Anda di halaman 1dari 26

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN STUDY KASUS IMPLEMENTASI PERAWATAN BMN BERUPA

ELEVATOR PADA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH MANAJEMEN ASET DAN PENGADAAN BARANG DAN JASA

Disusun oleh:

DWI PALUPI

NPM. 1406515053

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

JAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

A. GAMBARAN RINGKAS

Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara menyatakan, dalam

konsep pengelolaan barang milik negara, Menteri Keuangan bertindak sebagai Pengelola

Barang yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman

serta penghapusan BMN. Sedangkan Menteri atau Pimpinan Lembaga selaku Pengguna

Barang wajib mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang berada

dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

Sebagai tindak lanjut atas ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 diatas dan

untuk menjamin tertib administrasi dan tertib pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah,

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah

Nomor 6 Tahun 2006. Peraturan ini diterbitkan dengan tujuan untuk memberikan

landasan hukum bagi para penyelenggara negara dalam melakukan tindakan hukum yang

terkait dengan pengelolaan Barang Milik Negara tersebut. Dalam pasal 3 Peraturan

Pemerintah Nomor 27 tahun 2014, disebutkan bahwa pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi,

efisien, akuntabilitas dan kepastian nilai. Salah satu lingkup pengelolaan BMN yang

dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 adalah mengenai

pemeliharaan BMN.

Dalam buku “operations Management” pemeliharaan adalah : “all activities involved in

keeping a system’s equipment in working order”. Atau dapat

diartikan pemeliharaan adalah segala kegiatan yang di dalamnya adalah untuk menjaga
sistem peralatan agar bekerja dengan baik.(Heizer,2001,h.45). dari definisi tersebut dapat

disimpulkan bahwa untuk menjamin aset tersebut dapat bekerja dengan baik maka

diperlukan suatu metode pemeliharaan yang tepat sehingga aset tersebut dapat

memberikan pelayanan prima dalam kegiatan operasional entitas.

Elevator atau sering disebut lift adalah salah satu Barang Milik Negara yang memegang

peran penting dalam operasional entitas. Selain faktor ketersediaannya dalam menunjang

operasional entitas, faktor yang lebih penting dari penggunaan elevator adalah faktor

keamanan. Untuk itu manajemen pemeliharaan untuk barang milik negara ini menjadi

sangat krusial. Pemilihan metode pemeliharaan yang tepat dapat menghindarkan dari

kerusakan yang fatal yang berdampak pada efisiensi biaya pemeliharaan dan juga

memperpanjang umur manfaat aset.

Dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan study kasus mengenai

pemeliharaan elevator pada Kementerian Perindustrian. Tujuan studi kasus ini adalah

untuk mengetahui bagaimana metode dan prosedur pemeliharaan elevator pada

Kementerian Perindustrian, dan apakah dalam pemeliharaan elevator entitas telah

menerapkan prinsip efektif, efisien, dan ekonomis dalam rangka pelayanan prima kepada

pengguna elevator.

Gedung Kementerian Perindustrian yang berkedudukan di Jalan Gatot Subroto Kavling

52-53 Jakarta Selatan dibangun pada tahun 1983, terdiri dari 21 lantai dengan elevator

berjumlah 10 unit. Elevator dibagi menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :

a. 4 unit elevator low zone yang melayani pengguna dari lantai dasar sampai dengan

lantai 12 dan dapat berhenti pada tiap lantai.

b. 4 unit elevator high zone yang melayani pengguna dari lantai dasar sampai dengan

lantai 20 dan hanya berhenti pada lantai 12 dan diatasnya.


c. 1 unit elevator khusus menteri, pejabat eselon I dan II yang melayani pengguna dari

lantai dasar sampai lantai 20 dan berhenti pada tiap lantai.

d. 1 unit elevator khusus barang yang melayani pengguna dari lantai dasar sampai lantai

20 dan berhenti pada tiap lantai.

Dalam operasional sehari-hari, terdapat 1.878 pegawai yang bekerja pada gedung

Kementerian Perindustrian tersebut. Dengan kapasitas elevator yang melayani pegawai

hanya berjumlah 8 unit, maka 8 unit tersebut harus selalu dalam kondisi prima agar dapat

memperlancar pelaksanaan tugas dan fungsi pegawai.

B. METODOLOGI
Metodologi yang digunakan dalam studi kasus ini meliputi wawancara mendalam

mengenai pemeliharaan elevator dengan staf pada Biro Umum Kementerian

Perindustrian, dan studi literatur dengan mempelajari beberapa sumber bacaan terkait

dengan metode pemeliharaan aset yang efisien, efektif dan ekonomis. Analisis dilakukan

terhadap kondisi yang ada saat ini dan membandingkan dengan teori yang ada, kemudian

ditarik kesimpulan apakah metode pemeliharaan yang ada saat ini telah sesuai dengan

prinsip-prinsip pengelolaan aset yang baik.


Untuk mengetahui dampak dari pemeliharaan elevator bagi pengguna, penulis juga

melakukan penelitian terhadap kepuasan atas ketersediaan elevator di Kementerian

Perindustrian dengan menggunakan kuesioner mini survey.

C. PENDEKATAN TEORI

1. Definisi Pemeliharaan Aset Menurut Beberapa Sumber

Beberapa definisi pemeliharaan sebagai berikut :


Pemeliharaan adalah serangkaian aktivitas untuk menjaga, memperbaiki dan

mengembalikan kondisi peralatan atau sistem, agar kinerjanya sesuai dengan fungsi atau

rancangannya. (Sugiama, 2014)

Dalam buku “operations Management” pemeliharaan adalah : “all activities involved in

keeping a system’s equipment in working order”. Artinya: pemeliharaan adalah segala

kegiatan yang di dalamnya adalah untuk menjaga sistem peralatan agar bekerja dengan

baik.(Heizer,2001,h.45)

Pemeliharaan adalah semua pekerjaan rutin dan berulang yang diperlukan untuk

memelihara suatu fasilitas, misalnya suatu saluran, struktur, fasilitas penyimpanan, dll.

Dalam kondisi seperti ini memungkinkan untuk digunakan pada kapasitas aslinya atau

kapasitas rancangannya dan efisiensinya. (KemenPU, 2008, h.VII-6).

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan adalah

serangkaian aktivitas yang dilakukan untuk menjaga sistem kerja peralatan sesuai dengan

rancangannya sehingga dapat digunakan dengan baik dan efisien.

2. Tujuan Pemeliharaan Aset

a. Untuk memperpanjang kegunaan asset.

b. Untuk menjamin ketersediaan optimum aset yang dipasang untuk produksi dan

mendapatkan laba investasi maksimum yang mungkin.

c. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh aset atau peralatan yang

diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu.

d. Untuk menjamin keselamatan pengguna sarana tersebut.

e. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan melaksanakan

kegiatan pemeliharaan secara efektif dan efisien.


3. Jenis-jenis Pemeliharaan

Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan Pekerjaan pemeliharaan dikategorikan

dalam dua cara, yaitu :

a Pemeliharaan terencana (planned maintenance)

Pemeliharaan terencana adalah pemeliharaan yang dilakukan secara terorginisir untuk

mengantisipasi kerusakan peralatan di waktu yang akan datang, pengendalian dan

pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Corder,

Antony, K. Hadi, (1992) Pemeliharaan terencana dibagi menjadi dua aktivitas utama

yaitu:

- Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance)

Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) adalah inspeksi periodik untuk

mendeteksi kondisi yang mungkin menyebabkan produksi terhenti atau berkurangnya

fungsi peralatan dikombinasikan dengan pemeliharaan untuk menghilangkan,

mengendalikan, kondisi tersebut dan mengembalikan mesin ke kondisi semula atau

dengan kata lain deteksi dan penanganan dini kondisi abnormal mesin sebelum

kondisi tersebut menyebabkan cacat atau kerugian.

Menurut Jay Heizer dan Barry Render, (2001) dalam bukunya “Operations

Management” preventive maintenance adalah : “A plan that involves routine

inspections, servicing, and keeping facilities in good repair to prevent failure”.

Artinya preventive maintenance adalah sebuah perencanaan yang memerlukan

inspeksi rutin, pemeliharaan dan menjaga agar fasilitas dalam keadaan baik sehingga

tidak terjadi kerusakan di masa yang akan datang. Ruang lingkup pekerjaan
preventive termasuk : inspeksi, perbaikan kecil, pelumasan dan penyetelan, sehingga

peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar dari kerusakan.

Menurut Dhillon B.S, (2006) dalam bukunya “maintainability, maintenance, and

reliability for engineers” ada 7 elemen dari pemeliharaan pencegahan (preventive

maintenance) yaitu:

 Inspeksi: memeriksa secara berkala (periodic) bagian-bagian tertentu untuk dapat

dipakai dengan membandingkan fisiknya, mesin, listrik, dan karakteristik lain

untuk standar yang pasti,

 Kalibrasi: mendeteksi dan menyesuaikan setiap perbedaan dalam akurasi untuk

material atau parameter perbandingan untuk standar yang pasti,

 Pengujian: pengujian secara berkala (periodic) untuk dapat menentukan

pemakaian dan mendeteksi kerusakan mesin dan listrik,

 Penyesuaian: membuat penyesuaian secara periodik untuk unsur variabel tertentu

untuk mencapai kinerja yang optimal,

 Servicing: pelumasan secara periodik, pengisian, pembersihan, dan

seterusnya, bahan atau barang untuk mencegah terjadinya dari kegagalan baru

jadi,

 Instalasi: mengganti secara berkala batas pemakaian barang atau siklus waktu

pemakaian atau memakai untuk mempertahankan tingkat toleransi yang

ditentukan,

 Alignment: membuat perubahan salah satu barang yang ditentukan elemen

variabel untuk mencapai kinerja yang optimal.

- Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)


Pemeliharaan secara korektif (corrective maintenance) adalah pemeliharaan yang

dilakukan secara berulang atau pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki

suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti untuk memenuhi

suatu kondisi yang bisa diterima. (Corder, Antony, K. Hadi, 1992). Pemeliharaan ini

meliputi reparasi minor, terutama untuk rencana jangka pendek, yang mungkin timbul

diantara pemeriksaan, juga overhaul terencana.

Menurut Jay Heizer dan Barry Reder, 2001 pemeliharaan korektif (Corrective

Maintenance) adalah : “Remedial maintenance that occurs when equipment fails and

must be repaired on an emergency or priority basis”. Pemeliharaan ulang yang terjadi

akibat peralatan yang rusak dan harus segera diperbaiki karena keadaan darurat atau

karena merupakan sebuah prioritas utama.

Menurut Dhillon B.S,2001 Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance) adalah

pemeliharaan yang tidak direncanakan, tindakan yang memerlukan perhatian lebih

yang harus ditambahkan, terintegrasi, atau menggantikan pekerjaan telah dijadwalkan

sebelumnya. Dengan demikian, dalam pemeliharaan terencana yang harus

diperhatikan adalah jadwal operasi, perencanaan pemeliharaan, sasaran perencanaan

pemeliharaan, faktor-faktor yang diperhatikan dalam perencanaan pekerjaan

pemeliharaan, sistem organisasi untuk perencanaan yang efektif, dan estimasi

pekerjaan. Jadi, pemeliharaan terencana merupakan pemakaian yang paling tepat

mengurangi keadaan darurat dan waktu nganggur mesin. Adapun keuntungan lainya

yaitu:

b Pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance)

Pemeliharaan tak terencana adalah pemeliharaan darurat, yang didefenisikan sebagai

pemeliharaan dimana perlu segera dilaksanakan tindakan untuk mencegah akibat yang
serius, misalnya hilangnya produksi, kerusakan besar pada peralatan, atau untuk

keselamatan kerja. (Corder, Antony, K. Hadi, 1992). Pada umumnya sistem pemeliharaan

merupakan metode tak terencana, dimana peralatan yang digunakan dibiarkan atau tanpa

disengaja rusak hingga akhirnya, peralatan tersebut akan digunakan kembali maka

diperlukannya perbaikan atau pemeliharaan.

Gambar 1. Diagram alir dari pembagian pemeliharaan

(Sumber: Anonim, USU)

4. Strategi Pemeliharaan

Menurut Sharma, Kumar dan Kumar (2005), strategi pemeliharaan terdiri dari:

a. Breakdown Maintenance

Breakdown Maintenance dilakukan untuk mengembalikan fungsi peralatan, tidak ada

tindakan yang diambil untuk memahami apa yang menyebabkan kegagalan, atau tindakan apa

yang mungkin bisa diambil untuk meminimalkan kegagalan masa depan.

b. Preventive Maintenance

Preventive maintenance adalah strategi pemeliharaan yang mengurangi frekuensi dan

kegagalan sporadis dengan melakukan perbaikan yang direncanakan, penggantian,

perombakan, pelumasan, pembersihan dan inspeksi pada interval waktu tertentu. Tujuan dari
strategi preventive maintenance adalah untuk meminimalkan kemungkinan kegagalan

peralatan prematur dengan melakukan perawatan sebelum kegagalan peralatan. Strategi ini

lebih efektif dengan bantuan sistem yang terkomputerisasi, seperti Computerized

Maintenance Management System (CMMS). Strategi ini efektif, namun proses

pemeliharaannya memiliki risiko inheren, yaitu kurangnya penggunaan pengumpulan data

dan penilaian risiko atas alat yang digunakan.

c. Conditions Based Maintenance

Conditions based maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan dengan bantuan alat

analisa, pada jadwal yang teratur-harian, mingguan atau bulanan. Alat analisa tersebut

mengukur kondisi fisik seperti suhu, getaran, kebisingan, korosi, dan tanda-tanda lainnya,

yang dapat menyebabkan kegagalan dini. Pemeliharaan conditions based maintenance

dianggap sebagai program pemeliharaan yang lebih menonjol dirancang untuk industri

mekanik, yang memonitor kinerja berputar atau peralatan timbal balik. Kekurangan

pemeliharaan ini ada pada pengumpulan data dan alat penilaian risiko yang digunakan.

d. Total Productive Maintenance

Total productive maintenance membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh organisasi,

termasuk manajemen. Prioritas total productive maintenance adalah untuk mengeliminasi

atau meminimalkan kerugian akibat downtime, kerugian akibat setup dan penyesuaian,

berkurangnya rugi, berkurangnya kecepatan, menderita cacat, dan berkurangnya nilai bunga.

Total productive maintenance ini telah efektif dan memberikan kelebihan dibandingkan

dengan strategi pemeliharaan yang lain. Namun, terdapat kelemahan inherennya, yaitu

komponen yang diperlukan untuk menerapkan program pemeliharaan pencegahan yang

efektif yang membuat peralatan berjalan secara optimal.

e. Reliability Centered Maintenance


Reliability centered maintenance berfokus kepada optimalisasi pencegahan dan prediksi

pemeliharaan, yang menghasilkan peningkatan efektivitas peralatan dan meminimalkan biaya

pemeliharaan. Strategi Reliability Centered Maintenance berfokus pada menjaga fungsi

sistem daripada memulihkan fungsi peralatan dan memulihkan peralatan untuk kondisi ideal.

Reliability Centered Maintenance memainkan peran penting dalam membangun program

pencegahan pemeliharaan yang memastikan bahwa fungsi peralatan berjalan pada tingkat

keefektifan yang tinggi. Reliability Centered Maintenance menyediakan pemeliharaan

proaktif dalam jumlah minimum yang aman. Reliability Centered Maintenance

mempertahankan pemeliharaan pencegahan dan menggabungkan strategi CBM dan Run-to-

Fault Maintenance.

Empat kunci elemen utama fokus RCM yaitu:

1. Memelihara fungsi sistem,

2. Mengidentifikasi modus kegagalan yang dapat berdampak pada fungsi sistem,

3. Memprioritaskan fungsi sistem kebutuhan,

4. Memilih tugas-tugas pemeliharaan preventif yang berlaku dan efektif.

Kelebihan strategi RCM dibandingkan dengan strategi lain yaitu:

1. Pemeliharaan yang berkelanjutan secara periodik, termasuk imspeksi, perbaikan, dan

pengecekan;

2. Pemeliharaan berdasarkan kondisi peralatan dapat mencegah terjadinya kesalahan;

3. Run-to-fault maintenance.
BAB II

PEMELIHARAAN ELEVATOR DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

A. PEMELIHARAAN ELEVATOR DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

1. Kondisi Saat Ini


Yang dimaksud elevator atau sering disebut lift adalah angkutan transportasi vertikal yang

digunakan untuk mengangkut orang atau barang. Lift umumnya digunakan di gedung-

gedung bertingkat tinggi; biasanya lebih dari tiga atau empat lantai. Secara umum, tujuan dari

penyediaan elevator ini adalah untuk mempermudah mobilisasi orang/barang pada gedung

bertingkat (transportasi vertikal). Elevator dapat dikatakan bekerja dengan baik apabila dapat

memberikan pelayanan pada penggunanya dengan aman dan nyaman. Indikator kinerjanya

dapat dilihat dari tingkat gangguan yang terjadi, misalnya elevator mogok atau elevator tidak

sampai pada lantai yang dituju.

Elevator pada gedung Kementerian Perindustrian berjumlah 10 unit, yang terdiri dari 8 unit

elevator pegawai, 1 unit elevator VIP khusus menteri/pejabat eselon I dan II dan 1 unit

elevator barang dengan spesifikasi sebagai berikut :

- Elevator Low/High Zone

Merk : HITACHI, Ltd Tokyo, JAPAN

Wire Rope Dia : 12 mm

Support : 1.Panel Elevator 5.Electric Blower

2.Motor Lift 6.Floor Controller

3.Magnetic Brake 7.Motor Generator

4.Speed Governor

- Elevator VIP Khusus Menteri/Pejabat Eselon I dan II

Merk : HITACHI, Ltd Tokyo, JAPAN

Wire Rope Dia : 8 mm

Support : 1.Motor Generator 4.Traction Machine

: 2.Panel Elevator 5.Magnetic Brake

: 3.Speed Governor 6.Motor Lift (DC Motor)


- Elevator Barang

Merk : HITACHI, Ltd Tokyo, JAPAN

Wire Rope Dia : 16 mm

Support : 1.Motor Generator 5.Traction Machine

: 2.Panel Elevator 6.Floor Control

: 3.Speed Governor 7.Motor Lift (DC Motor)

: 4.Magnetic Brake

Berdasarkan Laporan Barang Milik Negara per 31 Desember 2014, nilai perolehan dan nilai buku

elevator adalah sebagai berikut :

Tahun Harga Pengembangan Nilai


No Nama Barang Penyusutan
Perolehan Perolehan Nilai Buku

1 Elevator Low 1983 77.534.000 554.220.750 631.754.750 0


Zone

2 Elevator Low 1983 77.534.000 554.220.750 631.754.750 0


Zone

3 Elevator Low 1983 77.534.000 554.220.750 631.754.750 0


Zone

4 Elevator Low 1983 77.534.000 554.220.750 631.754.750 0


Zone

5 Elevator High 1983 77.534.000 554.220.750 631.754.750 0


Zone

6 Elevator High 1983 77.534.000 554.220.750 631.754.750 0


Zone

7 Elevator High 1983 77.534.000 554.220.750 631.754.750 0


Zone

8 Elevator High 1983 77.534.000 554.220.750 631.754.750 0


Zone

9 Elevator VIP 1983 77.534.000 937.725.000 1.015.259.000 0

10 Elevator 1983 110.829.000 661.737.900 772.566.900 0


Barang

2. Pemeliharaan Elevator

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M-IND/10/2010 tentang

organisasi dan tata kerja Kementerian Perindustrian, Sekretariat Jenderal c.q Biro Umum

mempunyai tugas melaksanakan urusan administrasi, kerumahtanggaan, dan perlengkapan di

lingkungan kementerian serta pelayanan administrasi pimpinan. Dalam melaksanakan

tugasnya tersebut, salah satu tugas utama Biro Umum bertanggungjawab atas pengelolaan

barang milik negara, termasuk didalamnya elevator yang berada di gedung kantor pusat

Kementerian Perindustrian.

Metode pemeliharaaan yang diterapkan untuk elevator di gedung kantor pusat Kementerian

Perindustrian adalah pemeliharaan preventiv. Dimana pemeliharaan dilakukan dengan

melakukan pengecekan dan perbaikan kerusakan atas komponen-komponen elevator secara

berkala baik harian, mingguan maupun tahunan. Untuk melakukan pemeliharaan preventif,

diperlukan tenaga kerja yang terdidik, terlatih dan profesional dalam bidang pemeliharaan

elevator.

Karena keterbatasan sumberdaya manusia yang menguasai teknis pemeliharaan elevator, Biro

Umum menunjuk pihak penyedia jasa untuk melaksanakannya. Pemilihan penyedia jasa

pemeliharaan elevator dilakukan dengan tender yang dilaksanakan pada awal tahun anggaran.

Biaya yang tersedia untuk jasa pemeliharaan pada setiap tahun berkisar antara

Rp500.000.000 – Rp600.000.000 pertahun.

Lingkup pemeliharaan elevator meliputi :


- Pemeliharaan harian dilakukan pada setiap pagi di hari kerja sebelum pegawai tiba di

kantor. Lingkup pengecekan harian meliputi pemeriksaan terhadap operasional


komponen-komponen elevator (mobilitas car lift, pintu lift, pengaman lift, indikator

push button, dll)


- Pemeliharaan mingguan dilakukan pada setiap akhir pekan saat pegawai libur, waktu

ini dipilih agar pengecekan tidak mengganggu aktivitas pegawai. Pengecekan

mingguan meliputi pemeriksaan pada ruang mesin (panel control, mesin), ruang luncur

lift, hall area, car station, pit area dan peralatan pendukung lift
- Pemeliharaan tahunan dilakukan satu kali dalam setahun. Pengecekan tahunan meliputi

pemeriksaan menyeluruh terhadap elevator. Pemeriksaan tahunan dilakukan dalam

waktu kurang lebih selama 45 hari untuk seluruh elevator. Pada saat pemeriksaan

tahunan elevator yang sedang dilakukan pengecekan tidak dioperasikan rata-rata 5 hari

untuk setiap elevator.


Dalam pemeliharaan elevator, Biro Umum telah menetapkan Standar Operasional Prosedur

yang mengatur mengenai teknis pemeliharaan elevator oleh pihak penyedia jasa, yaitu :
a. Pemeliharaan harian
- Operator/teknisi menjalankan elevator dengan menghidupkan panel daya lift
- Operator/teknisi melakukan pemeriksaan terhadap arus dan tegangan pada panel
- Operator/teknisi melakukan pemeriksaan tehadap box panel pada car lift, kemudian

melakukan setting tombol untuk menjalankan lift


- Operator/teknisi melakukan pengecekan mobilitas lift dengan menjalankan lift

menuju level/lantai tertentu


- Operator/teknisi melaporkan kondisi lift pada Biro Umum
b. Pemeliharaan mingguan
- Operator/teknisi melakukan pemeriksaan pada ruang mesin yang meliputi

temperature, power supply, kebersihan dan penerangan ruang


- Operator/teknisi melakukan pemeriksaan pada panel control (tegangan,

gangguan/error)
- Operator/teknisi melakukan pemeriksaan mesin lift
- Operator/teknisi melakukan pemeriksaan ruang luncur lift
- Operator/teknisi melakukan pemeriksaan pada hall area
- Operator/teknisi melakukan pemeriksaan car station
- Operator/teknisi melakukan pemeriksaan pit area
- Operator/teknisi melakukan pemeriksaan peralatan pendukung
- Operator/teknisi membuat laporan hasil pemeriksaan dan diserahkan pada Biro

Umum
- Biro Umum menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan
c. Pemeliharaan tahunan
- Operator/teknisi melakukan general checkup pada seluruh bagian-bagian elevator
- Operator/teknisi membuat laporan hasil pemeriksaan dan mengusulkan penggantian

bagian penunjang elevator yang akan dilakukan penggantian meliputi tali cord baja

elevator, sensor keselamatan elevator, mekanical elektrikal, dan diserahkan pada

Biro Umum
- Biro Umum menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan dengan melakukan

penggantian pada peralatan penunjang yang harus diganti secara tahunan

3. Keunggulan dari metode pemeliharaan preventif

Dalam memilih metode pemeliharaan, entitas harus dapat mempertimbangkan analisis biaya

dan manfaat atas keputusan yang akan diambil, termasuk kelebihan dan kekurangan dari

metode pemeliharaan tersebut. Metode pemeliharaan preventif dipilih karena diyakini

memiliki keunggulan sebagai berikut :

a. Identifikasi dari kerusakan elevator lebih cepat


Identifikasi dari kerusakan dapat diketahui lebih cepat karena pada pemeliharaan

dilakukan dalam waktu yang teratur dan sering. Jika pada saat pemeriksaan harian telah

diketahui elevator tidak bekerja sesuai dengan kondisi normal, maka dapat

diidentifikasi secara lebih cepat apa penyebab dan langkah apa yang harus ditempuh

untuk perbaikannya.
b. Kerusakan elevator dapat diminimalisir
Karena identifikasi kerusakan diketahui sedini mungkin, maka kerusakan fatal akibat

adanya ketidakberesan pada operasional elevator dapat diminimalisir.


c. Umur teknis elevator lebih panjang
Pemeliharaan preventif juga dapat memperpanjang umur teknis elevator, dengan

pemeliharaan preventif maka kerusakan alat dapat diminimalisir dan masa penggunaan

alat akan lebih lama. Hal ini dapat dibuktikan dengan umur elevator yang sudah lebih

dari 30 tahun, elevator tersebut sampai saat ini masih dapat berfungsi dengan baik,

meskipun kadang mengalami kerusakan.


4. Dampak dari penerapan pemeliharaan preventif

Dampak dari pemeliharaan dengan metode preventif adalah biaya untuk pemeliharaan

menjadi lebih ringan. Hal ini disebabkan karena kerusakan-kerusakan kecil sudah dapat

terdeteksi secara dini dan terhindar dari kerusakan yang fatal. Lebih jauh, pemeliharaan

preventif ini juga dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengguna elevator.

Namun, hal ini tidak sesuai dengan pendapat dari pengguna elevator di Kementerian

Perindustrian.

Data dari mini survey yang dilakukan terhadap pengguna elevator di gedung Kementerian

Perindustrian, ditemukan fakta bahwa dari 12 orang yang ditanya mengenai keamanan dan

kenyamanan saat menggunakan elevator, 7 orang menjawab mereka merasa tidak aman dan

nyaman saat menggunakannya. Dari hasil survey tersebut dapat disimpulkan bahwa elevator

yang tersedia saat ini belum dapat mencapai indikator kinerja utamanya yaitu memberikan

pelayanan kepada pengguna dengan aman dan nyaman. Alasan yang mungkin

melatarbelakangi ketidaknyamanan pengguna elevator adalah seringnya mereka mengalami

hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya elevator tidak berhenti pada lantai yang dituju atau

elevator mogok pada saat ada pengguna didalamnya.

5. Analisis kelemahan dari metode pemeliharaan preventif

Penerapan metode pemeliharaan preventif diyakini sebagai metode yang paling baik dalam

pemeliharaan elevator di Kementerian Perindustrian, namun dari metode tersebut juga

terdapat kelemahan yaitu pemeliharaan dengan metode ini hanya fokus pada pemeliharaan

rutin, bukan pada bagaimana mengidentifikasi titik kritis untuk dapat mempertahankan

kinerja sistem yang ada sehingga perbaikan dapat dihindari. Tidak adanya pertimbangan
tersebut menyebabkan pemeliharaan hanya terfokus pada jadwal yang sudah ditetapkan, hal

ini berakibat pada inefisiensi biaya pemeliharaan.

Salah satu metode yang dapat menyempurnakan metode pemeliharaan preventif adalah

metode Reliability Centered Maintenance (RCM). Metode ini diawali dengan pengumpulan

data dan analisis yang kemudian digunakan untuk merancang pemeliharaan. Data yang

dikumpulkan dapat berupa data mengenai komponen apa yang sering terjadi kerusakan,

berapa frekuensi penggantiannya dan risiko apa yang akan terjadi apabila komponen tersebut

tidak diganti secepatnya.

Perbedaan mendasar dari metode RCM dengan pemeliharaan preventif adalah, pemeliharaan

preventif difokuskan pada penjadwalan rutin terhadap pemeliharaan aset, namun pada RCM

difokuskan pada bagaimana mempertahankan fungsi sistem. Rencana pemeliharaan sudah

mempertimbangkan analisis mengenai komponen kritis, masa manfaat komponen tersebut,

penjadwalan penggantian komponen dan pemeliharaan, serta analisis terhadap risiko yang

mungkin terjadi. Dengan demikian, penerapan metode RCM diyakini dapat meningkatkan

efisiensi biaya pemeliharaan.

B. PEMELIHARAAN ELEVATOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE

RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM).

Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) dinilai lebih efektif dan efisien karena

metode ini merupakan metode terintegrasi dari beberapa metode yang ada. Beberapa

penelitian telah menganalisis penerapan metode ini pada peralatan produksi yang outputnya

dapat terukur dengan jelas. Namun, belum ada yang meneliti mengenai penerapan metode ini
pada Barang Milik Negara, misalnya pada peralatan kantor, elevator, maupun AC yang output

kinerjanya berupa pelayanan kepada anggota organisasi.

Pada makalah ini kita akan membahas mengenai langkah-langkah penerapan metode RCM

untuk barang milik negara berupa elevator. Jika mengacu pada teorinya, selain digunakan

pada sektor privat, RCM juga dapat diterapkan pada sektor publik. Pada elevator, metode

RCM dapat diterapkan pada keseluruhan atau pada salah satu komponen dalam elevator

tersebut.

Seperti kita ketahui bersama, elevator merupakan salah satu sarana utama pada gedung

bertingkat. Pemilihan metode pemeliharaan merupakan salah satu kunci utama agar alat

tersebut dapat memberikan keamanan dan keselamatan penggunanya. Penerapan RCM pada

elevator harus berdasarkan dasar-dasar dari RCM itu sendiri. Beberapa pertanyaan yang

menjadi dasar RCM akan mempermudah dalam menyusun schedule perawatan elevator.

Langkah-langkah dalam menerapkan metode RCM adalah sebagai berikut :

1. Metode Failure Methode Effect Criticaly Analysis (FMECA)

Metode ini menitikberatkaan pada komponen-komponen penting yang terdapat pada

elevator. Komponen ini perlu dirawat agar umur pakainya lebih lama. Setelah itu

menentukan kemungkinan kegagalan yang terjadi pada elevator, hal ini berguna untuk

menentukan komponen yang bersifat kritis pada elevator. Karena efek kegagalan pada

komponen kritis tersebut cenderung lebih besar dan hal ini berdampak pada keselamatan

penggunanya.

2. Metode Fault Tree Analysis

Pada tahap ini disusun diagram berupa diagram pohon yang bercabang yang

menunjukkan komponen kritis dari sebuah peralatan. FTA dapat dikembangkan dengan
menentukan prioritas part yang perlu dimaintain secara intensif. Dengan menyusun

diagram perambatan kegagalan komponen yang terjadi pada elevator, dapat diidentifikasi

part apa yang merupakan prioritas dari peralatan tersebut.

3. Estimasi umur komponen kritis

Estimasi dilakukan untuk menunjukan bahwa komponen kritis pada elevator mempunyai

umur pakai yang terbatas. Diperlukan analisis yang kompleks dalam menentukan

perhitungan umur pakai tersebut, sehingga pada tahap ini harus dilakukan oleh tenaga

ahli yang benar-benar memahami elevator secara teknis dan teori. Estimasi ini digunakan

sebagai dasar dalam penyusunan schedule penggantian komponen kritis tersebut.

4. Menentukan jenis perawatan sesuai metode RCM

Setelah menentukan komponen kritis dan umur pakai komponen tersebut, langkah

selanjutnya adalah menentukan jenis perawatan yang tepat yang akan dilakukan terhadap

elevator sehingga masa pakai peralatan tersebut dapat lebih lama dan biaya pemeliharaan

dapat ditekan seefisien mungkin dengan tetap taat pada jadwal dan analisis komponen

kritis peralatan tersebut.

5. Penyusunan schedule perawatan beserta risiko yang terjadi

Penyusunan schedule perawatan didasarkan pada analisis terhadap komponen kritis dan

masa manfaat komponen kritis tersebut. Sebuah sistem penjadwalan yang baik akan

membuat usia komponen elevator menjadi lebih lama dan akan mengurangi risiko

kerusakan yang fatal. Dalam menyusun jadwal pemeliharaan, perlu memerhatikan jadwal

yang ditetapkan oleh pabrikan elevator tersebut. Dengan adanya estimasi umur

komponen elevator, akan mempermudah dalam menentukan sebuah perawatan


komponen, kapan saat dirawat dan kapan komponen tersebut harus diganti karena masa

pakainya sudah mendekati habis.

Manajemen risiko menunjukkan akibat yang akan terjadi apabila komponen kritis

tersebut tidak dirawat atau diganti sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Risiko

yang mungkin terjadi mulai dari kerusakan yang lebih fatal atas keseluruhan komponen

elevator yang mengakibatkan pengeluaran biaya yang lebih tinggi, atau bahkan risiko

kecelakaan bagi penggunanya.

Untuk menerapkan langkah-langkah dalam metode RCM tersebut, Kementerian Perindustrian

harus mempersiapkan sumberdaya baik berupa sumberdaya manusia maupun pendanaannya.

Dibutuhkan SDM yang menguasai teknik mesin khususnya elevator untuk dapat menerapkan

metode ini. Kementerian Perindustrian tidak perlu menggunakan tenaga ahli dalam

menerapkan langkah-langkah RCM, ketersediaan sumberdaya yang berlatar belakang

pendidikan teknik industri dinilai mampu untuk melakukan langkah-langkah perancangan

RCM, meskipun dalam teknis pemeliharaanya, Kementerian Perindustrian tetap

menggunakan jasa pihak ketiga.

Selain ketersediaan sumberdaya manusia yang mengetahui teknis mengenai elevator, anggota

organisasi pada level top management sampai dengan level staf harus dapat berkomitmen

dalam penerapan metode RCM, jika tidak maka metode RCM tidak dapat diterapkan dengan

baik, apalagi pada sektor publik yang pada umumnya masih menganut manajemen

tradisional. Faktor pendukung RCM yang tidak kalah penting adalah informasi dan

komunikasi. Informasi dan komunikasi diperlukan untuk mensosialisasikan program ini

kepada seluruh anggota organisasi.

Metode RCM akan lebih mudah diterapkan jika didukung dengan sistem pemeliharaan yang

terkomputerisasi, sistem pendokumentasian yang baik dan perencanaan yang baik mengenai
pemeliharaan aset. Adanya sistem terkomputerisasi dan pendokumentasian yang baik, akan

lebih mempermudah dalam merumuskan dan menjalankan langkah-langkah dalam RCM.

Dengan menerapkan metode RCM pada pemeliharaan elevator, maka teknis pemeliharaan

akan lebih terfokus pada komponen kritis atas alat tersebut, dan dapat meminimalisir adanya

kerusakan fatal pada komponen tersebut. Dampaknya biaya pemeliharaan dapat lebih efisien.

Selain itu, terkait dengan pelayanan kepada pengguna, dengan melihat langkah dalam

penerapannya, metode RCM telah berorientasi pada mempertahankan sistem tersebut agar

berjalan dengan baik dan terhindar dari kerusakan fatal. Diharapkan dengan metode ini

keselamatan pengguna dapat lebih terjamin.


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemeliharaan BMN berupa elevator di gedung kantor pusat Kementerian Perindustrian

merupakan tanggungjawab dari Sekretariat Jenderal c.q Biro Umum. Pada saat ini Biro

Umum telah menerapkan metode pemeliharaan preventif dalam manajemen pemeliharaan

elevator. Pemeliharaan terhadap elevator dilakukan secara terjadwal yang meliputi

pemeliharaan harian, mingguan dan tahunan. Karena keterbatasan sumberdaya, pemeliharaan

elevator dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk melalui tender pada awal tahun anggaran.

Untuk menjamin pelaksanaannya, Biro Umum telah menyusun standar operasional prosedur

pada setiap lingkup pemeliharaan elevator.

Pemeliharaan dengan metode preventif ini dipilih karena diyakini memiliki banyak

keuntungan, diantaranya kerusakan dapat terindentifikasi lebih dini, kerusakan alat dapat

diminimalisir dan juga dapat memperpanjang umur manfaat alat tersebut, sehingga secara

ekonomis, biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan lebih ringan. Namun, dalam

pelaksanaannya pemeliharaan preventif tidak diawali dengan analisis mengenai titik kritis

dari komponen yang berada di dalam elevator, sehingga pemeliharaan hanya terfokus pada

penjadwalan saja. Hal ini menyebabkan adanya inefisiensi biaya pemeliharaan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, penulis menyarankan kepada Kementerian

Perindustrian untuk dapat menerapkan metode Reliability Centered Maintenance (RCM).

Metode ini merupakan penyempurnaan dari pemeliharaan preventif. Dengan

mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya, Kementerian Perindustrian dapat menerapkan

metode ini sehingga pemeliharaan elevator akan lebih terencana dengan baik dan terhindar
dari kerusakan fatal. Hal ini memungkinkan adanya efisiensi pada biaya pemeliharaan.

Dalam praktiknya, metode RCM ini perlu mendapat dukungan dari manajemen, dan juga

dukungan sistem yang terkomputerisasi.

Terkait dengan penelitian selanjutnya, penelitian dapat dilanjutkan dengan studi

eksperimental yang menganalisis penerapan RCM pada elevator dan bagaimana dampaknya

terhadap efisiensi biaya pemeliharaan.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, BAB II Tinajauan Pustaka “Pemeliharaan (Maintainance)”, Universitas Sumatera


Utara, Medan.

Dhillon B.S, (2006) ,“Maintainability, Maintenance, And Reliability For Engineers”.

Jay Heizer dan Barry Render, (2001) dalam bukunya “Operations Management”.

Kementerian Pekerjaan Umum (2008), Panduan Dan Petunjuk Praktis


Pengelolaan Drainase Perkotaan, Bandung.

Sugiama, A Gima.(2014). Diktat Sistem Operasi dan Pemeliharaan.Bandung.

Sugiama, A Gima. (2013). Manajemen Aset Pariwisata.Bandung: Guardaya Intimarta

Corder, A. S. (1996). Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta: Erlangga.

Sharma, A., & Yadava, G. S. (2011). Reviews and Case Studies : A Literature review and
future perspectives on maintenance optimization. Journal of Quality in Maintenance
Engineering, 17(1).

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik


Negara/Daerah

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M-IND/10/2010 tentang Organisasi dan Tata


Kerja Kementerian Perindustrian

Anda mungkin juga menyukai