Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi TORCH adalah akronim dari beberapa penyakit yaitu
toksoplasmosis, rubella, sytomegalovirus, dan herpes simpleks yang
sering menimbulkan infeksi kongenital dalam bentuk hampir sama yaitu
mikrosefali, ketulian dan kebutaan, kehamilan dapat terjadi abortus,
persalinan prematur, dan pertumbuhan janin terlambat (Yadav,2014).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan
berbagai keluhan yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai
orang dewasa, baik pria maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat
hamil dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan pada bayinya, yaitu
cacat fisik dan mental yang beraneka ragam.
Infeksi TORCH juga dapat menyerang semua jaringan organ tubuh,
termasuk sistem saraf pusat dan perifeir yang mengendalikan fungsi gerak,
penglihatan, pendengaran, sistem kadiovaskuler serta metabolisma tubuh.
Masalah yang sering muncul pada saat hamil yaitu emosi seorang ibu
yang biasanya berubah-ubah, mulai dari rasa senang sampai rasa cemas
berlebihan. Perubahan lain yang penting untuk diketahui, yaitu
menurunnya sistem kekebalan tubuh yang dapat meningkatkan resiko
janin terhadap berbagai penyakit infeksi. Infeksi bisa ditularkan ibu
kepada janinnya melalui penularan vertikal atau vertical transmission.
Infeksi yang ditularkan melalui penularan vertikal yaitu infeksi
kongenital.Infeksi ini dapat bergerak melalui plasenta untuk menginfeksi
janin contohnya infeksi TORCH yaitu toksoplasmosis, rubella,
cytomegalovirus, dan herpes simpleks.
Diperkirakan bahwa 30-50% populasi manusia di dunia ini telah terinfeksi
oleh TORCH. Di berbagai negara TORCH terdapat pada 0,25-7% dari
setiap 1000 kelahiran hidupdidapatkan bahwa anjing sebagai sumber
infeksi mendapatkan infeksi dari makan tinja kucing atau berguling pada
tanah yang mengandung tinja kucing, yang merupakan instrumen
penyebaran secara mekanis dari infeksi TORCHPrevalensi TORCH di
beberapa daerah di Indonesia bervariasi antara 2-51%, penelitian
menunjukkan bahwa angka prevalensi TORCH pada manusia berkisar
antara 2-63% Sedangkan prevalensi TORCH pada hewan adalah 35-73%
pada kucing, 75% pada anjing, 20% pada ayam, 11-61% pada kambing,
11-36%, pada babi, kurang dari 10% pada sapi/kerbau, dan itik 6%.Hasil
survey kesehatan rumah tangga menemukan angka prevalensi terhadap
TORCH pada ibu hamil sebesar 60%.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada
klien dengan kehamilan dengan TORCH.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui definisi kehamilan dan infeksi TORCH.
b. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala kehamilan dengan
TORCH.
c. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi kehamilan dengan infeksi
TORCH.
d. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi kehamilan dengan infeksi
TORCH.
e. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan kehamilan dengan
infeksi TORCH..
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian kehamilan
Kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum dan dilanjutkan dengan atau implantasi, bila dihitung dari saat fertilisasi
hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40
minggu (Prawirohardjo, 2013).
Masalah yang sering muncul pada saat hamil yaitu emosi seorang ibu
yang biasanya berubah-ubah, mulai dari rasa senang sampai rasa cemas
berlebihan. Perubahan lain yang penting untuk diketahui, yaitu menurunnya
sistem kekebalan tubuh yang dapat meningkatkan resiko janin terhadap
berbagai penyakit infeksi. Infeksi bisa ditularkan ibu kepada janinnya melalui
penularan vertikal atau vertical transmission. Infeksi yang ditularkan melalui
penularan vertikal yaitu infeksi congenital. Infeksi ini dapat bergerak melalui
plasenta untuk menginfeksi janin. contohnya infeksi TORCH yaitu
toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, dan herpes simpleks (Abidin,
2014).
B. Pengertian infeksi TORCH
Infeksi TORCH adalah akronim dari beberapa penyakit yaitu
toksoplasmosis, rubella, sytomegalovirus, dan herpes simpleks yang sering
menimbulkan infeksi kongenital dalam bentuk hampir sama yaitu mikrosefali,
ketulian dan kebutaan, kehamilan dapat terjadi abortus, persalinan prematur,
dan pertumbuhan janin terlambat (Yadav,2014). Sebagian infeksi ini
mempunyai obat khusus tetapi sebagian tidak ada obatnya dan bergantung
pada kekebalan yang didapatkan akibat infeksi pertama. Bila terjadi reinfeksi
maka terbentuk kekebalan yang cukup sehingga tidak akan menimbulkan
kelainan kongenital (Manuaba, 2010).
a. Toksoplasmosis adalah sejenis infeksi yang disebabkan oleh sejenis
parasit toksoplasma gondi yang biasanya ditemukan pada kucing.
Infeksi ini dapat menyebabkan pertumbuhan janin menjadi terhambat,
kelainan mata, cacat otak, abortus atau malah mati saat dilahirkan
(Nirwana, 2011) b. Others (sifilis) adalah penyakit yang disebabkan
oleh gram negatif spirochete Treponema pallidum ( T. pallidum ).
Memiliki 100% peringkat transmisi vertical.
b. Rubella adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan infeksi kronik
intrauterin, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Rubella
disebabkan oleh virus plemorfis yang mengandung RNA. Virus ini
ditularkan melalui droplet dari ibu hamil kepada janin (Fadlun, 2014).
c. Cytomegalovirus atau lebih sering disebut CMV adalah infeksi
oportiunistik yang berhubungan dengan HIV. Virus ini dibawah oleh
sekitar 50% populasi dan 90% penderita dengan HIV. Cytomegalovirus
juga merupakan anggota keluarga virus herpes yang disebut herpes
viridae. CMV sering disebut sebagai “virus paradoks” karena bila
menginfeksi seseorang dapat berakibat fatal, atau dapat juga hanya diam
didalam tubuh penderita seumur hidupnya (Rukiyah, 2010).
d. Herpes simplex atau herpes genitalia adalah infeksi virus herpes
simpleks pada atau disekitar vagina, vulva (bibir vagina) dan anus
(wanita) (Robson, 2011). Herpes dapat menyebabkan luka pada daerah
mulut, dan hidung, pada daerah kemaluan (laki-laki dan wanita) dan
daerah anus, atau pada mata, jari dan tangan. Terdapat dua jenis virus
herpes simpleks yaitu herpes 1 dan 2 (Nugraheny, 2010).
C. Tanda dan Gejala
a. Toksoplasmosis
Gejala klinik yang muncul pada ibu hamil sebagian asimtomatik,
limpadenopati disertai malaise,nyeri kepala, nyeri tenggorokan, nyeri otot,
dan kelelahan disertai demam. Sedangkan pada bayi baru lahir tampak
hidrosefalus, retardasi mental, chorioretinitis, hepatitis, pneumonia,
miositis, dan limpadenopati (fadlun, 2014). Nyeri pada kelenjar limphe
yang membesar, dapat disertai pneumonia, polimiositis, dan miokarditis,
serta limphafingitis (Nugraheny, 2010)
b. Others (sifilis)
Manifestasi dini bisa berupa hemoragik keputihan ("sniffles"),
hepatosplenomegali, penyakit kuning, peningkatan enzim hati,
limfadenopati, hemolitik. anemia, trombositopenia, osteochondritis dan
periostitis, ruam mukokutan, kelainan sistem saraf pusat, gagal tumbuh,
chorioretinitis, nefritis dan nefrotik sindrom, pseudoparalisis nuri.
Manifestasi yang terlambat telah ditandatangani seperti gigi Hutchinson
(gigi kecil dengan alur sentral tidak normal), mulberry geraham (tonjolan
bulat pada gigi molar menyerupai mulberi), perforasi palatum durum, tuli
saraf kedelapan, keratitis interstitial, lesi tulang, dan tulang kering (karena
periosteitis kronis).
c. Rubella
Gejala klinis infeksi virus rubella berupa pembengkakan pada kelenjar
getah benih, demam diatas 380C, mata terasa nyeri, muncul bintik-bintik
diseluruh tubuh, kulit kering, sakit pada persendian, sakit kepala, dan
hilang nafsu makan (Rukiyah, 2010).
d. Cytomegalovirus
Pada umumnya infeksi CMV tidak menimbulkan gejala, bila
menimbulkan gejala, gejalanya tidak spesifik seperti flu dan sakit
tenggorokan (Esty, 2010). Gejala klinis infeksi cytomegalovirus seperti
mononukleosis; demam, pharingitis, poliarthritis, limfadenopati
e. Herpes
Gejalanya berupa luka yang terasa nyeri atau benjolan berisi cairan
disekitar bulu kemaluan,vagina,vulva atau anus. Bisa juga terasa nyeri saat
Buang Air Kecil (BAK). Serta gejala virus umumnya seperti demam, rasa
tidak enak badan serta sangat lelah. Luka herpes genital bisa muncul di
sekitar vagina, vulva, liang vagina atau anus, begitu terinfeksi virus ini,
virus akan menetap ditubuh dan bisa aktif berkali-kali. Gejala awalnya
bisa berupa rasa geli/gatal pada daerah yang terkena (Nugraheny, 2010).

D. Etiologi
1. Infeksi Toxoplasmia : toksoplasmatis biasanya bersifat jinak
anthropozoonosis , disebabkan oleh Toxoplasma gondii ( T. gondii ),
protozoa intraseluler wajib. T. gondii ditularkan melalui kotoran kucing,
makan daging mentah, air yang terkontaminasi dan tanah, dan susu
kambing yang tidak dipasteurisasi. Parasit bersilangan plasenta dan
menginfeksi bayi. Toksoplasmosis bawaan adalah biasanya tidak terlihat
saat lahir dan sekitar 70-90% bayi mengembangkan penyakit klinis yang
serius di masa dewasa. Meskipun, tiga jenis strain telah ditemukan di
berbagai spesies seperti tipe I, tipe II, dan tipe III, tetapi pada manusia,
tipe I dan tipe II ditemukan dalam bentuk aktif sedangkan tipe III
ditemukan pada hewan
2. Infeksi rubella : CMV adalah anggota virus herpes keluarga, infeksi
bawaan paling umum di United Negara. Ditularkan ke bayi selama
kehamilan, konsumsi ASI yang terinfeksi, langsung kontak dengan urin
dan air liur. Mudah menyebar dalam sehari pusat perawatan dan keluarga
yang memiliki banyak anak kecil. Karena untuk mengaktifkan kembali
endogen virus, dapat menyebabkan parah penyakit pada penerima
transplantasi imunosupresi pasien.
3. Infeksi sifilis : ini disebabkan oleh gram negatif spirochete Treponema
pallidum ( T. pallidum ). Memiliki 100% peringkat transmisi vertikal.
Penularan melalui kontak langsung dengan spirochete yang mengandung
lesi, seksual, atau secara transplasenta. Sifilis mempengaruhi wanita
hamil dalam tiga tahapan:
a) Tahap primer - penampilan chancre sifilis dan limfadenitis.
b) Ruam panggung sekunder di tangan dan kaki bahkan setelah 2-10
minggu chancre sembuh.
c) Stadium tersier - neurologis, kardiovaskular, dan lesi gusi
(granuloma pada kulit dan sistem muskuloskeletal). Sifilis bawaan
ditularkan dari ibu ke dia anak-anak, mereka memiliki tahap
primer dan sekunder penyakit daripada stadium tersier. Sifilis
bawaan dapat dibagi menjadi dua fase: penyakit awal (sebelum dua
tahun) dan penyakit lanjut (setelah dua tahun).
4. Varicella disebabkan Ini adalah anggota virus herpes
keluarga. Virus ini ditularkan melalui direct kontak fisik, kontak udara
dengan tetesan sekresi pernapasan. Orang yang baru terinfeksi
adalahmenular dari 1 hingga 2 hari sebelum timbulnya ruam. Itu masa
inkubasi rata-rata untuk varisela adalah 14 hingga 16 hari (kisaran 10-21
hari). Setelah infeksi primer sembuh, virus memasuki fase laten dan tetap
tidak aktif di Internetganglia sensorik toraks. Reaktivasi dapat terjadi di
sepanjang dermatom sensorik menyebabkan herpes zoster, atau "herpes
zoster".
5. Infeksi virus herpes simpleks adalah anggota herpesviridae keluarga yang
mengandung DNA untai ganda. Itu ditemukan dalam dua membentuk
HSV 1 dan 2. HSV1 menyebabkan gingivostomatitis, faringitis, dan tidak
sering pada infeksi genital tetapi HSV2 terutama terlibat dalam herpes
genital virus ini dapat ditularkan melalui kontak badan dan seksual,
infeksi dapat tertular pada bayi saat proses persalinan karena ada gesekan
dengan alat kelamin, tipe tipe herpes : herpes simpleks tipe I pada
umumnya menyebabkan lesi atau luka pada sekitar wajah, bibir, mukosa,
mulut, dan leher. Herpes simpleks II umumnya menyebabkan lesi pada
genital dan sekitarnya ( bokong, daerah anal dan paha ).

E. Dampak dari infeksi TORCH


Dampak dari infeksi TORCH pada ibu hamil berbeda-beda, misalnya
Toksoplasma bukan disebabkan oleh virus tetapi oleh parasite toxoplasma
gondi yang dapat mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan
mata, cacat otak, abortus, atau bahkan mati saat dilahirkan. Rubella, penyakit
ini sering di sebut dengan virus jerman apabila terjadi pada trimester pertama
kehamilan dapat menyebabkan kelainan bawaan dan menyebabkan katarak,
tuli dan kelainan jantung pada bayi baru lahir. Sedangkan pada ibu yang
mengidap cytomegalovirus saat hamil bisa mengakibatkan kelainan
kongenital atau infeksi yang bersifat kronis. Kemudian untuk herpes juga bisa
mengakibatkan keguguran, persalinan prematur dan bayi lahir dalam keadaan
cacat (Manuaba, 2010).

F. Patofisiologi
a) Toxoplasma
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa yang merupakan salah satu
penyebab kelainan kongenital yang cukup dominan dibandingkan
penyebab lainnya yang tergolong dalam TORCH. Hospes primernya
adalah kucing. Kucing ini telah mempunyai imunitas, tetapi pada saat
reinfeksi mereka dapat menyebarkan kembali sejumlah kecil ookista.
Ookista ini dapat menginfeksi manusia dengan cara memakan daging,
buah-buahan, atau sayuran yang terkontaminasi atau karena kontak
dengan faeces kucing. Dalam sel–sel jaringan tubuh manusia, akan
terjadi proliferasi trophozoit sehingga sel–sel tersebut akan membesar.
Trophozoit akan berkembang dan terbentuk satu kista dalam sel, yang di
dalamnya terdapat merozoit. Kista biasanya didapatkan di jaringan otak,
retina, hati, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kelainan pada organ-
organ tersebut, seperti microcephali, cerebral kalsifikasi, chorioretinitis,
dll. Kista toksoplasma ditemukan dalam daging babi atau daging
kambing. Sementara itu, sangat jarang pada daging sapi atau daging
ayam. Kista toksoplasma yang berada dalam daging dapat dihancurkan
dengan pembekuan atau dimasak sampai dagingnya berubah warna.
Buah atau sayuran yang tidak dicuci juga dapat menstranmisikan parasit
yang dapat dihancurkan dengan pembekuan atau pendidihan. Infeksi
T.gondii biasanya tanpa gejala dan berlalu begitu saja. Setelah masa
inkubasi selama lebih kurang 9 hari, muncul gejala flu seperti lelah,
sakit kepala, dan demam yang dapat muncul hampir bersamaan dengan
limpadenopati, terutama di daerah serviks posterior.
b) Rubella
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh enchepalitis.
Pada infeksi awal, virus akan masuk melalui traktus respiratorius yang
kemudian akan menyebar ke kelenjar limfe sekitar dan mengalami
multiplikasi serta mengawali terjadinya viremia dalam waktu 7 hari.
Janin dapat terinfeksi selama terjadinya viremia maternal. Saat ini, telah
diketahui bahwa infeksi plasenta terjadi pada 80% kasus dan risiko
kerusakan jantung, mata, atau telinga janin sangat tinggi pada
trisemester pertama. Jika infeksi maternal terjadi sebelum usia
kehamilan 12 minggu, 60% bayi akan terinfeksi. Kemudian, risiko akan
menurun menjadi 17% pada minggu ke-14 dan selanjutnya menjadi 6%
setelah usia kehamilan 20 minggu. Akan tetapi, plasenta biasanya
terinfeksi dan virus dapat menjadi laten pada bayi yang terinfeksi
kongenital selama bertahun-tahun.
c) Cytomegalovirus (CMV) Penyakit yang disebabkan oleh
Cytomegalovirus dapat terjadi secara kongenital saat bayi atau infeksi
pada usia anak. Kadang-kadang, CMV juga dapat menyebabkan infeksi
primer pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia dewasa
disebabkan reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi
kongenital biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV selama kehamilan.
Di negara berkembang, jarang terjadi infeksi primer selama kehamilan,
karena sebagian besar orang telah terinfeksi dengan virus ini
sebelumnya. Bila infeksi primer terjadi pada ibu, maka bayi akan dapat
lahir dengan kerusakan otak, ikterus dengan pembesaran hepar dan lien,
trombositopenia, serta dapat menyebabkan retardasi mental. Bayi juga
dapat terinfeksi selama proses kelahiran karena terdapatnya CMV yang
banyak dalam serviks. Penderita dengan infeksi CMV aktif dapat
mengekskresikan virus dalam urin, sekret traktus respiratorius, saliva,
semen, dan serviks. Virus juga didapatkan pada leukosit dan dapat
menular melalui tranfusi.
d) Herpes Simpleks (HSV) merupakan virus DNA yang dapat
diklasifikasikan ke dalam HSV 1 dan 2. HSV 1 biasanya menyebabkan
lesi di wajah, bibir, dan mata, sedangkan HSV 2 dapat menyebabkan
lesi genital. Virus ditransmisikan dengan cara berhubungan seksual atau
kontak fisik lainnya. Melalui inokulasi pada kulit dan membran mukosa,
HSV akan mengadakan replikasi pada sel epitel, dengan waktu inkubasi
4 sampai 6 hari. Replikasi akan berlangsung terus sehingga sel akan
menjadi lisis serta terjadi inflamasi lokal. Selanjutnya, akan terjadi
viremia di mana virus akan menyebar ke saraf sensoris perifer. Di sini
virus akan mengadakan replikasi yang diikuti penyebarannya ke daerah
mukosa dan kulit yang lain. Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes
genital telah mengalami peningkatan. Akan tetapi, untungnya herpes
neonatal agak jarang terjadi, bervariasi dari 1 dalam 2.000 sampai 1
dalam 60.000 bayi baru lahir. Tranmisi terjadi dari kontak langsung
dengan HSV pada saat melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah 35 -
40% jika ibu yang melahirkan terinfeksi herpes genital primer pada
akhir kehamilannya2.
G. Cara Penularan TORCH Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2
(dua) cara. Pertama, secara aktif (didapat) dan yang kedua, secara pasif
(bawaan). Penularan secara aktif disebabkan antara lain sebagai berikut :
1. Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi
(mengandung sista), misalnya daging sapi, kambing, domba, kerbau,
babi, ayam, kelinci dan lainnya. Kemungkinan terbesar penularan
TORCH ke manusia adalah melalui jalur ini, yaitu melalui masakan sati
yang setengah matang atau masakan lain yang dagingnya diamsak tidak
semnpurna, termasuk otak, hati dan lainnya.
2. Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran) kucing yang
menderita TORCH. Feses kucing yang mengandung oosista akan
mencemari tanah (lingkungan) dan dapat menjadi sumber penularan baik
pada manusia maupun hewan. Tingginya resiko infeksi TORCH melalui
tanah yang tercemar, disebabkan karena oosista bisa bertahan di tanah
sampai beberapa bulan.
3. Transfusi darah (trofozoid), transplantasi organ atau cangkok jaringan
(trozoid, sista), kecelakaan di laboratorium yang menyebabkan TORCH
masuk ke dalam tubuh atau tanpa sengaja masuk melalui luka
(Remington dan McLeod 1981, dan Levine 1987).
4. Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bisa menyebabkan
menularnya TORCH. Misalnya seorang pria terkena salah satu penyakit
TORCH kemudian melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita
(padahal sang wanita sebelumnya belum terjangkit) maka ada
kemungkinan wanita tersebut nantinya akan terkena penyakit TORCH
sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan jenisnya.
5. Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH ketika
mengandung maka ada kemungkinan juga anak yang dikandungnya
terkena penyakit TORCH melalui plasenta.
6. Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit
TORCH. Hal ini bisa terjadi seandainya sang ibu yang menyusui
kebetulan terjangkit salah satu penyakit TORCH maka ketika menyusui
penyakit tersebut bisa menular kepada sang bayi yang sedang
disusuinya.
7. Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih menempel di
kulit juga bisa menjadi penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini
bisa terjadi apabila seorang yang kebetulan kulitnya menmpel atau pun
lewat baju yang baru saja dipakai si penderita penyakit TORCH.
8. Faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya penularan pada
manusia, antara lain adalah kebiasaan makan sayuran mentah dan buah -
buahan segar yang dicuci kurang bersih, makan tanpa mencuci tangan
terlebih dahulu, mengkonsumsi makanan dan minuman yang disajikan
tanpa ditutup, sehingga kemungkinan terkontaminasi oosistalebih besar.
9. Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Cara
penularannya juga hampir sama dengan penularan pada hubungan
seksual.Berdasarkan kenyataan di atas, penyakit TORCH ini sifatnya
menular. Oleh karena itu dalam satu keluarga biasanya kalau salah satu
anggota keluarga terkena penyakit tersebut maka yang lainnya pun juga
bisa terkena. Malah ada beberapa kasus dalam satu keluarga seluruh
anggota keluarganya mulai dari kakek - nenek, kakak - adik, bapak - ibu,
anak - anak semuanya terkena penyakit TORCH.

H. Cara Menghindari Torch


Untuk menghindari sedini mungkin penyakit TORCH yang sangat
membahayakan ini, ada beberapa hal sebagai solusi awal yang bisa dilakukan
antara lain sebagai berikut :
a. Bila mengkonsumsi daging seperti daging ayam, sapi, kambing,
kelinci, babi dan lainnya terlebih dahulu dimasak dengan matang
hingga suhu mencapai 66 derajat Celcius, agar oosista - oosista yang
mungkin terbawa di dalam daging tersebut bisa mati.
b. Kucing peliharaan di rumah hendaknya diberi daging matang untuk
mencegah infeksi yang masuk ke dalam tubuh kucing. Tempat makan,
minum dan alas tidur harus selalu dicuci / dibersihkan.
c. Hindari kontak dengan hewan - hewan mamalia liar, seperti rodensia
liar (tikus, bajing, musang dan lain - lain) serta reptilia kecil seperti
cecak, kadal, dan bengkarung yang kemungkinan dapat sebagai hewan
perantara TORCH.
d. Penanganan kotoran kucing sebaiknya dilakukan melalui sarung
tangan yang disposable (dibuang setelah dipakai).
e. Bagi wanita yang sedang hamil, terutama yang dinyatakan secara
serologis sudah negatif, jangan memelihara atau menangani kucing
kecuali dengan sarung tangan.

I. Pemeriksaan diagnostic
1. Toksoplasmosis : Tes diagnostik untuk penyebabnya organisme pada
janin, yang ibunya memiliki bukti akut infeksi, dapat dilakukan lebih
tepat sejak dini dalam 18 minggu kehamilan menggunakan rantai
polimerase amplifikasi reaksi (PCR) dari gen B1 dari T. gondii. Tes
diagnostik khusus seperti pemindaian diferensial calorimetric (DSC),
immunosorbent terkait enzim IgM uji (ELISA), uji aglutinasi
imunosorben IgM (ISAGA), dan anti P30 IgM juga dilakukan untuk
mendeteksi organisme penyebab. Kalsifikasi dapat dideteksi oleh
pemindaian tomografi komputer (CT scan) kepala. Peningkatan kadar
protein dan pleositosis dapat dilihat pada cairan serebro-spinal selama
toksoplasmosis. Bangkit tingkat antibodi IgG dan IgM dalam serum
atau neonatal sera juga menunjukkan infeksi toksoplasmosis.
2. Rubella : Diagnosis infeksi dapat dilakukan menggunakan virus,
diisolasi dari sekresi nasofaring dan mendeteksi keberadaan IgM
spesifik menggunakan HAI, tes Nt. Itu Level IgM dapat diperkirakan
pada minggu ke 23 kehamilan. Beberapa teknik seperti probe RNA
dan PCR juga digunakan untuk mendeteksi virus dalam cairan ketuban
atau vili korionik.
3. Sifilis : Diagnosis sifilis dapat dilakukan dengan menggunakan
mikroskop lapangan gelap atau terdeteksi menggunakan kekebalan
langsung uji fluoresensi dari sampel yang dikumpulkan diambil dari
lesi, plasenta atau umbilikus. Diagnosis dugaan adalah dibuat
menggunakan tes nontreponemal dan treponemal. Non- tes
treponemal termasuk penelitian penyakit kelamin tes laboratorium
(VDRL) dan reagin plasma cepat (RPR); dan tes treponemal, termasuk
fluorescent uji serapan antibodi treponemal (FTA-ABS) dan uji
microhaemagglutination untuk antibodi T. pallidum (MHA-TP). tes
Treponemal tidak harus dipertimbangkan sendiri ketika hasil positif
palsu telah ditunjukkan oleh beberapa orang lain infeksi seperti
penyakit Lyme, frambusia, pinta, dan leptospirosis. Terkadang hasil
negatif palsu juga bisa terjadi terlihat karena antibodi berlebihan yang
dikenal sebagai Prozone efek. Metode diagnostik baru seperti enzim
immunoassay (EIA), reaksi berantai polimerase (PCR), dan
imunobloting digunakan; mereka memiliki sensitivitas yang lebih
besar dan spesifisitas. AMDAL berdasarkan metode penangkapan
antibodi menggunakan antigen treponemal (rekombinan) tersedia
secara komersial. Salah satu kit tersebut, Captia Syph-G (Mercia
Diagnostics, Guildford), yang mendeteksi treponemal IgG, memiliki
sensitivitas 100% dan spesifisitas 99% saat menguji wanita hamil.
4. virus Varicella-zoster : Reaksi berantai Polymerase dapat digunakan
untuk mendeteksi DNA virus dalam sampel jaringan. Dalam darah
tali pusat sampel bayi yang terinfeksi, VZV spesifik IgM dan IgG
antibodi dapat dengan mudah dideteksi.
5. virus herpes simpleks : pemeriksaan dapat dilakukan dengan
mengambil sampel urin, saliva, sekresi nasofaring. Itu orang dianggap
terinfeksi, jika hasil dari serum HSV IgM, HSV PCR dari kultur lesi
CSF atau HSV menjadi positif. PCR CSF dapat menjadi negatif di 5
hari pertama infeksi. Infeksi kulit, mata dan mulut dapat terjadi
mudah dideteksi dalam 24-36 jam dengan kultur virus.

J. Penatalaksanaan
Adanya infeksi-infeksi ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah.
Biasanya ada 2 petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu Imunoglobulin
G (IgG) dan Imunoglobulin M (IgM). Normalnya keduanya negatif. Jika IgG
positif dan IgMnya negatif,artinya infeksi terjadi dimasa lampau dan tubuh
sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu diobati. Namun, jika
IgG negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru terjadi dan harus diobati.
Selama pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil karena ada kemungkinan
infeksi ditularkan ke janin. Kehamilan ditunda sampai 1 bulan setelah
pengobatan selesai (umumnya pengobatan memerlukan waktu 1 bulan). Jika
IgG positif dan IgM juga positif,maka perlu pemeriksaan lanjutan yaitu IgG
Aviditas. Jika hasilnya tinggi,maka tidak perlu pengobatan, namun jika
hasilnya rendah maka perlu pengobatan seperti di atas dan tunda kehamilan.
Pada infeksi Toksoplasma,jika dalam pengobatan terjadi kehamilan,
teruskan kehamilan dan lanjutkan terapi sampai melahirkan.Untuk Rubella
dan CMV, jika terjadi kehamilan saat terapi, pertimbangkan untuk
menghentikan kehamilan dengan konsultasi kondisi kehamilan bersama
dokter kandungan anda. Pengobatan TORCH secara medis diyakini bisa
dengan menggunakan obat-obatan seperti isoprinocin, repomicine, valtrex,
spiromicine, spiradan, acyclovir, azithromisin, klindamisin, alancicovir, dan
lainnya. Namun tentu pengobatannya membutuhkan biaya yang sangat mahal
dan waktu yang cukup lama. Selain itu, terdapat pula cara pengobatan
alternatif yang mampu menyembuhkan penyakit TORCH ini, dengan tingkat
kesembuhan mencapai 90%.
Pengobatan TORCH secara medis pada wanita hamil dengan obat
spiramisin (spiromicine), azithromisin dan klindamisin misalnya bertujuan
untuk menurunkan dampak (resiko) infeksi yang timbul pada janin. Namun
sayangnya obat-obatan tersebut seringkali menimbulkan efek mual, muntah
dan nyeri perut. Sehingga perlu disiasati dengan meminum obat-obatan
tersebut sesudah atau pada waktu makan.
Berkaitan dengan pengobatan TORCH ini (terutama pengobatan
TORCH untuk menunjang kehamilan), menurut medis apabila IgG nya saja
yang positif sementara IgM negative, maka tidak perlu diobati. Sebaliknya
apabila IgM nya positif (IgG bisa positif atau negative), maka pasien baru
perlu mendapatkan pengobatan.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas klien:
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan:
 Suhu tubuh meningkat
 Malaise
 Sakit tenggorokan
 Mual dan muntah
 Nyeri otot
4. Riwayat kesehatan dahulu:
1. Klien sering berkontak langsung dengan binatang
2. Klien sering mengkonsumsi daging setengah matang
3. Klien pernah mendapatkan tranfusi darah
5. data psikologis
6. data spiritual
7. data social dan ekonomi
B. Pemeriksaan fisik
 Mata : Nyeri
 Perut : Diare, mula dan muntah
 Integument: suka berkeringat malam, suhu tubuh meningkat,
timbulnya rash pada kulit
 Muskuloskletal: Nyeri dan kelemahan
 Hepar : Hepatomegali dan icterus

C. Diagnose Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi / inflamasi.
2. Hipertemia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme
penyakit ditandai dengan suhu 390c tubuh menggigil.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya
masukan makanan dan cairan ditandai dengan diare

D. Intervensi
1. Diagnose 1: Nyeri b/d adanya proses infeksi / inflamasi.
a. Tujuan : mengurangi nyeri
b. Kriterian hasil :
- Klien melaporkan nyeri hilang dan terkontrol
- Klien tampak rileks, Klien mampu tidur/istirahat dengan tepat.
c. Intervensi
 Berikan lingkungan yang tenang sesuai kebutuhan.
R/ menurunkan reaksi stimulasi dari luar atau sensitivitas pada
cahaya dan meningkatkan istirahat/reaksi.
 Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri
yang penting.
R/ menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
 Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian
analgesic seperti asetamenofen.
 R/ Untuk menghilangkan rasa nyeri yang berat.
2. Diagnose 2: Hipertemia b.d peningkatan tingkat metabolisme penyakit
ditandai dengan suhu 39, 50C , tubuh menggigil
a. Tujuan: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
b. Kriteria hasil:
- Terjadi peningkatan suhu
- Kulit kemerahan dan hangat waktu disentuh
- Peningkatan tingkat pernapasan
c. Intervensi:
 Monitor tanda-tanda vital : suhu tubuh
R : Sebagai indikator untuk mengetahui status hipertermi
 Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat
sedikitnya2000ml/ hari untuk mencegah dehidrasi
R : Dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang
memicu timbulnya dehidrasi
 Berikan kompres dengan air biasa pada lipatan ketiak dan
femur
R : Menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk
mengurangi panas tubuh melalui penguapan.
 Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap
keringat
R : Kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya
pertumbuhan jamur, juga akan mengurangi kenyamanan klien,
mencegah timbulnya ruam kulit.
3. Diagnose 3: Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan
makanan dan cairan ditandai dengan, diare
a. Tujuan: memenuhi kebutuhan cairan tubuh
b. Kriteria hasil:
- Mempertahankan volume sirkulasi adekuat
- Tanda – tanda vital dalam batas normal
- Nadi ferifer teraba
- Haluaran urine adekuat
- Membrane mukosa lembab
- Turgor kulit baik.
c. Intervensi :
 Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makan sedikit
dalam frekwensi sering dan tawarkan makan pagi paling besar.
R : Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksia.
Anoreksia juga paling buruk selama siang hari, membuat
maskan makanan yang sulit pada sore hari.
 Berikan perawatan mulut sebelum makan;
R : Menghilangkan rasa tak enak dapat meningkatkan napsu
makan.
 Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
R : Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat
meningkatkan pemasukan.
 Konsul pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan
diet sesuai kebutuhan pasien, dengan masukan lemak dan
protein sesuai toleransi. R : Berguna dalam program diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi individu.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi TORCH adalah akronim dari beberapa penyakit yaitu toksoplasmosis,
rubella, sytomegalovirus, dan herpes simpleks yang sering menimbulkan infeksi
kongenital dalam bentuk hampir sama yaitu mikrosefali, ketulian dan kebutaan,
kehamilan dapat terjadi abortus, persalinan prematur, dan pertumbuhan janin
terlambat (Yadav,2014).
Penyakit ini sangat berbahaya bagi ibu hamil karena dapat mengakibatkan
keguguran, cacat pada bayi, juga pada wanita belum hamil bisa akan sulit
mendapatkan kehamilan.
Cara Penularan TORCH Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua)
cara. Pertama, secara aktif (didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan).

B. Saran
Untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara mengetahui
media dan cara penyebaran penyakit ini kita dapat menghindari kemungkinan
tertular. Hidup bersih dan makan makanan yang dimasak dengan matang.
DAFTAR PUSTAKA

Ramadhan,Y.A., Diana Malinia. 2012. Bahaya Virus Rubella bagi Ibu


Hamil.Surakarta : BISA Publishing.

Buku ajar keperawatan maternitas / pengarang, Bobak , Lowdermilk, Jensen : alih


bahasa, Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugerah ; editor edisi bahasa Indonesia,
renata Komalasari.-Ed.4.-Jakarta : EGC,2005.

Buku ajar keperawatan maternitas / pengarang, Bobak , Lowdermilk, Jensen : alih


bahasa, Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugerah ; editor edisi bahasa Indonesia,
renata Komalasari.-Edisi 4.-Jakarta : EGC,2012.

Yadav,Rajnis Khumar,dkk.2014.Jurnal Riset Ilmiah dan Inovatif 2014.India.

Sri Wahyuni.2013.TOXOPLASMOSIS DALAM KEHAMILAN.Surakarta.


MAKALAH
KEPERAWATAN MATERNITAS
“LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN HAMIL DENGAN TORCH”

Disusun Oleh:
1. Dita Riskawati (P27220017 136)
2. Elyta Susanti (P27220017 137)
3. Reska Ayu Anggraini (P27220017 157)
4. Risqi Dwi Jayanti (P27220017 158)

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2019

Anda mungkin juga menyukai