Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Syok atau renjatan merupakan suatu sindrom klinis yang terjadi akibat
gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi
untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.
Kumpulan gejala-gejala yang diakibatkan oleh karena gangguan perfusi jaringan
yaitu aliran darah ke organ tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhannya.
Syok juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang mengancam jiwa
yang diakibatkan karena tubuh tidak mendapatkan suplai darah yang adekuat yang
mengakibatkan kerusakan pada multiorgan jika tidak ditangani segera dan dapat
memburuk dengan cepat.

2.2 Klasifikasi

1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari
volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat
perdarahan yang masif atau kehilangan plasma darah.

Beberapa penyebab syok hipovolemik :


A. Kehilangan darah/syok hemoragik

 Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal

 Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks

B. Kehilangan plasma : luka bakar luas, pankreatitis, deskuamasi kulit

C. Kehilangan cairan dan elektrolit

2
 Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih

 Internal : asites, obstruksi usus

Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik :


a) Memulihkan volume intravaskular untuk membalik urutan peristiwa
sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat

b) Meredistribusi volume cairan

c) Memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat


mungkin.

Jika pasien sedang mengalami hemoragi, upaya dilakukan untuk


menghentikan perdarahan. Mencakup pemasangan tekanan pada tempat

3
perdarahan atau mungkin diperlukan pembedahan untuk menghentikan
perdarahan internal. Pemasangan dua jalur intra vena dengan jarum besar
dipasang untuk membuat akses intra vena guna pemberian cairan. Maksudnya
memungkinkan pemberian secara simultan terapi cairan dan komponen darah jika
diperlukan. Contohnya : Ringer Laktat dan Natrium clorida 0,9 %, Koloid
(albumin dan dekstran 6 %).

Manifestasi klinis syok hipovolemik


Ada 3 stadium syok hipovolemik
1. Kompensasi : takikardi, gaduh gelisah, kulit pucat, dingin, pengisian
kapiler lambat.

2. Dekompensasi : takikardia, takipnea, asidosis, kesadaran menurun,


tekanan darah menurun, oliguria.

3. Irreversibel : tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba, kesadaran


sangat menurun, anuria

Penatalaksanaan Syok Hipovolemik


a. Mempertahankan Suhu Tubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita
untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas.
Jangansekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat
berbahaya.
b. PemberianCairan
1. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-
mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan
kedalam paru.
2. Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau
dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).

4
3. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada
indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita
menjadi mual atau muntah.
4. Cairan intravena seperti larutan isotonic kristaloid merupakan pilihan
pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan
volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma
atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.
5. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang
dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis
cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan,
plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan
hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti
dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan
cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan
yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan
jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah
diketahui bahwa transfuse eritrosit konsentrat yang dikombinasi
dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
6. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian
cairan yang berlebihan.

5
6
2. Syok Kardiogenik
Syok Kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan
curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel
kiri yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan di mana fungsi vetrikel kiri
cukup baik.

Etiologi :
Gangguan kontraktilitas miokardium.

Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya


kongesti paru dan/atau hipoperfusi iskemik.

Infark miokard akut ( AMI),

Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary,


ruptur septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi
(menimbulkan/m empercepat) syok kardiogenik pada pasien
dengan infark-infark yang lebih kecil.

Valvular stenosis.

Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung).

Cardiomyopathy ( myocardiopathy, gangguan otot jantung yang


tidak diketahui penyebabnya ).

Tanda Penting Syok Kardiogenik :


 Tensi turun < 80-90 mmHg.

 Takipneu dan dalam.

 Takikardi.

7
 Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.

 Tanda-tanda bendungan paru : ronki basah di kedua basal paru.

 Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.

 Sianosis.

 Diaforesis (mandi keringat).

 Ekstremitas dingin.

 Perubahan mental.

 Oliguri (urin <20mL/jam)

Penatalaksanaan
1. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan
intubasi

2. Berikan oksigen 8 - 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk


mempertahankan PO2 70 - 120 mmHg

3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada
harus diatasi dengan pemberian morfin.

4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang


terjadi.

5. Bila mungkin pasang CVP.

6. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.

Medikamentosa :
1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.

2. Anti ansietas, bila cemas.

8
3. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.

4. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung


tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.

5. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m : bila ada dapat juga diberikan


amrinon IV.

6. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.

7. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi


jaringan.

Menurut Dean AJ, Beaver KM (2007):


1. Emergent therapy

Terapi ini bertujuan untuk menstabilkan hemodinamik pasien


dengan oksigen, pengaturan jalan nafas (airway control), dan akses
intravena. Diperlukan usaha untuk memaksimalkan fungsi ventrikel kiri.

2. Volume expansion

Jika tidak ada tanda volume overload atau edema paru, volume expansion
dengan 100 mL bolus dari normal saline setiap 3 menit sebaiknya dicoba;
hingga, baik perfusi yang cukup maupun terjadi kongesti paru. Pasien
dengan infark ventrikel kanan memerlukan peningkatan tekanan untuk
mempertahankan atau menjaga kardiak output.

3. Inotropic support

Pasien dengan hipotensi ringan ( tekanan darah sistolik 80-90


mmHg ) dan kongesti pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat
dengan dobutamine ( 2,5 mikrogram/kg berat badan/menit, pada
inter
val 10

9
menit ). Dobutamine menyediakan dukungan inotropik saat
permintaan oksigen miokardium meningkat secara minimal.

Pasien dengan hipotensi berat (tekanan darah sistolik kurang dari


75-80 mmHg) sebaiknya dirawat dengan dopamine. Pada dosis
lebih besar dari 5,0 mikrogram/kg berat badan/menit, stimulasi
alfa-adrenergik secara bertahap meningkat, menyebabkan
vasokonstriksi perifer. Pada dosis lebih besar dari 20
mikrogram/kg berat badan/menit, dopamine meningkatkan
ventricular irritability tanpa keuntungan tambahan.

Kombinasi dopamine dan dobutamine merupakan strategi


terapeutik yang efektif untuk syok kardiogenik, meminimalkan
berbagai efek samping dopamine dosis tinggi yang tidak di
inginkan dan menyediakan bantuan/dukungan inotropik.

Jika dukungan tambahan untuk tekanan darah diperlukan, maka


dapat dicoba norepinephrine, yang berefek alfa-adrenergik yang
lebih kuat. Dosis awal : 0,5-1 mikrogram/menit.

4. Terapi reperfusi

Reperfusi miokardium iskemik merupakan terapi yang efektif untuk pasien


dengan infark miokard akut dan syok kardiogenik.

3. Syok Septik
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana
patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi
proses inflamasi.
Syok Septik didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang
mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan yang disebabkan
oleh adanya sistemik inflamatory respons terhadap infeksi. Mikroorganisme
penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif.

10
Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan
syok hipovolemia ( takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5
cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi ). Pasien-
pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal,
mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan
tekanan nadi yang melebar. Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang
sangat bervariasi, meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif,
jamur, dan virus.

Gejala khas sepsis Dikatakan sepsis jika mengalami “dua atau lebih gejala”
Suhu badan> 380 C atau <360 C

Heart Rate >9O;/menit

RR >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

Tanda – tanda Syok Sepsis :


 Peningkatan HR

 Penurunan TD

 Flushed Skin (kemerahan sebagai akibat vasodilatasi)

 Peningkatan RR kemudian kelamaan menjadi penurunan RR

 Perubahan sensori

 Penurunan urine output

 Peningkatan temperature

 Peningkatan cardiac output

 Penurunan SVR

11
 Penurunan tekanan atrium kanan

 Penurunan tekanan arteri pulmonalis

 Penurunan curah ventrikel kiri

 Penurunan PaO2

 Penurunan PaCO2 kemudian lama kelamaan berubah menjadi peningkatan


PaCO2

 Penurunan HCO3

Penatalaksanaan Medis
Pengobatan terbaru syok septik mencakup mengidentifikasi dan
mengeliminasi penyebab infeksi. Pengumpulan spesimen urin, darah, sputum dan
drainase luka dilakukan dengan teknik aseptik. Antibioktik spectrum luas
diberikan sebelum menerima laporan sensitifitas dan kultur untuk meningkatkan
ketahanan hidup pasien. Preparat sefalosporin ditambah amino glikosida
diresepkan pada awalnya. Kombinasi ini akan memberikan cangkupan antibiotik
sebagaian organisme gram negative dan beberapa gram positif.
Setiap rute infeksi yang potensial harus di singkirkan seperti : jalur
intravena dan kateter urin. Setiap abses harus di alirkan dan area nekrotik
dilakukan debridemen. Dukungan nutrisi sangat diperlukan dalam semua
klasifikasi syok. Oleh karena itu suplemen nutrisi menjadi penting dalam
penatalaksanaan syok septik. Suplemen tinggi protein harus diberikan 4 hari dari
awitan syok. Pemberian makan entral lebih dipilih daripada parenteral kecuali
terjadi penurunan perfusi kesaluran gastrointestinal.

4. Syok Neurogenik
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena

12
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. Sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance
vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan
oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi
umum yang dalam.
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena
reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi
menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang.
Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas,
terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan.
Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali
secara spontan. Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok.
Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada
medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis.
Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau
vasokonstriksi perifer.

Etiologi Syok Neurogenik


1) Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).

2) Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat


pada fraktur tulang.

3) Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi


spinal/lumbal.

4) Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).

5) Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat

13
lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien
menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya
pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak
hangat dan cepat berwarna kemerahan.
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar
darah yang berkumpul ditempat tersebut.
 Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
 Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya
dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi
dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator
mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari
pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi
yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan
hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot
respirasi.
 Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan
resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus
dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor
kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
 Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-
obat vasoaktif ( adrenergik : agonis alfa yang indikasi kontra bila ada
perdarahan seperti ruptur lien) : Dopamin merupakan obat pilihan
pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan
norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.

14
 Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.
Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika
norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat.
Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya
diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena
pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap
jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah
sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil,
karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
 Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama
kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung sebelum pemberian obat
ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok
hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi
perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
 Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya
cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui
vasodilatasi perifer. Pasien-pasien yang diketahui / diduga mengalami
syok neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan
kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu
pada kasus-kasus syok yang meragukan.

5. Syok Anafilaktik

Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang


diperantarai oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai
dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini

15
disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera
setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik
merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan
syok distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat
vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps pada
sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya kematian.

Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3


tipe dari reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai
1 jam setelah terpapar dengan alergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24
jam setelah terpapar dengan alergen; serta reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam
setelah terpapar dengan alergen.
Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi
kadang-kadang langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan, anafilaksis juga
dibagi dalam derajat ringan, sedang, dan berat.
 Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi
hangat, rasa sesak dimulut, dan tenggorok. Dapat juga terjadi
kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin,

16
dan mata berair. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama
setelah pemajanan.

 Derajat sedang dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah


bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring dengan dispnea,
batuk dan mengi. Wajah kemerahan, hangat, ansietas, dan gatal-gatal
juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.

 Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan


tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah
disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat kearah bronkospame,
edema laring, dispnea berat, dan sianosis. Bisa diiringi gejala
disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan kejang-kejang.
Henti jantung dan koma jarang terjadi. Kematian dapat disebabkan
oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan yang irreversible.

Penatalaksanaan

Tindakan

Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan alergen baik


peroral maupun parenteral, maka tindakan pertama yang paling penting
dilakukan adalah mengidentifikasi dan menghentikan kontak dengan alergen
yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis. Segera baringkan penderita pada
alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan
aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan
menaikkan tekanan darah.

Tindakan selanjutnya adalah penilaian airway, breathing, dan circulation


dari tahapan resusitasi jantung paru untuk memberikan kebutuhan bantuan
hidup dasar. Airway, penilaian jalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas
agar tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi

17
kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan
napas, yaitu dengan melakukan triple airway manuver yaitu ekstensi kepala,
tarik mandibula ke depan, dan buka mulut. Penderita dengan sumbatan jalan
napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi
endotrakeal, krikotirotomi, atau trakeotomi. Breathing support, segera
memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas spontan,
baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang
disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas
total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial,
selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan
oksigen 5-10 liter /menit. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada
arteri besar (a. karotis atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung
luar.

Obat-obatan

Sampai sekarang adrenalin masih merupakan obat pilihan pertama untuk


mengobati syok anafilaksis. Obat ini berpengaruh untuk meningkatkan tekanan
darah, menyempitkan pembuluh darah, melebarkan bronkus, dan meningkatkan
aktivitas otot jantung.

Adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamin dan mediator


lain yang poten. Mekanisme kerja adrenalin adalah meningkatkan cAMP dalam
sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasi serta
pelepasan histamine dan mediator lainnya. Selain itu adrenalin mempunyai
kemampuan memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah
perifer dan otot polos bronkus. Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan
vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi
jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam
waktu pendek.

18
Pemberian adrenalin secara intramuskuler pada lengan atas, paha, ataupun
sekitar lesi pada sengatan serangga merupakan pilihan pertama pada
penatalaksanaan syok anafilaktik. Adrenalin memiliki onset yang cepat setelah
pemberian intramuskuler. Pada pasien dalam keadaan syok, absorbsi
intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada pemberian subkutan.
Berikan 0,5 ml larutan 1 : 1000 (0,3-0,5 mg) untuk orang dewasa dan 0,01
ml/kg BB untuk anak. Dosis diatas dapat diulang beberapa kali tiap 5-15 menit,
sampai tekanan darah dan nadi menunjukkan perbaikan.

Pengobatan tambahan dapat diberikan pada penderita anafilaksis, obat-


obat yang sering dimanfaatkan adalah antihistamin, kortikosteroid, dan
bronkodilator. Pemberian antihistamin berguna untuk menghambat proses
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan oleh
pelepasan mediator dengan cara menghambat pada tempat reseptor-mediator
tetapi bukan merupakan obat pengganti adrenalin. Tergantung beratnya
penyakit, antihistamin dapat diberikan oral atau parenteral. Pada keadaan
anafilaksis berat antihistamin dapat diberikan intravena. Untuk AH2 seperti
simetidin (300 mg) atau ranitidin (150 mg) harus diencerkan dengan 20 ml
NaCl 0,9% dan diberikan dalam waktu 5 menit. Bila penderita mendapatkan
terapi teofilin pemakaian simetidin harus dihindari sebagai gantinya dipakai
ranitidin. Anti histamin yang juga dapat diberikan adalah dipenhidramin
intravena 50 mg secara pelan-pelan (5-10 menit), diulang tiap 6 jam selama 48
jam.

Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan respon peradangan,


kortikosteroid tidak banyak membantu pada tatalaksana akut anafilaksis dan
hanya digunakan pada reaksi sedang hingga berat untuk memperpendek
episode anafilaksis atau mencegah anafilaksis berulang. Glukokortikoid
intravena baru diharapkan menjadi efektif setelah 4-6 jam pemberian.
Metilprednisolon 125 mg intravena dpt diberikan tiap 4-6 jam sampai kondisi

19
pasien stabil (yang biasanya tercapai setelah 12 jam), atau hidrokortison
intravena 7-10 mg/Kg BB, dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB setiap 6 jam, atau
deksametason 2-6 mg/kg BB.

Apabila terjadi bronkospasme yang menetap diberikan aminofilin


intravena 4-7 mg/Kg BB selama 10-20 menit, dapat diikuti dengan infus 0,6
mg/Kg BB/jam, atau aminofilin 5-6 mg/Kg BB yang diencerkan dalam 20 cc
dextrosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan sekitar 15 menit.
Pilihan yang lain adalah bronkodilator aerosol (terbutalin, salbutamol). Larutan
salbutamol atau agonis β2 yang lain sebanyak 0,25cc - 0,5 cc dalam 2-4 ml
NaCl 0,99% diberikan melalui nebulisasi.

Apabila tekanan darah tidak naik dengan pemberian cairan, dapat


diberikan vasopresor melalui cairan infus intravena. Larutan 1 ml epineprin
1:1000 dalam 250 ml dextrosa (konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1-
4 mg/menit atau 15-60 mikrodrip/menit (dengan infus mikrodrip), bila
diperlukan dosis dapat dinaikkan sampai dosis maksimum 10 mg/ml, atau
aramin 2-5 mg bolus IV pelan-pelan, atau levarterenol bitartrat 4-8 mg/liter
dengan dekstrosa 5% dengan kecepatan 2ml/menit, atau Dopamin 0,3-1,2
mg/Kg BB/jam secara infus dengan dextrosa 5%.

Terapi Cairan

Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena


untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular
sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat.
Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan
mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada
dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali
dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik

20
berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20-40% dari volume plasma.
Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang
sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma.

Perlu diperhatikan bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga
bisa melepaskan histamin. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid
merupakan pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk
mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan
plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.

Observasi

Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok


anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan.
Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian harus
seoptimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi
penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam
posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung. Kalau syok sudah
teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diobservasi
dulu selama selama 24 jam, 6 jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan
fungsi membaik. Hal-hal yang perlu diobservasi adalah keluhan, klinis
(keadaan umum, kesadaran, vital sign, dan produksi urine), analisa gas darah,
elektrokardiografi, dan komplikasi karena edema laring, gagal nafas, syok dan
cardiac arrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan
cardiovaskuler. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan,
infark miokard, aborsi, dan gagal ginjal juga pernah dilaporkan. Penderita yang
telah mendapat adrenalin lebih dari 2-3 kali suntikan, harus dirawat di rumah
sakit.

21
2.3 Patogenesis
Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil
akhirnya berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang
umum, walaupun ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh
disfungsi empat sistem yang terpisah namun saling berkaitan yaitu ;
jantung, volume darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan kapasitas
vena. Jika salah satu faktor ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan
kompensasi maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri
mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah
jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokontriksi
perifer meningkat.

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :


 Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa


sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan
melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung,
otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang
kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan
vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.
Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar
oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan
curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki
ventilasi alveolar. Aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena
ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan
filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka
filtrasi glomeruler juga menurun.

22
 Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu


mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan
adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga
terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah
arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah
nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.

Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi


sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return)
menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah
ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini
dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi
koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular
Coagulation).

Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat


vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah h ipoksia
jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin
dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut
memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi
jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan
integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke
sirkulasi.

Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar


memperburuk keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata,
integritas sistem retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi
juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi

23
asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler
dan timbunan asam karbonat di jaringan.

 Fase Irrevesibel/Refrakter

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga


tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat
timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi,
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru
menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,
dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang
meliputi :
a. Sistem pernafasan : nafas cepat dan dangkal

b. Sistem sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi


cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai
30%.

c. Sistem saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi


tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan
tidak sadar.

d. Sistem pencernaan : mual, muntah

e. Sistem ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)

f. Sistem kulit/otot : turgor menurun, mata cekung, mukosa lidah kering.

24
g. Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut
jantung yang normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila
kulitnya diraba.

2.5 Derajat Syok


Menentukan derajat syok :
 Syok Ringan

Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit,
lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama
dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap
(irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya
sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.

 Syok Sedang

Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal).
Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti
pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang
dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif
masih baik.

 Syok Berat

Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok


beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok
lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri
dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung
(EKG abnormal, curah jantung menurun).

25
2.6 Pemeriksaan
A. Anamnesis

Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat


sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang
yang mengetahui kejadiannya, cari :

Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)

Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)

Riwayat infeksi (suhu tinggi)

Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan


obat).

B. Pemeriksaan fisik

Kulit

Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat


sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia).
Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok
kardiogenik dan syok hemoragi terminal). Basah pada fase lanjut
syok (sering kering pada syok septik).

Tekanan darah

Hipotensi dengan tekanan sistolik < 80 mmHg (lebih tinggi pada


penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau
meninggi pada awal syok septik)

Status jantung

Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.

26
Status respirasi

Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi)


kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi meningkat
jika kondisi memburuk)

Status Mental

Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi


menurun, sopor sampai koma.

Fungsi Ginjal

Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)

Fungsi Metabolik

Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok


septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui).
Alkalosis respirasi akibat takipnea

Sirkulasi

Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi


pada syok kardiogenik

Keseimbangan Asam Basa

Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena
takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru).

C. Pemeriksaan Penunjang

Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar


ureum, kreatinin, glukosa darah.

Analisa gas darah

27
EKG

2.7 Penatalaksanaan
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan
untuk memperbaiki perfusi jaringan : memperbaiki oksigenasi tubuh dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.
Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan
nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal.
Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan
ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C
= circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik,
syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan
intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan
fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer.
Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat,
yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus
dicari dan ditanggulangi.

Penanganannya meliputi
Umum :
 Memperbaiki sistim pernafasan :

Bebaskan jalan nafas

Terapi oksigen

Bantuan nafas

 Memperbaiki sistim sirkulasi:

Pemberian cairan

28
Hentikan perdarahan yang terjadi

Monitor nadi, tekanan darah, perfusi perifer, produksi urin

2.8 Pencegahan

Aktivitas:
 Monitor status sirkulasi: BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR
dan ritme, nadi perifer dan kapiler refil.

 Monitor tanda inadekuat oksegenasi jaringan.

 Monitor ketakutan yang meningkatkan ansietas dan mengubah status


mental.

 Monitor suhu dan pernapasan.

 Pantau nilai labor: khususnya Hb, Ht, faktor pembekuan, ABG dan
elektrolit.

 Monitor parameter hemodinamik invansif yang sesuai.

 Catat adanya luka lebem, ptekie, dan keadaan membran mukosa.

 Catat warna, jumlah dan frekuensi BAB, muntah dan drainase nasogastrik.

 Lakukan tes uri untuk mengkaji darah, glukosa dan protein yang tepat

 Pantau nyeri dan lingkaran abdomen

 Monitor tanda dan gejala asites.

 Monitor kompensasi awal respon kehilangan cairan: peningkatan HR,


penurunan BP, hipotensi ortostatik, penurunan haluaran urin, penyempitan
tekanan nadi, penurunan kapiler refil, ketakutan, kulit dingin dan pucat,
daforesis.

29
 Monitor tanda awal syok jantung: penurunan CO haluaran urin,
peningkatan SVR dan PCWP, wheezing paru, S3 & S4 bunyi jantung, dan
takikardi.

 Monitor tanda awal syok septik: kulit panas,merah, kering, peningkatan


CO dan suhu, dan penurunan SVR dan PAP

 Monitor tanda awal reaksi alergi: whezing, serak, dada sesak, dipsnea,
keagatalan, bintik – bintik merah dan angioedema, gangguan GI, ansietas
dan gelisah.

 Monitor sumber yang mungkin untuk kehilangan cairan: chest tube, luka
dan drainase nasogastrik; diare, muntah dan peningkatan lingkar abdomen
dan ekstremitas.

 Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk peningkatan


preload, dengan tepat.

 Lihat dan pelihara kepatenan jalan napas.

 Berikan agen antiaritmik, yang sesuai.

 Berikan cairan pengganti IV sambil memonitor tekana cardiac loading,CO


dan haluaran urin, yang sesuai.

 Berikan cairan IV dan atau oral yang tepat.

 Berikan PRC dan atau plasma yang sesuai.

 Berikan diuretik yang tepat.

 Berikan vasodilator yang tepat.

 Beri inisiatif awal untuk agen mikroba dan monitor keefektifannya dengan
tepat.

30
 Masukan dan pelihara pembuluh yang lebar pada IV.

 Berikan oksigen dan atau ventilasi mekanik dengan tepat.

 Berikan agen anti inflamasi dan atau bronkodilator.

 Berikan epinefrin SC, IV, dan endotrakeal yang tepat.

 Ajarkan pasien tentang alergen dan bagaimana untuk menggunakan


peralatan anafilaksis dengan tepat.

 Anjurkan pasien dengan reaksi alergi untuk mengikuti terapi penurunan


sensitifitas.

 Ajarkan pasien dan keluarga tentang faktor yang dapat menimbulkan syok.

 Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda / gejala datangnya syok.

 Ajarkan pasien dan keluarga tertang langkah untuk mengatasi gejala.

2.9 Prognosis

Jika tidak diobati, biasanya berakibat fatal. Jika diobati, hasilnya


tergantung kepada penyebabnya, jarak antara timbulnya syok sampai
dilakukannya pengobatan serta jenis pengobatan yang diberikan. Kemungkinan
terjadinya kematian pada syok karena serangan jantung atau syok septik pada
penderita usia lanjut sangat tinggi.

31

Anda mungkin juga menyukai