Referat Syok Dan Penanganannya

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah
ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Syok atau renjatan dapat
diartikan sebagai keadaan terdapatnya pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas pada
kemampuan pengangkutan oksigen serta unsur-unsur gizi lainnya secara efektif ke berbagai
jaringan sehingga timbul cedera seluler yang mula-mula reversible dan kemudian bila
keadaan syok berlangsung lama menjadi irreversible.
Pada tingkat multiseluler, tidak semua jaringan dan organ secara klinis terganggu
akibat kurangnya oksigen pada saat syok. Syok dapat diklasifikasikan menjadi syok
hipovolemik, syok kardiogenik, syok distributif, dan syok obstruktif. Diseluruh dunia
terdapat 6-20 juta kematian akibat syok setiap tahunnya, meskipun penyebabnya berbeda
pada setiap negara.

Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data, baik secara klinis maupun
laboratorium. Syok bersifat progresif dan terus memburuk jika tidak segera ditangani. Syok
mempengaruhi kerja organ-organ vital dan penanganannya memerlukan pemahaman tentang
patofisiologi syok.Penatalaksanaan syok dilakukan seperti pada penderita trauma umumnya
yaitu primary survey ABCDE. Tatalaksana syok bertujuan untuk memperbaiki gangguan
fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Syok atau renjatan merupakan suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Syok (renjatan) adalah
kumpulan gejala yang diakibatkan karena gangguan perfusi jaringan yaitu aliran darah ke
organ tubuh tidak dapat mencukupi kebutuhannya. Syok atau renjatan dapat diartikan sebagai
keadaan terdapatnya pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas pada kemampuan
pengangkutan oksigen serta unsur-unsur gizi lainnya secara efektif ke berbagai jaringan
sehingga timbul cedera seluler yang mula-mula reversible dan kemudian bila keadaan syok
berlangsung lama menjadi irreversible.
Syok didefinisikan juga sebagai volume darah sirkulasi tidak adekuat yang
mengurangi perfusi, pertama pada jaringan non vital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan
kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru- paru, dan ginjal).2,3,4

2.2 Klasifikasi

Berdasarkan penyebab, syok dibagi menjadi :5


1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dan
pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa disebabkan
karena tubuh :
- Kehilangan darah atau syok hemoragik
 Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal
 Hemoragik internal : hematom, hematotoraks
- Kehilangan plasma : luka bakar
- Kehilangan cairan dan elektrolit
-

2
 Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih
 Internal : asites, obstruksi usus

2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah
jantung sistemik padakeadaan volume intravaskuler yang cukup dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok kardiogenik ditandai dengan gangguan fungsi
ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat pada pefusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan.Yang khas pada syok kardiogenik oleh infark
miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri.
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah
jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka dimulailah siklus
berulang.Siklus dimulai dengan terjadinya infark yang berlanjut dengan gangguan fungsi
miokardium. Gangguan fungsi miokardium yang berat akan menyebabkan menurunnya
curah jantung dan hipotensi arteria. Akibatnya terjadi asidosis metabolik dan

3
menurunnya perfusi koroner, yang lebih lanjut mengganggu fungsi ventrikel dan
menyebabkan terjadinya aritmia.
3. Syok Septik
Sepsis merupakan respon sistemik penjamu terhadap infeksi dimana patogen atau
toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses
inflamasi.Syok septik, terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya
didalam tubuh yang berakibat vasodilatasi. Pada umumnya penyebab syok septik adalah
infeksi kuman gram negatif yang berada dalam darah atau endotoksin.
Jamur dan jenis bakteri juga dapat menjadi penyebab septikemia. Syok septik
sering diikuti dengan hipovolemia dan hipotensi. Hal ini dapat disebabkan karena
penimbunan cairan disirkulasi mikro, pembentukan pintasan arteriovenus dan penurunan
tahanan vaskuler sistemik, kebocoran kapiler menyeluruh, depresi fungsi miokardium.
Beberapa faktor predisposisi syok septik adalah trauma, diabetes, leukemia,
granulositopenia berat, penyakit saluran kemih, terapi kortikosteroid jangka panjang,
imunosupresan atau radiasi. Syok septik sering terjadi pada bayi baru lahir, usia di atas 50
tahun, dan penderita gangguan sistem kekebalan.

4
4. Syok Anafilaktif
Syok anafilaktif adalah suatu respon hipersensitivitas yang diperantarai oleh IgE
(hipersensitivitas tipe 1) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang
menurun hebat. Hal ini disebabkan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang
mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler dan
terjadi dilatasi arteriola sehingga venous return menurun. Misalnya: reaksi tranfusi,
sengatan serangga, dan gigitan ular berbisa.
Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1
atau Immediate type reaction. Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
- Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen
yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran napas atau saluran makan ditangkap oleh
makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit
T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi
Limfosit B berproliferasi menjadi sel plasma (Plasmosit). Sel plasma
memproduksi Immunoglobulin E (IgE) spesifik untuk antigen tersebut. IgE ini
kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
- Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen
yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk allergen
yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh IgE spesifik
dan memicu terjadinya reaksi segera pelepasan mediator vasoaktif antara lain
histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula
yang disebut preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi
asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan
Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut
Newly formed mediators.
- Fase Efektor, yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik
pada organ-organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi,
meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi

5
mucus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet Activating Factor (PAF)
berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan
aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.
Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi, demikian juga
dengan leukotrien.

6
5. Syok Neurogenik
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif.
Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus
pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh darah pada capacitance vessels. Hasil dari perubahan
resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti :
trauma kepala, cedera spinal atau anestesi umum yang dalam). Syok neurogenik juga
disebut sinkop.
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan
terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak
berkurang.Reaksi vaso-vagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas,
terkejut, takut, atau nyeri hebat.Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan.Setelah
pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma kepaa yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma
kepala harus dicari penyebab yang lain.
Trauma pada medulla spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya
tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi
atau vasokonstriksi perifer.

2.3 Patogenesis dan Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 stadium yaitu :5


1. Compensated(kompensasi)
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga
timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan
seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan
aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang
kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikkan volume darah dengan konservasi air.
Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen didaerah
arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot
jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki

7
ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal mempunyai cara
regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan
darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.

2. Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Curah jantung tidak mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh
tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan
bertambah, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produksi metabolisme meningkat
maka terjadi kematian sel.
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga
terjadi bendungan vena, vena return menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti
dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat
menyebabkan trombosis luas (DIC =Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi
di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan
terlepaskanya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut

8
memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia
usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan toksin dan invasi bakteri
usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksifikasi hepar memperburuk
keadaan. Timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas system retikulo endotelial rusak,
integritas mikrosirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik
menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat
ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
3. Irreversible (refrakter)
Akibat kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas syok. Gagal
sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru
menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia
dan hiperkapnea.
2.4 Stadium-stadium syok

Syok ringan Syok sedang Syok berat

 Penurunan perfusi ->  Penurunan perfusi  Tidak adekuat


kulit, lemak,otot jaringan -> otak, hati, perfusi jantung dan
rangkadan tulang. usus, dan ginjal. otak.
 Reversible.  Oliguria.  Oliguria
 Kesadaran tidak  Asidosis metabolik.  Asidosis metabolik
terganggu, urin  Kesadaran relatif berat.
normal, tidak ada membaik  Gangguan
asidosis metabolik. kesadaran
 Tanda-tanda
hipoksia jantung
(EKG abnormal,
curah jantung
menurun).

9
2.5 Kriteria diagnosis
2.5.1 Syok hipovolemik
1. Anamnesis
Pasien dengan syok hipovolemik riwayat penyakit penting untuk menentukan penyebab
yang mungkin.
Syok akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis.
Syok karena perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluh
kelemahan, letargi, atau perubahan status mental.
Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada pembuluh
darah.
Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang menjalar kepunggung.
Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau
nyeri panggul.
Pasien dengan perdarahan gastrointestinal, penting untuk mengetahui ada atau tidaknya
hematemesis, melena, riwayat minum alcohol, penggunaan obat antiinflamasi non-
steroid yang lama, dan koagulopati.
Penyebab ginekologi, perlu untuk mengetahui informasi mengenai periode terakir
menstruasi, faktor risiko kehamilan ektopik, perdarahan pervaginam (jumlah dan
durasi), produk konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri.
2. Pemeriksaan fisik
Syok hipovolemik paling sering disebabkan oleh perdarahan.Selain itu dapat juga
disebabkan oleh dehidrasi. Berdasarkan perkiraan kehilangan cairan dan darah
berdasarkan presentasi pasien, syok hipovolemik dibagi menjadi 4 kelas, yaitu:8

10
Tabel 2. Perkiraan kehilangan cairan dan darah.
3. Pemeriksaan laboratorium8,10
Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal syok karena perdarahan kadar Hb dan Ht masih tidak berubah.
Penurunan kadar Hb dan Ht akan menurun setelah perdarahan berlangsung lama.
Pad asyok karena kehilangan plasma atau cairan tubuh sering terjadi pada DHF
atau diare dengan dehidrasi.
Urin
Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Urin normal yang dikeluarkan
tubuh adalah 0,5-1 cc/kg/BB/jam.
Pemeriksaan analisa gas darah
pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3darah menurun. Bila proses ini berlangsung terus
maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda
kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan
HCO3.

11
Pemeriksaan elektrolit
Pada syok sering didapatkan adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti
hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita dengan
asidosis.
2.5.2 Syok anafilaktik
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat
hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit), timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara
parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu.9,10
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : baik sampai buruk.
Kesadaran: komposmentis sampai koma.
Tensi : hipotensi.
Nadi :takikardi.
Kepala dan leher : sianosis, dispneu, konjungtivitis, lakrimasi, edema periorbita,
perioral, rhinitis.
Thorax aritmia sampai arrest pulmo bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing,
abdomen : nyeri tekan, bising usus meningkat.
Ekstremitas : urtikaria, edema.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel
darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun.
Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen)
dalam darah akan meningkat. Hitung sel meningkat hemokonsentrasi,
trombositopenia, eosinofilia naik/ normal/ turun. Biakan darah dibuat untuk
menentukan bakteri penyebab infeksi.
Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi
oksigen.
X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis.

12
EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia atau menunjukkan
ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke
otot jantung.10
2.5.3 Syok neurogenik7
1. Anamnesis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik dari
anamnesis biasanya terdapat cedera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cedera
spinal, atau anestesi umum yang dalam).7
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah
cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit
neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia.7
3. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:7
 Darah (Hb, Ht, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum,
kreatinin, glukosa darah.
 Analisa gas darah danEKG.
2.5.4 Syok Kardiogenik8,10
Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (≤ 90 mmHg), diikuti
menurunnya aliran darah ke organ vital :8,10
Produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
Gangguan mental, gelisah, sopourus.
Akral dingin.
Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner.
Meningkatnya adrenalin, glukosa, free fatty acid cortisol, renin, angiotensin plasma
serta menurunnya kadar insulin plasma.
Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi karena
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolik.
1. Pemeriksaan Penunjang
Serum elektrolit,fungsi ginjal, dan hepar.
Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit (koagulopati).
Enzim jantung ( creatinin kinase, troponin, mioglobin, LDH).

13
Analisis gas darah arteri menggambarkan keseimbangan asam-basa dan kadar
oksigen.
Pemeriksaan serial kadar laktat menggambarkan hipoperfusi.
2.5.4 Syok sepsis11
1. Anamnesis
Anamnesis sering didapatkan riwayat demam tinggi yang berkepanjangan, sering
berkeringat dan menggigil, mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang, pernah
mendapatkan tindakan medis atau pembedahan.
2. Pemeriksaan fisik
Demam tinggi, akral dingin, tekanan darah turun ≤ 80 mmHg dan disertai penurunan
kesadaran.
3. Pemeriksaan penunjang
Darah : menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah
faktor pembekuan yang menurun.
Analisa gas darah : menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen.
Pemeriksaan EKG jantung : menunjukkan ketidakteraturan irama jantung,
menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung.
Biakan darah : untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.11
2.5.5 Penatalaksaan dan komplikasi
2.5.1 Syok hipovolemik
Keadaan syok hipovolemia biasanya terjadi berbarengan dengan kecelakaan
sehingga diperlukan tatalaksana prehospital untuk mencegah timbulnya komplikasi,
transfer pasien ke rumah sakit harus cepat, tatalaksana awal di tempat kejadian harus
segera dikerjakan. Pada perdarahan eksternal yang jelas, dapat dilakukan penekanan
langsung untuk mencegah kehilangan darah yang lebih banyak lagi.12 Prinsip pengelolaan
dasar adalah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.13
A. Tatalaksana awal
Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui
tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
1. Airway dan Breathing

14
Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi
dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi
>95%. Pada pasien cedera servikal perlu dilakukan imobilisasi. Pada pasien
dengan syok hipovolemik memberikan ventilasi tekanan positif dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan aliran balik vena, cardiac output, dan
memperburuk syok. Untuk memfasilitasi ventilasi maka dapat diberikan oksigen
yang sifat alirannya high flow. Dapat diberikan dengan menggunakan non
rebreathing mask sebanyak 10-12 L/menit.12
2. Sirkulasi
Kontrol pendarahan dengan:
Mengendalikan pendarahan
Memperoleh akses intravena yang cukup
Menilai perfusi jaringan
Pengendalian pendarahan: Dari luka luar  tekanan langsung padatempat
pendarahan (balut tekan).Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah
 PASG (Pneumatic Anti Shock Garment).Pendarahan internal  operasi. Posisi
pasien juga dapat mempengaruhi sirkulasi. Pada pasien dengan hipotensi dengan
menaikkan kakinya lebih tinggi dari kepala dan badannya akan meningkatkan
venous return. Pada pasien hipotensi yang hamil dengan cara memiringkan
posisinya ke sebelah kiri juga meningkatkan aliran darah balik ke jantung.
3. Disability : pemeriksaan neurologi
Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi
motorik dan sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan
kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.
4. Exposure : pemeriksaan lengkap
Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta
pencegahan terjadi hipotermi pada penderita.
5. Dilatasi Lambung: dekompresi
Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak
mengakibatkan terjadinya hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat
diterangkan. Distensi lambung menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada

15
penderita yang tidak sadar, distensi lambung menyebabkan resiko aspirasi isi
lambung. Dekompresi dilakukan dengan memasukkan selang melalui mulut atau
hidung dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.
6. Pemasangan kateter urin
Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal
dengan memantau produksi urin.
B. Terapi Awal Cairan13, 15
Larutan elektrolit isotonik digunakan sebagai terapi cairan awal.Jenis cairan ini
mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler
dengan mengganti volume darah yang hilang berikutnya ke dalam ruang intersisial
dan intraseluler.Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama sedangkan NaCl
fisologis adalah pilihan kedua.Jumlah cairan yang diberikan adalah berdasarkan
hukum 3 untuk 1, yaitu memerlukan sebanyak 300 ml larutan elektrolit untuk 100 ml
darah yang hilang.
Sebagai contoh, pasien dewasa dengan berat badan 70 kg dengan derajat
perdarahan III membutuhkan jumlah cairan sebanyak 4.410 cairan kristaloid. Hal ini
didapat dari perhitungan [(BB x % darah untuk masing-masing usia x % perdarahan)
x 3], yaitu [70 x 7% x 30% x 3].13 Jumlah darah pada dewasa adalah sekitar 7% dari
berat badan, anak-anak sekitar 8-9% dari berat badan. Bayi sekitar 9-10% dari berat
badan.16 Pemberian cairan ini tidak bersifat mutlak, sehingga perlu dinilai respon
penderita untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan.13,17
Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi perkiraan, maka
diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui
atau penyebab syok yang lain. Singkatnya untuk bolus cairan inisial dapat diberikan
1-2 L cairan kristaloid, pada pasien anak diberikan 20 cc/kg BB.

2.5.2 Syok Kardiogenik


Prehospital care bertujuan untuk meminimalisir iskemik dan syok yang sedang
terjadi. Pasien dipasang akses intravena, oksigen high flow, dan monitor jantung atau
EKG.Dengan EKG dapat segera dideteksi terjadinya ST elevasi yang terjadi pada infark
miokard.Obat-obatan inortropik sebaiknya dipersiapkan.Bila perlu, dapat dilakukan

16
pemberian ventilasi tekanan positif dan intubasi.Pemasangan CPAP (Continuous
positive airway pressure) atau BIPAP (bilevel positive airway pressure) dapat
dipertimbangkan.Berikut adalah algoritma sindrom koroner akut.

Gambar 2. Berikut adalah algoritme sindroma koroner akut.27

17
2.5.3 Syok Neurogenik
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter
prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat
tersebut. 4,9
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan.Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat
jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot
respirasi.13
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per
infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap
tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap
terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien)
:3,14,15
Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa
dengan norepinefrin.Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam
menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak
sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus.Obat ini merupakan obat yang terbaik
karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap

18
jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal
kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan
kontraksi otot-otot uterus.
Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme
cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya
terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien
tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan
vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac
output.Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.

Cardiac Tekanan Resistensi Pembuluh


Obat Dosis
Output Darah Darah Sistemik

2,5-20
Dopamin + + +
mcg/kg/menit
0,05-2
Norepinefrin + ++ ++
mcg/kg/menit
0,05-2
Epinefrin ++ ++ +
mcg/kg/menit
2-10
Fenilefrin - ++ ++
mcg/kg/menit
2,5-10
Dobutamin + +/- -
mcg/kg/menit

2.5.4 Syok Septik


Pada SIRS (systemic inflammation response syndrome) dan sepsis, bila terjadi
syok ini karena toksin atau mediator penyebab vasodilatasi.Prinsip utama semua syok
tetap ABC.Pengobatan berupa resusitasi cairan segera dan setelah kondisi cairan
terkoreksi, dapat diberikan vasopressor untuk mencapai MAP optimal. Perfusi jaringan

19
dan oksigenasi sel tidak akan optimal kecuali bila ada perbaikan preload. Dapat dipakai
dopamin, norepinephrine dan vasopressin.Untuk menurunkan suhu tubuh yang
hiperpireksia dapat diberikan antipiretik.Pengobatan lainnya bersifat simtomatik.
Pengobatan kausal dari sepsis.22

Pemilihan antibiotik untuk sepsis biasanya secara empiris dapat digunakan:


vankomisin, ceftazidim, cefepime, ticarcilin, pipercilin, imipenem, meropenem,
cefotaxim, klindamisin, metronidazol.

2.5.5 Syok Anafilaktik


Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita
berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal
tersedia obat-obat emerjensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan
secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat
agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.14
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia,
baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:14
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari
kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah
jantung dan menaikkan tekanan darah.
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:

20
A. Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan
leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu
dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka
mulut.
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada
tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan
terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami
sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus
diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan
napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi
endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis,
atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup
dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
3. Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau
0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang
tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian
infus kontinyu adrenalin 2--4 ug/menit.
4. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi
respons, dapat ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB intravena dosis awal yang
diteruskan 0.4--0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
5. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason
5--10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok
anafilaktik atau syok yang membandel.
6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai
tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat.

21
Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan
perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya
peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan
larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari perkiraan kekurangan
volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat
kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan
koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan
volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein
atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim
ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa
dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal
mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus
dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan
kaki lebih tinggi dari jantung.
8. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat dipulangkan, tetapi harus
diobservasi selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat
terapi adrenalin lebih dari 2--3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam
untuk observasi.

2.6 Prognosis
Prognosis syok hipovolemik tergantung derajat kehilangan cairan.Bila keadaan klinis
masih ringan dan penanganan cepat dilakukan maka hasilnya akan memuaskan.Prognosis
pada syok neurogenik tergantung penyebab syok tersebut. Sedangkan pada syok sepsis baik
apabila penatalaksaan hemodinamik cepat dan segera mengetahui bakteri/virus penyebab
infeksi.11

22
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan
Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah
ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Klasifikasi syok : syok
hipovolemik, syok kardiogenik, syok septik, syok neurogenik, syok anafilaktik.Dapat
juga diklasifikasikan menjadi: syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok distributif dan
syok obstruktif.
Tanda dan gejala syok antara lain pucat (pallor ), hipotensi (tekanan sistol < 90
mmHg),takikardi (frekuensi jantung > 100x/menit), takipneu (nafas cepat), berkeringat,
akral dingin, oliguria. Penatalaksanaan syok antara lain bantuan hidup dasar dan terapi
cairan.

3.2 Saran
a. Melakukan penilaian dan penanganan syok pada pasien secara cepat dan tepat.
b. Mencegah terjadinya komplikasi lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

23
1. Sjamsuhidayat, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. 119-24.
2. Udeani J. Shock, Hemorrhagic. 2008 [cited November 26th
2011].http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview
3. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency
Surgery. 2006. 1-14
4. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life Support
Untuk Dokter. 1997. 89-115
5. Anderson SP, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 1, edisi
4.1995. Jakarta: EGC.
6. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock: Helpful or
harmful? Curr Opin Crit Care 7:422, 2001
7. Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock
Sepsis.http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf
8. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku:
Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical
Application.USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.
9. Schwarz A, Hilfiker ML.Shock. update October 2004
http:/www/emedicine.com/ped/topic3047
10. Patrick D. At a Glance Medicine, Norththampon : Blackwell Science Ltd, 2003
11. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
12. Kolecki P, author. Hypovolemic shock [monograph on the Internet].
Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/760145-treatment
13. American College of Surgeons Committe On Trauma. Advanced Trauma Life Support
Untuk Dokter. 1997. 89-115
14. Rifki. Syok dan penanggulangannya. FKUA. Padang.1999
15. Krausz. Initial Resuscitation Of Hemorrhagic Shock. World Jurnal of Emergency
Surgery. 2006. 1-14
16. Martel MJ. Hemorrhagic shock. J Obstet Gynaecol Can. Vol 24 (6). 2002. 504-11

24
17. Stern SA. Low-volume fluid resuscitation for presumed hemorrhagic shock: Helpful or
harmful? Curr Opin Crit Care 7:422, 2001
18. Bozeman P W.Shock, Hemorrhagic. 2007 [cited Mei10th2011].
http://www.emedicine.com
19. Demling RH, Wilson RF. Decision making in surgical care. B.C. Decker Inc. 1988.64
20. Brandler ES, editor. Cardiogenic shock in emergency medicine [monograph on the
Internet]. Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/759992-treatment
21. Lenneman A, Ooi HH, editors. Cardiogenic shock. [monograph on the Internet].
Washington:Medscape reference; 2010 [cited 2011 Nov 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/152191-treatment
22. Suryono B. Diagnosis dan pengelolaan syok pada dewasa. [Clinical updates emergency
case].FK UGM: RSUP dr. Sadjito, 2008
23. American Heart Association. (2015). Fokus Utama Pembaruan Pedoman American Heart
Association 2015 Untuk CPR dan ECC.

25

Anda mungkin juga menyukai