Anda di halaman 1dari 28

FORENSIK DAN APLIKASI PCR

UJI KEKERABATAN

TLM – II A

Disusun oleh kelompok 11

Adinda Sekar Kinasih : P27903117001

Esti Nurcahyati : P27903117015

Indri Mutia Fajri : P27903117024

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JURUSAN ANALIS KESEHATAN TANGERANG
Jalan dr. Sitanala Kecamatan Neglasari Kota Tangerang
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


berkesempatan dalam memberikan limpah kesehatan, rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah yang berjudul “ Uji Kekerabatan ” ini dapat selesai dengan
baik. Dan tak lupa shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun dalam hal tugas Mata Kuliah Forensik dan Aplikasi PCR.
Atas tersusunnya makalah ini, penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Dosen Pengampu : - Aminah, M.Si


- Budi Siswanto, S.Kep, M.Sc
- Makhabbah J., M.Si
2. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan do’a dan dukungannya
3. Semua pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terlalu


banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak demi membangun dari berbagai pihak demi
makalah ini bisa lebih baik lagi. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat dalam hal ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Tangerang, Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Daftar Isi ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 2

1.3 Tujuan ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1Komponen Hemostasis ............................................................. 3

2.2 Sistem vaskuler ........................................................................ 3

2.3 Faktor Trombosit .................................................................... 5

2.4 Faktor Koagulasi ..................................................................... 10

2.5 Fibrinolisis ................................................................................ 25

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .............................................................................. 27

3.2 Saran ......................................................................................... 27

Daftar Pustaka ................................................................................................ 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Uji Paternitas
A. Pengertian
Penentuan kekerabatan seseorang dengan ayah dan ibunya dapat
dilakukan dengan melihat pola DNA yang dimiliki. Tes paternitas adalah tes
DNA untuk menentukan apakah seorang pria adalah ayah biologis dari
seorang anak. Tes maternitas adalah untuk menentukan apakah seorang
wanita adalah ibu biologis dari seorang anak. Jika pola DNA dari orang tua
dan anak cocok, maka orang tua dapat ditetapkan dengan kepastian lebih
besar dari 99.999%.

Uji kekerabatan dengan DNA merupakan metode yang paling dapat


diandalkan dan kuat untuk membuktikan atau tidak membuktikan
kekerabatan, karena alasan hukum, pribadi, atau medis. Hal ini menjawab
pertanyaan sulit, menyelesaikan perselisihan, membantu proses pengadilan
dan memfasilitasi penylesaian praperadilan.

Pengujian didasarkan pada analisis profil genetik yang sangat akurat


dari ibu, anak dan ayah yang diduga. DNA, merupakan gen cetak biru yang
unik didalam sel berinti pada tubuh seseorang, yang mentukan pola genetik
dan karakteristik individu. Seorang anak mewariskan setengah pola DNA dari
ibu dan setengah dari ayah. Jika pola ibu dan anak diketahui, maka ayah dapat
disimpulkan dengan kepastian virtual.

B. Metode Tes Paternitas


Pengujian paternitas dapat dilakukan dengan metode konvensional
dan metode forensik moleuler.
a. Penggunaan metode konvesional dapat dilakukan dengan cara :
- Pemeriksaan golongan darah sistem eritrosit : ABO, Rhesus, MNS,
KELL, DUFFY, KIDD
- Pemertiksaan sistem protein serum meliputi : Hp, Gc, Gm
- Pemeriksaan sistem enzim eritrosit meliputi : EAP, PGM, AK, ADA,
GPT

2
- Pemeriksaan leukosit menggunakan HLA (Human Leukocyte
Antigen).
b. Dan tes dengan metode forensik molekuler yaitu dengan tes DNA.
C. Tujuan Uji Kekerabatan
1. Tujuan utama :
a. Menetapkan riwayat medis yang akurat untuk anak
b. Mencegah perselisihan dalam adopsi
c. Membuat catatan dalam imigrasi
d. Menumbuhkan ketenangan pikiran bagi semua pihak yang terlibat
e. Untuk mendapatkan tunjangan anak
f. Untuk menetukan ayah kandung atau ibu kandung
2. Umumnya uji DNA digunakan untuk
a. seorang wanita mencari dukungan anak dari pria yang menyangkal
ayah anak tersebut
b. seorang pria yanga berusaha memenangkan perwalian atau
kunjungan
c. anak angkat yang mencari keluarga biologis
d. orang yang berusaha mengidentifikasi salah satu orang tua ketika
orang tua lainnya tidak ada atau meninggal, atau ingin
mengidentifikasi kerabat yang hilang
e. orang yang ingin mengetahui kakek neneknya, hak waris, kembar
identik atau saudaranya
f. orang yang mencari ke suatu negara dengan alasan bahwa ia adalah
kerabat dari warga negara tersebut, atau seseorang yang mencari
pembuktian hak lahir
g. mereka yang telah menerima hasil yang tidak meyakinkan dari
metode lain atau menginginkan pendapat kedua
h. kasus-kasus kriminal seperti pemerkosaan, pembunuhan dan inses
(hubungan sedarah)

3
D. Kerja tes DNA
1. tes didasarkan pada prisip pewarisan. Seorang anak mendapat setengah
susunan genetik dari ibu dan setengah dari ayah
2. tes diungkapkan berdasarkan sejumlah kontrol dari penanda genetik
(genetic markers) dari semua pihak. Penanda genetik yang diwariskan
antara anak dan ibu yang pertama ditentukan. Kemudian untuk
menentukan paternitas atau ayah, penanda anak yang tersisa
dibandingkan dengan yang diduga ayah. Jika pria tersebut memang ayah
biologis, semua penanda yang tidak cocok dengan ibu harus cocok
dengan yang diduga ayah. Jika penanda anak yang tersisa cocok dengan
yang diduga ayah, maka bukti diberikan bahwa ia adalah ayah biologis
anak tersebut. Jika tidak cocok, maka ia bukan sebagai ayah kandung dari
anak tersebut.
3. Ketika ibu tidak dilakukan pengujian, kumpulan penanda dari kontrol
(control markers) yang lebih besar terungkap dari diduga ayah dan anak.
Jika tanda-tanda ini menunjukkan bahwa di duga ayah itu berkontribusi
setengah dari susunan genetik anak, ia dinyatakan sebagai ayah biologis
dari anak tersebut. Jika penanda yang ditemukan tidak cocok antara
diduga ayah dan anak anak, maka diduga ayah tersebut ditetapkan bukan
ayah biologis dari anak tersebut.
4. Hasil dapat dikirim ke alamat rumah apabila tidak memerlukan hasil
yang dikatan secara hukum
E. Asal sampel yang dibutuhkan
1. Uji paternitas : ibu, anak, dan diduga ayah
2. Uji paternitas tanpa ibu : anak dan diduga ayah
3. Uji paternitas sebelum kelahiran : Aminocentesis CVS dari ibu, janin,
dan ayah yang diduga
4. Absent yang diduga ayah : ibu, anak, kedua orang tua dari ayah (kakek-
nenek)
5. Persaudaraan : dua saudara kandung, ibu (jika ada)
6. Kembar identik : satu set kembar

4
7. Deteksi sperma : satu sampel pakaian
8. Kebeneran pernikahan : kontrol sampel dari dua orang
9. Forensik : satu sampel bukti, satu sampel tersangka, satu sampel korban
(jika ada)

F. Prinsip

Tes DNA dilakukan dengan mengambil sampel bukal air liur (saliva)
atau darah dari anak dan ayah yang diduga. Bersama dengan formulir yang
diperlukan, sampel dikirim ke laboratorium untuk ekstraksi dan pemrosesan
DNA.

Berikut merupakan langkah-langkah untuk uji paternitas :

1. Pengumpulan Sampel : swab sampel bukal atau darah yang berasal dari
anak dan diduga ayah menggunakan swab steril yang telah disediakan
2. Pengiriman : sampel dan formulir yang telah lengkap dikirim ke
laboratorium untuk tes DNA
3. Pemeriksaan Laboratorium : sampel yang telah tersedia, diidentifikasi
dengan melacak nomor dan kode unik dan ditetapkan sebagai file rahasia.
4. Ekstraksi DNA : DNA diekstraksi dari sampel yang telah diambil dari
anak dan orang tua. Dengan menambahkan phenol-kloroform pada
ekstraksi DNA
5. Profil DNA : perbandingan profil DNA diproleh dengan menggunakan
PCR atau RFLP
6. Korelasi DNA : identifikasi penanda genetik yang serupa dan tidak
serupa dan hasil tes.

G. Teknik yang digunakan pada uji paternitas

1. Tes DNA dengan PCR


Dalam metode ini, DNA pertama kali di isolasi dari sampel.
Fragmen gen seseorang kemudian diproduksi secara sintesis di
laboratorium dan diberi label dengan tag flourescent khusus. Tag
flourescent ini mampu mendeteksi gen

5
2. Tes DNA dengan STR
Penanda STR (STR marker) merupakan lokus DNA polimorfik
yang mengandung urutan nukleotida berulang. Unit pengulangan STR
bisa terdiri dari dua hingga tujuh nukleotida. Jumlah nukleotida per unit
berulang adalah sama dengan pengulangan dalam lokus STR. Jumlah
unit berulang di lokus STR mungkin berbeda, sehingga alel dengan
panjang yang berbeda dapat terjadi. Oleh karena itu, lokus STR
polimorfik sangat berguna untuk identifikasi. Lokus STR di amplifikasi
menggunakan PCR dan produk hasil PCR kemudian dianalisis dengan
elektroforesis untuk memisahkan alel sesuai dengan ukuran. Alel STR
dapat dibaca berupa print out dari electropherogram.

3. Tes DNA dengan RFLP (Restriction Fragment Lengeth Polymorphism )

Pada metode pengujian dengan RFLP, DNA yang diisolasi dari


sampel dipotong menjadi beberapa bagian oleh retriksi DNA
endonuklease. Kemudian, arus listrik digunakan untuk memisahkan
fragmen DNA berdasarkan ukuran. Fragmen DNA yang dipisahkan
diidentifikasi dengan probe DNA. Probe tersebut merupakan potongan-
potongan DNA yang dibuat khusus untuk mengikat dan mengidentifikasi
lokus gen tertentu.

H. Prosedur Kerja (Jurnal Tes DNA Kasus Paternitas dari Polda Metro
Jaya di Laboratorium DNA PUSDOKKES Polri)
a) Tahap Eksaminasi I
Pada tahapan ini, di lakukan prosedur pemeriksaan dan penga-
mbilan sampel evidence atau target. Urutan evidence yaitu sampel target
terduga ayah dengan nomor (1) dan sampel ibu biologis dengan nomor
(2). Langkah berikutnya yaitu tip dari buccal swab stick (1) yang pertama
dan kedua dipindahkan ke dalam tube 2ml yang telah dipersiapkan dan
diberi nomor sampel, lalu tube ditutup rapat. Sarung tangan diganti, lalu
tangan kembali disemprot menggunakan bleach 10%, kemudian etanol

6
70%. Ulangi untuk tip dari buccal swab stick (2) yang pertama dan
kedua.
b) Tahap Eksaminasi II
Pada tahapan ini, selanjutnya dilakukan prosedur pemeriksaan dan
pengambilan sampel reference atau pembanding. Langkah berikutnya
yaitu tip dari buccal swab stick (3) yang pertama dan kedua dipindahkan
ke dalam tube 2 ml yang telah dipersiapkan dan diberi nomor sampel,
lalu tube ditutup rapat.
c) Tahap Ekstraksi

Pada tahapan ini, dilakukan prosedur ekstraksi serta pemurnian


DNA sampel yang telah diambil, baik evidence maupun reference. Tube
kontrol diisi 5 µl Proteinase K dan 200 µl Chelex 5%. Selanjutnya 200 µl
Chelex 5% ditambahkan pada setiap tube yang berisi tip dari buccal swab
stick. Chelex mengikat ion logam dan berfungsi untuk menghilangkan
inhibitor DNA.

Kemudian 5 µl Proteinase K 10 mg/ µl ditambahkan pada setiap


tube, dilanjutkan dengan tahap vortex dengan kecepatan rendah.
Penambahan Proteinase K berfungsi sebagai pengurai struktur membran
sel. Sampel ditempatkan pada thermomixer dengan suhu 56°C selama
satu jam. Sampel kembali di-vortex selama beberapa detik dan
dipindahkan ke heating block 100°C selama delapan menit, lalu di-vortex
kembali. Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm selama tiga
menit. Supernatan dipindahkan ke tube 1,5 ml baru dan disimpan dalam
suhu 4°C.

d) Tahap Kuantifikasi

Pada tahapan ini, dilakukan prosedur penghitungan jumlah DNA


dalam sampel yang telah diambil, baik evidence maupun reference.
Setelah preparasi aseptis selesai dilakukan, terlebih dahulu Quantifiler
Standard dan Quantifiler Master Mix dipersiapkan. Kemudian, Human
Primer Mix sebanyak 10 µl dicampurkan dengan PCR Reaction Mix

7
sebanyak 12,5 µl ke dalam tube steril. Quantifiler Mix sebanyak 23 µl
dimasukkan ke dalam setiap tube. Tube kemudian di-vortex selama 10
detik untuk memastikan seluruh reagen sudah tercampur rata. Sampel
DNA yang akan diidentifikasi kemudian dimasukkan ke dalam tube
sebanyak 2 µl kemudian ditambahkan 2 µl Buffer TE. Tube berisi sampel
dan reagen disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama satu menit
untuk menghilangkan gelembung yang ada pada tube. Sampel DNA
kemudian diproses dengan mesin 7500 Real-Time PCR System.

e) Tahap Amplifikasi

Pada tahapan ini, dilakukan prosedur perbanyakan jumlah DNA


dalam sampel yang telah diambil, baik evidence maupun reference.
Tahap pertama yang harus dilakukan yaitu proses preparasi amplifikasi
dengan Amplification Kit. Master Mix dan Primer Set yang akan
digunakan di-vortex selama 3 detik. Master mix sebanyak 7,5 µl dan
Primer set sebanyak 2,5 µl dimasukkan ke dalam tube. Campuran di-
vortex selama 3 detik, kemudian disentrifugasi selama beberapa detik.
Sebanyak 10 µl campuran dipindahkan ke dalam setiap tube.

Tahap selanjutnya yang harus dilakukan yaitu mempersiapkan


sampel kontrol negatif berisi 15 µl low-TE buffer, sampel target tes yaitu
15 µl DNA dan kontrol positif berisi 10 µl control DNA (0.1 ng/ µl) 5 µl
low-TE buffer kemudian ditambahkan ke dalam tube yang dikehendaki
(volume akhir 25 µl). Tube disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm
selama 20 detik. Proses amplifikasi dilakukan dengan menggunakan PCR
System 9700. PCR memanfaatkan proses enzimatik yang memperbanyak
rantai DNA pada daerah spesifik.

f) Tahap Capillary Electrophoresis

Pada tahapan ini, dilakukan prosedur identifikasi STR pada sampel


yang telah diambil, baik evidence maupun reference. Tahap selanjutnya
yaitu 96-well reaction plate ditempatkan pada base plate. Hi-Di

8
Formamide ditambahkan sebanyak 15 µl ke dalam well. Sampel
dimasukkan ke dalam setiap well sebanyak 1µl. Reaction plate kemudian
ditutup dengan 96-well separator. Reaction plate disentrifugasi dengan
kecepatan 3000 rpm selama 1 menit. Reaction plate diproses denaturasi
dengan thermal cycler dengan suhu 95°C, kemudian reaction plate
dimasukkan ke dalam freezer selama tiga menit.

Sampel yang sudah diproses amplifikasi dan kuantifikasi kemudian


dilakukan identifikasi STR dengan menggunakan mesin Genetic
Analyzer 3500 xL. Hasil dari proses CE akan dianalisis menggunakan
software GeneMapper ID. Label warna mengeluarkan emisi fluoresen
pada panjang gelombang tertentu yang kemudian dideteksi oleh mesin
berdasarkan sinar laser yang ditembakkan. Informasi panjang gelombang
disimpan dan dianalisis oleh piranti lunak yang kemudian diterjemahkan
sebagai puncak-puncak grafik (elektroforegram). Data yang muncul
berupa grafik dengan kode STR serta kromosom dari sampel.

g) Analisis Data

Pada tahapan ini, dilakukan prosedur identifikasi kesamaan alel


antara sampel evidence maupun reference. Analisis dilakukan terhadap
sampel evidence dari ibu dan terduga ayah serta reference dari anak.
Adapun dari hasil analisis data berupa diagram elektroforegram yang
diolah menjadi tabel proyeksi kecocokkan alel antara sampel evidence
maupun reference.

9
Hasil Proyeksi Electroforegram

(Gambar Diagram Elektroforegram – Sampel 1)

(Gambar Diagram Elektroforegram – Sampel 2)

(Gambar Diagram Elektroforegram – Sampel 3)

10
Tabel Proyeksi Kecocokan Alel

Adapun data dari proses CE dicocokkan dengan software, kemudian dari


hasil elektroforegram yang masuk ke komputer dilakukan pengeditan terhadap
peak atau puncak grafik yang tidak sesuai dengan standar. Peak standard yang
digunakan adalah di antara 75-100 RFU (Relative Fluorescence Unit). Peak di
bawah angka tersebut atau peak minor dihapus, sedangkan peak yang sesuai
dengan standar atau peak major dibaca hasil identifikasinya. Pada jenis reagen
GlobalFiler jumlah alel yang terdeteksi sebanyak 24 alel (Gambar 1). Selanjutnya
dilakukan pembuatan tabel untuk mempermudah dalam menganalisis keterkaitan
evidence (target) dengan reference (pembanding). Pada hasil yang didapatkan dari
hasil proyeksi elektroforegram yang diolah menjadi tabel proyeksi kecocokkan
alel diketahui bahwa pemilik sampel evidence yaitu sampel target terduga ayah
(nomor 1) merupakan ayah biologis dari pemilik sampel reference yaitu sampel
pembanding anak dengan (nomor 3).

11
2.2 Identifikasi Sisa Tubuh Manusia

Menentukan identitas atau jati diri seorang korban tindak pidana yang
berakibat fatal, relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan penentuan jati diri
tersangka pelaku kejahatan. Hal tersebut, karena pada penentuan jati diri
tersangka pelaku kajahatan semata-mata didasarkan pada penentuan secara visual,
yang sudah tentu dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga hasil yang dicapai tidak
memenuhi harapan.

Ada 9 metode identifikasi yang dikenal, yaitu :

1. Metode Visual
Dengan memperhatikan korban dengan cermat, terutama wajahnya oleh
pihak keluarga atau rekan dekatnya, maka jati diri korban dapat diketahui.
Walaupun metode ini sederhana, untuk mendapat hasil yang diharapkan,
perlu diketahui bahwa metode ini baru dapat dilakukan bila keadaan tubuh
dan terutama wajah korban masih dalam keadaan baik dan belum terjadi
pembusukan berlanjut.
Selai itu juga diperhatikan faktor psikologis, emosi, serta latar belakang
pendidikan karena faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Juga perlu diingat bahwa manusia mudah terpengaruh oleh sugesti,
khususnya dari pihak penyidik.
2. Pakaian
Pencatatan yang teliti atas pakaian, bahan yang dipakai, mode, serta
adanya berbagai tulisan seperti : merek pakaian, penjahit, laundry atau insial
nama, dapat memberikan informasi yang berharga, milik siapakh pakaian
tersebut. Bagi korban yang tidak dikenal, menyimpan pakaian secara
keseluruhan atau potong-potongan dengan ukuran 10 cm X 10 cm merupakan
tindakan yang tepat agar korban masih dapat dikenalo walaupun tubuhnya
telah dikubur.
3. Perhiasan
Anting-anting, kalung, gelang, serta cincin yang ada pada tubuh korban,
khususnya bila pada perhiasan itu terdapat inisial nama seseorang yang

12
biasanya terdapat pada bagian dalam dari gelang atau cincin, akan
menentukan identitas korban. Mengingat kepentingan tersebut, penyimpanan
dari perhiasan harus dilakukan dengan baik.
4. Dokumen
Kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, paspor, kartu pelajar,
kartu golongan darah, tanda pembayaran, dan lain sebagainya yang
ditemukan dalam dompet atau tas korban dapat menunjukkan jati diri korban.
, dapat Khusus pada kecelakaan masal, perlu diingat akan kebiasaan
seseorang dalam menaruh dompet atau tasnya. Pada pria dompet biasanya
terdapat dalam saku baju atau celana, sedangkan pada wanita tas biasanya
dipegang sehingga pada kecelakan massal tas seseorang dapat terlmpar atau
sampai pada orang lain yang bukan pemiliknya. Jika hal ini tidak
diperhatikan, kekeliruan identitas dapat terjadi khususnya bila kondisi korban
sudah busuk atau rusak.
5. Medis
Pemeriksaan fisik secara keseluruhan, yang meliputi bentuk tubuh,
tinggi dan berat badan, warna tirai mata, adanya cacat tubuh, serta kelainan
bawaan, jaringan parut bekas operasi serta adanya tatto dapat memastikan
siapa jati diri korban.
Pada beberapa keadaan khusus, tidak jarang harus dilakukan
pemeriksaan radiologis, yaitu untuk mengetahui keadaan satura, bekas patah
tulang atau pen serta pasak yang dipakai pada perawatan penderita patah
tulang.
6. Gigi
Bentuk gigi dan bentuk rahang merupakan ciri khusus dari seseorang.
Sedemikian khususnya sehingga dapat dikatakan tidak ada gigi atau rahang
yang identik pada dua orang yang berbeda. Hal ini menjadikan pemeriksaan
gigi mempunyai nilai yang tinggi dalam penentuan jati diri seseorang.
Pemeriksaan atas gigi ini menjadi lebih pentinh lagi bila keadaan
korban sudah rusak atau membusuk, dimana dalam keadaan tersebut

13
pemeriksaan sidik jari tidak dapat dilakukan, sehingga dapat dikatakan gigi
merupakan pengganti dari sidik jari.
Satu keterbatasan pemanfaatan gigi sebagai sarana identitias adalah
belum meratanya sarana untuk pemeriksaan gigi, demikian denga
pendataannya (dental record), karena pemeriksaan gigi masih merupakan hal
yang mewah bagi kebanyakan rakyat Indonesia.
Dengan demikian, pemeriksaan gigi sifatnya lebih selektif.
7. Sidik Jari
Dapat diakataan bahwa tdak ada dua orang yang mempunyai sidik jari
yang sama. Walaupun kedua orang tersebut kembar satu telur. Atas dasar ini,
sidik jari merupakan serana yang terpenting khususnya bagi kepolisian di
dalam mengetahui jati diri seseorang, oleh karena selain kekhususannya.
Pemeriksaan sidik jari juga mudah dilakukan secara masal dan murah
pembiayaannya. Walaupum pemeriksaan sidik jari tidak dilakukan oleh
dokter, namun dokter masih mempunyai kewajiban, yaitu untuk
mengambilkan (mencetak) sidik jari, khususnya sidik jari pada korban yang
tewas dan keadaan mayatnya telah membusuk.
Teknik pengembangan sidik jari pada jari telah keriput, serta mencopot
kulit ujung jari yang telah mengelupas dan memasangnya pada jari yang
sesuai pada jari pemeriksa, baru kemudian dilakukan pengambilan sidik jari,
merupakan prosedur yang harus diketahui dokter.
8. Serologi
Penentuan golongan darah yang diambil baik dari dalam tubuh korban,
maupun bercak darah yang berasal dari bercak yang terdapat pada pakaian,
akan dapat mengetahui mengetahui golongan darah sikorban. Dan bila orang
yang diperiksa itu termasuk golongan sekretor (penentuan golongan darah
dapat dilakukan dari seluruh cairan tubuh), pemeriksaan ini selain untuk
menentukan jati diri seseorang dalam arti sempit, akan bermanfaat pula di
dalam membantu penyidikan; misalnya pada kasus pemerkosaan, tabrak lari,
serta kasusu bayi yang tetukar dan penentuan bercak darah milik siapa yang

14
terdapat pada senjata dan pada pakaian tersangka pelaku kejahatan di dalam
kasus pembunuhan.
9. Eksklusi
Metode ini umumnya hanya dipakai pada kasus dimana banyak terdapat
korban (kecelakaan masal), seperti peristiwa tabrakan kapal udara, kereta api,
atau angkutan lainnya yang membawa banyak penumpang.
Dari dafter penumpang (passanger list), pesawat terbang akan dapat
diketahun siapa saja yang menjadi korban.
Bila dari sekian banyak korban tinggal satu yang belum dapat dikanali
oleh karena keadan mayatnya sudah sedemikian rusaknya; atas bantuan dafter
penumpang tadi, akan dapat diketahui siapa nama korban lain yang sudah
diketahui identitasnya.

A. PENENTUAN JENIS KELAMIN

Penentuan jenis kelamin dalam kasus kriminal di mana tubuh korban


rusak oleh karena proses pembusukan, atau kerusak tersebut memang
disengaja oleh si pelaku seperti kasus mutilasi, maka memerlukan ketelitian
dan kesabaran yang khusus.

Penentuan jenis kelamin pada rangka

Penentuan ini didasarkan pada ciri-ciri pada tulang seperti :

a. Panggul
Dari pemeriksaan panggul secara tersendiri tanpa pemeriksaan lain, jenis
kelamin sudah dapat di tentukan pada sekitar 90 persen kasus (Washburn,
1984; Korgman, 1962).

Indeks iskium-pubis pada wanita 15 persen lebih besar dari pria, ini
terdapat pada lebih dari 90 persen wanita. Indeks tersebut diukur dari
iksium dan pubis dari titik tempat mereka bertemu pada asetabulum.

Bentuk dari “Greater schiatic notch” mempunyai nilai tinggi dalam


penentuan jenis kelamin dan tulang pangul, 75 persen kasus daoat
ditentukan hanya dari pemeriksaan tersebut.

15
b. Tengkorak
Diperlukan penelitian dari berbagai data ciri-ciri yang terdapat pada
tengkorak tersebut. Ciri utama adalah tonjolan diatas orbita (supraorbita
ridges); prosesus mastoideus; palatum; serta bentuk rongga mata dan
rahang bawah.
Ciri-ciri tersebut akan tampak jelas setelah usia 14 – 16 tahun. Menurut
Krogman ketepatan penentuan jenis kelamin atas dasar pemeriksaan
tengkorak dewasa adalah 90 persen.anita.

Luas permukaan prosesus mastoideus pada pria lebih besar dibanding


dari pada wanita. Hal ini dikaitkan dengan adanya insersi otot leher yang
lebih kuat pada pria.

c. Tulang dada
Rasio panjang dari manubrium sterni dan korpus sterni menentukan jenis
kelamin. Pada wanita manubrium sterni melebihi separuh panjang korpus
sterni; dan ini mempunyai ketepatan sekitar 80 persen (Iordanidis, 1961).

d. Tulang panjang
Pria pada umumnya memiliki tulang yang lebih panjang, lebih berat, dan
lebih kasar, serta impresinya lebih banyak

e. Tulang paha (os femur)


Merupakan tulang panjang yang dapat diandalkan dalam penentuan jenis
kelamin. Ketepatannya pada orang dewasa sekitar 80 persen.
Konfigurasi, ketebalan, ukuran dan kaput femoris serta pembentukan dari
otot dan ligamen serta perangai radiologis perlu diperhatikan.

Penentuan jenis kelamin secara histologik

Prinsip penentuan secara histologik atau mikroskopik ini adalah


berdasarkan kromosom.

Bahan pemeriksaan dapat diambil dari kulit, leukosit, sel selaput lendir,
pipi bagian dalam, sel rawan, korteks kelenjar suprarenalis, dan cairan
amnion.

16
Metode yang praktis untuk kepentingan kedokteran forensik adalah
pemeriksaan biopsi kulit. Digunakan fiksasi : merkuri-klorida setengah jenuh
dalam 15% formol-saline.

Cara lain yaitu dengan pemeriksaan atas sel PMN leukosit, yaitu
melihat adanya bentuk drumstick. Kemungkinan dijumpainya drumstick pada
wanita lebih banyak dibanding pria. Adapun cara penafsirannya sebagai
berikut :

Pada pemeriksaan didapatkan bentuk drumstick atau tidak ditemukan


adanya drumstick. Ini disebabkan adanya fakta : enam drumstik adalah
normal ditemukan pada 300 neutrofil pada wanita; sedangkan untuk pria
drumstick tidak dijumpai pada 500 netrofil atau lebih.

B. Penentuan Usia
Untuk kepentingan menghadapi kasus forensik, penentuan atau lebih
tepatnya perkiraan usia, dibagi dalam tiga fase yaitu bayi yang baru
dilahirkan, anak-anak dan dewasa sampai usia 30 tahun, dan dewasa di atas
30 tahun.
1. Bayi yang baru dilahirkan
Perkiraan usia bayi sangat penting bila dikaitkan dengan kasus
pembunuhan anak, dalam hal ini penentuan usia kehamilan (maturitas)
dan viabilitas. Kriteria yang umum dipakai adalah berat badan, tinggi
badan, dan pusat penulangan. Tinggi badan mempunyai nilai lebih, bila
dibandingkan dengan berat badan didalam hal perkiraan usia.

Tinggi badan diukur dari puncak kepala sampai ke tumit (crown-heel),


dapat digunakan untuk perkiraan usia menurut rumus dari HAASE. Cara
pengukuran lain yaitu dari puncak kepala ke tulang ekor (crown-rup),
dipergunakan oleh STREETER.

Pusat penulangan yang paling bermakna didalam upaya memperkirakan


usia adalah pusat penulangan pada bagian distal tulang paha (os femur).

17
Pemeriksaan dengan sinar-X dapat membantu untuk menilai timbulnya
epifises dan fusinya dengan diafesis.

2. Anak-anak dan dewasa di bawah 30 tahun


Saat terjadinya unifikasi dari diafesis memberi hasil dalam bentuk
perkiraan. Persambungan speno-oksipital terjadi pada usia 17-25 tahun.
Pada wanita persambungan tersebut terjadi antara usia 17-20 tahun.
Tulang selangka merupakan tulang panjang yang terakhir mengalami
unifikasi. Unifikasi dimulai pada usia 18-25 tahun, dan mungkin tidak
lengkap sampai 25-30 tahun. Dalam usia 31 tahun ke atas unifikasi
menjadi lengkap.
Tulang belakang (ossis vertebrae), sebelum usia 30 tahun, akan
menunjukkan alur-alur dalam yang berjalan radier pada bagian
permukaan atas dan bawah, dalam hal ini korpus vertebrae-nya.
3. Dewasa di atas 30 tahun
Perkiraan usia dilakukan dengan memeriksa tengkorak, yaitu suturanya.
Penutupan pada bagian tabula interna biasanya mendahului tabula
eksterna.
Sutura sagitalis, koronarius dan lambdoideus mulai menutup pada usia
20-30 tahun. Lima tahun berikutnya terjadi penutupan sutura parieto-
mastoid dan sutura skuamosa, tetapi dapat juga tetap terbuka atau
menutup sebagian pada usia 60 tahun. Sutura sfeno-parietal umunya
tidak akan menutup sampai usia 70 tahun.

C. Penentuan Tinggi Badan


Penentuan tinggi badan menjadi penting pada keadaan di mana yang
harus diperiksa adalah tubuh yang sudah terpotong-potong atau yang
didapatkan rangka, atau sebagian dari tulang saja.
Pada umumnya perkiraan tinggi badan dapat dipermudah dengan
pengertian bahwa tubuh yang diperiksa itu pendek, sedang, atau jangkung.
Perkiraan tinggi badan dapat diketahui dari pengukuran tulang panjang,
yaitu :

18
 Tulang paha (femur), menunjukkan 27 persen dari tinggi badan
 Tulang kering (tibia), 22 persen dari tinggi badan
 Tulang lengan atas (humerus), 35 persen dari tinggi badan
 Tulang belakang, 35 persen dari tinggi badan.

Yang perlu diperhatikan di dalam pengukuran tulang :

 Pengukuran dengan osteometric board


 Tulang harus dalam keadaan kering (dry bone)
 Formula yang dapat dipergunakan untuk pengukuran tinggi badan adalah :
1. Formula Stevenson
2. Formula Trotter dan Gleser
 Formula Trotter dan Gleser dan Stevenson merupakan formula untuk
manusia ras mongoloid.
Formula Stevenson

TB = 61,7207 + 2,4378 X F + 2,1756.


(F = Femur)
= 81,5115 + 2,8131 X H + 2,8903.
(H = Humerus)
= 59,2256 + 3,0263 X T + 1,8916.
(T = Tibia)
= 80,0276 + 3,7384 X R + 2,6791.
(R = Radius)
Formula Trotter dan Gleser
TB = 70,37 + 1,22 (F + T) + 3,24.

Untuk mendapat tinggi badan yang mendekati ketepatan sebaiknya


pengukuran dilakukan menurut kedua formula tersebut.

D. Perkiraan Usia Tulang

Perkiraan usia tulang lebih berguna bagi kepentingan arkeologis, bila


dibandingkan secara Ilmu Kedokteran Forensik pengukuran ini tidak banyak
manfaatnya.

19
Metode yang dipakai untuk mengetahui perkiraan usia tulang adalah
sebagai berikut :
1. Penetuan kandungan nitrogen
 Dengan metode mikro-Kjeldhal
 Nitogen lebih besar dari 3 1/2 gram per sentimeter berarti usia tulang/
saat kematian kurang dari 50 tahun
 Nitrogen lebih besar dari 2 ½
gram per sentimeter, berarti usia tulang/
saat kematian kurang dari 350 tahun
2. Penentuan kandungan asam-amino
 Dengan metode kromatografi lapisan tipis (TLC)
 Bila usia/ saat kematian kurang dari 70-100 tahun, akan didapatkan 7
jenis asam amino atau lebih
 Bila hanya didapatkan proline dan hidroksi proline, perkiraan usia/
saat kematian kurang dari 50 tahun.
3. Reaksi benzidine
 Yang dipakai campuran benzidin-peroksida
 Reaksi negatif, penilaian lebih berarti
 Reaksi negatif menyingkirkan bahwa tulang masih baru
 Reaksi negatif, usia tulang/ saat kematian sampai 150 tahun
 Reaksi dapat dipakai pada tulang yang utuh atau serbuk.
4. Fluoresensi dengan sinar ultraviolet
 Fluoresensi positif pada tulang yang baru sampai 100 tahun
 Usia tulang/ saat kematian 500-800 tahun, fluoresensi akan
menghilang.
5. Imunologi
 Aktivitas imunologik ditentukan dengan metode gel-diffusion
technique dengan anti-human serum
 Aktivitas akan menurun setelah 5 tahun, dengan limit waktu pada 10
tahun dan kurang dari 20 tahun.

20
Kesimpulan dari perkiraan usia tulang
Tulangnya yang masih baru (modern bone), mempunyai ciri :
 Kandungan nitrogen sebesar 3,5 gram atau lebih
 Mengandung sekurang-kurangnya 7jenis asam amino
 Fluoresensi menyeluruh pada penampang tulang
 Bila ada aktivitas imunologik, usia/ saat kematian kurang dari 20 tahun,
mungkin 5 tahun atau kurang dari 5 tahun.
E. Pemeriksaan Rambut
Pemeriksaan rambut dalam kasus kriminal dapat membantu
pengungkapan kasus, yaitu dalam hal :
 Identifikasi senjata yang dipakai, bila pada senjata tersebut melekat
rambut dari korban
 Kasus tabrak lari, danya rambut yang melekat pada kendaraan penabrak
yang identik dengan rambut korban
 Dalam kasus kejahatan seksual, rambut yang terlepas dari si pelaku dapat
dijumpai pada tubuh korban.
Kejelasan yang diharapkan pada pemeriksaan rambut
1. Bila memang rambut, rambut manusia atau hewan
2. Bila rambut manusia, dari bagian mana rambut tersebut
3. Apakah rambut tersebut dari pria atau wanita
4. Apakah rambut tersebut diberi zat pewarna
5. Apakah lepasnya rambut secara alamiah atau dipaksa
6. Bila terpotong, apakah dengan benda tajam atau benda tumpul
7. Perkiraan usia si pemilik rambut
Catatan tentang rambut
1. Rambut manusia tidak unik, lain halnya dengan sidik jari
2. Rambut terdiri dari akar, tangkai, dan ujung rambut
3. Rambut dari alis biasanya kaku, berbentuk segitiga
4. Ras yang berbeada akan membedakan rambut dalam hal warna, tekstur,
ukuran, fluktuasi dari diameter, ketebalan bagian korteks, ukuran dan
distribusi dari butir-butir pigmen serta ukuran penampang melintang

21
5. Secara mikroskopis, bagian tengah disebut medulla yang berisi sel-sel
udara, korteks yang mengandung butiran pigmen yang memberi warna
dan fusi kortikal (rongga yang berisi udara), kulit dan sisik yang
merupakan bagian paling luar dari rambut.

22
(Gambar Pola Sidik Jari Manusia)

(Gambar Rambut Manusia dan Rambut Hewan)

23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

24
Daftar Pustaka

Idries, Abdul Mun’im. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Tangerang Selatan :


Binarupa Aksara Publisher

Ma, Hongbao. Dkk. 2006. Journal of American Science : Paternity Testing.

Rakhmiana. 2013. Jurnal Analisis DNA pada Lokus D1S8) untuk Uji
Paternitas/Maternitas pada Sampel Etnis Melayu, Dayak dan Tionghoa di
Kota Pontianak. Pontianak :Universitas Tanjung Pura

Virnarenta, Elsa. Dkk. 2018. Jurnal Teknik Tes DNA Kasus Paternitas dari Polda
Metro Jaya di Laboratorium DNA PUSDOKKES Polri. Lampung :
Universitas Lampung

25

Anda mungkin juga menyukai