Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.2.1 Pengeringan
Pengeringan merupakan proses pemindahan panas dan uap air secara simultan,
yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan
dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa
panas. Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah
yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan enersi panas. Hasildari proses
pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setaradengan kadar air
keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilaiaktivitas air (aw) yang
aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi.
Tujuan dari proses pengeringan adalah menurunkan kadar air bahan sehingga
bahan menjadi lebih awet, mengecilkan volume bahan sehingga memudahkan dan
menghemat biaya pengangkutan, pengemasandan penyimpanan. Disamping itu banyak
bahan hasil pertanian yang hanya digunakan setelah dikeringkanterlebih dahulu seperti
tembakau, kopi, tehdan biji-bijian. Meskipun demikian adakerugian yang ditimbulkan
selamapengeringan yaitu terjadinya perubahan sifat fisik dan kimiawi bahan serta
terjadinya penurunan mutu bahan.
1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering yang termasuk dalam golongan
ini adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban
udara.
2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang termasuk dalam golongan ini
adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan.
3. Pengeringan beku pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan
pangan beku. Struktur bahan pangan dipertahankan dengan baik pada kondisi ini.
Suhu dan tekanan yang sesuai harus dipersiapkan dalam alat pengering untuk
menjamin terjadinya proses sublimasi.
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar
air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan
kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen (Syarif dan Halid, 1993).
Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka
aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan.
Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi,
enzimatik atau kombinasi antara ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut
memerlukan air dimana kini telah diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat
membantu berlangsungnya proses tersebut (Tabrani,1997).
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan
basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gr bahan disebut kadar air berat basah.
Berat bahan kering adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu
tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada proses pengeringan air yang
terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan (Kusumah, dan Andarwulan,
1989).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat 5 penting
pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa
pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan
daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya
bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan
pada bahan pangan (Winarno, 1997).
Air ada yang berbentuk bebas, ada pula yang terikat baik didalam matriks bahan
maupun didalam jaringannya. Air yang berbentuk bebas sangat mudah menguap
karena biasanya terdapat pada permukaan bahan pangan. Kadar air perlu diukur untuk
menentukan umur simpan suatu bahan pangan. Dengan demikian, suatu produsen
makanan olahan dapat langsung mengetahui umur simpan produknya tanpa harus
menunggu sampai produknya busuk. Beberapa cara untuk menetapkan kadar air suatu
bahan makanan misalnya dengan metode pemanasan langsung dan dengan metode
destilasi (Azeotroph).
Kandungan air dalam bahan bahan ikut menentukan kesegaran dan daya tahan
bahan itu sendiri. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi
dalam media air yang ditambahkan atau berasal dari bahan itu sendiri. Menurut derajat
keterikatan air dalam bahan makanan atau bound water dibagi menjadi 4 tipe, antara
lain :
1. Tipe I adalah tipe molekul air yang terikat pada molekul-molekul air melalui suatu
ikatan hydrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan
molekul-molekul lain yang mengandung atomatom O dan N seperti karbohidrat,
protein atau garam.
2. Tipe II adalah tipe molekul-molekul air membentuk ikatan hydrogen dengan
molekul air lain, terdapat dalam miro kapiler dan sifatnya agak berbeda dari air
murni.
3. Tipe III adalah tipe air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti
membran, kapiler, serat dan lain-lain. Air tipe inisering disebut dengan air bebas.
4. Tipe IV adalah tipe air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni,
dengan sifat-sifat air biasa (Winarno, 1999). Sifat-sifat kadar air keseimbangan atau
Equilibrium of Moisture Content (EMC) dari bahan pangan sangat penting dalam
penyimpanan dan pengeringan.
Kadar air keseimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan
pangan 8 yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal tersebut
merupakan satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat
dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat
digunakan sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya
mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan pada saat
penyimpanan.
Pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan ataupun sediaan yang
dilakukan dengan cara yang tepat diantaranya cara titrasi, destilasi atau gravimetrik
yang bertujuan memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan
air dalam bahan , dimana nilai maksimal atau rentang yang diperbolehkan terkait
dengan kemurniaan dan kontaminasi (Dirjen POM, 2000). Rumus kadar air dalam
bahan .
𝐻(𝑔𝑟)
(X) = 𝑂(𝑔𝑟)
Keterangan :
X :Kandungan Cairan
H :Berat Cairan yang hilang (gr)
O :Berat Padatan Kering (gr)
1.2.6 Kelembaban
Kelembaban adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentrasi ini dapat
diekspresikan dalam kelembaban absolut, kelembaban spesifik atau kelembaban
relatif. Alat untuk mengukur kelembaban disebut higrometer.
Sebuah humidistat digunakan untuk mengatur tingkat kelembaban udara dalam
sebuah bangunan dengan sebuah dehumidifier.
Dapat dianalogikan dengan sebuah termometer dan termostat untuk suhu
udara. Perubahan tekanan sebagian uap air diudara berhubungan dengan perubahan
suhu. Konsentrasi air di udara pada tingkat permukaan laut dapat mencapai 3%pada
30 °C (86 °F), dan tidak melebihi 0,5% pada 0 °C (32 °F). (Anonim, 2018)
Tray Dryer (Cabinet Dryer) merupakan salah satu alat pengeringan yang
tersusun dari beberapa buah tray di dalam satu rak. Tray dryer sangat besar manfaatnya
bila produksinya kecil, karena bahan yang akan dikeringkan berkontak langsung
dengan udara panas. Namun alat ini membutuhkan tenaga kerja dalam proses
produksinya, biaya operasi yang agak mahal, sehingga alat ini sering digunakan pada
pengeringan bahan – bahan yang bernilai tinggi.
Penggunaannya cocok untuk bahan yang berbentuk padat dan butiran, dan
sering digunakan untuk produk yang jumlahnya tidak terlalu besar. Waktu pengeringan
yang dibutuhkan (1-6 jam) tergantung dari dimensi alat yang digunakan dan banyaknya
bahan yang dikeringkan, sumber panas dapat berasal dari steam boiler.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia
yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.Analisis unsur memberikan
rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk
antrasit. (Sukandarrumidi,2006)
METODOLOGI
Tabel 3.1.1 Data hasil percobaan tray 1 dan tray 2 sebelum pengeringan
Tray
Luas
Tray Kosong Tray Kosong + Kosong +
Tray Panjang (m) Lebar (m) Permukaan
(gr) Isi Kering (gr) Isi Basah
(m2)
(gr)
1 244,61 644,59 784,51 0,273 0,183 0,049959
Tabel 3.1.2 Data waktu, flow udara, dan berat tray 1 + isi setelah pengeringan (400 gr).
Waktu (Menit) X N
0 0 0
7 0,0106 0,0303
14 0,0229 0,0327
21 0,0239 0,0228
28 0,0226 0,0162
35 0,0173 0,0099
42 0,0167 0,0079
49 0,0174 0,0071
56 0,0124 0,0044
63 0,0089 0,0028
Tabel 3.2.3 Data berat cairan yang tersisa dan cairan yang hilang pada tray 2
Waktu (Menit) X N
0 0 0
7 0,0246 0,0703
14 0,0321 0,0459
21 0,0252 0,0240
28 0,0226 0,0162
35 0,0164 0,0093
42 0,0163 0,0077
49 0,0141 0,0057
56 0,0097 0,0035
63 0,0066 0,0021
3.2 Pembahasan
Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah
yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas. Praktikum tray dryer
yang menggunakan prinsip pengeringan ini bertujuan untuk mengetahui proses
pengeringan dan membuat kurva laju pengeringan dengan suhu konstan, mempelajari
pengaruh variasi laju alir terhadap perilaku pengeringan padatan basah dengan suhu
konstan, membuat kurva kadar air vs waktu, membuat kurva kecepatan pengering vs
kadar air dan menghitung waktu pengeringan. Praktikum ini menggunakan bahan baku
batu bara dalam massa tertentu yang dikeringkan dalam tray dryer. Proses pengeringan
pada tray dryer menggunakan udara panas yang arahnya berlawanan, sehingga uap air
yang dikeluarkan oleh bahan yang dikeringkan ikut terbawa oleh udara panas. Proses
pengeringan didalam tray dryer dilakukan selama 63 menit, dengan selang 7 menit.
Setiap 7 menit dilakukan penimbangan untuk mengetahui kandungan air yang hilang
dalam waktu tertentu. Selama proses pengeringan juga digunakan anemometer yaitu
alat untuk mengukur kecepatan udara pada tray dryer. Data kecepatan udara yang
terbaca pada anemometer juga dicatat setiap 7 menit.
Semakin bertambah waktu dan semakin tinggi laju udara didalam tray dryer,
semakin banyak berat cairan yang hilang . Hal ini dapat di lihat pada tabel 3.2.2 dan
3.2.4 hasil perhitungan, bahwa untuk masing-masing tray semakin bertambah waktu
maka semakin sedikit kandungan cairan yang terdapat di dalam batu bara. Untuk tray
1, pada tabel 3.2.1 dapat di lihat pada menit ke 21 merupakan nilai optimum dimana
berat cairan paling banyak keluar yaitu sebesar 9,59 gr. Mula-mula, berat cairan yang
hilang masih sedikit yaitu hanya 4,25 gr, karena tray dryer belum memanas. Namun
setelah beberapa menit kemudian, suhu akan semakin meningkat dan kandungan cairan
yang terdapat di dalam batu bara akan lebih mudah menguap. Pada menit-menit
selanjutnya sampai menit ke 63, berat cairan yang hilang menjadi lebih sedikit yaitu
hanya sebesar 3,57 gr karena kandungan cairan didalam batu bara juga sudah semakin
sedikit. Hal ini juga terjadi pada tray 2, dapat di lihat pada tabel 3.2.3 bahwa menit ke
14 merupakan nilai optimum berat cairan yang keluar dari dalam padatan yaitu sebesar
8,03 gr. Dan selanjutnya sampai menit ke 63, berat cairan yang hilang menjadi lebih
sedikit yaitu hanya sebesar 1,64 gr karena kandungan cairan didalam batu bara juga
sudah semakin sedikit. Pada grafik 1 dan grafik 2 yaitu grafik kandungan cairan vs
waktu dapat dilihat semakin lama proses pengeringan, maka kandungan cairan yang
terdapat didalam batu bara semakin sedikit. Hal ini membuktikan teori yang sudah
dituliskan.
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum tray dryer yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal:
- Pada tray 1 dengan batu bara sebanyak 399,98 gram, pada menit ke 21 merupakan
nilai optimum berat cairan yang hilang yaitu sebesar 9,59 gr dengan kecepatan
pengeringannya sebesar 0,0327/menit.m2
- Pada tray 2 dengan batu bara sebanyak 250 gram, pada menit ke 14 merupakan
nilai optimum berat cairan yang hilang yaitu sebesar 8,03 gr dengan kecepatan
pengeringannya sebesar 0,0459/menit.m2
- Kelembaban udara ruangan yang berbeda dengan kelembaban udara didalam tray
dryer mempengaruhi hasil penimbangan berat zat padat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Z. 2000. Kimia Dasar untuk Teknik Industri. Penebar Swadaya, Jogjakarta.
Mujumdar, A.S., 1995. Superheated Steam Drying of Industrial Drying, 2nd Edition.
Marcel Dekker, New York.
A. Pada t1 (7 menit)
1. Berat cairan yang hilang = (berat zat padat basah – berat cairan yang tersisa)
= (784,51 gr – 780,26 gr) = 4,25 gr
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛
3. Kecepatan Pengeringan = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 (𝑚2 )
0,0229
= 14 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 0,049959 𝑚2 = 0,0327 /menit.𝑚2
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛(𝑋)
3. Laju Pengeringan (N) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 (𝐴)
0,0173
= 35 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 0,049959 𝑚2 = 9,893 𝑥 10−3 / menit.𝑚2
F. Pada t6 (42 menit)
1. Berat cairan yang hilang = (berat zat padat basah – berat cairan yang tersisa)
= (745,50 gr – 738,79 gr) = 6,71 gr
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛(𝑋)
3. Laju Pengeringan(N) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 (𝐴)
0,0167
= 42 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 0,049959 𝑚2 = 7,959 𝑥 10−3 / menit.𝑚2
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛(𝑋)
3. Laju Pengeringan(N) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 (𝐴)
0,0174
= 49 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 0,049959 𝑚2 = 7,108 𝑥 10−3 / menit.𝑚2
0,0124
= 56 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 0,049959 𝑚2 = 4,432 𝑥 10−3 / menit.𝑚2
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛(𝑋)
3. Laju Pengeringan (N) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 (𝐴)
0,0089
= 63 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 0,049959 𝑚2 = 2,828 𝑥 10−3 / menit.𝑚2
A. Pada t1 (7 menit)
1. Berat cairan yang hilang = (berat zat padat basah – berat cairan yang tersisa)
= (619,50 gr – 613,35 gr) = 6,15 gr
0,0246
= 7 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 0,049959 𝑚2 = 0,0703 /menit.𝑚2
B. Pada t2 (14 menit)
1. Berat cairan yang hilang = (berat zat padat basah – berat cairan yang tersisa)
= (613,35 gr – 605,32 gr) = 8,03 gr
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔 (𝑔𝑟) 8,03 𝑔𝑟
2. Kandungan Cairan (X) = = 250 𝑔𝑟 = 0,0321
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 (𝑔𝑟)
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛(𝑋)
3. Laju Pengeringan (N) =
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 (𝐴)
0,0321
= 14 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 0,049959 𝑚2 = 0,0459 /menit.𝑚2
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛(𝑋)
3. Laju Pengeringan (N) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 (𝐴)
0,0252
= 21 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 0,049959 𝑚2 = 0,0240 / menit.𝑚2
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛(𝑋)
3. Laju Pengeringan (N) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 (𝐴)
0,0173
= 35 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 0,049959 𝑚2 = 9,379 𝑥 10−3 / menit.𝑚2
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛(𝑋)
3. Laju Pengeringan (N) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 (𝐴)
0,0163
= 42 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 0,049959 𝑚2 = 7,759 𝑥 10−3 / menit.𝑚2
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛(𝑋)
3. Laju Pengeringan (N) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 (𝐴)
0,0141
= 49 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 0,049959 𝑚2 = 5,751 𝑥 10−3 / menit.𝑚2
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛(𝑋)
3. Laju Pengeringan (N) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 (𝐴)
9,72 𝑥 10−3
= 56 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 0,049959 𝑚2 = 3,474 𝑥 10−3 / menit.𝑚2
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛(𝑋)
3. Laju Pengeringan (N) = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 (𝐴)
6,56 𝑥 10−3
= 63 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 0,049959 𝑚2 = 2,084 𝑥 10−3 / menit.𝑚2
GRAFIK
0.03
0.025
Kandungan Cairan (X)
0.02
0.015
0.01
0.005
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
Waktu (menit)
0.035
0.03
Kandungan cairan (X)
0.025
0.02
0.015
0.01
0.005
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (Menit)
0.03
Kecepatan Pengeringan (N)
0.025
0.02
0.015
0.01
0.005
0
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03
Kandungan Cairan (X)
0.08
0.07
Kecepatan Pengeringan (N)
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035
Kandungan cairan (X)
Tray
Anemometer