Anda di halaman 1dari 3

KEMBANGKAN DESA WISATA!

Pada beberapa tahun terakhir, dunia pariwisata mengalami pertumbuhan yang terus
meningkat pesat, bahkan telah menjadi trend dunia. Tempat-tempat yang berpotensi
mengundang banyak kunjungan wisatawan dibangun di sana sini dan didesain sesuai dengan
kecenderungan dan kebutuhan hasrat manusia modern. Kondisi ini dibarengi dengan
peningkatan konsumsi komoditas wisatawan dan kemajuan di bidang tekhnologi, terutama
transportasi dan informasi, yang mendorong perkembangan kepariwisataan menjadi
fenomena global. Bahkan banyak negara di dunia mengandalkan kemajuan pembangunan
nasional pada sektor pariwisata, termasuk Indonesia.

Fenomena ini tentu sangat berketerkaitan terhadap adanya pergeseran orientasi dan preferensi
pasar pada pemilihan produk wisata. Promosi produk wisata semakin mudah ditemukan
dengan nuansa baru dan desain the newest yang terus berkompetisi demi memberikan ruang
kenyamanan bagi wahana rehat. Akhirnya produk wisata konvensional saat ini mulai banyak
ditinggalkan dan beralih kepada produk wisata yang mempunyai nuansa khas yang
mengedepankan unsur pengalaman dan profesionalitas, keunikan dan kualitas (uniqueness
and quality) servis.
Pandangan ini mampu mendorong menjamurnya desa-desa wisata (tourism village) di
berbagai propinsi di Indonesia, termasuk Bali. Tourism village sebagaimana dikemukakan
oleh Nuryanti (1993:2-3) adalah suatu bentuk integitas antara atraksi, akomodasi dan fasilitas
pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan
tata cara dan tradisi yang berlaku. Desa wisata memiliki dua komponen utama: pertama
akomodasi, yaitu sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit
yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk. Kedua atraksi, yaitu seluruh
kehidupan keseharian penduduk setempat beserta perencanaan fisik lokasi desa yang
memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti: kursus tari, dan
bahasa.
Animo wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata jenis ini semakin bertambah dari tahun
ke tahun. Karenanya bukanlah suatu yang mustahil apabila pemerintah yang dalam hal ini
Dinas kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Bali pada tahun 2018 harus cepat tanggap
mengembangkan desa wisata di berbagai kota/kabupaten. Pengembangan desa wisata ini
sebagai bagian dari upaya membangun komunitas pariwisata yang berbasis pada masyarakat
(community based tourism).
Bali, propinsi yang kaya potensi wisata, nampaknya juga tidak mau ketinggalan dalam
memanfaatkan moment potensial ini. Terbukti, dalam tiga tahun terakhir ini, banyak
bermunculan desa-desa yang disulap menjadi desa wisata dengan konsep yang sangat
bervariasi, tergantung pada potensi yang dimilikinya. Selain jumlahnya terus meningkat,
variasi potensi desa yang memenuhi kriteria asli lokal, unik dan indah sebagai desa wisata
pun makin beragam. Selain itu, faktor pendukungnya, yakni desa harus memiliki tradisi dan
budaya yang relatif asli, makanan khas, sistem pertanian dan sistem sosial. Di luar faktor-
faktor tersebut, alam dan lingkungan yang masih asli dan terjaga merupakan salah satu faktor
terpenting bagi desa sebagai sebuah kawasan tujuan wisata.

Nilai Manfaat
Berkembangnya wisata minat khusus (special interest tourism) sebagai bentuk peralihan dari
wisata massal (mass tourism) memberikan peluang besar bagi desa wisata. Perkembangan
desa wisata yang terus mengalami peningkatan ini sebagai akibat dari tuntutan pasar
wisatawan sekaligus potensi-potensi yang dimiliki. Sudah tidak dapat disangkal lagi, apabila
desa wisata akan semakin berkembang. Karena suasana desa mampu menawarkan nuansa
yang berbeda, sunyi dan damai, ditambah dengan berleburnya wisatawan dengan masyarakat
sekitar dengan segala aktivitasnya. Hal ini akan memberikan nilai manfaat yang berupa
pengetahuan dan pengalaman baru. Pengalaman yang berkualitas akan diperoleh melalui
keterlibatan aktif wisatawan baik secara fisik, mental atau emosional terhadap objek-objek
atau kegiatan wisata yang diikutinya.Melihat nilai-nilai potensial pada desa wisata ini, mau
tidak mau, akan mendorong minat dan motivasi wisatawan untuk berkunjung. Selain itu, desa
wisata saat ini berpotensi untuk dijadikan sebagai komoditas apalagi ditunjang dengan
meningkatnya gairah wisatawan asing yang terus menyerbu tempat-tempat pariwisata kita,
dimana kebutuhan dalam melakukan perjalanan wisata merupakan kegiatan yang penting
untuk menghilangkan kejenuhan dan mencari kesenangan. Fenomena di atas didukung oleh
ramalan World Tourism Organization (WTO) yang mengatakan jumlah kunjungan wisatawan
global akan meningkat menjadi 1.018 juta orang dengan perolehan devisa sebesar US$ 3,4
triliun, investasi pariwisata dunia sebesar 10,7 persen permodalan pada tahun 2010.
Prospek desa wisata yang mulai menjamur khususnya di Propinsi Bali akan memberikan
penambahan devisa yang potensial bagi pendapatan daerah. Di samping itu, pengenalan
tradisi lokal akan menjadi prioritas yang harus dipersiapkan oleh pemerintah ataupun pihak-
pihak yang kompeten dalam mendukung proyek yang mempunyai masa depan bisnis yang
cerah ini. Karena sudah jelas, daerah tujuan wisata unggulan (tourism destination) yang kerap
menjadi pilihan para wisatawan dewasa ini, tidak bisa dilepaskan dengan potensi alam
dengan kekhasan tradisi di daerah masing-masing. Dalam konteks ini, Bali dengan kekayaan
destinasinya, dapat menjadi salah satu tempat favorit bagi para wisatawan baik lokal ataupun
mancanegara dalam menghabiskan waktu senggang.
Di samping itu, kesiapan pihak-pihak pengelola dan masyarakat setempat, sebagai komponen
utama yang menjadi objek wisata, harus benar-benar diperhatikan. Karena tanpa adanya
kesiapan dari pihak-pihak yang terlibat dalam ‘proyek’ ini, masa depan desa wisata justru
akan menjadi boomerang bagi penduduk setempat. Sikap waspada semacam ini perlu
ditumbuhkan sebelum cengkraman eksploitasi pasar (pariwisata), yang akhirnya bermuara
kepada kepentingan komoditas semata, menjadi jalan praktis yang dilalui demi menjual
tradisi dan potensi lokal menjadi keuntungan.

Anda mungkin juga menyukai