pengertian di atas lebih terkait dengan proses
pemerolehan ilmu sendiri, yang dalam hal ini digambarkan dengan dua model
prosedur pemerolehan, namun definisi yang lebih memadai tentang makna ilmu dapat
merujuk kepada pemaknaan beberapa ilmuwan seperti halnya al-Baqillani yang
dikemukakan terdahulu. Menurut pengertian yang umum dikemukakan oleh sarjana
muslim, ilmu didefinisikan sebagai pengetahuan sesuatu secara objektif. Pengertian
ini menghendaki bahwa pengetahuan itu harus benar-benar dapat mewakili dari
realitas atau objek yang dikaji, bukan sekadar asumsi, perkiraan, opini terhadap
sesuatu yang terkadang sering kali tidak sama atau tidak sesuai dengan kenyataan
yang sebenarnya ada. Definisi dan pemahaman tentang ilmu dalam tradisi pemikiran
Islam klasik seperti yang dikemukakan di atas hampir serupa dengan pengertian sains
dalam khazanah epistemologi Barat. Sains sebagaimana dipahami pada masa-masa
awal abad ke-19, diartikan sebagai sembarang pengetahuan yang terorganisir (any
organized knowledge).

D. Dalil Ilmu
Dalil meliputi Qur’an dan Hadist dalam Ilmu

Menuntut ilmu itu penting banget karena tanpa ilmu, sedikit sekali yang bisa
manusia perbuat di hidupnya. Karena ilmu memiliki sifat berorientasi ke masa depan.
Allah berfirman dalam Qur’an surah Al-Mujadalah : 11 “Allah akan mengangkat
derajat orang-orang yang beriman dan berilmu ke tingkat derajat yang tinggi”
Dalil Al-Quran Tentang Pentingnya Ilmu
Berikut ini ada beberapa dalil Al-Quran mengenai betapa pentingnya ilmu bagi
manusia, untuk membawa kita selamat dunia akhirat. Simak selengkapnya dibawah
ini.

1. Quran Surah Mujadalah Ayat 11:

‫يِخعرفخبع ار اللبذيِخن خءاخمرنِوُا بمنِركعم خواللبذيِخن رأورتوُا اعلبععلخم خدخرخجاَ ت‬


‫ت خوار ببخماَ تخععخمرلوُخن خخببيِ ررر‬

Artinya :

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang


yang diberi ilmupengetahuan beberapa derajat (Q.s. al-Mujadalah : 11)

2. Quran Surah Ali Imraan Ayat 18:


18 ‫ار أخنلهر خل إبلخهخ إبلل هرخوُ خواعلخمخلئبخكةر خورأورلوُ اعلبععلبم خقاَئبمماَ بباَعلقبعسبط خل إبلخهخ إبلل هرخوُ اعلخعبزيِرز اعلخحبكيِرم‬
‫]بهخد ل‬

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Ali Imraan : 18]

Hadits Tentang Pentingnya Menuntut Ilmu


Terdapat salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya,
dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :

‫ت اا ينتتللللوُنن‬
‫ت امتن بلليوُ ا‬‫ِ نونماَ اتجتننمنع قنتوُمم افيِ بنتي ت‬،‫سنهنل ال لنهل بااه طناريققاَ إانلىَ اتلنجنناة‬ ‫س افياه اعتلقماَ ن‬ ‫سلننك طناريققاَ ينتلتنام ل‬
‫نونمتن ن‬
‫ِ نونذنكنرلهلم اللل افينمللتن‬، ‫ِ نونحفنتتلهلم اتلنمنلئانكةل‬، ‫شينتتلهلم النرتحنمةل‬‫ِ نونغ ا‬،‫ساكيننلة‬ ‫سوُننهل بنتيننلهتم إانل نننزلنتت نعلنتياهام ال ن‬
‫ب اا نوينتنندانر ل‬
‫اكنتاَ ن‬
‫اعتنندهل‬
“Barangsiapa yang menempuh suatu perjalanan dalam rangka untuk menuntut ilmu
maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga. Tidaklah berkumpul suatu kaum
disalah satu masjid diantara masjid-masjid Allah, mereka membaca Kitabullah serta
saling mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka ketenangan dan rahmat
serta diliputi oleh para malaikat. Allah menyebut-nyebut mereka dihadapan para
malaikat.”

Dengan ilmu, kita akan jadi paham dan ikhlas dalam beramal. Dengan ilmu, kita
nggak akan mudah dibohogi orang, dengan ilmu kita juga akan bisa masuk surganya
Allah dan dengan ilmu, segala yang kita inginkan bisa kita raih. Orang berilmu adalah
orang yang tahu bahwa ilmunya masih sedikit dan mau terus menggali ilmu lebih
dalam lagi, dan sebaliknya orang yang sombong adalah orang yang merasa pintar dan
banyak ilmunya.

E. Ilmu Pandangan Tauhid


Dari segi bahasa “mentauhidkan” sesuatu “berarti” menjadikan sesuatu itu
esa. Dari segi Syari‟ tauhid ialah “mengesakan Allah didalam perkara-perkara yang
Allah sendiri tetapkan melalui Nanbi-nabiNya yaitu dari segi Rububiyyah, Uluhiyyah
dan Asma Was Sifat‟.13

Kata tauhid adalah istilah Arab yang secara bahasa bermakna “membuat
menjadi satu” atau “menyatukan”. Pada perkembangannya, di abad tiga belas Imam
Hanbali menambahkan penafsiran tauhid dari teologi ke sisi moral. Abad 19
(Sembilan belas), Muhammad Abduh menerbitkan Risalah Tauhid yang kemudian
diterjemahkan pada tahun 1966 di London menjadi Theology of Unity. Buku ini
berisi diskusi tentang implikasi tauhid, juga sebagai upaya untuk memperkenalkan
kembali masalah-masalah klasik kedalam teologi. Muhammad Abduh berpendapat
“tauhud” adalah ilmu yang membahas “wujud Allah”, yakni meliputi sifat yang wajib
tetap pada-Nya, sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya. Selain itu, Abduh
berargumen bahwa ilmu ini juga mengkaji tentang Rasul Allah, yakni meliputi
keyakinan akan kerasulan mereka, keyakinan akan apa yang ada pada dirinya, apa
yang boleh dihubungkan kepadanya dan apa yang terlarang menghubungkannya
kepada mereka.
Mengesakan Allah (tauhid) dan menolak menyekutukan-Nya (syirik) adalah
doktrin penting dalam Islam, dan masalah ini disepakati oleh seluruh umat muslim.
Tauhid mempunyai beberapa peringkat yaitu ;
(1) tauhid dalam zat Allah, maksudnya adalah Allah esa, tidak ada yang mampu
menyamai Nya.
(2) tauhid dalam penciptaan (Khaliqiyah), maksudnya Allah adalah pencipta
sebenarnya, dan tidak ada pelaku (makhluk) yang bertindak sendiri tanpa ada
pengaruh dari Allah.
(3) tauhid dalam hal rububiyah dan pentadbiran, yakni bahwa alam semesta ini diatur
oleh mudabbir (pengelola) tunggal yaitu Allah.
(4) tauhid dalam penetapan hukum dan perundang-undangan ; maksudnya adalah
hanya Allah yang berhak menetapkan hukum, adapun ulama dan fuqaha yang
menyusun butir-butir perundang-undangan (kodifikasi) yang dibutuhkan
masyarakat muslim. Dalam menyusun ini harus merujuk pada kerangka peraturan
yang telah ditetapkan Allah.
(5) tauhid dalam hal ketaatan, yakni tiada siapapun yang wajib ditaati dan diikuti
perintah-perintah-Nya. Adapun ketaatan kepada selain Allah, harus sesuai dengan
aturan dan perintah-Nya.
(6) tauhid dalam hal kekuasaan pemerintahan ; pengaturan dan kekuasaan
pemerintahan harus sesuai dengan izin Allah dan memperoleh pengesahan-Nya.
(7) tauhid dalam ibadah ; maksudnya adalah ibadah ditujukan hanya kepada Allah
semata.
sam‟iyat, yaitu perkara yang diambil dari Al-Qur‟an dan Hadist dengan yakin.
Sebagian ulama mentraktifkan ilmu tauhid sebagai berikut : “ilmu tauhid yang
menerangkan hukum-hukum syarak dalam bidang i‟tiqad yang diperoleh dari dalil-
dalil yang qat‟i (pasti) yang berdasarkan ketetapan akal, Al-Qur‟an dan Hadist
dengan yakin. Persoalan apa itu Tauhid? “seringkali dijawab dengan ayat-ayat yang
bermaksud bahwa puncak kenyataan tauhid adalah ucapan kalimah Syahadah, dan
sering juga berlaku apabila jawaban itu diungkap tanpa sedikitpun mengetahui makna
ucapan itu. Jika yang ditanya mempunyai lebih pengetahuan maka padanya, Tuhan itu
ialah yang menciptakan sendiri kerajaan-Nya, dan jawaban yang diberi akan berkait
rapat dengan tauhid rububiyah sahaja.
Umatnya senantiasa berusaha menemui beliau untuk mengetahui pokok-
pokok hukum agama, sehingga apabila terdapat sedikit saja persoalan mereka segera
mendapatkan penyelesaiannya.

a. Ketauidan Dari Masa ke Masa

Ilmu yang digunakan untuk menetapkan akidah-akidah diniyah yang di dalamnya


diterangkan segala yang di sampaikan rosul dari Allah tumbuh bersama-sama dengan
tumbuhnya agama di dunia ini. Para ulama‟ disetiap umat berusaha memelihara
agama dan meneguhkannya dengan aneka macam dalil yang dapat mereka
kemukakan.

b. Perkembangan ilmu tauhid di masa Rasulullah saw

Masa Rasulullah saw merupakan periode pembinaan aqidah dan peraturan dengan
prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala masalah yang kabur
dikembalikan langsung kepada Rasulullah saw sehingga beliau berhasil
menghilangkan perpecahan antara umatnya.

c. Perkembangan ilmu tauhid di masa khulafaur rasyidin

Setelah Rasulullah saw wafat, dalam masa khalifah pertama dan kedua, umat Islam
tidak sempat membahas dasar-dasar akidah karena mereka sibuk menghadapi musuh
dan berusaha mempertahankan kesatuan dan kesatuan umat. Tidak pernah terjadi
perbedaan dalam bidang akidah. d. Perkembangan ilmu tauhid di masa daulah
umayyah.

Dalam masa ini kedaulatan Islam bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak
perlu lagi berusaha untuk mepertahankan Islam seperti masa sebelumnya.
Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan
pengertian tentang ajaran Islam. Lebih lagi dengan berduyun-duyun pemeluk agama
lain memeluk Islam, yang jiwanya belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur
agamanya, telah menyusupkan beberapa ajarannya. Kelompok Qadariyah ini tidak
berkembang dan melebur dalam Madzab mu‟tazilah yang menganggap bahwa
manusia itu bebas berbuat (sehingga mereka menamakan dirinya dengan “ahlu al-
adli”), dan meniadakan semua sifat pada Tuhan karena zat Tuhan karena zat Tuhan
tidak tersusun dari zat dan sifat, Ia Esa (inilah mereka juga menamakan dirinya
dengan “Ahlu AtTauhid”).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik
sejumlah kesimpulan sebagai berikut:

Konsep ilmu dalam Islam berbeda dengan konsep ilmu dalam peradaban
Barat. Dalam perdaban barat yang dimaksud denngan ilmu adalah sains. Sementara
dalam konsep Islam sains hanya merupakan salah satu bagian dari ilmu pengetahun.
Dalam Islam proses keilmuan senantiasa melibatkan Allah sebagai sumber ilmu,
sedangkan dalam peradaban Barat proses keilmuan diyakini sebagai murni upaya
manusia.

Ilmu dalam Islam terkait erat dengan adab, sehingga ilmu hanya dapat
diperoleh dengan cara-cara yang beradab, sementara dalam peradaban Barat tidk
demikian.

B. Saran

Umat Islam dalam hal ini dituntut untuk menguasai dan memahami ketiganya.
Pada ayat-ayat qauliyyah, maka dituntut penguasaan ilmu-ilmu agama. Pada ayat-ayat
kauniyyah, maka dituntut penguasaan sains kealaman. Pada ayat-ayat qauliyyah,
maka dituntut penguasaan ilmu-ilmu sosial humaniora

DAFTAR PUSTAKA
Armas, Adnin, MA, 2005, Westernisasi dan Islamisasi Ilmu, dalam Islamia, Th.1 No
6, Juli-September

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, 1981, Islam dan Secularisme, Terj. Karsidjo
Djojosuwarno, Bandung : Pustaka

As’ad, Aly, 2007, Terjemah Ta’limul Muta’allim Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu,
Kudus: Menara

Daud, Wan Mohd Wan, 1998, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib
Al-Attas, Bandung: Mizan

Rosental, Frans, tth, Knowledge Triumphant, The Concept of Knowledge in


Medieval Islam, E.J. Brill: Leiden
Zarkasy, Hamid Fahmy, 2005, Pandangan Hidup slam, Pengetahan dan Pendidikan
Islam, Makalah disampaikan pada Workshop Ilmu Pengethaan dan Pendidikan
di Sekolah Tinggi Lukmanul Hakim, Hidayatullah, Surabaya, 12-13 Agustus

Anda mungkin juga menyukai