Anda di halaman 1dari 2

Tri(o) Ambisi

Demikian panas suasana di Petapahan. Petapahan adalah sebuah desa di Kabupaten Kampar.
Jaraknya kira-kira 70 km dari pusat kota Pekanbaru, Riau. Kedatangan penulis ke tempat ini guna
menghadiri kenduri dari pernikahan rekan area. Jalanan di Petapahan sungguh gersang, sehingga
melipatgandakan panas matahari. Suasana tempat pesta yang beratapkan tenda biru tentu tidak
kuasa menahan sinar mentari yang ada. Pepohonan juga tidak membantu karena pohon yang ada
hanya kelapa sawit, yang pasti gagal meneduhkan pemikiran dan perasaan.
Setelah menyaksikan prosesi sungkeman adat Jawa tari tor-tor adat Batak, penulis lantas duduk
menyantap makan siang, prosesi utama sebuah pesta pernikahan. Makanan yang tersedia sungguh
memuaskan hati. Serba daging dan akan membuat angka kolesterol siapapun melambung tinggi.
Di sela-sela itu, sekelebat pemikiran muncul. Kapan penulis akan menyusul? Berganti tempat
menjadi tuan rumah pesta dan berdiri di pelaminan. Menyambut keluarga inti dan handai-taulan
yang berperan besar di dalam kehidupan penulis.
Pemikiran ini penulis sisihkan saat harus pamit dengan kedua mempelai. Dalam perjalanan pulang,
pemikiran ini muncul kembali. Lagu dari Trio Ambisi yang diputar di CD mobil menjadi latar
belakang yang sempurna. Andy M Situmorang, Charles Simbolon, dan Joe Harlen Simanjuntak
boleh saja menjadi tiga orang paling berperan dalam kegundahan penulis hari ini. Ketiganya
membentuk Trio Ambisi, grup vokal yang terkenal era kaset pita dan lagunya penulis dengar dalam
bentuk cakram digital. Lagu Trio Ambisi tersedia dalam versi Batak dan Indonesia. Usut punya
usut hampir seluruh bus lintas Sumatera dari dan menuju Sumatera Utara, pasti memutarkan lagu
Trio Ambisi untuk menghibur perjalanan penumpangnya.
Entah karena kesamaan nama atau memang disamakan namanya, lahirlah tulisan ini. Tri ambisi,
alias tiga ambisi. Tulisan ini akan membagi kegundahan penulis setelah perjalanan hari ini. Untuk
ambisi, dari perbincangan dengan berbagai orang berbeda latar belakang, ambisi manusia
khususnya laki-laki bisa dibagi tiga: harta, tahta, dan wanita. Tiga hal itu benar atau tidak, biasanya
tidak bisa dimiliki semuanya. Maksimal dua dari tiga itu yang bisa diraih, yang satu tidak. Mana
yang penulis pilih? Mana yang pembaca pilih?
Perihal harta. Dengan kondisi saat ini, penghasilan dua digit bisa diraih bila mau berjerih-payah,
lembur, dan masuk di hari libur. Tanpa itu, penghasilan juga sudah cukup, hanya tidak bisa raun-
raun (jalan-jalan) ke tempat yang perlu merogoh kocek lebih dalam. Bila ingin hidup nyaman,
penulis merasa butuh uang sebesar satu miliar rupiah. Jumlah yang fantastis ini cukup untuk hidup
dengan catatan dimasukkan ke dalam deposito serta hanya dinikmati bunga bulanannya. Niscaya
penulis tidak kelaparan bulan lepas bulan.
Tahta, bisa diperjuangkan. Hanya saja, penulis minimal harus mengabdi selama lebih dari lima
tahun. Bila lebih singkat dari itu, tampaknya hampir mustahil ada kenaikan drastis untuk urusan
ini. Untuk perusahaan dengan berbagai kewarganegaraan, perlu ada usaha luar biasa untuk dapat
naik dan sederajat dengan warga dunia. Ini yang membuat penulis punya kerinduan untuk kembali
menempuh pendidikan agar bisa naik level.
Wanita, ini yang membuat penulis sedikit pening akhir-akhir ini. Suasana kerja yang homogen
dengan laki-laki membuat penulis tidak banyak punya rekan wanita. Bila bertemu pun, tampaknya
akan di lain pulau, dan itu akan menjadi episode berikutnya dalam kehidupan. Selain itu, karena
“apa yang sudah disatukan Tuhan, tidak boleh dipisahkan manusia,” maka pilihan itu tidak bisa
sembarangan. Harus benar-benar matang. Semakin ke sini, penulis semakin pilih-pilih untuk
berbaur dengan lawan jenis. Hal itu juga yang membuat penulis perlu sedikit memutar otak dan
perasaan untuk ambisi yang satu ini. Pasangan hidup yang mau mengerti dan memahami akan
menjadi pilar utama keutuhan keluarga inti penulis di masa depan.
Lagu Trio Ambisi begitu nyaman menemani empat jam perjalanan dari Petapahan ke Pangkalan
Kerinci. Beberapa kendaraan menyalip kendaraan penulis berbalas dengan kendaraan lain yang
dibalap kendaraan penulis. Dengan itu, pemikiran tentang tri ambisi mulai reda, karena akan
masuk kembali ke dunia kerja dimana tri ambisi itu akan coba diwujudkan.

Anton Kurniawan
Petapahan, 7 April 2019
Pukul 12.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai