SK Direktur Panduan Perawatan PS Terminal
SK Direktur Panduan Perawatan PS Terminal
DINAS KESEHATAN
RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA
Jl. Kaliurang KM 17 Yogyakarta Telepon (0274) 895143, 895297 Facsimile (0274) 895142
Website : grhasia.jogjaprov.go.id Email : grhasia@jogjaprov.go.id Kode Pos 55582
TENTANG
PANDUAN
PERAWATAN PASIEN TAHAP TERMINAL
TENTANG
1
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
755/MENKES/PER/IV/2011 tentang
Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Ijin Praktik
dan pelaksanaan Praktik Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 Tahun 2014
tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan
Organ Donor;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 308);
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.03/05/I/7875/2010 tentang Penetapan Kelas
Rumah Sakit Jiwa Grhasia sebagai Kelas A;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
010/MENKES/SK/I/2012 tentang Izin Operasional
Tetap Rumah Sakit Jiwa Grhasia Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta;
11. Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2018 tentang
Kelembagaan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta (Lembaran Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2018 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 7);
12. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit Grhasia (Berita Daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009
Nomor 25);
13. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 88 Tahun 2018 tentang Susunan Organisasi,
Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Rumah Sakit Jiwa Grhasia pada Dinas Kesehatan
(Berita Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2018 Nomor 88).
2
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
Dalam Keputusan Direktur ini yang dimaksud dengan :
1. Keadaan Terminal dalah suatu keadaan sakit dimana
menurut akal sehat tidak ada harapan lagi bagi si
sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat
disebabkan oleh suatu penyakit atau kecelakaan.
2. Kematian adalah suatu pengalaman tersendiri,
dimana setiap individu akan
mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu
yang tidak dapat dihindari dan merupakan suatu
kehilangan.
3. Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat RS adalah
Rumah Sakit Jiwa Grhasia.
4. Direktur adalah pimpinan BLUD di Rumah Sakit Jiwa
Grhasia.
Pasal 2
Panduan Perawatan Pasien Tahap Terminal ini bertujuan
agar asesmen dan asesmen ulang bersifat individual
sesuai dengan kebutuhan pasien dalam tahap terminal
dan keluarganya.
Pasal 3
(1) Dilakukan asesmen dan asesmen ulang terhadap
pasien dalam tahap terminal dan keluarganya sesuai
dengan kebutuhannya.
(2) Rumah sakit memberikan pelayanan pasien dalam
tahap terminal dengan memperhatikan kebutuhan
pasien dan keluarga serta mengoptimalkan
kenyamanan dan martabat pasien yang
didokumentasikan dalam rekam medis.
(3) Pasien dalam tahap terminal diberikan asuhan
dengan rasa hormat dan empati yang ada di dalam
asesmen.
3
Pasal 4
Pada saat Keputusan Direktur ini mulai berlaku,
Keputusan Direktur Rumah Sakit Jiwa Grhasia Nomor
188/6489 Tahun 2014 tentang Panduan Perawatan
Pasien Terminal, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 5
Keputusan Direktur ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan agar setiap orang mengetahuinya dan
dilaksanakan di rumah sakit.
Ditetapkan di Yogyakarta
pada tanggal 02 Februari 2019
DIREKTUR
4
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR RSJ GRHASIA
NOMOR 188/00671 TAHUN 2019
TENTANG
PANDUAN PERAWATAN PASIEN TAHAP
TERMINAL
PANDUAN
PERAWATAN PASIEN TAHAP TERMINAL
RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah di akhir kehidupan beragam dari usaha memperpanjang
hidup pasien yang sekarat sampai teknologi eksperimental canggih
seperti implantasi organ binatang, percobaan mengakhiri hidup lebih
awal melalui euthanasia dan bunuh diri secara medis. Di antara hal-
hal yang ekstrim tersebut ada banyak masalah seperti memulai atau
menghentikan perawatan yang dapat memperpanjang hidup,
perawatan pasien dengan penyakit stadium terminal serta kelayakan
dan penggunaan peralatan bantuan hidup lanjut. Dua masalah yang
pantas mendapat perhatian khusus euthanasia dan bantuan bunuh
diri.
1. Euthanasia
Adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu tindakan
yang jelas dimaksudkan untuk mengakhiri hidup orang lain dan
juga termasuk elemen-elemen berikut :
- subjek tersebut adalah orang yang kompeten dan paham dengan
penyakit yang tidak dapat disembuhkan yang secara sukarela
meminta hidupnya diakhiri;
5
- agen mengetahui tentang kondisi pasien dan menginginkan
kematian dan melakukan tindakan dengan niat utama
mengakhiri hidup orang tersebut; dan
- tindakan dilakukan dengan belas kasih dan tanpa tujuan pribadi.
2. Bantuan Bunuh Diri
Berarti tahu dan secara sadar memberikan kepada seseorang
pengetahuan atau alat atau keduanya yang diperlukan untuk
melakukan bunuh diri, termasuk konseling mengenai obat dosis
letal, meresepkan obat dosis letal, atau memberikannya.
Euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan sering dianggap sama
secara moral, walaupun antara keduanya ada perbedaan yang jauh
secara praktek maupun dalam hal yuridiksi legal. Euthanasia dan
bunuh diri dengan bantuan secara definisi harus dibedakan
dengan menunda atau menghentikan perawatan medis yang tidak
diinginkan, sia-sia atau tidak tepat atau ketentuan perawatan
paliatif, bahkan jika tindakan-tindakan tersebut dapat
memperpendek hidup.
Permintaan euthanasia dan bantuan bunuh diri muncul
sebgai akibat dari rasa sakit atau penderitaan yang dirasa pasien
tidak tertahankan. Mereka lebih memilih mati dari pada
meneruskan hidup dalam keadaan tersebut. Lebih jauh lagi,
banyak pasien menganggap mereka mempunyai hak untuk mati
dan bahkan hak memperoleh bantuan untuk mati. Dokter
dianggap sebagai instrumen kematian yang paling tepat karena
mereka mempunyai pengetahuan medis dan akses kepada obat-
obatan yang sesuai untuk mendapatkan kematian yang cepat dan
tanpa rasa sakit. Tentunya dokter akan merasa enggan memenuhi
permintaan tersebut karena merupakan tindakan yang ilegal di
sebagian besar negara dan dilarang dalam sebagian besar kode etik
kedokteran. Larangan tersebut merupakan bagian dari sumpah
Hippocrates dan telah dinyatakan kembali oleh WMA dalam
Declaration on Euthanasia.
6
Euthanasia yang merupakan tindakan mengakhiri hidup
seorang pasien dengan segera, tetaplah tidak etik bahkan jika
pasien sendiri atau keluarga dekatnya yang memintanya. Hal ini
tetap saja tidak mencegah dokter dari kewajibannya menghormati
keinginan pasien untuk membiarkan proses kematian alami dalam
keadaan sakit tahap terminal.
Penolakan terhadap euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak
berarti dokter tidak dapat melakukan apapun bagi pasien dengan
penyakit yang mengancam jiwa pada stadium lanjut dan dimana
tindakan kuratif tidak tepat. Pada tahun-tahun terakhir telah
terjadi kemajuan yang besar dalam perawatan paliatif untuk
mengurangi rasa sakit dan penderitaan serta meningkatkan
kualitas hidup.
Pengobatan paliatif dapat diberikan pada pasien segala usia,
dari anak-anak dengan penyakit kanker sampai orang tua yang
hampir meninggal. Satu aspek dalam pengobatan paliatif yang
memerlukan perhatian lebih adalah kontrol rasa sakit. Semua
dokter yang merawat pasien sekarat harus yakin bahwa mereka
mempunyai cukup keterampilan dalam masalah ini, dan jika
mungkin juga memiliki akses terhadap bantuan yang sesuai dari
ahli pengobatan paliatif. Dan di atas semuanya itu, dokter tidak
boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap memberikan
perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin
disembuhkan.
Pendekatan terhadap kematian memunculkan berbagai
tantangan etis kepada pasien, wakil pasien dalam mengambil
keputusan, dan juga dokter. Kemungkinan memperpanjang hidup
dengan memberikan obat-obatan, intervensi resusitasi, prosedur
radiologi, dan perawatan intensif memerlukan keputusan
mengenai kapan memulai tindakan tersebut dan kapan
menghentikannya jika tidak berhasil.
Seperti dibahas di atas, jika berhubungan dengan komunikasi
dan ijin, pasien yang kompeten mempunyai hak untuk menolak
7
tindakan medis apapun walaupun jika penolakan itu dapat ”....
dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap
memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah
tidak mungkin disembuhkan” menyebabkan kematian. Setiap
orang berbeda dalam menanggapi kematian; beberapa akan
melakukan apapun untuk memperpanjang hidup mereka, tak
peduli seberapapun sakit dan menderitanya; sedang yang lain
sangat ingin mati sehingga menolak bahkan tindakan yang
sederhana yang dapat membuat mereka tetap hidup seperti
antibiotik untuk pneumonia bakteri. Jika dokter telah melakukan
setiap usaha untuk memberitahukan kepada pasien semua
informasi tentang perawatan yang ada serta kemungkinan
keberhasilannya, dokter harus tetap menghormati keputusan
pasien apakah akan memulai atau melanjutkan suatu terapi.
Pengambilan keputusan di akhir kehidupan untuk pasien
yang tidak kompeten memunculkan kesulitan yang lebih besar
lagi. Jika pasien dengan jelas mengungkapkan keinginannya
sebelumnya seperti menggunakan bantuan hidup lanjut,
keputusan akan lebih mudah walaupun bantuan seperti itu
kadang sangat samar-samar dan harus diinterpretasikan
berdasarkan kondisi aktual pasien. Jika pasien tidak menyatakan
keinginannya dengan jelas, wakil pasien dalam mengambil
keputusan harus menggunakan kriteria-kriteria lain untuk
keputusan perawatan yaitu kepentingan terbaik pasien.
9
Tipe-Tipe Perjalanan Menjelang Kematian
Ada 4 tipe dari perjalanan proses kematian, yaitu :
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya
perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, biasanya
terjadi pada kondisi penyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti,
biasanya terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya
kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada
pasien dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.
10
Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan Keluarganya
Terhadap Kematian
Strauseetall (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 tipe :
1. Closed Awareness/Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak
memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien
dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan
karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan
keluarganya. Perawat sering kali dihadapkan dengan pertanyaan-
pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dan
sebagainya.
2. Mutual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi walaupun
merupakan beban yang berat baginya.
3. Open Awareness/Sadar akan Keadaan dan Terbuka
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya
mengetahui akan adanya ajal yang menjelang dan menerima untuk
mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan ini
memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi
dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang
dapat melaksanakan hal tersebut.
B. Tujuan
Panduan Perawatan Pasien Tahap Terminal ini bertujuan agar
asesmen dan asesmen ulang bersifat individual sesuai dengan
kebutuhan pasien dalam tahap terminal dan keluarganya
C. Definisi
1. Keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut
akal sehat tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh.
Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau
kecelakaan.
2. Kematian adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap
individu akan mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu
yang tidak dapat dihindari dan merupakan suatu kehilangan.
15
BAB II
RUANG LINGKUP
B. Waktu Pelayanan
Pelayanan pasien pada tahap terminal dilaksanakan mulai dari
ditetapkannya pasien dalam kondisi tahap terminal oleh DPJP hingga
waktu kematian pasien tersebut ditetapkan.
16
BAB III
TATA LAKSANA
17
2. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai dengan :
a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Sianosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan,
telinga dan hidung.
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4. Gangguan Sensori
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.
Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian,
kadang-kadang pasien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran
merupakan sensori terakhir yang berfungsi sebelum meninggal.
D. Intervensi
1. Diagnosa I
Ansietas/ketakutan (individu, keluarga) yang berhubungan
dengan situasi yang tak dikenal. Sifat kondisi yang tak dapat
diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada gaya
hidup. Kriteria hasil yang diperoleh adalah klien atau keluarga
akan :
18
Mengungkapkan ketakutannya yang berhubungan dengan
gangguan
Menceritakan tentang efek gangguan pada fungsi normal,
tanggung jawab, peran dan gaya hidup
Maka tindakan yang harus dilaksanakan adalah :
a. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
- Berikan kepastian dan kenyamanan
- Tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empati, jangan
menghindari pertanyaan
- Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan
permasalahan yang berhubungan dengan pengobatannya
- Identifikasi dan dukung mekanisme koping efektif. Klien yang
cemas mempunyai penyempitan lapang persepsi dengan
penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas cenderung
untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran
peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik
b. Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan penyuluhan bila
tingkatnya rendah atau sedang. Beberapa rasa takut didasari
oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan dengan
memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat atau
parah tidak menyerap pelajaran
c. Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-
ketakutan mereka. Pengungkapan memungkinkan untuk saling
berbagi dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki
konsep yang tidak benar
d. Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping
positif. Menghargai klien untuk koping efektif dapat
menguatkan renson koping positif yang akan datang
2. Diagnosa II
Berduka yang berhubungan penyakit terminal dan kematian
yang akan dihadapi penurunan fungsi, perubahan konsep diri dan
menarik diri dari orang lain. Kriteria hasil yang diperoleh adalah
klien akan :
19
Mengungkapkan kehilangan dan perubahan
Mengungkapkan perasaan yang berkaitan kehilangan dan
perubahan
Menyatakan kematian akan terjadi
Dan anggota keluarga akan melakukan hal berikut :
Mempertahankan hubungan erat yang efektif
Menghabiskan waktu bersama klien
Mempertahankan kasih sayang, komunikasi terbuka dengan
klien
Berpartisipasi dalam perawatan
Maka tindakan yang harus dilaksanakan adalah :
a. Berikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaannya, diskusikan kemungkinan rasa
kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi dari
kehilangan. Jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum
dan berikan pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan
yang dibutuhkan dan bahwa kematian sedang menanti dapat
menyebabkan menimbulkan perasaan ketidakberdayaan,
marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka yang
lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien dan
anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon
mereka terhadap situasi tersebut.
b. Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang
terbukti yang memberikan keberhasilan pada masa lalu.
Strategi koping positif membantu penerimaan dan pemecahan
masalah.
c. Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri
yang positif. Memfokuskan pada atribut yang positif
meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan kematian yang
terjadi.
d. Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan
terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur. Proses berduka,
20
proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian
yang akan terjadi diterima.
e. Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian,
menghilangkan ketidaknyamanan dan dukungan. Penelitian
menunjukkan bahwa klien pada saat terminal paling
menghargai tindakan keperawatan berikut :
- Membantu berdandan
- Mendukung fungsi kemandirian
- Memberikan obat nyeri saat diperlukandan
- Meningkatkan kenyamanan fisik (skoruka dan bonet, 1982)
3. Diagnosa III
Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan
kehidupan, takut akan hasil (kematian) dan lingkungannya penuh
stres (tempat perawatan). Kriteria hasil yang diperoleh adalah
anggota kelurga atau kerabat terdekat klien akan :
Mengungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis
klien
Mengungkapkan kekhawatirannya mengenai lingkungan
tempat perawatan
Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontinyu selama
perawatan klien
Maka tindakan yang harus dilaksanakan adalah :
a. Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien
dan tunjukkan pengertian yang empati. Kontak yang sering dan
mengkomunikasikan sikap perhatian dan peduli dapat
membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan
pembelajaran
b. Ijinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk
mengekspresikan perasaan, ketakutan dan kekhawatiran.
Saling berbagi memungkinkan perawat untuk mengidentifikasi
ketakutan dan kekhawatiran kemudian merencanakan
intervensi untuk mengatasinya
21
c. Jelaskan lingkungan dan peralatan bantuan hidup yang
digunakan. Informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas
yang berkaitan dengan ketidaknyamanan.
d. Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan post-operasi
yang dipikirkan dan berikan informasi spesifik tentang
kemajuan klien
e. Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam
tindakan perawatan. Kunjungan dan partisipasi yang sering
dapat meningkatkan interaksi keluarga berkelanjutan
f. Konsul dengan atau berikan rujukan ke sumber komunitas dan
sumber lainnya Keluarga dengan masalah-masalah seperti
kebutuhan finansial, koping yang tidak berhasil atau konflik
yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber tambahan
untuk membantu mempertahankan fungsi keluarga
4. Diagnosa IV
Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan
perpisahan dari sistem pendukung keagamaan, kurang privasi
atau ketidakmampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.
Kriteria hasil yang diperoleh adalah klien akan mempertahankan
praktek spiritualnya yang akan mempengaruhi penerimaan
terhadap ancaman kematian.
Maka tindakan yang harus dilaksanakan adalah :
a. Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek
atau ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan, bila klien
memang menghendaki maka beri kesemptan pada klien untuk
melakukannya. Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada
doa atau praktek spiritual lainnya, praktek ini dapat
memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi sumber
kenyamanan dan kekuatan.
b. Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda tentang
pentingnya keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien.
Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi
22
kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan
prakteknya.
c. Berikan privasi dan ketenangan untuk melaksanakan ritual
spiritual sesuai kebutuhan klien. Privasi dan ketenangan
memberikan lingkungan yang memudahkan refresi dan
perenungan.
d. Bila klien menginginkan untuk berdoa bersama klien lainnya
atau membaca buku keagamaan, maka meskipun tidak
menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien tapi
perawat dapat membantu klien untuk memenuhi kebutuhan
spritualnya tersebut.
e. Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau
rohaniawan rumah sakit yang sesuai dengan
agama/kepercayaan klien untuk mengatur kunjungan pada
klien tersebut.
23
BAB IV
DOKUMENTASI
Ditetapkan di Yogyakarta
pada tanggal 02 Februari 2019
DIREKTUR
24