Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

OSTEOPOROSIS

Disusun Oleh :
Ayu Fatmawati
Santa Clarita Siregar
Gedung STIKes Banten, Jalan Raya Rawa Buntu No. 10, BSD City – Serpong, Tangerang Selatan
15318
OSTEOPOROSIS

A. DEFINISI
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti
berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang
mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur
tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma, Itali, 1992
Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan
mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat
meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka,
ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah
tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan
kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001, National Institute of Health
(NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
compromised bone strength sehingga tulang mudah patah ( Sudoyo, 2009 ).
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
a. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan
proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia
decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan perbandingan 68:1 pada
usia rata-rata 53-57 tahun.Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan
proses penuaan, sedangkan osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat
hal hal tertentu. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama karena lebih banyak
ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada wanita menopause dan usia
lanjut merupakan contoh dari osteoporosis primer.
b. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang. Osteoporisis
sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk kelainan endokrin, epek
samping obat obatan, immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder, terjadi penurunan densitas tulang yang
cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid,
artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik,
hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status hipogonade, dan lain-lain.
B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1. Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetic
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada
umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pada bangsa Kaukasia. Jadi seseorang yang
mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena
osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik. Bertambahnya
beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa
tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik beban mekanik yang berat akan
mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis
atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada
lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien
yang harus istirahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar
angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan
dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di samping faktor genetik.
c. Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral),
pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan.
Pemberian makanan yang berlebih (misalnya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan
tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.
2. Determinan penurunan Massa Tulang
a. Faktor genetic
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada
seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai
sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat
genetiknya serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar,
kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka
individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai
tulang kecil pada usia yang sama.
b. Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang
schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara
faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan
bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut
pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan
nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya
rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif,
sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan
kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat
antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa
menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta
ekskresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause
adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang.
Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui
urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri,
tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan
mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran
kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan
mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative.
e. Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan
massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok
terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi
kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan
alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin
yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada
perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon
estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah
menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama
setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan
dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan
tulang baru (osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering
kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebakan oleh
keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat,
anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk
keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal
ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

C. PATOFISIOLOGI
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic dan faktor
lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia, jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah
melahirkan. Faktor mekanis meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup,
mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan. Kedua faktor diatas akan menyebabkan
melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium
bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat
yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru
sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi suatu proses yang
berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan
tulang (remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorbsi lebih
besar dari pada proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang dan keadaan
inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis, pertumbuhan tulang akan
sampai pada periode yang disebut dengan peride konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses penambahan
kepadatan tulang atau penurunan porositas tulang pada bagian korteks. Proses konsolidasi secara
maksimal akan dicapai pada usia kuarang lebih antara 30-45 tahun untuk tulang bagian korteks dan
mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih dini pada tulang bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun pria akan mengalami
proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap tahun, sedangkan tulang bagian trabekula
akan mengalami proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita, proses berkurangnya massa tulang
tersebut pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada wanita sesudah menopause, proses ini akan
berlangsung lebiuh cepat. Pada pria seusia wanita menopause massa tulang akan menurun berkisar antara
20-30%, sedang pada wanita penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang
ini berbagai bagian tubuh ternyata tidak sama.
Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan massa tulang tersebut
lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut: metacarpal, kolum femoris serta korpus
vertebra, sedang pada bagian tubuh yang lain, misalnya : tulang paha bagian tengah, tibia dan panggul,
mengalami proses tersebut secara lambat.
Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola yang sama
dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks serta pelebaran lumen, sehingga secara anatomis
tulang tersebut tampak normal. Titik kritis proses ini akan tercapai apabila massa tulang yang hilang
tersebut sudah sedemikian berat sehingga tulang yang bersangkutan sangat peka terhadap trauma mekanis
dan akan mengakibatkan terjadinya fraktur. Bagian-bagian tubuh yang sering mengalami fraktur pada
kasus osteoporosis adalah vertebra, paha bagian prosimal dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat
terjadi oleh karena berbagai sebab, akan tetapi yang paling sering dan paling banyak dijumpai adalah
osteoporosis oleh karena bertambahnya usia.

D. MANIFESTASI KLINIS
Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tidak mempunyai
keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis mengenai tulang seluruh
tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau
pada daerah yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris). Korpus vertebra menunjukan
adanya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien
menurun dan terdapat lengkung vertebra abnormal (kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering
merupakan predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering
terjadi pada pasien usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan korteks serta
trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adanya variasi ketebalan trabekular pada
individu ”normal” yang berbeda.
Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika osteoporosis
dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara analisis kimia dari abu tulang tidak
menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat, dan alkali fosfatase yang
normal dalam serum.

Manifestasi osteoporosis :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata
2. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
3. Nyeri timbul mendadak
4. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang. Bagian-bagian tubuh yang sering fraktur
adalah pergelangan tangan, panggul dan vertebra
5. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
6. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas atau karena suatu
pergerakan yang salah
7. Deformitas vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tinggi badan, Hal ini terjadi oleh karena
adanya kompresi fraktur yang asimtomatis pada vertebra.
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena
jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Selain itu, yang juga sering
terjadi karena adalah patah tulang lengan di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang
disebut fraktur Colles, Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami secara perlahan.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat dilihat
pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat.
Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus ke
dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyao nilai penting dalam
diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm 3 baisanya tidak menimbulkan fraktur
vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm 3 ada pada hampir semua klien
yang mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata
b. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang
pembentukkan Ct)
c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun
d. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.

F. PENATALAKSANAAN
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan
pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap
demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang
tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk
meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium karbonat).
Pada menopause, terapi pergantian hormone (HRT=hormone replacemenet therapy) dengan
estrogen dan progesteron dapat diresepkan untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah
terjadinya patah tulang yang diakibatkannya. Wanita yang telah mengalami pengangkatan ovarium atau
telah menjalani menopause prematur dapat mengalami osteoporosis pada usia yang cukup
muda;penggantian hormon perlu dipikirkan pada pasien ini estrogen menurunkan resorpsi tulang tapi
tidak meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormon dalam jangka panjang masih dievaluasi. Estrogen
tidak akan mengurangi kecepatan kehilangan tulang dengan pasti. Terapi estrogen sering dihubungkan
dengan sedikit pengingkatan insidensi kanker payudara dan endometrial. Maka selama HRT pasien harus
diperiksa payudaranya setiap bulan dan diperiksa panggulnya termasuk masukan papanicolaou dan biopsi
endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua kali setahun.
Obat-obat lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium
fluorida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara primer menekan kehilangan tulang dan diberikan secara
injeksi subkutan atau intra muscular. Efek samping ( mis gangguan gastrointestinal, aliran panas,
frekuensi urin) biasanya ringan dan kadang-kadang dialami. Natrium fluoride memperbaiki aktifitas
osteoblastik dan pembentukan tulang ; namun,kualitas tulang yang baru masih dalam pengkajian. Natrium
etidronat, yang menghalangi resorpsi tulang osteoklastik, sedang dalam penelitian untuk efisiensi
penggunaannya sebagai terapi osteoporosis.

G. KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis,
fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
i. Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status
kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang
dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat psikososial.
1. Anamnese
a) Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama
perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan
alamat.
b) Riwayat Kesehatan
Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi adanya :
a. Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan pinggang
b. Berat badan menurun
c. Biasanya diatas 45 tahun
d. Jenis kelamin sering pada wanita
e. Pola latihan dan aktivitas
c) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi,
berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan
merasa lebih baik. Selain itu, olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia
memerlukan aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan
interaksi yang kompleks antara saraf dan muskuloskeletal.
Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian adalah agility
( kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun, dan stamina menurun.
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki
b. B2 ( Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer
memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.

c. B3 ( Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan
gelisah.
a) Kepala dan wajah : ada sianosis
b) Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
c) Leher : Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi
adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra
d. B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.
e. B5 ( Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji frekuensi, konsistensi,
warna, serta bau feses.
f. B6 ( Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukan kifosis atau
gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan,
deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara
vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
3. Pemeriksaan penunjang
a) Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat dilihat
pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat.
Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transversal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nucleus pulposus
kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
b) CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan
terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm 3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau
penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm 3 ada pada hampir semua klien yang
mengalami fraktur.
ii. Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot, deformitas tulang.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh.
4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan
kurang informasi, salah persepsi.
iii. Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, spasme otot, deformitas tulang.
· Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
nyeri berkurang.
· Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang dan
istirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana.
Intervensi Rasional
· Pantau tingkat nyeri pada punggung, · Tulang dalam peningkatan jumlah
nyeri terlokalisasi atau menyebar pada trabekular, pembatasan gerak spinal.
abdomen atau pinggang. Skala nyeri 7-9 yaitu
nyeri berat.
· Ajarkan pada klien tentang alternative lain · Alternatif lain untuk mengatasi nyeri,
untuk mengatasi dan mengurangi rasa pengaturan posisi, kompres hangat dan
nyerinya. sebagainya.
· Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri : · Keyakinan klien tidak dapat menoleransi obat
yang adekuat atau tidak adekuat untuk
- Aspirin mengatasi nyerinya.
- Phenyl-butazone
- Naproxen
- Ibuprofen
- Diclofenac
- Piroxicam
- Tenoxicam
- Celecoxib
- Lumiracoxib

· Rencanakan pada klien tentang periode · Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan
istirahat adekuat dengan berbaring dalam minat untuk aktivitas sehari-hari.
posisi telentang selama kurang lebih 15 menit

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis),
nyeri sekunder atau fraktur baru.
· Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan
klien mampu melakukan mobilitas fisik.
· Kriteria hasil: Klien dapat meningkatan mobilitas fisik ; klien mampu
melakukan aktivitas hidup sehari hari secara mandiri.

Intervensi Rasional
· Kaji tingkat kemampuan klien yang masih · Dasar untuk memberikan alternative dan
ada. latihan gerak yang sesuai dengan
kemapuannya.
· Rencanakan tentang pemberian program · Latihan akan meningkatkan pergerakan otot
latihan : dan stimulasi sirkulasi darah
ü Bantu klien jika diperlukan latihan
ü Ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari
hari yang dapat dikerjakan
ü Ajarkan pentingnya latihan.

· Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan · Aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri
melakukan aktivitas hidup sehari hari.
· Peningkatan latihan fisik secara adekuat : · Dengan latihan fisik :
ü Dorong latihan dan hindari tekanan pada
tulang seperti berjalan
ü Masa otot lebih besar sehingga memberikan
ü Instruksikan klien untuk latihan selama perlindungan pada osteoporosis
kurang lebih 30menit dan selingi dengan
ü Program latihan merangsang pembentukan
istirahat dengan berbaring selama 15 menit
tulang
ü Hindari latihan fleksi, membungkuk tiba–
tiba,dan penangkatan beban berat

ü Gerakan menimbulkan kompresi vertical


dan fraktur vertebra.

3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh.
· Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Cedera
tidak terjadi
· Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, Klien dapat
menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur

Intervensi Rasional
· Ciptakan lingkungan yang nyaman : · Menciptakan lingkungan yang aman dan
mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
ü Tempatkan klien pada tempat tidur rendah
ü Amati lantai yang membahayakan klien
ü Berikan penerangan yang cukup
ü Tempatkan klien pada ruangan yang
tertutup dan mudah untuk diobservasi
ü Ajarkan klien tentang pentingnya
menggunakan alat pengaman di ruangan.
·Berikan dukungan ambulasi sesuai dengan · Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa dapat
kebutuhan : menyebabkan mudah jatuh.
ü Kaji kebutuhan untuk berjalan
ü Konsultasi dengan ahli therapist
ü Ajarkan klien untuk meminta bantuan bila
diperlukan
ü Ajarkan klien untuk berjalan dan keluar
ruangan
· Bantu klien untuk melakukan aktivitas hidup · Penarikan yang terlalu keras akan
sehari-hari secara hati-hati. menyebabkan terjadinya fraktur.
· Ajarkan pada klien untuk berhenti secara · Pergerakan yang cepat akan lebih
perlahan, tidak naik tanggga, dan mengangkat memudahkan terjadinya fraktur kompresi
beban berat. vertebra pada klien osteoporosis.
· Ajarkan pentingnya diet untuk mencegah · Diet kalsium dibutuhkan untuk
osteoporosis : mempertahankan kalsium serum, mencegah
bertambahnya kehilangan tulang. Kelebihan
ü Rujuk klien pada ahli gizi kafein akan meningkatkan kalsium dalam
ü Ajarkan diet yang mengandung banyak urine. Alcohol akan meningkatkan asidosis
kalsium yang meningkatkan resorpsi tulang

ü Ajarkan klien untuk mengurangi atau


berhenti menggunakan rokok atau kopi
· Ajarkan tentang efek rokok terhadap · Rokok dapat meningkatkan terjadinya
pemulihan tulang asidosis
· Observasi efek samping obat-obatan yang · Obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat
digunakan menyebabkan pusing, megantuk, dan lemah
yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh

4. Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan
kurang informasi, salah persepsi.
· Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan klien memahami tentang
penyakit osteoporosis dan program terapi.
· Kriteria hasil: Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi
yang diberikan, klien tampak tenang.

Intervensi Rasional
· Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang · Memberikan dasar pengetahuan dimana klien
akan datang dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.

· Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor · Informasi yang diberikan akan membuat
yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis klien lebih memahami tentang penyakitnya
· Berikan pendidikan kepada klien mengenai · Suplemen kalsium ssering mengakibatkan
efek samping penggunaan obat nyeri lambung dan distensi abdomen maka
klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium
bersama makanan untuk mengurangi terjadinya
efek samping tersebut dan memperhatikan
asupan cairan yang memadai untuk
menurunkan resiko pembentukan batu ginjal

iv. Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa Implementasi Evaluasi


1. Nyeri berhubungan dengan · Memantau tingkat nyeri S : Klien mengatakan
dampak sekunder dari fraktur pada punggung, nyeri nyeri berkurang
vertebra, spasme otot, deformitas terlokalisasi atau menyebar pada
O : Dapat melakukan
tulang. abdomen atau pinggang. Skala
perawatan secara
nyeri 7-9 yaitu nyeri berat.
mandiri dan
· Mengajarkan pada klien penanganannya secara
tentang alternative lain untuk sederhana.
mengatasi dan mengurangi rasa
A : Masalah teratasi
nyerinya.
sebagian
· Mengkaji obat-obatan
P : Intervensi
untuk mengatasi nyeri.
dilanjutkan :
- Aspirin
· Pantau tingkat
- Phenyl-butazone nyeri pada punggung,
nyeri terlokalisasi atau
- Naproxen menyebar pada
- Ibuprofen abdomen atau
pinggang. Skala nyeri
- Diclofenac 7-9 yaitu nyeri berat.
- Piroxicam · Ajarkan pada
- Tenoxicam klien tentang alternative
lain untuk mengatasi
- Celecoxib dan mengurangi rasa
nyerinya.
- Lumiracoxib
· Kaji obat-obatan
· Merencanakan pada klien
untuk mengatasi nyeri.
tentang periode istirahat adekuat
dengan berbaring dalam posisi - Aspirin
telentang selama kurang lebih 15
- Phenyl-butazone
menit
- Naproxen
- Ibuprofen
- Diclofenac
- Piroxicam
- Tenoxicam
- Celecoxib
- Lumiracoxib
· Rencanakan pada
klien tentang periode
istirahat adekuat
dengan berbaring dalam
posisi telentang selama
kurang lebih 15 menit
2. Hambatan mobilitas fisik · Mengkaji tingkat S : Klien mengatakan
berhubungan dengan disfungsi kemampuan klien yang masih sudah bisa beraktivitas
sekunder akibat perubahan ada. kembali
skeletal (kifosis), nyeri sekunder
· Merencanakan tentang O : Dapat beraktivitas
atau fraktur baru.
pemberian program latihan : secara mandiri
ü Membantu klien jika A : Masalah teratasi
diperlukan latihan
P : Intervensi
ü Mengajarkan klien tentang dihentikan
aktivitas hidup sehari hari yang
dapat dikerjakan
ü Mengajarkan pentingnya
latihan.
· Membantu kebutuhan
untuk beradaptasi dan
melakukan aktivitas hidup sehari
hari.
· Meningkatan latihan fisik
secara adekuat :
ü Mendorong latihan dan
hindari tekanan pada tulang
seperti berjalan
ü Menginstruksikan klien untuk
latihan selama kurang lebih
30menit dan selingi dengan
istirahat dengan berbaring
selama 15 menit
ü Menghindari latihan fleksi,
membungkuk tiba– tiba,dan
penangkatan beban berat
3. Risiko cedera berhubungan · Menciptakan lingkungan S : Klien mengatakan
dengan dampak sekunder yang nyaman : sudah bisa beraktivitas
perubahan skeletal dan
ü Menempatkan klien pada O : Dapat menghindari
ketidakseimbangan tubuh
tempat tidur rendah aktivitas yang
mengakibatkan fraktur
ü Mengamati lantai yang
membahayakan klien A : Masalah teratasi
ü Memberikan penerangan yang P : Intervensi
cukup dihentikan
ü Menempatkan klien pada
ruangan yang tertutup dan
mudah untuk diobservasi
ü Mengajarkan klien tentang
pentingnya menggunakan alat
pengaman di ruangan.
· Memberikan dukungan
ambulasi sesuai dengan
kebutuhan :
ü Mengkaji kebutuhan untuk
berjalan
ü Mengkonsultasi dengan ahli
therapist
ü Mengajarkan klien untuk
meminta bantuan bila diperlukan
ü Mengajarkan klien untuk
berjalan dan keluar ruangan
· Membantu klien untuk
melakukan aktivitas hidup
sehari-hari secara hati-hati.
· Mengajarkan pada klien
untuk berhenti secara perlahan,
tidak naik tanggga, dan
mengangkat beban berat.
· Mengajarkan pentingnya
diet untuk mencegah
osteoporosis :
ü Merujuk klien pada ahli gizi
ü Mengajarkan diet yang
mengandung banyak kalsium
ü Mengajarkan klien untuk
mengurangi atau berhenti
menggunakan rokok atau kopi
· Mengajarkan tentang efek
rokok terhadap pemulihan tulang
· Mengobservasi efek
samping obat-obatan yang
digunakan
4. Kurangnya pengetahuan · Mengkaji ulang proses S : Klien mengatakan
mengenai proses osteoporosis dan penyakit dan harapan yang akan sudah memahami
program terapi yang berhubungan datang tentang penyakit
dengan kurang informasi, salah osteoporosis dan
· Mengajarkan pada klien
persepsi. program terapi
tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya O : Pengetahuan klien
osteoporosis jadi bertambah
· Memberikan pendidikan A : Masalah teratasi
kepada klien mengenai efek
P : Intervensi
samping penggunaan obat
dihentikan

DAFTAR PUSTAKA

Tandra, H, 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis Mengenal,
Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing
Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua : Penerbit PT
Bhuana Ilmu Populer
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol.2. Jakarta
Anonim, 2013/05. www.debyrahmad.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai