Anda di halaman 1dari 14

RINGKASAN MATERI KULIAH SAP 5

MANAJEMEN KOPERASI DAN UMKM


EMA 203 C2 R. IA 1.1
14 Maret 2019

OLEH
KELOMPOK 5

1. NI NENGAH WITRI ASTITI (1607531049) / 01


2. PUTU AYU PRAMESTI (1607531050) / 02
3. NI KADEK INDAH PERMATA SARI (1607531053) / 03

PROGRAM STUDI AKUNTANSI REGULER


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2019
A. ASAS, PRINSIP, DAN TUJUAN PEMBERDAYAAN UMKM
1. Asas Pemberdayaan UMKM
Berdasarkan Bab II Pasal 2 beserta penjelasannya pada UU Nomor 20 Tahun 2008
tentang UMKM asas-asasnya antara lain:
1) Asas kekeluargaan, yaitu asas yang melandasi upaya pemberdayaan UMKM sebagai
bagian dari perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas dasar
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,efesiensi berkeadilan,berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan
ekonomi nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
2) Asas demokrasi ekonomi, yaitu pemberdayaan UMKM diselenggarakan sebagai
kesatuan dari pembangunan perekonomian nasional untuk mewujudkan kemakmuran
rakyat.
3) Asas kebersamaan, yaitu asas yang mendorong peran seluruh UMKM dan dunia usaha
secara bersama-sama dalam kegiatannya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
4) Asas efesiensi berkeadilan, yaitu asas yang mendasari pelaksanaan pemberdayaan
UMKM dengan mengedepankan efesiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan
iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
5) Asas berkelanjutan, yaitu asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses
pembangunan melalui pemberdayaan UMKM yang dilakukan secara
berkesinambungan sehingga terbentuk perekonomian yang tangguh dan mandiri.
6) Asas berwawasan lingkungan, yaitu asas pemberdayaan UMKM yang dilakukan
dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan
lingkungan hidup.
7) Asas kemandirian, yaitu asas pemberdayaan UMKM yang dilakukan dengan tetap
menjaga dan mengedepankan potensi, kemampuan, dan kemandirian UMKM.
8) Asas keseimbangan kemajuan, yaitu asas pemberdayaan UMKM yang berupaya
menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.
9) Asas kesatuan ekonomi nasional, yaitu asas pemberdayaan UMKM yang
merupakan bagian dari pembangunan kesatuan ekonomi nasional.
2. Prinsip Pemberdayaan UMKM
Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menurut Pasal 4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 adalah:
1) Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;
1
2) Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan;
3) Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan
kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
4) Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan
5) Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.
3. Tujuan Pemberdayaan UMKM
Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menurut Pasal 5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 adalah:
1) Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan
berkeadilan;
2) Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan
3) Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan
daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi,
dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
B. KRITERIA UMKM DI INDONESIA
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008,
adapun kriteria UMKM adalah sebagai berikut.
1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: (a) memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: (a) memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah).
3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: (a) memiliki kekayaan bersih lebih
dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00
(lima puluh milyar rupiah).
2
4. Seluruh kriteria tersebut nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan
perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.
C. ASPEK-ASPEK PENDUKUNG NON FINANSIAL KEMAJUAN UMKM DI
INDONESIA
Adapun aspek-aspek pendukung non finansial kemajuan UMKM di Indonesia adalah
sebagai berikut.
1. Aspek Sarana dan Prasarana
Aspek sarana dan prasarana ditujukan untuk mengadakan prasarana umum yang dapat
mendorong dan mengembangkan pertumbuhan Usaha Mikro dan Kecil dan untuk
memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Usaha Mikro dan Kecil.
2. Aspek Informasi Usaha
Aspek informasi usaha ditujukan untuk:
1) membentuk dan mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan informasi
bisnis;
2) mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber pembiayaan,
komoditas, penjaminan, desain dan teknologi, dan mutu; dan
3) memberikan jaminan transparansi dan akses yang sama bagi semua pelaku Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah atas segala informasi usaha.
3. Aspek Kemitraan
Aspek kemitraan ditujukan untuk:
1) mewujudkan kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
2) mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar;
3) mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan
transaksi usaha antar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
4) mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan
transaksi usaha antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar;
5) mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah;
6) mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan
usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan
7) mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan
atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

3
4. Aspek Perizinan Usaha
Aspek perizinan ditujukan untuk menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan usaha
dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu dan untuk membebaskan biaya perizinan
bagi Usaha Mikro dan memberikan keringanan biaya perizinan bagi Usaha Kecil.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin usaha diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
5. Aspek Kesempatan Berusaha
Aspek kesempatan berusaha ditujukan untuk:
1) menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar,
ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi
pertambangan rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima, serta lokasi
lainnya;
2) menetapkan alokasi waktu berusaha untuk Usaha Mikro dan Kecil di subsektor
perdagangan retail;
3) mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses,
bersifat padat karya, serta mempunyai warisan budaya yang bersifat khusus dan
turun-temurun;
4) menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah serta bidang usaha yang terbuka untuk Usaha Besar dengan syarat harus
bekerja sama dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
5) melindungi usaha tertentu yang strategis untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
6) mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan oleh Usaha Mikro dan Kecil
melalui pengadaan secara langsung;
7) memprioritaskan pengadaan barang atau jasa dan pemborongan kerja Pemerintah
dan Pemerintah Daerah; dan
8) memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.
6. Aspek Promosi dan Dagang
Aspek promosi dagang ditujukan untuk:
1) meningkatkan promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di
luar negeri;
2) memperluas sumber pendanaan untuk promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah di dalam dan di luar negeri;

4
3) memberikan insentif dan tata cara pemberian insentif untuk Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah yang mampu menyediakan pendanaan secara mandiri dalam
kegiatan promosi produk di dalam dan di luar negeri; dan
4) memfasilitasi pemilikan hak atas kekayaan intelektual atas produk dan desain
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam kegiatan usaha dalam negeri dan ekspor.
7. Aspek Dukungan Kelembagaan
Aspek dukungan kelembagaan ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan
fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan keuangan mitra
bank, dan lembaga profesi sejenis lainnya sebagai lembaga pendukung pengembangan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
D. PERAN, PROSPEK KEKUATAN DAN KELEMAHAN UKM
1. Peran UKM
Usaha kecil menengah mempunyai peran yang penting dalam pembangunan
ekonomi, karena intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan investasi yang lebih
kecil, sehingga usaha mikro lebih fleksibel dalam menghadapi dan beradaptasi dengan
perubahan pasar. Hal ini menyebabkan usaha mikro tidak terlalu terpengaruh oleh
tekanan eksternal, karena dapat mengurangi impor dan memiliki kandungan lokal yang
tinggi. Oleh karena itu pengembangan usaha dapat memberikan kontribusi pada
diversifikasi ekonomi dan perubahan struktur sebagai prakondisi pertumbuhan
ekonomi jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan. Disamping itu tingkat
penciptaan lapangan kerja lebih tinggi pada UKM dari pada yang terjadi di perusahaan
besar.
UKM (Usaha Kecil Menengah) memegang peranan yang sangat besar dalam
memajukan perekonomian Indonesia. Selain sebagai salah satu alternatif lapangan kerja
baru, UKM juga berperan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi pasca krisis
moneter tahun 1997 di saat perusahaan-perusahaan besar mengalami kesulitan dalam
mengembangkan usahanya. Saat ini, UKM telah berkontribusi besar pada pendapatan
daerah maupun pendapatan negara Indonesia. Selain itu UKM sangat berperan dalam
mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Indonesia dan menyerap banyak tenaga
kerja Indonesia yang masih mengganggur.
2. Prospek Kekuatan dan Kelemahan UKM
Secara teoritis Hoselitz (1959) sebagai orang pertama yang membahas relasi
antara tingkat pendapatan dan tingkat dominasi UKM, mengemukakan bahwa dari hasil
studinya dengan menggunakann data dari sejumlah negara-negara di Eropa,
5
menyimpulkan bahwa dalam proses pembangunan di suatu wilayah tercerminkan
dalam laju pertumbuhan PDB atau peningkatan pendapatan perkapita, kontribusi UKM
di wilayah tersebut mengalami perubahan.
Beberapa aspek yang sangat menentukan prospek perkembangan UKM adalah
kemampuan UKM itu sendiri untuk mengetahui kekuatan yang kemudian dioptimalkan
dan kelemahan yang kemudian harus diminimalisir. Aspek-aspek yang menjadi
kekuatan dan kelemahan berasal dari aspek manusia dan aspek ekonomi.
1) Aspek Manusia
Dari aspek manusia kekuatan UKM adalah:
(1) motivasi yang kuat untuk mempertahankan usahanya;
(2) penawaran tenaga kerja yang melimpah dengan upah yang murah.
Sedangkan kelemahan UKM adalah:
(1) kualitas SDM rendah baik dilihat dari tingkat pendidikan formal maupun
ditinjau dari kemampuan untuk melihat peluang bisnis;
(2) tingkat produktivitas rendah;
(3) penggunaan tenaga kerja cenderung eksploitatif dengan tujuan untuk mengejar
target;
(4) sering mengandalkan anggota keluarga sebagai pekerja tidak dibayar.
2) Aspek Ekonomi (Bisnis)
Kekuatan UKM apabila dilihat dari aspek ekonomi (bisnis) adalah:
(1) mengandalkan sumber keuangan informal yang mudah diperoleh;
(2) mengandalkan bahan-bahan baku lokal (tergantung pada jenis produk yang
dibuat);
(3) melayani segmen pasar bawah yang tinggi permintaan (proposi dari populasi
paling besar).
Sedangkan kelemahan UKM dari aspek ekonomi (bisnis) adalah manajemen
keuangan yang buruk.
Kekuatan dari kedua aspek tersebut harus dioptimalkan dalam upaya untuk
meningkatkan dan mengembangkan UKM itu sendiri, sedangkan kelemahan dari kedua
aspek tersebut harus secara terus menerus diminimalisir.
Secara lebih terperinci, Anogara dan Sudantoko (2002:225-6) menggambarkan
karakterisik UKM secara umum yang lebih banyak merupakan kelemahan yaitu:
1) Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah
administratif pembukuan standar.
6
2) Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat tinggi.
3) Modal terbatas.
4) Pengalaman manajerial dan mengelola perusahaan masih sangat terbatas.
5) Skala ekonomi yang terlalu kecil, sehingga sulit mengharapkan untuk mampu
menekan biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang.
6) Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta difersifikasi pasar sangat terbatas
7) Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal rendah, mengingat
keterbatasan dalam sistem administrasinya. Untuk mendapatkan dana di pasar
modal, sebuah perusahaan harus mengikuti sistem administrasi standar dan harus
transparan.
Beberapa keunggulan UKM dibandingkan usaha besar adalah:
1) UKM biasanya memenuhi permintaan (aggregate demand) yang terjadi di wilayah
regionalnya sehingga UKM menyebar di seluruh pelosok dengan ragam bidang
usaha.
2) Mempunyai keleluasaan atau kebebasan untuk masuk atau keluar dari pasar
mengingat modal sebagaian besar terserap pada modal kerja dan sangat kecil yang
dimasukan dalam aktiva tetap sehingga yang dipertaruhkan juga kecil. Dampak dari
hal ini adalah kemudahan untuk memperbarui produknya sehingga mempunyai
derajat imunitas yang tinggi terhadap gejolak perekonomian internasional.
3) Sebagian besar UKM adalah padat karya (labour intensive) mengingat teknologi
yang digunakan UKM relatif sederhana. Persentase distribusi nilai tambah sangat
besar sehingga distribusi pendapatan bisa lebih tercapai. Hubungan erat antara
pemilik dengan karyawan menyebabkan sulitnya terjadi PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja). Keadaaan ini menunjukan usaha kecil memiliki fungsi sosial
ekonomi.
E. POLA PEMBERDAYAAN UMKM
Pola Pendekatan Pemberdayaan UMKM dapat dilakukan dengan pola kemitraan,
BDSP (Business Development Services Provider) dan pola Klaster.
1. Pola Kemitraan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008,
kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak
langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan
menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan
Usaha Besar. Kemitraan dilaksanakan dengan pola sebagai berikut.
7
1) Inti-plasma
Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma, Usaha Besar sebagai inti
membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang menjadi
plasmanya dalam:
(1) penyediaan dan penyiapan lahan;
(2) penyediaan sarana produksi;
(3) pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha;
(4) perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;
(5) pembiayaan;
(6) pemasaran;
(7) penjaminan;
(8) pemberian informasi; dan
(9) pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan
produktivitas dan wawasan usaha.
2) Subkontrak
Pelaksanaan kemitraan usaha dengan pola subkontrak, untuk memproduksi
barang dan/atau jasa, Usaha Besar memberikan dukungan berupa:
(1) kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya;
(2) kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara
berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar;
(3) bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen;
(4) perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;
(5) pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah
satu pihak; dan
(6) upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.
3) Waralaba
Usaha Besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba,
memberikan kesempatan dan mendahulukan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
yang memiliki kemampuan. Pemberi waralaba dan penerima waralaba
mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri
sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual
berdasarkan perjanjian waralaba. Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan
dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian,
dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan.
8
4) Perdagangan umum
Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan umum, dapat dilakukan
dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan
pasokan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh Usaha Besar yang dilakukan
secara terbuka. Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh Usaha
Besar dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi Usaha Kecil
atau Usaha Mikro sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang
diperlukan. Pengaturan sistem pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan
salah satu pihak.
5) Distribusi dan Keagenan
Dalam pelaksanaan kemitraan dengan pola distribusi dan keagenan, Usaha
Besar dan/atau Usaha Menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan
barang dan jasa kepada Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil.
6) Bentuk-bentuk Kemitraan Lain
Bentuk-bentuk kemitraan lain adalah seperti: bagi hasil, kerjasama
operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourching).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997,


Usaha Besar dan atau Usaha Menengah yang melaksanakan kemitraan dengan Usaha Kecil
berkewajiban untuk melakukan pembinaan kepada mitra binaannya dalam satu atau lebih
aspek:
1) Pemasaran, yaitu dengan: (1) membantu akses pasar; (2) memberikan bantuan
informasi pasar; (3) memberikan bantuan promosi; (4) mengembangkan jaringan
usaha; (5) membantu melakukan identifikasi pasar dan perilaku konsumen; (6)
membantu peningkatan mutu produk dan nilai tambah kemasan.
2) Pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia, yaitu dengan: (1) pendidikan
dan pelatihan; (2) magang; (3) studi banding; (4) konsultasi.
3) Permodalan, yaitu dengan: (1) pemberian informasi sumber-sumber kredit; (2) tata
cara pengajuan penjaminan dari berbagai sumber lembaga penjaminan; (3) mediator
terhadap sumber-sumber pembiayaan; 4) informasi dan tata cara penyertaan modal;
(5) membantu akses permodalan.
4) Manajemen, yaitu dengan: (1) bantuan penyusunan studi kelayakan; (2) sistem dan
prosedur organisasi dan manajemen; (3) menyediakan tenaga konsultan dan
advisor.
9
5) Teknologi, dengan: (1) membantu perbaikan, inovasi dan alih teknologi; (2)
membantu pengadaan sarana dan prasarana produksi sebagai unit percontohan; (3)
membantu perbaikan sistem produksi dan kontrol kualitas; (4) membantu
pengembangan disain dan rekayasa produk; (5) membantu meningkatkan efisiensi
pengadaan bahan baku.
Pola-pola kemitraan yang umum dijumpai selain yang sudah dijelaskan diatas
adalah pola kemitraan pola bapak angkat. Pada dasarnya pola bapak angkat adalah
refleksi kesediaan pihak yang mampu (besar) untuk membantu pihak lain yang kurang
mampu (kecil) pihak yang memang memerlukan pembinaan. Oleh karena itu, pada
hakikatnya pola pendekatan tersebut adalah cermin atau wujud rasa kepedulian pihak
yang besar terhadap yang kecil. Pola Bapak angkat dalam pengembangan Usaha Mikro
dan Usaha Kecil umumnya banyak dilakukan BUMN dengan usaha mikro dan kecil.
2. Pola BDSP (Business Development Services Provider)
Business Development Services (BDS) adalah suatu kegiatan dalam bentuk jasa
dalam berbagai bidang yang dilakukan oleh individu dan atau lembaga untuk tujuan
pengembangan usaha, dalam hal ini UMKM. Sedangkan Business Development
Services Provider (BDSP) adalah suatu lembaga yang memberi/menyediakan
pelayanan jasa untuk pengembangan UMKM dalam berbagai bidang antara lain teknis,
sosial-ekonomi, keuangan, dll. BDSP dikenal juga dengan konsultan pendamping layan
pengembangan bisnis.
Kementerian Koperasi dan UKM mendefinisikan BDSP sebagai lembaga atau
bagian dari lembaga yang memberikan layanan pengembangan bisnis dalam rangka
meningkatkan kinerja UMKM. Lembaga tersebut berbadan hukum, bukan lembaga
keuangan, serta dapat memperoleh fee dari jasa layanannya. Dalam hubungan dengan
pemberdayaan BDSP, maka jasa yang diberikan oleh BDSP adalah
konsultansi/pendampingan dalam hal manajemen/analisis keuangan agar terjadi
kemitraan dengan bank atau terjadinya penyaluran dana bank kepada UMKM tersebut
disertai dengan pembinaannya.
Konsep Pemberdayaan BDSP
Pengembangan dan pemberdayaan UMKM dilakukan oleh berbagai pihak baik
dinas/instansi pemerintah, perbankan, swasta, lembaga swadaya masyarakat, maupun
lembaga-lembaga internasional. Pemberdayaan UMKM dilakukan oleh lembaga atau
individu-individu pendamping/konsultan yang dibentuk atau bekerja pada lembaga

10
tersebut dalam bidang teknis, manajemen, keuangan dan sebagainya, sesuai dengan
sektor dan bidang keahlian masing-masing.
Adanya pendamping atau konsultan tersebut sangat membantu UMKM
dalam mengembangkan usahanya, akan tetapi untuk mengembangkan usaha lebih jauh
UMKM seringkali menemui kendala untuk akses dengan lembaga keuangan khususnya
perbankan. Di lain pihak perbankan yang memiliki alokasi sumber dana belum dapat
menjangkau lebih banyak UMKM karena keterbatasan informasi dan SDM yang
dimiliki. Peranan pendamping/konsultan dalam menghubungkan UMKM dengan bank
menjadi sangat strategis karena dapat menciptakan kesinambungan UMKM dan dapat
mengatasi keterbatasan perbankan dalam menjangkau UMKM. Konsultan/
pendamping UMKM yang mampu menghubungkan dengan bank dapat menjadi mitra
bank. Sehubungan dengan peranan yang strategis tersebut,
konsultan/pendamping UMKM perlu diperkuat dari aspek keuangan dan perbankan
melalui pendidikan dan pelatihan yangg terpadu, sehingga menjadi konsultan
keuangan/pendamping UMKM yang profesional dan dapat menjadi mitra bank.
Pemberdayaan BDSP dimaksudkan untuk memberdayakan konsultan/
pendamping, baik swasta maupun yang dibentuk Pemerintah, yang selama ini terlibat
dalam pengembangan UMKM. Pembentukan BDSP didasarkan pada visi untuk
memperluas akses sektor UMKM kepada kredit perbankan, sedangkan misinya adalah
memberdayakan Konsultan Keuangan/Pendamping UMKM agar mampu menyediakan
jasa pengembangan bisnis dan berfungsi sebagai “jembatan penghubung” antara
UMKM dan bank.
3. Pola Pendekatan Klaster
Pola pengembangan satuan usaha berbasis klaster adalah suatu
pengembangan investasi bagi kelompok usaha mikro, kecil, menengah berbasis klaster
komoditas atau industri yang mengoptimalkan hubungan antar pengusaha dalam
perluasan kesempatan kerja, pemanfaatan sumberdaya lokal, dan pemasaran. Usaha ini
mengkaitkan antara input – proses – output dan pasar secara terangkai yang berbasis
pada satu jenis komoditas (klaster komoditas) atau pada kelompok industri (klaster
industri).
Banyak usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) gagal beroperasi karena
tidak mendapatkan kepastian terhadap penyediaan input dan pemasaran output.
Lembaga keuangan kurang melihat perspektif mata rantai produksi, pengolahan,
pemasaran sebagai suatu rangkaian usaha yang beroperasi secara menyatu dan modal
11
dapat kembali. Keterlibatan input, proses, output dan akses pasar pada UMKM sering
tidak terorganisir secara benar. Paket kebijakan pengembangan usaha sangat sektoral
dan tidak terfokus pada satuan kelompok usaha yang terangkai. Upaya pemerintah
belum optimal dalam mengembangkan jaringan kerja kemitraan dalam pengembangan
UMKM. Peran yang diharapkan dari pemerintah adalah:
1). Menciptakan peluang pasar lokal, domestik dan global sebagai respon
terhadap perkembangan yang ada;
2). Melakukan terbosan-terobosan dalam pengembangan teknologi sistem
produksi, pengolahan dan pemasaran;
3). Menguatkan dan mengaktifkan jalinan hubungan secara kemitraan antar pelaku
dalam proses produksi, pengolahan dan pemasaran;
4). Melakukan identifikasi sumberdaya yang potensial secara lebih intensif;
5). Menciptakan produk yang memiliki keunggulan komparatif;
6). Memanfaatkan sumber daya yang tersedia guna memperoleh nilai tambah yang
lebih tinggi.
Dalam implementasinya, melalui pendekatan klaster yang merupakan upaya
untuk mengelompokkan industri inti yang saling berhubungan, baik industri pendukung
dan terkait, jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, penelitian, pelatihan, pendidikan,
infrastruktur informasi, teknologi, sumber daya alam, serta lembaga terkait, diharapkan
perusahaan atau industri terkait akan memperoleh manfaat sinergi dan efisiensi yang
tinggi dibandingkan jika bekerja sendiri.
Sebagai contoh adalah Klaster Opak Ubi Kayu di Kabupaten Serdang Bedagai
- Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara mempunyai beberapa klaster yang
potensial untuk dikembangkan. Klaster yang terpilih menjadi pilot project di Kabupaten
Serdang Bedegai adalah klaster ubi kayu menjadi produk opak. Pemilihan klaster ini
didukung dengan ketersediaan bahan baku berupa ubi kayu uang dipasok dari luasan
lahan ubi kayu sebesar 86.265 hektar. Lusasan tersebut dapat mensuplai bahan baku
sebesar + 201.000 ton per tahun untuk diolah menadi opak. Kertesediaan bahan baku
yang berlimpah berkontribusi terhadap kelangsungan klaster pengolahan opak.
Demikian juga adanya peluang pasar yang masih terbuka untuk pasar domestik maupun
pasar ekspor. Sejauh ini, klaster belum mampu memenuhi permintaan pasar domestik
yaitu ke Jawa.

12
REFERENSI

Bank Indonesia. https://www.bi.go.id/id/umkm/klaster/pengembangan/Contents/Default.aspx


[Diakses pada tanggal 11 Maret 2019]
Hamdani, Penjelasan Masing-Masing Azas UMKM. https://hamdani75.wordpress.com/arah-
dan-strategi-pengembangan-umkm-di-indonesia/pemberdayaan-umkm-menurut-uu-no-
20-tahun-2008-tentang-umkm/. [Diakses pada tanggal 11 Maret 2019]
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
Rohmad. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Business Development
Services Provider (BDSP) dalam Pengembangan Ekonomi.
https://rohmatfapertanian.wordpress.com/diktat-entrepreneurship/8-pemberdayaan-
usaha-mikro-kecil-menengah-umkm-dan-business-development-services-provider-
bdsp-dalam-pengembangan-ekonomi/. [Diakses pada tanggal 11 Maret 2019]
Sumantri, Bambang Agus & Erwin Putera Permana. 2017. Manajemen Koperasi dan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM): Perkembangan, Teori dan Praktek. Fakultas
Ekonomi Universitas Nusantara PGRI Kediri: Kediri.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.

13

Anda mungkin juga menyukai