PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akibatnya perhatian terhadap epistemologi keilmuan Islam pun kerap terlupakan dan
bagi sebagian orang dianggap kurang menarik dipelajari. Alasannya cukup sederhana; upaya
pengembangan ilmu pengetahuan dalam lingkup kajian epistemologi keilmuan Islam kerap
mengalami stagnasi. Sebaliknya, tradisi epistemologi keilmuan Barat justru telah banyak
melahirkan bermacam-macam ilmu pengetahuan (sains). Berbagai prestasi temuan di bidang
IPTEK tingkat dunia -khususnya sejak abad renaissance hampir semuanya ditemukan oleh
para ilmuwan Barat. Temuan sains di dunia Muslim dapat dikatakan sangat sedikit. Para
penemu dalam bidang sains abad ke-20 ini yang muncul dari kalangan dunia Muslim
mungkin baru Abdus Salam di bidang fisika, atau Habibie yang menemukan teori keretakan
pesawat sehingga digelar sebagai Mr. Crack. Sedangkan ribuan jenis temuan sains lainnya
masih didominasi dari ilmuwan Barat. Hal ini menjadi pertanyaan besar, mengapa fenomena
kemandekan temuan sains terjadi di dunia Islam?
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perspektif Islam dalam Ilmu.
2. Bagaimana dalil dan Hadist.
3. Bagaimana Ilmu dalam Tauhid menurut Islam.
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami Konsep Islam dalam Ilmu.
2. Mengetahui dan memahami Perspektif, meliputi etimologi,
terminologi dalam Islam.
3. Mengetahui dan memahami Ilmu Pandangan Tauhid dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian ilmu tersebut jika dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana
menjadi: “Ilmu itu tibanya ma‘na sesuatu pada diri, dan berhasilnya diri menyerapinya.”
(Isma’il, 2007). Dari pembahasan di atas maka konsep ilmu dalam definisinya memiliki
kandungan makna sebagai berikut:
1. Pencapaian ilmu melibatkan Allah dan manusia Uraian di atas mengandung makna
bahwa perolehan ilmu selalu melibatkan dua pihak yakni yang memberi dan yang
menerima.. Allah adalah pemberi ilmu dan manusia sebagai yang merimanya
2. Proses epistemologis melibatkan segi aktif dan pasif Secara epistemologis pencapaian
ilmu terdiri atas dua segi yaitu, segi pasif dan segi aktif. Segi pasif nampak dalam kalimat
“the arrival in the soul of the meaning of a thing or an object of knowledge”; dan segi aktif
mengarah kepada manusia sebagai penimba ilmudengan kehendak yang kuat. Pada dasarnya,
ilmu-ilmu yang segi pasifnya lebih kuat dinamakan ilmu makrifat. Sedangkan ilmu
pengetahuan yang segi aktifnya lebih kuat sering disebut dengan sains. Ilmu makrifat inilah
yang lazimnya masuk dalam kategori ilmu-ilmu fardhu ‘ain (Al-Attas, 1981)
D. Dalil Ilmu
Dalil meliputi Qur’an dan Hadist dalam Ilmu
Menuntut ilmu itu penting banget karena tanpa ilmu, sedikit sekali yang bisa
manusia perbuat di hidupnya. Karena ilmu memiliki sifat berorientasi ke masa depan.
Allah berfirman dalam Qur’an surah Al-Mujadalah : 11 “Allah akan mengangkat
derajat orang-orang yang beriman dan berilmu ke tingkat derajat yang tinggi”
Dalil Al-Quran Tentang Pentingnya Ilmu
Berikut ini ada beberapa dalil Al-Quran mengenai betapa pentingnya ilmu bagi
manusia, untuk membawa kita selamat dunia akhirat. Simak selengkapnya dibawah
ini.
Artinya :
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Ali Imraan : 18]
ت اا ينتتللللوُنن
ت امتن بلليوُ اِ نونماَ اتجتننمنع قنتوُمم افيِ بنتي ت،سنهنل ال لنهل بااه طناريققاَ إانلىَ اتلنجنناة س افياه اعتلقماَ ن سلننك طناريققاَ ينتلتنام ل
نونمتن ن
ِ نونذنكنرلهلم اللل افينمللتن، ِ نونحفنتتلهلم اتلنمنلئانكةل، شينتتلهلم النرتحنمةلِ نونغ ا،ساكيننلة سوُننهل بنتيننلهتم إانل نننزلنتت نعلنتياهام ال ن
ب اا نوينتنندانر ل
اكنتاَ ن
اعتنندهل
“Barangsiapa yang menempuh suatu perjalanan dalam rangka untuk menuntut ilmu
maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga. Tidaklah berkumpul suatu kaum
disalah satu masjid diantara masjid-masjid Allah, mereka membaca Kitabullah serta
saling mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka ketenangan dan rahmat
serta diliputi oleh para malaikat. Allah menyebut-nyebut mereka dihadapan para
malaikat.”
Dengan ilmu, kita akan jadi paham dan ikhlas dalam beramal. Dengan ilmu, kita
nggak akan mudah dibohogi orang, dengan ilmu kita juga akan bisa masuk surganya
Allah dan dengan ilmu, segala yang kita inginkan bisa kita raih. Orang berilmu adalah
orang yang tahu bahwa ilmunya masih sedikit dan mau terus menggali ilmu lebih
dalam lagi, dan sebaliknya orang yang sombong adalah orang yang merasa pintar dan
banyak ilmunya.
Kata tauhid adalah istilah Arab yang secara bahasa bermakna “membuat
menjadi satu” atau “menyatukan”. Pada perkembangannya, di abad tiga belas Imam
Hanbali menambahkan penafsiran tauhid dari teologi ke sisi moral. Abad 19
(Sembilan belas), Muhammad Abduh menerbitkan Risalah Tauhid yang kemudian
diterjemahkan pada tahun 1966 di London menjadi Theology of Unity. Buku ini
berisi diskusi tentang implikasi tauhid, juga sebagai upaya untuk memperkenalkan
kembali masalah-masalah klasik kedalam teologi. Muhammad Abduh berpendapat
“tauhud” adalah ilmu yang membahas “wujud Allah”, yakni meliputi sifat yang wajib
tetap pada-Nya, sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya. Selain itu, Abduh
berargumen bahwa ilmu ini juga mengkaji tentang Rasul Allah, yakni meliputi
keyakinan akan kerasulan mereka, keyakinan akan apa yang ada pada dirinya, apa
yang boleh dihubungkan kepadanya dan apa yang terlarang menghubungkannya
kepada mereka.
Mengesakan Allah (tauhid) dan menolak menyekutukan-Nya (syirik) adalah
doktrin penting dalam Islam, dan masalah ini disepakati oleh seluruh umat muslim.
Tauhid mempunyai beberapa peringkat yaitu ;
(1) tauhid dalam zat Allah, maksudnya adalah Allah esa, tidak ada yang mampu
menyamai Nya.
(2) tauhid dalam penciptaan (Khaliqiyah), maksudnya Allah adalah pencipta
sebenarnya, dan tidak ada pelaku (makhluk) yang bertindak sendiri tanpa ada
pengaruh dari Allah.
(3) tauhid dalam hal rububiyah dan pentadbiran, yakni bahwa alam semesta ini diatur
oleh mudabbir (pengelola) tunggal yaitu Allah.
(4) tauhid dalam penetapan hukum dan perundang-undangan ; maksudnya adalah
hanya Allah yang berhak menetapkan hukum, adapun ulama dan fuqaha yang
menyusun butir-butir perundang-undangan (kodifikasi) yang dibutuhkan
masyarakat muslim. Dalam menyusun ini harus merujuk pada kerangka peraturan
yang telah ditetapkan Allah.
(5) tauhid dalam hal ketaatan, yakni tiada siapapun yang wajib ditaati dan diikuti
perintah-perintah-Nya. Adapun ketaatan kepada selain Allah, harus sesuai dengan
aturan dan perintah-Nya.
(6) tauhid dalam hal kekuasaan pemerintahan ; pengaturan dan kekuasaan
pemerintahan harus sesuai dengan izin Allah dan memperoleh pengesahan-Nya.
(7) tauhid dalam ibadah ; maksudnya adalah ibadah ditujukan hanya kepada Allah
semata.
sam‟iyat, yaitu perkara yang diambil dari Al-Qur‟an dan Hadist dengan yakin.
Sebagian ulama mentraktifkan ilmu tauhid sebagai berikut : “ilmu tauhid yang
menerangkan hukum-hukum syarak dalam bidang i‟tiqad yang diperoleh dari dalil-
dalil yang qat‟i (pasti) yang berdasarkan ketetapan akal, Al-Qur‟an dan Hadist
dengan yakin. Persoalan apa itu Tauhid? “seringkali dijawab dengan ayat-ayat yang
bermaksud bahwa puncak kenyataan tauhid adalah ucapan kalimah Syahadah, dan
sering juga berlaku apabila jawaban itu diungkap tanpa sedikitpun mengetahui makna
ucapan itu. Jika yang ditanya mempunyai lebih pengetahuan maka padanya, Tuhan itu
ialah yang menciptakan sendiri kerajaan-Nya, dan jawaban yang diberi akan berkait
rapat dengan tauhid rububiyah sahaja.
Umatnya senantiasa berusaha menemui beliau untuk mengetahui pokok-
pokok hukum agama, sehingga apabila terdapat sedikit saja persoalan mereka segera
mendapatkan penyelesaiannya.
Masa Rasulullah saw merupakan periode pembinaan aqidah dan peraturan dengan
prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala masalah yang kabur
dikembalikan langsung kepada Rasulullah saw sehingga beliau berhasil
menghilangkan perpecahan antara umatnya.
Setelah Rasulullah saw wafat, dalam masa khalifah pertama dan kedua, umat Islam
tidak sempat membahas dasar-dasar akidah karena mereka sibuk menghadapi musuh
dan berusaha mempertahankan kesatuan dan kesatuan umat. Tidak pernah terjadi
perbedaan dalam bidang akidah. d. Perkembangan ilmu tauhid di masa daulah
umayyah.
Dalam masa ini kedaulatan Islam bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak
perlu lagi berusaha untuk mepertahankan Islam seperti masa sebelumnya.
Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan
pengertian tentang ajaran Islam. Lebih lagi dengan berduyun-duyun pemeluk agama
lain memeluk Islam, yang jiwanya belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur
agamanya, telah menyusupkan beberapa ajarannya. Kelompok Qadariyah ini tidak
berkembang dan melebur dalam Madzab mu‟tazilah yang menganggap bahwa
manusia itu bebas berbuat (sehingga mereka menamakan dirinya dengan “ahlu al-
adli”), dan meniadakan semua sifat pada Tuhan karena zat Tuhan karena zat Tuhan
tidak tersusun dari zat dan sifat, Ia Esa (inilah mereka juga menamakan dirinya
dengan “Ahlu AtTauhid”).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik
sejumlah kesimpulan sebagai berikut:
Konsep ilmu dalam Islam berbeda dengan konsep ilmu dalam peradaban
Barat. Dalam perdaban barat yang dimaksud denngan ilmu adalah sains. Sementara
dalam konsep Islam sains hanya merupakan salah satu bagian dari ilmu pengetahun.
Dalam Islam proses keilmuan senantiasa melibatkan Allah sebagai sumber ilmu,
sedangkan dalam peradaban Barat proses keilmuan diyakini sebagai murni upaya
manusia.
Ilmu dalam Islam terkait erat dengan adab, sehingga ilmu hanya dapat
diperoleh dengan cara-cara yang beradab, sementara dalam peradaban Barat tidk
demikian.
B. Saran
Umat Islam dalam hal ini dituntut untuk menguasai dan memahami ketiganya.
Pada ayat-ayat qauliyyah, maka dituntut penguasaan ilmu-ilmu agama. Pada ayat-ayat
kauniyyah, maka dituntut penguasaan sains kealaman. Pada ayat-ayat qauliyyah,
maka dituntut penguasaan ilmu-ilmu sosial humaniora
DAFTAR PUSTAKA
Armas, Adnin, MA, 2005, Westernisasi dan Islamisasi Ilmu, dalam Islamia, Th.1 No
6, Juli-September
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, 1981, Islam dan Secularisme, Terj. Karsidjo
Djojosuwarno, Bandung : Pustaka
As’ad, Aly, 2007, Terjemah Ta’limul Muta’allim Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu,
Kudus: Menara
Daud, Wan Mohd Wan, 1998, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib
Al-Attas, Bandung: Mizan