Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KATARAK

1. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/deskripsi penyakit
Peradangan konjungtiva disebut konjungtivitis. Konjungtivitis (mata merah)
adalah inflamasi pada konjungtiva oleh virus, bakteri, clamydia, alergi, trauma/
sengatan matahari (Long B C, 1996).

Konjungtivitis adalah infeksi atau inflamasi pada konjungtiva mata dan biasa
dikenal sebagai “pink eye”. Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh
sendiri. Dapat juga menjadi kronik dan hal ini mengindikasikan
perubahan degenerative atau kerusakan akibat serangan akut yang berulang. Klien
sering datang dengan keluhan mata merah. Pada konjungtivitis didapatkan
hyperemia dan injeksi konjungtiva, sedangkan pada iritasi kojungtiva hanya
injeksi konjungtiva dan biasanya terjadi karena mata lelah, kurang tidur, asap,
debu, dan lain-lain.

Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi


pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang
menutupibagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak
mata. (Effendi, 2008).

Konjungtivitis inflamasi dapat terjadi karena terpapar alergen atau iritan dan tidak
menular. Konjungtivitis infeksi lebih banyak disebabkan oleh infeksi bakteri atau
virus dan mudah menular. Penyebab tersering meliputi bakteri, virus dan
klamidia. Sedangkan penyebab yang kurang sering adalah alergi, penyakit parasit
dan yang jarang adalah infeksi jamur atau occupational irritant. Bentuk idiopatik
dapat berhubungan dengan penyakit sistemik tertentu seperti ertema multipormis
dan penyakit tiroid.

1.2 Etiologi
Terdapat bermacam-macam agen penyebab konjungtivitis, antara lain:
a. infeksi oleh virus atau bakteri ( Staphylococcus sp., Clamydia sp., dan
Neisseria sp.)
b. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar
ultraviolet dari las listrik atau sinar matahari yang dipantulkan oleh
salju.
d. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang, juga bisa
menyebabkan konjungtivitis.
Kadang konjungtivitis bisa berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-
tahun. Konjungtivitis semacam ini bisa disebabkan oleh:
a. Entropionatauektropion
b. Kelainansaluranairmata
c. kepekaan terhadap bahan kimia
d. pemaparan oleh iritan
e. infeksi oleh bakteri tertentu, terutama klamidia. (Medicastore, 2009).
Substansi lain yang dapat mengiritasi mata dan menyebabkan timbulnya
konjungtivitis yaitu bahan kimia (seperti klorin dan sabun) dan polutan udara
(seperti asap dan cairan fumigasi) (Effendi, 2008).

1.3 Tanda dan Gejala


Tanda-tanda konjungtivitis, yakni:
1. Konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan membengkak.

2. Produksi air mata berlebihan (epifora).

3. Kelopak mata bagian atas nampak


menggelantung (pseudoptosis) seolah akan menutup akibat pembengkakan
konjungtiva dan peradangan sel-sel konjungtiva bagian atas.

4. Pembesaran pembuluh darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai reaksi


nonspesifik peradangan.

5. Pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya.

6. Terbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen protein).

7. Dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah)

(Anonim, 2009).

Gejala

Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan


kotoran. Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan
berwarna putih. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran
yang jernih. Kelopak mata bisa membengkak dan sangat gatal, terutama pada
konjungtivitis karena alergi (Anonim, 2004).

Gejala lainnya adalah:

1. Mata berair

2. Mata terasa nyeri

3. Mata terasa gatal

4. Pandangan kabur

5. Peka terhadap cahaya

1.4 Patofisiologi
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan
kelopak mata terinfeksi Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari
substansi luar. Pada film air mata unsur berairnya mengencerkan materi infeksi,
mucus menangkap debris dan kerja memompa dari palpebral secara tetap
menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi
anti mikroba termasuk lisozim. Adanya agens perusak menyebabkan kerusakan
pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel eksfoliasi,
hipertropi epitel atau granuloma mungkin pula terdapat edema pada stroma
konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan
fibrin dan mucus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang
menyebabkan perlengketan tepian palpebral pada bangun tidur.

Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-


pembuluh konjungtiva posterior, ditandai dengan konjungtiva dan sclera yang
merah, edema, rasa nyeri, dan adanya secret mukopurulent. Hal ini menyebabkan
hiperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus.
Pada hyperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan
hipertropi papilla yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores,
panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi airmata. Transudasi ringan juga
timbul dari pembuluh daah yang hyperemia dan menambah jumah airmata.Jika
klien mengeluh sakit pada iris atau badan silier berarti kornea terkena.

Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu
mikroorganisme, bahan allergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata
sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada
konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan
meningkatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air
mata atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan
menyebabkan iskemia syaraf optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat
menyebabkan kebutaan. Kelainan lapang pandang yang disebabkan kurangnya
aliran air mata sehingga pandangan menjadi kabur dan rasa pusing.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan ker
usakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit
sistem saraf, penglihatan ke retina.
b. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glu
koma.
c. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
e. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
f. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, p
apiledema, perdarahan.
g. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
h. EKG, kolesterol serum, lipid
i. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
j. Keratometri.
k. Pemeriksaan lampu slit.
l. A-scan ultrasound (echography).
m. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
n. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
1.6 Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit
seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak, lensa
diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah
mengangkat lensa in toto, yakni di dalam kapsulnya melaui insisi limbus superior
140-1600. Pada ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan insisi limbus superior,
bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks
lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga
menyisakan kapsul posterior.
Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau
keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran
ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang
kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca operasi.
Teknik ini kurang bermanfaat pada katarak senilis yang padat dan keuntungan
insisi lumbus yang kecil agak berkurang jika dimasukkan lensa intraokuler. Pada
beberapa tahun silam, operasi katarak ekstrakapsular telah menggantikan
prosedur intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang paling sering. Alasan
utamanya adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat
memasukkan lensa intra okuler ke dalam kamera posterior. Insiden komplikasi
pasca operasi seperti abasio retina dan edema makula lebih kecil bila kapsul
posteriornya utuh.
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya
lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga, tetapi
dianjurkan untuk bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan atau
mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut selama
beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang pada
hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi dengan kacamata.
Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama
beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah
operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa
intraokuler sambil menantikan kacamata permanen.(Vaughan, 2000).

II. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


2.1 Pengkajian
a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan, status perkawinan. konjungtivitis biasanya lebih banyak pada
orang yang berusia lanjut. Pekerjaan yang sering terpapar sinar ultraviolet
akan lebih berisiko mengalami konjungtivitis.
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang
digunakan, riwayat penyakit keluarga. Keluhan utama yang dirasakan yaitu
penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
c. Riwayat penyakit saat ini
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya terdapat keluarga yang lain yang juga mengalami konjungtivitis.
f. Genogram
g. Pengkajian Keperawatan:
 Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan berbeda pada setiap klien.
 Pola nutrisi/metabolik
Tidak ada gangguan terkait pola nutrisi dan metabolic klien.
 Pola eliminasi
Tidak ada gangguan pada pola eliminasi klien.

 Pola aktivitas & latihan


Perubahan aktivitas biasanya/ hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan.
 Pola tidur & istirahat
Tidak ada gangguan pola tidur dan istirahat yang disebabkan oleh katarak.
 Pola kognitif & perceptual
Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/
merasa di ruang gelap.
 Pola persepsi diri
Klien berisiko mengalami harga diri rendah karena kondisi yang dialaminya.
 Pola seksualitas & reproduksi
Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi yang diakibatkan oleh
katarak.
 Pola peran & hubungan
Pola peran dan hubungan klien akan terganggu karena adanya gangguan
pada penglihatannya.
 Pola manajemen & koping stress
Klien dapat mengalami stress karena klien tidaka dapat melihat secara
jelas seperti sebelumnya.
 Sistem nilai dan keyakinan
System nilai dan keyakinan seseorang akan berbeda satu sama lain.

h. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum, tanda vital
 Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas,
kulit dan kuku, dan keadaan lokal.
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada
pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002).
Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa
dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan
katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait
usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. konjungtivitis
terinduksi steroid umumnya
terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab
okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa
menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata
sebelumnya
2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Pre Operasi
1.Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan
penurunan ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.
2.Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan
kemungkinan kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.
b. Post Operasi
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur invasif.
2. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
(bedah pengangkatan).
2.3 Perencanaan
a. Pre operasi
No Diagnosa Noc Nic
1 Gangguan persepsi NOC: NIC: Fall prevention
sensori visual / Fall prevention behaviour 1. Identifikasi kebiasaan dan
penglihatan Indikator: faktor-faktor yang
berhubungan dengan a. Penggunaan alat bantu mengakibatkan risiko jatuh
penurunan ketajaman dengan benar 2. Kaji riwayat jatuh pada klien
penglihatan, b. Tidak ada penggunaan dan keluarga
penglihatan ganda. karpet
c. Hindari barang-barang
berserakan di lantai 3. Identifikasi karakteristik
lingkungan yang dapat
meningkatkan terjadinya risiko
jatuh (lantai licin)
4. Sediakan alat bantu
(tongkat, walker)

5. Ajarkan cara penggunaan alat


bantu (tongkat atau walker)
6. Instruksikan pada klien untuk
meminta bantuan ketika
melakukan perpindahan, joka
diperlukan
7. Ajarkan pada keluarga untuk
menyediakan lantai rumah yang
tidak licin
8. Ajarkan pada keluarga untuk
meminimalkan risiko terjadinya
jatuh pada pasien
2 Cemas berhubungan NOC : NIC :
dengan pembedahan a. Anxiety control Anxiety Reduction
yang akan dijalani dan b. Coping (penurunan kecemasan)
kemungkinan Kriteria Hasil : a. Gunakan pendekatan yang
kegagalan untuk a. Klien mampu menenangkan
memperoleh mengidentifikasi dan b. Nyatakan dengan jelas harapan
penglihatan kembali. mengungkapkan gejala terhadap pelaku pasien
cemas c. Jelaskan semua prosedur dan
apa yang dirasakan selama
b. Mengidentifikasi, prosedur
mengungkapkan dan d. Temani pasien untuk
menunjukkan tehnik untuk memberikan keamanan dan
mengontol cemas mengurangi takut
c. Vital sign dalam batase. Berikan informasi faktual
normal mengenai diagnosis, tindakan
d. Postur tubuh, ekspresi prognosis
wajah, bahasa tubuh dan f. Dorong keluarga untuk
tingkat aktivitas menemani anak
menunjukkan berkurangnya g. Identifikasi tingkat kecemasan
kecemasan h. Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan kecemasan
i. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi

b. Past Operasi
No Diagnosa Noc Nic
1 Gangguan rasa NOC : NIC :
nyaman (nyeri akut) · Pain Level, Pain Management
berhubungan dengan · Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
prosedur invasif. · Comfort level secara komprehensif
Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
· Mampu mengontrol nyeri karakteristik, durasi,
· Mampu mengenali nyeri (skala, frekuensi, kualitas dan
intensitas, frekuensi dan tanda faktor presipitasi
nyeri) 2. Observasi reaksi
· Menyatakan rasa nyaman setelah nonverbal dari
nyeri berkurang ketidaknyamanan
· Tanda vital dalam rentang normal 3. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
4. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
5. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
6. Tingkatkan istirahat
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
6. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

2 Resiko tinggi NOC : NIC :


terjadinya infeksi a. Immune Status Infection Control
berhubungan dengan b. Knowledge : Infection control (Kontrol infeksi)
prosedur invasif c. Risk control 1 Bersihkan lingkungan
(bedah pengangkatan). Kriteria Hasil : setelah dipakai pasien
a. Klien bebas dari tanda dan gejala lain
infeksi 2 Pertahankan teknik
b. Mendeskripsikan proses isolasi
penularan penyakit, factor yang 3 Batasi pengunjung bila
mempengaruhi penularan serta perlu
penatalaksanaannya, 4 Instruksikan pada
c. Menunjukkan kemampuan untuk pengunjung untuk
mencegah timbulnya infeksi mencuci tangan saat
d. Jumlah leukosit dalam batas berkunjung dan setelah
normal berkunjung
e. Menunjukkan perilaku hidup meninggalkan pasien
sehat 5 Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci
tangan
6 Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan kperawtan
7 Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
8 Tingktkan intake
nutrisi
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
1 Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
2 Monitor hitung
granulosit, WBC
3 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4 Batasi pengunjung
5 Pertahankan teknik
isolasi k/p
6 Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema
7 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
8 Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
9 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
10 Dorong masukan cairan
11 Dorong istirahat
12 Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
13 Ajarkan cara
menghindari infeksi
14 Laporkan kecurigaan
infeksi
III. Daftar pustaka
Long, C Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah : 2. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pe
ndidikan Keperawatan Pajajaran
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakart
a: EGC
Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI
NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-Blackwell

Banjarmasin, Januari 2017

Preseptor akademik Preseptor klinik

(...................................) (..............................)

Anda mungkin juga menyukai