Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
Dibawah Bimbingan
Pembimbing
Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
Dibawah Bimbingan
Pembimbing
Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA
NIP. 150 169 102
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat illahi Rabbi atas segala rahmat
dan hidayahnya, sholawat tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
Penulis bertolak dari satu keyakinan bahwa, atas izin dan petunjuknya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Karenanya penulis sangat menghargai semua pihak yang dapat memberikan masukan
hingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik. Karena itu sudah sepatutnya penulis
mengucapkan rasa hormat dan terimakasih, kepada semua pihak yang telah
memberikan , dorongan doa dan pengorbanan moril, materil, pada penulis dalam
besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum. Prof. Dr. H Muhammad Amin Suma,
Drs. Kama Rusdiana Selaku Ketua Dan Sekretaris Program Studi Ahwal
3. Dr. KH. A. Djuaini Sukry, LC, MA. Selaku Penguji I dan Prof. Dr. H. A.
4. Kepada Orang Tua Tercinta, Ayahanda, dan Bunda Yang Telah Memberikan
Dan Para Pencari Ilmu, Harapan Penulis Semoga Karya Ilmiah Ini Bermanfaat Dan
Penulis
LEMBARAN PERNYATAAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah 7
C. Metode Pembahasan 8
D. Sistem Penyusunan 9
C. Pengertian Kewarisan 21
Hukum Perdata 68
D. Analisis 78
BAB V PENUTUP
A. kesimpulan 84
B. Saran 86
DAFTAR PUSTAKA 87
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
diakhiri dengan kematian, ketiga peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang tidak
perkawinan.
seperti hubungan hukum dengan orang tua, saudaranya, keluarga, pada umumnya,
dan juga timbulnya hak dan kewajiban pada dirinya, peristiwa perkawinan juga
Sehingga timbul hubungan hukum berupa hak dan kewajiban antar suami istri,
terhadap orang lain terutama pada keluarganya dan pihak-pihak tertentu. Pada saat
kematian akan timbul persoalan tentang bagaimana harus dilakukan terhadap harta
yang ditinggalkan.1
1
Suparman Usman , Ikhtisar hukum waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Serang , Darul Ulum Press, 1993), Cet. Kedua, h. 49-50.
Dengan meninggalnya seseorang, segala kewajiban pada prinsipnya tidak
beralih kepada pihak lain. Adapun mengenai harta kekayaan beralih kepada pihak
lain yang masih hidup yakni orang yang telah ditetapkan sebagai pihak penerima.2
Proses beralihnya kekayaan dari yang meninggal kepada orang yang masih
hidup, inilah yang diatur hukum waris.3 Dalam hukum islam, ilmu tersebut dikenal
dengan nama hukum waris, Fiqih Mawaris atau Ilmu Faraid.4 Di Indonesia selain
waris yang berasal dari syari’at islam dan yang telah di formilkan yakni KHI dikenal
juga hukum waris adat dan hukum waris dari kitab undang-undang hukum perdata
(Burgelijk wetboek), yang terdapat dalam buku II. Berdasarkan ketiga hukum itu
pada ketentuan hukum yang berlainan itu, maka akan dapat diketahui baik dari segi
perbedaan maupun segi persamaannya dan selanjutnya akan dapat diketahui pula.
kedudukan harta benda warisan, ahli waris yang menerima dan menolak bagian dan
2
Suparman Usman & yusuf somawinata, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1997), Cet. Pertama, h. 13
3
Usman, Ikhtisar Hukum Waris, h.49-50
4
Usman & Somawinata, Fiqh Mawaris, h.13
5
Usman, Ikhtisar Hukum Waris, h.49-50
Dalam literatur hukum waris Islam mengatur adanya kelompok atau golongan
berhubungan dengan pewaris, seperti ahli waris ashabul furudh (ٌ )اََْبُ اُُوضdan
golongan dzawil arham (ٌَ)ذَ ِوي اَرْﺡَم, serta golongan terakhir yaitu waris ‘asshabah
(َََُ).
Sedangkan dalam sistem kewarisan menurut hukum perdata, para ahli waris
penolakan atas bagian harta kekayaan itu. Maka penulis mengadakan penilitian yang
bertujuan untuk mengetahui perbedan dan persamaan waris menurut hukum Islam
Dalam hukum Islam waris dijelaskan takharuj atau pengunduran diri adalah
kesepakatan para ahli waris tentang pengunduran salah seorang atau beberapa orang
diantara mereka dari penerimaan warisan setelah menerima prestasi atau imbalan dari
salah seorang atau beberapa orang ahli waris lainnya, baik imbalan tersebut berasal
6
Ibid, h. 153
Sedangkan dalam pengertian pengunduruan diri memiliki arti perjanjian atau
perdamaian para hali waris untuk mengeluarkan atau mengundurkan sebagiannya dari
yaitu “Menolak suatu warisan harus terjadi dengan tegas, dan harus dilakukan dengan
suatu pernyataan yang dibuat di kepaniteraan pengadilan negeri, yang dalam daerah
Dari pasal tersebut, dapat ditarik suatu pengertian bahwa para ahli waris dapat
menentukan sikap untuk menolak bagian warisan dari si pewaris dalam bentuk suatu
pernyataan kepada kepaniteraan pengadilan negeri setempat dimana warisan itu telah
terbuka.
tidak pernah menjadi ahli waris. Hal ini sebagaimana yang telah dinyatakan dalam
suatu hak sebagaimana halnya dengan setiap pelepasan hak lainnya. Mulai berlaku
dengan menyatakan kehendaknya pada yang bersangkutan, dalam hal ini ahli waris. 10
7
Ibid, h. 152
8
R. Subekti dan R Tjitosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),
(Jakarta: PT. Pradanya Paramita, 2001), Cet. Ke 30 h. 273.
9
Ibid, Pasal 1058 berbunyi “Si Waris” yang menolak warisannya, dianggap tidak pernah telah
menjadi waris.
Bagian warisan ahli waris yang menolak jatuh kepada ahli waris lain yang
sedianya berhak atas bagian itu seandainya orang yang menolak itu tidak hidup pada
tempat kepada keturunannya, jika yang menolak itu satu-satunya ahli waris dalam
derajatnya atau semua ahli waris menolak, maka semua keturunan dari ahli waris
yang menolak itu tampil sebagai ahli waris atas dasar kedudukan mereka sendiri
Berkenaan dengan penolakan yang terjadi ahli waris tersebut diatas, bila
dikolerasikan dengan penjabaran atau objek pembahasan hokum waris Islam, baik
antara keduanya.
Dalam hukum Islam (Fiqih) dijelaskan bahwa pengunduran diri seorang waris
dari hak yang dimilikinya untuk mendapatkan bagiannya secara syar’i. Dalam hal ini
dia hanya meminta imbalan berupa sejumlah uang atau barang tertentu dari salah
seorang ahli waris lainnya atau dari harta peninggalan yang ada.12 Dan dalam hukum
perdata menurut pasal 1057 penolakan menjadi ahli waris harus terjadi dengan tegas
10
A. Pitlo. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda. (Jakarta
:Penerbit Intermasa, 1986) Cet. Kedua, h.41.
11
Usman, Ikhtisar HUkum Waris Islam, h. 127
12
Muhammad Ali Ash-Shabuni penerjemah A.M. Basmalah, “Pembagian waris menurut Islam”. Gema
Insani Press, 1995 diakses pada 1 September 2008 http://media.isnet.org/islam/waris/Takharuj.html
dan dilakukan dengan bentuk pernyataan seperti apa yang harus melalui kepeniteraan
pengadilan negeri.
legitim (bagian warisan) dari ahli waris lainnya. 14 Dan bagian legietieme
arti perjanjian atau perdamaian para ahli waris untuk mengeluarkan atau
imbalan ditentukan.16
Islam dan hukum perdata. Terdapat perbedaan dalam pemberian imbalan. Dalam
kewarisan Islam pengunduran diri mendapatkan suatu prestasi atau imbalan yang
sudah ditentukan, sedangkan dalam hukum perdata (Burgeljik Wetboek) tidak diatur
adanya pemberian imbalan atau prestasi kepada ahli waris yang menolak bagian
warisan yang mengundurkan diri untuk menerima bagian warisan, Itulah beberapa
permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih jauh, karena kewarisan yang dalam
sistem kewarisan perdata (Burgelijk wetboek) dengan kewarisan yang dalam hukum
13
A.Pitlo, Hukum Waris, Jakarta, h.41
14
Ibid, h. 42
15
Efendi Perangin, Hukum waris, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, Cet. Keempat, h. 12
16
Usman dan Somawinata, Fiqih Mawaris, h. 151
Islam terdapat beberapa prinsip dan pembahasan yang bertolak belakang diantara
keduanya.
Melihat hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul :
1. Pembatasan Masalah
pembahasan tentang penolakan menjadi ahli waris menurut hukum islam dan
2. Perumusan Masalah
menolak. Mendapat hak waris untuk hal inlahi yang ingin penulis telusuri
sebagai berikut :
1. Apakah sebab-sebab seseorang menolak menjadi ahli waris menurut
hukum Islam ?
2. Bagaimana status seseorang ahli waris yang menolak menjadi ahli waris,
apa saja sebab penolakan menjadi ahli waris menurut hukum kitab
C. Metode Pembahasan
research).
tolak pembanding :
suatu metode baik deskripsi, analisis maupun secara teori yang kemudian dievaluir.18
skripsi ini penulis menggunakan buku pedoman skripsi, tesis dan disertai UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
D. Sistematika Penyusunan
Supaya lebih sistematis, skripsi ini disusun dalam (lima) bab pokok
1). Bab I adalah pendahuluan,berisi latar belakang pemikiran dari judul skripsi,
2). Bab II berisi penjelasan secara umum pengertian tentang kewarisan, meliputi
3). Bab III memberikan penjelasan dasar hukum kewarisan, sebab-sebab mewaris dan
bagian-bagian ahli waris menurut hukum islam dan kitab undang-undang hukum
17
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normative. (Jakarta : Rajawali, 1980)
Cet. Kedua, h101
18
Syachran Basah. Hukum Tata Negara Perbandingan. (Bandung :Alumni, 1976),h.13.
4). Bab IV memberikan penjelasan tentang penolakan menjadi ahli waris, di
5). Bab V merupakan penutup yang meliputi kesimpulan semua pembahasan skripsi
dan saran-saran.
BAB II
BEBERAPA PENGERTIAN-PENGERTIAN
Untuk dapat memahami pengertian hukum Islam maka terlebih dahulu kita
pahami pengertian tentang kata hukum, jika berbicara tentang hukum. Secara
norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat baik
peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan
Dalam konsepsi hukum Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh
Allah swt. Tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lain
(hablum minannas) dan benda dalam masyarakat. Akan tetapi hubungan dengan yang
19
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu dan Tata Hukum Islam diIndonesia,
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2000, Cet. Kedelapan, h. 38
20
Ibid
Hukum menurut Ahmad Rofiq ialah seperangkat peraturan tentang tindak
tanduk atau tingkah laku yang diakui oleh suatu Negara atau masyarakat yang berlaku
Hukum, bahwa adalah seluruh peraturan tingkah laku yang ditetapkan oleh
pemerintah.22
Kata hukum yang dipergunakan sekarang dalam bahasa Indonesia berasal dari
kata Hukum (tanpa U antara huruf K dan M). Dalam bahasa Arab artinya norma atau
kaidah yakni ukuran. Tolak ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk
Dari beberapa pengertian dan penjelasan tentang hukum diatas, maka dapat
dsimpulkan bahwa hukum adalah norma atau seperangkat peraturan yang mengatur
tungkah laku hubungan manusia dalam masyarakat yang bersifat mengikat dan
Setelah kita pahami setelah kita pahami arti dari kata hukum, berikutnya kata
hukum tersebut di sandarkan kepada kata Islam jika kita telusuri Al-Qur’an dan
literature hukum dalam Islam, kata hukum Islam tidak di temukan didalamnya, Islam
21
Ahmad Rafiq. Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet.
keempat, h. 7
22
L.j. Van Apeldorn. Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta : PT. Pradnya Paramit, 1996), Cet. Ke-
26, h. 3
23
Faturrahman Djamil. Filsafah Hukum Islam. (Jakarta : Logos, publishing house, 1996),Cet.
Pertama,, h. 12
Namun ketiga kata tersebut yaitu syari’ah, fiqih, dan kompilasi hukum Islam
seringkali di gunakan untuk menunjukan satu arti yaitu hukum Islam, meskipun
Untuk lebih jelasnya perlu diuraikan kata-kata tersebut satu per satu yaitu :
a. Syari’ah
jalan tempat keluarnya air minum. Kemudian bangsa arab menggunakan kata
ini untuk konotasi jalan lurus. Maka dalam pembahasan mengenai hukum
menjadi bermakna segala sesuatu yang diisyaratkan Allah SWT kepada hamba-
diakhirat.25
bersumber dari Allah SWT untuk hamba-hambanya yang oleh seorang rasul
baik hukum yang berkaitan dengan cara berperilaku yang dihimpun dalam ilmu
dihimpun dalam ilmu kalam. Syari’ah juga terkadang disebut dengan pengertian
agama.26
24
Umar Syihab, Hukum Islam dan Transpormasi Pemikiran (Semarang : Dina Utama,
Semarang, 1996), Cet. Pertama, h. 11
25
Dede Rosyida. Hukum Islam dan pramata Sosial, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
Persada, 1993), Cet Pertama, h. 3
26
Ahmad Hanafi, Pengantar dan sejarah Islam, (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1991), Cet.
Keenam, h. 9
Syari’at memuat ketetapan-ketetapan Allah SWT dan ketentuan rasulnya baik
b. Fiqih
bersifat amaliah yang dikaji dari dalil-dalil secara spesifik.28. secara garis besar
isi kitab fiqih meliputi empat bidang, yaitu ibadah, munakahat, muamalah dan
jinayah.29
pengetahuan, memang fiqih itu tidak sama dengan ilmu secara fiqih itu bersifat
zany, karena ia adalah hasil apa yang dapat dicapai melalui ijtihadnya para
mujtahid sedangkan ilmu itu mengandung arti suatu yang pasti qath’iy.30
berikut :
1. Syari’at adalah wahyu dari Allah SWT, sedangkan fiqih adalah pemahaman
manusia yang memenuhi syarat tentang syari’at dan hasil dari pemahaman
tersebut.
27
Ali, Hukum Islam, h. 41
28
Djamil, Filsafat Hukum Islam.
29
Cik Hasan Bisri. Peradilan Agama di Indonesia (Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2000),
Cet. Ketiga, h. 67
30
Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, kencana, 2003, Cet. Pertama, hal. 5
2. Syari’at bersifat fundamental dan mempunyai ruang lingkup yang luas. Fiqih
3. Syari’at adalah ketetapan Allah dan ketentuan rasulnya karena berlaku abadi.
Sedangkan fiqih adalah karya manusia yang tidak berlaku abadi dan dapat
4. Syari’at hanya satu pemahaman, sedangkan fiqih mungkin lebih dari satu
keragamannya.31
c. Nash
“Dan lapangan ijtihad terhadap Nash itu ada yang qath’y ada yang
Dzanni, dari segi wurud Qur’an itu Qath’y. sedangkan hadits itu dzanni.
Sekalipun Qur’an itu qath’y namun dilalahnya belum tentu qath’y yakin ada yang
qath’y dan ada yang dzami. Dalam hal yang qath’y dilalah ada yang masuk
kategori ta’abudi yakni yang tidak boleh ditanya tentang apa sebab demikian
dank arena apa demikian. Ta’abudi disebut juga dengan istilah ghairu Al-
Ma’qul.
Sedangkan yang ta’aquli, yakni yang boleh ditanya apa sebab dank arena
apa, istilah ta’aquli ini juga disebut dengan ma’qul yakni yang dapat
dirasioalkan.
Sekalipun ta’abudi disebut ghairu ma’qul atau tidak bias dimasuki ijtihad,
kalau dilihat dari perjalanan sejarah islam, hal ini banyak sekali dilakukan
syaidina umar yang tampaknya semuanya yang bersifat tatbiki, penerapan atau
aplikasinya.
31
Ali.Hukum Islam, h. 45
Dari yang tersebut diatas berarti yang tidak bias dimasuku ijtihad
hanyalah yang qath’y dilalah yang bersifat ta’abudi. Namun ada juga pendapat
yang tidak begitu popular yakni pendapat Al-Naim dimana dengan teori nasikh
masuknya yang terbalik, yang ta’abudi inipun masih bias dimasuki ijtihad.32
a. Adalah himpunan bahan-bahan hukum dalam islam suatu buku, atau lebih
b. Adalah rangkaian dari berbagai pendapat hukum yang dimbil dari berbagai
kitab, yang ditulis oleh para ulama fiqih yang bias digunakan untuk referensi
pada pengedilan agama untuk dan dikembangkan serta dihimpun kedalam satu
himpunan.34
bahwa yang dimaksud dengan kompilasi Hukum Islam adalah sekumpulan materi
hukum islam yang ditulis pasal demi pasal yang berjumlah 229 pasal dari 3 kelompok
materi hukum, yaitu Hukum Perkawinan (170 pasal), Hukum Kewarisan termasuk
wasiat dan hibah (44 Pasal), dan hukum perwakafan (14 pasal), ditambah satu pasal
32
H.A.Basiq Djalil. Pernikahan Lintas Agama (dalam persfektif Fiqih dan Kompilasi Hukum
Islam), Jakarta, penerbit Qulbun Salim, thn 2005 Cet Pertama. h.180-181
33
Tahir Azhari. Kompilasi Hukum Islam sebagai Alternatif :suatu Analisa Sumber-sumber
hukum islam, dalam Mimbar Hukum (Jakarta : Al-Hikmah dan DITBINBAPERA, 1991), h.15
34
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta Akademika Pressindo, 1995),
Cet Kedua, h.10
ketentuan penutup yang berlaku untuk ketiga kelompok hukum tersebut.35 Ketiga
materi hukum tersebut diperlakukan sebagai bahan rujukan dan pedoman bagi para
sebagai berikut :
1. Pengertian syariah adalah hukum yang bersumber dari Allah SWT berupa
ketetapan Allah dan ketetapan rasul, baik berupa larangan maupun perintah
aliran hukum yang memenuhi syarat tentang syariat yang ruang lingkupnya
dirangkai dari berbagai pendapat hukum yang diambil dari beberapa kitab yang
ditulis oleh ulama fiqih yang digunakan untuk referensi pengadilan kitab yang
4. Nash dari segi wurud Qur’an itu qath’y sedangkan hadits itu dzani qath’y itu
dilalahnya ada yang qath’y dan ada yang dzanni dan dzanni itu dilalahnya juga
35
Wahyu Widiana, Aktualitas Kompilasi Hukum Islam di Peradilan Agama Paper. Disamping
dalam seminar sehari dengan tema “Refleksi Sebelas Tahun”, Kompilasi Hukum Islam : “Ekstensi KHI
dulu, dan yang akan datang”, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 7 Mei 2002 M/1423 H)
ada yang qath’y dan dzanni dan nash yang qath’y dilalahnya itu ada yang
Pada dasarnya hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu hukum public
penduduk jepang. Disamping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah Civielrecht
dan privatrecht.36
kepentingan antara warga Negara perseorangan yang satu dengan warga Negara
Kaidah hukum perdata dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu tertulis dan
tidak tertulis. Kaidah hukum perdata tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata
36
Dune dalam Salim Hs. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (Burgelijk Wetboek), Cet. Kedua,
h. 5
37
Srisoe Dewi Majehone Sofwan. Hukum Perdata Hukum Belanda (Yogyakarta : Penerbit
Liberty), 1981, Cet. Keempat, h. 1
sedangkan kaidah hukum perdata tidak tertulis adalah kaidah hukum perdata yang
Subjek hukum dibedakan menjadi dua macam yaitu manusia dan badan
hukum. Manusia sama dengan orang karena manusia mempunyai hak-hak subjektif
yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban. 39
Hukum perdata menurut ilmu hukum dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
b. Hukum kekeluargaan
c. Hukum Kekayaan
d. Hukum Warisan
suami-istri, hubungan antara orang tua dan anak, perkawinan dan curatele.
38
Salim Hs. Pengantar hukum Perdata Tertulis, h. 6
39
Ibid., 7.
3) Hukum kekayaan, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap
orang dan karenanya dinamakan hak mutlak dan hak-hak yang hanya
berlaku terhadap seseorang atau suatu pihak yang tertentu saja dinamakan
4) Hukum waris, mengatur hal ikhwal tentang benda atau kekayaan seorang
2. Mengatur hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum
yang lain.
3. Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata meliputi hukum orang hukum
40
Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata (Jakarta : PT. Intermasa, 1987), Cet ke-21, h. 16-17
41
Ibid., 6.
C. Pengertian Kewarisan
Menurut kamus bahasa Arab kata waris merupakan bentuk masdar dari kata
yang mempunyai arti mewarisi (harta) bapaknya42 atau mewarisi (harta) dari
bapaknya. Sedangkan mewarisi menurut istilah, yaitu menurut T.M Hasby Ash-
Shiddieqy ialah harta peninggalan orang yang telah meninggal, yang diwarisi oleh
Dalam rumusan kompilasi hukum Islam (pasal 171 huruf a) tentang hukum
kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta
peninggaln (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris
dan berapa bagiannya masing-masing. Sedangkan (pasal 171 huruf c) tentang ahli
waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau
hubungan perkawinan dengan pewaris beragama islam yang tidak terhalang karena
Faraid (ِ )ََاadalah jamak dari faraidah ( َََُِ)), yang berlaku satu bagian
42
Ahmad Warson Al-Munawir. Kamus Arab Indonesia Al-Munawir (Yogyakarta : 1984), h.
1655
43
Tm Hasby Ash-Shiddiqey. Fiqih Al-Mawaris (Semarang : PT. Rizki putra,2001), Cet .ketiga,
h. 17
44
Direktorat Pembinaan Peradilan Agama. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta :
Diektorat Pembinaan peradilan agama, 2002), h. 81
Didalam faraid dibahas hal-hal yang berkenaan dengan warisan (harta
pembagiannya. 45
Artinya : Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bahagian yang Telah ditetapkan ( An-Nissa /4 : 7)
ketentuan bagian ahli waris yang diatur secara rinci di dalam Al-Qur’an.46
Ilmu pembagian pusaka seseorang yang meninggal dunia dengan kata lain Ilmu
45
M.Ali Hasan, Hukum Dalam Islam, Jakarta, PT.Bulan Bintang, 1996, Cet. Keenam,, h. 10
46
Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1995), Cet. Kedua,, h. 1
47
Abdullah Siddik. Hukum Waris Islam dan Perkembangannya di seluruh Dunia Islam (Jakarta
: PT. Intermassa, 1990),Cet Pertama, h. 42
b. Pengertian Kewarisan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Burgelijk Wetboek)
1. Adanya orang yang meninggal dunia yaitu orang yang meninggalkan harta
warisan.
2. Adanya orang yang masih hidup yaitu orang yang menurut Undang-Undang atau
statement untuk berhak mendapatkan warisan dari orang yang meninggal dunia.
3. Adanya benda yang ditinggalkan oleh pewaris yang pada saat dia meninggal
48
A. Pitlo. Hukum Waris Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda. Terjemahan
(Jakarta, Intermassa, 1990) , Cet. Pertama, h. 1
49
Soediman Kartohadiprojo. Pengantar Tata Hukum di Indonesia (Jakarta : PT. Pembangunan,
1967), Cet. Kelima, h. 16
BAB III
PERDATA
Hukum Perdata
oleh nash-nash yang sharih meski dalam soal pembagian harta pusaka sekalipun
adalah suatu keharusan selama peraturan tersebut tidak ditunjuk oleh dalil nash yang
lain yang menunjukkan ketidakwajibannya. Padahal tidak ada nash yang demikian itu
bahkan didalam surat An-Nisaa ayat 13 dan 14, “Tuhan akan menempatkan surga
mengindahkannya. 51
Waris adalah bagian dari syari’at Islam, oleh karenanya Islam mengatur
menegaskan secara terperinci ketentuan bagian ahli waris yang disebut dengan
50
Suparman Usman. Ikhtisar Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
(Burgelijk Wetboek ) Daud ulum press, 1993), Cet. Kedua, h. 55
51
Faturrahman. Ilmu Waris, Bandung, PT. Al-Maarif, 1975, Cet. Keempat, H. 34
Furudul Muqadarah (bagian yang ditentukan) atau bagian ashabah serta orang-orang
SAW, tentang siapa yang berhak untuk saling mewarisi, serta ketetapan berapa besar
a. Al-Qur’an
tentang hak kewarisan laki-laki dan wanita dari orang tuanya dan kerabatnya seperti
a) Ayat tentang perolehan anak dengan tiga garis hukum, perolehan Ibu/Bapak
52
Hasbiyallah, Belajar Ilmu Waris, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. Pertama, H. 6
53
Sayuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia (Jakarta : PT. Sinar Grafika, 2004), Cet.
Kedelapan h. 6-33
Penjelasan ayat 11
ialah untuk seorang anak laki-laki sebanyak bagian dua orang anak
perempuan.
b. Jika anak-anak kamu itu hanya anak perempuan saja dan jumlahnya ada
dua orang atau lebih mereka mendapat dua pertiga bagian harta
peninggalan.
c. Dan jika anak perempuan itu hanya seorang saja maka baginya seperdua
harta peninggalan.
Ibu/Bapaknya maka bagi ibunya sepertiga jika tidak ada baginya saudara.
c. Maka jika si pewaris tidak meninggalkan anak tetapi ada baginya saudara
Seperti firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 11 yang berbunyi :
( ١١:
Artinya : Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-
anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang
anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang
saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi
oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah
dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.
Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana. (An-Nissa /4: 11)
b) Ayat tentang perolehan duda, janda dan saudara dalam hal kalalah54 dengan dua
garis hukum.
54
Kalalah adalah seseorang pewaris yang meninggal dunia dan si pewaris tersebut tidak
mempunyai anak maka saudaranya tampl mewaris
Tiga Garis Hukum adalah Bahwa ada tiga garis hukum yg disebutkan dalam ayat-ayat
kewraisan itu.
Penjelasan ayat 12 :
d.) Janda karena istri yang kematian suami mendapat seperempat harta
e.) Janda karena istri yang kematian suami mendapat seperdelapan harta
f.) Pelaksana pembagian harta warisan termasuk dalam garis hukum d dan e
g.) Jika ada seorang laki-laki atau seorang perempuan diwarisi secara punah
Dua garis hukum adalah bahwa ada dua garis hukum yg disebutkan dalam ayat-ayat
kewarisan itu.
h.) Jika ada seorang laki-laki atau seorang perempuan di warisi secara penuh
i.) Pelaksanaan pembagian harta warisan tersebut dalam garis hukum g & h
⌧)"*+ "'
!# NOP*4 [
$cT 5G"I T -e NOP.4/4=
p *4
c* "- zQ -[*\ A p *4
A vQ"*+ $☺' 01
OPd*\
8XHI BwYH4 R?"1 @'
c*4 A =/y 44= c1
-e 02/@"*+ $☺' 01
Artinya : Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai
anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah
dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam
harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya
atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli
waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-
benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun. (An-Nissa /4 :
12)
j.) Ayat tentang seseorang yang mendapatkan harta peninggalan dari Ibu/Bapaknya,
ayat:33
k.) Ayat tentang arti kalalah, juga mengenai perolehan saudara-saudara dalam
J
,;? B"#02/E"`h
,-e A *
d*G/
LM NOPY2/EI
o0* /* Bd S
"mN
b. Al-Hadits
ِ4ُْ ِﺏ5ْ26ٍ وَا3ْ8َ9ُُ ﺡ4ُْ ﺏ3ٍََْ و:ُِ رَا4ُْ ﺏ329َُ;َ<َ و8ُِ إِﺏَْاه4َْ إِﺱَْقُ ﺏ#َ132 َﺡ
َََْﻥAَاقِ أ2ز2ُ ا3َْ َََْﻥAَ أ:ََِانABَْ وَ?َلَ ا#َ123َ ﺡ:ٍُ ?َلَ إِﺱَْق:ِرَا
ِG26لُ اJُ ?َلَ رَﺱ:سٍ ?َل2َ ِ4ِْ اﺏ4َ ِG8ِْ أَﺏ4َ ٍَوُسH ِ4ِْْ ﺏ4َ ٌَ9ْIَ;
ِG26َبِ اLِ آKَ6َ ِِِ اََْاNَْ أَه4ْ8ََلَ ﺏ9ْا اJُ9ِ"ْ?<َ ا26َِ وَﺱGْ8َ6َ ُG26 اK26َ
٥(<6"; Sٍ ذَآٍَ )رواNُOَ رKََْوPِ6َ ُِِ اََْاQََ ﺕََآ9َ
Telah menceritakan kepada kami ishaq bin ibrahim dan Muhammad bin rofi’
dan abd bin humaid dan adapun lafadznya dari ibnu rofi’ ishak berkata : telah
diceritakan kepada kami dan berkata pula yang lain : kami di beri kabar oleh
abdurrozak dan ma’mar dari ibnu towus, dari bapaknya, dari ibnu abbas r.a
berkata : bersabda Rosulallah SAW bersabda: bagikanlah harta warisan kepada
ahli waris ( Ashabul Furudh ) sesuai dengan ketetapan kitabullah, sisanya
kepada keluarga laki-laki yang terdekat ( Ashabah ).55( Riwayat Muslim )5
ِ4ِْ اﺏ4َ ٌUْ8ََ وُه#َ123َ ﺡVWِْﺱ2#َ اJُدٍ وَه29َُ ﺡ4ْ ﺏKَ6َْPُْ ا3َْ َ#َ132 َﺡ
:َسٍ ?َل2َ ِ4ِْ اﺏ4َ ِG8ِْ أَﺏ4َ ٍَوُسH
َWِYََﺏ9َ َZِ6َْهPِ اََِِْ ﺏJُYَِْ أ: َ<26َِ وَﺱGْ8َ6َ ُG26 اK26َ ِG26لُ اJُ?َلَ رَﺱ
٦
( <6"; Sٍ ذَآٍَ ) رواNُOَِ رKََْ[َوJُZَ
Telah menceritakan kepada kami Abdul A’la bin Hamid dan dia dari bangsa "Narsiy"
telah bercerita pula kepada kami Wuhaib dari ibnu thowus dari bapaknya, dari ibnu
abbas r.a berkata, Rosulallah SAW bersabda : Bagikanlah harta warisan kepada
ahli waris ( yang berhak, dzawil Furudh ), Sedang sisanya kepada keluarga laki-laki
yang terdekat ( Ashabah ). ( Riwayat Muslim ) 56
waris yang belum dijelaskan oleh nash-nash yang sharih seperti pembagian
muqasamah (bagi sama) dalam masalah Al Jaddu wal-ikhwah (kakek bersama dengan
penambahan bagian ahli waris (auld an rad) masalah garawin dan lainnya. 57
55
Abi Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairy Al- Naisabury, Shahih Muslim, ( Bairut-
Lebanon : ‘Dar ‘Al-Kitab Al-Arabi ) Hadits 4143, h. 671.
56
Abi Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairy Al- Naisabury, Shahih Muslim, ( Bairut-
Lebanon : ‘Dar ‘Al-Kitab Al-Arabi ) Hadits 4143, h. 671.
57
Usman dan Somawinata, Fiqih Mawaris, h. 21
Bahwa cikal bakal kitab undang-undang hukum perdata (Burgelijk Wetboek)
pada mulanya berasal dari bangsa romawi. Sejak lebih kurang 50 sebelum masehi,
pada waktu itu seorang Raja Romawi Julius Caesar berkuasa di Eropa barat, hukum
kesatuan Hukum Perdata (Huku Sipil) mereka. Hal ini telah dirintis sejak Raja
Lodewijk XV yang membawa code justianus (Corpus Jueris Cilivis) ke Prancis yang
pada waktu itu Corpus Juris Civilis ini. Dianggap sebagai suatu hukum yang paling
sempurna. 58
Juris Civilis ini kemudian diasimilasi dengan hukum Islam yang digodok Napoleon
khusus Perancis yang ditunjuk oleh Napoleon Bonaparte, yaitu Portalis Fronchets
Biqot de preamencu, maka tidak salah kiranya Hasbullah Bakri mengatakan bahwa
Bueelijk Wetboek (Kitab Undang-undang hukum perdata) barat yang dibawa oleh
58
Usman, Iktisar Hukum Waris, h. 2
penjiplakan dari hukum fiqih Islam yang berdasaran Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah
SAW. 59
Perancis di bawah Napoleon Bonaparte, dan pada tahun 1811 Code Civil Prancis
seperti halnya juga Code de Penal dan Code du Commerce (Hukum Pidana dan
pasal 528, tentang hak mewarisi diidentikkan dengan hak kebendaan, sedangkan
ketentuan dari pasal 584 KUHPdt, menyangkut hak waris sebagai salah satu cara
59
Hasbullah Bakri dalam Idris Ramulyo. Perbandingan Umum Kewarisan Islam di peradilan
agama dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata di peradilan negeri, (Jakarta : Pedoman Ilmu,
1992), h. 157-158
60
M. Idris Ramulyo. Beberapa Masalah Pelakanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat,
Jakarta, Sinar Grafika, 1996, cet. Kedua, h. 11
61
Ibid
62
Ibid
63
Usman. Ikhtisar Hukum Waris , h. 13
IIKUHPdt (tentang benda)64. Jadi keseluruhan pokok dasar hukum kewarisan perdata
ini tercantum dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berupa pasal-pasal.
Menurut statsblad 1952 Nomor 415 jo 447 yang telah diubah, ditambah dan
sebagainya terakhir dengan S.1929 No.221 pasal 131 jo. Pasal 163, hukum kewarisan
yang diatur dalam KUHPdt tersebut diberlakukan bagi orang-orang Eropa dan
Dengan Statsblad 1917 No.129 jo. Staatsblad 1928 No.557 hukum kewarisan
berdasarkan Staatsblad 1917 No.12 menundukkan diri terhadap Hukum Eropa, maka
diberlakukan kepada :
1. Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa misalnya
Menurut KUHPdt pasat 874, ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu:
Adapun dasar atau sumber hukum kewarisan perdata, ini tertuang dalam
KUHP perdata pasal 830, 831, 34, 832, 841 dan 842 yang berbunyi:
1. Pasal 830 BW :
“Apabila beberapa orang antara mana yang satu adalah untuk menjadi warisan
yang lain, karena satu mala petaka yang sama atau pada suatu hari, telah menemui
ajalnya dengan tak dapat diketahui siapakah kiranya yang mati terlebih dahulu,
maka dianggaplah mereka telah meninggal dunia pada detik yang sama, dan
perpindahan warisan dari yang satu kepada yang lain tidaklah berlangsung
karenanya”.
“Apabila seorang tampil sebagai ahli waris, mereka berhak menuntut supaya
kepadanya berdasarkan haknya sebagai ahli waris. Hak penuntut ini menyerupai
penuntutan itu ditunjukkan kepada orang yang menguasai satu benda warisan
4. Pasal 832 BW :
67
Ibid ., h. 31
“Menurut Undang-undang yang berhak menjadi ahli waris ialah, para keluarga
sedarah baik sah, maupun luar kawin dan si suami atai isteri yang hidup terlama,
Dalam hal, bilamana baik keluarga sedarah, maupun si yang hidup terlama
diantara suami-isteri, tidak ada, maka segala harta peninggalan si yang meninggal,
menjadi milik Negara, yang mana berwajib akan melunasi hutangnya, sekedar
sebagai pengganti, dalam derajat dan segala hak orang yang diganti”.
5. Pasal 842 BW :
“Pergantian dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus dengan tiada
akhirnya”.
Dalam segala hal, pergantian seperti di atas selamanya diperbolehkan, baik dalam.
Hal bilamana beebrapa anak dari yang meninggal mewarisi bersama-sama dengan
keturunan seorang anak yang telah meninggal lebih dahulu, maupun sekalian
berbeda-beda derajatnya.68
Hukum Perdata.
68
R. Subekti, R. Tjitrasidibio, kitab Undang-undang Hukum Perdata/BW, PT. Pradnya
Paramita, 2005, Cet. Ke- 28
1. Sebab-sebab Mewaris menurut Hukum Islam. 69
termasuk dalam klarifikasi ini adalah suami atau si isteri dari si mayat.
adanya hubungan nasab atau hubungan darah/ ini seperti : ibu, bapak, kakek,
d. Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris) dari si mayat
Seorang muslim yang meninggal dunia dan ia tidak ada meninggalkan ahli
waris sama sekali (punah), maka harta warisannya diserahkan kepada baitul
maal dan lebih lanjut akan dipergunakan untuk kepentingan kaum muslimin.
1. Janda atau
2. Duda
69
Faturrahman,. Ilmu Waris, h. 80
Apabila ahli waris laki-laki, perempuan secara keseluruhan ada, maka yang
2. Ayah
3. Ibu
B. Ahli waris menurut hubungan darah (Nasabiyah) (pasal 174 ayat 1) ahli waris
kelompok ini jumlah keseluruhannya ada 39 orang terdiri dari 21 orang laki-laki
dan 18 orang perempuan, ahli waris golongan laki-laki terdiri dari-ayah, anak
laki-laki, saudara laki-laki paman dan kakak, adapun ahli waris golongan
perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.
Halangan untuk menerima atau disebut mawaani’al irts adalah tindakan atau hal-
kehilangan hak waris karena adanya mawaani’al irts ini disebut mahrim dan
Adapun hal-hal yang dapat menghalangi, yang disepakati ulama ada tiga macam,
70
Faturrahman. Ilmu Waris, Bandung , Al-Ma’arif , 1981, Cet. Kedua, H. 83
71
Rofiq. Hukum Islam di Indonesia, h. 124
a. Perbudakan (Al-Raqqu)
bulat pendapatnya untuk menetapkan perbudakan adalah suatu hal yang menjadi
penghalang pusaka mempusakai, berdasarkan adanya petunjuk umum dari suatu nash
yang shorih yang menafikan kecakapan bertindak seorang budak dalam segala bidang
7RN" ⌧*U"' J
v~>z
=5p⌧ ALd+" mrR/e"I ¡{ <@?f☺:'
(٧٥ :١٦/ N2#)أ
“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang
tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun....dst” (An-Nahl /16:75)
.
Mahfum ayat tersebut menjelaskan bahwa budak yang tidak cakap mengurusi
hak milik kebendaan dengan jalan apa saja dalam soal pusaka mempusakai terjadi di
satu pihak melepaskan hak milik kebendaan dan disatu pihak yang lain menerma hak
milik kebendaan.72
b. Pembunuhan (Al-Qatlu)
pembunuh untuk mewarisi harta peninggalan orang yang dibunuh, dengan alasan
72
Ibid., h. 83.84
ِ ِْْو ﺏ9َ ْ4َ ٍج2^َِ ﺡ4َ ُSََ أُرَا9ُ ُ4ُْ ﺏN8َِ9ْْ_ِرِ إِﺱ#ُ9ْ اJَُ أَﺏ#َ132 َﺡ
4
ِ4ََْ ﺏ9ُ Kََِ إ:َُِ ًا3ْ9َ ُGَ#ٌْ اﺏNُOََ رNَLَ?َ ِ ?َلSb3َO ْ4َ ِG8ِْ أَﺏ4َ ٍUْ8َIُ`
ً2Yَِ ﺡ48ِ1َ6َ1 ِNِِﺏfْْ ا4ِ; ًَِ; ِGْ8َ6َ َNَIَ^َ ُGْ#َ ُG26َ اWِبِ رَﺽ2dَeْا
ُQْIِ9َ ﺱWbَْ أَﻥJََُ وNَِﺕYًْ وَ?َلَ َ یَِثُ ا28ِ#َ1 َ48ِIََ_ًََ وَأَرْﺏO َ48ِ1َ6َ1َو
i
َ ُLْ6َLَYَ ِSِ3ََJٌِ ﺏ3ُِ وَاNَLْYُلُ َ یJُYَ<َ ی26َِ وَﺱGْ8َ6َ ُG26 اK26َ ِG26لَ اJُرَﺱ
٢٣ (39 أﺡ3#";)
Telah menceritakan Kepada kami Abu Mundzir Ismail Bin Umar Saya melihatnya
dari hajjaj dari Umar bin Syu’aib dari bapaknya dan kakeknya dia berkata: seorang
laki-laki telah membunuh anaknya dengan sengaja maka dilaporkan kepada umar
bin Khatab R.a kemudian beliau memberikannya hukuman dengan membayar
seratus unta tiga puluh hiqqah, tiga puluh jadzuah dan empat puluh tsaniyah dan
berkata : seorang pembunuh tidak berhak mendapatkan harta warisan ( dari orang
yang dibunuhnya ) seandainya saja saya tidak mendengar Rosulallah. SAW bahwa
seorang ayah itu tidak boleh dibunuh/qishas disebabkan membunuh anaknya maka
pasti saya akan membunuhmu. ( Musnad Ahmad )23
73
terjadi perbedaan agama yang menjadi kepercayaan antara pewaris dan ahli waris,
3ِ 29َُ; Jُِ وَأَﺏ4َ"َُْ ا4ُْ ﺏ3َ9ْ أَﺡ: ٍْjَ ﺏJُُ وَأَﺏ5َِِْ اG26ِ ا3َْ Jََُْﻥَ أَﺏAَأ
َِارِسJَْ اKُِ أَﺏ4ُْ ﺏ329َُ; : ٍ َدِقJُِْئُ وَأَﺏYُ9ٍْ ا3ِ;َ ﺡKُِ أَﺏ4ْﺏ
ٍْjَ ﺏJَُ أَﺏ#َ123َبَ ﺡJُYْIَُ ی4ُْ ﺏ329َُ; : ِس2َIْ اJَُ أَﺏ#َ123َا ﺡJَُ? VKَِ[َﻥ3ْ82ا
ِ4َ ٍlَُْیO ِ4ِْ اﺏ4َ ٍ<َِ Jُ أَﺏKََِْﻥAَ أVKَِﻥm2ُ إِﺱَْقَ ا4ُْ ﺏ329َُ; :
ِ4ْْ أُﺱَ;ََ ﺏ4َ ََن9ْnُ ِ4ِْْو ﺏ9َ ْ4َ ٍ4ْ8َ"ُِ ﺡ4ْ ﺏbKِ6َ ْ4َ ٍَبZِ` ِ4ْاﺏ
ُ<ِ6ْ"ُ9ْ [َ یَِثُ ا: - <6 وﺱG86 o اK6 - ِG26لُ اJٍُ ?َلَ ?َلَ رَﺱ3ْزَی
73
Musnad Ahmad, Bab 1, Musnad Umar bin Khatab Juz 1, h. 332
Kِْ أَﺏ4َ ِq8ِ2 اKِ Vَرِيeُُْ اS )رَوَا.َ<ِ6ْ"ُ9َُِْ اjَِْ َ وَ[َ اjْا
٢٤(<8
Telah memberitahukan kepada kami Abu Abdillah Al-Hafidz dan Abu Bakar Ahmad
bin Hasan dan abu Muhammad bin Abi Hamid Al-Mughori dan Abu Shodiq
Muhammad bin Abi Al-Qawaris As-Shoydalani, mereka berkata : telah menceritakan
kepada kami Abu Abbas Muhammad bin Ya’kub telah menceritakan kepada kami
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq As-Shogoni, telah memberitahukan kepadaku Abu
‘Ashim dari Abu Juhaij dari Ibnu Syihab dari Ali bin Husein dari Amr bin Utsman
dari usaman bin Zaid dia berkata : Rosulallah SAW bersabda : “ Orang islam tidak
dapat mewarisi harta orang kafir dan orang kafir tidak dapat mewaris harta orang
islami ”. ( HR. Bukhori didalam shohih dari Abi ‘ Ashim). 2474
Pengertian Negara adalah suatu wilayah yang ditempati oleh pewaris dan ahli
waris, baik berbentuk kerajaan, kesultanan maupun republic. Dan Negara dikatakan
berlainan menurut Ibnu Abidin (Facthur Rahman, 1994 ; 106) karena ditandai dengan
bersenjata sendiri.
apabila diantara ahli waris dan pewarisnya berdomisili di dua Negara yang berbeda
74
As-Sunah Al-Kubra Imam Baihaqi, Bab orang Islam Tidak dapat Mewarisi Harta Orang
Kafir, Juz 6, h. 349
kriterianya. Namun apabila dua Negara yang berlainan tersebut sama-sama muslim
Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang
para pewaris.
telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara
Seseorang ahli waris mewarisi harta pewaris menurut hukum waris perdata
dalam berbagai golongan. Jika terdapat orang-orang dari golongan pertama maka
75
Ibid., h. 10
76
Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata, h. 95
meninggal dunia. Sedangkan anggota keluarga lainnya tidak mendapat bagian
apapun. Jika tidak ada anggota dari golongan pertama tadi, barulah mereka yang
tergolong kedalam pihak kedua tampil kemuka sebagai ahli waris. Kedua, barulah
dalam garis lenceng ke bawah dengan tidak membedakan laki-laki atau perempuan
dan dengan tidak membedakan urutan kelahiran mereka itu mengecualikan lain-lain
anggota dalam garis lancing ke atas dan garis ke samping, meskipun mungkin
diantara anggota-anggota keluarganya yang belakangan ini, ada yang derajatnya lebih
Jika tidak ada sama sekali anggota keluarga dari golongan pertama dan kedua,
maka harta peninggalan itu dipecah menjadi dua bagian yang sama. Untuk para
anggota keluarga pihak ayah dan yang lainnya untuk para anggota keluarga pihak si
Ibu meninggal. Dalam masing-masing golongan ini, lalu diadakan pembagian seolah-
seolah di situ telah terbuka suatu warisan sendiri. Hanya di situ tidak mungkin terjadi
satu kali saja. Jika dari pihak salah satu orang tua tidak terdapat ahli waris lagi, maka
seluruh warisan jatuh kepada keluarga pihak orang tua yang lain. 78
peninggalan pewaris dapat melalui cara lain, ditunjuk dalam surat wasiat (testament).
77
Ibid., h. 98
78
Ibid., h. 99 - 100
Surat wasiat (testament) adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa
yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia.79 Pada asalnya suatu pernyataan yang
demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (cenzidjidig) dan setiap waktu dapat
ditari kembali oleh yang membuatnya dengan demikian, dapat dimengerti bahwa
wasiatnya itu, juga diperbolehkan atau dapat dilaksanakan. 80 Pasal 874 BW yang
menerangkan tentang arti wasiat atau testament, memang sudah mengandung suatu
syarat, bahwa isi pernyataan itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.
Pembatasan penting, misalnya terletak dalam paal-pasal tentang “litieme portie” yaitu
bagian warisan yang sudah ditetapkan menjadi hak para ahli waris dalam garis
lenceng dan tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.
Pasal itu berbunyi: “Adapun yang dinamakan wasiat atau testament ialah suatu akta
yang membuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan menjadi
Hukum Perdata.
79
Ibid., h. 106
80
Ibid, 106 -107
Bagian-bagian yang dimaksud di sini, adalah yang akan ditetapkan menjadi
Ahli waris adalah seorang atau beberapa orang yang berhak mendapat bagian
Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai
hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama islam dan
tidak terhalang hukum untuk menjadi ahli waris (pasal 171 huruf c KHI). Sedangkan
penegrtian ahliw aris menurut Idris Ramulyo; sekumpulan orang atau seseorang
atau individu atau kerabat-kerabat yang ada hubungan keluarga si meninggal dunia
dan berhak mewarisi atau menerima harta peninggalan yang ditinggal mati oleh
seeorang (pewaris)82
Dalam hukum waris Islam ahli waris yang dinyatakan mendapat harta warisan
Ahli waris dzawil furudh adalah ahliw aris yang selalu mendapatkan bagian
a. Suami
b. Bapak
81
Eman Suparman. Hukum Waris Indonesia Dalam Persfektif Islam, Adat dan BW, (Bandung
:PT. Refika Aditama, 2007), Cet. Kedua, h. 17
82
Idris Ramulyo. Perbandingan pelaksanaan Hukum Kewarisan menurut Hukum Perdata
(Jakarta: Sinar grafika, 1994), Cet. Kedua, h. 103
83
Usman dan Somawinata, Fiqh Mawaris, h. 66
c. Kakek dan seterusnya ke atas
e. Isteri
f. Anak perempuan
h. Ibu
b. Sepertiga (1/3=al-sulus)
c. Seperempat (1/4=al-rubu)
d. Seperenam (1/6=al-sudus)
e. Seperdelapan (1/8=al-sumum)
kasus-kasus tertentu tidak bisa dilaksanakan, misalnya terjadi kekurangan harta (al-
Yang dimaksud dengan ‘Asabah ialah mereka yang mendapatkan sisa sesudah
Dengan kata lain. ‘Asabah juga berarti mereka yang ebrhak atas semua
A. ‘Asabah bi Nafsih, yaitu ahli waris yang karenadirinya sendiri berhak menerima
bagian ‘Asabah (sisa) ahli waris ini semuanya ada 13 orang. Yaitu:
a) Anak laki-laki
c) Bapak
84
Ahmad Rofiq, Hukum waris, h. 65 - 66
85
Mudzakir As, Fikih Sunnah (terjemah). (Bandung : Al-Ma’arif Jilid 14) , Cet. Kedua, h. 159
86
Ibid
i) Paman sekandung
j) Paman seayah
sahaya)
B ‘Asabah bi Al-Ghair, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena bersama-
sama dengan ahli waris lain yang telah menerima bagian sisa. Apabila ahli waris
penerima tidak ada, maka ia tetap menerima bagian tertentu (tidak menerima
b. Cucu perempuan garis laki-laki, bersama dengan cucu laki-laki garis laki-laki
a) Saudara perempuan kandung yang didampingi oleh anak perempuan atau oleh
87
Ahmad Rofiq. Hukum Islam di Indonesia , (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Cet
keempat, h. 73-74
b) Saudara perempuan sebapak yang didampingi oleh anak mereka saja atau
orang yang meninggal. Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa orang-orang yang
mempunyai kekerabatan dengan si pewaris, selain kedua puluh lima yang telah
adalah:
88
Sayuti Thalib. Hukum kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 1995), Cet
kelima, h. 114-115
89
Usman dan Somawinata. Fiqih Maswaris Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Gaya Media
Pratama 1997), Cet. Pertama, h. 21
i. Dan lain sebagainya.90
hanya ahli waris dzul faraidh sehingga bagian mereka selamanya tetap tertentu dan
tidak berubah-ubah, berbeda dengan para ahli waris lain yang bukan dzul faraidh,
yaitu asabah dan dzul arham, bagian mereka merupakan sisa setelah di keluarkan hak
Adapun bagian tetap dan dalil-dalil para ahli waris dzul faraidh tersebut
adalah91:
c. Saudara perempuan
atau cucu (laki-laki atau perempuan) dari anak laki-laki (an-nisa ayat 12)
90
Ibid., h. 79-80
91
M. Ali Hasan,. Hukum warisan dalam Islam, Jakarta, PT. Bulan Bintang , Cet. Kelima, 1981,
h. 17-26
a. Suami, suami mendapatkan seperempat apabila istrinya ada mempunyai anak,
b. Istri (seorang atau lebih, mereka mendapatkan seperempat, apa bila suaminya
tidak ada mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki (an-nisa ayat:12)
Istri (seorang atau lebih) mereka mendapat seperdelapan apabila suaminya ada
mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki (an-nisa ayat 12)
c. Dua orang anak perempuan atau lebih mereka mendapat dua pertiga apabila
d. Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak lak-laki mereka mendapat dua
e. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang seibu sebapak (sekandung) (an-
f. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak (annisa ayat 177)
anaknya meninggal itu tidak mempunyai anak atau cucu (dari anak laki-laki)
h. Dua orang saudara atau lebih (laki-laki atau perempuan yang seibu) an nisa
ayat 12
6) Ahli waris yang mendapat seperenam
mempunyai anak, atau cucu (dari anak laki-laki) atau saudara-saudara (laki-
laki atau perempuan) yang sekandung yang sebapak atau yang seibu, an nisa
ayat 11)
mempunyai anak atau cucu (laki-laki atau perempuan) dari anak laki-laki an
nisa ayat 11
k. Nenek, (ibu dari ibu atau ibu dari bapak) nenek mendapat seperenam apabila
l. Cucu Perempuan (seorang atau lebih dari anak laki-laki cucu perempuan
tunggal akan tetapi apabila anak perempuannya lebih dari seorang maka cucu
n. Seorang saudara (laki-laki atau perempuan yang seibu) an nisa ayat 12.
o. Saudara perempuan yang sebapak seorang atau lebih saudara perempuan yang
warisan, pihak yang dapat menuntut pembagian warisan adalah sebagai berikut 1066
dan seterusnya.
2. Para ahli waris dari ahli waris (dalam hal ini terjadi pergantian)
Dengan demikian menurut pasal tersebut di atas, para ahli waris tiap saat
dalam pembagian itu, apabila semua ahli waris mampu untuk melakukan hukum yang
sah (cakap berbuat) dan mereka semuanya ada di tempat atau hadir (pasal 1069).
Namun selain itu, para ahli waris yang akan menuntut pembagian warisannya,
mereka harus melakukan beberapa ketentuan yang telah diatur dalam pasal 1072,
1073, dan seterusnya. Menurut pasal-pasal tersebut pembagian warisan itu harus
a. Pebagian warisan harus dihadiri oleh balai harta (pasal 1072 KUH Perdata)
b. Pembagian harus dilakukan dimuka seorang notaries yang dipilih oleh para ahli
waris, apabila mereka berbeda pendapat dalam hal ini, notaries itu akan ditunjuk
oleh pengadilah negeri. (pasal 1074). Harus ada rincian barang-barang harta
perubahan itu harus dijelaskan yang dikuatkan dengan sumpah di depan notaries
Adapun bagian masing-masing ahli waris menurut KUH Perdata (BW) adalah
sebagai berikut:
beserta keturunan mereka serta suami atau istri yang ditinggalkan yang hidup
paling lama. Suami atau isteri yang hidup paling lama. (Pasal 852) ini diakui
sebagai ahli waris baru pada tahun 1936, sedangkan sebelumnya suami / istri
b. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan
saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang
tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak kurang dari
c. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari
858)93
Dalam KUH Perdata mengenal empat golongan ahli waris yang bergiliran
92
Suparman Usman. Ikhtisar Hukum Waris, Darul Ulum Press, 1993, Cet. Kedua, h. 133-134
93
Eman Suparman. Hukum Waris Islam Dalam Persfektif, Adat dan BW, (Bandung : PT,
Refika Aditama, 2007), Cet. Kedua, h. 3
urutan tertib penerimanya apabila golongan I ada, maka golongan II, III, dan IV tidak
berhak mendapatkan warisan. Jika golongan I tidak ada, maka golongan II tampil
bagian. Golongan III akan mendapatkan bagian apabila golongan I dan II tidak ada,
demikian juga golongan IV akan mendapatkan bagian jika golongan I, II, III tidak
ada.
Sedangkan apabila semua golongan tersebut tidak ada, maka menurut pasal
832 KUH Perdata bahwa segala harta peninggalan menjadi milik Negara. Dan Negara
wajib melunasi segala hutang si pewaris sekedar harta peninggalan mencukupi untuk
itu.
Apabila harta warisan itu terbuka, namun tidak seorang pun dari seempat
golongan ahli waris tersebut yang tampil ke depan sebagai ahli waris atau mereka itu
menolak harta warisan, maka harta warisan itu dianggap sebagai harta warisan yang
tak terurus.
Dalam hal demikian, Balai harta peninggalah atau istiah lain disebut
Weekamer tanpa menunggu perintah dari hukum, wajib mengurus warisan yang tidak
terurus tersebut. Pekerjaan pengurusan itu harus dilaporkan kepada Kejaksaan Negeri
setempat. Jika terjadi perselisihan tentang apakah suatu harta peninggalan itu
dianggap terurus atau tidak, maka penentuan ini akan diputuskan oleh hakim. 94
94
Ibid., h. 38
BAB IV
183 KHI hanya menjelaskan bahwa, para ahli waris dapat bersepakat melakukan
bagiannya.95
1. Pengertian Takharuj
Takharuj (َََجeَ ) ﺕyang berasal dari kata َََجA (keluar) maksudnya suatu
Untuk mengeluarkan salah seorang ahli waris dalam menerima bagian pusaka
dengan memberikan suatu prestasi, baik peserta tersebut berasal dari harta milik
orang yang pada mengundurkannya maupun berasal dari harta peninggalan yang
bakal di bagi-bagikan.97 Apabila ada diatara ahli waris yang melepaskan haknya,
95
Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta, Akademika Pressindo, 2002,
Cet. Kedua, h. 86
96
M.Ali Hasan. Hukum Waris Dalam Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1996), Cet. Keenam, h.
114
97
Faturrahman. Ilmu Waris, (Bandung , PT. Al-maarif ), 1981, Cet Kedua, h. 468
secara keseluruhan arau sebagiannya, maka hal tersebut tidak menyalahi syati’at
kelompok takharuj, dalam masalah ini artinya adalah suatu musyawarah damai
diantara ahli waris yang di dalamnya ada sebagian anggota ahli waris yang
mengundurkan diri untuk tidak menginginkan haknya dan tidak mengambil bagian
dari warisannya nanti, kemudian bagian atau sebagian dari haknya itu diambil dan
atau imbalan tertentu baik (imbalan itu) dari harta peninggalan maupun dari yang
lain”.100
Berdasarkan wawancara penulis dengan salah satu ahli waris di daerah Jakarta,
berupa tanah kepada semua anaknya didaerah Wonogiri. Kemudian orang tuanya
meninggal, akhirnya semua tanah warisan diterima kepada ahli waris sesuai dengan
98
Hasan. Hukum Waris, h. 115
99
Imam Muchlas. Waris Mewaris Dalam Islam (Pasuruan : PT. Garoeda Buana Indah, 1996),
Cet. Pertama, h. 63
100
Usman dan Somawinata. Fiqih Mewaris, h. 152
wasiat yang di berikan kepada orang tuanya. Kemudian salah satu anaknya ( ahli
waris ) yang tinggal di jakarta setelah menerima warisan menyerahkan kepada kakak
1. Si pewaris tidak bisa mengurus tanah warisan, yang disebabkan tanah lokasi
Dari kasus tersebut diatas, dapat dipahami bahwa pengunduran diri atau
takharuj adalah kesepakatan para ahli waris tentang pengunduran salah seorang atau
prestasi/imbalan dari salah seorang atau beberapa ahli waris lainnya, hak imbalan
tersebut berasal dari harta perseorangan atau maupun dari harta peninggalan itu
sendiri.101
Pengeluaran diri ahli waris dari hak mewaris bukan berarti ia (Mutakharaj)
digolongkan kepada ahli waris mahjub (terhalang), mamnu (terlarang), dan juga
karana ia mempunyai beban hutang kepada pewaris atau para ahli waris lainnya,
101
Ibid., h. 153
1. Atas dasar ridho dan ikhlas (tanpa ada paksaan dari ahli waris lain) dari ahli waris
2. Kemungkinan lain adalah, seorang ahli waris mengundurkan diri atau diminta
mengundurkan diri oleh ahli waris lainnya. Baik dengan imbalan maupun tidak,
kesepakatan hak bagian warisanya dilimpahkan kepada ahli waris lainnya dengan
sikap pengeluaran diri itu atas dasar keridhoan/keikhlasan dari ahli waris yang
dikeluarkan dan para ahli waris lainnya. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam
102
Sayid Sabiq. Fiqih Sunnah, Jilid 14 (Bandung : PT. Al Ma’arif, 1995), Cet. Pertama
103
Hasan. Hukum Waris, h. 114
ahli waris ) dan berkata Hafiz Ibnu Hajar dan disambung oleh Ibnu Syaibah yang
sema’na dengannya. ( Shohih Bukhari bersama penjelasannya Fathul Bari )10104
tertentu sebagai prestasi kepada pihak lain dan pihak lain menyerahkan bagian
merupakan barang yang dibeli. Maka dengan demikian pengunduran diri atau
Jika prestasi yang diserahkan itu sebagai alat penukar terhadap tegenprestasi
yag baik diterimanya, maka pengunduran diri ini berstatus perjanjian tukar-menukar.
Disamping itu jika prestasinya yang diserahkan pada pihak yang diundurkan
itu diambil dari harta peninggalan itu sendiri, maka perjanjian pengunduran diri itu
104
Mufthi Syeikh Ahmad Huraidi, Fatwa-Fatwa Al-Azhar , Bab Takharuj, Juz. 2, h. .259, Pada
Tanggal 5 Syawal 1389 Bertepatan 17 Desember 1969 M.
105
Faturrahman. Ilmu Waris, h.468- 469
106
Ibid, Tegenprestasi adalah timbal balik dari pihak kedua atas prestasi yang diberikan dari
pihak pertama
107
Ibid
3. Dasar Hukum Pengunduran Diri
Dalam menerangkan dasar hukum adanya pengunduran diri ini para ulama
mengemukakan pendapatnya dengan berdasarkan pada salah satu hadits dari Ibnu
Suatu analogi bahwa setiap perjanjian yang bersifat timbale baik, baik berupa
pusaka) yang ketiga perjanjian ini data diterapkan kepada perjanjian takharuj, selali
dipenuhinya dan terutama bila para pihak yang mengadakan perjanjian telah saling
pasal yang terakhir, pasal 48 dari kitab undang-undang tersebut dijelaskan dengan
ahli waris, sekiranya dalam pembagian harta pusaka tersebut sebgagian ahli waris
sebagai berikut:
mereka dari mempusakai dengan kesesuaian yang sudah maklum apabila salah
seorang ahli waris bertakharuj dengan seorang ahli waris lainnya. Maka bagiannya
108
Imam Malik Bin Anas , Kitab "Muwattho", Bab "Tholaqul Mariedh", Terbitan Kementrian
Agama Dan Wakaf, Republik Arab Mesir, 1426 H/2005 M, Cet. Kesembilan, Hadist. 575, h. 180;
Imam Syafe'i, Kitab Musnad, Bab Thalaq Dan Rujuk, Terbitan Darul Kutub, Ilmiah Beirut-
Lebanon, h. 294. Oleh mufthi syeikh Ahmad Huraidi pada tanggal 5 syawal 1389 bertepatan 17
Desember 1969 M , fatwa-fatwa Al-Azhar bab takhooruj, juz 2, Hadist 31125, h. 259,
109
Faturrahman. Ilmu Waris, h. 470
dibagi antar mereka menurut perbandingan bagian mereka dalam harta peninggalan
dan jika sesuatu yang diserahkan itu diambilkan dari harta mereka didalam perjanjian
takharuj tidak diterangkan cara membagi bagian orang yang keluar maka bagian
A. Seorang ahli waris mengundurkan seorang ahliw aris yang lain dengan
memberikan sejumlah uang atau uang yang diambilkan dari miliknya sendiri.
Oleh karena ia telah memebrikan suatu prestasi kepada ahli waris yang
diundurkan, yang berupa bagian dari harta peninggalan yang semestinya akan
diterima pihak pertama seolah-olah telah membeli bagian pusaka pihak kedua.
Dengan sejumlah uang yang telah ia serahkan jadi pertama disamping mendapat
110
Ibid., h. 471
111
Ibid
b. Pihak yang diundurkan (Mutakharaj) harus dianggap dan diperhitungkan
sebagai ahli waris yang maujud yang harus dicari besar kecilnya saham yang
seharusnya diterima.
takharuj tetap dipakai sebagai asal masalah dalam pembagian harta pusaka
prestasi yang diambilkan dari ahrta peninggalan itu sendiri. Bentuk perjanjian
pengunduran diri ke II ini merupakan bentuk yang sangat umum banyak terjadi
dalam pembagian harta pusaka dari pada bentuk yang lain. Setelah sempurna
perjanjian takharuj ini dipenuhi, maka pihak yang diambil sejumlah tertentu yang
berikut:
a. Sisa harta peninggalan dibagi antar para ahli waris menurut perbandingan
sebab kalau demikian maka hasil dari penerimaan para ahli waris
C. Beberapa orang ahli waris mengundurkan ahli waris dengan memebrikan prestasi
yang diambilkan dari harta milik masing-masing secara urutan. Dalam hal ini
orang yang mengundurkan diri atau diundurkan oleh ahli waris seolah-olah telah
menjual haknya terhadap harta peninggalan dengan sejumlah prestasi yang telah
diberikan oleh ahli waris yang pada mengundurkannya, dan akibatnya seluruh
harta peninggalan untuk mereka semuanya. Besar kecilnya urutan (iuran) yang
ini adalah:
besarnya asal masalah dalam pembagian harta pusaka sebelum terjadinya takharuj
dapat dijadikan asal masalah dalam pembagian harta pusaka, setelah terjadinya
b. Ahli waris yang diundurkan dalam pembagian harta pusaka kepada ahli waris
112
Ibid., h. 472
113
Ibid
c. Dalam pembagian harta pusaka kepada mereka yang pada mengundurkannya,
1. Dalam pembayaran corak pertama, maka pembagian kepada ahli waris yang
2. Dalam pembayaran corak ke II, maka bagian orang yang diundurkan dibagi
sama rata. Demikian juga dalam perjanjia takharuj tersebut diterangkan cara-
masing-masing untuk dibagi secara sama rata, kalau tidak demikian tentunya
perundingan saham meerka dalam mempusakai atau tidak sama banyak, maka
besar kecilnya uang yang telah mereka bayarkan demi untuk melaksanakan
114
Ibid., h. 473
q. Penolakan Ahli Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
hanya berbentuk aktiva tapi juga termasuk pasiva, artinya tidak hanya berbentuk
benda-benda, hak-hak kebendaan atau piutang yang merupakan tagihan para ahli
waris, tetapi termasuk juga harta peninggalan itu semua hutang yang merupakan
beban atau kewajiban bagi para ahli warisnya untuk melunasi hutang-hutangnya. Hal
ini sebagaimana telah ditegaskan dalam pasal 1100 kitab undang-undang hukum
perata yang berbunyi “Para ahli waris yang telah menerima suatu warisan
diwajibkan dalam hal pembayaran hutang hibah wasiat dan beban yang lain,
memikul bagian yang seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari
warisan”.115
Berhubungan dengan itu, untuk menghindari beban yang berat bagi ahi waris
ada beberapa ketentuan yang akan memberikan kemungkinan kepada para ahli waris
untuk mengambil sikap yang menguntungkan. Para ahli waris mempunyai hak
wewenang atas permintaan untuk memperpajang jangka waktu ini satu atau beberapa
kali. Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pasal 1024 KUH Perdata.
115
Usman, Ikhtisar Hukum, h. 121
116
Ibid., h.122
Ahli waris yang hendak berfikir, mestilah mengajukan suatu pernyataan oleh
Pernyataan tersebut dapat berbentuk lisan, setelah itu dari pernyataan tersebut dapat
dibukukan suatu akta dalam suatu register yang disediakan untuk itu.117
Apabila tenggang waktu yang telah disediakan telah lewat, maka para ahli
waris dapat dipaksa untuk megambil sikap menerima warisan, menerima dengan
Hak berfikir dalam menentukan para ahli waris dicabut oleh ahli waris
sebagaimana disebutkan dalam pasal 1043 kitab undang-undang hukum perdata yang
hak memikir dan hak istimewa untuk menggadaikan pencatatan harta peninggalan,
Jika ahi waris menyatakan sikap menolak, maka ia tidak dapat lagi menerima
harta warisan. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam pasal 1058 kitab
Orang yang dapat menolak karena hendak membebaskan dirinya dari hutang
harta peninggalan, orang dapat menola karena benci kepada pewaris dan anak
117
A.Pitlo. Hukum Waris, h. 41
118
Usman. Ikhtisar Hukum, h. 122-123
cucunya, tetapi juga orang dapat menolak untuk menguntungkan waris serta atau
pelepasan hal lainnya, berlaku mulai sejak menyatakan kehendaknya untuk itu kepada
Seorang ahli waris dapat menolak warisan yang terbuka baginya, akan tetapi
pengadilan negeri untuk menyatakan sikap akan menolak warisan yang terbuka itu (
119
A.Pitlo. Hukum Waris, h. 40
120
Ibid
121
Ibid, h. 41
122
Efendi Perangin. Hukum Waris, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, Cet keempat, h.
171
Bahwa seorang itu dianggap tidak pernah menjadi ahli waris, jadi penolakan
Dalam literature hukum perdata, dasar hukum penolakan warisan diatur dalam
pasal 1057 sampai 1065 kitab undang-undang hukum perdata pasal 1057 menyatakan
bahwa penolaan harus dilakukan dengan tegas dalam pernyataan yang dibuat
dikepanitraan pengadilan negeri didalam wilayah harta warisan itu berada, dan dalam
a. Syarat dari penolakan adalah harus dilakukan setelah harta warisan terbuka atau
harus dilakukan setelah perisiwa kematia, menurut 1334 ayat 2 bahwa tidaklah di
b. Untuk memperolehnya mestilah orang yang masih hidup pada saat pewaris
meninggal dunia.125
123
Ibid
124
Anistus Amanat., Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, Jakarta,
PT. Raja Grafindo Persada, 2001, Cet kedua, h. 48
125
A. Pitlo. Hukum Waris, h. 14
c. Dilakukan dengan tegas di depan kepanitraan pengedilan negeri hukumnya
waktu empat bulan, ahli waris diberikan kesempatan berfikir untuk menentukan
Setelah syarat-syarat diatas terpenuhi, maka ahli waris sudah dapat dinyatakan
a. Seseorang akan kehilangan haknya untuk mewaris, sehingga orang itu di anggap
tidak pernah menjadi ahli waris (pasal 1058) & bagian legietieme portienyapun
akan hilang.126
b. Si ahli waris yang menolak dinyatakan tidak pernah menjadi ahli waris, dan
karena berpindah atau jatuh kepada mereka sebagai para ahli waris yang sedianya
berhak atas bagian warisan itu seandainya orang yang menolak tidak hidup pada
waktu meninggalnya orang yang mewariskan. Hal ini telah ditegaskan dalam
c. Keturunan dari ahli waris yang menolak tidak bisa mewaris karena pengertian
apabila si ahli waris mempunyai hutang maka ada kemungkinan para berpiutang
terhadap orang yang menolak suatu warisan untuk kerugian mereka dapat meminta
dikuasakan oleh hakim untuk atas nama si yang berutang itu, sebagai pengganti dari
dan untuk orang itu, sebagai pengganti dari dan untuk orang itu.
benda yang termasuk harta peninggalan, kehilangan haknya untuk menolak , ia tetap
menjadi waris murni, meskipun ia menolak. Sedangkan ia tidak dapat menuntut suatu
bagian pun dalam harta benda yang telah dihilangkan atau disembunyikan itu
menurut pasal 1064, pada pasal 1064, memberikan perlindungan kepada ahli waris
bahwa “Tidak seorang dapat seluruhnya dipulihkan kembali dari penolakan suatu
Perbedaan hasil terhadap suatu masalah adalah hal yang bersifat wajar dalam
arti bahwa semua orang boleh memberikan suatu analisa yang mungkin berbeda
127
Wirjono Prodjodikoro. Hukum Kewarisan Di Indonesia, Sumur Bandung, 1980, Cet.
Keenam, h. 131
128
Perangin. h. 171
antara satu dengan yang lainnya walaupun demikian pula dalam masalah yang sama
namun dalam masalah penolakan menjadi ahli waris menurut hukum Islam dan ktiab
waris yang telah dibahas. Bila dikorelasikan dengan penjabaran atau objek
pembahasan hukum waris islam, baik menurut persepsi utama dan atau menurut
waris.
Adapun perbedaan antara penolakan menjadi ahli waris menurut hukum islam
dan kitab undang-undang hukum perdata adalah pada segi pengertiannya. Dalam
penolakan menjadi ahli waris menurut kitab undang-undang hukum perdata memiliki
warisan) dari ahli waris lainnya.130 Dan bagian legietieme portienyapun akan
hilang.131
menjadi ahli waris memiliki pengertian pengunduran diri atau takharuj adalah
kesepakatan para ahli waris tentang pengunduran salah seorang atau beberapa orang
129
A. Pitlo. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Jakarta,
Penerbit Intermasa, 1986, Cet Kedua, h. 41
130
Ibid., h. 42
131
Perangin. h. 12
di antara mereka dari penerimaan warisan setelah menerima prestasi/imbalan dari
salah seorang atau beberapa ahli waris lainnya, baik imbalan tersebut berasal dari
harta perseorangan atau maupun dari harta peninggalan itu sendiri. 132
menolak suatu harta warisan harus terjadi dengan tegas, dan dilakukan dengan suatu
pernyataan yang dibuat kepanitraan pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya
cukup dengan ucapan atau sikap dari ahli waris yang mengundurkan atau
menolak bagian yang seharusnya didapat karena hendak membebaskan diri dari
ahli waris bebas dari segala tanggung jawabnya. Khususnya melunasi beban hutang si
waris (orang yang meninggal dunia).133 Sedangkan dalam hukum kewarisan islam,
membayar hutang tetap sebagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh para ahli
waris134, walaupun salah satu ahli waris tersebut mengudurkan diri menjadi ahli
waris.
132
Usman dan Somawinata. Fiqh Mawaris, h. 153
133
A. Pitlo. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Jakarta,
Penerbit Intermasa, 1986, Cet Kedua, h.40
134
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, Cet. Keempat, h.
48
Di samping itu pula terdapat beberapa persamaan yang mendasar dari sikap
penolakan menjadi ahli waris menurut hukum perdata dengan sikap pengunduran diri
menjadi ahli waris menurut hukum islam. Persamaan-persamaan tersebut antara lain
adalah setiap orang yang meninggal dunia segala hak dam kewajiban berpindah
kepada ahli waris.135selain itu pula dengan adnya sikap penolakan dan pengunduran
diri dari kelompok ahli waris akan menguntungkan para ahli waris atau ahli waris
dari kelompok berikutnya.136 Dan pengunduran diri menjadi ahli waris bagiannya
Jadi secara ringkas persamaan dan perbedaan penolakan ahli waris menurut
a. Perbedaan penolakan ahli waris menurut hukum islam dan kitab undang-undang
hukum perdata :
135
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Presfektif Islam, Adat, dan BW, Bandung,
PT. Refika Aditama, 2007, Cet Kedua, h.26
136
A. Pitlo. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Jakarta,
Penerbit Intermasa, 1986, Cet Kedua, h. 40
137
Imam Muchlas. Waris Mawaris Dalam Islam, h. 63
para ahli waris. hukum perdata tidak diatur adanya
pemberian imbalan / prestasi.
b. Persamaan penolakan ahli waris menurut hukum islam dan kitab undang-
1. Setiap orang yang meninggal dunia seketika itu juga hak dan kewajiban
pewaris atau orang yang meninggal dunia berpindah kepada ahli waris.
2. Sikap penolakan dan pengunduran diri dari kelompok ahli waris akan
menguntungkan para ahli waris atau ahli waris dari kelompok berikutnya. Dan
pengunduran diri menjadi ahli waris bagiannya dan tempat kedudukannya
s. Analisis
Dalam hal menolak warisan ini menurut hukum kewarisan islam bahwa
seorang ahli waris boleh saja menolak harta warisan atau tidak mau menerimanya
bukan dengan alasan ia ingin membebaskan diri dari hutang-hutang pewaris seperti
melainkan atas kemauannya sendiri saja. Dengan alasan untuk menambah bagian
kepada ahli waris lain. Sedangkan dalam hukum kewarisan perdata barat (Burgeljik
Wetboek) seorang ahli waris dapat menolak untuk menerima warisan dikarenakan
ingin membebaskan diri dari hutang-hutang pewaris. Hal ini dibolehkan, yang
berakibat ahli waris tersebut menyerahkan semua benda yang termasuk warisan
kepada kekuasaan.
Penolakan menjadi ahli waris menurut hukum perdata adalah pelepasan hak
Dengan menolak menjadi ahli waris, akan terhindar dari segala kewajiban
yang seharusnya menjadi tanggung jawab ahli waris, kewajiban itu salah satunya
meliputi melunasi utang pewaris jika pewaris meninggalkan utang sewaktu masa
hidupnya.
beberapa hak yang berhubungan dengan harta peninggalan pewaris (orang yang
meninggal dunia) yang wajib di tunaikan sebelum warisan dibagi kepada ahli waris.
Adapun hak-hak tersebut adalah :
2. Pelunasan Hutang
Utang merupakan tanggungan yang harus dilunasi dalam waktu tertentu (yang
disepakati) sebagai akibat dari imbalan yang telah di terima orang yang utang.
Apabila seseorang yang meninggalkan utang pada orang lain belum bayar, maka
harta itu di bagikan kepada ahli waris.139 Dasar hukum tentang wajibnya
didahulukan pelunasan hutang pewaris dijelaskan dalam firman Allah dalam surat
KLM J
F5GHI
;U' ⌧@T
S NOPQR
*44=
$5@ -[*\ A ,MXY*U#Z3
VW
,MX"`"a/
*_N*\ ☯5 6^
-e4 S ⌧)"*+ "' *U?? $cd*\
cd*\ <hR.4 fg"#⌧@
I"1i34 A
!&<
138
Ahmad Rofiq. Fiqih Mawaris (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1995), Cet Ketiga, h.40
139
Ahmad Rofiq, Hukum Waris, h. 48-49
R?"1 @' A m:Rn
&'s6*\
M/y 44= wkx p
I BwYH4
NO5@5" "1
5 G
"-4mrfR*+ z{ NO5@5" h7N14=4
A 7?/E"# N15G* }~"/4= NOc|I4=
T
:-e G
8&' <wzI*\
(١١: ٤/"ء# ) اU☺ G ☺" "-⌧@
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan ; dan
jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua. Maka bagi mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh
separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka
ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara,
Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah
dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang
tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih
dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.( An-Nissa / 4 : 11 )
3. Wasiat adalah tindakan ikhtiyariyah yang bersifat sukarela tanpa dipengaruhi oleh
sebagian harta kekayaan kepada suatu badan atau orang lain, wajib dilaksanakan
4. Pusaka yang dimiliki oleh para waris, apabila masih ada sisa harta, sesudah
dan wasiat.
140
Ibid., h. 52-53
Maka sisa itu menjadi hak para ahli waris dan dibagikan sesuai ketentuan
syarat sendiri.141 Dengan demikian para ahli waris berkewajiban untuk menyelesaikan
2. Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya
• Golongan laki-laki terdiri dari : Ayah, anak laki, saudara laki-laki, paman
dan kakek.
Yang perlu di perhatikan di dalam pembagian warisan ketika pewaris masih hidup
adalah keadalan. Betapapun juga ketentuan warisan didalam Al-Qur’an tetap perlu
dijadikan acuan karena dengan demikian baik bagi pewaris yang akan menghadap
kepada sang khaliq, juga tidak terbebani karena persoalan kebendaan, dan ahli
warisnya juga dapat menerima kenyataan dari bagian yang seharusnya diterimanya
Menurut hukum Islam penolakan mejadi ahli waris tidak ada ketentuannya
yang terdapat dalam aturan waris islam adalah adanya pengunduran diri (takharuj)
menjadi ahli waris dan pengunduran diri itu berdasarkan kesepakatan ahli waris
dengan salah satu ahli waris lainnya. 144 dan bukan berdasarkan ahli waris melihat
pasal 1146 yang berbunyi “ Mempunyai hubungan dengan kewajiban para ahli waris
142
Usman dan Somawinata. Fiqih Mawaris, h.52
143
Ahmad Rofiq. Fiqih Mawaris, h.202
144
Usman & Somawinata. Fiqh Mawaris, h. 152
145
Amir martosoedono. Hukum Waris, semarang, penerbit effhar, Cet, ketiga, h. 117
Penolakan menjadi ahli waris dalam hukum perdata dibenarkan dengan tujuan
membuat keputusan itu adalah pengadilan. Namun segala keputusan itu tidak sesuai
dengan aturan Al-Qur’an dan Hadits bahwa seorang ahli waris itu mempunyai
kewajiban membayar hutang orang yang meninggalkan harta warisan, karena itu
merupakan hak-hak orang yang meninggal, maka menurut hukum islam penolakan
menjadi ahli waris dalam kitab undang-undang hukum perdata tidak dibenarkan dan
tidak diakui keabsahannya karena tidak sesuai dengan aturan warisan menurut hukum
Islam.
BAB V
A. Kesimpulan
146
A. Pitlo. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Jakarta,
Penerbit Intermasa, 1986, Cet Kedua, h. 40
1. Pengertian takharuj menurut hukum islam adalah suatu perjanjian/kesepakatan
yang diadakan oleh para ahli waris salah satu dari mereka yang
a. Ada kehendak untuk keluar menjadi ahli waris atau dasar keridhoan
(keikhlasan) sendiri.
b. Dan ada yang mengundurkan diri oleh ahli waris lainnya baik dengan
kaya raya.
kesepakatan dari para ahli waris yang mengundurkan dari ahli waris yang
3. Dalam hukum perdata seseorang menolak menjadi ahli waris ada beberapa
sebab :
menolak.
4. Persamaan penolakan ahli waris menurut hukum islam dan menurut kitab
1) Setiap orang yang meninggal dunia seketika itu juga hak dan kewajiban
2) Sikap penolakan dan pengunduran diri menjadi ahli waris atau ahli waris
waris lainnya.
2) Menurut hukum perdata harus terjadi dengan tegas, dan dilakukan dengan
hutang.
B. Saran-Saran
warisan ( takharuj ).
Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam :Pengantar Ilmu Dan Tata Hukum Islam Di
Indonesia , Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2000, Cet Ke-8
Apeldorn, L.J. Van, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 1996,
Cet. Ke-26
Azhari, Tahir, Kompilasi Hukum Islam Sebagai Alternatif :Suatu Analisa Sumber-
Sumber Hukum Islam, Dalam Mimbar Hukum, Jakarta, Al-Hikmah Dan
DITBINBAPERA, 1991.
Ash-Shiddiqey, TM Hasby, Fiqih Mawaris, Semarang, PT. Rizki Putra, 2001, Cet
Ke-3.
Afif, A. Wahab, Hukum Kewarisan Antara Hukum Adat Dan Islam, Seminar Hukum
Waris Bagi Umat Islam, Buku Laporan, Proyek Pembinaan Badan Peradilan,
Departemen Agama, 1997/1998.
Abi hasan Bin Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairy Al – Naisabury, Shahih Muslim,
Bairut –Lebanono, Dar ‘ Alkitab Al-Arabi, Hadits. 4143
Bakri, Hasbullah Dalam Idris Ramulyo, Perbandingan Umum Kewarisan Islam Dan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Pedoman Ilmu, 1992
Djamil, Faturrahman, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos, Publishing House, 1996,
Cet Ke-1
Djalil, A.Basiq, Pernikahan Lintas Agama (Dalam Persfektif Fiqih Dan Kompilasi
Hukum Islam), Penerbit Qolbun Salim, 2005, Cet Ke-1.
Hanafi, Ahmad, Pengantar Dan Sejarah Islam, Jakarta, PT. Bulan Bintang, 1991, Cet
Ke-6
Hasan, M.Ali, Hukum Dalam Islam, Jakarta, PT.Bulan Bintang, 1996, Cet Ke-6
Hasbiyallah, Belajar Ilmu Waris, Bandung , PT. Remaja Rosdakarya, 2007, Cet Ke-1
Imam Malik Bin Anas, Kitab “Muwattho” , Bab “ Tholaqul Mariedh”, Terbitan
Kemeterian Agama Dan Wakaf, Republik Arab Mesir, 1426 H/2005 M, Cet
Ke-9, Hadist. 575, Imam Syafe’i, Kitab Musnad, Bab Thalaq dan Rujuq,
Terbitan Darul Kutub, Ilmiah Beirut Lebanon.
Muchlas, Imam, Waris Mewaris Dalam Islam, Pasuruan, PT. Garoeda Indah,1996,
Cet Ke-1.
Muzakir, Fiqih Sunah, Jilid 14, Bandung , Pt. Al-Maarif, 1995, Cet Ke-2
Muthfi Syeih Ahmad Huraidi, fatwa-Fatwa al-Azhar , Bab Takharuj, Juz, 2, Pada
Tanggal 5 syahwal Bertepatan 17 Desember 1969 M
Perangin, Effendi, Hukum Waris, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, Cet Ke-4
Rofiq, Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2000, Cet.Ke-4
Rosyida, Dede, Hukum Islam Dan Pranata Sosial, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 1993, Cet Ke-1
Syihab, Umar, Hukum Islam Dan Transformasi Pemikiran, Semarang, Dina Utama,
1996, Cet Ke-1
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (Burgelijk Wetboek, Cet Ke-2
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata , Jakarta, PT. Intermasa, 1987, Cet Ke-21
Suparman, Eman, Hukum waris Indonesia dalam Persfektif Islam, Adat dan BW,
Bandung, PT. Refika Aditama, 2007, Cet Ke-2
Sunan Imam Baihaqi, Tidak Dapat Warisan Bagi Pembunuh, Jili 2, Hadist. 12604,
Abdurrozak Mushnaf, Jilid 9, Hadist 17798
Thalib, Sayuti, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Jakarta, PT. Bina Aksara,
1987. Cet Ke-3
Usman, Suparman dan Somawinata, Yusuf, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam,
Jakarta, Gaya Media Pratama, 1997, Cet. Ke-1