New Public Management (NPM) muncul karena beberapa alasan, Owen E. Huges
di tahun 1994 mengemukakan alasan munculnya NPM: kegagalan old public administration
dalam mencapai efektifitas dan efisiensi sektor publik, sehingga perlu adanya perubahan
menuju ke arah yang berorientasi dan memusatkan perhatian pada akuntabilitas manajer
publik dan hasil (kinerja), adanya dorongan untuk berubah dari pemerintah yang kaku dan
tertutup menuju pemerintah, kebijakan dan kepegawaian yang lebih fleksibel dan
transparan. perlunya menetapkan tujuan organisasi secara jelas dan menetapkan tolak ukur
keberhasilan melalui indikator kinerja, perlu adanya komitmen politik bagi administrator
agar tidak semata-mata bersikap netral dan non-partisan, perlu adanya komitmen politik
bagi administrator agar tidak semata-mata bersikap netral dan non-partisan, dan adanya
kecenderungan untuk mereduksi peran pemerintah dengan melakukan kontrak dengan
pihak lain dan privatisasi.
Selain Owen E. Huges, pendapat tentang alasan munculnya NPM dikemukakan olen
Martin Minogue di tahun 2000: semakin membesarnya anggaran pemerintah yang
mengakibatkan beban sosial sehingga perlu adanya perubahan untuk lebih efisien dan
mengurangi peran pemerintah, rendahnya mutu pelayanan pemerintah pada masyarakat,
dan adanya nilai ideologi yang bersifat kontradiktif terhadap perubahan paradigma
pemerintahan yang membuka peluang bagi ditemukannya solusi untuk meningkatkan
kinerja pemerintah dan mereduksi ukuran dan peran pemerintah.
Penerapan new public management dapat dilihat dari sepuluh prinsip “reinventing
government” karya Osborne & Gaebler (1992) yang diterapkan di AS. Prinsip-prinsip
tersebut adalah: catalytic government: steering rather than rowing (pemerintah hanya
katalis yang mengarahkan dan bukan melaksanakan), community-owned government:
empowering rather than serving (pemerintahan adalah milik rakyat, pemerintah
memberdayakan masyarakat), competitive government: injecting competition into service
delivery (pemerintahan yang kompetitif, mendorong kompetisi dalam pelayanan), mission-
driven government: transforming rule-driven organizations (pemerintahan yang digerakkan
oleh misi), results-oriented government: funding outcomes not inputs (pemerintah yang
berorientasi hasil), customer-driven government: meeting the needs of the customer not
the bureaucracy (pemerintahan yang berorientasi pelanggan bukan birokrasi), entreprising
government: earning rather than spending (pemerintahan yang memiliki semangat
wirausaha), anticipatory government: prevention rather than cure (pemerintahan yang
antisipatif), decentralized government: from hierarchy to participation and team work
(pemerintahan yang desentalisasi), market-oriented government:leveraging change
through the market (pemerintahan yang berorientasi pasar dan mendongkrak perubahan
melalui pasar).
Setelah menelaah sedikit bagaimana penekanan Administrasi Publik klasik dan isu-
isu apa yang ada di dalamnya, kemudian berkaca dari itu muncullah suatu paradigma baru
sebagai suatu reformasi administrasi publik yang diterapkan berangkat dari kesadaran
tentang pentingnya kualitas manajemen dalam lingkungan administrasi di mana roda
administrasi dijalankan. Dengan kata lain, penciptaan dan pemantapan Total Quality
Management yang dalam penerapannya mencakup beberapa hal sebagai berikut:
• fokus perhatian adalah pada kepuasan pelanggan
• peningkatan mutu atas segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan oleh organisasi
• pemberdayaan sumber daya manusia yang harus dilakukan secara terusmenerus sesuai
dengan fenomena yang berkembang di lingkungan organisasi
Rif’an Zamhari
115030101111089
DAFTAR PUSTAKA
Aromatica, D. “Perubahan pemerintahan desa menjadi pemerintahan nagari dalam
rangka otonomi daerah: suatu studi pada Pemerintah Nagari Salayo Kecamatan
Kubung Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat.” Skripsi tidak dipublikasikan
pada Jurusan Administrasi Publik Universitas Brawijaya. Malang: 2004.
Bovaird, T. & Loffler, E. (ed.). Public Management and Governance. (London:
Routledge, 2003).
Box, R.C. Citizen governance: Leading American communities into the 21st century.
(Thousand Oaks: Sage Publications. 1998)
Conyers, D. Perencanaan sosial di dunia ketiga: suatu pengantar. (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1992)
Denhardt, J.V. & Denhardt, R.B. The New Public Service: Serving, Not Steering.
(New York: M.E. Sharpe, 2004).
Flynn, N. Public Sector Management. (Brighton: Wheatsheaf, 1990).
King, C.S. & Stivers, C. Government is us: public administration in an anti-
government era. (Thousand Oaks, California: Sage Publications, 1998).
Little, J.H. “Thinking government: bringing democratic awareness to public
administration” in Gary L. Wamsley,. and James F. Wolf (ed.) Refounding
democratic public administration: modern paradoxes, postmodern challenges.
(Thousand Oaks, California: Sage Publications, 1996).
Norton, A. International handbook of local and regional government: a comparative
analysis of advanced democracies. (Cheltenham: Edwar Elgar, 1994)
Osborne, D. & Gaebler, T. Reinventing Government : How the Entrepreneurial
Spirit is Transforming the Public Sector. (New York : A William Patrick Book,
1992).
Rozaki, A. dkk. Prakarsa desentralisasi dan otonomi desa. (Yogyakarta: IRE, 2005).
Savas, E.S. Privatization and Public-Private Partnerships. (New York : Chatam
House Publishers, 2000).
Sekolengo, A.B. “Fungsi BPD dan Lembaga Adat (Mosalaki) dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa: suatu studi di Desa Sokoria, Kecamatan Ndona
Timur, Kabupaten Ende, Propinsi Nusa Tenggara Timur.” Skripsi tidak
dipublikasikan pada Jurusan Administrasi Publik Universitas Brawijaya. Malang:
2004.
Sisk, T.D., et.al. Democracy at the local level: the International IDEA Handbook on
participation, conflict management, and governance. (Stockholm: International
Institute for Democracy and Electoral Assistance, 2001).
Wamsley, G.L. & Wolf, J.F. (ed.) Refounding democratic public administration:
modern paradoxes, postmodern challenges. (Thousand Oaks, California: Sage
Publications, 1996).
New Public Management (part 1)
Artikel, Tugas Kuliah
by rimaru
Buruknya kinerja administrasi publik tidak hanya pada masa orde baru yang
sentralistik, tapi juga masih menggurita pada masa sekarang sebagaimana hasil
penelitian dan penilaian Bank Dunia yang dilaporkan dalam World Development
Report 2004 dan Governance and Desentralization Survey (GDS) 2002.
Sistem ini dikembangkan di wilayah anglo Amerika sejak paruh kedua tahun 80-an
dan telah mencapai status sangat tinggi khususnya di Selandia Baru. Perusahaan-
perusahaan umum diprivatisasi, pasar tenaga kerja umum dan swasta dideregulasi,
dan dilakukan pemisahan yang jelas antara penetapan strategis wewenang negara
oleh lembaga-lembaga politik (apa yang dilakukan negara) dan pelaksanaan
operasional wewenang oleh administrasi (pemerintah) dan oleh badan penanggung
jawab yang independen atau swasta (bagaimana wewenang dilaksanakan).
Lebih dari dua dekade New Public Management telah berkembang sebagai
suatu konsep yang bisa mengganti peran dan arti dari Old Public Administration di
hampir seluruh belahan dunia ini. Sebagai hasilnya sejumlah perubahan yang positif
telah banyak dilakukan di sektor publik.
Seperti yang dikatakan di atas bahwa New Public Management muncul pada tahum
80-an dan pertengahan 90-an khususnya diNew Zealand,Australia, Inggris, dan
Amerika sebagai akibat munculnya krisis kesejahteraan negara. Paradigma ini
kemudian menyebar secara luas karena adanya promosi dari lembaga Internasional
seperti bank dunia, IMF, Sekretariat Negara Persemakmuran, dan kelompok-
kelompok konsultan manajemen (Olawu, 2002)
Dengan mengambil pengalaman dari negara-negara lain terutama dari Inggris dan
New Zealand dan pengalaman dari beberapa negara bagian di Amerika. Osborne
memperkenalkan New Public Management dalam birokrasi pemerintah dan ternyata
disambut baik oleh pemerintahan Bill Clinton yang menindakanjuti dengan
melakukan pembaharuan di dalam birokrasi pemerintahannya.
Read more http://rimaru.web.id/public-management-part-1/
Administrasi negara berawal dari sesuatu yang semata-mana teknis, yaitu demi
efisiensi dan efektivitas, bagaimana bekerja dengan ongkos seminim mungkin, dan
mencapai tujuan semaksimal mungkin. Kemudian lebih diarahkan kepada human
resource development, yang dalam administrasi negara tua secara samar-samar
disebut sebagai human relations. Namun, kini pendekatan itu bergeser lagi ke dalam
apa yang disebut sebagai New Public Management (NPM).
Inti dari perkembangan baru dalam administrasi negara ini adalah bagaimana
membawa paradigma bisnis yang menguntungkan ke dalam administrasi negara atau
dengan kata lain privatisasi administrasi negara. Pertanyaan paling utama di sana
adalah bagaimana mengelola administrasi pemerintahan yang lamban, lesu darah,
dan tidak bergairah menjadi suatu lembaga yang hidup, bervisi, dan juga bermisi dan
karena itu berencana dan merencanakan bukan hidupnya sendiri, tetapi masyarakat
yang dipimpinnya (Fadel Mohammad). Dengan begitu, paradigma public service
harus dibalikkan menjadi public partners, mitra dalam bekerja, yang hanya
dibedakan dalam fungsi.
New Public Management tidak selalu dipahami sama oleh semua orang. Bagi
sebagian orang, NPM adalah suatu sistem manajemen desentral dengan perangkat
perangkat manajemen baru seperti controlling, benchmarking dan lean management;
bagi yang lain, NPM dipahami sebagai privatisasi sejauh mungkin atas aktivitas
pemerintah. Sebagian besar penulis membedakan antara pendekatan manajemen
sebagai perangkat baru pengendalian pemerintah dan pendekatan persaingan sebagai
deregulasi secara maksimal serta penciptaan persaingan pada penyediaan layanan
pemerintah kepada rakyat.
Tema pokok dalam New Public Management antara lain bagaimana menggunakan
mekanisme pasar dan terminologi di sektor publik. Bahwa dalam melakukan
hubungan antara instani pemerintah dengan pelanggannya dipahami sebagai proses
hubungan transaksi. Dengan mentransformasikan kinerja pasar seperti ini maka
dengan kata lain akan mengganti atau mereform kebiasaan kinerja sektor publik
yang berlandaskan aturan dan proses yang menggantungkan pada otoritas pejabat
menjadi orientasi pasar, dan dipacu untuk berkompetisi sehat.
Konsep New public management ini dapat dipandang sebagai suatu konsep baru
yang ingin menghilangkan monopoli pelayanan yang tidak efisien yang dilakukan
oleh instansi dan pejabat-pejabat pemerintah. Dengan konsep seperti ini maka New
Public Management akan mengubah cara dan model birokrasi publik yang
tradisional ke arah model bisnis privat dan perkembangan pasar.
Untuk lebih mewujudkan konsep New Public Manajement dalam birokrasi publik,
maka diupayakan agar para pemimpin birokrasi meningkatkan produktivitas dan
menemukan cara baru pelayanan publik berdasarkan perspektif ekonomi. Mereka
didorong untuk memperbaiki dan mewujudkan akuntabilitas publik kepada
pelanggan, meningkatkan kinerja, restrukturisasi lembaga birokrasi publik,
merumuskan kembali misi organisasi, melakukan desentralisasi proses pengambilan
kebijakan.
Kettl dan Jonathan Boston (1991) menyatakan bahwa pusat perhatian dan doktrin
New Public Management adalah lebih menekankan pada proses pengelolaan
(manajemen) ketimbang perumusan kebijakan, perubahan dari penggunaan kontrol
masukan ke penggunaan kontrol-kontrol yang bisa dihitung terhadap output dan
kinerja target, devolusi manajemen kontrol sejalan bersama dengan pengembangan
mekanisme sistem pelaporan, monitoring dan akuntabilitas baru, disagregrasi
struktur birokrasi yang besar menjadi struktur instansi yang kuasai otonomi, secara
khusus melalukan pemisahan antara fungsi-fungsi komersial dengan non komersial,
menggunakan prepensi untuk kegiatan privat seperti privatisasi, sistem kontrak
sampai dengan penggunaan sistem penggajian dan renumerasi yang efektif dan
efisien.
Alasan mengapa politik dan administrasi tertarik pada NPM sangat beranekaragam
dan cenderung tak jelas: adminsitrasi mengharapkan memperoleh otonomi yang
lebih besar dan debirokratisasi, pihak politisi yang mengurus masalah keuangan
(parlemen, DPRD) ingin secepat mungkin mereformasi anggaran, sementara
pemerintah dan juga parlemen mengharapkan memperoleh kemungkinan
pengendalian yang lebih besar dan baru.
Untuk menilai administrasi dalam kasus konkritnya, orang harus terlebih dulu
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
Semakin monopolistik kondisi umum yang harus dihadapinya maka makin penting
pula perbandingan hasil kerja dan biaya dalam administrasi publik. Akibatnya, si
“klien” (warga) tidak bisa “memilih” sekolah, jasa pembuangan sampah atau polisi
(karena semuanya ditangani pemerintah atau pemkot). Karena seringkali tidak ada
dana yang memadai, maka pajakpun atau “harga pasar” tidak mempengaruhi sistem,
misalnya sistem kepolisian.
Selain biaya, outcome, output dan lain-lainnya juga harus dipahami dengan teliti. Ini
selalu memunculkan kontroversi besar menyangkut pengukuran dan kualitasnya.
Karena itu jaminan kualitas dalam sektor publik masih lebih penting, tapi juga
kadang-kadang lebih rumit daripada di perusahaan-perusahaan swasta.
New Public Management tidak memiliki teori yang menyeluruh dan umumnya
didasari pada pengalaman-pengalaman empirik hasil eksperimen yang bertujuan
membuat administrasi publik menjadi lebih baik dan lebih efisien. Tujuan ini bukan
ditunjang pada keyakinan bahwa pemerintah (administrasi publik) akan bekerja
lebih baik dan lebih cepat, tetapi karena kekurangan dana: jadi bekerja secara efisien
dan lebih baik adalah keniscayaan bagi administrasi publik.
Tidak ada buku pedoman untuk penerapan New Public Management yang menjamin
kesuksesan jika ia direalisasikan secara konsisten. Berhasil atau tidaknya New
Public Management akan sangat tergantung pada kehendak politik dari semua yang
terlibat. Itu syarat pertama. Jika syarat ini terpenuhi, harus dibuat analisa khusus
terhadap situasi, dan dalam analisa inilah ditaksir kelebihan dan kekurangan serta
risiko-risiko yang mungkin timbul – di saat dilakukan perombakan ke arah
administrasi publik yang modern, atau risiko-risiko yang memang sudah ada.
Ini merupakan situasi klasik yang menjadi titik tolak untuk mengembangkan
strategi. Tanpa strategi seperti ini, implementasi biasanya tidak akan berhasil, dan
akan mandek di tengah jalan. Lalu, hasilnya pun akan lebih buruk dari kondisi yang
pernah ada sebelumnya.
Langkah untuk menerapkan New Public Management bisa dilakukan dengan syarat
ada cukup jumlah pendukung “yang kritis” yang menghendaki
reformasi.Parapendukung ini harus berasal dari administrasi (pemda, pemkot) dan
politik; berarti mereka harus seorang birokrat dan politisi. Warga juga akan setuju
dengan penerapan NPM ini karena mereka banyak mengkritisi kelemahan atau
kinerja administrasi yang loyo. Namun demikian, reformasi ini harus didukung
bersama agar warga bisa memberikan tekanan yang dibutuhkan terhadap politisi dan
pihak administrasi untuk menyelesaikan proses reformasi dengan sukses.
Harus jelas bahwa restrukturisasi seperti ini punya harga, tapi harus disadari pula
bahwa penghematan yang dihasilkan reformasi ini bisa dengan mudah membiayai
kembali investasi.
3. Pemerintah kompetitif
Pemerintah yang berorientasi pada hasil mengubah fokus dari input menjadi
akuntabilitas pada keluaran (output) atau hasil.Parapimpinan organisasi pemerintah
mengukur kinerja instansi pemerintah, menetapkan target, memberi imbalan kepada
instansi-instansi pemerintah yang mencapai atau melebihi target, dengan
menggunakan anggaran untuk mengungkapkan tingkat kinerja yang diharapkan
dalam bentuk besarnya anggaran.
Dalam hal ini pemerintah memberlakukan masyarakat sebagai pelanggan yang harus
diutamakan. Pimpinan organisasi pemerintah melakukan survey kepada pelanggan
apa yang mereka inginkan dan butuhkan ketika berhubungan dengan instansi
pemerintah. Dengan masukan dan insentif dari masyarakat itu kemudian dirancang
suatu pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan yang diinginkan
7. Pemerintah wiraswasta
8. Pemerintah antisipatif
9. Pemerintah desentralisasi
Prinsip NPM menurut Borins dan Warrington (1996), adalah sebagai berikut :
1. Manajemen kontrak
2. Penyerahan tanggung jawab di bidang sumber daya
3. Orientasi pada hasil kerja (output)
4. Controlling
5. Orientasi pada warga/pelanggan
6. Teknik informasi
7. Manajemen kualitas
PENUTUP
Kesimpulan
Inti dari New Public Management adalah bagaimana membawa paradigma bisnis
yang menguntungkan ke dalam administrasi negara atau dengan kata lain privatisasi
administrasi negara. Dengan mentransformasikan kinerja pasar seperti ini maka
dengan kata lain akan mengganti atau mereform kebiasaan kinerja sektor publik
yang berlandaskan aturan dan proses yang menggantungkan pada otoritas pejabat
menjadi orientasi pasar, dan dipacu untuk berkompetisi sehat. Paradigma ini
menginginkan inovasi yang pada akhirnya akan menghasilkan efisiensi dan
efektifitas dalam administrasi publik
Konsep New public management ini dapat dipandang sebagai suatu konsep baru
yang ingin menghilangkan monopoli pelayanan yang tidak efisien yang dilakukan
oleh instansi dan pejabat-pejabat pemerintah. Dengan konsep seperti ini maka New
Public Management akan mengubah cara dan model birokrasi publik yang
tradisional ke arah model bisnis privat dan perkembangan pasar. Hal ini
dimungkinkan dengan diberikannya asas persaingan dan berbagai prinsip-prinsip
dan perangkat New Public Management, seperti yang telah dibahas sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ferlie, Ewan, Louise, Andrew. 1996. The New Public Management in Action.New
York:OxfordUniversity.
Http://poedj.multiply.com/journal/item/38/new_public_mamagement_di_Indonesia.
download 20 April 2009.
http://www.kedaikebebasan.org/berita/demokrasi/article.php?id=215. download 20
April 2009
Reformasi Depkeu RI
Reformasi Birokrasi di Departemen Keuangan saat ini mencakup tiga pilar, meliputi:
penataan organisasi, perbaikan proses bisnis, dan peningkatan manajemen sumber
daya manusia (SDM). Penataan organisasi meliputi modernisasi dan pemisahan,
penggabungan, serta penajaman fungsi. Perbaikan proses bisnis meliputi analisa dan
evaluasi jabatan, analisa beban kerja, dan penyusunan standard operating
procedure(SOP). Sementara peningkatan manajemen SDM meliputi
penyelenggaraan pendidikan dan latihan berbasis kompetensi, pembangunan
assessment center, penyusunan pola mutasi, peningkatan disiplin dan
pengintegrasian Sistem Informasi Manajemen Pegawai (SIMPEG).
Reformasi sistem remunerasi menjadi hal yang menarik dalam sauatu sistem
berbasis kinerja. Dalam NPM, sistem remunerasi dapat menjadi suatu consequence,
kondisi yang membuat pegawai termotivasi. Akan tetapi sistem remunerasi yang
tidak berdasarkan kinerja yang berkeadilan, baik individu maupun organisasi dapat
menimbulkan kecemburuan. Pola pengukuran kinerja menjadi syarat utama
remunerasi yang berkeadilan. Penempatan dan promosi pegawai hendaknya
berdasarkan standar kompetensi. Oleh karena itu, pelaksanaan asessment centre
pegawai, program up-grading, serta pengembangan kapasitas pegawai menjadi hal
penting dalam hal ini.
Penerapan anggaran berbasis kinerja sebagai salah satu langkah reformasi di bidang
pengelolaan keuangan harus berhadapan dengan sejumlah kendala. Persoalan utama
adalah belum terdapatnya output dan outcome pemerintah yang bersifat SMART
(Spesific, Measurable, Achievable, Result dan Timebond). Output dan outcome
yang tercantum dalam RKAKL (Rencana Kerja Anggaran K/L) serta DIPA (Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran) masih banyak bersifat “abstrak” dan “tidak terukur
secara kuantitatif”. DIPA masih cenderung berisi angka-angka yang akan
dibelanjakan suatu instansi pemerintah. Hal ini tentu saja masih bermula dari masih
buruknya manajemen kinerja di instansi pemerintah.
by rimaru
Di dalam sistem pemerintahan dikenal istilah New Public Management (NPM), yang
konsepnya terkait dengan manajemen kinerja sektor publik, yang mana pengukuran
kinerja merupakan salah satu dari prinsip-prinsipnya. New Public Management pada
awalnya lahir di negara-negara maju di Eropa dan Amerika.
Untuk itu dibuatlah SOP (System Operating Prosedure), yang menjelaskan apa yang
harus dikerjakan, siapa yang mengerjakan dan waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan, serta bagaimana melaksanakannya. Pada Direktorat
Jenderal Pajak juga dibangun nilai-nilai yang menunjukkan dedikasinya yang tinggi,
yaitu integritas, profesionalisme, inovasi, dan teamwork.
Konsep NPM mensyaratkan organisasi memiliki tujuan yang jelas dan adanya
penetapan target kinerja. Penetapan target kinerja harus dikaitkan dengan standar
kinerja dan indikator kinerja. Dalam pengukuran kinerja, digunakan istilah Key
Performance Indicator (KPI). KPI merupakan ukuran keuangan dan non-keuangan
yang digunakan untuk membantu suatu organisasi menentukan dan mengukur
kemajuan menuju tujuan organisasi.
Dalam NPM, semua sumber daya organisasi harus dikerahkan dan diarahkan untuk
mencapai target kinerja, yang mana penekanannya adalah pada pencapaian hasil
(outcome), bukan pemenuhan prosedur. Sebagai contoh, outcome yang diharapkan
pada Direktorat Jenderal Pajak adalah pertumbuhan penerimaan pajak yang tinggi;
tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi; tingkat kepatuhan wajib pajak yang
tinggi; serta penambahan subyek dan obyek pajak. Output dan outcome harus
menjadi fokus perhatian utama organisasi.
Pelaksanaan NPM bukanlah tanpa kritik. Terdapat sejumlah hal yang dianggap
sebagai kelemahan dari NPM, ketika Administrasi Publik berusaha memahami pesan
yang ditawarkan oleh pendekatan pasar maka permasalahan yang muncul adalah
terkait dengan pernyataan bahwa tidak ada perbedaan antara menajeman sektor
publik dengan sektor privat dalam mengimplementasikan NPM. Selain itu, terdapat
sejumlah pertanyaan lain yang mengemuka mengenai validitas empirik dari NPM
dalam hal klaimnya terhadap manajemen sektor privat yang dianggap ideal untuk
sektor publik. Terdapat sejumlah pertentangan antara klaim dalam NPM terhadap
kondisi yang ada disektor publik. Model usahawan seringkali dapat mengurangi
esensi dari nilai-nilai demokratis seperti keadilan, peradilan, keterwakilan dan
partisipasi. Hal ini diakibatkan oleh adanya perbedaan besar antara kekuatan pasar
dengan kepentingan publik, dan kekuatan pasar ini tidak selalu dapat memenuhi apa
yang menjadi kepentingan publik. Bahkan dalam banyak hal, publik seringkali tidak
dilibatkan untuk berpartisipasi dalam menentukan, merencanakan, mengawasi, dan
mengevaluasi tindakan-tindakan pemerintah. Lebih jauh lagi mengingatkan bahwa
menganggap masyarakat hanya sebagai konsumen semata menyebabkan masyarakat
dijauhkan dari haknya untuk berpartisipasi.
Pola hubungan yang baru antara warga dengan birokrasi tersebut membawa
implikasi terhadap 5 hal yakni: (1) Redefinisi kewargaan/masyarakat dalam
pelayanan publik, (2) Transformasi etika administrasi yang mempengaruhi
masyarakat, (3) Transisi dalam perilaku dan motivasi birokrasi terhadap masyarakat,
(4) Perubahan peran dan kapasitas pelayanan publik dalam melayani masyarakat,
serta (5) Restrukturisasi hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
Akibat lain dari adopsi pendekatan berorientasi pasar terhadap penyedia pelayanan
publik adalah terjadinya transformasi standar etika pelayanan publik selama ini
seperti akuntabilitas, keterwakilan, netralitas, daya tanggap, integritas, kesetaraan,
pertanggungjawaban, ketidakberpihakan, serta kebaikan dan keadilan yang
digantikan denngan nilai-nilai pasar seperti efisiensi, produktivitas, biaya yang
efektif, kompetisi, dan pencarian keuntungan.
Adapun transisi dalam perilaku dan motivasi birokrasi terhadap masyarakat terjadi
sebagai akibat dari adanya pergeseran perhatian pegawai negeri dari kepentingan
masyarakat kepada sasaran organisasi seperti produktivitas dan efisiensi. Atau
dengan kata lain, pegawai negeri akan lebih responsive terhadap konsumen (yang
mampu membayar) sementara menjadi lebih apatis terhadap kebutuhan dari
masyarakat berpenghasilan rendah.
Sementara itu, perubahan peran dan kapasitas pelayanan publik dalam melayani
masyarakat terjadi akibat semakinn pasifnya pemerintah dalam menyediakan barang
dan jasa kepada masyaraka. Dampaknya kemudian terjadi perubahan pola hubungan
masyarakat dan pemerintah dalam 2 hal, yakni pemerintah menjadi lebih
memfasilitasi daripada mengarahkan atau dengan kata lain “menyetir” daripada
“mendayung”, serta menurunya kapasitas dari sektor publik dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat akibat adanya kebijakan privatisasi, penghematan, dan
pemotongan anggaran. Melemahnya kemampuan dari sektor publik ini
menyebabkan mereka tidak mampu melayani kebutuhan dasar masyarakat terkait
pendidikan, perumahan, dan kesehatan, khususnya apabila mayoritas warga
masyarakat sangat menggantungkan diri terhadap sektor publik untuk pelayanan-
pelayanan dasar yang dibutuhkannya.
by rimaru
Menurut perpektif teoritik telah terjadi pergeseran paradigm pelayanan publik dari
model administrasi publik tradisional (old public administratiton) ke model
manajemen publik yang baru (new pulic management) dan akhirnya menuju model
pelayanan publik baru (new public service) seperti tampak pada tabel berikut ini:
yang tercantum
dalam atur
Kepada Klien (clients) dan Pelanggan (Custom Warga Negara
siapa birokrasi pemilih er) (citizens)
harus bertanggungjaw
ab
Peran pemerintah Pengayuh (Rowing) Mengarahkan (Stee Menegoisasikan
ring) dan
mengelaborasika
n
berbagai kepentin
gan
kelompok komun
itas
Akuntabilitas Menurut hirarki admini Kehendak Multi aspek:
stratif
pasar yang akuntabel pada
keinginan komunitas,
(customers) standar
profesional,
kepentingan
warga negara
Dalam model new public service, pelayanan publik berlandaskan teori demokrasi
yang mengajarkan egaliter dan persamaan hak diantara warga negara. Dalam model
ini kepentingan publik dirumuskan sebagai hasil dialog dari berbagai nilai yang ada
di dalam masyarakat.
Kepentingan publik bukan dirumuskan oleh elite politik seperti yang tertera dalam
aturan. Birokrasi yang memberikan pelayanan publik harus bertanggung jawab
kepada masyarakat secara keseluruhan. Peranan pemerintah daerah adalah
melakukan negosiasi dan menggali berbagai kepentingan dari masyarakat dan
berbagai kelompok komunitas yang ada. Dalam model ini birokrasi publik bukan
hanya sekedar harus akuntabel pada berbagai aturan hukum melainkan juga harus
akuntabel pada nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, norma politik yang berlaku,
standar profesional dan kepentingan masyarakat.
Dasar teoritis pelayanan publik yang ideal menurut paradigma new public service
yaitu pelayanan publik yang harus responsif terhadap berbagai kepentingan dan
nilai-nilai publik yang ada. Tugas pemerintah daerah adalah melakukan negosiasi
dan mengelaborasi berbagai kepentingan masyarakat dan kelompok komunitas, hal
ini mengandung pengertian bahwa karakter dan nilai yang terkandung didalam
pelayanan publik tersebut harus berisi preferensi nilai-nilai yang ada di dalam
masyarakat. Karena masyarakat bersifat dinamis maka karakter pelayanan publik
juga harus selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat. (Dwiyanto,
2006:145).