Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol 06 No 02 Oktober (2018) 48-53

http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JPKIMIA

PENETAPAN ANGKA PEROKSIDA MINYAK GORENG CURAH


SAWIT PADA PENGGORENGAN BERULANG IKAN LELE

Oleh:
Amelia Handayani Burhan, Yuli Puspito Rini, Etza Faramudika, dan Rina Widiastuti
D-3 Farmasi, Politeknik Kesehatan Bhakti Setya Indonesia,
Yogyakarta, Indonesia

Article history Abstract


Submission : 2018-07-13 Culinary pecel catfish or fried catfish are in great demand in
Revised : 2018-09-12 Yogyakarta. The habit of using palm oil for cooking repeatedly has an
Accepted : 2018-10-11 economic value for the seller, but has a bad potential for the health of
consumers. One of the causes is the increase of the oil peroxide
Keyword: number due to heating process. Peroxide in the long term in the body
peroxide number; catfish; can cause destruction of vitamin E which is useful to ward off free
palm oil; iodometric radicals. This study aims to determine the maximum repetition of palm
oil used in the process of frying catfish. A number of bulk oils are used
to fry fifteen catfish with frying repetitions five times in constant fire.
Oil taken on each fryer is inserted in a bottle in a cold state. The
peroxide number on each oil sample was determined by iodometric
method using 0.01 Nodium Thiosulfate solution and starch indicator.
The results show that the peroxide number of oil palm before and after
oil was used to fry the catfish on the fryer to 1, 2, 3, 4 and 5
respectively: 0.3198; 2.2707; 3,1022; 3,7738; 4,6063 and 11,0341
mekO2 / kg, wherein the 5th frying peroxide number has exceeded the
SNI limit.

ekonomis yang diperoleh. Minyak goreng yang


Pendahuluan
digunakan secara berulang dalam jangka waktu
Kuliner pecel lele atau ikan lele goreng sangat yang lama, hal ini dapat menyebabkan
diminati di Yogyakarta. Hal ini ditandai dengan kerusakan minyak (Mulasari dan Utami, 2012).
ditemukannya kios pecel lele hampir disetiap Kerusakan minyak selama proses
jalan di Yogyakarta. Ikan lele merupakan salah menggoreng akan mempengaruhi kualitas dan
satu sumber protein hewani yang mengandung nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng.
asam amino essensial. Ikan lele yang relatif Pemanasan minyak goreng dengan suhu yang
murah sehingga menjadi salah satu lauk pauk sangat tinggi akan menyebabkan sebagian
yang digemari oleh masyarakat Yogyakarta, minyak teroksidasi. Minyak yang rusak akibat
baik mahasiswa maupun wisatawan. proses oksidasi akan menghasilkan makanan
Pada umumnya, penjual pecel lele akan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa
menggunakan minyak goreng kelapa sawit yang tidak enak, serta kerusakan sebagian
curah secara berulang, hal ini didasari oleh nilai vitamin dan asam lemak esensial di dalam

*Corresponding Author:
Nama : Amelia Handayani Burhan
Lembaga : Politeknik Kesehatan Bhakti Setya Indonesia
48
Email : amelia_handayani@poltekkes-bsi.ac.id
Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol 06 No 02 Oktober (2018) 48-53

minyak (Ketaren, 2008). Salah satu parameter goreng curah sawit yang selanjutnya ditetapkan
penurunan mutu minyak goreng adalah angka angka peroksida.
peroksida. Angka peroksida adalah nilai
terpenting untuk menentukan derajat kerusakan
pada minyak atau lemak. Berdasarkan standar Waktu dan Tempat Penelitian
Nasional Indonesia (SNI)-3741-2013 batas Perlakuan dan penetapan angka peroksida
maksimum angka peroksida pada minyak dilakukan selama bulan Juni 2017 di
goreng adalah 10 mek O2/kg. Angka peroksida Laboratorium Kimia, Politeknik Kesehatan
yang tinggi dapat menurunkan kualitas minyak Bhakti Setya Indonesia, Yogyakarta.
goreng dan berbahaya bagi kesehatan misalnya
diare, kanker, dan menurunkan nilai cerna Alat dan Bahan
lemak. Selain itu angka peroksida yang Alat
terbentuk pada minyak goreng merupakan salah
satu zat radikal bebas yang dapat menyebabkan Neraca analitik (Ohaus, AR1140), botol
terjadinya pengendapan lemak dalam pembuluh timbang, kompor listrik, labu takar 1000 ml,
darah (artero sclerosis) (Ketaren, 2008). erlenmeyer tertutup 250 ml, pipet gondok 25
Hasil penelitian Hasibuan (2014) yang ml, pipet volume 1 ml, buret 25 ml, beaker
dilakukan terhadap 5 sampel minyak goreng glass.
curah yang diperjual belikan di Pasar Aksara
Medan, terdapat hanya satu sampel minyak Bahan
goreng sebelum penggorengan yang hampir Ikan lele, minyak goreng curah kelapa sawit,
memenuhi syarat mutu minyak goreng. Setelah asam asetat pekat (PA), kloroform (PA), kalium
dilakukan 5 kali penggorengan, terdapat iodide (PA), natrium thiosulfat 0,01 N (PA),
peningkatan peroksida yang signifikan pada indikator kanji 1 %, kalium bromat 0,01 N (PA)
tiap kali dilakukan penggorengan berulang. Hal dan akuades.
ini disebabkan karena pemanasan pada suhu Prosedur
tinggi yang terjadi selama proses
penggorengan. Hal ini juga dibenarkan dari Sampel minyak goreng curah sebanyak 500 ml
hasil studi yang dilakukan oleh Fakultas yang diperoleh dari Pasar Beringharjo
Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas digunakan untuk menggoreng ikan lele
Ahmad dahlan (UAD) Mulasari dan Utami sebanyak 5 kali pengulangan. Tiap
(2012) bahwa angka peroksida meningkat penggorengan diamati organoleptis dari minyak
karena proses penggorengan. goreng, masing-masing sampel diambil
Berdasarkan hasil tersebut di atas sebanyak ± 25 ml untuk disimpan dan
peneliti tertarik untuk meneliti perubahan angka ditetapkan angka peroksidanya.
peroksida minyak goreng curah sawit sebelum Sebanyak 5 g ditimbang seksama untuk
dan sesudah digunakan untuk menggoreng ikan sebelum dan sesudah penggorengan ke-satu, ke-
lele berulang dengan menggunakan metode dua, ke-tiga, ke-empat, ke-lima dimasukkan
iodometri. dalam erlenmeyer tertutup. Masing-masing
sampel ditambahkan campuran asetat-
Metode Penelitian kloroform 3:2 sebanyak 30 ml dan 0,5 ml
kalium iodide jenuh, dan didiamkan selama satu
Jenis Penelitian menit dalam tempat gelap. Selanjutnya
Jenis penelitian yang digunakan adalah true ditambahkan 30 ml akuades. Titrasi dengan
experimental design dengan bentuk posttest– Natrium thiosulfat 0,01 N hingga warna kuning
only control design yaitu terdapat dua hampir hilang, kemudian tambahkan larutan
kelompok. Kelompok pertama diberi perlakuan kanji 2 ml kocok dan lanjutkan titrasi hingga
dan kelompok yang lain tidak. Kelompok yang warna biru hilang. Penetapan kadar direplikasi
diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen tiga kali ( SNI, 2013 ). Prosedur serupa diulangi
dan kelompok yang tidak diberi perlakuan untuk larutan blangko.
disebut kelompok kontrol. Kelompok kontrol
yaitu minyak curah sebelum digoreng dan
sebagai kelompok eksperimen adalah minyak
yang diberi perlakuan dengan melakukan
pengulangan penggorengan pada minyak

49
Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol 06 No 02 Oktober (2018) 48-53

Teknik Analisis Data sama. Setiap penggorengan dicatat waktu


kematangan, didapat rata-rata kematangan
Angka peroksida dinyatakan sebagai
selama 8 menit.
miliekuivalen O2 per kilogram lemak yang
Tiga ekor ikan lele digoreng sampai
dihitung menggunakan rumus:
matang pada masing-masing penggorengan.
Setiap pengambilan minyak didinginkan dalam
wadah tertutup, kemudian diambil sebanyak 25
ml pada masing-masing penggorengan dan
dimasukkan dalam botol diberi tanda atau label
untuk memudahkan dalam penelitian. Minyak
Keterangan: dimasukkan dalam keadaan dingin ke dalam
botol agar tidak terjadi kontak atau migrasi
N : larutan standar natrium thiosulfat (N) antara minyak yang panas dengan wadah.
V1 : volume natrium thiosufat yang
digunakan untuk titrasi sampel (ml) Tabel 1. Hasil Pengamatan Organoleptis
V0 : volume larutan thiosulfate yang Minyak
digunakan untuk titrasi blangko (ml)
W : bobot sampel (g) Pengamatan Organoleptis
No Sampel
Aroma Warna
Data yang diperoleh disajikan dalam 1 Minyak khas kuning
tabel kemudian dinarasikan, dibahas dan sebelum minyak jernih
diambil kesimpulan. Data yang diperoleh dari digoreng
penelitian ini adalah numerik yang akan diuji 2 Penggorengan bau amis/ kuning
dengan uji statistik parametrik one way anova ke-1 tengik
apabila data terdistribusi normal dan homogen. 3 Penggorengan bau amis/ kuning
Uji normalitas data menggunakan uji ke-2 tengik agak tua
Frequencies dengan menghitung nilai skwness 4 Penggorengan bau amis/ kuning tua
atau kurtosis dan melihat histogram dengan ke-3 tengik
model kurva normal, atau menggunakan uji one 5 Penggorengan bau amis/
warna
sample kolmogorov-smirnov dengan melihat ke-4 tengik kuning
harga signifikansi p-value dibandingkan dengan kecoklatan
∝ = 0,05 , apabila harga signifikasi >0,05 data 6 Penggorengan bau amis/ warna
terdistribusi normal. Uji statistika ke-5 tengik kuning
nonparametrik apabila data terdistribusi normal coklat
namun tidak homogen menggunakan Kruskal- gelap
wallis dengan batas kemaknaan p<0,05 yang
dilanjutkan dengan uji statistika Mann Whitney. Tabel 1 menunjukan hasil pengamatan
organoleptis minyak kelapa sawit sebelum dan
Hasil Penelitian dan Pembahasan
sesudah penggorengan berulang ikan lele.
Penyiapan sampel merupakan kegiatan Perubahan aroma khas minyak menjadi amis
yang dilakukan untuk memulai sampel yang dan perubahan warna menjadi coklat gelap
akan dianalisis. Sampel minyak goreng curah diakibatkan adanya proses oksidasi minyak.
sawit diperoleh dari Pasar Beringharjo dalam Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi
kemasan botol plastik literan. kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak
Bahan ikan lele sebanyak lima belas atau lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan
ekor dibagi dalam lima penggorengan, masing- pembentukan peroksida dan hidroperoksida
masing penggorengan beratnya untuk tiga ekor (Gambar 1). Asam lemak tidak jenuh dapat
ikan lele adalah 300 gram. Bumbu yang mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya
digunakan yaitu garam dan bawang putih. sehingga membentuk peroksida. Ikatan rangkap
Minyak curah sebanyak 500 ml digunakan asam lemak tak jenuh dari minyak dapat
untuk menggoreng lima belas ekor ikan lele. disingkirkan oleh suatu kuantum energi
Penggorengan ikan lele dilakukan sebanyak sehingga membentuk radikal bebas. Radikal
lima kali dengan memakai api konstan. dengan oksigen (O2) membentuk peroksida
Pemakaian api konstan bertujuan agar nyala api aktif kemudian membentuk hidroperoksida
tidak mempengaruhi proses penggorengan, yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah
serta diharapkan tingkat kematangan yang pecah menjadi senyawa-senyawa dengan rantai

50
Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol 06 No 02 Oktober (2018) 48-53

karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi minyak tidak stabil dan akan segera membentuk
tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. senyawa aldehid atau keton maka perlu
Senyawa-senyawa dengan rantai lebih pendek dilakukan titrasi blangko. Titrasi blangko ini
adalah asam-asam lemak, aldehid, dan keton bertujuan untuk kalibrasi dengan mengurangi
yang menimbulkan bau tengik (Sudarmadji, kesalahan yang disebabkan oleh pereaksi,
dkk, 1996; Winarno, 2004; dan Ketaren, 2008). pelarut atau kondisi percobaan. Hal ini sesuai
dengan persamaan reaksi (1) dan (2).

R-OOH(aq) + 2 KI (aq) + H2O(l) →


R-OH(aq) + 2 KOH(aq) + I2(aq) (1)

I2(aq) + 2Na2S2O3 (aq)


2NaI(aq) + Na2S4O6(aq) (2)

Berdasarkan hasil pengamatan dan


perhitungan terhadap angka peroksida (Tabel 2)
menunjukkan bahwa, pada pengulangan
penggorengan ikan lele terjadi peningkatan.
Meningkatnya angka peroksida menunjukkan
awal kerusakan minyak mulai terjadi. Minyak
Gambar 1. Reaksi pembentukan peroksida segar atau minyak yang belum digoreng juga
secara umum (Winarno, 2004) terdapat peroksida dalam jumlah sedikit, hal
tersebut terjadi karena minyak curah dijual
Bilangan peroksida adalah salah satu parameter dalam kondisi terbuka yang memungkingkan
terpenting untuk menentukan derajat kerusakan terpapar oksigen dan cahaya lebih banyak.
pada minyak atau lemak. Hal ini dikarenakan
minyak atau lemak adalah ester dari asam-asam Tabel 2. Angka peroksida minyak sebelum dan
lemak dan gliserol. Ikatan rangkap diantara sesudah pengulangan penggorengan
asam lemak yang membentuk ester pada
minyak akan menghasilkan minyak tidakjenuh Rata-rata
sehingga mudah mengalami kerusakan dengan Angka angka
adanya oksidasi. Proses oksidasi yang Sampel
No. peroksida peroksida
dimaksud adalah ketika asam lemak tidak jenuh minyak
(mekO2/kg) (mekO2
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya dan /Kg)
membentuk hidroperoksida atau yang dikenal 0,38
sebagai peroksida. Pemecahan senyawa Sebelum
1. 0,19 0,32
peroksida selanjutnya akan membentuk digoreng
0,38
aldehida, keton, dan asam-asam lemak bebas 2,40
yang diidentifikasi sebagai aroma tidak sedap Penggorengan
2. 2,11 2,27
dari minyak yang digunakan dalam ke-1
2,30
penggorengan berulang. Oleh karena itu, 3,26
tingkat kerusakan minyak dapat diukur dengan Penggorengan
3. 3,16 3,10
menentukan jumlah senyawa peroksida yang ke-2
2,88
terbentuk dalam minyak. 4,22
Penetapan kadar peroksida ditentukan Penggorengan
4. 4,22 3,77
melalui titrasi iodometri menggunakan larutan ke-3
2,88
Natrium thiosulfate 0,01 N dengan indikator 4,99
amilum dimana untuk tiap sampel dilakukan Penggorengan
5. 4,80 4,61
replikasi sebanyak tiga kali. Sejumlah sampel ke-4
4,03
dilarutkan dalam campuran asam asetat- 9,11
khloroform (3:2) yang mengandung KI maka Penggorengan
6. 12,09 11,03
akan terjadi pelepasan iod (I2). Iod yang bebas ke-5
11,90
dititrasi dengan natrium thiosulfat
menggunakan indikator amilum sampai warna Angka peroksida pada pengulangan
biru hilang. Oleh karena, peroksida pada penggorengan ikan lele ke-1 sampai ke-4
51
Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol 06 No 02 Oktober (2018) 48-53

berada dibawah angka peroksida maksimal terdekomposisi kembali membentuk senyawa-


menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) senyawa kimia seperti aldehid dan karbonil
yakni 10 mekO2/kg. Akan tetapi, pada yang turut berkontribusi pada perubahan warna
penggorengan ke-5, angka peroksida minyak minyak kerah coklat kehitaman dan berbau
telah melampaui SNI yaitu 11,0341 meO2/kg. tengik. Bau tengik dan amis juga disebabkan
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat adanya proses hidrolisis, dimana minyak diubah
diketahui pula bahwa terjadi peningkatan angka menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
peroksida yang signifikan setiap pengulangan Baik organoleptis maupun angka
penggorengan. Hal serupa juga ditemui pada peroksida menunjukan bahwa pada
penelitian yang dilakukan oleh Azizah, dkk penggorengan kelima, minyak goreng curah
(2016); Karouw dan Indrawanto (2015) dimana sawit telah mengalami kerusakan yang
angka peroksida semakin meningkat dengan signifikan sehingga tidak direkomendasikan
meningkatkan frekuensi pengulangan untuk digunakan kembali untuk penggorengan
penggorengan. Walaupun mengalami kenaikan ikan lele lanjutan. Minyak curah sawit yang
angka peroksida, akan tetapi perbedaan digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki
kenaikan angka peroksida mulai dari kemasan sehingga lebih mudah terkena paparan
pengulangan penggorengan ke-1 hingga ke-4 cahaya dan oksigen dibandingkan yang
(Tabel 2) relatif kecil. Hal ini kemungkinan memiliki kemasan (Aminah, 2010).
dikarenakan laju pembentukan peroksida baru Nainggolan, dkk (2016) menyebutkan bahwa
lebih kecil dibandingkan dengan laju minyak goreng kemasan lebih
degradasinya menjadi senyawa lain. Apabila direkomendasikan untuk menggoreng secara
laju pembentukan hidroperoksida lebih rendah berulang dibandingkan dengan minyak goreng
dibandingkan dengan laju dekomposisi curah. Disamping itu, Sartika dan Tarigan, dkk
hidroperoksida pada minyak, maka akan (2007, dalam Mulasari dan Utami, 2012)
mengakibatkan rendahnya angka peroksida menyarankan untuk menggunakan api sedang
(Rukmini dan Rahardjo, 2010). (200˚C), hal ini dikarenakan suhu tinggi dapat
Senyawa peroksida yang terbentuk mempercepat proses oksidasi minyak
tidak stabil sehingga dapat mengalami (mempercepat kerusakan minyak).
degradasi membentuk karbonil dan senyawa Hasil pengolahan data menggunakan
aldehid (Shahidi dan Wanasundara, 2002 dalam SPSS yaitu data terdistribusi normal namun
Ilmi, dkk, 2015). Kondisi ini banyak ditemukan tidak homogen, sehingga menggunakan uji
dalam penggorengan dengan sistem Deep Fat Kruskal-wallis. Berdasarkan uji Kruskal-wallis
Frying (DFF) seperti dalam penelitian ini. DFF menunjukkan adanya perbedaan angka
adalah teknik penggorengan yang peroksida pada perlakuan dengan 0,007 < 0,05.
menggunakan minyak dalam jumlah banyak Hasil uji Kruskal-Wallis diketahui bahwa ada
sehingga bahan makanan dapat terendam perbedaan pada kelompok percobaan, namun
seluruhnya didalam minyak selama belum dapat mengetahui masing-masing
penggorengan berlangsung. kelompok yang berbeda nyata, sehingga uji
Pada penelitian ini terjadi lonjakan dilanjutkan menggunakan uji Mann-Whiteny.
angka peroksida setelah penggorengan ke-5 Hasil uji Mann-Whiteny diperoleh angka
hingga 11,03 mekO2/Kg. Pola serupa juga peroksida berbeda nyata dengan signifikansi
ditemukan pada penelitian Hasibuan (2014) ≤ 0,05 pada kelompok perbandingan.
dimana minyak untuk menggoreng tempe pada
penggulangan penggorengan ke-5 menunjukan Tabel 4. Uji Statistika Mann- Whitney
peningkatan yang signifikan. Hal ini dikarena (Perbandingan pada masing-
kemungkinan besar peroksida yang terbentuk masing sampel)
lebih banyak dan stabil. Kataren (2008)
menyatakan bahwa peroksida dalam minyak G G G G G
Sampel S
goreng akan bertambah pada saat minyak yang ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5
sudah digunakan didinginkan kembali. Hal
inilah yang menyebabkan adanya lonjakan S + + + + +
angka peroksida. Pada penggorengan ke-5 juga
teramati warna minyak semakin kuning coklat G ke-1 + + + + +
gelap dan aromanya semakin amis dan tengik.
G ke-2 + + – + +
Kondisi ini dikarenakan ketika dipanaskan
kembali pada suhu tinggi maka peroksida akan
52
Jurnal Pendidikan Sains (JPS) Vol 06 No 02 Oktober (2018) 48-53

G ke-3 + + + – + Azizah, Z., Rasyid, R., dan Kartina, D. 2016.


Pengaruh Pengulangan dan Lama
G ke-4 + + + + + Penyimpanan Terhadap Ketengikan
Minyak Kelapa dengan Metode Asam
G ke-5 + + + + + Thiobarbiturat (TBA). Jurnal Farmasi
Higea. Vol. 8 No. 2. Hal : 189-199.
Keterangan:
S : sebelum penggorengan Badan Standardisasi Nasional. 2013. Minyak
G : setelah pengulangan penggorengan Goreng, SNI-3741:2013.
+ : ada perbedaan angka peroksida Hasibuan, R. 2014. Peningkatan Angka
– : tidak ada perbedaan angka peroksida
Peroksida pada Minyak Goreng Curah
terhadap Penggorengan Berulang
Nilai signifikansi secara keseluruhan
Tempe. Jurnal Ilmiah PANNMED.
menunjukkan ≤ 0,05 yang berarti ada perbedaan
Vol.8 No.3.
nilai peroksida, dan nilai signifikansi
menunjukkan > 0,05 pada dua kelompok Ilmi, I. M. B., Khomsan, A., dan Marliyati.,
perbandingan yaitu penggorengan ke-2 dan ke- S.A. 2015. Kualitas Minyak Goreng
3 serta penggorengan ke-3 dan ke-4 yang dan Produk Gorengan Selama
berarti tidak ada perbedaan nilai peroksida. Penggorengan di Rumah Tangga
Dengan kata lain, setiap 500 ml minyak Indonesia. Jurnal Aplikasi Teknologi
curah kelapa sawit relatif aman dan dapat Pangan. Vol. 2. No. 2. Hal: 61-65.
digunakan maksimal empat kali untuk
Karouw, S. dan Indrawanto, C. 2015.
menggoreng 300 gram ikan lele dengan lama
Perubahan Mutu Minyak Kelapa dan
penggorengan rerata setiap pengulangannya
Minyak Sawit Selama Penggorengan.
8 menit.
B.Palma. Vol. 16. No. 1 Hal: 1-7.
Simpulan dan Saran
Ketaren, S. 2008, Pengantar Teknologi Minyak
Simpulan dan Lemak Pangan, Jakarta: UI-press.
Angka peroksida meningkat signifikan Mulasari, A.S., & Utami, R.R. 2012.
setiap pengulangan penggorengan ikan lele dan Kandungan Peroksida pada Minyak
relative aman hingga penggorengan ke-4 karena Goreng di Pedagang Makanan
masih berada dibawah ambang batas SNI yaitu Gorengan Sepanjang Jalan Prof.Dr.
10 mekO2/kg. Soepomo Umbulharjo Yogyakarta.
Arc. Com. Health. Vol. 1 No.2 :120-
Saran
123.
Bagi peneliti selanjutnya perlu dilakukan
Nainggolan, B., Susanti., N., dan Juniar, A.
analisis penelitian angka peroksida minyak
2016. Uji Kelayakan Minyak Goreng
goreng pada jenis ikan lain atau bahan pangan
Curah dan Kemasan yang Digunakan
yang lain. Disamping itu perlu dilakukan uji
Menggoreng Secara Berulang. JPkim.
terhadap kandungan lemak bebas untuk
2016. Vol.8. No.1. Hal: 45-57.
meyakinkan keamanan dalam penggunaan
minyak goreng sawit curah secara berulang. Rukmini, A. dan Raharjo, S. 2010. Pattern of
Peroxide Value Changes in Virgin
Ucapan Terima Kasih
Coconut Oil (VCO) Due To Photo-
Terima kasih kepada Kopertis V Yogyakarta oxidation Sensitized by Chlorophyll.
yang telah memberikan pembiayaan dalam Journal of The American Oil Chemists’
penelitian ini. Society 87. Hal: 1407-1412.
Daftar Pustaka Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi. 1996.
Aminah, S. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Analisa Bahan Makanan dan Pertanian
Goreng Curah dan Sifat Organoleptik Yogyakarta,: Liberty.
Tempe pada Pengulangan Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi.
Penggorengan. Jurnal Pangan dan Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Gizi, Vol. 01, No.01, Hal: 7-14.

53

Anda mungkin juga menyukai