Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS DENGAN


HIPERBILIRUBINEMIA
DI RUANG PERINATOLOGI RSUD DR. M. ASHARI PEMALANG

DISUSUN OLEH :
1. SEPTI CHOLIDATUL FAUZIAH (170204204)
2. SUISTYARINI (170204206)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SI PROFESI NERS


STIKES HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBINEMIA

A. DEFINISI
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer, 2008).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum yaitu ≥ 13 mg/dL2.
Peningkatan kadar bilirubin serum bisa berupa peningkatan kadar bilirubin :
1. Bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin) disebut juga bilirubin
indirect disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin, penurunan
ambilan bilirubin oleh sel hati dan gangguan konjugasi.
2. Bilirubin terkonjugasi (conjugated bilirubin) disebut juga bilirubin direct
disebabkan oleh gangguan sekresi intrahepatik dan gangguan ekskresi
ekstrahepatik.
B. ETIOLOGI
1. Produksi bilirubin yang berlebihan (misal hemolisis)
2. Gangguan fungsi hepar (misal immaturitas hepar pada bayi prematur,
infeksi hepar)
3. Gangguan transportasi misalnya hipoalbuminemia pada bayi prematur
4. Gangguan ekskresi bilirubin/obstruksi

C. MANIFESTASI KLINIK
Secara umum gejala dari penyakit hiperbilirubin ini antara lain:
1. Bayi tampak kuning
2. Perut membuncit, pembesaran hepar
3. Gangguan neurologik: kejang, opistotonus, tak mau minum, letargi, reflek
moro lemah atau tak ada
4. Feses berwarna seperti dempul

D. PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban penambahan
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran entrosit, polistemia.
Gangguan pecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonates yang mengalami gangguan ekskresi.
Misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh
toksisitas terutama ditemukan bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam
air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patoligis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul
apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonates. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar otak apabila
bayi terdapat keadaan BBLR, Hipoksia dan Hipoglikemia.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisik
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar
yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa
tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus
yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila
penderita sedang mendapatkan terapi sinar.
Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna
kulit dan jaringan subkutan (DERAJAT KREMER).
Derajat Ikterus Daerah Ikterus Perkiraan kadar
bilirubin
I Daerah Kepala dan leher 5,0 mg %
II Badan atas 9,0 mg%
III Badan bawah hingga tungkai 11,4 mg%
IV Lengan, kaki bawah, lutut. 12, 4 mg %
V Telapak tangan dan kaki 16,0 mg%
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan
pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak
sakit atau bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang
hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat,
lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar
dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin.
Transcutaneous bilirubin (TcB) dapat digunakan untuk menentukan kadar
serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini
hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 μmol/L), dan
tidak ‘reliable’ pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain :
a. Golongan darah dan ‘Coombs test’
b. Darah lengkap dan hapusan darah
c. Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc
d. Bilirubin direk
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam
tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin
juga perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi
tukar.

F. PENATALAKSANAAN
1. Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse
pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi (a bound of fluorescent light
bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin
dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara
memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak
dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan
kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar
mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Secara umum
fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl.
Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa
ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada
24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.
2. Transfusi Pengganti
Transfusi pengganti digunkan untuk:
a. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
c. Menghilangkan serum bilirubin
d. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan bilirubin
3. Menyusui bayi dengan ASI
ASI memiliki zat-zat terbaik yang dapat memperlancar buang air besar dan
buang air kecil pada bayi.
4. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini
efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai
beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada
post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya
(letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan
mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus
yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern
ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau
menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary
movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya
opistotonus. Selain itu dapat juga terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia.

H. KLASIFIKASI
Menurut Ni Luh Gede ada 2 macam ikterus, yaitu:
1. Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
2. Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

I. PATHWAY
Peningkatan Produksi Gangguan Gangguan
Bilirubin transport ekskresi

HIPERBILIRUBIN
Warna
Bilirubin Fototerapi Peningkatan
kulit
indirek pemecahan
kuning
bilirubin
Sinar dengan
Radiasi
intensitas tinggi
Ikterik
Lethargi
neonatus Kerusakan Pengeluaran
integritas Gangguan cairan empedu
Malas minum kulit suhu tubuh
(reflek hisap
melemah) Peristaltic usus
Ketidakefektifan
meningkat
termoregulasi

Ketidakefektifan
pemberian ASI Diare

Pengeluaran volume
Kekurangan cairan meningat dan
volume cairan penurunan intake

J. FOKUS PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Identitas pasien
b. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat
janin, malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)
c. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi
d. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
e. Riwayat inkompatibilitas darah
f. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa
2. Pemeriksaan Fisik
a. Integumen: warna kulit kuning, kelembaban kulit kering
b. Gastrointestinal: peristaltik, feses (warna kuning/gelap, cair/padat)
c. Respirasineuromuskular: refleks hisap, menangiskuat atau lemah
3. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan darah, feses

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan dan diare
2. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan efek foto therapi
3. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas
pemberian ASI (indikasi fototerapi) dan reflek menghisap menurun
4. Ikterik neonetus berhubungan dengan bilirubin tak terkonjungasi didalam
sirkulasi
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia.

L. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
NOC NIC Paraf
keperawatan
Kekurangan Setelah dilakukan 1. Kaji reflek hisap
volume cairan tindakan keperawatan bayi
berhubungan selama 3x24 jam
dengan tidak diharapkan 2. Beri minum per
oral/menyusui bila
adekuatnya intake kekurangan voleme reflek hisap
cairan dan diare cairan tidak ada lagi adekuat
dengan kriteria hasil:
 Jumlah intake dan 3. Catat jumlah intake
output seimbang dan output ,
 Turgor kulit baik, frekuensi dan
konsistensi faeces
tanda vital dalam
batas normal 4. Pantau turgor kulit,
 Penurunan BB tanda- tanda vital
tidak lebih dari 10 ( suhu, HR ) setiap
% BBL 4 jam

5. Timbang BB setiap
hari
Ketidakefektifan Setelah dilakukan Temperature regulation
termoregulasi tindakan keperawatan 1. Monitor suhu
berhubungan selama 3x24 jam minimal setiap 2
dengan efek foto diharapkan jam
therapi ketidakefektifan 2. Monitor TTV
termoregulasi teratasi 3. Monitor warna dan
dengan kriteria hasil: suhu kulit
 Suhu dbn (36,5- 4. Kaji adanya tanda-
377̊C) tanda hipertermi
 Tidak ada dan hipotermi
perubahan warna 5. Tingkatkan intake
kulit cairan dan nutrisi
 Glukosa darah 6. Kolaborasi untuk
stabil pemberian anti
 Tidak ada kejang piretik jika
diperlukan .
Ketidakefektifan Setelah dilakukan Breastfeding
pemberian ASI tindakan keperawatan Assistence
berhubungan selama 3x24 jam 1. Evaluasi pola
dengan diharapkan pemberian menghisap/
diskontinuitas ASI adekuat dengan menelan bayi
pemberian ASI kriteria hasil: 2. Observasi
(indikasi  Kemantapan keinginan dan
fototerapi) dan pemberian ASI motivasi Ibu untuk
reflek menghisap antara bayi dan menyusui
menurun ibu 3. Evaluasi
 Pemeliharaan pemahaman ibu
pemberian ASI tentang isyarat
yang adekuat menyusui dari bayi
(reflek rooting,
menghisap dan
terjaga)
4. pantau berat badan
dan pola eliminasi
bayi
5. fasilitasi proses
bantuan interaktif
untuk membantu
mempertahankan
keberhasilan proses
pemberian ASI
6. Ajarkan orang tua
mempersiapkan,
menyimpan,
menghangatkan
dan kemungkinan
pemberian
tambahan susu
formula
Ikterik neonetus Setelah dilakukan Phototherapy: neonates
berhubungan tindakan keperawatan
dengan bilirubin selama 3x24 jam 1. Kaji factor resiko
hiperbilirubinemia
tak terkonjungasi diharapkan bayi tidak
(misalnya
didalam sirkulasi ikterik dengan kriteria ketidakcocokan Rh
hasil: atau ABO,
 Menyusui secarra Polisitemia, sepsis,
mandiri prematuritas, mal
 Tetap presentasi)
mempertahankan 2. Amati tanda-tanda
ikterik
laktasi
3. Terapkan penutup
 Ibu mampu mata, menghindari
mengumpulkan tekanan yang
dan menyimpan berlebih
ASI secara aman 4. Monitor TTV bayi
5. Amati tanda-tanda
dehidrasi
6. Timbang bayi
7. Kolaborasi
pemberian terapi
(incubator dan foto
terapi)
Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji warna kulit
integritas kulit tindakan keperawatan tiap 8 jam
berhubungan selama 3x24 jam
2. Ubah posisi setiap
dengan diharapkan kerusakan
2 jam
hiperbilirubinemia integritas kulit hilang/
berkurang dengan 3. Masase daerah
kriteria hasil: yang menonjol
 Integritas kulit
dapat 4. Jaga kebersihan
dipertahankan kulit bayi dan
berikan baby oil
(sensasi,
atau lotion
elastisitas, pelembabe
temperatur,
hidrasi, 5. Kolaborasi:
pigmentasi) pemberian terapi
 Perfusi jaringan fototerapi dan
baik pemeriksaan kadar
bilirubin
 Mampu
mempertahankan
kelembaban kulit

DAFTAR PUSTAKA

Anisa, S., dkk. 2015. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hiperbilirubin.
Jatinangor: Universitas Padjadjaran Fakultas Ilmu Keperawatan,
http://documents.tips/documents/makalah-hiperbilirubin.html, diakses
tanggal 13 Oktober 2015
Dochterman, J.M and Gloria, N.B. 2004. Nursing Intervention Clasification
(NIC). USA: Mosby.
Etika, R., dkk. 2013. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Surabaya: Fakultas Ilmu
Kesehatan Anak UNAIR
Herdman, T.H. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-1014.
Jakarta: EGC.
Hidayat, A.A.A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak
Untukpendidikankebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Lubis, G. Hiperbilirubinemia. http://repository.unand.ac.id.ppt, diakses tanggal 13
Oktober 2015
Nurarif, A.H. &nKusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.
Lina R. ikterus neonatorum.
https://www.scribd.com/doc/180218372/hiperbilirubinemia-pdf, diakses
tanggal 13 Oktober 2015

Anda mungkin juga menyukai