Anda di halaman 1dari 36

Nama : Asda Ardiansyah

Nim : (012016038)

Prodi : Vokasi Diploma Keperawatan

Tingkat : II-A

KMB II

1. Modalitas manajemen keperawatan perioperative

1. PERAN PERAWAT DI KAMAR OPERASI

Peran perawat perioperatif yang di pengaruhi oleh berapa faktor

1. Lama pengalaman
2. Kekuatan dan ketahanan fisik
3. Keterampilan
4. Sikap profesional
5. Pengetahuan

PERAN PERAWAT ADMINISTRATIF

Perawat administratif berperan dalam peraturan manajemen penunjang pelaksanaan


pembedahan

1. Perencanaan dan pengaturan staf


2. Identifikasi jenis pekerjaan
3. Penjadwalan staf
4. Penjadwalan pasien bedah
5. Manajemen material dan inventaris
6. Pengaturan kinerja
PERAN PERAWAT INSTRUMEN
Perawat scrub atau di indonesia dikenal sebagai perawat instrumen memiliki tanggung
jawab terhadap manajemen operasi pada setiap jenis pembedahan,peran dan tanggung
jawab dari perawat instrumen adalah
 Perawat instrumen harus selalu mengawasi teknik aseptik dan memberikan
instrumen kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan menerimanya kembali
 Perawat instrumen harus terbiasa dengan anatomi dasar dan teknik-teknik bedah
yang sedang dikerjakan
 Perawat instrumen harus secara terus menerus mengawasi prosedur untuk
mengantisipasi segala kejadian
 Melakukan manajemen sirkulasi dan suplai alat instrumen operasi.
 Perawat instrumen harus mempertahankan inyegritas lapangan steril selama
pembedahan
 Dalam mengenai instrumen perawat instrumen harus mengawasi semua aturan
 Perawat instrumen harus memelihara peralatan dan menghindari kesalahan
pemakaiannya.
 Perawat instrumen bertanggung jawab untuk mengomunikasikan kepada tim
bedah
 Menghitug kasa,jarum,dan instrumen

MONDALITAS PERAWAT INSTRUMEN


Peran perawat instrumen sangat mendukung oktimalisasi hasil pembedahan, kolaborasi
dengan ahli bedah dan menghindari resiko infeksi dengan menjalankan program
pengendalian infeksi nasokomial.
Ada beberapa modalitas dan konsep pengetahuan yang diperlukan dalam
mempersiapkan instrumen bedah yaitu :
1. bahan jahitan,
2. persiapan bahan insisi,
3. tehnik penyerahan alat,
4. fungsi instrumen, dan
5. perlakuan jaringan

Peran Perawat Sirkulasi


Perawat sirkulasi atau dikenal juga dengan sebutan perawat unloop bertanggung jawab
menjamin terpenuhinya perlengkapan yang dibutuhkan oleh perawat instrumen dan
mengobservasi pasien tanpa menimbulkan kontaminasi terhadap area steril.
Perawat sirkulasi adalah petugas penghubung antara area steril dan bagian ruang operasi
lainnya. Secara umum, peran dan tangggung jawab perawat sirkulasi adalah sebagai
berikut :
1) Menjemput pasien dari bagian penerimaan, mengidentifikasi pasien, dan
memeriksa formulir persetujuan.
2) Mempersiapkan tempat operasi sesuai prosedur dan jenis pembedahan yang akan
dilaksanakan. Tim bedah harus diberitahu jika terdapat kelainan kulit yang mungkin
dapat menjadi kontaindikasi pembedahan.
3) Memeriksa kebersihan dan kerapian kamar operasi sebelum pembedahan.
Perawat sirkulasi juga harus memperhatikan bahwa peralatan telah siap dan dapat
digunakan. Semua peralatan harus dicoba sebelum prosedur pembedahan, apabila
prosedur ini tidak dilaksanakan maka dapat mengakibatkan penundaan atau kesulitan
dalam pembedahan.
4) Membantu memindahkan pasien ke meja operasi, mengatur posisi pasien,
mengatur lampu operasi, memasang semua elektroda, monitor, atau alat-alat lain yang
mungkin diperlukan.
5) Membantu tim bedah mengenakan busana (baju dan sarung tangan steril)
6) Tetap ditempet selema prosedur pembedahan untuk mengawasi atau membantu
setiap kesulitan yang mungkin memerlukan bahan dari luar area steril
7) Berperan sebagai tangan kanan perawat instrumen untuk mengambil, membawa,
dan menyesuaikan segala sesuatu yang diperlukan oleh perawat instrumen. Selain itu
juga untuk mengontrol keperluan spons, instrumen dan jarum.
8) Membuka bungkusan sehingga perawat instrumen dapat mengambil suplai steril.
9) Mempersiapkan catatan barang yang digunakan serta penyulit yang terjadi
selama pembedahan.
10) Bersama dengan perawat instrumen menghitung jarum, kasa, dan kompres yang
digunakan selama pembedahan.
11) Apabila tidak terdapat perawat anestesi, maka perawat sirkulasi membantu ahli
anestesi dalam melakukan induksi anestesi.
12) Mengatur pengiriman specimen biopsy ke labolatorium
13) Menyediakan suplai alat instrumen dan alat tambahan.
14) Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang operasi pada akhir
prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan dibersihkan, dan mempersiapkan ruang
operasi untuk prosedur berikutnya.

Peran Perawat Anestesi


Perawat anestesi adalah perawat dengan pendidikan perawat khusus anestesi. Peran
utama sebagai perawat anestesi pada tahap praoperatif adalah memastikan identitas
pasien yang akan dibius dan melakukan medikasi praanestesi. Kemudian pada tahap
intraoperatif bertanggung jawab terhadap manajemen pasien, instrumen dan obat bius
membantu dokter anestesi dalm proses pembiusan sampai pasien sadar penuh setelah
operasi.
Pada pelaksanaannnya saat ini, perawat anestesi berperan pada hampir seluruh
pembiusan umum. Perawat anestesi dapat melakukan tindakan prainduksi, pembiusan
umum, dan sampai pasien sadar penuh diruang pemulihan.
Peran dan tanggung jawab perawat anestesi secara spesifik antara lain :
1) Menerima pasien dan memastikan bahwa semua pemeriksaan telah dilaksanakan
sesuai peraturan institusi
2) Melakukan pendekatan holistik dan menjelaskan perihal tindakan prainduksi
3) Manajemen sirkulasi dan suplai alat serta obat anestesi
4) Pengaturan alat-alat pembiusan yang telah digunakan.
5) Memeriksa semua peralatan anestesi (mesin anestesi, monitor dan lainnya) sebelum
memulai proses operasi.
6) Mempersiapkan jalur intravena dan arteri, menyiapkan pasokan obat anestesi, spuit,
dan jarum yang akan digunakan; dan secara umum bertugas sebagai tangan kanan ahli
anestesi, terutama selama induksi dan ektubasi.
7) Membantu perawat sirkulasi memindahkan pasien serta menempatkan tim bedah
setelah pasien ditutup duk dan sesudah operasi berjalan.
8) Berada di sisi pasien selama pembedahan, mengobservasi, dan mencatat status tanda-
tanda vital, obat-obatan, oksigenasi, cairan, tranfusi darah, status sirkulasi, dan
merespon tanda komplikasi dari operator bedah.
9) Memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan ahli anestesi untuk melakukan suatu
prosedur (misalnya anestesi local, umum, atau regional)
10) Member informasi dan bantuan pada ahli anestesi setiap terjadi perubahan status tanda-
tand vital pasien atau penyulit yang mungkin mengganggu perkembangan kondisi
pasien.
11) Menerima dan mengirim pasien baru untuk masuk ke kamar prainduksi dan menerima
pasien di ruang pemulihan .

Peran Perawat Anestesi


Perawat anestesi adalah perawat dengan pendidikan perawat khusus anestesi. Peran
utama sebagai perawat anestesi pada tahap praoperatif adalah memastikan identitas
pasien yang akan dibius dan melakukan medikasi praanestesi. Kemudian pada tahap
intraoperatif bertanggung jawab terhadap manajemen pasien, instrumen dan obat bius
membantu dokter anestesi dalm proses pembiusan sampai pasien sadar penuh setelah
operasi.
Pada pelaksanaannnya saat ini, perawat anestesi berperan pada hampir seluruh
pembiusan umum. Perawat anestesi dapat melakukan tindakan prainduksi, pembiusan
umum, dan sampai pasien sadar penuh diruang pemulihan.
Peran dan tanggung jawab perawat anestesi secara spesifik antara lain :
1) Menerima pasien dan memastikan bahwa semua pemeriksaan telah
dilaksanakan sesuai peraturan institusi
2) Melakukan pendekatan holistik dan menjelaskan perihal tindakan prainduksi
3) Manajemen sirkulasi dan suplai alat serta obat anestesi
4) Pengaturan alat-alat pembiusan yang telah digunakan.
5) Memeriksa semua peralatan anestesi (mesin anestesi, monitor dan lainnya)
sebelum memulai proses operasi.
6) Mempersiapkan jalur intravena dan arteri, menyiapkan pasokan obat anestesi,
spuit, dan jarum yang akan digunakan; dan secara umum bertugas sebagai tangan kanan
ahli anestesi, terutama selama induksi dan ektubasi.
7) Membantu perawat sirkulasi memindahkan pasien serta menempatkan tim
bedah setelah pasien ditutup duk dan sesudah operasi berjalan.
8) Berada di sisi pasien selama pembedahan, mengobservasi, dan mencatat status
tanda-tanda vital, obat-obatan, oksigenasi, cairan, tranfusi darah, status sirkulasi, dan
merespon tanda komplikasi dari operator bedah.
9) Memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan ahli anestesi untuk melakukan
suatu prosedur (misalnya anestesi local, umum, atau regional)
10) Member informasi dan bantuan pada ahli anestesi setiap terjadi perubahan status
tanda-tand vital pasien atau penyulit yang mungkin mengganggu perkembangan kondisi
pasien.
11) Menerima dan mengirim pasien baru untuk masuk ke kamar prainduksi dan
menerima pasien di ruang pemulihan .
Peran Perawat Ruang Pemulihan
Perawat ruang pemulihan adalah perawat anestesi yang menjaga kondisi pasien sampai
sadar penuh agar bisa dikirim kembali ke ruang rawat inap.
Tanggung jawab perawat ruang pemulihan sangat banyak karena kondisi pasien dapat
memburuk dengan cepat pada fase ini. Perawat yang bekerja diruangan ini harus siap
dan mampu mengatasi setiap keadaan darurat. Walaupun pasien di ruang pemulihan
merupakan tanggung jawab ahli anestesi, tetapi ahli anestesi mengandalkan keahlian
perawat untuk memantau dan merawat pasien sampai bbenar-benar sadar dan mampu
dipindahkan keruang rawat inap.

Manajemen lingkungan bedah merupakan suatu prosedur penatalaksanaan pekerjaan


yang menunjang kegiatan dalam kamar operasi dan perlu diperhatikan oleh perawat
perioperatif.
ASEPSIS ADALAH
Tingkat keparahan infeksi pada luka bergantung pada kuman penyebab serta perawatan
dengan prinsip asepsis. Pencegahan terjadinya suatu infeksi pada luka memerlukan
tindakan berupa asepsis dan antisepsis, terutama dalam persiapan
operasi. Asepsis adalah suatu keadaan bebas kuman atau mikroorganisme penyebab
penyakit.
1. Konsep infeksi nasokomial
Sumber mikroorganisme
 Udara
 Peralatan
 Kulit pasien
 Visera
 Darah
Rute penularan
Adalah mekanisme pemindahan mikroorganisme dari satu tempat ketempat lain .
mikro organisme tidak memiliki gerakan otonom , sehinhga harus dipindahkan
dengan bantuan . terdapat empat rute pemindahan yang sering terjdi , yaitu :
kontak , udara , alat pengangkut , dan vektor.
Infeksi nosokomial atau infeksi yang diperoleh dari rumah sakit adalah infeksi
yang tidak diderita pasien saat masuk ke rumah sakit melainkan setelah ± 72 jam
berada di tempat tersebut (Karen Adams & Janet M. Corrigan, 2003). Infeksi ini
terjadi bila toksin atau agen penginfeksi menyebabkan infeksi lokal atau
sistemik (Karen Adams & Janet M. Corrigan, 2003). Contoh penyebab
terjadinya infeksi nosokomial adalah apabila dokter atau suster merawat seorang
pasien yang menderita infeksi karena mikroorganisme patogen tertentu
kemudian mikroorganisme dapat ditularkan ketika terjadi kontak (Steven Jonas,
Raymond L. Goldsteen, Karen Goldsteen, 2007).Selanjutnya, apabila suster atau
dokter yang sama merawat pasien lainnya, maka ada kemungkinan pasien lain
dapat tertular infeksi dari pasien sebelumnya.
KEWASPADAAN UNIVERSAL
Kewaspadaan universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan
oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan
didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi
menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan
(Nursalam, 2007).
Aseptik adalah keadaan bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit[2].
Teknik aseptik/asepsis adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan infeksi[2]. Tindakan asepsis ini bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan mikroorganisme yang terdapat pada permukaan benda hidup
atau benda mati[2]. Tindakan ini meliputi antisepis, desinfeksi, dan sterilisasi[2].
Untuk itu, diperlukan perlakuan khusus pada alat dan bahan operasi, lapangan
operasi, operator, dan asisten sebagai pelaksana[2]. Teknik aseptik digunakan
untuk mengurangi risiko infeksi pasca-prosedur dan untuk meminimalkan
paparan dari penyedia layanan kesehatan untuk mikroorganisme yang berpotensi
menular[3]. Antisepsis adalah upaya pencegahan infeksi dengan membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan
tubuh lainnya[2]. Bahan yang digunakan disebut antiseptik[2]. Antiseptik adalah
bahan yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman, ada yang
bersifat sporosidal (membunuh spora) dan non sporosidal, digunakan pada
jaringan hidup khusus,yaitu kulit dan selaput lendir[2]. Antiseptik harus
dibedakan dengan obat seperti antibiotik yang dapat membunuh mikroorganisme
di dalam tubuh atau dTlg isikan 50 yach no meteran 421700518136
engan desinfektan yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme yang
terdapat pada benda mati[2]. Perlu diperhatikan adanya reaksi atau
riwayat alergi terhadap iodium. Jenis antiseptik yang sering digunakan
adalah alkohol 70 %, povidon iodin, chlorhexidine gluconate dan triklosan[2].
Medianers ~ Hand hygiene (cuci tangan) steril metode bedah adalah suatu upaya
membersihkan tangan dari benda asing dan mikroorganisme dengan menggunakan
metode yang paling maksimal sebelum melakukan prosedur bedah. Upaya mengurangi
mikroorganisme patogen pada area tangan, mencuci tangan metode bedah dilakukan
dengan sangat hati-hati dan dalam waktu yang relatif lebih lama. Pelaksanaan
membersihkan tangan dengan mencuci tangan efektif membutuhkan waktu sekitar 2-6
menit melalui 3 tahapan dengan langkah-langkah :

1. Membasahi tangan dengan air mengalir, dimulai dari ujung jari sampai 2 cm
diatas siku.

2. Menempatkan sekitar 15 ml (3 x tekanan dispenser)


cairan handscrub antiseptik di telapak tangan kiri, dengan menggunakan siku
lengan yang lain atau dengan dorongan lutut untuk mengoperasikan dispenser.
3. Meratakan dan menggosok cairan handsrub

4. Ratakan dengan kedua telapak tangan, dilanjutkan dengan menggosok


punggung, sela- sela jari tangan kiri dan kanan dan sebaliknya.

5. Kedua telapak tangan, jari -jari sisi dalam dari kedua tangan saling menggosok
dan mengait dilanjutkan dengan membersihkan kedua ibu jari dan ujung kuku
jari bergantian.

6. Mengambil pembersih kuku dan bersihkan dalam air mengalir

7. Mengambil sikat steril yang sudah berisi cairan handsrub

8. Menyikat tangan kanan dan tangan kiri bergantian.

9. Kuku dengan gerakan tegak searah dari atas ke bawah pada kedua tangan.

10. Jari-jari seakan mempunyai empat sisi, sela jari, secara urut mulai dari ibu jari
sampai dengan kelingking.

11. Telapak tangan, punggung melalui gerakan melingkar.

12. Daerah pergelangan tangan atas sampai dengan siku dengan gerakan melingkar.

13. Ulangi cara ini pada tangan kanan selama 2 menit.


14. Membilas tangan dengan air mengalir dari arah ujung jari ke siku dengan
memposisikan tangan tegak

15. Lakukan sekali lagi menyikat tangan kanan dan tangan kiri secara bergantian

16. Kuku dengan gerakan tegak searah dari atas ke bawah pada kedua tangan

17. Jari-jari seakan mempunyai empat sisi, sela-sela jari, secara urut mulai dari ibu
jari sampai dengan kelingking

18. Telapak tangan dan punggung dengan gerakan melingkar

19. Daerah pergelangan tangan atas sampai dengan siku dengan gerakan melingkar
dilakukan selama 2 menit.

20. Membiarkan air menetes dari tangan sampai dengan siku.

21. Mengeringkan menggunakan handuk steril yang dibagi 2 bagian, satu bagian
untuk tangan kiri dan bagian yang lain untuk tangan kanan, memutar dari jari-
jari tangan ke arah siku.

22. Meletakkan handuk pada tempat yang disediakan.

Hal yang perlu diperhatikan dalam membersihkan tangan antara lain :

Sebelum dan sesudah melakukan hand hygiene, ada hal hal yang harus diperhatikan
agar tujuan hand hygiene dapat tercapai, diantaranya adalah :

1. Perawatan kuku tangan

Kuku tangan harus dalam keadaan bersih dan pendek. Kuku yang panjang dapat
menimbulkan potensi akumulasi bakteri patogen yang terdapat di bawah kuku.

2.Perhiasan dan aksesoris

Tidak diperkenankan menggunakan perhiasan pada pada area tangan seperti cincin,
karena adanya resiko akumulasi bakteri patogen pada perhiasan yang dipakai.

3.Kosmetik
Kosmetik yang dipakai petugas kesehatan, seperti cat kuku, dapat menyimpan bakteri
patogen, juga dapat terlepas dari tangan dan berpindah saat melakukan kontak dengan
pasien. Hal ini sangat berbahaya dan disarankan untuk tidak dilakukan.

4. Penggunaan handuk atau tissue

Pengeringan tangan sebaiknya menggunakan tissue disposable. Namun bila terdapat


keterbatasan dalam sumber daya, handuk yang bersih juga dapat digunakan, dengan
catatan
Manajemen posisi bedah

Pemberian posisi merupakan suatu kebutuhan yang dapat mendukung keamanan pasien
selama pembedahan perawat perioperatik adalah menager utama dalam
pemberian posisi pasien untuk melakukannya di perlukan keterampilan
pengamatan yang cerdasdi tambah dengan keberanian dan motivasi
Tujuan dan keriteria hasil
Hasil yang di harapkan dari management pemberian posisi bedah adalah
tercapainya kondidsi posisi biologis dan terhindar dari cedra, dengan kriteria:
 Kepatenan jalan nafas terjaga dengan gerakan pernafasan dan pertukaran udara
yang optimal ;
 Status sirkulasi dan akses vaskular yang ade kuat ;
 Tidak ada penekanan berlebihan pada area super fisial dan tonjolan tulang;
 Kepala mendapat sokongan yang ade kuat, dan kondisi mata terlindung dari
abrasi, tekanan, dan cairan iritatik ;
 Ekstremitas terlindung, mendapat sokongan, dan terhindar dari keadaan fleksi,
ekstensi, atou rotasi bagian tubuh yang berlebihan
2. pengkajian yang harus dilakukan selama proses pre-operatif

2. Pengkajian umum selama proses preoperative

Pada pengkajian pasien di unit rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari atau unit
gawat darurat di lakukan secara komprehensif dimana seluruh hal yang berhubungan
dengan pembedahan pasien perlu dilakukan secara seksama.

Identitas pasien

Pengkajian ini diperlukan agar tidak terjadi duplikasi nama pasien. Umur pasien sangat
penting untuk diketahui guna melihat kondisi pada berbagai jenis pembedahan. Selain
itu juga, untuk memperkuat identitas pasien. Perawat perioperatif harus mengetahui
bahwa faktor usia baik anak-anak maupun lansia dapat meningkatkan resiko
pembedahan pengetahuan tersebut akan membantu perawat perioperativ untuk
menentukan tindakan pencegahan untuk dimasukan kedalam rencana asuhan
keperawatan.

Bayi dan anak-anak. Bayi dan anak-anak berhubungan dengan status psiologis yang
masih imatur atau mengalami penurunan. Bayi yang menjalani pembedahan,
kemampuan pertrahanan suhunya masih belum optimal. Reflex menggil pada bayi
belum berkembang dan sering terjadi berbagai pariasi suhu. Bayi juga mengalami
kesulitan untuk mempertahankan volume sirkulasi darah normal. Volume total darah
bayi dianggap kurang dari anak-anak atau orang dewasa. Kehilanmgan darah walaupun
jumlah darah kecil dapat menjadi hal yang serius. Penurunan volume sirkulasi
menyebabkan bayi sulit merespon terhadap kebutuhan untuk meningkatkan oksigen
selama pembedahan. Dengan demikian, bayi menjadi sangat rentan mengalami
dehidrasi. Namun jika darah atau cairan terlalu cepat maka akan menimbulkan
operhidrasi. Aspek penting lainnya pada perawatan bedah anak meliputi menejemn
jalan nafas mempertahankan keseimbangan cairan, serta tersedianya peralatan dan obat-
obatan untuk situasi kegawat daruratan.

Lansia. Seiring meningkatnya usia, kapasitas fisik pasien lansia untuk beradaptasi
dengan stress pembedahan menjadi terhambat karena mundurnya beberapa fungsi tubuh
tertentu. Individu lansia yang menghadapi operasi bisa mempunyai suatu kombinsi
penyakit kronis dan masalah kesehatan selain masalah kesehatan yang mengindikasikan
pembedahan. Secara umum lansia memiliki resiko sikap pembedahan yang lebih buruk
dibandingkan pasien yang lebih muda. Cadangan jantung menurun, fungsi ginjal dan
hepar menurun dan aktifitas gastrointestinal tampak berkurang dehidrasi, konstipasi,
dan malnutrisi juga mungkin terjadi. Keterbatasan sensorik seperti gangguan
penglihatan dan pendengaran, keadaan mulut juga penting untuk dikaji sebab sering kali
ditemukan adanya karies gigi atau gigi palsu. Penurunan produk si keringat mengarah
pada kulit yang kering dan gatal-gatal. Kulit yang rapuh tersebut mudah mengalami
abrasi, sehingga tindakan kewaspadaan yang lebih tinggi harus diterapkan ketika
memindahkan pasien lansia. Penurunan lemah subkutan membuat individu lansia lebih
rentan terhadap perubahan suhu tubuh.

Jenis pekerjaan dan asuransi kesehatan

Diperlukan sebagai periapan umum, pengkajian seperti persiapan vinansial sangat


tergantung pada kemampuan psien dan kebijakan RS tempat pasien akan menjalani
proses pembedahan. Beberapa jenis pembedahan membutuhkan biaya yang lebih mahal
misalnya pembedahn jantug dan vascular, bedah saraf, serta bedah ortopedik. Hal itu
disebabkan karena proses pembedahan tersebut memerlukan alat tambahan atau karena
waktu yang dibutuhkan lebih lama sehingga berpengaruh pada biaya obat anestesi yang
digunakan.

Sebelum dilakukan operasi sebaiknya pasien dan keluarga sudah mendapat penjelasan
dan impormasi terkait masalah vinansial hal ini diperlukan akan setelah operasi nanti
tidak ada complain atau ketidakpuasan pasien terhadap keluarga.

Persiapan umum

Persiapan ini dilakukan sebelum dilaksanakannya tindakan, psien dan keluarga harus
mengetahui hal tersebut perihal prosedur operasi, jenis operasi dan prognosis hasil
pembedahan. Peran perwat disini adalah bertanggung jawab memastikan bahwa psien
dan keluarga dan dokter sudah menandatangani isi dari informedconsent.

Persiapan alat dan obat yang akan digunakan selama pembedahan, harus dilakukan
secara optimal sesuai dengan kebijakan institusi. Beberapa RS memberlakukan
kebijakan bahwa persiapan alat dan obat harus dilakukan sebelum pasien masuk kamar
operasi. Beberapa RS lainnya mensyaratkan persediaan darah untuk persiapan transfuse
harus dilakukan oleh pihak keluarga.

Persiapan lainnya yang bersifat umum seperti pencalonan pasien yang akan dilakukan
pembedahan dari ruang rawat inap, unit gawat darurat, unit perwatan intensif ke kamar
unit dimana pasien akan dilakukan pembedahan.

Formulir checklist. Pada beberapa institusi penggunaan formulir praoperatif dikamar


operasi bertujuan untuk mendokumentasikan prosedur yang secara rutin dilakukan
pembedahan. Dengan adanya formulir ini, akan terjalin komukasi yang cepat antara
perawat ruangan dan perawat operasi. Yang diharapkan dari pembuatan formulir ini
adalah perawat perioperatif dapat secara ringkas memvalidasi persiapan perioperatif
yang sudah dilakukan perawat ruangan.

Beberapa institusi RS memberlakukan lembar pengenal yang dipasang pada lengan


bawah pasien agar memudahkan pengenalan lebih lanjut tentang idnetitas psien. Tujuan
pemasangan tanda pengenal ini untuk mencegah kekeliruan interpensi yang dilakukan.

Pengkajian riwayat kesehatan

Pada pengkajian ini dilakukan perawat melalui tekhnik wawancara untuk


mengumpulkan riwayat yang diperlukan sesuai dengan klasifikasi pembedahan.
Pengkajian ulang riwayat pasien meliputi riwayat penyakit yang pernah dilakukan dan
alasan utama pasien mencari pengobatan. Penyakit yang diderita pasien akan
memengaruhi kemampuan pasien dalam menoleransi pembedahan dan mencapai
pemulihan yang menyeluruh. Pasien yang akan mengalami bedah sehari harus diperiksa
secara teliti dan menyeluruh untuk menentukan kondisi kesehatan yang mungkin akan
meningkatkan resiko komplikasi selama atau setelah pembedahan.

Pengalaman bedah selanjutnya dapat memengaruhi respon fisik dan psikologis pasien
terhadap prosedur pembedahan. Jenis pembedahan sebelumnya, tingkat rasa
ketidaknyamanan, dan seluruh tingkat perawatan yang pernah diberikan adalah faktor
faktor yang mungkin akan diingat kembali oleh pasien.

Di unit bedah sehari, riwayat byang perlu dikaji biasanya lebih singkat daripada riwayat
yang seharusnya dikumpulkan. Pengkajian hanya dilakukan pada saat pasien dirawat di
rumah sakit dan sore hari sebelum pembedahan dilakukan karena terbatasnya waktu.

Pada pasien gawat darurat yang memerlukan pembedahan cito, pengkajian riwayat
kesehatan dilakukan secara ringkas terkait faktor faktor pembedahan dan anestesi
umum. Pasien dikaji tentang badanya riwayat hipertensi, DM, tuberkolosis paru, dan
berbagai penyakit kronis yang akan berdampak pada peningkatan resiko komplikasi
intraoperatif.

Riwayat Alergi

Peraway harus mewaspadai adanya alergi terhadap berbagai obat yang mungkin
diberikan selama fase intraoperatif , apabila mendapatkan akergi pasien perlu mendapat
pita identifikasi alergi yang dipakai pada pergelangan tangan sebelum menjalani
pembedahan atau penulisan symbol alergi yang tertulis jelas pada status pasien.

Kebiasaan merokok, alcohol dan narkoba

Pasien perokok memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami konflikasi paru paru
pasca operasi daripada pasien bukan perokok. Perokok kronik mengalami ketebalan
sekresi lendir pada paru parunya. Anestesi umum akan meningkatkan iritasi jalan nafas
dan merangsang sekresi pulmonal. Setelah pembedahan, pasien perokok mengalami
kesulitan yang lebih besar dalam membersihkan jalan nafasnya dari sekresi lendir.

Kebiasaan mengkonsumsi alcohol mengakibatkan reaksi yang merugikan terhadap obat


anestesi. pasien juga mengalami toleransi silang (toleransi obat meluas) terhadap
pemakaian obat anestesi, sehingga memerlukan dosis lebih tinggi, mengkonsumsi
alcohol juga dapat menyebabkan malnutrisi sehingga penyembuhan luka melambat.

Pasien yang mempunyai riwayat pemakaian narkoba perlu di waspadai kemungkinan


akan terjangkit penyakit seperti HIV, hepatitis, terutama pada narkoba suntik.

Pengkajian Nyeri
Perawat perlu mengkaji pengalaman nyeri pada pasien, metode pengontrolan nyeri yang
digunakan, sikap pasien dalam menggunakan obat obatan penghilang rasa nyeri, respon
perilaku terhadap nyeri pengetahuan pasien, harapan, dan metode manejemen nyeri
yang dipilih karena akan memberi dasar bagi perawat dalam memantau perubahan
kondisi pasien.

Perawat harus mempelajari cara verbal dan non verbal pasien dalam mengomunikasikan
dalam kenyamanan. Pasien yang tidak mampu berkomunikasi efektif biasanya
membutuhkan perhatian khusus selama melakukan pengkajian seperti pada pasien anak
– anak , pasien yang menderita psikosis , pasien kritis, pasien yang mengalami
dimensia, dan pasien yang tidak bisa berbicara Indonesia butuh pendekatan yang
berbeda.

Pengkajian karakteristik nyeri secara PQRST

Keluhan dari pasien tentang nyeri yang dirasakan meruapakan indicator utama yang
paling dapat di percaya tentang keberadaan dan intensitas nyeri dan apapun yang
berhubungan dengan ketidaknyamanan. Nyeri bersifat individual, sehingga pengkajian
karakteristik nyeri membantu perawat membentuk pengertian pola nyeri dan tipe
menejemn nyeri yang digunakan untuk mengtasi nyeri. Pendekatan pengkajian
karakteristik nyeri dengan menggunakan metode PQRST dapat mempermudah perawat
perioperatif dalam melakukan pengkajian nyeri yang dirasakan pasien secara ringkas
dan dapat digunankan dalam kondisi praoperatif yang singkat itu.

Pengkajian psikososiospiritual

Kecemasan praoperatif

Ketakutan memiliki objek yang jelas dimana seseorang dapat mengidentifikasikan dan
menggambarkan objek ketakutan. Ketakutan melibatkan penilaian intelektual terhadap
stimulus yang mengancam sedangkan kecemasan merupakan penilaian emosional
terhadap penilaian itu. Ketakutan itu diakibatkan oleh paparan fisik maupun psikologis
terhdap situasi yang mengancam

Berbagai dampak psiologis yang dapat muncul adalah ketidkatahuan akan pengalaman
pembedahan yang dapat mengakibatkan kecemasan yang terekspresi dalam berbagai
bentuk seperti marah, mengelak atau apatis terhadap kegiatan perawatan.
Bagian terpenting dari pengkajian kecemasan praoperatif adalah untuk menggali peran
orang terdekat, baik dari keluarga atau sahabta pasien. Adanya sumber dukungan orang
terdekat akan menurunkan kecemasan.

Perasaan

Perawat dapat mendeteksi perasaan pasien tentang pembedahan dari perilaku dan
perbuatannya. Pasien yang merasa takut biasny akan sering bertanya merasa tidak
nyaman jika ada orang asing memasuki ruangannya atau secar aktif mencari dukungan
dari teman dan keluarga.

Perasaan sering kali susah dikaji secara keseluruhan jika pasien akan menjalani bedah
sehari. Biasanya perawat hanya memiliki waktu yang singkat untuk membina hubungan
dengan pasien. Di RS perawat harus memilih waktu diskusi yaitu setelah melengkapi
prosedur kedatangan pasien ke RS atau setelah melengkapi pemeriksaan diagnostic.
Perawat harus menjelaskan bahwa rasa takut dan khawatir merupakan perasaan yang
normal. Kemampuan pasien mengungkapkan perasaanya bergantung pada keinginan
perawat untuk mendengar, memberi dukungan dan membenarkan konsep yang salah.
(Stuart, 1999)

Konsep diri

Pasien dengan konsep diri positive lebih mampu menerima operasi yang dialaminya
dengan tepat. Perawat mengkaji konsep diri pasien dengancara meminta pasien
mengidentifikasi kekuatan an kelemahan dirinya. Pasien yang cepat mengkritik atau
merendahkan karakter dirinya mungkin mempunyai harga diri yang rendah atau sedang
menguji pendapat perawat tentang karakter mereka. Konsep diri yang buruk
mengganggu kemampuan beradaptasi dengan stress pembedahan dan memperburuk rasa
bersalah atau ketidakmampuannya.

Citra diri

Pembedahan untuk mengangkat bagian tubuh yang mengandung penyakit biasanya


mengakibatkan perubahan bentuk atau perubahan fungsi tubuh yang permanen. Rasa
khwatir terhadap kelainan bentuk atau kehilangan bagian tubuh akan menyertai rasa
takut pasien. Perawat mengkaji perubahan citra tubuh yang pasien anggap akan terjadi
akibat operasi. Reaksi individu berbeda-beda bergantung pada konsep diri dan tingkat
harga dirinya.

Seringkali pembedahan mengubah aspek fisik atau fsikologis seksual pasien. Perawat
harus mendorong pasien untuk mengekspresikan khawtiran mereka tentang seksualitas.
Pasien yang menghadapi disfungsi seksual yang bersifat sementara memerlukan
pemahaman dan dukungan. Diskusi tentang seksualitas klien harus dilakukan dengan
pasangan seksual mereka, sehingga mereka dapt saling memahami cara mengatsi
keterbatasan fungsi seksual yang terjadi.

Sumber koping

Pengkajian terhadap perasaan dan konsep diri akan membantu perawat menentukan
kemampuan pasien dalam mengatasio stress akibat pembedahan. Perawat juga bertanya
tentang manajemen stress yang biasa dilakukan pasien sebelumnya, apabila pasien
pwernah menjalani pembedahan maka perawat perioperatif perlu menentukan perilaku
yang dapat membantu pasien dalam menghilngkan ketegangan atau kecemasannya.
Perawat dapat menginstruksikan pasien untuk melakukan latihan relaksasi untuk
membantu mengontrol ansietas.

Kepercayaan spiritual

Kepercayaan spiritual memainkan peranan penting dalam menghadapi ketakutan dan


ansietas. Tanpa memandang agama yang dianut pasien, kepercayaan spiritual dapat
menjadi medikasi terapetik. Segala upaya harus dilakukan untuk membantu pasien
mendapat bantuan spiritual yang diinginkan. Keyakinan mempunyai kekuatan yang
sangat besar, oleh karena itu kepercayaan yang dimiliki oleh setiap pasien harus
dihargai dan didukung. Menghormati budaya dan nilai kepercayaan pasien dapat
mendukung terciptanya hubungan dan saling percaya. Kemampuan yang berguna bagi
perawat dalam memberikan asuhan keperawatn adalah kemampuan untuk
mendengarkan pasien terutama saat mengumpulkan riwayat kesehatan pasien. Perawat
yang tenang, memperhatikan dan pengertian akan menimbulkan rasa percaya pasien.

Pengetahuan, persepsi dan pemahaman

Dengan mengidentifikasi pengetahuan, persepsi dan pemahaman pasien, dapat


membantu perawat merencanakan penyuluhan dan tindakan untuk mempersiapkan
kondisi emosional pasien. Setiap pasien merasa takut untuk datang ketempat
pembedahan. Beberapa diantaranya disebabkan karena pengalaman dari RS
sebelumnya, peringatan ari teman dan keluarga, atau karena kurang pengetahuan.
Perawat menghadapi dilemma etik saat pasien memahami informasi yang salah atau
tidak menyadari alas an yang dilakukannya saat pembedahan. Perwat menanyakan
gambaran pemahaman pasien tentang pembedahn dan implikasinya.

Informed consen

Adalah suatu izin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela oleh pasien sebelum
suatu pembedahan dilakukan. Izin tertulis tersebut dapat melindungi pasien dari
kelalaian dalam prosedur pembedahan dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari
suatu lembaga hukum. Demi kepentingan bersama semua pihak yang terkait perlu
mengikuti prinsip medikolegal yang baik ( Potter, 2006)

Sebelum pasien menandatangani infor consen ahli bedah harus memberikan penjelasan
yang jelas dan sederhana tentang apa yang akan diperlukan dalam pembedahan. Ahli
bedah juga harus menginformasikan pasien tentang alternative yang ada, kemungkinan
resiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, menimbulkan kecacatan dan juga tentang
apa yang diperkirakan terjadi pada periode pasca operatif awal dan lanjut.

Pasien secara pribadi menandatangani konsen tersebut jika dia telah mencapai usia yang
ditentukan dan mampu secara mental. Bila psien dibwah umur, tidak sadar atau tidak
kompoten maka izin harus didapat dari anggota keluarga yang bertanggung jawab atau
wali yang sah. Pada kasus kedaruratan penting bagi ahli bdah untuk mengambil
tindakan yang bersifat penyelamtan tanpa inform consen dari pasien. Namun upoaya
untuk menghubungi pihak keluarga harus terus dilakukan.

Jika psien ragu-ragu dan tidak sempat mencari pengobatan alternative maka opini orang
orang kedua dapat diminta. Tidak ada psien yang boleh dipaksa untuk menandatangani
izin operasi. Penolakan terhadap prosedur pemebahan adalah hak hukum dan hak
istimewa seseorang. Proses penandatanganan inform consen ini dapat dilengkapi dengan
penjelasan dan harus dipastikan bahwa pasien dapat memahami dan mengerti isi atau
maksud dari inform consen tersebut. Formulir yang sudah di tandatangani di letakan di
rekam medic pada posisi yang mudah di lihat.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan TTV

Pada pengkajian keadaan umum secara ringkas perawat melakukan surpey keadaan
umum untuk mengobservasi penampilan umum pasien. Pengkajian yang berhubungan
dengabn pra operatif meliputi elem-elemen berikut ini:

1. Usia
2. Tanda distress
3. Jenis tubuh
4. Postur
5. Gerakan tubuh
6. Kebersihan diri dan bau badan
7. Afek dan alam perasaan
8. Bicara

Pengkajian tingkat kesadaran

Pada keadaan emergency kondisi pasien dan waktu untuk melakukan data penilaian
tingkat kesadran sangat terbatas. Oleh karena itu, skala koma glasglow ( glasglow coma
scale atau GCS) dapat memberikan jalan pintas yang sangat berguna. Skala tersebut
memungkinkan pemeriksa untuk membuat peringkat 3 respon utama psien terhadap
lingkungan yaitu: membuka mata, mengucapkan kata dan gerakan. Nilai total
maksimum untuk sadar penuh dan terjaga adalah 15. Nilai minimum 3 menandakan
pasien tidak memberikan respon. Jika nilai keseluruhan adalah 8 atau dibawahnya maka
berhubungan dengan koma yang jika bertahan dalam waktu yang lama mungkin dapat
menjadi suatu tanda akan buruknya pemulihan fungsi.

Pengkajian status nutrisi

Pengkajian status nutrisi dengan menggunakan berat dan tinggi badan merupakan
indicator dan status nutrisi yang penting. Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan
mengukur TB dan BB, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah, dan
keseimabngan nitrogen. Segala bentuk difisensi nutrisi harus dikoreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan proitein yang cukup guna perbaikan jaringan.

Perbaikan jaringan normal dan resistensi terhadap infeksi bergantung pada status nutrisi
yang cukup. Pembedahan akan meningkatkan kebutuhan nutrisi. Setelah pembedahan,
pasien membutuhkan minimal 1500 kkal/hari untuk memperthankan cadangan energy.
Peningkatan protein, vit A dan C serta zat besi akan memepercepat penyembuhan luka.
Pasien malnutrisi cenderung mengalami penyembuhan luka yang kurang baik,
berkurangny6a penyimpanan energy, dan infeksi setelah operasi. Apabila pasien
menjalani pembedahan elektif, maka ketidakseimbangan nutrisi dapat diperbaiki
sebelum pembedahan. Namun jika pasien malnutrisi harus menjalani prosedur darurat,
maka upaya perbaikan nutrisi dilakukan setelah pembedahan.

Obesitas meningkatkan resiko pembedahan akibat menurunnya ventilasi dan fungsi


jantung. Pasien akan mengalami kesulitan melakukian aktivitas fisik normal setelah
pembedahan. Pasien obesitas rentan mengalami penyembuhan luka yang buruk dan
infeksi luka karena struktur jaringan lemak memiliki suplai darah yang cukup. Pasien
obesitas sering mengalami kesulitan penutupan luka karena tebalnya lapisan adipose.
Klien obesitas juga beresiko mengalami dehisens (terbukanya garis jaringan operasi).

Pemeriksaan TTV

TTV diukur untuki menentukan status kesehatan atau untuk menilai respon pasien
terhadap stress terhadap intervensi pembedahan. Pemeriksaan TTV meliputi
pengukuran suhu, nadi, TD dan frekuensi pernafasan. Sebagai indicator dari status
kesehatan, ukuran-ukuran ini menandakan keepektifan sirkulasi, RR, serta fungsi
neurologis dan endokrin tubuh. Karena sangat penting, maka disebut tanda vital.
Pengkajian TTV pra operatif memberikan data dasar yang penting untuk dibandingkan
dengan perubahan TTV yang terjadi selama dan setelah pembedahan. Pengkajian TTv
praoperatif juga penting untuk menuntukan adanya abnormalitas cairan dan elektrolit.
Peningkatan denyut jantung dapat disebabkan karena volume caioran plasma,
kekurangan kalium, atau kelebihan natrium. Apabila denyut nadi kuat dank eras, hal
tersebut mungkin disebabkan karena kelebihan volume cairan. Disritmia jantung
umumnya disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit.

Tanda vital meruapkan cara yang cepat dan efesien untuk memantau kondisi pasien,
mengidentifikasi masalah, dan mengevaluasi respon pasien terhadap intervensi.
Pengkajian tanda vital memungkinkan perawat untuk mengidentifikasi diagnosis
keperwatan, mengimpolementasikan rencana intervensi, dan mengevalusi keberhasilan
bila tanda vital di kembalikan pada batas nilai yang dapat diterima.
Kepala dan leher

Survey kepala

Perawat mulai dengan menginfeksi posisi kepala dan gambaran wajah pasien. Posisi
kepala normalnya tegak dan stabil. Perawat mengobservasi gambaran wajah pasien,
melihat kelopak mata, alis, lipatan nasolabial, dan mulut untuk mengetahui bentuk dan
kesimetrisannya.

Mata

Observasi gambaran kesimetrisan mata kanan dan kiri. Kesimetrisan wajh pasien dikaji
untuk melihat apakah kedua mata terletak pada jarak yang sama. Perawat memeriksa
apakah salah satu mata lebih besar atau lebih menonjol kedepan melalui pemeriksaan
posisi istirahat dan garis mata atas.

Kelopak mata di insfeksi warna, keadaan kulit dan ada atau tidak adanya bulu mata
serta arah tumbuhnya. Terkadang pada praktur dasar tengkorak diposa anterior, darah
dapat merembas dari rebokan dura hingga ke rongga orbita. Hematoma yang terjadi
menyebabkan gambaran mata hitam yang dikenal sebagai raccoon eyes.

Mata dan kelopak mata orang yang kekurangan nutrisi atau dehidrasi Nampak seperti
membelah atau tenggelam atau cekung karena lemak dan cairan yang tersimpan di
belakang bola mata hilang.

Konjungtiva dan sclera

Sclera di kaji warnanya, bias any berwarna putih warna kekuningan merupakan indikasi
ikterus atau masalh sistemik. Pada individu yang berkulit hitam, sclera normal juga bisa
terlihat kuning terdapat titik kecil, gelap dan berpigmen. Pemeriksaan konjungtiva
praoperatif akan memberikan data dasar untuk intervensi.

Pupil

Normalnya berbentuk bulat, terletak di tengah, dan memiliki ukuran yang sama antara
kiri dan kanan (isokor). Ukuran pupil bervariasi pada tiap indiviodu yang terpapar
cahaya dalam jumlah yang sama. Pupil yang lebih kecil ditemukan lansia. Individu
dengan myopia (hanya dapat melihat dengan dekat) mempunyai pupil yang lebih besar
sedangkan individu hipertropi (hanya dapat melihat jauh) mempunyai pupil yang lebih
kecil.

Perawat mwngkaji reaksi pupil terhadap sinar dengan menganjurkan pasien untuk
melihat lurus kedepan sambil secara cepat membawa sinar senter dari samping dan
mengarahklan ke pupil mata kanan. Pada kondisi hapankia (tidak adanya lensa mata),
pupil berwarna hitam sedangkan pada kondisi katarak pupil berwarna putih atau
leukoporia.

Hidung dan sinus

Lakukan inspeksi palatumole dan sinus nasalis dengan tujuan untuk mengkaji drainase
sinus yang menggambarkan adanya infeksi sinus atau pernafasan.

Mulut, bibir lidah dan palatum

Kondisi membrane mukosa mulut menunjukan status hidrasi. Pasien dehidrassi beresiko
mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang serius selama pembedahan.
Pada pasien yang mempunyai riwayat trauma atau praktur mandibula akan ditemukan
pergeseran gigi dan gusi.

Pemeriksaan leher

Pemeriksaan leher yang lazim dilakukan adalah memeriksa nodus limpatik dan kelenjar
tiroid. Nodus limpatik diperiksa dengan cara palpasi menggunakan jari tengah dan
gerakan memutar nodus limpatik normalnya tidak mudah di palpasi. Pada saat nodus
yang membesar itu ditemukan perawat harus mengeksplorasi area dan wilayah
sekitarnya yang memperoleh drainsa dari nodus tersebut untuk adanya melihat tanda
infeksi atau keganasan. Nyeri tekan biasanya terjadi akibat implamasi.

Kelenjar tiroid

Berada di leher bawah anterior, didepan dan di kedau sisi trakea. Perawat berdiri di
depan pasien dan menginfeksi area leher bawah, memeriksa kelenjar tiroid dan
memriksa adanya masa yang terlihat, kesimetrisan dan kesempurnaan bentuk di bagian
dasar leher. Perawat menawarkan segelas air dan kemudain meminta pasien untuk
menelannya sambil memperhatikan apakah ada kelenjar yang menonjol. Normalnya
kelenjar tirroid tidak dapat di lihat.
System saraf

Pasien yang akan menjalani pembedahan Karen apenyakit neorologis misalnya: tumor
otak atau struk pendarahan kemungkinan menunjukan gangguan tingkat kesadaran atau
perubahan perilaku. Tingkat kesadaran dapat berubah karena snestesi umum. Namun
setelah efek anestesi menghilang tingkat respon pasien akan kembali pada tingkat
respon sebelum operasi. Jika pasien akan mendaptkan anestesi spinel, maka pengkajian
praoperatif terhadap fungsi dan kekuatan motrik kasar penting dilakukan. Anestesi
spinal menyebabkan ekstremitas bawah mengalami paralisis sementara. Pengkajian
skesibilitas pra bedah sangat bermanfaat sebagai bahan evaluasi pada saat pasca
anestesi di ruang pemulihan.

Sistem endokrin

Secara umum, resiko pembedahan bagi pasien dengan DM yang tidak terkontrol tidak
lebih besar dari pasien non diabetes. Namun pemantauan kadar gula darah secar rutin
penting dilakukan sebelum, selama dan setelah pembedahan. Pasien yang mendapat
kortikostiroid beresiko mengalami insufisensi adrenal, oleh karena itu penggunaan
medikasi steroid untuk segala tujuan selam tahun-tahun sebelumnya harus dilaporkan
pada ahli anestesi dan ahli bedah.

Dada dan tulang belakang

Payudara

Pemeriksaan payudara adalah untuk mengklarifikasi riwayat atau keluhan pasien


tentang adanya masa pada payudara. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan observasi
ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan ukuran dan ketidak simetrisan
dapatdisebabkan oleh implamasi atau masa. Perawat kemudian menilai kontur atau
bentuk payudara dan mencatat adanya masa dataran retraksi atau lesung. Retraksi atau
lesung terjadi akibat infasi ligament oleh tumor atau kanker payudara.

System pernafsan

Pemeriksaan pra operatif system pernafsan dapat menjadi data besar rencana intervensi
pasca operatif. Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan umum system pernafsan
dan tanda-tanda abnormal seperti sisnosis, pucat, kelelahan, sesak nafas, batuk,
penilaian porudksi sputum dan lainnya. Karena harus melakukan pengkajian fisik secara
infeksi maka perawat harus memahami kondisi system pernafasan dalam rongga thorak
secara imaginer. Penilaian bentuk dada secara infeksi dilakukan untuk melihat seberapa
jauh kelainan yang terjadi pada pasien. Bentuk dada normal pada orang dewasa adalah
diameter anteropsoterior dalam proporsi terhadap diameter lateral adalah 1:2. Kondisi
yang tidak normal, seperti barrelces akan meningkatkan resiko pembedahan dan
memberikan inflikasi pada penyuluhan pre operasi tentang latihan batuk efektif dan
latihan nafas diafragma.

Perawat kemudian melakukan palpasi untuk menilai adanya kelainan pada dinding
thoraks dan merasakan perbedaan getaran suara nafas. Kelainan yang mungkin
didapatkan pada pemeriksan ini sperti: nyeri tekan, adanya empisema subkutan, atau
terdapat penurunan getaran suara nafas pada satu sisi akibat adanya cairan atau udara
pada rongga pleura.

Perkusi pada paru yang normal menimbulkan nada sonor, sedangkan perkusi pada
struktur yang berongga seperti usus atau peneumothoraks menimbulkan nada
hipersonor. Pemeriksaan auskultasi pra operatif ditujukan untuk menilai atau mengkaji
aliran udara melalui cabang bronkus dan mengevaluasi adanya cairan atau obstruksi
padat dalam struktur paru. Jika perawat mengenal bunyi mengi saat mengauskultasi
jalan nafas pada pemeriksaan pra operatif meaka hal ini menunjukan bahwa psien
beresiko mengalami penyempitan jalan nafas yang lebih lanjut selama pembedahan.

System kardiovaskuler

Apabila pasien mempunyai penyakit jantung, maka perawt harus mengkaji karakter
denyut jantung apical. Setelah pembedahan, perawta harus membandingkan prekuensi
dan irama nadi dengan dat yang diperoleh sebelum operasi. Obat-obatan anestesi,
perubahan keseimbangan cairan, dan stimulasi respon stress akibat pembedahan dapat
menyebabkan disritmia jantung. Perawat mengkaji nadi perifer, waktu pengisian
kapiler, dan warna serta suhu ekstremitas untuk menentukan status sirkulasi pasien.

Keseimbangan cairan dan elektrolit

Pasien yang mengalami hipopolemik atau perubahan elektrolit pra operatif yang serius
mempunyai resiko yang signifikan selama dan setelah pembedahan. Misalnya,
kelebihan atau kekurangan kalium akan meningkatkan peluang terajdinya disritmia.
Apabila pasien sebelumnya telah mempunyai gangguan pada ginjal, gastrointestinal,
atau kardiovaskuler maka resiko terjadinya perubahan volume cairan dan elektrolit akan
semakin besar.

Pengkajian tulang belakang

Pemeriksaan sekilas dalam infeksi tulang belakang yang penting adalah penilaian
kurfatula atau lengkung dari tulang belakang. Jika dilihat dari samping lengkung
kolumna vertebralis memperlihatkan 4 kurfa atau lengkung anterior posterior, yaitu
lengkung ventrikal pada daerah leher melengkung kedepan, daerah torakal melengkung
kebelakang, daerah lumbal melengkung kedepan, dan daerah pelvis melengkung
kebelakang.

Deformitas tulang belakang yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan pra operatif
meliputi skoliosis yaitu pembengkokan pada tulang belakang kea rah lateral dan kiposis
yaitu kenaikan kurfatura tulang belakang bagian dada yang akan menurunkan
kemampuan pemngembangan paru secara maksimal sehingga menambah resiko
pembedahan.

Abdomen dan panggul

Survey abdomen dan panggul

Perawat mengkaji ukuran bentuk kesimetrisan dan distensi abdomen. Apabila psien
akan menjalani bedah abdomen maka perwawt harus sering melakukan pengkajian
pasca operatif pada insisi abdomen dan membandingkan hasilnya dengan data yang
diperoleh pada fase pra operatif. Distensi menunjukan adanya perubahan fungsi
gastrointestinal pada fase pasca operatif. Perawta hars mengetahui apakah abdomen
pasien menonjol atau mengalami distensi setelah pembedahan.

System pencernaan

Pengkajian bising usus pada fse pra operatif berguna sebagai data dasar. Perawat juga
menentukan apakah pergerakan usus pasien teratur. Apabila pembedahan memerklukan
manipulasi saluran gastrointestinal atau pasien diberikan anastesi umum maka
peristaltic tidak akan kembali normal dan bsising usus akan hilang atau berkurang
selama beberapa hari setelah operasi.

System perkemihan
Ginjal terlibat dalam eksresi obat-obat anastesi dan metaboliknya. Status asam basa dan
metabolisme merupakan pertimbangan penting dalam pemberian anestesi. Pembedahan
dikontraindikasikanj bila pasien menderita nepritis akut, insufisiensi renal akut, dengan
oliguri atau anuri, atau masalh-masalah renal akuut lainnya, kecuali kalau pembedahan
merupakan satu tindakan penyelamat hidup atau amat penting untuk memperbaiki
fungsi urinary seperti pada obstruksi nuropati.

Integument dan muskoloskeletal

System integument

Perawta menginfeksi kulit di selruh peemukaan tubuh secara teliti. Perhatian utama
ditujukan pada daerah tonjolan tulang seperti siku, sacrum dan scapula. Selama
pembedahan, psien harus berbaring pada satu posisi tertentu dan bisanya sampai
beberapa jam. Dengan demikian pasien rentan mengalami ulkus tekan atau dekubitus
terutaam jika kulit pasien tipis, kering dan turgor kulitnya buruk. Lansia beresiko
mengalami gangguan integritas kulit akibt posisi dan pergeseran diats meja ruang
operasi yang dapat menyebabkan kulit lecet dan tertekan. Lakukan palpasi dengan
mencubit kulit untuk menentukan tingkat hidrasi tubuh.

Kaji kondisi jari untuk meniali adanya tanda sianosis perifer. Perwat juga perlu
mengakji adanya jari tabuh pada kuku jari tangan pasien, yang mengindikasikan adanya
penyakit paru dan mungkin apat menimbulkan kesulitan setelah pasien diberikan
anastesi.

System musculoskeletal

Periksa adanya depormitas atau kelainan bentuk pada seluruh ektremitas, meliputi
adanya benjolan ketidak sejajaran pada seluruh fungsi skeletal danj kemampuan dalam
melakukan rentang gerak sendi. Periksa adanya kondisi kelemahan atau kelumpuhan
dari fungsi seluruh ektermitas. Ditemukannya kelainan akan memberikan data dasar
untuk pemenuhan informsi pasca bedah terutama dalam melakukan latihan p[ergerakn
sendi pasca bedah.

Pemeriksaan diagnostic

Sbelum pasien mengalami pembedahan dokter bedh akan meminta pasien untuk
menjalani pemeriksaan diagnostic guna memeriksa adanya kondisi yang tidak normal.
Seperti EKG, dan foto dada tidak lagi di lakukan secara rutim untuk pasien yang
menjalani bedah sehari karena biaya yang harus di keluarkan untuk pemeriksaan
tersebut tidak efektif jika psien sehat dan tidak menunjukan gejala yang tidak normal (
Rothrock, 2000). Pemeriksaan skrining rutin terdiri dari pemeriksaan darah lengkap,
analisis elektrolit serum, koagulasi, kreatinin serum dan urinalisis. Apabila pemeriksaan
diagnostic menunjukan masalh yang berat maka ahli bedah dapat membatalkan
pembedahan sampai kondisi pasien stabil. Perawat juga harus mengkaji kembali hsil
pemeriksaan diagnostic yang perlu diketahui dokter untuk membantu merencakan terapi
yang tepat.

Poemeriksaan skrining tambahan

Apabila pasien berusia lebih 40 tahun atau mempunyai penyakit jantung, maka dokter
akan meminta psien untuk menjalani pemeriksaan sinar X dada atau EKG. Pada
beberapa prosedur bedah tertentu seperti bedah saraf, jantung, dan urologi diperluikan
pemeriksaan canggih untuk menegakan diagnosis pra bedah, misalnya: MRI, CT-scan,
USG Doppler ipv dan lainnya sesuai dengan kebutuhan diagnostic pra bedah.
3.PENGKAJIAN POST OPERATIF SEGERA

1. Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan

2. Kondisi umum pasien, kepatenan jalan nafas, tanda-tanda vital

3. Anesthetik dan medikasi lain yang digunakan (mis : narkotik, relaksan otot,
antibiotik)

4. Segala masalah yang terjadi selama fase pembedahan yang sekiranya dapat
mempengaruhi perawatan pasca-operatif (Ex : hemorrhagi, syok, dan henti jantung)

5. Patologi yang dihadapi (pemberitahuan kepada keluarga apabila ditemukan adanya


keganasan)

6. Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian cairan

7. Segala selang, drain, kateter atau alat bantu pendukung lainnya

8. Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anesthesia yang akan diberitahu

9. Evaluasi saturasi oksigen dengan oksimetri, pengkajian nadi-volume-keteraturan

10. Evaluasi pernafasan : kedalaman, frakuensi, sifat pernafasan

11. Kaji status kesadaran, warna kulit dan kemampuan berespon terhadap perintah.

Status Pernafasan
Kesulitan pernafasan berkaitan dengan tipe spesifik anesthesia. Pasien yang menerima
anesthesia lokal atau oksida nitrat biasanya akan sadar kembali dalam waktu beberapa
menit setelah meninggalkan ruang operasi. Namun, pasien yang mengalami anesthesia
general/lama biasanya tidak sadar, dengan semua otot-ototnya rileks. Relaksasi ini
meluas sampai ke otot-otot faring, oleh karenanya ketika pasien berbaring terlentang,
rahang bawah dan lidahnya jatuh ke belakang dan menyumbat jalan udara. Tanda-
tandanya :

- tersedak

- pernafasan bising dan tidak teratur

- dalam beberapa menit kulit menjadi kebiruan.

Cara untuk mengetahui apakah pasien bernafas atau tidak adalah dengan menempatkan
telapak tangan di atas hidung dan mulut pasien untuk merasakan hembusan nafas.
Gerakan thoraks dan diafragma tidak selalu menandakan bahwa pasien bernafas.

Tindakan terhadap obstruksi hipofaringeus termasuk mendongakkan kepala ke belakang


dan mendorong ke depan pada sudut rahang bawah, seperti jika mendorong gigi bawah
di depan gigi atas. Manuver ini menarik lidah ke arah depan dan membuka saluran
udara.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Bersihan jalan nafas in-efektif b.d efek depresan dari medikasi dan agen anesthetik

2. Nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif

3. Risiko perubahan suhu tubuh

4. Risiko cedera b.d status anesthesia

5. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

6. Perubahan eliminasi urinarius (retensi urine) b.d penurunan aktivitas, efek medikasi,
dan penurunan masukan cairan

7. Konstipasi b.d penurunan motilitas lambung dan usus selama fase intra operatif

8. Kerusakan mobilitas fisik b.d efek depresan dari anesthesia, penurunan intoleransi
aktivitas dan pembatasan aktivitas yang diprogramkan
9. Ansietas tentang diagnosis pasca operatif

10. PK : perubahan perfusi jaringan

11. PK : Risiko kekurangan volume cairan

12. PK : kerusakan intergitas kulit

13. PK : risiko infeksi.

INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Membersihkan sekresi dari jalan nafas : membalikkan pasien dari satu sisi ke sisi
lainnya, membuka mulut pasien secara manual tetapi hati-hati dengan menggunakan
spatel lidah, bila pasien muntah balikkan badan klien dalam posisi miring, bila perlu
lakukan suction untuk membersihkan lendir atau sisa muntahan

2. Pengaturan posisi : temapt tidur dijaga agar tetap datar sampai pasien kembali sadar,
lutut difleksikan dan bantal diletakkan di antara tungkai

3. Dukungan psikologis : temani pasien, beri informasi secukupnya, eksplorasi


ketakutan dan kekhawatiran.

MENGHILANGKAN KETIDAKNYAMANAN PASCA OPERATIF

1. Meredakan nyeri : teknik relaksasi, teknik distraksi, anagetik oral / IV / IM, therapi
kognitif

2. Menghilangkan kegelisahan : merupakan gejala defisit oksigen dan hemorrhagi, bisa


juga diakibatkan oleh posisi selama fase intra operatif, cara penanganan jaringan oleh
ahli bedah, dan reaksi tubuh terhaap pemulihan anesthesia. Dapat dihilangkan dengan
analgesik pasca operatif yang diresepkan dan perubahan posisi secara rutin.

3. Menghilangkan mual dan muntah : pengaruh anesthesia untuk mengeluarkan mukus


dan saliva dalam lambung yang tertelan selama periode anesthesia. Bila berlebihan
dapat dihilangkan dengan agens anesthestik dan antiemetik. Posisi pasien selama mual-
muntah adalah dengan dibalikkan miring ke salah satu sisi untuk meningkatkan
drainage mulut, mencegah aspirasi muntahan, dan suction jika diperlukan. Jika muntah
tidak kunjung berhenti, maka perlu dilakukan pemasangan NGT.

4. Mnghilangkan distensi abdomen : diakibatkan oleh akumulasi gas dalam saluran


intestinal. Penanganannya dengan memasang selang kateter rektak, selang NGT,
meminta pasien untuk sering berbalik, melakukan latihan dan mobilisasi dini jika
keadaan pasien memungkinkan.

5. Menghilangkan cegukan : diakibatkan oleh spasme internitten diafragma dan


dimanifestasikan dengan adanya bunyi “hik”

(bunyi koarse), akibat dari vibrasi pita suara yang tertutup ketika udara secara
mendadak masuk ke dalam paru-paru. Terbukti bahwa sebenarnya tidak ada tindakan
yang paling efektif untuk mengatasi cegukan. Remedi paling tua dan sederhana adalah
dengan menahan nafas, terutama pada saat minum. Selain itu penggunaan medikasi
fenotiasin, dengan menekankan jari tangan pada kelopak mata yang tertutup selama
beberapa menit dan dengan merangsang muntah dapat berhasil pada beberapa kasus.

6. Mempertahankan suhu tubuh normal : ruangan dipertahankan pada suhu yang


nyaman dan penggunaan selimut untuk mencegah kedinginan.

7. Menghindari cedera : restrain boleh digunakan hanya bila keadaan pasien benar-benar
mendesak untuk menggunakannya. Meski begitu, penggunaan restrain harus diawasi
jangan sampai mencederai pasien, mengganggu terapi IV, selang dan peralatan
pemantau. Apabila kegelisahan disebabkan oleh nyeri, maka dianjurkan penggunaan
analgesik dan sedatif.

8. Mempertahankan status nutrisi yang normal : makin cepat pasien dapat mentoleransi
diet yang biasa, makin cepat fungsi GI tract yang normal akan pulih kembali. Ambulasi
dini dan latihan di tempat tidur dapat membantu memperlancar kembalinya fungsi GI
tract. Cairan merupakan substansi pertama yang dapat ditoleransi oleh pasien. Jus buah
dan teh dapat diberikan sebagai asupan selanjtnya jika tidak terjadi mual dan muntah
(bukan es atau cairan hangat). Setelah itu makanan secara bertahap diberikan mulai dari
yang paling lunak sampai pada makanan padat biasa sesuai dengan toleransi pasien.

9. Meningkatkan fungsi urinarius yang normal : membiarkan air mengalir di kran dan
kompres hangat pada perineum merupakan upaya yang dianjurkan untuk merangsang
eliminasi pasien. Masukan dan haluaran harus terus dicatat.

10. Meningkatkan eliminasi usus : auskultasi abdomen dengan stetoskop digunakan


untuk mendeteksi adanya bising usus, sehingga jika bising usus telah terdengan, diet
pasien secara bertahap dapat ditingkatkan.

11. Memulihkan mobilitas : pasien dengan mobilitas terbatas harus dibalik dari posisi
satu ke posisi lainnya setiap 2 jam.

12. Ambulasi dini : ditentukan oleh kestabilan sistem CV dan neuromuskuler pasien,
tingkat aktivitas fisik pasien yang lazim, dan sifat pembedahan yang dilakukan.
Ambulasi dini dapat menurunkan insiden komplikasi pasca operasi. Ambulasi dini tidak
diperkenankan melebii toleransi pasien. Kondisi pasien menjadi faktor penentu dan
kemajuan langkah diikuti dengan memobilisasi pasien : pasien diminta untuk bergerak
secara bertahap dari posisi berbaring ke posisi duduk dampai semua tanda pusing telah
hilang (dengan menaikkan bagian kepala temapt tidur), pasien dapat dibaringkan
dengan posisi benar-benar tegak dan dibalikkan sehingga kedua tungkai menjuntai di
atas tepi tempat tidur dan setelah persiapan ini, pasien dapat dibantu untuk berdiri di sisi
tempat tidur.

13. Pengaturan posisi : posisi telentang tanpa menaikkan kepala, berbaring miring ke
salah satu sisi dengan lengan atas ke depan, posisi fowler –

posisi paling umum tetapi juga merupakan posisi yang paling sulit untuk dipertahankan.

14. Latihan di tempat tidur :


Latihan nafas dalam untuk menyempurnakan ekspansi paru
Latihan lengan melalui rentang gerak penuh, dengan perhatian khusus pada abduksi dan
rotasi eksternal bahu
Latihan tangan dan jari
Latihan kaki untuk mencegah foot drop dan deformitas dan untuk membantu dalam
mempertahankan sirkulasi yang baik
Latihan fleksi dan mengangkat tungkai untuk menyiapkan pasien untuk membantu
aktivitas ambulasi
Latihan kontraksi abdomen dan gluteal.

15. Mengurangi ansietas dan mencapai kesejahteraan psikososial


Dukungan psikologis selama fase post operatif
Kunjungan keluarga dekat selama beberapa saat
Eksplorasi kekhawatiran pasien tentang hasil pembedahan dan pikiran tentang masa
depannya
Jawab pertanyaan-pertanyaan pasien dengan meyakinkan tanpa masuk ke dalam suatu
pembahasan yang mendetail
Berada di dekat pasien untuk mendengarkan, mempertegas penjelasan dokter, dan
memperbaiki miskonsepsi yang ada
Instruksikan teknik relaksasi dan aktivitas pengalihan

16. Bila memungkinkan, cuci muka dan tangan klien untuk menyejukkan perasaan klien
yang baru dioperasi. Basahi bibirnya bila belum diperbolehkan untuk minum.

INTERVENSI KOLABORATIF

1. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat.

Tanda dan gejala : penurunan tekanan darah, saturasi O2 yang tidak adekuat, pernafasan
cepat atau sulit, peningkatan frekuensi nadi, gelisah, respon melambat, kulit dingin-
kusam-sianosis, denyut perifer menurun atau tidak teraba, haluaran urine kurang dari 30
ml/jam.

Tindakan kolaboratif dan mandiri :


Penggantian cairan
Terapi komponen darah
Medikasi untuk memperbaiki atau mendukung fungsi jantung (ex : antidisritmia)
Pemberian oksigen
Latihan tungkai untuk menstimulasi sirkulasi

2. Mempertahankan volume cairan adekuat

Selama fase intra operatif, kehilangan cairan yang berlebihan banyak terjadi bersamaan
dengan pembedahan sebagai akibat meningkatnya perspirasi, sekresi mukus dalam paru-
paru, dan kehilangan darah.

Tindakan :
Penggantian cairan dan elektrolit per IV
Penggantian cairan per oral secara bertahap setelah mual-muntah menghilang dan bising
usus terdengar

3. Pencegahan infeksi

Kebanyakan infeksi terjadi pada salah satu dari empat tempat anatomi : luka bedah,
saluran kemih, aliran darah atau saluran pernafasan. Infeksi dapat terjadi karena adanya
hal-hal berikut :
Penggunaan selang dan kateter, proses penyakit, atau oleh prosedur pembedahan
Efek ansethesia dan bedah mengurangi daya tahan tubuh terhadap infeksi
Pasien dapat terpajan pada agen infeksius selama hospitalisasi
Organisme yang ditemukan pada infeksi yang didapat di RS menyebar luas dan resisten
(kebal) terhadap antibiotik
Terjadi pelanggaran dalam teknik aseptik dan praktik mencuci tangan yang tidak baik.

Tindakan pengendalian :
Dorongan kepada pasien untuk batuk dan nafas efektis serta sering mengubah posisi
Penggunaan peralatan steril
Antibiotik dan antimikroba
Mempraktikkan teknik aseptik
Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Pencegahan kerusakan kulit
Pantau tanda-tanda hemorrhagi dan drainage abnormal
Pantau adanya perdarahan
Perawatan insisi dan balutan
Penggantian selang intravena dan alat invasif lainnya sesuai program.

EVALUASI

1. Fungsi pulmonal tidak terganggu

2. Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat

3. Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah

4. Orientasi tempat, peristiwa dan waktu

5. Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam

6. Mual dan muntah dalam kontrol, nyeri minimal.

KOMPLIKASI PASCA OPERATIF

1. Syok

Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan


ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk sampah metabolisme. Tanda-tandanya
:
Pucat
Kulit dingin dan terasa basah
Pernafasan cepat
Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
Nadi cepat, lemah dan bergetar
Penurunan tekanan nadi
Tekanan darah rendah dan urine pekat.

Pencegahan :
Terapi penggantian cairan
Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum
Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan
menggunakan narkotik secara bijaksana
Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)
Ruangan tenang untuk mencegah stres
Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi
Pemantauan tanda vital

Pengobatan :
Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan
Pemantauan status pernafasan dan CV
Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan
Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen darah,
albumin, plasma atau pengganti plasma)
Penggunaan beberapa jalur intravena
Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik (mengurangi
retensi cairan dan edema)

2. Hemorrhagi

Jenis :
H. Primer : terjadi pada waktu pembedahan
H. Intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan darah ke
tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari
pembuluh darah yang tidak terikat
H. Sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena pembuluh
darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang
drainage.

Tanda-tanda :

Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat,
suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien
melemah.

Penatalaksanaan :
Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok
Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi
Inspeksi luka bedah
Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
Transfusi darah atau produk darah lainnya
Observasi VS.

3. Trombosis Vena Profunda (TVP)

Merupakan trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial.

Manifestasi klinis :
Nyeri atau kram pada betis
Demam, menggigil dan perspirasi
Edema
Vena menonjol dan teraba lebih mudah

Pencegahan :
Latihan tungkai
Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah
Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung atau bentuk lain
untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh di bawah lutut
Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur dalam waktu yang lama

Pengobatan :
Ligasi vena femoralis
Terapi antikoagulan
Pemeriksaan masa pembekuan
Stoking elatik tinggi
Ambulasi dini.

4. Embolisme Pummonal

Terjadi ketika embolus menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan sempurna
menyumbat arteri pulmonal.

Pencegahan paling efektif adalah dengan ambulasi dini pasca operatif.

5. Retensi urine

Paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina.

6. Delirium

Penurunan kesadaran dapat terjadi karena toksik, traumatik atau putus alkohol.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari.2009.Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep,


Proses, dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai