Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENGANTAR

Indonesia merupakan sebuah negeri dengan kekayaan alam yang

melimpah. Kekayaan alam tersebut baik dari dalam perut bumi

maupun dari luar perut bumi. Beberapa kekayaan dari dalam perut

bumi misalnya gas maupun minyak serta bahan tambang lain. Untuk

hasil alam dari luar perut bumi misalnya rotan, kayu, buah, serta,

bunga. Salah satu bunga tanaman yang begitu menarik dan juga

memiliki sejarah panjang di Indonesia salah satunya adalah cengkeh.

Cengkeh berbentuk kerucut piramida dan memiliki cabang-cabang rapat

daunnya kaku berwarna hijau serta berbunga di ujung rantingnya.

Bunga Cengkeh pada awalnya banyak dimanfaatkan sebagai obat serta

sebagai pelengkap upacara keagamaan dan pada awal abad ke-7

cengkeh mulai digunakan sebagai bahan campuran pembuatan rokok

kretek. 1

Cengkeh di Indonesia mulai marak sejak negeri ini masih berupa

kerajaan-kerajaan. Banyak saudagar Asia seperti dari Cina dan Timur

Tengah datang untuk mendapatkan cengkeh. Pada masa tersebut pusat

penghasil cengkeh di Indonesia adalah wilayah Maluku. Menurut

Deinum Cengkeh berasal dari wilayah Maluku, tepatnya di kepulauan

Ternate, Tidore, Motir, Makian, serta Halmahera. Bunga tanaman inilah

1 Danarti. Budidaya dan Penanganan Pasca Panen Cengkih,


(Jakarta: Penebar Swadaya, 1993). hlm. 2-3

1
yang juga kemudian menjadi primadona bagi bangsa Eropa. Bangsa

Portugis berdatangan ke wilayah Maluku tahun 1511 M untuk berburu

komoditas tersebut. Kemudian disusul oleh beberapa bangsa lain seperti

Belanda, Spanyol, Inggris, dan Perancis. Kemudian Bangsa yang paling

banyak memainkan peran besar dalam memonopoli cengkeh adalah

bangsa Belanda. Permainan perdagangan mereka diwakili VOC sebuah

perusahaan dagang milik Belanda. VOC yang saat itu memegang

perdagangan melakukan banyak usaha monopoli dalam perdagangan

cengkeh. Monopoli tersebut dilakukan dikarenakan begitu berharganya

bunga tanaman cengkeh. Peristiwa yang begitu terkenal dalam

monopoli mereka ialah pelayaran Hongi, dimana banyak sekali pohon

cengkeh dimusnahkan pada waktu itu. 2

Komoditas cengkeh mulai tidak terkenal di pasaran internasional

pada awal abad ke-XIX. Cengkeh mulai tergeser dengan beberapa

komoditi unggulan baru. Komoditas baru berupa tebu, tembakau, nila,

serta kopi menjadi primadona baru sejak berakhirnya masa VOC

menguasai perdagangan Indonesia. 3

Setelah VOC bubar di tahun 1800 Berbagai macam kebijakan

pertanian kemudian banyak dimainkan oleh pemerintah Hindia Belanda

secara langsung. Salah satunya adalah di tahun 1830 dicanangkannya

2 Hk. Deinum, Tjengkeh, ( Yogyakarta: Diterjemahkan dan


Diperbanyak oleh PM Pagilaran UGM, 1969 ), hlm. 2-7

3Ricklef M.C, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: PT


Serambi Ilmu Semesta, 2001), hlm. 260-269

2
cultuurstelsel atau kebijakan aturan penanaman. Kebijakan ini

bertujuan untuk meningkatkan komoditas-komoditas ekspor seperti

kopi, the tebu, dan nila. Pada masa tanam paksa ini dari tahun 1833

hingga 1869 produksi tanaman perkebunan seperti gula mencapai 302,2

metrik ton dan untuk kopi mencapai 215 metrik ton. Kemudian di tahun

1870 hingga 1909 ketika undang-undang agrarian di keluarkan dan

membuat banyak perkebunan swasta muncul produksi perkebunan

menjadi naik. Sisi menarik dari di sini adalah juga muncul perkebunan

kecil milik rakyat. Pada periode ini produksi kopi mencapi 259 metrik

ton, gula mencapai 1.213,4 metrik ton, teh 19,4 metrik ton, tembakau

mencapai 221,4 metrik ton, dan kulit kina mencapai 11,4 metrik ton.

Adapun pada masa periode depresi dan perluasan penanaman di ahun

1910 hingga 1939 produksi tanaman-tanman komoditas ini tetap stabil

bahkan beberapa mengalami kenaikan. Kopi pada periode ini

berproduksi mencapai 29,7 metrik ton, gula 5528,5 metrik ton, karet

500,1 metrik ton, teh 166,4 metrik ton, tembakau 330,6 metrik ton,

kelapa sawit 156,6 metrik ton, kina 29,7 metrik ton. 4 Tanaman-

tanaman perkebunan ini terus menjadi primadona dan perhatian

melupakan tanaman-tanaman lama yang pernah berjaya seperti lada

cengkeh dan pala. cengkeh belum mampu menjadi komoditi yang

menarik kembali.

4Pieter Creutzberg, Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia, (Jakarta :


Yayasan Obor Indonesia,1987), hlm. 137-150

3
Pasca kemerdekaan Indonesia cengkeh belum juga menjadi

komoditi andalan lagi. Baru ketika pada masa pemerintahan Presiden

Soeharto komoditas ini menjadi primadona kembali dalam kancah

perdagangan komoditas pertanian. Pada periode tahun 1970-an hingga

1990-an cengkeh mengalami banyak pasang surut lagi dalam drama

komoditas pertanian di Indonesia. Pada tahun 1970-an cengkeh masih

harus diimpor dari luar negeri, hal ini dilakukan karena produksi dalam

negeri belum mampu menyangga kebutuhan cengkeh dalam negeri. Apa

yang dilakukan pemerintah pada awalnya adalah dengan Program

Repelita. Program ini disebut sebagai Intensifikasi dan ekstensifikasi

tanaman cengkeh guna menunjang swasembada cengkeh Nasional.

Pada tahun 1970-an pemerintah menyebar luaskan benih cengkeh

untuk mengamankan cengkeh dari ketergantungan impor yang

mencapai rata-rata 8.000-10.000 ton pertahun. Cengkeh-cengkeh luar

negeri ini kebanyakan didatangkan dari Zanzibar kepulauan di wilayah

Afrika5

Kebutuhan akan pasokan bunga cengkeh mengalami peningkatan

pada tahun sekitar 1970-1974 yang dari hanya sekitar 20.000 ton

menjadi 34.000 ton. Peninggkatan ini disebabkan adanya

perkembangan inovasi dalam komposisi peracikan rokok di Indonesia.

Sampai tahun 1974 tiap 1000 batang rokok kretek berisi 900 gram

5 Departemen Pertanian RI. 10 Tahun Departmen Pertanian 1968-


1978, ( Jakarta: Departemen Pertanian RI, 1978), hlm. 102-117

4
cengkeh dan meningkat pada tahun 1975 menjadi 1000 gram. 6 Pada

tahun 1977 racikan pada sebuah rokok kretek adalah 3:2 yang

maksudnya adalah 3 ton tembakau dicampur dengan 2 ton cengkeh. 7

Selain munculnya kebijakan seperti yang di atas, mengenai

komoditas cengkeh masih ada kebijakan lain diantaranya adalah

keputusan menteri pertanian tahun 1968 dan 1978 dimana adanya

perintah peningkatan penanaman cengkeh di daerah yang cocok untuk

ditanami komoditi cengkeh. Dari kebijakan tersebut luas lahan

pertanian cengkeh Indonesia mengalami peningkatan dari 82.387 Ha

menjadi 724.986 Ha di tahun 1990. Kebijakan pemerintah untuk

cengkeh tidak hanya dalam perluasan lahan dan peningkatan produksi

semata. Bahkan harga cengkeh sampai diatur dalam keputusan

presiden No8/1980 dan dibentuklah kerta Niaga sebagai badan

penyangga. Kemudian untuk membantu menyangga dan mengatur

pemasaran dibentuklah sebuah lembaga yang bernama BPPC (Badan

Penyangga dan Pemasaran Cengkeh) pada tahun 1992. 8 BPPC yang

kemudian akan sangat mempengaruhi dinamika pertanian cengkeh

Nasional. BPPC mengatur dan menentukan harga pasaran cengkeh

6 Toyib Hadiwijaya. Cengkeh, ( Jakrta: CV Yasaguna, 1977), hlm.


13-15

Amen Budiman. Rokok Kretek: Lintas Sejarah dan Artinya Bagi


7

Pembangunan Bangsa dan Negara, ( Kudus: PT Djarum Kudus, 1987),


hlm. 195-196

JA Nurtjahyo. Dari Ladang Sampai Kabinet, (Jakarta: Penerbit


8

Buku Kompas, 2005), hlm. 190-193

5
nasional. BPPC terkadang menentukan harga begitu rendah sehingga

membuat petani cengkeh merugi. Bahkan di penhujung tahun 1990-an

muncul kembali peraturan pemerintah yang keluar. Kebijakan yang

keluar adalah Kepres RI No. 20 Tahun 1992 dan menetapkan sepuluh

provinsi pemasok cengkeh utama untuk pabrik rokok areal (PRK), yaitu

Nangroe Aceh Darussalam, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur, Bali Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara

termasuk Gorontalo, dan Maluku. Selain pengaturan untuk pemenuhan

pabrik rokok areal peraturan pemerintah juga dikeluarkan ketika

cengkeh mengalami swasembada cengkeh bahkan terjadi kelebihan

pasokan yaitu dikeluarkannya Inpres No. 14 tahun 1996 untuk

mengkonversi tanaman cengkeh dengan tanaman lain. Penggantian

tanaman ini diharapkan dapat menstabilkan produksi cengkeh. 9

Telah disebutkan di atas produsen cengkeh di Indonesia terdapat

di beberapa wilayah diantaranya di wilayah Sulawesi, Maluku, dan

Jawa, dan lain-lain. Untuk wilayah Jawa penghasil cengkeh yang cukup

banyak adalah Jawa Tengah dan Jawa timur. Di Jawa Tengah ada

kabupaten Wonosobo dan Karanganyar, sedangkan di Jawa Timur

kabupaten penghasil cengkeh adalah Blitar, Tulungagung, Pacitan, dan

Trenggalek. Kabupaten Trenggalek merupakan kabupaten yang pernah

menyandang produsen tertinggi untuk produksi cengkeh yaitu mencapai

9 Anonymous, Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis


Cengkeh, (Jakarta: Departemen Pertanian RI, 2007), hlm. 4-5

6
3035 ton di tahun 1988 dan pada tahun tersebut dapat dikatakan

Trenggalek mengalami booming cengkeh. 10

Kabupaten Trenggalek merupakan sebuah kabupaten di Jawa

Timur bagian selatan yang wilayahnya 70 persen adalah perbukitan.

Suhu perbukitan yang cukup dingin menjadikan wilayah seperti ini

cocok untk dijadikan lokasi penanaman cengkeh . Dongko merupakan

sebuah kecamatan di kabupaten Trenggalek yang terletak di Trenggalek

bagian selatan dan memiliki suhu sejuk hingga dingin serta tidak

terlalu panas. Kondisi semacam ini menjadikan wilayah Dongko

terkenal di kabupaten trenggalek sebagai sentra penghasil komoditi

cengkeh.11 Tanaman cengkeh sendiri mulai marak di tanam oleh warga

Dongko pada tahun 1970-an pada masa pemerintahan Bupati Djoko

Soetran. Kebun cengkeh di Trenggalek pada periode ini mencapai 6000

hektar. Masa inilah masa dimana dapat dikatakan terjadi booming

cengkeh di kabupaten Trenggalek terutamanya di kecamatan Dongko 12

Letak kabupaten Trenggalek yang berada di Jawa Timur

merupakan sebuah letak geografis cukup strategis sebagai penghsil

cengkeh. Dengan produksi cengkeh cukup banyak dan lokasinya yang

10 Harianto Santoso, Profil Daerah Kabupaten dan Kota, (Jakarta:


PT Kompas Gramedia Nusantara, 2001), hlm. 284-285
11 Wawancara dengan Pudjo Kusmono kabag perkebunan dinas
pertanian dan kehutanan Kab. Trenggalek 1 Maret 2012.

12 http://kabupatentrenggalek.blogspot.com/2008/09/sekilas-
trenggalek-bag-1.html diakses 17 Februari 2011 pukul 19.40 WIB

7
dekat dengan beberapa pabrik rokok areal di Jawa Timur menjadikan

Trenggalek lirikan beberapa pabrik rokok terutama sebagai pemasok

bahan baku. Dengan mengambil bahan produksi dari Trenggalek

perusahaan rokok Jawa Timur menghemat biaya distribusi dengan

harga cengkeh lebih rendah. Jawa Timur sendiri setidaknya memiliki

tiga perusahaan rokok areal besar yang semua membutuhkan pasokan

cengkeh dari wilayah di sekitarnya. Tiga pabrik besar diantaranya

Bentoel di Malang, Gudang Garam di Kediri, serta Sampoerna di

Surabaya ditambah industri rokok berskala kecil.13 Bahkan jika dirinci

pada tahun 1961 tercatat terdapat sekitar ratusan perusahaan rokok di

Jawa Timur dan 30% produksi rokok kretek berada di Jawa Timur, di

daerah Malang setidaknya ada sekitar 134 perusahaan, Surabaya 112,

Kediri 131, Madiun 83, dan Bojonegoro ada 31 perusahaan. 14

Pada tahun 1980-an di Trenggalek muncul banyak orang-orang

yang sukses terutama mereka para petani cengkeh di pegunungan.

Bahkan Trenggalek dinobatkan menjadi penghasil cengkeh terbesar di

Jawa Timur pada tahun 1988. Raihan urutan pertama ini diraih setelah

Trenggalek mampu memproduksi cengkeh sebesar 3035 ton pada tahun

13 Soegiyanto Padmo, Tembakau Kajian Sosial Ekonomi.


(Yogyakarta: Adiyta Media, 1991), hlm. 134-136

14 Lance Castles, Tingkah Laku Agama, Politik dan Ekonomi di


Jawa: Industri Rokok Kudus, (Jakarta: Sinar Harapan, 1982) , hlm. 50-
51

8
1988.15 Raihan ini dibarengi dengan masa dimana perusahaan rokok

mulai menggunakan campuran rokoknya antara tembakau dengan

cengkeh yaitu 1:1.16 Dengan permintaan cengkeh yang begitu besar hal

ini mampu memberikan begitu banyak keuntungan bagi para petani di

wilayah Dongko.

Namun pada akhir tahun 1990-an kondisi tersebut berubah

dratis, banyak petani cengkeh Trenggalek terpuruk bahkan ratusan

pohon yang dulu mampu menghidupi mereka kini tak mampu lagi

menjadi pendapatan andalan kehidupan mereka. Ratusan pohon

tersebut ditebang dan kemudian dijadikan sebagai kayu bakar. Pohon-

pohon cengkeh ditebang karena tereserang bakteri. Hal tersebut

melanda beberapa petani terutama petani cengkeh di wilayah

kecamatan Dongko sebagai daerah penghasil cengkeh di Trenggalek. 17

Terpuruknya usaha pertanian nantinya para petani seta buruh

memperoleh imbas dari gejolak tersebut. Meskipun ditahun 1988 harga

cengkeh cukup tinggi hal ini tidak bisa dirasakan petani. Tanman

cengkeh mereka terlanjur banyak yang mati. Proses perubahan tersebut

di atas cukup menarik untuk diteliti lebih mendalam.

15 Tim Penulis, Ensiklopedi Nasional Indonesia. (Jakarta: PT Cipta


Adi Pustaka, 1991), hlm. 433

16 Amen Budiman. op. cit

17 Kompas , Senin 9 Oktober 2000.

9
PERMASALAHAN DAN RUANG LINGKUP

Permasalahan Pertanian Cengkeh di Dongko memang begitu

menarik untuk diteliti lebih lanjut. Mereka yang sebelumnya tidak

menanam tanaman komoditi unggul seperti cengkeh dan kemudian

mereka beralih menjadi petani cengkeh. Penananaman cengkeh memang

memiliki banyak keuntungan namun kemudian mereka harus kembali

terpuruk oleh tanaman yang sebelumnya dianggap mampu merubah

kondisi sosial-ekonomi mereka. Penelitian ini mengkaji mengenai

perkembangan usaha pertanian cengkeh di Dongko serta perubahan

sosial ekonomi masyarakat Dongko pada tahun 1984 - 1999. Dari latar

belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apakah yang membuat petani kecamatan Dongko

menanam Cengkeh ?

2. Bagaimana dinamika sosial-ekonomi masyarakat saat

pertanian Cengkeh berada pada puncak produksi di Dongko ?

3. Mengapa pada tahun 1990-an pertanian Cengkeh mengalami

kemunduran dan seberapa besar pengaruhnya terhadap

kehidupan sosial ekonominya masyarakat ?

Penelitian ini difokuskan di kecamatan Dongko Kabupaten

Trenggalek . Wilayah ini dipilih menjadi fokus penelitian karena wilayah

Dongko merupakan daerah penghasil utama cengkeh pada tahun

1980-an. Kecamatan Dongko juga yang menjadi pusat penanaman

10
cengkeh, selain itu banyak petani cengkeh di wilayah Dongko. Serta

Penurunan luas lahan serta jumlah produsi cengkeh di Kabupaten

trenggalek kecamatan Dongko adalah kecamatan yang sangat drastic

penurunannya.

Temporal dari penelitian ini mengambil periode waktu 1980

sampai 1999. Tahun 1980 dipilih karena pada tahun inilah pertanian

cengkeh mulai marak ditanaman dan banayak diperkenalkan kepada

para petani cengkeh. Pada tahun 1980 ini pula cengkeh-cengkeh di

Dongko sudah mulai banyak yang menghasilkan bunga. Untuk tahun

1999 dipilih karena tahun tersebut merupakan masa dimana wilayah

kecamatan Dongko mengalami dampak kemunduran dalam bidang

pertanian cengkeh yang membuat banyak petani Dongko harus mencari

pekerjaan-pekerjaan di luar pertanian cengkeh.

Sejarah sosial merupakan bidang kajian sejarah yang cukup luas.

Di dalam sejarah sosial kebanyakan memiliki hubungan yang begitu erat

dengan sejarah ekonomi, sehingga menjadi semacam sejarah sosial

ekonomi. Dalam penulisannya tidak sekedar semata-mata sejarah petani

sebagai subyek utama namun juga menjadikan masyarakat sebagai

sebuah cakupan kajian dalam garapan penelitian. Penelitian usaha

pertanian di Dongko ini tidak hanya menitik beratkan pada kegiatan

11
sosial ekonomi petani Dongko namun juga menjadikan masyrakat

secara keseluruhan sebagai bahan garapan. 18

TINJAUAN PUSTAKA

Beberpa referensi yang dapat digunakan sebagai pembanding

dalam penelitian ini diantaranya adalah Tesis dari Nani Jafar. Tesis ini

berjudul Penanman kembali Cengkeh dan Pengaruhnya Terhadap Sistem

Pertanian dan Ekonomi di Pulau Tidore 1970-an sampai 1990-an. Dalam

tesis ini berisi mengenai kajian sosial maupun ekonomi dari dampak

penananaman kembali cengkeh di pulau ini. karya ini dapat dijadikan

perbandingan bagaimana pertanian di pulau Tidore dan di Jawa. Namun

yang paling penting adalah karya ini sangat membantu dalam

memberikan gambaran mengenai cengkeh dalam kajian sosial-

ekonomi19

Sebuah buku buku berjudul Sejarah Kabupaten Trenggalek

Merupakan sebuah buku yang cukup penting untuk mengetahui kondisi

Trenggalek secara umum. Buku ini mengkaji sejarah kota trenggalek

dari masa kerajaan hingga pasca kemerdekaan. Meskipun Dongko tidak

banyak disebutkan alam buku ini namun setidaknya dari buku ini dapat

18 Kuntowijoyo, metodologi Sejarah. (Yogyakarta: Tiara Wacana,


2003), hlm. 39-40
19
Nani Fajar. Penanman kembali Cengkeh dan Pengaruhnya
Terhadap Sistem Pertanian dan Ekonomi di Pulau Tidore 1970-an
sampai 1990-an Tesis Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

12
diketahui mengenai kondisi geografis, sosial, politik, serta sedikit kondisi

ekonomi mengenai wilayah kabupaten Trenggalek secara umum.20

Buku berjudul cengkeh karya Toyib Hadiwijaya merupakan

sebuah buku penting yang patut digunakan sebagai referensi dalam

penelitian ini. buku ini berisi mengenai sejarah singkat serta beberapa

pengetahuan tentang pemasaran cengkeh. Buku ini juga berisi mengenai

penjelasan tanaman cengkeh jenis serta beberapa penyakit yang diderita

oleh tanaman cengkleh. Dengan membaca buku ini penulis setidaknya

mengetahui gambaran mengenai kekhasan tanaman cengkeh.

METODE PENULISAN

Penulisan ini menggunakan metode penelitian sejarah melalui

beberapa tahapan diantaranya pemilihan topik yang telah di tentukan

yaitu mengenai cengkeh dan petaninya di Kecamatan Dongko ,

kemudian dengan pengumpulan sumber , selanjutnya verifikasi,

intepretasi hingga penulisan21. Untuk sumber diperoleh dari beberapa

perpustakaan di Yogyakarta. Beberapa perpustakaan diantaranya

adalah perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM, Perpustakaan UPT 1

dan 2 Universitas Gadjah Mada, perpustakaan kota Yogyakarta,

20
Team Sejarah Kabupaten Trenggalek. Sejarah Kabupaten
Trenggalek. Tanpa Kota Terbit: Pemerrintah Daerah kabupaten
Trenggalek, Tanpa Tahun

21Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah, ( Yogyakarta: Bentang,


2005) hlm. 90-107

13
perpustakaan daerah Yogyakarta, perpustakaan Ignatius, perpustakaan

BPSNT dan perpustakaan kabupaten Trenggalek. Sumber primer sebagai

sumber utama melakukan wawancara kepada para saksi ataupun

pelaku peristiwa sejarah. Metode wawancara sangat penting di sini

karena masih dapat dijumpainya para saksi dan pelaku sejarah yang

hidup. Beberapa pelaku diantaranya adalah para petani, tengkulak serta

buruh mungkin juga adalah para pegawai pertanian dan pedagang.

Untuk penulisannya karya ini berupa sebuah penulisan sejarah

deskriptif naratif. Penulisan ini menjelaskan mengenai dinamika

kehidupan sosial ekonomi petani cengkeh di Kecamatan Dongko.

Dilakukan pula menambahkan sedikit metode analisis dalam

mengungkap perubahan apa saja yang terjadi, seperti “mengapa” para

petani cengkeh kecamatan Dongko mengalami kemunduran. Dengan

mencoba metode analisis ini sebab-sebab dari sebuah kejadian sejarah

akan lebih dalam terlihat.22

TUJUAN PENULISAN

Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai sejarah

pertanian cengkeh di kecamatan Dongko kabupaten Trenggalek. Selain

itu tulisan ini dapat menambah khasanah karya penulisan sejarah di

22 Anton Haryono . Sejarah (sosial) Ekonomi : Teori Metodolodi


Penelitian dan Narasi Kehidupan, (Yogyakarta: Universitas Snata
Dharma), 2011, hlm. 14-26

14
bidang kajian sosial ekonomi yang kini mulai berkurang terutamanya

sejarah ekonomi perkebunan rakyat.

Pertanian sebagai bidang yang diharapkan akan terus bertahan di

Indonesia. Sebagai sebuah sektor penting dalam perekonomian nasional.

Sejarah mengenai pertanian belum banyak mendapat perhatian.

Nantinya karya ini diharapkan mampu menambah khasanah penulisan

sejarah pertanian serta menjadi sebuah pembelajaran bagi para

stakeholder untuk memanajemen pertanian mereka

SISTEMATIKA PENULIAN

Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi menjadi

beberapa Bab. Bab 1 ini berupa pengantar, rumusan masalah, ruang

lingkup penelitian, tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan. Pada

bab 1 ini merupakan kerangka pemikiran dari penulis mengenai tema

yang diangkat yaitu Petani Cengkeh di Kecamatan Dongko

Bab selanjutnya membahs mengenai kondisi awal masyarakat

kecamatan Dongko sebelum mereka menannam cengkeh. Di dalamnya

juga akan di jelaskan kondisi geografis serta kondisi masyarakat wilayah

penelitian Kemudian di BAB III dijelaskan mengenai dinamika masa

awal petani Dongko menanam cengkeh, produksi serta perkembangan

cengkeh di kecamtan dongko, dan perdagnagan cengkeh di kecamatan

Dongko. Bab berikutnya yaitu BAB IV dibahas tentang dampak

pertanian cengkeh atau kondisi petani pada masa pertanian cengkeh

15
Dongko mengalami masa kejayaan dan masa kemunduran produksi.

Kemudian pada BAB V merupakan sebuah kesimpulan yang berisi

jawaban dari pertanyaan dalam permasalahan penelitian ini.

16

Anda mungkin juga menyukai