Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH DAN BAHASA FIGURATIF

DALAM TRADISI KATOBA


PADA MASYARAKAT MUNA
Hadirman
IAIN Manado

Abstrak
Masyarakat Muna memiliki salah satu tradisi, yakni katoba. Secara historis, keberadaan
tradisi katoba di Muna terkait dengan awal masuknya Islam di Muna pada 1629-1665
M, yakni masa pemeritahan La Ode Abdul Rahman (bergelar Sangia La Tugho). Sejak
masa pemerintahan Sangi La Tugho, hingga saat ini perkembangan tradisi katoba
masih cukup kuat karena telah melembaga dalam sistem kebudayaan Muna. Tradisi ini
dilaksanakan pada anak yang berusia (7-11 tahun) yang dipandu oleh seorang imamu
(imam) desa. Dalam proses pelaksanaan tradisi katoba terjadi interaksi verbal antara
imamu dan anak. Interaksi verbal tersebut, selain tercermin melalui bahasa sehari-hari
anak, hadir pula kemasan bahasa figuratif (figurative language). Pemakaian bahasa
figuratif tersebut, selain untuk memudahkan pemahaman anak terhadap nasihat/pesan
katoba yang disampaikan, juga untuk memberikan makna khusus atau efek tertentu.

Kata kunci: sejarah, bahasa figuratif, tradisi katoba, masyarakat Muna

The History and Figurative Language in Katoba Tradition of Muna People


The people of Muna has a tradition called Katoba. Historically, the existence of this tradition
was related with the earlier penetration of Islam in Muna at 1629-1665 AD, during the
ruling period of La Ode Abdul Rahman (titled Sangia La Tugho). Since the ruling period
of Sangia La Tungo until today, the Katoba tradition has been growing stronger as it has
institutionalised in the Muna Cultural System. The tradition is performed on to children aged
7 to 11 and guided by a village imam (imamu). During the procession, verbal interaction
happens between the imamu and the child. The verbal interaction, while reflecting the
child‘s everyday language, also shows occurances of figurative language expressions. The
reason in using figurative language is to help children to better understand the messages
and advices of Katoba and to give special meaning or certain effects.
Keywords: history, figurative language, Katoba tradition, the Muna people

43
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 1, Juni 2017

A. Pendahuluan tradisi katoba dapat dijadikan sebagai salah


satu sumber untuk mengenal dan menelusuri
Kabupaten Muna merupakan salah satu
sejarah perkembangan Islam di Muna. Lebih
kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara.
lanjut, teks/tuturan tradisi katoba me­mi­liki
Kabupaten ini memiliki banyak peninggalam
kemungkinan untuk dikembangkan men­jadi
budaya warisan leluhur. Salah satunya
salah satu sumber untuk mengenal dan me­ne­
adalah tradisi katoba yang dimanfaatkan
lusuri jejek sejarah dan budaya daerah Muna.
pendukungnya untuk membentuk pribadi
Dengan demikian, kesadaran tentang sejarah
anak agar beradat dan berkarakter Islami.
lokal dapat digerakkan untuk memper­ ta­
Tradisi katoba berasal dari kata toba yang
han­kan identitas, yang pada akhir­nya dapat
artinya ‘tobat, insaf’. Katoba adalah ritual
membangun ketahanan budaya masyarakat
“tobat” keagamaan untuk anak yang berumur
itu sendiri.
antara 7-11 tahun: diajarkan larangan-
Sementara itu, dalam konteks linguistik,
larangan yang harus dijauhi dan perbuatan-
tradisi katoba menjadi alat masyarakat
perbuatan baik yang harus dilakukan oleh
Muna untuk mengkonstruksi kebudayaan,
seorang imam Islam, disaksikan oleh keluarga
kebaha­sa­an, dan kekayaan nilai-nilai luhur
maupun undangan. Ritual ritual katoba
para lelu­hur­nya. Bahasa hadir sebagai media
dilakukan sesudah seorang anak disunat atau
untuk me­nyampaikan nasihat-nasihat katoba
dikhitan.
kepada anak yang di-katoba oleh seorang
Pelaksanaan tradisi katoba selalu
imam desa. Bahasa yang digunakan tersebut
melibat­ kan dewan syarah/tokoh adat
adalah bahasa Muna, yang merupakan bahasa
dan agama di Muna, yang saat ini dikenal
lingua franca masyarakat Muna baik di Muna
dengan imamu (imam) desa.Tradisi katoba
mau­pun di perantauan. Pilihan bahasa Muna
sampai sekarang masih tetap didukung dan
oleh imam tersebut, selain memakai bahasa
dilestarikan karena dianggap masih memiliki
yang dipakai sehari-hari juga menggunakan
peranan dalam kehidupan masyarakat Muna.
bahasa figuratif untuk menyampaikan efek
Tujuan kegiatan tradisi katoba selain untuk
dan makna tertentu. Oleh karena itu, artikel
melestarikan budaya leluhur, juga sebagai
ini mendiskusikan muatan sejarah dan bahasa
dakwah Islam. Masya­ rakat Muna yang
figuratif yang tercemin dalam tradisi katoba.
mayoritas beragama Islam me­ laksanakan
tradisi katoba karena dalam ajaran Islam
mengutamakan taubat (toba) agar memiliki
B. Sejarah Munculnya Tradisi Katoba
sifat-sifat perbuatan terpuji dan melakukan
di Muna
perbuatan yang menye­­lamatkan diri baik di Pembicaraan tentang sejarah tradisi
dunia maupun di akhirat. katoba berkaitan erat dengan awal mula
Tradisi ini dalam konteks historis dapat masuknya Islam di Muna. Berdasarkan sebuah
menjalankan fungsinya dalam tiga hal, yakni sumber tertulis bahwa Islam masuk di Muna
(1) fungsi wahana pemelihara sejarah, sejak tahun 1527 pada masa pemerintahan
(2) pengingat (mnemomic device), dan (3) Raja Muna VI, yakni Sugi Manuru. Pada
sebagai jembatan antara tradisi dan sejarah masa pemerintahan Sugi Manuru ini, tradisi
masyarakat itu sendiri. Keterbatasan referensi katoba belum dilaksanakan oleh masyarakat
tentang sejarah masa lalu masyarakat Muna, Muna. Sebagaimana faslafah Muna yang

44
SEJARAH DAN BAHASA FIGURATIF DALAM TRADISI KOTABA PADA MASYARAKAT MUNA -- Hadirman

dikemukakan Sugi Manuru yang berbunyi (toba) serta bisa diteladani perilakunya dalam
“Nohansu-hansurana bhadha somano kono masyarakat. Menurut pandangan orang Muna
hansuru liwu; nohansu-hansuruana liwu bahwa katoba harus dilaksanakan bagi setiap
somano kono hansurru adhati (Artinya: orang yang menjelang dewasa karena tradisi
biar hancur badan asa­ l­
kan jangan hancur ini merupakan proses pelampauan dari sifat
negeri; biar hancur negeri asal­ kan jangan kekanak-kanakan menuju pemikiran orang
hancur adat)”. Cuplikan falsafah di atas dewasa baik dalam konteks agama maupun
menggambarkan adat tetap ber­ ja­
lan dan adat- istiadat.
bahkan menjadi peraturan tertinggi yang Bertolak dari pemahaman demikian
harus dijunjung. Kemudian pada masa pe­ dapat­ lah dikatakan bahwa sejarah awal
merintahan La Ode Abdul Rahman (Sangia mula tradisi katoba pada masyarakat Muna
Latugho) yang memerintah tahun 1629-1665, mengandung muatan sejarah terutama
falsafah tersebut ditambahkan, nohansu- berkaitan dengan ihwal masuknya agama
hansuru ana adhati sumanomo kono hansuru Islam di Pulau Muna yang dibawa oleh
agama (biar hancur adat asalkan agama ahli agama yang berasal dari Arab, oleh
jangan hancur. Dari falsafah ter­sebut bahwa masyarakat Muna dikenal dengan nama
yang menjadi pedoman bagi masyarakat Saidi Raba. Orang Muna mengawali tradisi
adalah agama (Islam). katoba akibat proses Islamisasi, kemudian
Versi lain mengenai tradisi katoba ber­ berkembang menjadi ciri dan karakte­ristik
mula dan popular di Muna tidak terlepas dari orang Muna sebab proses pelak­sa­­na­an­nya
kedatangan ulama Arab yang bernama Sayid merupakan proses akulturasi antara nilai-
Raba pada masa pemerintahan La Ode Abdul nilai keaslian Muna dan nilai-nilai Islam.
Rahman (Sangia Latugho) yang memerintah
tahun 1629-1665. Ia datang untuk mening­ C. Konsep, Proses, Syarat, dan Dasar
kat­kan keimanan masyarakat terhadap agama Pelembagaan Tradisi Katoba
Islam. Dia meningkatkan kapasitas lembaga- 1. Konsep
lembaga pendidikan yang telah ada dengan Katoba dalam bahasa Muna berasal
memasukkan fikih Islam dalam materi pen­ dari atas morfem ka- dan kata dasar toba.
didikan norma, terutama setiap dia selesai Morfem ka- dalam bahasa Muna berarti (1)
melakukan khitanan atau kangkilo atau nominalisasi pada kata kerja (benda abstrak,
menyucikan diri dimulai dari pusat kerajaan alat, hasil), misalnya pada kata kaghosa
hingga ke pelosok desa yang ada di Muna. ‘kekuatan’, kaharo ‘sapu’, (2) awalan pada kata
Mementum pelaksanaan tradisi katoba sifat, misalnya sala kawanta ‘celana panjang’,
anak laki-laki dan perempuan yang sudah aqil (3) awalan pada verba, misalnya nekarato
balig diajarkan beberapa hal penting yang ‘Dia datang dengan tiba-tiba), (4) dengan
terkait penyucian diri dengan mengucapkan perulangan pada nomina: sesuatu yang kecil,
istighfar atau taubat (dotoba “mereka misalnya kawale-wale ‘Pondok yang kecil’,
bertobat”, bahasa Muna) yang dipandu oleh dan (5) dengan peru­la­ngan pada kata sifat:
pegawai syarah atau orang yang dipandang agak, misalnya nokapongke-pongke ‘Dia agak
tua. Mereka yang memimpin upacara katoba tuli’. Kata toba dalam bahasa Muna berarti
adalah yang memiliki ilmu tentang taubat (1) tobat, misalnya pogauno toba ‘bahasa

45
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 1, Juni 2017

tobat’, (2) tobat, insaf misalnya notobamo, (3) yang harus diputuskan’/dilupakan, yakni
noangkafimo katangarino imamu ‘Dia sudah dosa-dosa orang lain terhadap yaitu ber­dosa
insaf, ikut nasihat imam’ (3) tidak ada (dalam kepada Allah swt, Nabi, dan sesama manusia;
bahasa kiasan), (4) tobatkan (suatu upacara dan (4) hak-hak milik orang lain yang tidak
keagamaan untuk anak yang berumur boleh diambil, dan bila telah terambil, harus
enam tahun: diajarkan semua larangan dan dikembalikan (haku nahasi).
perbuatan baik oleh seorang imam disaksikan
keluarga dan undangan), misalnya pada 2. Proses Pelaksanaan Tradisi Katoba
dongkilo anahi, dotobadamo ‘Setelah sunat Sebagaimana masyarakat pada umumnya,
atau khitan barulah upacara tobat). Etimologi masyarakat Muna juga belajar dari mulut
katoba di atas, sebenarnya katoba berkaitan ke mulut tentang tradisi katoba. Akibatnya,
dengan upacara ‘tobat’ itu. dalam pelaksanaan katoba bisa saja berbeda-
Penulis lain yang menguraikan asal-usul beda di setiap kampung atau kelompok
katoba adalah La Ode Jaya menyatakan bahwa masyarakat. Imamu yang memandu upacara
katoba secara etimologis berasal dari kata katoba berbeda-beda prosesnya tetapi
toba yang diserap dari bahasa Arab, yakni sama-sama bertujuan mengajarkan dan
kata taubah (tobat). Pandangan filosofis orang memberitahukan anak yang di-katoba
Muna, muncul sebuah klaim bahwa anak- tentang hakikat taubat.
anak yang belum dewasa (kira-kira usia 7-11 Proses pelaksanaan upacara katoba ada
tahun) belum memiliki kemampuan memilah tahapan-tahapan tertentu yang harus dilak­
baik-buruk. Atas dasar inilah tradisi katoba sa­nakan secara berurutan, yakni sebagai
menjadi suatu keharusan dilaksanakan pada berikut.
anak yang akan memasuki usia dewasa. 1. Persiapan pelaksanaan upacara katoba.
Defenisi katoba berdasarkan penelusurun Misalnya, dimandikan dengan tujuan
kepustakaan yang ada, pertama kali dikemu­ mem­ ber­
sihkan daki secara lahiriah
ka­kan oleh J. Couvreur dalam bukunya yang mau­ pun batiniah agar memudahkan
berjudul Ethnografisch overzicht van Moena pemahaman nilai-nilai katoba.
yang diterjemahkan Rene van den Berg ber­ 2. Dirias dengan pakaian adat Muna, yaitu
ju­dul Sejarah dan Kebudayaan Muna men­de­ pakaian remaja baik laki-laki maupun
fe­nisikan katoba sebagai pesta pada waktu perempuan dengan tujuan dalam proses
anak-anak diislamkan pada umur kira-kira penyum­pahan disambut dengan pakaian
sebelas tahun (11 tahun) atau hampir umur kebesaran atau pakaian adat Muna. Ter­
kedewasaan. dapat perbedaan antara golongan dalam
Pelaksanaan tradisi katoba pada masa hal berpakaian. Pada golongan maradika,
kerajaan Muna, melibatkan pejabat agama para anak laki-laki dihiasi dengan pakaian
(lakina agamai) yang mengajarkan empat hal yang paling bagus, memakai pengikat
penting dalam tradisi katoba yakni: (1) yang kepala sama dengan yang dipakai lakina
harus disesali, yaitu berdosa kepada Allah agama, serta memakai sebuah keris. Para
swt, Nabi, dan sesama manusia; (2) yang anak perempuan berpakaian lengkap
harus dihindari, yaitu berdosa kepada Allah dengan perhiasan keluarga (apabila
swt, Nabi Muhammad, dan sesama manusia; keluarga tidak memiliki perhiasan, maka

46
SEJARAH DAN BAHASA FIGURATIF DALAM TRADISI KOTABA PADA MASYARAKAT MUNA -- Hadirman

dipinjam dari orang lain), wajah mereka Proses pelaksanaan tradisi katoba ada
dihiasi dengan bedak berwarna putih beberapa hal pokok yang menjadi penting
atau kuning muda, alis digunting rapi untuk dihayati dan diamalkan oleh peserta
sehingga berbentuk sabit, rambut kepala katoba dalam kehidupannya, karena menjadi
dekat telinga dicukur sedikir, sedangkan dasar mempedomani ajaran agama Islam.
di antara rambut kepala bagian depan Substansi ajaran taubat dalam katoba adalah:
diselipkan sebuah pena rambut terbuat 1. Mengucapkan kalimat istighfar, yaitu
dari emas atau perak lengka dengan ucapan awal yang harus diucapkan oleh
perhisan kecil-kecil yang melambai- peserta katoba. Ucapan ini mengandung
lamnai seperti daun-daun ohon yang maksud sebagai proses pembersihan diri
tertupi angin bila mereka berjalan. baik secara lahiriah maupun batiniah;
Proses pelaksanaan acara inti ritual 2. Pengucapan ikrar kalimat tauhid dan
katoba, yaitu: kalimat rasul;
a. Peserta yang di-katoba duduk bersila 3. Ikrar tentang penyesalan (ososo)’
dengan memegang sehelai kain putih 4. Ikrar tentang pernyataan sikap untuk
secara bersama-sama jika pesertanya tidak mengulangi lagi perbuatan yang
lebih dari dengan tujuan bahwa kain di­
ang­gap bertentangan dengan ajaran
putih sebagai isyarat kesucian bagi agama (obhotuki);
umat Islam dan menjadi semangat 5. Penyataan sikap dan moral untuk
keber­samaan (solidarity) dari seluruh menjauhi perbuatan yang bertentangan
peserta untuk mencapai tujuan dengan ajaran agama (fekakodoho);
penyum­pahan. 6. Pengkuan untuk menaati perempuan
b. Pengucapan Istighfar, syarat tobat dan dan laki-laki, baik orang tuanya sendiri
tingkah laku yang baik. Setelah itu, maupun orang tua lain yang dianggap
lalu mengikrarkan tobat kemudian sama kedudukannya dengan orang tua
mengucapkan dua kalimat syahadat sendiri;
mengikuti imam, seperti berikut. 7. Menghargai, menyayangi, menyegani, dan
c. Astaghfirullaahal adzim (3x) lalu menghormati kakak dan adik, baik kakak
dilanjutkan Allazii laa illaha illallah dan adik sendiri maupun dengan semur
huwal hayyul qayuumu wa atuubbu dengan mereka;
illahi. 8. Pengakuan untuk memiliki dan melak­
d. Pengucapan kalimat Tauhid setelah sa­nakan sifat-sifat; koemani (beriman),
itu me­ ngucapkan dua kalimat kosabara (sabar), koadhati (beradat)
syahadat: Asyhadu an laa illaha illallah dalam menjalani kehidupan sehari-hari
wa syahadu anna Muhammadar sebagai dasar utama menguasai diri dan
rasulullah. “Saya bersaksi bahwa me­ ngon­trol emosi untuk mewujudkan
tidak ada Tuhan yang disembah selain kehidupan yang harmonis.
Allah dan saya bersaksi pula bahwa
Muhammad adalah utusan Allah”. Berdasarkan uraian di atas semakin mem­
e. Pemberian pengajaran (nasihat) jelas eksistensi tradisi katoba sebagai
per­
katoba. pedoman hidup yang apabila dipahami dan

47
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 1, Juni 2017

diamalkan dengan baik dalam kehidupan diawali dengan niat tulus dan ikhlas
sehari-hari mengantarkan manusia untuk untuk tidak melakukan hal-hal yang
selamat di dunia dan di akhirat. Nasihat yang dapat mengakibatkan perbuatan
terdapat dalam tradisi katoba mengajarkan dosa. Dalam konteks penyesalan dan
tentang perilaku dalam kehidupan berma­sya­ penyucian diri bahwa untuk mencapai
rakat. Oleh karena itu, bila seseorang telah kedua hal tersebut, maka yang
mengalami pendidikan dalam tradisi katoba menjadi kuncinya adalah tekad yang
maka orang tersebut sudah mengetahui dilandasi niat. Dalam bahasa Muna,
perilaku-perilaku yang sesuai dengan Nobhala neati bhe podiu rampahamo
ketentuan adat dan agama Islam. podiu nomaighi welo neati ‘Besar
manfaat niat daripada tingkahlaku,
3. Syarat-Syarat Tradisi Katoba karena tingkah laku berawal dari
Syarat-syarat katoba dalam konstruksi niat”.
kebudayaan masyarakat Muna Muna agar Tiga syarat katoba tersebut di atas tidak
diterima oleh Allah swt diformulasikan saja selalu mengiringi setiap taubat dari
sebagai berikut. kejahatan yang berhubungan antara manusia
1) Tososo, yakni menyesali atas perbuatan dengan Tuhan-Nya saja akan tetapi jika per­
dosa yang pernah dilakukan, artinya buatan itu dihubungkan dengan manusia
bahwa dalam proses katoba, maka maka selain tiga syarat tobat tersebut diwajib­
salah satu persyaratan yang harus kan pula memenuhi syarat keempat, yaitu
di­
laku­kan adalah peserta yang di­ tindakan penyelesaikan dengan orang yang
taubat harus komitmen moral untuk bersangkutan.
menyesali seluruh perbuatan dosa Berdasarkan uraian di atas, tradisi
yang tidak disengaja. katoba pada masyarakat Muna merupakan
2) Tobhotuki, yakni menyucikan diri/ kontekstualisai ajaran Islam. Buku Hakikat
mencabut perbuatan maksiat yang Taubat tulisan Imam al-Ghazali, maka
sudah dilakukan, bahwa seseorang jelas sekali kaitan antara nasihat katoba
yang ditaubat melafalkan kalimat masyarakat Muna dengan perihal taubat
istighfar sebagai syarat bahwa dia dalam ajaran Islam. Barometer keterkaitan
menyu­cikan diri dari perbuatan dosa ajaran katoba dengan ajaran Islam perihal
baik yang sifatnya sirik maupun per­ taubat sejalan dengan firman Allah dalam
buatan maksiat yang pada masa kecil al-Quran dan sabda dalam hadits Nabi
dilaku­kan. Ikrar ini dilafalkan oleh Muhammad saw.
seseorang yang ditaubat dengan Perintah taubat dalam al-Quran surat
harapan bahwa ketika telah melewati An-Nisa ayat 31, Surat At-Thamrin ayat 8,
proses katoba, maka kembali pada menyuruh manusia bertobat dengan sebenar-
status kefitraannya. benarnya, karena manusia semuanya berdosa,
3) Bertekat bulat tidak akan mengu­ dan meminta ampun semoga Allah swt
la­
ngi­nya lagi, artinya bahwa untuk memberikan kesempatan untuk memasuki
melaku­ kan dua hal yang telah surga-Nya. Sabda Nabi Muhammad saw
dijelaskan di atas, maka harus yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu

48
SEJARAH DAN BAHASA FIGURATIF DALAM TRADISI KOTABA PADA MASYARAKAT MUNA -- Hadirman

Umar, berkata “Alkabaairu al israaku billahi, Faktor kepercayaan dan keyakinan


wa aqququl walidaini, waqatlun nafsi, agama yang dianut masyarakatnya, berfungsi
walyamiinul ghamuusu” artinya dosa besar menanamkan nilai-nilai dan norma-norma
yaitu: 1) menyerikatkan Allah, 2) durhaka kesakralan atau kesucian terhadap konsep
keadaa kedua orang tua, 3) membunuh ajaran yang tertuang dalam bentuk tradisi
manusia, dan 4) bersumpah palsu. budayanya. Sedangkan dari faktor legalisasi
Imam Al-Ghazali menguraikan syarat kekuasaan dan sistem pemerintahan
tobat ada empat, yaitu tiga dari Allah dan satu kerajaan/kesultanan di masa silam, berfungsi
kepada manusia, yakni: (1) menyesal, yaitu menanam­ kan nilai-nilai dan norma-norma
menyesali perbuatan sebelumnya yang tidak kekuatan pemaksa terhadap suatu bentuk
benar; (2) meniadakan/menyucikan, artinya tradisi budaya dan selanjutya berfungsi
menyucikan atau meniadakan diri dari sebagai penguat dan pengawal dalam
perbuatan dosa; dan (3) memutuskan, yaitu proses perkembangan (pemasyarakatan dan
bertekat kuat untuk tidak akan menguangi pembudayaannya).
perbuatan yang tidak baik. Proses pembentukan dan perkembangan
Tradisi katoba di samping sebagai media tradisi, budaya masyarakat Muna nilai-nilai
menyampaikan pesan moral dan etika pada dan norma-norma masih diwarisi hingga
anak yang ditaubat, juga merupakan upaya saat ini dengan merujuk pada (1) pengaruh
melegitimasi ke-Islam-man seorang anak keyakinan agama masyarakat Muna pada
di Muna. Dalam tradisi lisan katoba pejabat masa silam, dan (2) legalisasi kekuasaan dari
agama mengingatkan beberapa perintah sistem pemerintahan kerajaan Muna ketika
agama yang penting, yakni (1) yang harus itu. Proses pembentukan konsep-konsep
disesali, yaitu berdosa kepada Allah, nabi dasar tradisi budaya Muna dalam bentuk-
Muhammad, dan sesama manusia; (2) yang bentuk adat-istiadatnya adalah sebagai
harus dihindari, yaitu berdosa kepada Allah, berikut.
nabi Muhammad, dan sesama manusia; (3) 1) Konsep dasar budaya Muna dibentuk
yang harus diputuskan/dilupakan, yatu oleh pengaruh agama dan sistem
berdosa kepada Allah, nabi Muhammad, dan pemerintahan kerajaan Muna pra-Islam.
sesama manusia; dan (4) hak atau miliki orang Bentuk-bentuk kebudayaan Muna, dapat
lain yang tidak boleh diambil dan bila telah diamati dalam tata cara pelaksanaan
diambil, harus dikembalikan (haku nahasi). katingka dan kaago-ago serta paham-
paham animisme lainnya, yang masih
3. Dasar Pelembagaan Tradisi Katoba dipengaruhi sistem kehidupan sosial
Perkembangan konsep-konsep dasar masyarakat Muna hingga saat ini.
tradisi budaya dan dalam perkembangannya 2) Konsep dasar tradisi budaya Muna yang
dari generasi ke generasi pada masyarakat dibentuk oleh hasil persenyawaan antara
tradisional di masa silam, ada dua faktor pengaruh agama pra-Islam dan ajaran
yang dominan berpengaruh, yaitu 1) faktor Islam. Seperti adat kaghombo/karia,
kepercayaan dan keyakinan agama masya­ra­ kagaa (perkawinan) dan adat kasambu
katnya, dan (2) faktor legalisasi kekuasaan an (suapan), serta konsep stratifikasi sosial
sistem pemerintahan (kerajaan/kesultanan). masyarakat.

49
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 1, Juni 2017

3) Konsep dasar tradisi budaya Muna yang telah meninggal dunia, pada setiap bulan
dibentuk oleh pengaruh ajaran Islam. Seperti Rajab. Atau peringatan basahae sifu (Nifsu
adat kangkilo/katoba, pola dan upacara Saban) di bulan Saban, yaitu membacakan
peringatan bulan-bulan tertentu, menurut surat Yasin 3 kali dan doa Nisfu Saban setiap
perhitungan tahun Hijriyah. Misalnya, kalinya, dengan niat memohon umur yang
peringatan Maulid Nabi Muhammad pada panjang rejeki yang melimpah dan halal,
bulan radhabu (rabiul awal), mengirimkan iman yang kuat, untuk bekal ibdah keada
(membacakan) al-Fatiha, al-Ikhlas, tahlil, dan Allah swt. Peringatan 1 Ramadhan, Idul Fitri
kepada roh para orang tua dan anak-anak dan Idul Adha ada 1 Syawal dan 10 Julhijah
keluarga kaum muslimin dan muslimat yang dan sebagainya.

Proses Pelembagaan Tradisi Budaya Muna


Proses Pelembagaan Tradisi Budaya Muna

Proses Pelembagaan
Tradisi Budaya Muna

Pengaruh Ajaran Agama


Otoritas Kekuasaan Sakral
Kerajaan

Pra-Islam Pra-Islam

Proses
Setelah Islam Setelah Islam
Islamisasi

Tiga Konsep Dasar Adat MUna

Non-Islam Sinkretisme Islami

Bentuk Adat: Bentuk Adat: Bentuk Adat:


Katingka Kaghombo/Karia, Kampua,
Kaago-ago Kakawi, Kasambu katoba/kangkilo, wula
t

Bentuk-bentuk
upacara adat Muna

Norma-Norma Adat
Muna

Bagan 1: Proses PelembagaanTradisi Budaya Muna1


Bagan 1: Proses PelembagaanTradisi Budaya Muna20

1
Lutfi Muh. Malik, Islam dalam Budaya Muna: Suatu Ikhtiar Menatap Masa Depan (Ujung Pandang: PT Umitoha Ukhuwah Grafika, 1997).
Berdasarkan bagan 1 di atas, semakin memperjelas bahwa tradisi katoba
atau ritual “taubat” merupakan tradisi yang berakar pada Islam. Katoba, selain
50
memperlihatkan ciri ketradisian juga memperlihatkan ciri kelisanan. Tradisi
SEJARAH DAN BAHASA FIGURATIF DALAM TRADISI KOTABA PADA MASYARAKAT MUNA -- Hadirman

Berdasarkan bagan 1 di atas, semakin bahasa figuratif.4 Bahasa yang digunakan


memperjelas bahwa tradisi katoba atau ritual dalam tuturan ritual memiliki “penyimpangan”
“taubat” merupakan tradisi yang berakar dalam pemakaian. Penyimpangan tersebut
pada Islam. Katoba, selain memperlihatkan merupakan kekhasan ekspresi yang menegas­
ciri ketradisian juga memperlihatkan ciri kan sifat dan fungsi bahasa ritual. Dengan
kelisanan. Tradisi katoba mengungkapkan demikian, pemahaman terhadap tuturan
hal-hal penting yang berkenaan dengan ritual selalu dikaitkan dengan bentuk dan
transmisi nilai-nilai agama Islam dan kearifan acuan yang bersifat menyimpang.5
lokal dalam lingkungan keluarga, khususnya Bahasa figuratif berfungsi sebagai alat
bagi anak-anak yang beranjak dewasa untuk untuk memperkuat efek atau membuat pen­
menjalani hidup dikemudian hari kelak. dengar terkesan terhadap gagasan yang di­
sam­pai­kan. Bahasa figuratif digunakan oleh
D. Bahasa Figuratif yang Tercermin imamu untuk mengungkapkan pikiran agar
dalam Tradisi Katoba lebih efektif dan tercapai maksud pesan
Pelaksanaan tradisi katoba bertujuan yang ingin disampaikan. Berdasarkan data
positif.2 Salah satu cara untuk mengidentifikasi ungkapan dalam tradisi katoba ditemukan
tujuan positif tersebut adalah dengan melihat dua bentuk bahasa figuratif, yakni (1) simile
makna budaya yang tercermin melalui bahasa dan (2) metafora. Kedua bentuk bahasa
yang digunakan dalam tuturan tradisi katoba. figuratif tersebut, digunakan oleh imamu
Bahasa figuratif atau kiasan merupakan sebagi bentuk komunikasi efektif kepada anak
penyim­­pangan dari bahasa yang digunakan yang di-katoba dijelaskan sebagai berikut.
sehari-hari (ordinary), menyimpang dari
1) Simile
bahasa baku atau standar, penyimpangan
Simile adalah perbandingan yang bersifat
makna dan penyimpanan susunan (rangkaian)
eksplisit.6 Simile dapat disebut sebagai
kata-kata supaya memperoleh efek atau
perumpamaan atau perbandingan. Biasanya,
makna khusus. Bahasa figuratif terdiri atas
simile menyamakan satu hal dengan hal
simile, metafora, metomini, sinekdoke, dan
lain dengan menggunakan kata perangkai
per­sonifikasi.3 Bahasa figuratif yang diguna­
seperti, sebagai, bagai, bak, dan kata-kata lain
kan untuk mengidentifikasi tuturan katoba,
yang dapat disamakan dengannya. Artinya,
setidak-tidaknya melalui pemahaman budaya
di dalam simile itu terdapat perbandingan
yang merupakan latar pemakaian tuturan
antara dua objek atau benda yang berbeda
ritual tersebut.
jenis, tetapi memiliki kesamaan. Kesamaan
Tradisi katoba sebagai sebuah ritual,
dilihat dari fitur semantis kedua objek atau
memiliki bahasa yang khas. Bahasa ritual
benda yang diperbandingkan. Penanda
secara khas berbeda dengan bahasa sehari-
simile dalam bahasa Muna, khususnya yang
hari (ordinary language). Bahasa ritual salah
digunakan dalam tradisi katoba adalah peda
satunya lebih menekankan pada pemakaian

4
James J. Fox, Bahasa, Sastra dan Sejarah: Kumpulan Karangan

2
Pengertian positif di sini adalah pelaksanaan tradisi lisan katoba Mengenai Masyarakat Pulau Roti, (Jakarta: Penerbit Djambatan
serta kaitannya dengan yang lain memiliki tujuan baik. Hal ini (Seri ILDEP), 1986).
lepas dari pandangan dari kelompok atau masyarakat tertentu. 5
Ibid.
3
M.H Abrams, A Glossay of Literacy Terms, (New York: Holt 6
Gorys, Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia
Rinehart and Winston, 1981) hlm.63. Pustaka Utama, 2007), hlm. 138.

51
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 1, Juni 2017

adhono ‘seperti’, lansaringino ‘ibaratnya’, kesamaan fitur semantis ina ‘ibu’ [+ men­
folumo ‘bagaikan’, ibara ‘ibarat’. Hal ini dapat didik anak] dan anabi Muhamadhi ‘Nabi
dicermati pada data berikut ini. Muhammad’ [+ mendidik umatnya]. Kata isa
[1] (1) Amando dotehie fulumo kabholosino ‘kakak’ diumpamakan sama dengan malaekati
Allah Taala. (2) Inando dotehie folumo ‘malaikat’ semata-mata didasarkan pula pada
kabholosino anabi Muhamadhi. (3) Isando peran yang diemban. Isa ‘kakak’ memiliki fitur
dotehie fulumo kabholosino malaekati. semantis [+ ditugasi ayah untuk menjaga atau
(4) Aindo doasiane fulumo kabholosino mengawasi ai ‘adik’] dan malaekati ‘malaikat’
o mukmini ‘(1) Bapak kalian takutilah [+ diperintah atau ditugasi Allah Ta’ala ‘Allah
bagaikan penggantinya Allah Ta’ala. (2) Ta’ala’ untuk mengawasi umat manusia]. Kata
Ibu kalian takutilah karena ibu bagaikan ai ‘adik’ diumpamakan pula dalam bahasa
penggantinya nabi Muhammad. (3) katoba dengan o muumini ‘mukmin’ karena
Kakak kalian takutilah karena kakak didasarkan pada peran yang diemban ai ‘adik’
bagaikan penggantinya malaikat. (4) Adik yang harus disayangi [ + disayangi], demikian
kalian sayangilah karena adik bagaikan pula o muumini ‘mukmin’ [+ harus disayangi,
pengganti kaum mukmin’ menyayangi].
Hadirnya bentuk simile folumo ‘bagaikan’
Mencermati contoh [1] di atas, tampak pada ungkapan [1] (1-4) di atas adalah me­
bahwa imamu menggunakan bentuk simile mu­dahkan anak untuk mengenal lebih dekat
folumo ‘bagaikan’ untuk menjelaskan keter­ Tuhan-Nya sekaligus mengajarkan kepada
kaitan antara manusia dengan simbol-simbol anak untuk menghargai kedudukan ayah
agama. Leksikon ama ‘bapak’, ina ‘ibu’, isa kandung sebagai orang yang harus dihormati
‘kakak’ dan ai ‘adik’ menunjukkan sapaan dan diteladani dalam rumah tangga. Sebagai
kekerabatan, sekaligus leksikon tersebut me­ seorang anak sepantasnya takut kepada setiap
nun­jukkan manusia. Sementara itu, leksikon larangan­ nya, patuh dan tunduk terhadap
dan frasa-frasa, seperti Allah Taala ‘Allah segala perintahnya yang sesuai ajaran agama,
swt’, anabi Muhammadhi ‘nabi Muhammad’, dan wajib menghormati orang tuanya.
malaekati ‘malaikat’, dan o mukmini ‘mukmin’ Kebiasaan patuh dan taat pada kedua orang
dengan manggambarkan hal-hal yang ber­kai­ tua dalam lingkungan keluarga selanjutnya
tan dengan ranah agama Islam. wajib bagi sang anak untuk dipraktikkan
Secara figuratif, bahasa katoba di atas dalam kehidupan bermasyarakat, bukan
perum­pamaan antara ama ‘ayah’ dan Allah saja bapak kandung yang harus ditakuti atau
Taala ‘Allah Taala” digunakan untuk memu­ dihor­mati, tetapi berlaku bagi semua laki-laki
dahkan pemahaman anak terhadap nasihat yang telah berstatus sebagai orang tua.  
katoba, serta hanya didasarkan pada peran Pemaknaan dari nasihat katoba pada
yang diemban dan persamaan tentang fitur data [1] yakni: ayah bukanlah pengganti Allah
semantik ama ‘ayah’ [+ tempat meminta anak], melainkan sebagai sosok yang merepre­sen­
dan Allah Taala ‘Allah Taala’ [+ tempat meminta tasikan sifat Ketuhanan (sifat Illahiyah) dalam
manusia]. Kata ina ‘ibu’ diumpamakan sama keluarga. Demikian halnya dengan seorang
dengan anabi Muhamadhi ‘Nabi Muhammad’ ibu atau kakak, mereka bukanlah pengganti
karena didasarkan pula pada peran dan nabi dan atau malaikat tapi sebagai sosok

52
SEJARAH DAN BAHASA FIGURATIF DALAM TRADISI KOTABA PADA MASYARAKAT MUNA -- Hadirman

yang merepresentasikan sifat kenabian dan andono ‘seperti’. Bentuk bahasa figuratif
kemalaikatan dalam lingkungan keluarga. simile ini digunakan untuk memberikan
Demikian pula halnya dengan seorang adik efek makna pada tuturan yang disampaikan.
harus disayangi dan dibina, karena dalam Melalui penyampaian pesan dengan bentuk
ajaran Islam menggambarkan sesama kaum simile ini, akan mudah memberikan
mukmin diwajibkan untuk saling mengasihi pemahaman pada anak mengenai kedudukan
dan menyayangi.7 seorang guru kepada anak. Hadirnya, penanda
Selain penggunaan bentuk simile folumo simile pedaha adhono ‘seperti’ menunjukkan
‘bagaikan’ seperti pada ungkapan [1] di atas, bahwa peran dan jasa guru yang mulia itu,
dalam tuturan katoba ditemukan pula bentuk memiliki kedudukan yang sama, bahkan lebih
simile pedha adhono ‘seperti’. Penggunaan mulia kedudukannya bila dilihat dari sudut
bentuk simile pedha adhono tampak pada pandang pendidikan formal (sekolah) bila
tuturan [2] di bawah ini. dibandingkan dengan orang tua kandung
[1] (1) O guru itu anoa pedha andono anak.
kamokulanto, taaka o guru lumiuno kamo­ Pemberian predikat “sama” itu tercipta
ku­lanto rampano o guru fotusughoono dari analogi kekerabatan, yakni peran guru
kangkaha metaano. (2)Dadi ane menta­ sama dengan orang tua yang memberikan pen­
leahano nobhala guru bhe kamokula. (3) di­dikan untuk masa depan anak. Kesamaan
Morondohano pototo bhe kamokula. (4) itu dapat diformulasi dalam fitur semantis,
Ane namate gurumu bhe kamokulamu yakni o kamokula ‘orang tua’ [+ mem­ be­
nasegholeo maka kala deki kanthobha sarkan dan membentuk karakter anak dalam
gurumu maka suli kantobha kamokulamu. lingkungan keluarga; pendidikan non-formal]
dan o guru ‘guru’ [+ membesarkan dan mem­
‘(1) Guru itu sama seperti orang tua bentuk karakter anak dalam lingkungan
kita, tetapi guru lebih dari orang tua kita pendidikan sekolah; pendidikan formal].
karena guru yang menunjukkan jalan Masyarakat Muna menempatkan guru pada
yang baik. (2) Jadi, yang lebih terang, posisi tertinggi. Guru mengajarkan ilmu dan
lebih besar guru daripada orang tua. melatih anak dengan sabar dan penuh “kasih
(3) Yang lebih gelap sama dengan orang sayang”.
tua. (4) Kalau gurumu dan orang tuamu Seorang guru menduduki posisi penting
meninggal dalam waktu yang bersamaan, dalam bahasa katoba dibandingkan dengan
pulanglah kuburkan gurumu terlebih orang tua kandung anak yang di-katoba karena
dahulu, setelah itu kuburkan pulalah guru adalah pendidik di dalam pendidikan
orang tuamu” formal. Pendidikan di sekolah ilmu tidak
diperoleh begitu saja tetapi melalui proses
Tuturan [2] menunjukkan bahwa seorang pembelajaran yang melibatkan peran sentral
imamu memberikan penjelasan tentang kedu­ guru. Seorang guru mempunyai peranan yang
dukan guru dan orang tua dengan meman­fa­ sangat besar dalam membentuk karakter
atkan bahasa figuratif berjenis simile pedha dan kepribadian. Seorang guru mengajarkan

7
Asriani, “Nilai Pendidikan Karaker dalam Tuturan Katoba di berbagai macam ilmu pengetahuan maupun
Muna”, Tesis. (Gorontalo:Universias Negeri Gorontalo, 2014) keteram­ pilan yang sangat penting bagi
dalam http://eprints.ung.ac.id/63/ diakses 30 Mei 2017

53
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 1, Juni 2017

masa depan anak-anak. Oleh karena itu, langsung tidak mempergunakan kata: seperti,
selayaknyalah jika kita bersikap baik terhadap bak, bagai, laksana, dan sebagainya, sehingg
para pendidik. pokok pertama langsung dihubungkan dengan
Hal ini semakin memperkuat asumsi, pokok kedua. Proses terjadinya sebenarnya
bahwa guru merupakan insan yang paling sama dengan simile tetapi berangsur-angsur
utama dalam proses pendidikan formal. keterangan mengenai persamaan dan pokok
Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah guru utama dihilangkan.
harus dihormati dan dihargai dengan penuh Secara implisit metafora adalah per­ban­
dedikasi dan ketulusan yang mendalam. dingan tanpa penanda simile. Metafora bisa
Seperti diungkapkan diawal tadi, bahwa guru dikatakan sebagai analogi atau kias. Ungkapan
adalah penunjuk jalan yang benar, maka ia metaforis mengalami pemindahan fitur
harus dimuliakan dan dihargai. semantis dari makna lateral ke makna non-
lateral. Dalam bahasa katoba terdapat bagian
2) Metafora yang mengandung metafora. Simbol-simbol
Tuturan ritual sering memanfaatkan berupa flora atau fauna ataupun benda-
metafora. Pemanfaatan metafora ini benda alam yang dianggap seperti manusia.
dapat mem­ bangun makna tertentu, yang Berdasarkan data tuturan tradisi katoba
menjadikan tuturan ritual berkarisma dan yang ada, diketahui bahwa proses metafora
bertuah.8 Peng­gunaan metafora menjadikan melukiskan interaksi aspek-aspek yang
arti yang dimak­sud­kan menyimpang dari arti meliputi: manusia dan tumbuhan-tumbuhan
leksikal sehingga menciptakan kekaburan. yang hidup di lingkungan masyarakat Muna.
Kekaburan itu memberi tempat bagi konteks Secara konkret hubungan dari berbagai unsur
budaya dalam memaknai bahasa ritual. tersebut dapat dilihat dalam ekspresi tuturan
Metafora digunakan sebagai sarana katoba berikut.
pengungkapan ide. Setiap pemakaian bahasa
adalah juga metafora meskipun diakuinya pula [3] (1) Ane owora kokarawuno ghofano koe
bahwa menurut pandangan lama, metafora seliea atawa koe meuta ne kobhakeno
me­miliki dan memberikan efek makna palolano atawa kogholeno labuno koe
khusus. Setiap proses pemilihan kata beserta findahiea. (2) Ane gholeno labu nopolo­
cara-cara penyusunannya agar pemberian bhi­ghoo kangkaha fopalie gholeno, koe
makna sesuai dengan yang dikehendaki findahiea. (3) Karawuno ghofa, bhakeno
merupakan bagian dari metafora.9 palola, gholeno labu ainiini maanano
Metafora adalah semacam analogi yang hakuno manusia bhe nehakuno Allah
mem­ bandingkan dua hal secara langsung, Taala. (4) Ane padamu otolimpapa ne
tetapi dalam bentuk singkat: bunga bangsa, mani­ kamu, haku nehakuno Allah Taala,
buaya darat, buha hati, cindera mata, dan maka mesaloanemo amponi ne wutono
sebagainya.10 Metafora sebagai pembanding Allah Taala.

8
Soepomo Poedjosudarmo, Filsafat Bahasa (Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Press, 2001), hlm. 160 ‘(1) Kalau melihat timbunan ubi talas orang
9
A.P. Martinich, 1996. The Philosophy of Language (Third edition),
(Oxfrod: Oxfrod University Press, 1996). lain, jangan kamu gali atau jangan kamu
10
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia memetik terung orang lain atau jangan
Pustaka Utama, 2017), hlm. 139

54
SEJARAH DAN BAHASA FIGURATIF DALAM TRADISI KOTABA PADA MASYARAKAT MUNA -- Hadirman

menginjak pucuk daun labu orang lain. (2) terung’ dan gholeno labu ‘pucuk daun labu’
Kalau pucuk daun labu membentang di miliki orang lain. Akan tetapi, secara non-
jalan, kamu pindahkan pucuknya, jangan lateral sebenarnya mengandung makna
kamu injak. (3) Timbunan ubi talas, buah larangan berzina dengan suami/istri orang
terung, pucuk daun labu tadi, maknanya lain.11
haknya manusia yang menjadi hak Allah
Taala. (4) Kalau sudah bersalah pada E. Penutup
manikam, hak yang menjadi hak Allah, Secara historis tradisi katoba merupakan
maka memohon ampunlah pada Allah’. tradisi masyarakat Muna yang ada dan
popular dilaksanakan sebagai sebuah praktik
Ungkapan [3] di atas terdiri atas frasa budaya setelah masuknya ajaran Islam di
kokarawuno ghofano ‘yang bertimbunan ubi Muna. Setelah masuknya agama Islam di
talas’, kobhakeno palolano ‘yang berbuah wilayah Muna, serta pada saat pemerintahan
terung’, dan kogholeno labuno ‘yang berpucuk Raja Muna La Ode Abdul Rahman (Sangia
daun labu’ yang merupakan frasa nomina Latugho) yang tahun (1629-1665), tradisi ini
(benda). Frasa kokarawuno ‘yang bertimbunan’ mulai dilaksanakan dengan perpaduan antara
menerangkan ghofa ‘ubi talas’; frasa bhakeno kepercayaan leluhur dengan ajaran Islam.
‘buahnya’ menerangkan palola ‘terung’; Meskipun zaman telah berubah, keberadaan
frasa gholeno ‘pucuknya’ menerangkan labu tradisi katoba hingga saat ini, masih bertahan
‘labu’. Ungkapan-ungkapan karawuno ghofa dan dipraktikkan oleh masyarakat Muna.
‘timbunan ubi talas’, bhakeno palola ‘buah Pelaksanaan tradisi katoba peran dewan
terung’, dan gholeno labu ‘daun labu’ merupa­ syarah/agama atau imam (imamu) desa
kan metafora, yakni menerangkan perilaku saat ini, sangat sentral dalam tradisi katoba.
manusia. Pelaksanaan tradisi ini, sarat dengan pesan-
Timbunan ubi talas, buah terung, dan pesan positif, sehingga untuk menyampaikan
pucuk daun labu adalah tanaman. Tanaman pesan itu kepada seorang anak, seorang pe­
yang menjadi milik orang lain tidak boleh nyam­pai (imam) haruslah memiliki kompen­
diganggu atau diambil. Dengan demikian, tensi bahasa, terutama bahasa yang mudah
frasa karawuno ghofa ‘timbunan ubi talas’ dipahami anak. Penyampaian pesan melalui
mengacu pada manusia khususnya, yakni tuturan tradisi katoba, seorang imam
wanita (istri) orang lain. Frasa bhakeno memanfaatkan bahasa figuratif. Peng­guna­an
palola ‘buah terung’ dan gholeno labu ‘pucuk bahasa figuratif dimaksudkan untuk men­je­
daun labu’ mengacu pada manusia khususnya las­kan makna yang lain, dengan memberikan
laki-laki (suami) orang lain. Nasihat katoba analogi-anaogi sehingga anak dapat mema­
di atas mengajarkan kepada anak (laki- hami dengan mudah terhadap nasihat katoba
laki/perempuan) setelah dewasa dan telah yang diajarkan. Penggunaan bahasa figuratif
menikah tidak diper­bo­leh­kan mengganggu dalam penyampai pesan dalam tradisi katoba
suami atau istri orang lain. Dengan kalimat
lain, ungkapan [3] secara lateral bermakna Ardianto dan Hadirman, “Tindak Tutur Direktif Imamu Berbasis
11

Kearifan Lokal dalam Wacana Katoba pada Guyup Tutur Etnik


larangan menginjak karawuno ghofa Muna”. Proceeding Simposium Internasional Islam and Local
‘timbunan ubi talas’, bhakeno palola ‘buah Wisdom, Kendari, Sulawesi Tenggara, Tanggal 25—26 April
2017.

55
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 1, Juni 2017

pada masyarakat Muna terdiri atas dua Hadirman, “Tradisi Katoba sebagai Media
bentuk yakni (1) simile dan (2) metafoa. Komunikasi Tradisional Masyarakat
Muna”, dalam Jurnal Komunikasi dan Opini
DAFTAR PUSTAKA Publik, Vol. 20 No. 1, Agustus 2016:11-30
(Manado: BPPKI Manado, 2016).
Abrams, M.H. A Glossay of Literacy Terms, Kadir, dkk. Muatan Lokal, Nilai-Nilai Kebudaya­
(New York: Holt Rinehart and Winston, an dan Sejarah Daerah Kabupaten Muna,
1981). (Muna: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Ardianto dan Hadirman, “Bahasa Muna sebagai Kabupaten Muna, 2011).
Penguat Identitas Kultural Komunitas Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta:
Muna dan Penyanggah Harmoni Sosial PT Gramedia Pustaka Utama, 2007).
pada Masyarakat Multikultural di Kota La Fariki, Nilai-Nilai Budaya dan Sejarah
Bitung”, Prosiding Seminar Bahasa Daerah Muna, (Kendari: Komunika,
Ibu, Depnasar 24-25 Februari 2017, 2011).
dalam https://www.researchgate.net/ Lutfi Muh. Malik, Islam dalam Budaya Muna:
publication/ diakses 30 Mei 2017 Suatu Ikhtiar Menatap Masa Depan (Ujung
-------------, “Tindak Tutur Direktif Imamu Pandang: PT Umitoha Ukhuwah Grafika,
Berbasis Kearifan Lokal dalam Wacana 1997).
Katoba pada Guyup Tutur Etnik Muna”. Martinich, A.P, The Philosophy of Language
Proceeding Simposium Internasional (Third edition), (Oxfrod: Oxfrod University
Islam and Local Wisdom, Kendari, Press, 1996).
Sulawesi Tenggara, Tanggal 25—26 April Poedjosudarmo, Soepomo, Filsafat Bahasa,
2017. (Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Asriani, “Nilai Pendidikan Karaker dalam Press, 2001).
Tuturan Katoba di Muna”, Tesis. Rahmat Sewa Suraya, “Tradisi Haroa pada
(Gorontalo: Universias Negeri Gorontalo, Etnik Muna: Fenomena Budaya dalam
2014) dalam http://eprints.ung. Kehidupan Beragama di Era Global”,
ac.id/63/ diakses 30 Mei 2017. dalam Jurnal Kajian Budaya,Vol. 10, No.20
Berg, Rene van den & Sidu Marafad, Kamus (Denpasar: Program S2 dan S3 Kajian
Muna-Indonesia, (Kupang: Artha Wacana Budaya, 2016).
Press, 2000). Ramadan, Muhammad La Ode, “Kearifan
Couvreur, Couvreur, Sejarah dan Kebudayan lokal di Kabupaten Muna (Dalam Pengelolaan
Kerajaan Muna, diterjemahkan oleh Sumberdaya Pesisir dan Laut)”, 2 September
Rene van den Berg, dengan judul asli 2012 dalam https://formuna.wordpress.
Ethnografisch overzict van Moena com/2016/09/02/kearifan-lokal-di-
(Kupang: Artha Wacana, 2001) . kabupaten-muna-dalam-pengelolaan-
Fox, James J., Bahasa, Sastra dan Sejarah: sumberdaya-pesisir-dan-laut/ diakses 30
Kumpulan Karangan Mengenai Mei 2017.
Masyarakat Pulau Roti, (Jakarta: Penerbit Supriyanto, dkk.. “Sejarah Kebudayaan Islam”
Djambatan (Seri ILDEP), 1986). dalam Jurnal “Al-Qalam” Volume 21
Nomor 1 Juni 2015.

56

Anda mungkin juga menyukai