PENDAHULUAN
1
atas hadits tidaklah begitu besar. Keberadaan Rasul di tengah-tengah mereka
sudah dianggap cukup untuk menjadi narasumber atas persoalan-persoalan
agama. Pada masa pemerintahan khulafa’urrasyidin, kritik hadis mulai terlihat
mencuat. Terbukti dengan semakin berhati-hatinya para sahabat dalam
menerima hadis. Hal ini sebagaimana yang terjadi dengan Abu Bakar saat
ditanya tentang bagian warisan seorang nenek. Begitu juga ‘Umar saat bertanya
kepada Abu Musa al-‘Asy’ari tentang keabsahan anjuran mengetuk pintu
sebanyak tiga kali saat bertamu. Bahkan Ali bin Abi Thalib tidak akan
menerima hadits dari seseorang, sebelum ia bersumpah. Hal ini
mengindikasikan bahwa para sahabat begitu antusias untuk memelihara sunnah
Rasul.
Metode kritik hadits terus berkembang pesat, ditandai dengan lahirnya
beberapa karya ulama tentang kritik sanad hadis. Kritikan tersebut ditulis dalam
kitab tersendiri dan memuat seluruh riwayat yang dimiliki oleh masing-masing
perawi. Selanjutnya, penulisan kritik hadits menjadi lebih sistematis dengan
dilakukannya penelitian atas sanad secara terpisah dari matan. Hal ini digagas
oleh pakar kritik hadis seperti Ibnu Abi Hatim dalam bukunya.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dibahas mengenai hadis maudlu’
serta kritik keshahihan sanad dan matan hadis dengan menggunakan kaedah
kesahihan hadits dan pokok-pokok kritik matan
.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian hadis maudlu’?
2. Apa penyebab munculnya hadis maudlu’?
3. Bagaimana cara mengatasi munculnya hadis maudlu’?
4. Bagimana hukum meriwayatkan hadis maudhlu’?
5. Bagaimana kritik kesahihan sanad dan matan hadis?
2
2. Untuk mengetahui penyebab munculnya hadis maudlu’.
3. Untuk mengetahui cara mengatasi munculnya hadis maudlu’.
4. Untuk mengetahui hukum meriwayatkan hadis maudlu’.
5. Untuk mengetahui kritik kesahihan sanad dan matan hadis.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Hadis Maudhu’ yang lebih dikenal dengan hadis palsu. Secara etimologis,
kata maudhu’ merupakan bentuk isim maf’ul dari kata وضع – يضع. Kata وضع
memiliki beberapa makna, sebagaimana dikemukakan Dr. Muhammad Ajaj Al-
Khatib (2006) antara lain: اإل ْسقَاط
ِ (menggugurkan), ( الت َْركmeninggalkan), َو
اال ْفتِ َراء ا ِال ْختِ ََلق
ِ (mengada-ada dan membuat-buat). Adapun secara terminologis,
pengertian maudhu’ menurut ulama hadis ialah:
ّ الرسول صلّى هللا عليه وسلّم اختَلقا و كذبا ه ّما لم يقله أو يفعله أو
يقره ّ هوما نسب إلى
Para ahli hadis mendefinisikan bahwa Hadis Maudhu adalah: Hadis yang
diciptakan dan dibuat-buat oleh orang-orang pendusta dan kemudian dikatakan
bahwa itu hadis Rasulullah saw. (Subhi Shalih : 263)
Berdasarkan pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa Hadist maudhu’
adalah segala sesuatu (riwayat) yang disandarkan pada Nabi Muhammad saw,
baik perbuatan, perkataan, maupun taqrir secara di buat-buat atau disengaja dan
sifatnya mengada-ada atau berbohong. Tegasnya hadis maudhu adalanh hadis
yang diada-ada atau dibuat-buat (Ajaj al Khatib, 2006).
Hadis maudhu’ adalah hadis dhaif yang paling jelek dan paling
membahayakan bagi agama Islam dan pemeluknya. Para ulama sepakat bahwa
tidak halal meriwayatkan hadis maudhu’ bagi seseorang yang mengetahui
keadaannya, apapun misi yang diembannya kecuali disertai penjelasan tentang
ke-maudhu-annya dan disertai peringatan untuk tidak mempergunakannya
(Nuruddin, 2012). Hadis semacam ini tentu saja tidak benar dan tidak dapat
diterima tanpa terkecuali, sebab ini sesungguhnya bukan hadis, tindakan seperti
demikian merupakan pendustaan terhadap Nabi Muhammad SAW yang
4
pelakunya diancam dengan neraka. dan hadis ini haram untuk disampaikan pada
masyarakat umum kecuali hanya sebatas memberikan penjelasan dan contoh
bahwa hadist tersebut adalah maudhu’ (palsu).
5
Hadis, ia juga menafikan keikutsertaan para pembesar dan ulama dari kalangan
tabi’in. Karena pada masa tabi’in pemalsuan Hadis relatif lebih sedikit dan
itupun dilakukan oleh kalangan jahil yang terdorong oleh perbedaan politik
maupun aliran.
Sementara pendapat lainnya menyebutkan bahwa Hadis Mauḍū’ telah
muncul sejak masa kekhalifahan ‘Uṡmān bin ‘Affān. Diantara yang berpendapat
demikian adalah Akram al-Umari, Abū Syuhbah, dan Abū Zahu (Najib, 2001).
Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh para ahli, setidaknya dapat
dideskripsikan latar belakang dan motif kemunculan Hadis Mauḍū’. Motif-motif
yang mendorong para pendusta membuat hadits maudhu’ adalah sebagai berikut
(Misbah, 2010) :
1. Perselisihan Politik Atau Madzhab
Pemalsuan hadis disinyalir mulai muncul sejak tahun 41 Hijriyyah,
pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Tholib r.a yakni ketika
kaum muslimin saling berselisih dan terpecah belah dalam beberapa
kelompok, mayoritas muslimin, golongan syi’ah, golongan
mu’awiyyah, serta golongan khowarij yang mendeklarasikan diri pasca
pecahnya perang “Shiffin”. Demi memperjuangkan idiologi dan tujuan
politiknya, tidak jarang mereka yang selalu menuruti hawa nafsu dari
masing-masing aliran, membuat hadis-hadis palsu dengan
mengatasnamakan Rasulullah SAW.
2. Sengaja Merusak Tatanan Islam
Diantara contoh hadis palsu yang mereka susupkan untuk merusak
kemurnian dan keluhuran Islam : “Aku adalah pungkasan para Nabi,
tidak ada Nabi setelahku, kecuali Allah berkehendak (lain)”
3. Ta’ashshub (fanatik)
Ta’ashshub disini bisa berupa fanatisme kebangsaan, suku, bahasa,
atau kultus individu para imam madzhab. Sikap fanatik terhadap suku
atau bahasa tertentu, pernah mengemuka pada era kepemimpinan
dinasti Umaiyyah, ketika terjadi kesenjangan antara warga Arab dan
non Arab, yang dipicu oleh perlakuan diskriminatif sebagian pemegang
kekuasaan.
6
4. Mencari Murka di Hadapan Penguasa
Memang sangat menyedihkan bila ada segelintir ulama’ yang rela
mempertaruhkan akhir demi kepentingan dunia. Kisah kisah Ghiats bin
Ibrahim an Nakho’iy Al Kuffi ketika menghadap khalifah Al Mahdi
adalah salah satu contohnya. Suatu hari Ghiats mau menghadap amirul
mukminin Al mahdi yang menyukai burung merpati, dan kebetulan
pada saat itu al mahdi sedang bemain-main dengan merpatinya. Lalu
ada seseorang yang mengatakan pada Ghiats :”terangkanlah sebuah
hadis pada amirul mukminin !” Ghiats kemudian berkata “Fullan
menceritakan kepadaku dari si fullan bahwa nabi SAW pernah bersabda
: “Tidak boleh ada perlombaan kecuali dalam panah, unta, kuda atau
burung”.
5. Menarik Minat Pendengar Dengan Mengetengahkan Dongeng-
Dongeng Atau Kisah Menakjubkan
Tukang dongeng yang berlagak pintar dan ingin membuat terkesima
para pendengarnya kadang juga menjadi sebab pemalsuan hadits,
dengan menceritakan hadits yang aneh-aneh. Dalam hal ini, ada kisah
menarik yang disampaikan Abu Ja’far Ath Thoyalisi. Suatu ketika
Imam Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in melaksanakan sholat di
masjid Ar-Roshofah, lalu berdirilah seorang pendongeng dan berkata
“Menceritakan kepadaku Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in,
mereka berdua berkata : Abdurrozaq menceritakan kepadaku dari
Ma’nar dari Qotadah dari An-Nas r.a berkata : Rosululloh SAW
bersabda : “Barangsiapa mengucapakan Laa Ilaaha Illallah maka dari
setiap kalimat itu, Alloh menciptakan seekor burung berparuh emas dan
berbulu marjan... dan seterusnya ”
6. Bertujuan Targhib Atau Tarhib
Para ahli hadits menilai, dari sekian sebab munculnya hadits-hadits
maudhu’, yang paling berbahaya dan lebih besar dampak buruknya
adalah hadits palsu yang dilatar belakangi unsur targhib atau tarhib
(merangsang masyarakat untuk melakukan amalan baik atau
meninggalkan amalan buruk).
7
2.3 Upaya Penanggulangan Hadis Maudhu
Para ulama mengambil langkah yang sangat baik untuk memberantas dan
memerangi pemalsu hadi serta berusaha menanggulangi dan menghindarkan
bahaya para pemalsu hadis. Untuk itu, mereka menggunakan berbagai cara yang
sangat baik diantaranya sebagai berikut (Nuruddin, 2012):
8
Artinya: “Siapa yang menceriterakan suatu hadis (tentang aku) dan dia tahu
bahwa itu dusta, maka dia termasuk golongan pendusta”(HR Ahmad : 18211).
9
dengan kata lain Hadits Nabi, bahkan suatu ketika saat seksi kebersihan di pesantren
kami menyampaikan sambutannya dengan semangat kebersihan yang menggebu-
gebu di kala belajar khitobah berlangsung, ia menggunakan dalil dan
muqaddimahnya dengan ungkapan ini dengan tambahan kata-kata "qolan nabi
shollallahu 'alihi wasallam" pada permulaannya. Padahal - sebagaimana yang
dijelaskan oleh pengarang kitab syaraḫ nadzam Baiqûniyah - ungkapan ini
bukanlah hadits. Adapun hadits yang menjelaskan kebersihan itu sebenarnya
banyak, di antaranya
ْ طه ْور ش
َطراْ ِإليْما َ ِن ُّ ال, artinya:"kesucian itu separuh iman". (HR.Muslim).
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hadis maudlu (palsu) adalah Segala riwayat yang dinisbahkan kepada
Rasulullah saw dengan jalan mengada-ada atau berbohong tentang apa yang tidak
pernah diucapkan dan dikerjakan oleh Rasulullah saw, serta tidak pula disetujui
beliau. Sebab timbulnya hadis maudhu ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
perselisihan politik atau madzab, sengaja merusak tatanan islam, Ta’ashshub
(fanatik), mencari murka di hadapan penguasa, menarik minat pendengar dengan
mengetengahkan dongeng-dongeng atau kisah menakjubkan dan bertujuan targhib
atau tarhib. Penanggulangan terhadap hadis maudhu dilakukan para ulama
dilakukan dengan: meneliti perawi hadist, pencarian dan penelitian sanad, tindakan
tegas terhadap pemalsu hadis dan mengungkap keburukannya, menetapkan
ketentuan untuk mengungkap hadis Maudlu, dan menyusun kitab-kitab kumpulan
hadis maudlu agar diketahui masyarakat. Hukum meriwayatkan hadis maudhu ialah
haram kecuali hanya untuk memberikan contoh bahwasannya hadis tersebut ialah
palsu.
3.2 Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ajaj Al-Khatib. 2006. Usūlul Ḥadīṡ wa Ulūmuhu wa Mustalaḥhu. Beirut: Dārul
Fikr.
Mohamad Najib. 2001. Pergolakan Politik Umat Islam Dalam Kemunculan Hadis
Maudhu. Bandung: Pustaka Setia
12