Abstrak
Masyarakat Muna memiliki salah satu tradisi, yakni katoba. Secara historis, keberadaan
tradisi katoba di Muna terkait dengan awal masuknya Islam di Muna pada 1629-1665
M, yakni masa pemeritahan La Ode Abdul Rahman (bergelar Sangia La Tugho). Sejak
masa pemerintahan Sangi La Tugho, hingga saat ini perkembangan tradisi katoba
masih cukup kuat karena telah melembaga dalam sistem kebudayaan Muna. Tradisi ini
dilaksanakan pada anak yang berusia (7-11 tahun) yang dipandu oleh seorang imamu
(imam) desa. Dalam proses pelaksanaan tradisi katoba terjadi interaksi verbal antara
imamu dan anak. Interaksi verbal tersebut, selain tercermin melalui bahasa sehari-hari
anak, hadir pula kemasan bahasa figuratif (figurative language). Pemakaian bahasa
figuratif tersebut, selain untuk memudahkan pemahaman anak terhadap nasihat/pesan
katoba yang disampaikan, juga untuk memberikan makna khusus atau efek tertentu.
43
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 1, Juni 2017
44
SEJARAH DAN BAHASA FIGURATIF DALAM TRADISI KOTABA PADA MASYARAKAT MUNA -- Hadirman
dikemukakan Sugi Manuru yang berbunyi (toba) serta bisa diteladani perilakunya dalam
“Nohansu-hansurana bhadha somano kono masyarakat. Menurut pandangan orang Muna
hansuru liwu; nohansu-hansuruana liwu bahwa katoba harus dilaksanakan bagi setiap
somano kono hansurru adhati (Artinya: orang yang menjelang dewasa karena tradisi
biar hancur badan asa l
kan jangan hancur ini merupakan proses pelampauan dari sifat
negeri; biar hancur negeri asal kan jangan kekanak-kanakan menuju pemikiran orang
hancur adat)”. Cuplikan falsafah di atas dewasa baik dalam konteks agama maupun
menggambarkan adat tetap ber ja
lan dan adat- istiadat.
bahkan menjadi peraturan tertinggi yang Bertolak dari pemahaman demikian
harus dijunjung. Kemudian pada masa pe dapat lah dikatakan bahwa sejarah awal
merintahan La Ode Abdul Rahman (Sangia mula tradisi katoba pada masyarakat Muna
Latugho) yang memerintah tahun 1629-1665, mengandung muatan sejarah terutama
falsafah tersebut ditambahkan, nohansu- berkaitan dengan ihwal masuknya agama
hansuru ana adhati sumanomo kono hansuru Islam di Pulau Muna yang dibawa oleh
agama (biar hancur adat asalkan agama ahli agama yang berasal dari Arab, oleh
jangan hancur. Dari falsafah tersebut bahwa masyarakat Muna dikenal dengan nama
yang menjadi pedoman bagi masyarakat Saidi Raba. Orang Muna mengawali tradisi
adalah agama (Islam). katoba akibat proses Islamisasi, kemudian
Versi lain mengenai tradisi katoba ber berkembang menjadi ciri dan karakteristik
mula dan popular di Muna tidak terlepas dari orang Muna sebab proses pelaksanaannya
kedatangan ulama Arab yang bernama Sayid merupakan proses akulturasi antara nilai-
Raba pada masa pemerintahan La Ode Abdul nilai keaslian Muna dan nilai-nilai Islam.
Rahman (Sangia Latugho) yang memerintah
tahun 1629-1665. Ia datang untuk mening C. Konsep, Proses, Syarat, dan Dasar
katkan keimanan masyarakat terhadap agama Pelembagaan Tradisi Katoba
Islam. Dia meningkatkan kapasitas lembaga- 1. Konsep
lembaga pendidikan yang telah ada dengan Katoba dalam bahasa Muna berasal
memasukkan fikih Islam dalam materi pen dari atas morfem ka- dan kata dasar toba.
didikan norma, terutama setiap dia selesai Morfem ka- dalam bahasa Muna berarti (1)
melakukan khitanan atau kangkilo atau nominalisasi pada kata kerja (benda abstrak,
menyucikan diri dimulai dari pusat kerajaan alat, hasil), misalnya pada kata kaghosa
hingga ke pelosok desa yang ada di Muna. ‘kekuatan’, kaharo ‘sapu’, (2) awalan pada kata
Mementum pelaksanaan tradisi katoba sifat, misalnya sala kawanta ‘celana panjang’,
anak laki-laki dan perempuan yang sudah aqil (3) awalan pada verba, misalnya nekarato
balig diajarkan beberapa hal penting yang ‘Dia datang dengan tiba-tiba), (4) dengan
terkait penyucian diri dengan mengucapkan perulangan pada nomina: sesuatu yang kecil,
istighfar atau taubat (dotoba “mereka misalnya kawale-wale ‘Pondok yang kecil’,
bertobat”, bahasa Muna) yang dipandu oleh dan (5) dengan perulangan pada kata sifat:
pegawai syarah atau orang yang dipandang agak, misalnya nokapongke-pongke ‘Dia agak
tua. Mereka yang memimpin upacara katoba tuli’. Kata toba dalam bahasa Muna berarti
adalah yang memiliki ilmu tentang taubat (1) tobat, misalnya pogauno toba ‘bahasa
45
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 1, Juni 2017
tobat’, (2) tobat, insaf misalnya notobamo, (3) yang harus diputuskan’/dilupakan, yakni
noangkafimo katangarino imamu ‘Dia sudah dosa-dosa orang lain terhadap yaitu berdosa
insaf, ikut nasihat imam’ (3) tidak ada (dalam kepada Allah swt, Nabi, dan sesama manusia;
bahasa kiasan), (4) tobatkan (suatu upacara dan (4) hak-hak milik orang lain yang tidak
keagamaan untuk anak yang berumur boleh diambil, dan bila telah terambil, harus
enam tahun: diajarkan semua larangan dan dikembalikan (haku nahasi).
perbuatan baik oleh seorang imam disaksikan
keluarga dan undangan), misalnya pada 2. Proses Pelaksanaan Tradisi Katoba
dongkilo anahi, dotobadamo ‘Setelah sunat Sebagaimana masyarakat pada umumnya,
atau khitan barulah upacara tobat). Etimologi masyarakat Muna juga belajar dari mulut
katoba di atas, sebenarnya katoba berkaitan ke mulut tentang tradisi katoba. Akibatnya,
dengan upacara ‘tobat’ itu. dalam pelaksanaan katoba bisa saja berbeda-
Penulis lain yang menguraikan asal-usul beda di setiap kampung atau kelompok
katoba adalah La Ode Jaya menyatakan bahwa masyarakat. Imamu yang memandu upacara
katoba secara etimologis berasal dari kata katoba berbeda-beda prosesnya tetapi
toba yang diserap dari bahasa Arab, yakni sama-sama bertujuan mengajarkan dan
kata taubah (tobat). Pandangan filosofis orang memberitahukan anak yang di-katoba
Muna, muncul sebuah klaim bahwa anak- tentang hakikat taubat.
anak yang belum dewasa (kira-kira usia 7-11 Proses pelaksanaan upacara katoba ada
tahun) belum memiliki kemampuan memilah tahapan-tahapan tertentu yang harus dilak
baik-buruk. Atas dasar inilah tradisi katoba sanakan secara berurutan, yakni sebagai
menjadi suatu keharusan dilaksanakan pada berikut.
anak yang akan memasuki usia dewasa. 1. Persiapan pelaksanaan upacara katoba.
Defenisi katoba berdasarkan penelusurun Misalnya, dimandikan dengan tujuan
kepustakaan yang ada, pertama kali dikemu mem ber
sihkan daki secara lahiriah
kakan oleh J. Couvreur dalam bukunya yang mau pun batiniah agar memudahkan
berjudul Ethnografisch overzicht van Moena pemahaman nilai-nilai katoba.
yang diterjemahkan Rene van den Berg ber 2. Dirias dengan pakaian adat Muna, yaitu
judul Sejarah dan Kebudayaan Muna mende pakaian remaja baik laki-laki maupun
fenisikan katoba sebagai pesta pada waktu perempuan dengan tujuan dalam proses
anak-anak diislamkan pada umur kira-kira penyumpahan disambut dengan pakaian
sebelas tahun (11 tahun) atau hampir umur kebesaran atau pakaian adat Muna. Ter
kedewasaan. dapat perbedaan antara golongan dalam
Pelaksanaan tradisi katoba pada masa hal berpakaian. Pada golongan maradika,
kerajaan Muna, melibatkan pejabat agama para anak laki-laki dihiasi dengan pakaian
(lakina agamai) yang mengajarkan empat hal yang paling bagus, memakai pengikat
penting dalam tradisi katoba yakni: (1) yang kepala sama dengan yang dipakai lakina
harus disesali, yaitu berdosa kepada Allah agama, serta memakai sebuah keris. Para
swt, Nabi, dan sesama manusia; (2) yang anak perempuan berpakaian lengkap
harus dihindari, yaitu berdosa kepada Allah dengan perhiasan keluarga (apabila
swt, Nabi Muhammad, dan sesama manusia; keluarga tidak memiliki perhiasan, maka
46
SEJARAH DAN BAHASA FIGURATIF DALAM TRADISI KOTABA PADA MASYARAKAT MUNA -- Hadirman
dipinjam dari orang lain), wajah mereka Proses pelaksanaan tradisi katoba ada
dihiasi dengan bedak berwarna putih beberapa hal pokok yang menjadi penting
atau kuning muda, alis digunting rapi untuk dihayati dan diamalkan oleh peserta
sehingga berbentuk sabit, rambut kepala katoba dalam kehidupannya, karena menjadi
dekat telinga dicukur sedikir, sedangkan dasar mempedomani ajaran agama Islam.
di antara rambut kepala bagian depan Substansi ajaran taubat dalam katoba adalah:
diselipkan sebuah pena rambut terbuat 1. Mengucapkan kalimat istighfar, yaitu
dari emas atau perak lengka dengan ucapan awal yang harus diucapkan oleh
perhisan kecil-kecil yang melambai- peserta katoba. Ucapan ini mengandung
lamnai seperti daun-daun ohon yang maksud sebagai proses pembersihan diri
tertupi angin bila mereka berjalan. baik secara lahiriah maupun batiniah;
Proses pelaksanaan acara inti ritual 2. Pengucapan ikrar kalimat tauhid dan
katoba, yaitu: kalimat rasul;
a. Peserta yang di-katoba duduk bersila 3. Ikrar tentang penyesalan (ososo)’
dengan memegang sehelai kain putih 4. Ikrar tentang pernyataan sikap untuk
secara bersama-sama jika pesertanya tidak mengulangi lagi perbuatan yang
lebih dari dengan tujuan bahwa kain di
anggap bertentangan dengan ajaran
putih sebagai isyarat kesucian bagi agama (obhotuki);
umat Islam dan menjadi semangat 5. Penyataan sikap dan moral untuk
kebersamaan (solidarity) dari seluruh menjauhi perbuatan yang bertentangan
peserta untuk mencapai tujuan dengan ajaran agama (fekakodoho);
penyumpahan. 6. Pengkuan untuk menaati perempuan
b. Pengucapan Istighfar, syarat tobat dan dan laki-laki, baik orang tuanya sendiri
tingkah laku yang baik. Setelah itu, maupun orang tua lain yang dianggap
lalu mengikrarkan tobat kemudian sama kedudukannya dengan orang tua
mengucapkan dua kalimat syahadat sendiri;
mengikuti imam, seperti berikut. 7. Menghargai, menyayangi, menyegani, dan
c. Astaghfirullaahal adzim (3x) lalu menghormati kakak dan adik, baik kakak
dilanjutkan Allazii laa illaha illallah dan adik sendiri maupun dengan semur
huwal hayyul qayuumu wa atuubbu dengan mereka;
illahi. 8. Pengakuan untuk memiliki dan melak
d. Pengucapan kalimat Tauhid setelah sanakan sifat-sifat; koemani (beriman),
itu me ngucapkan dua kalimat kosabara (sabar), koadhati (beradat)
syahadat: Asyhadu an laa illaha illallah dalam menjalani kehidupan sehari-hari
wa syahadu anna Muhammadar sebagai dasar utama menguasai diri dan
rasulullah. “Saya bersaksi bahwa me ngontrol emosi untuk mewujudkan
tidak ada Tuhan yang disembah selain kehidupan yang harmonis.
Allah dan saya bersaksi pula bahwa
Muhammad adalah utusan Allah”. Berdasarkan uraian di atas semakin mem
e. Pemberian pengajaran (nasihat) jelas eksistensi tradisi katoba sebagai
per
katoba. pedoman hidup yang apabila dipahami dan
47
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 1, Juni 2017
diamalkan dengan baik dalam kehidupan diawali dengan niat tulus dan ikhlas
sehari-hari mengantarkan manusia untuk untuk tidak melakukan hal-hal yang
selamat di dunia dan di akhirat. Nasihat yang dapat mengakibatkan perbuatan
terdapat dalam tradisi katoba mengajarkan dosa. Dalam konteks penyesalan dan
tentang perilaku dalam kehidupan bermasya penyucian diri bahwa untuk mencapai
rakat. Oleh karena itu, bila seseorang telah kedua hal tersebut, maka yang
mengalami pendidikan dalam tradisi katoba menjadi kuncinya adalah tekad yang
maka orang tersebut sudah mengetahui dilandasi niat. Dalam bahasa Muna,
perilaku-perilaku yang sesuai dengan Nobhala neati bhe podiu rampahamo
ketentuan adat dan agama Islam. podiu nomaighi welo neati ‘Besar
manfaat niat daripada tingkahlaku,
3. Syarat-Syarat Tradisi Katoba karena tingkah laku berawal dari
Syarat-syarat katoba dalam konstruksi niat”.
kebudayaan masyarakat Muna Muna agar Tiga syarat katoba tersebut di atas tidak
diterima oleh Allah swt diformulasikan saja selalu mengiringi setiap taubat dari
sebagai berikut. kejahatan yang berhubungan antara manusia
1) Tososo, yakni menyesali atas perbuatan dengan Tuhan-Nya saja akan tetapi jika per
dosa yang pernah dilakukan, artinya buatan itu dihubungkan dengan manusia
bahwa dalam proses katoba, maka maka selain tiga syarat tobat tersebut diwajib
salah satu persyaratan yang harus kan pula memenuhi syarat keempat, yaitu
di
lakukan adalah peserta yang di tindakan penyelesaikan dengan orang yang
taubat harus komitmen moral untuk bersangkutan.
menyesali seluruh perbuatan dosa Berdasarkan uraian di atas, tradisi
yang tidak disengaja. katoba pada masyarakat Muna merupakan
2) Tobhotuki, yakni menyucikan diri/ kontekstualisai ajaran Islam. Buku Hakikat
mencabut perbuatan maksiat yang Taubat tulisan Imam al-Ghazali, maka
sudah dilakukan, bahwa seseorang jelas sekali kaitan antara nasihat katoba
yang ditaubat melafalkan kalimat masyarakat Muna dengan perihal taubat
istighfar sebagai syarat bahwa dia dalam ajaran Islam. Barometer keterkaitan
menyucikan diri dari perbuatan dosa ajaran katoba dengan ajaran Islam perihal
baik yang sifatnya sirik maupun per taubat sejalan dengan firman Allah dalam
buatan maksiat yang pada masa kecil al-Quran dan sabda dalam hadits Nabi
dilakukan. Ikrar ini dilafalkan oleh Muhammad saw.
seseorang yang ditaubat dengan Perintah taubat dalam al-Quran surat
harapan bahwa ketika telah melewati An-Nisa ayat 31, Surat At-Thamrin ayat 8,
proses katoba, maka kembali pada menyuruh manusia bertobat dengan sebenar-
status kefitraannya. benarnya, karena manusia semuanya berdosa,
3) Bertekat bulat tidak akan mengu dan meminta ampun semoga Allah swt
la
nginya lagi, artinya bahwa untuk memberikan kesempatan untuk memasuki
melaku kan dua hal yang telah surga-Nya. Sabda Nabi Muhammad saw
dijelaskan di atas, maka harus yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu
48
SEJARAH DAN BAHASA FIGURATIF DALAM TRADISI KOTABA PADA MASYARAKAT MUNA -- Hadirman
49
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 1, Juni 2017
3) Konsep dasar tradisi budaya Muna yang telah meninggal dunia, pada setiap bulan
dibentuk oleh pengaruh ajaran Islam. Seperti Rajab. Atau peringatan basahae sifu (Nifsu
adat kangkilo/katoba, pola dan upacara Saban) di bulan Saban, yaitu membacakan
peringatan bulan-bulan tertentu, menurut surat Yasin 3 kali dan doa Nisfu Saban setiap
perhitungan tahun Hijriyah. Misalnya, kalinya, dengan niat memohon umur yang
peringatan Maulid Nabi Muhammad pada panjang rejeki yang melimpah dan halal,
bulan radhabu (rabiul awal), mengirimkan iman yang kuat, untuk bekal ibdah keada
(membacakan) al-Fatiha, al-Ikhlas, tahlil, dan Allah swt. Peringatan 1 Ramadhan, Idul Fitri
kepada roh para orang tua dan anak-anak dan Idul Adha ada 1 Syawal dan 10 Julhijah
keluarga kaum muslimin dan muslimat yang dan sebagainya.
Proses Pelembagaan
Tradisi Budaya Muna
Pra-Islam Pra-Islam
Proses
Setelah Islam Setelah Islam
Islamisasi
Bentuk-bentuk
upacara adat Muna
Norma-Norma Adat
Muna
51
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 1, Juni 2017
adhono ‘seperti’, lansaringino ‘ibaratnya’, kesamaan fitur semantis ina ‘ibu’ [+ men
folumo ‘bagaikan’, ibara ‘ibarat’. Hal ini dapat didik anak] dan anabi Muhamadhi ‘Nabi
dicermati pada data berikut ini. Muhammad’ [+ mendidik umatnya]. Kata isa
[1] (1) Amando dotehie fulumo kabholosino ‘kakak’ diumpamakan sama dengan malaekati
Allah Taala. (2) Inando dotehie folumo ‘malaikat’ semata-mata didasarkan pula pada
kabholosino anabi Muhamadhi. (3) Isando peran yang diemban. Isa ‘kakak’ memiliki fitur
dotehie fulumo kabholosino malaekati. semantis [+ ditugasi ayah untuk menjaga atau
(4) Aindo doasiane fulumo kabholosino mengawasi ai ‘adik’] dan malaekati ‘malaikat’
o mukmini ‘(1) Bapak kalian takutilah [+ diperintah atau ditugasi Allah Ta’ala ‘Allah
bagaikan penggantinya Allah Ta’ala. (2) Ta’ala’ untuk mengawasi umat manusia]. Kata
Ibu kalian takutilah karena ibu bagaikan ai ‘adik’ diumpamakan pula dalam bahasa
penggantinya nabi Muhammad. (3) katoba dengan o muumini ‘mukmin’ karena
Kakak kalian takutilah karena kakak didasarkan pada peran yang diemban ai ‘adik’
bagaikan penggantinya malaikat. (4) Adik yang harus disayangi [ + disayangi], demikian
kalian sayangilah karena adik bagaikan pula o muumini ‘mukmin’ [+ harus disayangi,
pengganti kaum mukmin’ menyayangi].
Hadirnya bentuk simile folumo ‘bagaikan’
Mencermati contoh [1] di atas, tampak pada ungkapan [1] (1-4) di atas adalah me
bahwa imamu menggunakan bentuk simile mudahkan anak untuk mengenal lebih dekat
folumo ‘bagaikan’ untuk menjelaskan keter Tuhan-Nya sekaligus mengajarkan kepada
kaitan antara manusia dengan simbol-simbol anak untuk menghargai kedudukan ayah
agama. Leksikon ama ‘bapak’, ina ‘ibu’, isa kandung sebagai orang yang harus dihormati
‘kakak’ dan ai ‘adik’ menunjukkan sapaan dan diteladani dalam rumah tangga. Sebagai
kekerabatan, sekaligus leksikon tersebut me seorang anak sepantasnya takut kepada setiap
nunjukkan manusia. Sementara itu, leksikon larangan nya, patuh dan tunduk terhadap
dan frasa-frasa, seperti Allah Taala ‘Allah segala perintahnya yang sesuai ajaran agama,
swt’, anabi Muhammadhi ‘nabi Muhammad’, dan wajib menghormati orang tuanya.
malaekati ‘malaikat’, dan o mukmini ‘mukmin’ Kebiasaan patuh dan taat pada kedua orang
dengan manggambarkan hal-hal yang berkai tua dalam lingkungan keluarga selanjutnya
tan dengan ranah agama Islam. wajib bagi sang anak untuk dipraktikkan
Secara figuratif, bahasa katoba di atas dalam kehidupan bermasyarakat, bukan
perumpamaan antara ama ‘ayah’ dan Allah saja bapak kandung yang harus ditakuti atau
Taala ‘Allah Taala” digunakan untuk memu dihormati, tetapi berlaku bagi semua laki-laki
dahkan pemahaman anak terhadap nasihat yang telah berstatus sebagai orang tua.
katoba, serta hanya didasarkan pada peran Pemaknaan dari nasihat katoba pada
yang diemban dan persamaan tentang fitur data [1] yakni: ayah bukanlah pengganti Allah
semantik ama ‘ayah’ [+ tempat meminta anak], melainkan sebagai sosok yang merepresen
dan Allah Taala ‘Allah Taala’ [+ tempat meminta tasikan sifat Ketuhanan (sifat Illahiyah) dalam
manusia]. Kata ina ‘ibu’ diumpamakan sama keluarga. Demikian halnya dengan seorang
dengan anabi Muhamadhi ‘Nabi Muhammad’ ibu atau kakak, mereka bukanlah pengganti
karena didasarkan pula pada peran dan nabi dan atau malaikat tapi sebagai sosok
52
SEJARAH DAN BAHASA FIGURATIF DALAM TRADISI KOTABA PADA MASYARAKAT MUNA -- Hadirman
yang merepresentasikan sifat kenabian dan andono ‘seperti’. Bentuk bahasa figuratif
kemalaikatan dalam lingkungan keluarga. simile ini digunakan untuk memberikan
Demikian pula halnya dengan seorang adik efek makna pada tuturan yang disampaikan.
harus disayangi dan dibina, karena dalam Melalui penyampaian pesan dengan bentuk
ajaran Islam menggambarkan sesama kaum simile ini, akan mudah memberikan
mukmin diwajibkan untuk saling mengasihi pemahaman pada anak mengenai kedudukan
dan menyayangi.7 seorang guru kepada anak. Hadirnya, penanda
Selain penggunaan bentuk simile folumo simile pedaha adhono ‘seperti’ menunjukkan
‘bagaikan’ seperti pada ungkapan [1] di atas, bahwa peran dan jasa guru yang mulia itu,
dalam tuturan katoba ditemukan pula bentuk memiliki kedudukan yang sama, bahkan lebih
simile pedha adhono ‘seperti’. Penggunaan mulia kedudukannya bila dilihat dari sudut
bentuk simile pedha adhono tampak pada pandang pendidikan formal (sekolah) bila
tuturan [2] di bawah ini. dibandingkan dengan orang tua kandung
[1] (1) O guru itu anoa pedha andono anak.
kamokulanto, taaka o guru lumiuno kamo Pemberian predikat “sama” itu tercipta
kulanto rampano o guru fotusughoono dari analogi kekerabatan, yakni peran guru
kangkaha metaano. (2)Dadi ane menta sama dengan orang tua yang memberikan pen
leahano nobhala guru bhe kamokula. (3) didikan untuk masa depan anak. Kesamaan
Morondohano pototo bhe kamokula. (4) itu dapat diformulasi dalam fitur semantis,
Ane namate gurumu bhe kamokulamu yakni o kamokula ‘orang tua’ [+ mem be
nasegholeo maka kala deki kanthobha sarkan dan membentuk karakter anak dalam
gurumu maka suli kantobha kamokulamu. lingkungan keluarga; pendidikan non-formal]
dan o guru ‘guru’ [+ membesarkan dan mem
‘(1) Guru itu sama seperti orang tua bentuk karakter anak dalam lingkungan
kita, tetapi guru lebih dari orang tua kita pendidikan sekolah; pendidikan formal].
karena guru yang menunjukkan jalan Masyarakat Muna menempatkan guru pada
yang baik. (2) Jadi, yang lebih terang, posisi tertinggi. Guru mengajarkan ilmu dan
lebih besar guru daripada orang tua. melatih anak dengan sabar dan penuh “kasih
(3) Yang lebih gelap sama dengan orang sayang”.
tua. (4) Kalau gurumu dan orang tuamu Seorang guru menduduki posisi penting
meninggal dalam waktu yang bersamaan, dalam bahasa katoba dibandingkan dengan
pulanglah kuburkan gurumu terlebih orang tua kandung anak yang di-katoba karena
dahulu, setelah itu kuburkan pulalah guru adalah pendidik di dalam pendidikan
orang tuamu” formal. Pendidikan di sekolah ilmu tidak
diperoleh begitu saja tetapi melalui proses
Tuturan [2] menunjukkan bahwa seorang pembelajaran yang melibatkan peran sentral
imamu memberikan penjelasan tentang kedu guru. Seorang guru mempunyai peranan yang
dukan guru dan orang tua dengan memanfa sangat besar dalam membentuk karakter
atkan bahasa figuratif berjenis simile pedha dan kepribadian. Seorang guru mengajarkan
7
Asriani, “Nilai Pendidikan Karaker dalam Tuturan Katoba di berbagai macam ilmu pengetahuan maupun
Muna”, Tesis. (Gorontalo:Universias Negeri Gorontalo, 2014) keteram pilan yang sangat penting bagi
dalam http://eprints.ung.ac.id/63/ diakses 30 Mei 2017
53
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 1, Juni 2017
masa depan anak-anak. Oleh karena itu, langsung tidak mempergunakan kata: seperti,
selayaknyalah jika kita bersikap baik terhadap bak, bagai, laksana, dan sebagainya, sehingg
para pendidik. pokok pertama langsung dihubungkan dengan
Hal ini semakin memperkuat asumsi, pokok kedua. Proses terjadinya sebenarnya
bahwa guru merupakan insan yang paling sama dengan simile tetapi berangsur-angsur
utama dalam proses pendidikan formal. keterangan mengenai persamaan dan pokok
Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah guru utama dihilangkan.
harus dihormati dan dihargai dengan penuh Secara implisit metafora adalah perban
dedikasi dan ketulusan yang mendalam. dingan tanpa penanda simile. Metafora bisa
Seperti diungkapkan diawal tadi, bahwa guru dikatakan sebagai analogi atau kias. Ungkapan
adalah penunjuk jalan yang benar, maka ia metaforis mengalami pemindahan fitur
harus dimuliakan dan dihargai. semantis dari makna lateral ke makna non-
lateral. Dalam bahasa katoba terdapat bagian
2) Metafora yang mengandung metafora. Simbol-simbol
Tuturan ritual sering memanfaatkan berupa flora atau fauna ataupun benda-
metafora. Pemanfaatan metafora ini benda alam yang dianggap seperti manusia.
dapat mem bangun makna tertentu, yang Berdasarkan data tuturan tradisi katoba
menjadikan tuturan ritual berkarisma dan yang ada, diketahui bahwa proses metafora
bertuah.8 Penggunaan metafora menjadikan melukiskan interaksi aspek-aspek yang
arti yang dimaksudkan menyimpang dari arti meliputi: manusia dan tumbuhan-tumbuhan
leksikal sehingga menciptakan kekaburan. yang hidup di lingkungan masyarakat Muna.
Kekaburan itu memberi tempat bagi konteks Secara konkret hubungan dari berbagai unsur
budaya dalam memaknai bahasa ritual. tersebut dapat dilihat dalam ekspresi tuturan
Metafora digunakan sebagai sarana katoba berikut.
pengungkapan ide. Setiap pemakaian bahasa
adalah juga metafora meskipun diakuinya pula [3] (1) Ane owora kokarawuno ghofano koe
bahwa menurut pandangan lama, metafora seliea atawa koe meuta ne kobhakeno
memiliki dan memberikan efek makna palolano atawa kogholeno labuno koe
khusus. Setiap proses pemilihan kata beserta findahiea. (2) Ane gholeno labu nopolo
cara-cara penyusunannya agar pemberian bhighoo kangkaha fopalie gholeno, koe
makna sesuai dengan yang dikehendaki findahiea. (3) Karawuno ghofa, bhakeno
merupakan bagian dari metafora.9 palola, gholeno labu ainiini maanano
Metafora adalah semacam analogi yang hakuno manusia bhe nehakuno Allah
mem bandingkan dua hal secara langsung, Taala. (4) Ane padamu otolimpapa ne
tetapi dalam bentuk singkat: bunga bangsa, mani kamu, haku nehakuno Allah Taala,
buaya darat, buha hati, cindera mata, dan maka mesaloanemo amponi ne wutono
sebagainya.10 Metafora sebagai pembanding Allah Taala.
8
Soepomo Poedjosudarmo, Filsafat Bahasa (Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Press, 2001), hlm. 160 ‘(1) Kalau melihat timbunan ubi talas orang
9
A.P. Martinich, 1996. The Philosophy of Language (Third edition),
(Oxfrod: Oxfrod University Press, 1996). lain, jangan kamu gali atau jangan kamu
10
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia memetik terung orang lain atau jangan
Pustaka Utama, 2017), hlm. 139
54
SEJARAH DAN BAHASA FIGURATIF DALAM TRADISI KOTABA PADA MASYARAKAT MUNA -- Hadirman
menginjak pucuk daun labu orang lain. (2) terung’ dan gholeno labu ‘pucuk daun labu’
Kalau pucuk daun labu membentang di miliki orang lain. Akan tetapi, secara non-
jalan, kamu pindahkan pucuknya, jangan lateral sebenarnya mengandung makna
kamu injak. (3) Timbunan ubi talas, buah larangan berzina dengan suami/istri orang
terung, pucuk daun labu tadi, maknanya lain.11
haknya manusia yang menjadi hak Allah
Taala. (4) Kalau sudah bersalah pada E. Penutup
manikam, hak yang menjadi hak Allah, Secara historis tradisi katoba merupakan
maka memohon ampunlah pada Allah’. tradisi masyarakat Muna yang ada dan
popular dilaksanakan sebagai sebuah praktik
Ungkapan [3] di atas terdiri atas frasa budaya setelah masuknya ajaran Islam di
kokarawuno ghofano ‘yang bertimbunan ubi Muna. Setelah masuknya agama Islam di
talas’, kobhakeno palolano ‘yang berbuah wilayah Muna, serta pada saat pemerintahan
terung’, dan kogholeno labuno ‘yang berpucuk Raja Muna La Ode Abdul Rahman (Sangia
daun labu’ yang merupakan frasa nomina Latugho) yang tahun (1629-1665), tradisi ini
(benda). Frasa kokarawuno ‘yang bertimbunan’ mulai dilaksanakan dengan perpaduan antara
menerangkan ghofa ‘ubi talas’; frasa bhakeno kepercayaan leluhur dengan ajaran Islam.
‘buahnya’ menerangkan palola ‘terung’; Meskipun zaman telah berubah, keberadaan
frasa gholeno ‘pucuknya’ menerangkan labu tradisi katoba hingga saat ini, masih bertahan
‘labu’. Ungkapan-ungkapan karawuno ghofa dan dipraktikkan oleh masyarakat Muna.
‘timbunan ubi talas’, bhakeno palola ‘buah Pelaksanaan tradisi katoba peran dewan
terung’, dan gholeno labu ‘daun labu’ merupa syarah/agama atau imam (imamu) desa
kan metafora, yakni menerangkan perilaku saat ini, sangat sentral dalam tradisi katoba.
manusia. Pelaksanaan tradisi ini, sarat dengan pesan-
Timbunan ubi talas, buah terung, dan pesan positif, sehingga untuk menyampaikan
pucuk daun labu adalah tanaman. Tanaman pesan itu kepada seorang anak, seorang pe
yang menjadi milik orang lain tidak boleh nyampai (imam) haruslah memiliki kompen
diganggu atau diambil. Dengan demikian, tensi bahasa, terutama bahasa yang mudah
frasa karawuno ghofa ‘timbunan ubi talas’ dipahami anak. Penyampaian pesan melalui
mengacu pada manusia khususnya, yakni tuturan tradisi katoba, seorang imam
wanita (istri) orang lain. Frasa bhakeno memanfaatkan bahasa figuratif. Penggunaan
palola ‘buah terung’ dan gholeno labu ‘pucuk bahasa figuratif dimaksudkan untuk menje
daun labu’ mengacu pada manusia khususnya laskan makna yang lain, dengan memberikan
laki-laki (suami) orang lain. Nasihat katoba analogi-anaogi sehingga anak dapat mema
di atas mengajarkan kepada anak (laki- hami dengan mudah terhadap nasihat katoba
laki/perempuan) setelah dewasa dan telah yang diajarkan. Penggunaan bahasa figuratif
menikah tidak diperbolehkan mengganggu dalam penyampai pesan dalam tradisi katoba
suami atau istri orang lain. Dengan kalimat
lain, ungkapan [3] secara lateral bermakna Ardianto dan Hadirman, “Tindak Tutur Direktif Imamu Berbasis
11
55
JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 1, Juni 2017
pada masyarakat Muna terdiri atas dua Hadirman, “Tradisi Katoba sebagai Media
bentuk yakni (1) simile dan (2) metafoa. Komunikasi Tradisional Masyarakat
Muna”, dalam Jurnal Komunikasi dan Opini
DAFTAR PUSTAKA Publik, Vol. 20 No. 1, Agustus 2016:11-30
(Manado: BPPKI Manado, 2016).
Abrams, M.H. A Glossay of Literacy Terms, Kadir, dkk. Muatan Lokal, Nilai-Nilai Kebudaya
(New York: Holt Rinehart and Winston, an dan Sejarah Daerah Kabupaten Muna,
1981). (Muna: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Ardianto dan Hadirman, “Bahasa Muna sebagai Kabupaten Muna, 2011).
Penguat Identitas Kultural Komunitas Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta:
Muna dan Penyanggah Harmoni Sosial PT Gramedia Pustaka Utama, 2007).
pada Masyarakat Multikultural di Kota La Fariki, Nilai-Nilai Budaya dan Sejarah
Bitung”, Prosiding Seminar Bahasa Daerah Muna, (Kendari: Komunika,
Ibu, Depnasar 24-25 Februari 2017, 2011).
dalam https://www.researchgate.net/ Lutfi Muh. Malik, Islam dalam Budaya Muna:
publication/ diakses 30 Mei 2017 Suatu Ikhtiar Menatap Masa Depan (Ujung
-------------, “Tindak Tutur Direktif Imamu Pandang: PT Umitoha Ukhuwah Grafika,
Berbasis Kearifan Lokal dalam Wacana 1997).
Katoba pada Guyup Tutur Etnik Muna”. Martinich, A.P, The Philosophy of Language
Proceeding Simposium Internasional (Third edition), (Oxfrod: Oxfrod University
Islam and Local Wisdom, Kendari, Press, 1996).
Sulawesi Tenggara, Tanggal 25—26 April Poedjosudarmo, Soepomo, Filsafat Bahasa,
2017. (Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Asriani, “Nilai Pendidikan Karaker dalam Press, 2001).
Tuturan Katoba di Muna”, Tesis. Rahmat Sewa Suraya, “Tradisi Haroa pada
(Gorontalo: Universias Negeri Gorontalo, Etnik Muna: Fenomena Budaya dalam
2014) dalam http://eprints.ung. Kehidupan Beragama di Era Global”,
ac.id/63/ diakses 30 Mei 2017. dalam Jurnal Kajian Budaya,Vol. 10, No.20
Berg, Rene van den & Sidu Marafad, Kamus (Denpasar: Program S2 dan S3 Kajian
Muna-Indonesia, (Kupang: Artha Wacana Budaya, 2016).
Press, 2000). Ramadan, Muhammad La Ode, “Kearifan
Couvreur, Couvreur, Sejarah dan Kebudayan lokal di Kabupaten Muna (Dalam Pengelolaan
Kerajaan Muna, diterjemahkan oleh Sumberdaya Pesisir dan Laut)”, 2 September
Rene van den Berg, dengan judul asli 2012 dalam https://formuna.wordpress.
Ethnografisch overzict van Moena com/2016/09/02/kearifan-lokal-di-
(Kupang: Artha Wacana, 2001) . kabupaten-muna-dalam-pengelolaan-
Fox, James J., Bahasa, Sastra dan Sejarah: sumberdaya-pesisir-dan-laut/ diakses 30
Kumpulan Karangan Mengenai Mei 2017.
Masyarakat Pulau Roti, (Jakarta: Penerbit Supriyanto, dkk.. “Sejarah Kebudayaan Islam”
Djambatan (Seri ILDEP), 1986). dalam Jurnal “Al-Qalam” Volume 21
Nomor 1 Juni 2015.
56