Anda di halaman 1dari 17

REFARAT

Juli 2015

GAGAL JANTUNG PADA DIABETES MELITUS

Oleh

Suwarti Rantono
Ali Aspar

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

1
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN..................................................................................3
II. PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG PADA DM……....................4
III. KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS.......................................................9
IV. TERAPI................................................................................................11
V. PROGNOSIS........................................................................................14
VI. KESIMPULAN....................................................................................15
VII. DAFTAR PUSTAKA..........................................................................16

2
GAGAL JANTUNG PADA DIABETES MELITUS
Suwarti Rantono, Ali Aspar
Sub Divisi Kardiologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

I. PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya1. Diabetes memiliki peningkatan risiko untuk
terjadinya komplikasi kardiovaskular seperti sindrom koroner akut, stroke, aritmia
dan gagal jantung2. Diabetes dengan gagal jantung terjadi melalui berbagai
patofisiologi, yaitu adanya faktor komorbid, iskemik, aktifasi neurohormonal,
disfungsi endotel dan meningkatnya stress oksidatif3. Adanya komplikasi
kardiovaskular dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pasien DM4.
Prevalensi DM diseluruh dunia pada tahun 1995 sebanyak 4%, angka ini
pada tahun 2025 diperkirakan akan meningkat menjadi 5,4% 4. Prevalensi gagal
jantung dengan DM meningkat dari 16,9% pada tahun 1990 menjadi 29,1% pada
tahun-tahun terakhir ini. Dilaporkan angka prevalensi pasien DM yang dirawat
inap dengan gagal jantung mencapai 26-44%3. Angka insidensi gagal jantung
dengan diabetes dilaporkan semakin meningkat dengan peningkatan usia yaitu 33
kasus per 1000 penduduk berusia 45-54 tahun, mejadi 68 kasus per 1000
penduduk berusia 55-64 tahun dan meningkat lagi menjadi 133 kasus per 1000
penduduk berusia 65-74 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dilaporkan 4
kali lebih tinggi dan wanita 8 kali lebih tinggi pada pasien DM dibandingkan yang
tidak DM4.
Pasien diabetes yang berkomplikasi gagal jantung meningkatkan angka
mortalitas dalam 5 tahun menjadi 50% dibandingkan pasien DM tanpa gagal
jantung (24%). Dalam penelitian Framingham, angka mortalitas pasien DM 1
tahun setelah terdiagnosa gagal jantung adalah 34%4. Pada refarat ini akan
diuraikan mengenai patofisiologi, dan penatalaksanaan gagal jantung pada DM.

3
II. PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG PADA DM
Gagal jantung pada DM terjadi melalui berbagai mekanisme patofisiologi
yaitu iskemik, aktifasi neurohormonal, disfungsi endotel dan meningkatnya stress
oksidatif. Diabetes bersinergi dengan faktor risiko lainnya dalam percepatan
pembentukan aterosklerotik arteri koroner, meningkatkan risiko infark miokard
dan gagal jantung iskemik3. Mekanisme lainnya, DM dapat menyebabkan
perubahan struktur dan fungsi miokard yang disebut dengan kardiomiopati
diabetes5.

Komorbid
(Hipertensi,…)

Disfungsi gangguan Mikro- Fibrosis Gangguan


endotel homeostasis angiopati miokardiu metabolik
mm me

Penyebab
Kardiomiopati gagal jantung
diabetik non iskemik
lainnya (toxic,
viral,…)

Gagal jantung

Gambar 1. Patofisiologi gagal jantung pada DM6

1. Kondisi komorbid
Adanya komorbid atau faktor-faktor risiko kardiovaskular dapat
meningkatkan risiko gagal jantung pada pasien DM. faktor risiko
kardiovaskular seperti dislipidemia, hipertensi, hiperkoagulabilitas, obesitas

4
dan inflamasi merupakan bagian dari resistensi insulin yang diregulasi oleh
nuclear peroxisome proliferator activated receptors (PPARs), aktivasi PPAR-
gamma mempengaruhi sensitivitas insulin, fungsi endotel, inflamasi dan
tekanan darah7. Pada studies of left ventricular dysfunction (SOLVD),
diketahui penderita diabetes memiliki tekanan darah lebih tinggi dan lebih
gemuk serta kadar LDL (low density lipoprotein) lebih tinggi daripada
penderita non-diabetes8.
2. Iskemik koroner
Komplikasi kardiovaskular pada DM secara umum disebabkan oleh
adanya perubahan pada pembuluh darah, komponen darah dan miokardium.
(gambar 2)2. Kondisi hiperglikemia bersama-sama dengan faktor risiko
kardiovaskular lainnya seperti hipertensi, dislipidemia, aktifasi neurohormonal
dan mekanisme inflamasi menyebabkan semakin cepat terjadinya penyakit
jantung koroner dan sindrom koroner akut.

Gambar 2. Kerentanan pembuluh darah, komponen darah dan miokardium2


Terhadap komplikasi kardiovaskular pada DM

5
Perubahan pembuluh darah yang dapat terjadi pada DM adalah proses
aterogenesis, yang dikarakteristikkan dengan remodeling arteri dan akumulasi
komponen lemak (plak) pada subendotel, telah diketahui sebagai proses
progresif pada dinding pembuluh darah, yang menyebabkan reduksi diameter
lumen sehingga pada suatu saat beberapa platelet yang teraktifasi akan
menyebabkan tertutupnya lumen scara total dan menyebabkan infark miokard
akut. Lesi aterosklerosis terdiri dua tipe yaitu plak stabil yang memiliki
kecenderungan untuk terjadinya obstruksi dan plak yang tidak stabil, dimana
keduanya memiliki kerentanan yang tinggi dalam pembentukan thrombus.
Perkembangan lesi aterogenesis ini meliputi proses inflamasi yang kompleks2.
Tahap awal perkembangan plak dikenal dengan disfungsi endotel, dimana
hiperglikemia merupakan salah satu faktor risiko, selain interaksi langsung
dari jaringan lemak dengan derivat sitokin inflamasi, seperti tumor necrosis
factor-α (TNF-α) dan interleukin-6 (IL-6) mengaktifkan endotel. Sel-sel
inflamasi akan memasuki dinding pembuluh darah berinteraksi dan
mengaktifasi molekul seperti oxidized low density lipoprotein (LDLs).
Selanjutnya terjadi penurunan pelepasan Nitrit Oxide (NO), yang berperan
protektif pada dinding pembuluh darah (menurunkan vasokontriksi pembuluh
darah, menurunkan kadar kolesterol LDL dan menurunkan agregasi
trombosit). Sel-sel inflamasi akan memasuki dinding pembuluh darah, dan
tahap ini dikenal dengan pembentukan fatty streak, dimana otot polos
pembuluh darah berploriferasi dan bermigrasi dari media kedalam lesi yang
menambah perkembangan lesi. Glukosa berperan meningkatkan proses
proliferasi dan migrasi sel otot polos ini. Tahap berikutnya dikenal dengan
pembentukan inti lipid nekrotik, melalui apoptosis dan kematian sel, dan
peningkatan aktivitas proteolitik dan akumulasi lipid. Plak ini bersifat stabil
dapat berubah menjadi tidak stabil, yang dikarakteristikkan dengan inti lipid
nekrotik yang besar, infiltrasi sel inflamasi, dan kapsul fibrous yang tipis dan
rapuh. Plak pada pasien diabetes didominasi oleh makrofag, sel T, jaringan
nekroik yang besar, neovaskularisasi di tunika adventisia sehingga berisiko
tiggi untuk terjadi trombus. Selanjutnya plak ini akan berkembang
mengandung manyak molekul prokoagulan, seperti faktor jaringan yang

6
mengandung matriks enzim metalloprotein yang tinggi dan menyebabkan
mudahnya terjadi tromboemboli. Rupture plak dapat menyebabkan infark
miokard akut dan berkomplikasi sebagai gagal jantung2.
Kerentanan darah dan aliran darah pada DM juga berperan pada kejadian
kardiovaskular yaitu gangguan fungsi trombosit, adanya mediator inflamasi,
hiperkoagulasi dan hipofibrinolisis menyebabkan semakin mudahnya terjadi
tromboemboli2.
3. Kardiomiopati diabetik
Kardiomiopati diabetik adalah kelainana kardiovaskular yang terjadi pada
pasien DM, ditandai dengan dilatasi dan hipertrofi miokardium, penurunan
fungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri serta proses terjadinya tidak
berhubungan dengan penyebab-penyebab umum dari penyakit jantung seperti
penyakit jantung koroner, penyakit jantung katup dan penyakit jantung
hipertensif9. Patogenesis kardiomiopati diabetik bersifat multifaktorial.
Hiperglikemi yang berkepanjangan akan meningkatkan glikosilasi protein-
protein interstisium seperti kolagen yang mengkibatkan kekakuan
miokardium. Mekanisme terjadinya gangguan kontraksi miokardium
disebabkan beberapa keadaan, antara lain: 1. Gangguan homeostasis kalsium,
2. Aktivasi sistem rennin-angiotensin, 3. Peningkatan stres oksidatif, 4.
Perubahan substrat metabolisme, 5. Disfungsi mitokondria9,10.
3.1.Gangguan homeostasis kalsium
Kalsium intraseluler merupakan regulator utama kontraksi jantung. Di
dalam kardiomiosit, masuknya kalsium memicu aktivasi depolarisasi
membran sel tipe-L yang tergantung kalsium. Kalsium kemudian akan
berdiffusi melalui ruang sitosol untuk mencapai protein kontraksi,
berikatan dengan troponin C. Selanjutnya akan memicu terjadinya
pergeseran filament tipis dan tebal, yang akan menyebabkan kontraksi
jantung pada fase sistolik. Kalsium kemudian kembali ke kadar diastolik
melalui aktivasi Sarcoplasmic Retikulum Ca+2 pump (SERCA2a),
sarcolemal Na+-Ca+2 exchanger dan sarcolemmal Ca2+ ATPase.
Gangguan homeostasis kalsium yang merubah fungsi jantung pada DM
terjadi akibat penurunan aktivasi enzim ATPase, penurunan kemampuan

7
ambilan kalsium oleh retikulum sarkoplasma dan penurunan sarcolemmal
Na+-Ca+2exchanger dan enzim sarcolemmal Ca2+ ATPase9,10.
3.2 Aktivasi Sistem Renin Angiotensin
Peranan aktivasi sistem renin angiotensin dalam perkembangan
kardiomiopati diabetik telah lama diketahui11,12. Densitas reseptor
angiotensin II dan ekspresi mRNA mengalami peningkatan pada jantung
pasien DM. Aktivasi sistem renin angiotensin pada DM disertai
peningkatan kerusakan oksidatif, apoptosis dan nekrosis kardiomiosit
serta sel endotel, yang berperan dalam tejadinya fibrosis interstisial9.
Hambatan terhadap sistem renin angiotensin dapat memperbaiki fungsi
reticulum sarkoplasma dan mengurangi produksi reactive oxygen species
(ROS) pada hewan percobaan, dimana efeknya menyerupai efek terapi
anti oksidan dan memberikan efek kardioprotektif9,10
3.3 Peningkatan Stres Oksidatif
Peningkatan produksi ROS pada jantung pasien DM merupakan
faktor pendukung terjadinya dan progresivitas kardiomiopati diabetik.
Akumulasi superoksida dan disfungsi akan terjadi apabila terjadi
ketidakseimbangan antara pembentukan ROS dan kemampuan degradasi
ROS. Meningkatnya pembentukan ROS dan menurunnya mekanisme
pertahanan antioksidan akan meningkatkan stress oksidatif pada jantung
pasien DM9-10. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi
ppeningkatan ROS pada DM tipe 1 dan tipe 213-16. Dalam kondisi
fisiologis, sebagian besar ROS dihasilkan oleh mitokondria. Peningkatan
produksi ROS didalam mitokondria dapat terjadi diberbagai jaringan
seperti di dalam sel endotel sebagai akibat pajanan yang lama dari
hiperglikemia. Peningkatan produksi ROS penyebabkan peningkatan
apoptosis, kerusakan DNA dan penurunan aktivitas jalur DNA repair.
Peningkatan kematian sel yang berhubungan dengan ROS, menyebabkan
remodeling jantung menjadi abnormal, yang menyebabkan gangguan
bentuk dan fungsi jantung yang berkontribusi terhadap kejadian
kardiomiopati DM9,10.

8
Disamping menimbulkan kerusakan ditingkat selular, peningkatan
produksi ROS juga dapat menyebabkan gangguan fungsi jantung melalui
mekanisme lain, seperti peningkatan aktivasi Protein Kinase C, Advanced
Glycosylation End Products (AGEs) dan Jalur Aldose Reduktase9,10.
Peningkatan ROS juga berperan dalam pelepasan mitokondria, yang
menyebabkan gangguan kerja miokardium10.
3.4 Perubahan Substrat Metabolisme
Diabetes melitus ditandai dengan penurunan metabolismee glukosa
dan laktat serta peningkatan metabolismee asam lemak9. Meskipun
metabolisme asam lemak dibutuhkan oleh jantung namun oksidasi asam
lemak yang berlebiham oleh jantung menyebabkan akumulasi asam
lemak berlebihan dijantung dan menyebabkan lipotoksisitas10. Hasil-
hasil sampingan metabolismee asam lemak seperti cermide akan
menyebabkan apoptosis kardiomiosit9,10.
3.5 Disfungsi Mitokondria
Diabetes melitus menyebabkan peubahan fungsi dan struktur
mitokondria. Gangguan fungsi mitokondria pada DM merupakan refleksi
dari gangguan transkripsi gen yang terlibat dalam proses fosforilasi
oksidatif, namun bukan gen yang terlibat dalam oksidasi asam lemak.
Produksi hidrogen peroksida meningkat sedangkan kadar glutation
menurun pada jantung DM, hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan
produksi ROS yang berasal dari mitokondria9,10.

III. KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS


Klasifikasi tingkat keparahan gagal jantung pada DM sama seperti gagal
jantung pada pasien non-DM. Klasifikasi fungsional berdasarkan The American
College of Cardiology Foundation (ACCF)/The American Heart Association
(AHA) dan the New York Heart Association (NYHA) digunakan untuk
menggambarkan klinis dan keparahan gagal jantung17. Kedua klasifikasi ini dapat
dilihat pada tabel 1.

9
Tabel 1. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan ACCF/AHA dan NYHA17
Derajat gagal jantung berdasarkan Klasifikasi fungsional berdasarkan
ACCF/AHA NYHA
A Berisiko gagal jantung tanpa -
penyakit jantung struktural dan
gejala gagal jantung
B Penyakit jantung struktural tanpa I Tidak ada keterbatasan aktifitas
gejala dan tanda gagal jantung fisik. Aktifitas fisik sehari-hari
tidak menyebabkan timbulnya
gejala.
C Penyakit jantung struktural dengan I Tidak ada keterbatasan aktifitas
gejala gagal jantung fisik. Aktifitas fisik sehari-hari
tidak menyebabkan timbulnya
gejala.
II Keterbatasan aktifitas fisik
ringan. Merasa nyaman saat
beristirahat, tetapi aktifitas fisik
sedang menyebabkan gejala
gagal jantung.
III Keterbatasan aktifitas fisik
sangat jelas. Merasa nyaman saat
berkatifitas, tetapi aktifitas fisik
ringan menyebabkan gejala
gagal jantung.
IV Gejala gagal jantung timbul
meskipun beristirahat
D Gagal jantung refrakter yang
memerlukan interfensi khusus

Diagnosa gagal jantung pada DM ditegakkan berdasarkan anamnesa,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
ditujukan mencari gangguan jantung dan non-jantung yang menjadi penyebab dan
mempercepat perkembangan gagal jantung17. Gejala-gejala gagal jantung berupa
sesak napas yang spesifik pada saat istirahat atau saat beraktifitas dan atau rasa
lemah, tidak bertenaga, berdebar-debar, pembengkakan kaki. Tanda-tanda gagal
jantung berupa, takikardi, takipneu, peningkatan tekanan vena jugular,
hepatomegali, retensi air seperti edem paru (didapatkan ronki pada paru), efusi
pleura, edema tungkai, dan objektif ditemukan abnormalitas dari struktur dan
fungsional jantung saat istirahat (kardiomegali, bunyi jantung tiga, abnormalitas
pada echocardiografi, peningkatan konsentrasi Brain Natriuretic Peptide)18.

10
Brain Natriuretic Peptide (BNP) merupakan derivat akhir dari 108-amino
acid precursor peptide (proBNP108) yang dilepaskan kardiomiosit sebagai
respon terhadap berbagai kondisi, yang paling sering akibat regangan
kardiomiosit. Walaupun BNP sensitive dan spesifik untuk gagal jantung
kongestif, namun tidak dapat membedakan antara gagal jantung sistolik dan
diastolik, sehingga membatasi kegunaannya dalam mendiagnosis kardiomiopati
diabetik17,18. Pada pasien DM dengan gagal jantung akut yang disebabkan oleh
sindrom koroner akut dapat dilakukan pemeriksaan creatine kinase MB (CKMB),
troponin T dan triponin I (penanda iskemi miokard)17.
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan penunjang non invasive dan
praktis dalam menentukan struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan cardiac
Magnetic Resonance Imaging (MRI) memiliki akuransi yang lebih baik daripada
ekokardiografi, dan merupakan baku emas dalam mengukur massa ventrikel
kiri17. Kateterisasi arteri koroner direkomendasikan pada gagal jantung dengan
klinis penyakit jantung koroner17.

IV. TERAPI
Pengobatan gagal jantung pada DM meliputi terapi terhadap gagal jantung
dan terapi terhadap kondisi komorbid (termasuk terapi DM), untuk mencegah
disfungsi ventrikel kiri dan mencegah gagal jantung tahap lanjut pada pasien yang
mengalami disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik. Pengobatan meliputi
pengobatan farmakologi dan nonfarmakologi17.
IV.1. Terapi gagal jantung
Penatalaksanaan nonfarmakologi dengan diet rendah garam, diet DM,
modifikasi gaya hidup, menurunkan berat badan untuk pasien obese,
menghentikan merokok. Pada stadium C dan D restriksi garam dilakukan
sampai dengan < 3 g/hari. Revaskularisasi dilakukan pada penyakit jantung
koroner stadium B dan C4,17,19.
Penatalaksanaan farmakologi pada gagal jantung tergantung stadiumnya.
Pada stadium A dimulai dengan mengontrol faktor risiko yang ada yaitu
hipertensi, dislipidemia, dan diabetes. Terapi hipertensi yang
direkomendasikan adalah diet rendah garam, ACE inhibitor dan ARBs17.

11
Penatalaksanaan stadium B meliputi : semua pasien dengan atau tanpa
riwayat infark miokard atau sindrom koroner akut dengan penurunan fraksi
ejeksi, ACE inhibitor harus digunakan untuk mencegah gejala gagal jantung.
Bila pasien intoleransi terhadap ACE inhibitor dapat digunakan ARBs. Pada
hipertensi yang sulit dikendalikan spironolakton direkomendasikan dengan
dosis awal 25 mg. Semua pasien dengan riwayat infark miokard atau sindrom
koroner akut dengan penurunan fraksi ejeksi, beta bloker direkomendasikan
untuk menurunkan gejala dan angka kematian. Semua pasien dengan riwayat
infark miokard atau sindrom koroner akut, statin harus diberikan. Pasien
dengan abnormalitas struktur jantung, termasuk hipertrofi ventrikel kiri,
tekanan darah harus dikontrol untuk mencegah gagal jantung simtomatik17.
Algoritme penatalaksanaa gagal jantung stadium C dapat dilihat pada
gambar 3 dan jenis obat yang digunakan serta dosis obat dapat dilihat pada
tabel 2. Pada stadium D, bila disertai syok kardiogenik, disfungsi sistolik
berat dengan penurunan tekanan darah, harus mendapatkan terapi inotropik
intravena. Pasien dapat dipertimbangkan untuk transplantasi jantung bila
fasilitas tersedia dan DM terkontrol dengan baik17.
Kendali glikemik pada pasien DM akan meningkatkan risiko kematian,
dimana setiap kenaikan 1 % kadar HbA1C terjadi peningkatan kematian
kardiovaskular sebesar 11%. Penelitian oleh aquilar menunjukkan bahwa
pasien dengan kadar HbA1C antara 7,1% sampai dengan 7,8 % memiliki
angka kematian yang rendah20. Strategi penatalaksanaan DM dengan gagal
jantung masih kontroversial, beberapa penelitian merekomendasikan
pengunaan metformin, sulfonylurea, insulin, dan glucagon-like peptide
analogues21-23. Thiazolidindion (TZD) adalah golongan obat yang bekerja
meningkatkan sensitifitas insulin pada otot rangka dan jaringan lemak
melalui ikatan dan aktivasi PPAR-gamma. Disamping itu TZD juga
meningkatkan ekspresi dan fungsi Glucose transporter-4 (GLUT 4) di dalam
otot jantung, sehingga memperbaiki metabolisme glukosa. Oleh karena itu
TZD dapat melindungi jantung dari jejas miokardium yang menyertai iskemi
dan memperbaiki fungsi jantung setelah terjadi iskemi. Namun pemberian
TZD harus berhati-hati pada pasien dengan gagal jantung, karena dapat

12
menimbulkan retensi cairan9. Pada gagal jantung NYHA II sampai dengan IV
sebaiknya tidak diberikan TZD17.
Beberapa obat yang berperan dalam menghambat progresifitas
kerusakan jantung pada DM masih dalam penelitian, yaitu golongan poly
adenoisin diphosphate ribose polymerase-1 (PARP-1), AGEs inhibitor, AGEs
cross-link breaker, modulator metabolisme asam lemak bebas, dan copper
chelator9.

HFrEF stage C
NYHA Class I-IV

Class I, LOE A
ACEI or ARB and
Beta Bocker

For all volume verload, For persistently symptomatic For NYHA class II-IV patients
NYHA class II-IV patients African American, Provided estimated creatinine
NYHA class III-IV >30 ml/min and K+ ,0,5 mEq/dl

add add add

Class I, LOE A Class I, LOE A Class I, LOE A


ACEI or ARB and ACEI or ARB and ACEI or ARB and
Beta Bocker Beta Bocker Beta Bocker

Gambar 3. Penatalaksanaan gagal jantung stadium C17.


ACEI: angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB: angiotensin-receptor
blocker; HFrEF :heart failure with reduced ejection fraction; Hydral-Nitrates:
hydralazine and isosorbide dinitrate; LOE : Level of Evidence; and NYHA :
NewYork Heart Association.

13
Tabel 2. Obat-obat yang digunakan pada gagal jantung stadium C17
Obat-obatan Dosis awal Dosis maksmal
ACE inhibitor
Captopril 6,25 mg 3x 50 mg 3 x
Enapril 2,5 mg 2x 10-20 mg 2x
Fosinopril 5-10 mg 1x 40 mg 1x
Lisinopril 2,5 mg 1 x 20-40 mg 1x
Perindopril 2 mg 1x 8 - 16 mg 1 x
Quinapril 5 mg 2x 20 mg 2x
Ramipril 1.25 - 2.5 mg 1x 10 mg 1x
Trandolapril 1 mg 1x 4 mg 1x
ARB
Candesartan 4 - 8 mg 1x 32 mg 1x
Losartan 25 - 50 mg 1x 50 - 150 mg 1x
Valsartan 20 - 40 mg 2x 160 mg 2x
Aldosterone antagonist
Spironolacton 12.5 - 25.0 mg 1x 25 mg 1x atau 2x
Eplerenone 25 mg 1x 50 mg 1x
Beta blocker
Bisoprolol 1.25 mg 1x 10 mg 1x
Carvedilol 3.125 mg 2x 50 mg 2x
Carvedilol CR 10 mg 1x 80 mg 1x
Metoprolol succinate 12.5 - 25 mg 1x 200 mg 1x
extended release
(metoprolol CR/XL)
Hydralazine dan isosorbide dinitrate
Fixed-dose combination 37.5 mg 75 mg hydralazine/40
hydralazine/20 mg mg isosorbide Dinitrate,
isosorbide dinitrate, 3x 3x
Hydralazine and isosorbide Hydralazine: 25 - 50 Hydralazine: 300
dinitrate mg, mg/hari dalam dosis
3 atau 4 x dan terbagidan isosorbide
isosorbide dinitrate: dinitrate
20 to 30 mg, 3 atau 4x 120 mg/ hari dalam
dosis terbagi
Loop diuretic
Bumetanide 0.5 - 1.0 mg 1-2x 10 mg
Furosemide 20 - 40 mg 1-2 x 600 mg
Torsemide 10 - 20 mg 1x 200 mg

V. PROGNOSIS
Penelitian DIGAMI (Diabetes mellitus insulin glucose infusion in acute
myocardial infarction) pada tahun 1996 melaporkan gagal jantung merupakan
penyebab kematian terbanyak mencapai 66% dari total angka mortalitas24.

14
Meskipun saat ini angka survival semakin meningkat namun angka kematian oleh
karena gagal jantung dalam 5 tahun pertama terdiagnosa tetap tinggi (50%)25,26.

VI. KESIMPULAN
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Diabetes memiliki peningkatan risiko untuk terjadinya
komplikasi kardiovaskular seperti sindrom koroner akut, stroke, aritmia dan gagal
jantung. Diabetes dengan gagal jantung terjadi melalui berbagai patofisiologi,
yaitu adanya faktor komorbid, iskemik, dan kardiomiopati diabetik. Klasifikasi
klinis dan keparahan penyakit berdasarkan ACCF/AHA (A,B,C,D) dan NYHA
(I,II,III,IV). Penatalaksanaan terdiri dari farmakologi dan nonfarmakologi yang
disesuaikan dengan derajat penyakit saat pasien datang berobat. Angka mortalitas
gagal jantung dengan DM dilaporkan lebih tinggi dari pada non-DM.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta. Interna Publishing FKUI 2014; 2 :2323
2. Hess C, Marx N, Lehrke M. Cardiovascular disease and diabetes: the
vulnerable patient. European Heart Journal Supplements 2012; 14: B4-13
3. Feng WS. An intriguing association between congestive heart failure and
diabetes mellitus. Chinese Medical Journal 2010; 123: 643-44
4. Baliga V, Sapsford R. Diabetes Mellitus and heart failure-an overview of
epidemiology and management. Diabetes &Vascular Disease Research 2009;
6: 164-71
5. Cas DA, Fonarow CG, Gheorghiade M, et al. Concomitant diabetes mellitus
and heart failure. Curr Probl Cardiol 2015; 40: 7-43
6. Bauters C, Lamblin N, Fadden MPE, et al. Influence of diabetes mellitus on
heart failure risk and outcome. Cardiovascular Diabetology 2003; 2: 1-16
7. Martens FM, Visseren FL, Lemay J, et al. Metabolic and additional vascular
effects of thiazolidinediones. Drugs 2002; 62:1463-80
8. Shindler DM, Kostis JB, Yusuf S, Et al. Diabetes mellitus, a predictor of
morbidity and mortality in the Studies of Left Ventricular Dysfunction
(SOLVD) Trials and Registry. Am J Cardiol 1996; 77: 1017-20
9. Shahab A. kardiomiopati diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI.
Jakarta. Interna Publishing FKUI 2014; 2: 2408-13
10. Boudina S, Abel D. Diabetik cardiomyopathy revisited. Circulation 2007;
115: 3213-23
11. Fang ZY, Prins JB, Marwick TH. Diabetik cardiomyopathy: evidence,
mechanisms, and therapeutic implications. Endocr Rev. 2004;25:543–67.
12. Dhalla NS, Liu X, Panagia V, et al. Subcellular remodeling and heart
dysfunction in chronic diabetes. Cardiovasc Res. 1998;40:239–47.
13. Barouch LA, Berkowitz DE, Harrison RW, et al. Disruption of leptin
signaling contributes to cardiac hypertrophy independently of body weight in
mice. Circulation. 2003;108:754-59.
14. Zhou YT, Grayburn P, Karim A, et al. Lipotoxic heart disease in obese rats:
implications for human obesity. Proc Natl Acad Sci U S A. 2000;97:1784-89.
15. Wold LE, Ren J. Streptozotocin directly impairs cardiac contractile function
in isolated ventricular myocytes via a p38 map kinasedependent oxidative
stress mechanism. Biochem Biophys Res Commun. 2004;318:1066-71.
16. Cai L, Li W, Wang G, et al. Hyperglycemiainduced apoptosis in mouse
myocardium: mitochondrial cytochrome C-mediated caspase-3 activation
pathway. Diabetes. 2002; 51: 1938-48.
17. Yancy CW, Bozkurt B, Butler J, et al. 2013 ACCF/AHA guideline for the
managementof heart failure. ACCF/AHA Practice Guideline 2013: 20-75
18. Manurung D, Muhadi. Gagal jantung akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi VI. Jakarta. Interna Publishing FKUI 2014; 2: 1136-41
19. Sanchez MA. Prevention and treatment of congestive heart failure in diabetik
patients. Rev Esp Cardiol 2002; 55: 1083-7

16
20. Aguilar D, Bozkurt B, Ramasubbu K, et al. Relationship of hemoglobin A1C
and mortality in heart failure patients with diabetes. J Am Coll Cardiol. 2009;
54: 422-8
21. Aguilar D, Bozkurt B, Pritchett A, et al. The impact of thiazolidinedione use
on outcomes in ambulatory patients with diabetes mellitus and heart failure. J
Am Coll Cardiol 2007; 50: 32-6
22. Masoudi FA, Inzucchi SE, Wang Y, et al. Thiazolidinediones, metformin, and
outcomes in older patients with diabetes and heart failure: an observational
study. Circulation 2005; 111: 583-90
23. Misbin RI, Green L, Stadel BV, et al. Lactic acidosis in patients with diabetes
treated with metformin. N Engl J Med 1998; 338: 265-66
24. Malmberg K, Ryde´n L, Hamsten A, et al. Behalf of the DIGAMI study
group. Effects of insulin treatment on cause-specific one-year mortality and
morbidity in diabetik patients with acute myocardial infarction. Eur Heart J
1996; 17: 1337–44
25. Roger VL, Weston SA, Redfield MM, et al. Trends in heart failure incidence
and survival in a community-based population. JAMA 2004; 292: 344-50
26. Levy D, Kenchaiah S, Larson MG, et al. Long-term trends in the incidence of
and survival with heart failure. N Engl J Med 2002; 347: 1397-402

17

Anda mungkin juga menyukai