Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i


DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 3
2.1 Definisi tonsilitis ....................................................................................... 3
2.2 Anatomi Faring ......................................................................................... 3
2.3 Fisiologi Rongga Mulut dan Faring .......................................................... 15
2.4 Etiologi Tonsilitis ..................................................................................... 20
2.5 Epidemiologi tonsilitis .............................................................................. 21
2.6 Patofisiologi .............................................................................................. 21
2.7 Manifestasi klinis ...................................................................................... 22
2.8 Penatalakasanaan ...................................................................................... 25
2.9 Pencegahan ............................................................................................... 27
2.10 Prognosis .................................................................................................. 28
2.11 Komplikasi ................................................................................................ 28
BAB III PENUTUP ................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 30

1
BAB I

PENDAHULUAN

Tonsil atau yang lebih dikenal sebagai amandel adalah massajaringan limfoid yang
terletak di ronggamulut. Tonsil berada dalam kapsul yang sebagian besar terletak dalam
fossa tonsil dengan perantaraan jaringan ikat longgar. Dalam tonsil terdapat jaringan-
jaringan limfoid yang disebut folikel. Setiap folikel mempunyai kanal (saluran) yang
bermuara di permukaan tonsil. Muara tersebut tampak sebagai lubang-lubang yang
dinamakan kripta. Akibat radang dalam folikel, tonsil membengkak dan terbentuk
eksudat yang masuk saluran dan keluar sebagai kotoran putih pada kripta yang
dinamakan detritus. Peradangan pada tonsil ini yang dinamakan sebagai tonsilitis.
Penyebab utamanya adalah infeksi Streptokokus hemolitikus (50%) atau virus. Tonsilitis
paling sering terjadi pada anak-anak, tetapi orang dewasa juga bisa terinfeksi. Penyakit
ini ditularkan secara droplet infection, melalui alat makan atau makanan.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi tonsilitis

Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel.
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.
Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut
yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tosil faucial), tonsil lingual (tosil pangkal
lidah).2
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta
hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh
virus.1

2.2 Anatomi dan Fisiologi Tonsil

Gambar 2.1 Anatomi Tonsil


Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer
merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil
palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal.

3
A) Tonsil Palatina

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada
kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-
masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak
selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa
supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:

 Lateral – muskulus konstriktor faring superior



 Anterior – muskulus palatoglosus

 Posterior – muskulus palatofaringeus

 Superior – palatum mole

 Inferior – tonsil lingual

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi invaginasi
atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar
sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan
jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan
tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering
saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal.

Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri
maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina
asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri
lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub
bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior
oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri

4
tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina
desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari
faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus
faringeal.

Aliran getah bening

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal
profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus,
selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya
mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak
ada.

Persarafan

Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus
glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

Imunologi Tonsil

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk
kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan
3% lagi adalah sel plasma yang matang (Wiatrak BJ, 2005). Limfosit B berproliferasi di
pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon,
lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif
pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone
pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid.

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1)

5
menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama
produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

B) Tonsil Faringeal (Adenoid)

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang
sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti
suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini
tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa
faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang
nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan
posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius.
Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan
mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regres.

C) Tonsil Lingual

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata (Kartosoediro S, 2007).

2.3 Etiologi Tonsilitis

Penyebab tonsilitis :5
A. Tonsilitis Akut
- Tonsilitis viral : virus Epstein Barr, virus Coxsackie
- Tonsilitis bakterial : kuman grup A Streptokokus, β hemolitikus yang dikenal
sebagai strep throat,pneumokokus, Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes.
B. Tonsilitis Kronis
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitiskronik adalah rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan,hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan

6
fisk dan pengobatan tonslitisakut yang tidak adekuat. Radang pada tonsil dapat
disebabkan kumanGrup AStreptococcus beta hemolitikus, Pneumococcus, Streptococcus
viridans danStreptococcus pyogenes.
C. Tonsilitis Membranosa
- Tonsilitis difteri : Bakteri Crynebacterium diphteriae
- Tonsilitis septik : Streptokokus hemolitikus
- Angina Plaut Vincent : Bakteri Spirochaeta atau Triponema
- Penyakit kelainan darah

7
2.4 Epidemiologi tonsilitis

Di Amerika Serikat sekitar 30 juta penduduk menderita penyakit tonsilitis tiap


tahunnya. Dan 1 dari 10 anak yang berkunjung ke dokter menderita tonsilitis setiap tahunnya.
Serta angka absensi sekolah dapat mencapai hingga 66% diduga disebabkan ISPA.8

Di Indonesia infeksi saluran napas atas akut (ISPA) masih merupakan penyebab
tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997 cakupan temuan
penderita ISPA pada anak berkisar antara 30%-40%, sedangkan sasaran temuan pada
penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78%-82%; sebagai salah satu penyebab adalah
rendahnya pengetahuan masyarakat. 6

Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak berusia 5 sampai 10 tahun dan anak
remaja berusia 15 hingga 25 tahun. Dalam suatu penelitian didapatkan penderita
karier asimtomatik streptococcus grup A didapatkan: 10,9% untuk usia 14 tahun atau kurang,
2,3 % untuk usia 15 sampai 44 tahun, dan 0,6 % untuk umur 45 ke atas.8

2.5 Patofisiologi

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau tonsil
berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini akan
memicu tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi
kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.5

Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superfisial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak
kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang
terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak
detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan
gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit
tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan,
panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit
pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada
telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang

8
tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya
berakhir setelah 72 jam.2,5

Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang
maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan,
jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara
kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga
menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.
Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.2

2.6 Manifestasi klinis

Gejala dan tanda yang sering ditemukan brmacam-macam, seperti ;

Keluhan lokal : nyeri tenggorokan, nyeri waktu menelan makanan padat, rasa nyeri
pada telinga

Keluhan sistemik : tidak nafsu makan, perubahan suhu tubuh yang tinggi (demam), rasa
nyeri pada sendi-sendi

Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih melalui N. glosofaringeus. Seringkali disertai
adenopati servikalis disertai nyeri tekan. Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak,
hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau tertutup oleh membrane semu.
Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.4

Klasifikasi tonsilitis

A. Tonsilitis akut
a. Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemophilus
influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus
coxsackie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada
palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.4

9
b. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A streptokokus B hemolitikus yang
dikenal sebagai strept throat, pneumokokus, streptokokus viridan dan streptokokus
piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan
reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk
detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang
terlepas. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis.
Bila bercak detritus ini menjadi satu membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis
lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat melebar sehingga terbentuk semacam
membran semu (pseudomembrane) yang menutupi tonsil. 4
Masa inkubasi 204 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri
tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa
lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia).
Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih melalui saraf n. glossofaringeus (N. IX).4

B. Tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis difteri
Penyebab tonsilitis difteri adalah kuman Corynebacterium diphteriae, kuman yang
termasuk Gram positif. Gambaran klinis dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum,
gejala lokal dan gejala akibat eksotoksin.4
- Gejala umum yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, keluhan nyeri menelan.
- Gejala lokal berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin
lama meluas membentuk membran semu. Membran semu ini mudah berdarah.
Jika infeksi berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sehingga leher
menyerupai leher sapi (bullneck).
- Gejala akibat eksotoksin, menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada
jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf
kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan
pada ginjal menimbulkan albuminuria.
b. Tonsilitis septik
Penyebab tonsilitis septik adalah Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu
sapi sehingga dapat timbul epidemi. 4

10
c. Angina Plaut Vincent
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau treponema yang didapat pada
penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejalanya
demam sampai 39˚C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang-kadang terdapat
gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah
berdarah.4
d. Mononukleosis infeksiosa
Adalah infeksi yang disebabkan oleh virus mononukleosis infeksiosa yang
penyebarannya terjadi melalui droplet. Dengan ditemukannya antibodi VEB melalui
tes diagnostik Paul Bunnel merupakan bukti bahwa terdapat hubungan antara virus
Epstein-Barr dengan mononukleosis infeksiosa. Pada pemeriksaan klinik didapat
tonsilofaringitis membranosa dengan limfadenopati servikalis, bercak-bercak
urtikaria pada rongga mulut, kadang-kadang ditemukan hepatomegali atau
splenomegali dan setelah minggu pertama hitung jenis leukosit mencapai 10.000-
15.000/mm3 dengan 50% diantaranya adalah limfosit. Tonsilektomi dilakukan pada
kasus berat dengan gejala lokal seperti obstruksi jalan nafas, disfagia dan demam
yang menetap.4

C. Tonsilitis kronik

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua penyakit
tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah
rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang
buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisk dan pengobatan tonslitis akut yang tidak adekuat.
Radang pada tonsil dapat disebabkan kuman Grup A Streptococcus beta hemolitikus,
Pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus piogenes. Gambaran klinis
bervariasi dan diagnosa sebagian besar tergantung pada infeksi.Gambaran klinis pada
tonsilitis kronis bervariasi, dan diagnosis pada umunya bergantung pada inspeksi. Pada
umumnya terdapat dua gambaran yang termasuk dalam kategori tonsilitis kronis, yaitu:6

1. Tonsilitis kronis hipertrofikans,


yaitu ditandai pembesaran tonsil dengan hipertrofi dan pembentukan jaringan parut.
Kripta mengalami stenosis, dapat disertai dengan eksudat, seringnya purulen keluar
dari kripta tersebut.

11
2. Tonsilitis kronis atrofikans,
Yaitu ditandai dengan tonsil yang kecil (atrofi), di sekelilingnya hiperemis dan pada
kriptanya dapat keluar sejumlah kecil sekret purulen yang tipis.4

Gejala yang timbulpada tonsillitis kronisadalah rasa yang mengganjal di tenggorokan,


tenggorokandirasakering, napasberbau, obstructive sleep apneu, sampaidisfagia.
Padapemeriksaantampak tonsil sudahtidaklicinlagi, berbenjol-benjol, kriptamelebar,
beberapakriptaterisioleh detritus, terkadang tonsil tampakgepengdanlengket.6

2.7 Penatalakasanaan

Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan


tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang
konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk
pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk
membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak
mempunyai hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang. 5,7

Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan mencegah
rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam parenkim tonsil
ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan yang efektif bergantung pada
identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil. Pemeriksaan apus permukaan tonsil
tidak dapat menunjukkan bakteri pada parenkim tonsil, walaupun sering digunakan sebagai
acuan terapi, sedangkan pemeriksaan aspirasi jarum halus (fine needle aspiration/FNA)
merupakan tes diagnostik yang menjanjikan.6

Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology-Head and Neck


Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan : Indikasi tonsilektomi
menurut The American Academy of Otolaryngology,Head and Neck Surgery:5,8
a) Indikasi absolut:
i) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia menetap,
gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.
ii) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofacial

12
iii) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak hilang
dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.
iv) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi
v) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)

b) Indikasi relatif :
i) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun
meskipun dengan terapi yang adekuat
ii) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis tidak
responsif terhadap terapi media
iii) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang resisten
terhadap antibiotik betalaktamase
iv) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma
c) Kontra indikasi :
i) Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
ii) Usia di bawah 2 tahun
iii) Infeksi saluran nafas atas yang berulang
iv) Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.
v) Celah pada palatum

2.8 Pencegahan

Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu
penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari
penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas
rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan
air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya
diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang-orang yang merupakan karier tonsilitis
semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang
lain.6

13
2.9 Prognosis

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan
suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsillitis lebih
nyaman. Bila anti biotic diberikan untuk mengatasi infeksi, anti biotika tersebut harus
dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah
mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat.6
Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami
infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan
sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius
seperti demam rematik atau pneumonia.6

2.10 Komplikasi

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa


absesperitonsilitis, faringitis, retraksi uvula, otitis media, rhinitis kronik, sinusitis secara
perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
uveitis, iridosiklitis, endokarditis, miositis, nefritis, arthritis, dermatitis, pruritus, urtikaria,
dan furunkolosis.5

14
BAB III

PENUTUP

Tonsilitis adalah kondisi peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam
rongga faring yaitu tonsil faringeal, tonsil palatina, tonsil lingual. Penyebaran infeksi melalui
udara, tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Tonsilitis
diklasifikasikan menjadi 3 bentuk yaitu tonsilitis akut, tonsilitis membranosa, dan tonsilitis
kronik. Tonsilitis akut dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Tonsilitis membranosa
terdiri dari tonsilitis difteri, Angina Plaut Vincent, dan infeksi mononukleosis. Sedangkan
tonsilitis kronik adalah kelanjutan tonsilitis akut yang tidak mendapatkan pengobatan yang
adekuat. Gejala klinis tonsilitis hampir sama untuk setiap klasifikasi yaitu nyeri tenggorokan,
nyeri waktu menelan dapat disertai demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa nyeri pada
sendi-sendi, tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. Diagnosis tonsilitis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penunjang yang biasanya dilakukan hanya berupa kultur kuman dari membran semu tonsil
untuk menentukan etiologi tonsilitis dan diberikan terapi yang sesuai. Tonsilektomi
dipertimbangkan sesuai dengan indikasi absolut dan indikasi relatif yang ada.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL,Boeis LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT BOEIS Edisi
keenam:Anatomi dan Fisiologi Faring.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.1997.
2. Djaafar, Zainul, Helmi, Ratna Restuti. 2007. Tonsilitis. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit
FK-UI; 78-85.
3. Ganong, William. 2008. Pendengaran dan Keseimbangan dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 179-185.
4. Soepardi EA, Rusmarjono. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala
dan leher : faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI, 2007. H : 223-1.
5. Rusmarjono, Soepardi EA.2001. Penyakit dan kelainan tonsil dan Faring. Buku Ajar
Ilmu THT. Jakarta : Balai Penerbit FKUI (1)
6. Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2007-2010. USU Institutonal Repository. [Accessed from:
http://repository.usu.ac.id/] (2)
7. Dedya, et. Al.Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada
Anak. Bagian/Smf Ilmu Penyakit Tht Fk Unlam. 2009. (3)
8. Derake A, Carr MM. Tonsillectomy. Dalam : Godsmith AJ, Talavera F, Allen Ed.
EMedicine.com.inc.2002 : 1-10 (4)

16

Anda mungkin juga menyukai