Pengaruh Lingkungan PDF
Pengaruh Lingkungan PDF
ABSTRACT
The technique of sensitivity analysis was used to estimate the sensitivity of potential evapotranpiration (ETp) to
climate change using seven alternative ETp estimation methods. The methods which differ in structure and data
requirement were: Thornthwaite, Blaney-Criddle, Samani-Hargreaves, Jensen-Haise, Priestley-Taylor, Penman,
and Penman-Monteith. The Analysis performed using climate data from four sites in West Java. The result indicates
that the methods differ in some cases significantly, in their sensitivities to temperature. Based on their respons
to temperature increase, Thornthwaite, Blaney-Cridle and Jensen-Haise methods, are relative more sensitive
than the others, followed by Samani-Hargreaves, while Priestley-Taylor, Penman, and Penman-Monteith their
sensitivity are relative small and almost the same. The degree of agreement among methods is affected, to lesser
extend by location and by the season.
Tabel 2. Nama dan posisi stasiun klimatologi yang data iklimnya digunakan dalam analisis.
Nama Stasiun Posisi Tempat Altitude Suhu RH Radiasi Surya Kecepatan Angin
0 2
(m) ( C) (%) (mj/m ) (km/hari)
Sesuai dengan tujuan utama studi, yaitu untuk dengan ETp 1 = Evapotranspirasi potensial hasil
memeriksa kepekaan ETp terhadap perubahan iklim, perhitungan menggunakan input data iklim sebelum
maka langkah pertama ialah menentukan nilai dasar dibebani perubahan dan ETp2 = Evapotranspirasi
ETp (tanpa perubahan iklim), menggunakan metode potensial hasil perhitungan menggunakan input data
Thornthwaite, Blaney-Criddle, Samani-Hargreaves, iklim setelah dibebani perubahan.
Jensen-Haise, Priestley-Taylor, Penman, and Penilaian kepekaan motode pendugaan
Penman-Monteith (Tabel 1). Sementara itu, di dalam evapotranspirasi potensial terhadap perubahan iklim,
penilaian kepekaan ETp terhadap variabel Iklim hanya yakni tanggapan ETp terhadap kenaikan suhu
pengaruh suhu yang diperiksa, sedangkan variable dilakukan melalui analisis regresi. Persamaan regresi
lainnya dianggap tidak mengalami perubahan. diturunkan dengan menempatkan nilai persentase
Setelah diperoleh nilai dasar ETp bulanan untuk setiap perubahan ETp sebagai variabel terikat (Y),
lokasi menurut masing-masing metode, kemudian sedangkan variabel iklim (suhu) sebagai variabel
dilanjutkan dengan analisis kepekaan tiap metode bebas, prediktor (X).
terhadap perubahan yang terjadi pada suhu, yaitu
dengan cara mengvariasikan variabel suhu yang HASIL DAN PEMBAHASAN
menjadi masukan dalam perhitungan. Besarnya Nilai dasar ETp. Nilai dasar ETp tahunan
perubahan suhu yang digunakan dalam analisis hasil pendugaan untuk masing-masing stasiun
adalah 0oC sampai dengan 3oC, dengan interval disajikan pada Gambar 1. Sedangkan rata-rata
perubahan (kenaikan) 0,50C. tahunannya (mm/hari) disajikan pada Tabel 3.
Perubahan suhu sampai sebesar 3 0 C
TotalETp tahunan (m m H 2O )
digunakan didasarkan pada hasil perhitungan yang
2000
telah dilakukan oleh Blantaran de Rozari et al, (1990) 1800
berkisar antara 1,0 sampai 1,4%. Ini berarti jika suhu Thorn B-C S-H P-T J-H Pen P-M PKA
maksimum absolut sekarang adalah 37,70C, maka Gambar 1. ETp tahunan yang diduga di stasiun Ciledug,
Cimanggu, Citeko, dan Margahayu menggunakan
pada iklim GISS, suhu tersebut adalah 1,010 (273 +
metoda Thornthwaite, Blaney-Cridle, Samani-
37,7)0K = 314,10K, atau 1,014 (311,0)0K. Jadi suhu Hargreaves, Priestley-Taylor, Jensen-Haise, Penman,
absolut pada keadaan ERK akan diperkuat menjadi dan Penman-Monteith, serta ETp Panci Kelas A.
3,70C lebih tinggi bila perubahannya 1%, atau 4,40C Berdasarkan metode yang digunakan ternyata
lebih tinggi bila perubahannya 1,4%. metode Priestley-Taylor menghasilkan nilai rata-rata
Perubahan besarnya ETp di bawah kondisi ETp tahunan tertinggi, sedangkan nilai terendah
iklim yang berubah dinyatakan dalam persentase dari didapatkan pada perhitungan menggunakan metode
besar ETp pada keadaan iklim standard (tanpa Blaney-Criddle, terjadi di hampir semua stasiun,
perubahan iklim). Persentase perubahan dihitung kecuali di stasiun Cimanggu. Keadaan demikian
menggunakan persamaan diduga disebabkan karena di stasiun Cimanggu suhu
[(ETp2-ETp1)/(ETp1)] x 100% harian tinggi, namun radiasi surya yang diterimanya
Tabel 3. Rata-rata nilai dasar tahunan (mm/hari) ETp di beberapa stasiun klimatologi yang dihitung menggunakan tujuh metode
pendugaan.
Stasiun Metode
PKA Thorn B-C S-H P-T J-H Pen P-M
Ciledug 3,64 4.60 3.88 4.34 5.27 4.79 4.76 4.34
Cimanggu 3,10 4.47 3.91 4.16 4.21 4.24 4.03 3.68
*
Citeko - 2.60 2.51 3.58 3.90 3.48 3.74 3.34
Margahayu 3,38 2.55 2.46 3.81 4.12 3.58 3.58 3.30
-: Tidak ada data, PKA: Panci Kelas A, Thorn: Thornthwaite, B-C: Blaney-Cridle, S-H: Samani-Hargreaves, P-T: Priesley-Taylor, J-
H: Jensen-Haise, Pen: Penman, P-M: Penman-Monteith.
94 Jurnal Natur Indonesia 6(2): 91-98 (2004) Usman.
relatif kecil. Di stasiun Cimanggu nilai rata-rata Suhu mempengaruhi evapotranspirasi melalui
tahunan ETp tertinggi didapatkan dari metode empat cara (Rosenberg et al, 1983) yaitu 1) jumlah
Thornthwaite dan terendah dari metode Penman- uap air yang dapat dikandung udara (atmosfer)
Monteith. Sedangkan berdasarkan stasiun meningkat secara eksponensial dengan naiknya suhu
diperolehnya data, rata-rata ETp tahunan tertinggi udara. Dengan begitu, peningkatan suhu
ditemukan di stasiun Ciledug dan terendah di stasiun menyebabkan naiknya tekanan uap permukaan yang
Margahayu, demikian pula bila dilihat dari total ETp berevaporasi, mengakibatkan bertambahnya defisit
tahunan yang didapatkan. tekanan uap antara permukaan dengan udara sekitar.
Bila hasil perhitungan yang diperoleh dikaitkan Keadaan demikian bertahan sepanjang suplai air
dengan ketinggian tempat, diperoleh kenyataan, mencukupi untuk tercapainya kejenuhan udara dekat
bahwa nilai ETp cenderung menurun dengan permukaan evaporasi. Karena udara dapat
ketinggian tempat, terutama ETp hasil pendugaan menampung dan membawa uap air lebih banyak
metode yang hanya mendasarkan perhitungan pada dengan naiknya suhu maka menyebabkan semakin
data suhu. Kenyataan ini berkaitan dengan adanya besar defisit tekanan uap antara udara dengan
penurunan suhu dengan bertambahnya ketinggian permukaan, dan permintaan evaporasi udara
tempat dari permukaan laut (lapse). bertambah (meningkat) dengan bertambah panasnya
Di stasiun Citeko dan Margahayu, metode udara. 2) Udara yang panas dan kering dapat
Thornthwaite menghasilkan ETp tahunan yang relatif mensuplai energi ke permukaan. Laju penguapan
lebih tinggi dibanding metode Blaney-Criddle, diikuti bergantung pada jumlah energi bahang yang
oleh Metode Penman-Monteith, Jensen-Haise, dipindahkan, karena itu semakin panas udara
Samani-Hargreaves, dan metode Penman. Di stasiun semakin besar gradient suhu dan semakin tinggi laju
Ciledug, ETp tahunan terendah kedua didapatkan dari penguapan. Di sisi lain, bila permukaan evaporasi
metode Samani-Hargreaves dan Penmam-Monteith, yang lebih panas, akan lebih sedikit bahang terasa
sementara di Cimanggu didapatkan dari metode (sensible) yang diekstrak dari udara dan penguapan
Blaney-Criddle. Bila di stasiun Cimanggu ETp akan menurun. 3) Pengaruh lainnya suhu udara
Thornthwaite adalah yang tertinggi, di Ciledug berada terhadap penguapan muncul dari kenyataan bahwa
di urutan ke empat setalah ETp Penman. Untuk akan dibutuhkan lebih sedikit energi untuk
stasiun Ciledug, dan Cimanggu, nilai tertinggi kedua menguapkan air yang lebih hangat. Jadi untuk
ditempati ETp Jensen-Haise, sedangkan di stasiun masukan energi yang sama akan lebih banyak uap
Citeko dan Margahayu berturut-turut ditempati oleh air yang dapat diuapkan pada air yang lebih hangat.
ETp Penman dan ETp Samani-Hargreaves. 4) Suhu juga dapat mempengaruhi penguapan melalui
Perbedaan tersebut terjadi berkaitan dengan adanya pengaruhnya pada celah (lubang) stomata daun.
keragaman nilai variabel iklim antar stasiun. Berkaitan dengan pengaruh suhu pada
Kepekaan ETp terhadap perubahan suhu. evapotranspirasi, Monteith dan Unsworth (dalam
Suhu merupakan satu-satunya parameter fisika Lockwood 1994) menerangkan bahwa penguapan
lingkungan yang dipastikan akan mengalami akan meningkat atau menurun dengan suhu
perubahan sebagai akibat terjadinya perubahan iklim tergantung pada nilai awalnya, apakah lebih besar
karena kenaikan konsentrasi gas-gas rumah kaca. atau lebih kecil dari radiasi bersih, yaitu pada apakah
Suhu udara dan suhu permukaan yang berevaporasi permukaan lebih panas atau lebih dingin dari udara.
mempunyai pengaruh nyata pada evapotranspirasi. Persentase perubahan ETp sebagai respon
Secara umum semakin tinggi suhu, seperti suhu udara perubahan suhu yang diduga menggunakan tujuh
maupun suhu permukaan, laju penguapan akan metode perhitungan yang berbeda (Tabel 4), secara
semakin besar. Karena besarnya ketergantungan umum menunjukkan bahwa metode Thornthwaite
evaporasi potensial terhadap suhu, karena suhu memberikan respon yang terbesar, diikuti oleh ETp
merupakan pengintegrasi beberapa variable yang diduga menggunakan metode Blaney-Cridle,
lingkungan, suhu digunakan sebagai masukan utama Jensen-Haise, Samani-Hargreaves, Penman-
sejumlah model untuk pendugaan evapotranspirasi. Monteith, dan metode Penman. Sedangkan respon
Analisis kepekaan metode pendugaan evapotranspirasi potensial 95
terkecil ditunjukkan oleh ETp yang diduga pendugaan dengan metode Thornthwaite, sedangkan
menggunakan metode Priesley-Taylor. dengan metode Priesley-Taylor hanya menghasilkan
Tabel 4. Rerata porsentase kenaikan ETp sebagai respon kenaikan ETp sebesar 3,82%. Di stasiun Cimanggu,
adanya kenaikan suhu di stasiun 1) Ciledug, 2) metode Thornthwaite dan Blaney-Cridle adalah yang
Cimanggu, 3) Citeko, dan 4) Margahayu yang dihitung
paling peka terhadap perubahan suhu, diikuti oleh
menggunakan tujuh metode yang berbeda.
metode Jensen-Haise, Samani-Hargreaves, Penman,
0
Me- Kenaikan suhu ( C)
dan Penman-Monteith. Pada metode Thornthwaite,
Sta- tode 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0
siun kenaikan suhu sebesar 30C menyebabkan kenaikan
1 Thorn 6,82 14,47 23,06 32,76 43,67 56,04 ETp sebesar 54,14%, sedangkan dengan metode
B-C 3,24 6,53 9,87 13,26 16,71 20,21
S-H 1,12 2,24 3,36 4,48 5,60 6,72
Priesley-Taylor hanya terjadi kenaikan sebesar 3,85%.
P-T 0,66 1,31 1,95 2,58 3,21 3,82 Keadaan yang sama dengan di stasiun Cimanggu di
J-H 1,66 3,33 4,99 6,66 8,32 9,99 dapat di stasiun Citeko (Gambar 2c), perbedaannya
Pen 0,67 1,32 1,97 2,61 3,24 3,86
P-M 0,72 1,43 2,13 2,82 3,50 4,17 terjadi pada besar perubahan ETp; dengan kenaikan
2 Thorn 6,62 14,02 22,34 31,69 42,23 54,14
60
B-C 3,28 6,61 10,00 13,43 16,92 20,46
50
% kenaikan ETp
S-H 1,28 2,57 3,85 5,13 6,41 7,70
40
P-T 0,66 1,32 1,96 2,60 3,23 3,85
30
J-H 1,68 3,37 5,05 6,73 8,42 10,10
20
Pen 0,70 1,39 2,07 2,74 3,40 4,05
10
P-M 0,78 1,55 2,31 3,06 3,80 4,52
0
3 Thorn 3,58 7,50 11,81 16,54 21,75 27,50
0,5 1 1,5 2 2,5 3
B-C 4,06 8,20 12,42 16,71 21,09 25,54
S-H 1,30 2,59 3,89 5,18 6,48 7,77 Kenaikan suhu (oC)
P-T 0,82 1,74 2,44 3,24 4,03 4,81 Gambar 2b. Persentase perubahan ETp di stasiun Cimanggu
J-H 2,08 4,17 6,25 8,34 10,42 12,51 sebagai tanggapan kenaikan suhu, diduga
Pen 0,88 1,76 2,62 3,47 4,32 5,15 menggunakan tujuh metode perhitungan yang
P-M 0,98 1,95 2,91 3,86 4,80 5,73 berbeda.
4 Thorn 3,47 7,26 11,42 15,99 21,01 26,55
B-C 4,11 8,20 12,42 16,71 21,09 25,54
30
S-H 1,28 2,61 3,92 5,22 6,53 7,83
25
% kenaikan ETp
40
Untuk stasiun Margahayu (Gambar 2d), sebagaimana
30
di tiga stasiun lainnya, ETp Thornthwaite adalah yang
20
memberikan respon terbesar, namun di sini respon
10
terkecil ditunjukkan oleh ETp Penman-Monteith.
0
Keadaan demikian mirip dengan yang ditemui di
1 2 3 4 5 6
Kenaikan suhu (oC) stasiun Citeko (Gambar 2c). Di stasiun Margahayu,
Gambar 2a. Persentase perubahan ETp di stasiun Ciledug kenaikan suhu sebesar 30C menyebabkan kenaikan
sebagai tanggapan kenaikan suhu, diduga
menggunakan tujuh metode perhitungan yang
ETp Thornthwaite sebesar 26,66%, sedangkan pada
berbeda. ETp Penman-Monteith hanya sebesar 4,86%.
96 Jurnal Natur Indonesia 6(2): 91-98 (2004) Usman.
20
semakin besar kenaikan suhu; hal tersebut terjadi di
15
stasiun yang relatif panas, seperti di stasiun Cimanggu
10
5
Bogor dan Ciledug (Gambar 2b dan 2a). Selain itu
0 ETp Blaney-Cridle juga memperlihatkan tanggapan
0,5 1 1,5 2 2,5 3 yang cenderung tidak linier. Kedua metode
Kenaikan suhu (0C)
memberikan laju kenaikan ETp yang relatif lebih besar
Gambar 2d. Persentase perubahan ETp di stasiun Margahayu
sebagai tanggapan kenaikan suhu, diduga dibanding metode lainnya. Hasil analisis juga
menggunakan tujuh metode perhitungan yang mengungkapkan bahwa metode Blaney-Cridle
berbeda.
memberikan respon yang lebih besar di stasiun yang
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana lebih dingin, misalnya di stasiun Citeko dan
ditampilkan pada Tabel 5 dan Gambar 2a, 2b, 2c dan Margahayu (Gambar 2d). Relatif lebih pekanya kedua
2d, dapat dilihat metode Thornthwaite dan Blaney- metode terhadap kenaikan suhu dibanding dengan
Cridle adalah yang relatif paling peka terhadap metode lainnya dapat dimengerti karena keduanya
perubahan suhu, diikuti oleh metode Jensen-Haise menempatkan suhu sebagai variable utama penentu
dan Samani-Hargreaves, sedangkan tiga metode besarnya ETp. Pada metode Thornthwaite, suhu
lainnya (metode Priesley-Taylor, Penman, dan metode berpengaruh secara kubik (berpangkat tiga) terhadap
Penman-Monteith) menunjukkan kepekaan yang ETp, sehingga perubahan yang kecil pada suhu udara
relatif hampir sama. mengakibatkan peningkatan yang cukup berarti pada
Tabel 5. Koefisien regresi dan hubungan antara kenaikan suhu ETp (Chang 1975; Kisdarto 1979). Pada metode
dengan persentase kenaikan ETp yang dihitung Blaney-Cridle, suhu dipakai dalam menghitung nilai
menggunakan tujuh metode pendugaan yang
koefisien iklim dan faktor konsumsi air bulanan. Kedua
berbeda.
metode menggunakan suhu rata-rata bulanan
Stasiun Metode Intersep Kemiringan
sebagai masukan. Jika diperhatikan lebih jauh, kedua
Pendugaan (a) (b)
Ciledug ETp Thorn 0,00 17,38 metode, terutama Thornthwaite memberikan nilai
ETp B-C 0,00 6,68 peningkatan ETp yang kurang realistis terhadap
ETp S-H 0,00 2,24
ETp P-T 0,00 1,28
kenaikan suhu, terutama untuk stasiun dengan suhu
ETp J-H 0,00 3,33 rata-rata bulanan yang tinggi, misalnya stasiun
ETp Pen 0,00 1,30 Cimanggu, dengan dibebani kenaikan suhu 30C terjadi
ETp P-M 0,00 1,40
Cimanggu ETp Thorn 0,00 16,80 peningkatan ETp sebesar 54,14% pada metode
ETp B-C 0,00 6,76 Thornthwaite, dan 20,46% pada metode Blaney-
ETp S-H 0,00 2,57
Cridle.
ETp P-T 0,00 1,29
ETp J-H 0,00 3,37 Respon terbesar ketiga setelah metode Blaney-
ETp Pen 0,00 1,36 Cridle ditunjukkan oleh metode Jensen-Haise. Besar
ETp P-M 0,00 1,52
responnya juga bervariasi menurut waktu dan tempat
Citeko ETp Thorn 0,00 8,86
ETp B-C 0,00 8,42 (stasiun). Sebagaimana metode Blaney-Cridle,
ETp S-H 0,00 2,59 responnya cenderung lebih besar pada stasiun yang
ETp P-T 0,00 1,62
ETp J-H 0,00 4,17
lebih dingin, misalnya di stasiun Margahayu (Gambar
ETp Pen 0,00 1,73 2d) dengan rata-rata suhu tahunan sebesar 20,50C,
ETp P-M 0,00 1,92 peningkatan suhu sebesar 3 0 C menyebabkan
Margahayu ETp Thorn 0,00 8,40
ETp B-C 0,00 8,42
pertambahan ETp tahunan sebesar 12,66%,
ETp S-H 0,00 2,61 dibanding dengan yang terjadi di stasiun ciledug yang
ETp P-T 0,00 1,62
lebih panas, sebesar 9,99%.
ETp J-H 0,00 4,22
ETp Pen 0,00 1,72 Metode Samani-Hargreaves, dibanding dengan
ETp P-M 0,00 1,63 tiga metode terdahulu, responnya cenderung tidak
Analisis kepekaan metode pendugaan evapotranspirasi potensial 97
berubah di empat stasiun yang dianalisis. Besar hangat, kedua metode terutama sekali Thornthwaite
respon berkisar antara 6,71-7,83% untuk kenaikan menunjukkan respon yang sangat besar terhadap
suhu sebesar 30C. Respon terkecil didapatkan di perubahan suhu dibanding metode lainnya, kenyataan
stasiun Ciledug dan terbesar di stasiun Margahayu. ini membawa pada suatu kesimpulan bahwa nilai
Tiga metode lainnya (Priesley-Taylor, Penman, perubahan yang dihasilkan menjadi kurang realistis.
dan Penman-Monteith) memperlihatkan respon yang
identik terhadap kenaikan suhu di semua stasiun. KESIMPULAN
Ketiga metode secara esensial responnya linier atas Hasil analisis menghasilkan kesimpulan yang
kisaran perubahan suhu yang diperiksa. Metode beragam tentang pengaruh perubahan iklim pada ETp
Penman-Monteith cenderung mempunyai nilai tergantung pada metode pendugaan ETp yang
kemiringan (slope) yang lebih besar, sebaliknya digunakan. Baik data yang dibutuhkan dalam
metode Priesley-Taylor yang terkecil. perhitungan maupun bentuk struktural persamaan
Dari hasil analisis, diperoleh kenyataan bahwa dapat mempengaruhi hasil; metode-metode dengan
bisa didapatkan gambaran yang beragam mengenai kebutuhan input yang sama dapat menghasil nilai ETp
pengaruh peningkatan suhu pada ETp, bergantung dugaan yang sangat berbeda.
pada metode yang dipilih dalam analisis. Selain itu, Hasil analisis juga menunjukkan, bahwa
hasil analisis juga tergantung pada lokasi (stasiun), kepekaan ETp terhadap perubahan iklim dapat sangat
ini berkaitan dengan nilai variabel sebelum dibebani bervariasi menurut tempat dan waktu, terutama terjadi
perubahan. Ketujuh metode yang dipakai, tidak pada metode yang memperlihatkan respons yang
satupun yang memperlihatkan bentuk kepekaan yang sangat besar dan tidak linier terhadap suhu, seperti
khas berkaitan dengan data yang diperlukan sebagai metode Thronthwaite dan Blaney-Criddle. Semua
masukan dalam perhitungan. Metode Thornthwaite metode yang digunakan, kepekaannya terhadap suhu
dan Blaney-Cridle, keduanya berdasarkan suhu, serta dipengaruhi oleh nilai awal variabel sebelum dibebani
metode Jensen-Haise, yang menggunakan suhu dan perubahan. Metode Thornthwaite, Blaney-Criddle,
radiasi surya, ketiganya relatif peka terhadap kenaikan dan Jensen-Haise merupakan yang relatif paling peka
suhu. Di sisi lain, metode Samani-Hargreaves, juga terhadap perubahan suhu, diikuti oleh metode
berdasarkan suhu, menunjukkan respon yang hampir Samani-Hargereaves, sedangkan tiga metode
sama dengan metode kombinasi. lainnya, yaitu metode Priestley-Taylor, Panman, dan
Didasarkan pada hasil analisis kelayakan Panman-Monteith kepekaannya terhadap perubahan
menggunakan ETp Panci Kelas A sebagai patokan, suhu relatif sama.
dari tujuh metode pendugaan ETp yang digunakan,
untuk stasiun Ciledug dan Cimanggu, metode Jensen- UCAPAN TERIMA KASIH
Haise merupakan metode yang paling mendekati Penulis menyampaikan terima kasih kepada
keadaan sebenarnya, maka apabila metode tersebut Bapak Prof Dr M Bantaran de Rozari, Bapak Dr Ir
dipakai sebagai patokan, maka didapatkan kenyataan Daniel Murdiarso MS di Program Studi Agroklimatologi
bahwa, metode Priesley-Taylor, Penman, dan IPB, dan Bapak Dr. Safwan Hadi MSc di Jurusan
Penman-Monteith, berdasarkan kepekaannya Geofisika dan Oseanografi ITB, Bandung yang telah
terhadap kenaikan suhu, ketiganya memberikan nilai membimbing selama pengumpulan, pengolahan data
dugaan yang relatif kecil; sebaliknya metode hingga selesainya laporan. Semoga amal perbuatan
Thornthwaite dan Blaney-Cridle menunjukkan respon tersebut mendapatkan balasan berupa pahala dari
yang sangat besar. Hanya metode Samani- Allah SWT.
Hargreaves yang memperlihatkan respon yang relatif
sama dengan metode Jensen-Haise. DAFTAR PUSTAKA
Metode Thornthwaite dan Blaney-Cridle, Bach, W. 1989. Growing consensus and challenge regarding a
green house climate. Di dalam Climate and Food Security.
berdasarkan responnya terhadap perubahan suhu, IRRI-AAAS.
Baldocchi, D. 1995. A comparative study of mass and energy
dibanding dengan metode lainnya barangkali dapat
exchange over a closed C3 (wheat) and an oppen C4 (corn)
dianggap sebagai pencilan. Di stasiun yang lebih
98 Jurnal Natur Indonesia 6(2): 91-98 (2004) Usman.
canopy: The partitioning of available energy into latent and Handoko. 1991. Pendugaan hasil menggunakan indeks iklim. Di
sensible heat exchange. Agric. For. Meteorol 67: 191-220 dalam Kapita Selekta dalam Agroklimatologi. Jakarta:
Bengtsson, L. 1994. Climate change; climate of the 21st century. Dirjen-Dikti Depdikbud.
Agric. For meteorol 73: 3-29 Hansker, D.J., Hendrey, G.R., Kimball, B. A., Lewin, K.F.,
Bantaran de Rozari. M., Koesoebiono, Sinukaban, N., Mauney, J.R., dan Nagy, J. 1994. Cotton
Murdiyarso D. & Makarim K. 1990. Assessment of socio evapotranspiration under fiels condition with CO 2
economic impacts of climate change in Indonesia. Di dalam enrichment and variable soil moisture regimes. Agric. For.
The Potential Socio-Economic Effects of Climate Change Meteorol 70: 247-258
in South-East Asia. United Nation Environment Program Jackson, I.J. 1997. Climate, Water and Agriculture in the Tropics.
(UNEP) London: Longman.
Bras, R.L. 1990. Hydrology: An Introduction to Hydrology Science. Jones, H.G. 1986. Plant And Microclimate; A Quantitative
Singapore: Addision-Wesley. Approach to Environmental Plants Physiology. Cambridge:
Campblle, G.S. 1997. An Introduction to Environmental Biophysic. Cambridge University Press.
New York: Springer Verlag. Kelliher, F.M., R. Leuining., M.R. Raupach. & Schulze, E.D. 1995.
Chang, Jen-Hu. 1974. Climate and Agriculture; an ecological Maximun conductances for evaporation from global
survey. Chicago: Aldine. vegetation type. Agric. For. Meteorol 73:1-16
Dugas, W.A., Heur, M.J., Hunsaker D., Kimball, B.A., Lewin, Kimball, B.A., LaMorte, R.L., Seay, R.S., Pinter, P.J., Rokey, R.R.,
K.F., Nagi, J. & Johnson, M. 1994. Sap flow mesurements Hunsaker, D.J., Dugas W.A., Heuer M.L., Mauney, J.R.,
of transpiration from cotton grown under ambient and Hendrey, G.R., Lewin, K.F. & Nagy, J. 1994. Effect of free-
enriched CO2 concentrations. Agric. For. Meteorol 70: 231- air CO 2 enrichment on energy balance and
245 evapotraspiration of cotton. Agric. For. Meteorol 70: 259-
Friend, A.D. & Cox P.M. 1995. Modelling the effect of atmospheric 278
CO2 on vegetation-atmosphere interactions. Agric. For.
Meteorol 73: 285-295