Anda di halaman 1dari 28

WALK THROUGH SURVEY DI PERUSAHAAN

PT. UNITED TRACTORS


5 APRIL 2018

KESELAMATAN KERJA

Kelompok II

Ahmad Abu Basil I Luthfiana Sarah A


Bambang Sadono Mariyati
Desenieli Hia Nur Endah Setyaningsih
Henni Hutauruk Retno Andiani
Leo Panirman Sri Wahyuni

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


KEMENTRIAN KETENAGAKERJAAN DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 2 – 7 APRIL 2018
JAKARTA

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Seperti yang kita ketahui, kondisi keselamatan dan kesehatan kerja pada suatu
perusahaan menentukan baik tidaknya suatu performansi kerja dalam
perusahaan tersebut. Kemampuan seseorang sangat bergantung pada gabungan
dari karakteristik pribadi, kapasitas fisiologis, psikologis serta biomekanika
yang dimilikinya. Sedangkan aktivitas yang dilakukan tergantung kepada tugas,
organisasi dan lingkungan yang harus dihadapi.

Namun, potensi bahaya yang muncul dapat berupa cara kerja dari tenaga kerja,
peralatan kerja yang canggih, beban kerja yang berat akan mengakibatkan
penyakit akibat kerja, sehingga dapat menyebabkan kecacatan, bahkan mungkin
kematian. Kecelakaan ditempat kerja merupakan penyebab utama penderita
perorangan dan penurunan produktivitas. Menurut ILO (2003), setiap hari rata-
rata 6000 orang meninggal akibat sakit dan kecelakaan kerja atau 2,2 juta orang
pertahun sebanyak 300.000 orang pertahun, diantaranya meninggal akibat sakit
atau kecelakaan kerja. Oleh karena itu, antisipasi terhadap potensi bahaya
tersebut harus dilaksanakan sedini mungkin.

Sebagai salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang sarat dengan muatan
Hak Asasi Manusia (HAM) termasuk salah satu syarat dalam memenuhi
tuntutan globalisasi dunia sehingga K3 perlu mendapat perhatian kita untuk
lebih dimasyarakatkan kepada seluruh dunia usaha dan unsur terkait lainnya.
Pengembangan dan peningkatan K3 di sektor kesehatan perlu dilakukan dalam
rangka menekan serendah mungkin resiko penyakit yang timbul akibat
hubungan kerja untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja.

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara


umum diperkirakan termasuk rendah. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan
daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah.
Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami
ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah).

2
Hal tersebut perlu Hal tersebut perlu didukung dengan tenaga kerja yang
kompeten. Oleh karena itu, disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga
perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja. Visi Pembangunan Kesehatan di Indonesia yang dilaksanakan
adalah Indonesia Sehat 2010 dimana penduduknya hidup dalam lingkungan dan
perilaku sehat, mampu memperoleh layanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI,
2002).

1.2. Dasar Hukum


Dengan alasan untuk melindungi para tenaga kerja dan pengembangan usaha
demi tercapainya tidak adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja maka ada
beberapa landasan yang digunakan oleh perusahaan, sebagai berikut :
A. UU No.I tahun 1970 tentang kesehatan dan keselamatan kerja
B. UU No 13 tahun 2003 pasal 86 dan 87 tentang ketenagakerjaan
C. UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
D. UU No 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja
E. Permenakertrans No.03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja
F. Kepres RI No.22 tahun 1993 tentang penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja
G. Kepmenakertrans No.68 tahun 2004 tentang pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja
H. Permenakertrans No.11/Men/VI/2005 tentang pencegahan penyalahgunaan
narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja
I. Permenakertrans No.01/Men/1976 tentang kewajiban pelatihan hiperkes
bagi dokter perusahaan
J. Permenakertrans No.01/Men/1979 tentang kewajiban pelatihan hiperkes
bagi paramedic perusahaan
K. Permenakertrans No.Per 02/Men/1980 tentang pemeriksaan kesehatan
tenaga kerja dalam penyelanggaraan keselamatan kerja
L. Permenakertrans No.Per 03/Men/1983 tentang pelayanan kesehatan

kerja.
M. SE.Menakertrans No.SE.01/Men/1979 tentang pengadaan kantin dan ruang

3
makan
N. SE.Dirjen binawas No.SE.86/BW/1989 tentang perusahaan catering yang
mengelola makanan bagi tenaga kerja
O. Permenakertrans No.Per 05/MEN/VIII/2008 tentang pertolongan pertama
ada kecelakaan di tempat kerja.

1.3. Profil Perusahaan


 Alamat Perusahaan : Jl. Raya Bekasi KM 22, Cakung, Jakarta Timur 13910
 Jumlah dan Status Pegawai Perusahaan : Jumlah total pegawai perusahaan
adalah 3000 orang.
 Sektor Perusahaan: Bergerak di bidang usaha konstruksi, manufacturing, dan
distributor alat berat..

 Jam Kerja : Pukul 07.30 – 16.30 (Senin – Jumat).


 Asuransi Pegawai :
Karyawan tetap : BPJS dan Asuransi Mandiri Inhealth
Karyawan kontrak : BPJS
 Kelembagaan P2K3 : Sudah berjalan
 Sertifikasi : SMK3, ISO 9001, OSHAS
 Dokter Perusahaan : 3 orang terdiri dari 1 orang Dokter Gigi, 2 orang Dokter
umum (1 Dokter sudah sertifikasi KEMNAKER), 4 orang perawat (1 orang
perawat sertifikasi Hiperkes) bekerja setiap hari (Senin sampai Jum’at) jam
07.30-16.30 WIB.

1.4. Alur Produksi


Barang jadi dikirim dari Jepang masuk ke Indonesia melalui Komatsu 
Barang masuk ke gudang PT. United Tractors  Buka packing untuk
pengecekan kelengkapan barang  Dilakukan uji coba fungsi barang tersebut
 Apabila barang sudah sesuai  Barang dikirim ke customer.
Contoh barang : UD Trucks, Scania Truck, Scania Bus, Single Drum Rollers,
dll.

4
5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah upaya penyeserasian antara kapasitas kerja, beban kerja,
dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar
diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan 1992 Pasal 23).
Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya, baik fisik, mental dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat
yang berada di lingkungan perusahaan. Aplikasi kesehatan kerja berupa upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Promosi kesehatan merupakan ilmu pengetahuan dan seni yang membantu


seseorang untuk mengubah gaya hidup menuju kesehatan yang optimal, yaitu
terjadinya keseimbangan kesehatan fisik, emosi, spiritual dan intelektual. Tujuan
promosi kesehatan di tempat kerja adalah terciptanya perilaku dan lingkungan kerja
sehat juga produktivitas yang tinggi. Tujuan dari promosi kesehatan adalah:

 Mengembangkan perilaku kerja sehat


 Menumbuhkan lingkungan kerja sehat
 Menurunkan angka absensi sakit
 Meningkatkan produktivitas kerja
 Menurunnya biaya kesehatan
 Meningkatnya semangat kerja
Upaya preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja
yang disebabkan oleh alat/mesin dan masyarakat yang berada disekitar lingkungan
kerja ataupun penyakit menular umumnya yang bisa terjangkit pada saat
melakukan pekerjaan yang diakibatkan oleh pekerja. Upaya preventif diperlukan
untuk menunjang kesehatan optimal pekerja agar didapat kepuasan antara pihak
pekerja dan perusahaan sehingga menimbulkan keuntungan bagi kedua belah
pihak. Aplikasi upaya preventif diantaranya pemakaian alat pelindung diri dan
pemberian gizi makanan bagi pekerja.

6
Upaya kuratif merupakan langkah pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
bagi pekerja. Upaya penatalaksanaan penyakit yang timbul pada saat bekerja
merupakan langkah untuk meningkatkan kepuasan pekerja dalam bekerja,
sekaligus memberi motivasi untuk pekerja supaya memiliki kesehatan yang
optimal. Penyakit yang sering timbul dalam suatu lokasi pekerjaan dapat menjadi
tolak ukur dalam mengambil langkah promosi dan pencegahan, sehingga tujuan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan kerja optimal dilaksanakan.

Salah satu aspek yang harus diimplementasikan dalam kesehatan kerja adalah
adanya pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja, baik sejak awal sebelum bekerja,
selama bekerja, maupun sesudah bekerja. Tujuan dari pemeriksaan kesehatan ini
ditujukan agar selain tenaga kerja yang diterima di awal berada dalam kondisi
kesehatan setinggi-tingginya, juga untuk memantau status kesehatan pekerja dan
juga meminimalisir dan mendeteksi dini apakah ada penyakit akibat kerja yang
ditimbulkan akibat proses produksi.

Sarana P3K di tempat kerja diatur dalam Permenakertrans RI No.


15/MEN/VIII/2008. Dalam Permenakertrans tersebut, dijabarkan bahwa
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja (P3K) adalah upaya
memberikan pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada
pekerja/buruh/dan/atau orang lain yang berada di tempat kerja, yang mengalami
sakit atau cidera di tempat kerja.
Fasilitas P3K yang dimaksud dalam Permenakertrans ini meliputi ruang P3K,
kotak P3K dan isinya sesuai standar, alat evakuasi dan alat transportasi, fasilitas
tambahan berupa alat pelindung diri dan/atau peralatan khusus di tempat kerja yang
memiliki potensi bahaya yang bersifat khusus. Pengusaha wajib menyediakan
ruang P3K dalam hal proses produksi mempekerjakan pekerja/buruh 100 orang
atau lebih atau kurang dari 100 orang dengan potensi bahaya tinggi.
Ruang P3K juga diatur standarnya, salah satunya meliputi lokasi yang harus
dekat dengan toilet/kamar mandi, jalan keluar, mudah dijangkau, dan dekat dengan
tempat parkir kendaraan. Kotak P3K juga harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut, yaitu terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibawa, berwarna dasar
putih dengan lambang P3K berwarna putih dengan lambang P3K berwarna hijau
dengan isi kotak sesuai dengan Permenakertrans yang mengatur. Penempatan
kotak P3K juga harus pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau dengan diberi

7
tanda arah yang jelas dan cukup cahaya serta mudah diangkat apabila digunakan
dan disesuaikan dengan jumlah tenaga kerja yang ada, dan dalam hal tempat kerja
dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih masing-masing unit kerja harus
menyediakan kotak P3K sesuai jumlah pekerja/buruh.

8
2.2. Ergonomi

Ergonomi menurut Badan Buruh Internasional (International Labor:


Organization/ILO) adalah penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan
ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan
manusia secara optimum agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan.
Pada prosesnya dibutuhkan kerjasama antara lingkungan kerja (ahli hiperkes),
manusia (dokter dan paramedik), serta mesin perusahaan (ahli tehnik).
Kerjasama ini disebut segitiga ergonomi.

Tujuan dari ergonomi adalah efisiensi dan kesejahteraan yang berkaitan


erat dengan produktivitas dan kepuasan kerja. Adapun sasaran dari ergonomi
adalah seluruh tenaga kerja baik sektor formal, informal, maupun tradisional.
Pendekatan ergonomi mengacu pada konsep total manusia, mesin, dan
lingkungan yang bertujuan agar pekerjaan dalam industri dapat berjalan secara
efisien, selamat, dan nyaman. Dengan demikian, dalam penerapannya harus
memperhatikan beberapa hal yaitu: tempat kerja, posisi kerja, dan proses kerja.

Adapun tujuan penerapan ergonomi adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, dengan meniadakan


beban kerja tambahan (fisik dan mental), mencegah penyakit akibat
kerja, dan meningkatkan kepuasan kerja;
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan jalan meningkatkan kualitas
kerjasama sesama pekerja, pengorganisasian yang lebih baik dan
menghidupkan sistem kebersamaan dalam tempat kerja;
3. Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional antara aspek-aspek
teknik, ekonomi, antropologi, dan budaya dari sistem manusia-mesin
untuk tujuan meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin.
Adapun manfaat pelaksanaan ergonomi adalah menurunnya angka
kesakitan akibat kerja, menurunnya kecelakaan kerja, biaya pengobatan dan
kompensasi berkurang, stress akibat kerja berkurang, produktivitas membaik,
alur kerja bertambah baik, rasa aman karena bebas dari gangguan cidera,
kepuasan kerja meningkat.
Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi: (1)
tekhnik; (2) fisik; (3) pengalaman psikis; (4) anatomi, utamanya yang

9
berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian; (5)
anthropometri; (6) sosiologi; (7) fisiologi, terutama berhubungan dengan
temperatur tubuh, oxygen up take dan aktivitas otot; (8) disain; dan sebagainya.

Aplikasi Ergonomi pada Tenaga Kerja

1. Posisi kerja
Terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak
terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi
berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara
seimbang pada dua kaki.
2. Proses kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu
bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran
anthropometri barat dan timur.
3. Tata letak tempat kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan
simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak digunakan daripada kata-
kata.
4. Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan kepala,
bahu, tangan, punggung, dan lain-lain. Beban yang terlalu berat dapat
menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot, dan persendian akibat
gerakan yang berlebihan.

Supervisi Tenaga Kerja

Semua pekerja secara kontinyu mendapat supervisi medis teratur. Supervisi


medis yang biasanya dilakukan terhadap pekerja antara lain:

a. Pemeriksaan sebelum kerja bertujuan untuk menyesuaikan pekerja baru


terhadap beban kerjanya.
b. Pemeriksaan berkala bertujuan untuk memastikan pekerja sesuai dengan
pekerjaannya dan mendeteksi bila ada kelainan.
c. Nasihat harus diberikan tentang higiene dan kesehatan

10
2.3. Penyakit Akibat Kerja

Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 1998, penyakit


akibat kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi
kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang
sudah diakui.

Beberapa faktor penyebab penyakit akibat kerja, antara lain:

1. Faktor fisik
 Suara bising mengakibatkan ketulian
 Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif menyebabkan penyakit kelainan
darah dan kulit.
 Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps, hiperpireksia.
Sedangkan suhu yang terlalu rendah menyebabkan frosbite.
 Tekanan udara yang tinggi menyebabkan Caison Disease
 Pencahayaan yang buruk menyebabkan kelainan pada mata.
 Getaran dapat menyebabkan Raynaud’s disease.

2. Faktor kimia
 Debu dapat menyebabkan pneumoconiosis, diantaranya: silikosis, asbestosis
dan lainnya.
 Uap dapat menyebabkan demam uap logam (metal fume fever), dermatosis.
 Gas dapat menyebabkan keracunan, misalkan CO, H2S, Pb dan lainnya.
 Larutan zat kimia dapat menyebabkan iritasi pada kulit
 Awan atau kabut

3. Faktor biologi
 Misalkan bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan penyakit
akibat kerja pada tenaga kerja penyamak kulit

11
4. Faktor fisiologi/ergonomi antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap badan
yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang dapat
menimbulkan kelelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun
dapat menyebakan terjadi perubahan fisik.
5. Faktor mental-psikologis
 Hubungan kerja atau hubungan industrial yang tidak baik dapat menyebabkan
depresi atau penyakit psikosomatis.

Penegakan diagnosis penyakit akibat kerja dapat dilakukan melalui 7


langkah, antara lain:

1. Tentukan Diagnosis klinisnya


Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan
fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk
mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat
dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan
atau tidak.

2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini


Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya.
Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara
cermat dan teliti, yang mencakup:
 Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita
secara khronologis
 Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
 Bahan yang diproduksi
 Materi (bahan baku) yang digunakan
 Jumlah pajanannya
 Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
 Pola waktu terjadinya gejala
 Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala
serupa)

12
 Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS,
label, dan sebagainya)

3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut,


Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat
bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam
kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas,
maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan
ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan
sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan
sebagainya).

4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada
keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi
penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang
ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.

5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi. Apakah
ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan
serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif
terhadap pajanan yang dialami.

6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit


Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah
penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit.
Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk
menyingkirkan penyebab di tempat kerja.

7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya


Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan
13
sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit,
kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada
sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu
pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa
melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita
penyakit tersebut pada saat ini. edangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu
keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya
penyakit.

2.4. Gizi Kerja

Gizi kerja adalah gizi/nutrisi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi

kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja tambahan. Gizi kerja

menjadi masalah disebabkan beberapa hal yaitu rendahnya kebiasaan makan pagi,

kurangnya perhatian pengusaha, kurangnya pengetahuan tenaga kerja tentang gizi,

tidak mendapat uang makan, serta jumlah, kapan dan apa dimakan tidak diketahui.

Efek dari gizi kerja yang kurang bagi pekerja adalah:

 Pekerja tidak bekerja dengan maksimal

 Pertahanan tubuh terhadap penyakit berkurang

 Kemampuan fisik pekerja yang berkurang

 Berat badan pekerja yang berkurang atau berlebihan

 Reaksi pekerja yang lamban dan apatis,

 Pekerja tidak teliti

 Efisiensi dan produktivitas kerja berkurang

Jenis pekerjaan dan gizi yang tidak sesuai akan menyebabkan timbulnya berbagai
penyakit seperti obesitas, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit degenerative,
arteriosklerotik, hipertensi, kurang gizi dan mudah terserang infeksi akut seperti

14
gangguan saluran nafas. Ketersediaan makanan bergizi dan peran perusahaan untuk
memberikan informasi gizi makanan atau pelaksanaan pemberian gizi kerja yang
optimal akan meningkatkan kesehatan dan produktivitas yang setinggi-tingginya.

2.5. Pemeriksaan Kesehatan

Dalam pelaksanaan program kesehatan kerja, di dalamnya terkandung kewajiban


pelaksanaan pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja. Pemeriksaan kesehatan
dilakukan oleh dokter perusahaan yang ditunjuk oleh pengusaha dan telah
memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
dan Koperasi No. Per. 01/MEN/1976. Tujuan dari dilakukan pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja secara umum adalah memperoleh dan mempertahankan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya selama bekerja maupun setelah bekerja.

Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja terbagi atas tiga ,antara lain:

 Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja


Ditujukan agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi kesehatan
yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan
mengenai tenaga kerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan yang akan
dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang
bersangkutan dan tenaga kerja lainnya terjamin.

Pemeriksaan yang dilakukan antara lain, pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran


jasmani, rontgen paru, laboratorium rutin dan pemeriksaan lain yang berkaitan
dengan pekerjaan tertentu.

 Pemeriksaan kesehatan berkala


Merupakan pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga
kerja yang dilakukan oleh dokter perusahaan. Pemeriksaan dimaksudkan untuk
menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan sedini
mungkin (deteksi dini) yang kemudian perlu dikendalikan dengan usaha
pencegahan. Semua perusahaan harus melakukan pemeriksaan kesehatan
berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 tahun sekali.

15
 Pemeriksaan kesehatan khusus
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter perusahan secara khusus
terhadap tenaga kerja tertentu. Pemeriksaan bertujuan untuk menilai adanya
pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau kelompok tenaga
kerja tertentu.

Pemeriksaan kesehatan khusus dapat dilakukan terhadap:

 Tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang


memerlukan perawatan lebih dari 2 minggu.
 Tenaga kerja usia lebih dari 40 tahun atau tenaga kerja wanita dan tenaga
kerja cacat, serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu.
 Tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan
kesehatannya. Perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai kebutuhan.

2.6. HIV/AIDS

HIV/AIDS saat ini di bukan hanya menjadi masalah kesehatan akan tetapi juga menjadi
masalah di bidang dunia kerja yang berdampak pada produktivitas dan profitabilitas
perusahaan. Kementrian Ketenagakerjaan RI telah mengeluarkan Keputusan Menteri
No. 68/Men/IV/2004 mengenai pencegahan dan Penaggulangan HIV/AIDS di tempat
kerja, di mana dalam Keputusan Menteru Tenaga Kerja dan Transmigrasi terdapat
kewajiban pengusaha untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS di tempat kerja melalui:

1. Pengembangan kebijakan tentang upaya pencegahan dan penanggulangan


HIV/AIDS di tempat kerja yang dapat dituangkan dalam Peraturan Perusahaan
(PP) atau Perjajian Kerja Bersama (PKB)
2. Pengkomunikasian kebijakan dengan cara menyebarluaskan informasi dan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
3. Pemberian perlindungan kepada pekerja/buruh dengan HIV/AIDS dari tindak
dan perlakuan diskriminatif.

16
4. Penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja khusus untuk pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan peraturan perundan-undangan
yang berlaku.

Menurut ILO terdapat beberapa prinsip kunci dan kaidah tentang HIV/AIDS di
dunia kerja yang berlaku bagi semua aspek pekerjaan dan semua tempat kerja, termasuk
sektor kesehatan, antara lain:

1. Isu tempat kerja

HIV/ AIDS adalah isu tempat kerja, karena dia mempengaruhi angkatan kerja, dan
karena tempat kerja dapat memainkan peran vital dalam membatasi penularan dan
dampak epideminya.

2. Nondiskriminasi
Tidak ada diskriminasi terhadap pekerja berdasarkan status HIV yang nyata atau
dicurigai.

3. Kesetaraan gender
Hubungan gender yang lebih setara dan pemberdayaan wanita adalah penting untuk
mencegah penularan HIV dan membantu masyarakat mengelola dampaknya.

4. Lingkungan kerja yang sehat


Tempat kerja harus meminimalkan risiko pekerjaan, dan disesuaikan dengan kesehatan
dan kemampuan pekerja.

5. Dialog Sosial
Kebijakan dan program HIV/AIDS yang sukses membutuhkan kerjasama dan saling
percaya antara pengusaha, pekerja dan pemerintah

6. Tidak boleh melakukan skrining untuk tujuan rekrutmen


Tes HIV di tempat kerja harus dilaksanakan secara sukarela dan rahasia, tidak boleh
digunakan untuk menskrining pelamar atau pekerja.

17
7. Kerahasiaan
Akses kepada data perseorangan, termasuk status HIV pekerja, harus dibatasi oleh
aturan dan kerahasiaan.

8. Melanjutkan hubungan pekerjaan


Pekerja dengan penyakit yang berkaitan dengan HIV harus dibolehkan bekerja dalam
kondisi yang sesuai selama dia mampu secara medik.

9. Pencegahan
Mitra sosial mempunyai posisi yang unik untuk mempromosikan upaya pencegahan
melalui informasi, pendidikan dan dukungan bagi perubahan perilaku.

10. Kepedulian dan dukungan Pekerja berhak mendapat pelayanan kesehatan yang
terjangkau.

18
BAB III
PELAKSANAAN

3.1.Tanggal dan Waktu Pengamatan


Kunjungan perusahaan ke PT. UNITED TRACTORS ini dilakukan pada hari
Jumat tanggal 6 April 2018 pukul 09.00-11.00

3.2. Lokasi Pengamatan


Lokasi PT. UNITED TRACTORS terletak Jl. Raya Bekasi KM 22, Cakung,
Jakarta Timur, Indonesia

19
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia hanya satu poliklinik. Terdapat tiga dokter
perusahaan yang datang ke perusahaan setiap hari dari hari Senin sampai Jum’at dari pukul 07.30-
16.30 WIB. Dokter perusahaan hanya menangani keluhan yang tidak berat seperti ISPA dan
myalgia. Bila terdapat pasien dengan kegawatdaruratan ataupun pasien dengan luka besar, maka
akan dirujuk ke rumah sakit terdekat dari perusahaan. Pada saat kunjungan dilakukan, poliklinik
sedang melakukan pengobatan pada karyawan sehingga kami tidak bisa melihat apa saja yang ada
di dalam poliklinik tersebut secara detail.

4.2. Program Kesehatan

Program kesehatan preventif yang dilakukan yaitu

1. Pemeriksaan kesehatan untuk calon karyawan yang standar maupun yang sesuai dengan jenis
pekerjaan yang akan dilakukan secara khusus. pemberian suplemen kesehatan tidak ada pada
perusahaan ini.
2. Pemeriksaan berkala setiap 1 tahun sekali bagi karyawan tetap sesuai jenis pekerjaan yang
dilakukan karyawan tersebut.
3. Adanya petugas khusus non structural sebagai Pembina utama yang bertugas melakukan
pembinaan, pengawasan untuk pelaksanaan keselamatan kerja.
4. APD sudah digunakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Program kesehatan promotif yang dilakukan berdasarkan hasil General Check Up berkala.
Berdasarakan data tersebut dilakukan tindakan promootif yaitu:

1. Melakukan Health Talk tentang HIV AIDS dan Narkoba dengan mengundang dokter dan BNN
setiap 6 bulan sekali.
2. Program Melotot Sehat yaitu setiap divisi berkomitmen untuk melakukan aktivitas yang
disepakati setiap karyawannya secara teratur dan terukur, misalanya: bersepeda, kelompok
futsal, klub hobi, program keluarga sehat, dan arisan perusahaan.

20
Program kesehatan kuratif yaitu pengobatan yang dilakukan oleh dokter perusahaan, misalnya
pengobatan poliklinik yang buka setiap hari, tetapi pengobatan yang dilakukan hanya untuk
keluhan yang tidak berat seperti ISPA dan myalgia, dan jika ada pasien dengan kegawatdaruratan
ataupun pasien dengan luka besar, maka akan dirujuk ke rumah sakit terdekat dari perusahaan

Program kesehatan rehabilitasi sudah dilakukan oleh perusahaan ini dalam bentuk rujukan
tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah sakit yang mengadakan kerja sama
dengan perusahaan ini. Tetapi tidak ada pemindahan tugas pekerjaan apabila karyawan tersebut
mengalami kecelakaa

21
4.2. Pencegahan HIV AIDS dan Narkoba

Pencegahan HIV AIDS dilakukan melalui pelaporan hasil screening dari kegiatan
donor darah yang wajib diikuti oleh seluruh karyawan tanpa terkecuali. Untuk pencegahan
narkoba dilakukan dengan pemeriksaan urine terhadap narkoba yang dilakukan pada
Health Talk dengan melibatkan tim dari BNN.

4.3. Pemeriksaan Kesehatan

PT. UNITED TRACTORS selalu mengadakan Pemeriksaan Kesehatan

a. Pemeriksaan awal diperuntukkan bagi pegawai baru sebagai data awal.


b. Pemeriksaan berkala di peruntukkan bagi seluruh pegawai tetap yang
dilaksanakan satu kali dalam satu tahun sebagai monitor terhadap kesehatan
kerja. Kemudian dokter perusahaan akan melakukan beberapa wawancara dan
pemeriksaan fisik kepada calon tenaga kerja di klinik perusahaan.
c. Laporan hasil pemeriksaan dibuat menjadi 4 penyakit tertinggi yang di
presentasikan di jajaran Top Management.
d. Bagi tenaga kerja yang memiliki keluhan khusus, PT. UNITED TRACTORS
memberikan Pemeriksaan Kesehatan Khusus yang akan dilayani oleh dokter
perusahaan. Apabila memerlukan pemeriksaan penunjang yang tidak tersedia
di klinik perusahaan, maka tenaga kerja akan dirujuk ke Rumah Sakit setempat
yang lebih memadai.

4.4. Kesesuaian Pekerja dengan Alat


Untuk ergonomic sudah dilakukan secara norma ergonomic yang semestinya namun
untuk laporan untuk Penyakit akibat kerja terbatas pada luka iris / lecet, jari terjepit.
Sehingga data penyakit akibat kerja belum didapatkan.

4.5. Program Pemenuhan Gizi Pekerja, Kantin atau Ruang Makan


Pemenuhan gizi karyawan dilakukan melalui vendor catering sebanyak 4 vendor, setiap
vendor di rotasi setiap 3 bulan sekali, satu kali periode 2 vendor. Di sediakan tempat
makan untuk karyawan dengan kapasitas 300 tempat duduk. Pemenuhan kebutuhan gizi
karyawan dibedakan berdasarkan jenis pekerjaan dan porsi. Untuk evaluasi pemenuhan
gizi karyawan dilakukan oleh dokter ahli gizi setiap 1 tahun sekali.

22
4.6. Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja terbatas pada luka iris / lecet dan jari terjepit sehingga data penyakit
akibat kerja belum didapatkan.

4.7. Sarana P3K dan Tim

Perusahaan menyediakan kotak P3K tipe C hampir di setiap devisi atau bagian
produksi. Perusahaan sudah membentuk tim tanggap darurat untuk memberikan
pertolongan pertama kepada tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja. Sehingga jika
terjadi kecelakaan atau penyakit akibat kerja, maka yang melakukan pertolongan pertama
yaitu teman-teman atau tenaga kerja yang lainnya. Secara pengetahuan dan perlengkapan
P3K sudah sesuai dan petugas sudah dilengkapi pengetahuan.

23
BAB V
RUMUSAN MASALAH

No Rumusan Peraturan Standart


masalah perundangan yang
berlaku
1. Fasilitas: Permenakertrans Perusahaan menyediakan sarana P3K
Fasilitas polikinik No.15/MEN/VIII/2008 untuk bantuan hidup dasar.
belum tersedia tentang Pertolongan
fasilitas dan Pertama di Tempat
pelayanan gawat Kerja.
darurat awal
seperti set
intubasi, ambu
bag, dan peralatan
emergensi lainnya.

24
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
- Secara umum perusahaan sudah melakukan sistem manajemen K3 yang dimulai
dari pimpinan perusahaan hingga seluruh karyawan namun perlu peningkatan
konsistensi pelaksaan prosedur keselamatan kerja di tingkat pelaksana.
- Data penyakit akibat kerja terbatas pada luka iris / lecet dan jari terjepit sehingga
data penyakti akibat kerja belum didapatkan
- Fasilitas P3K untuk bantuan hidup dasar belum tersedia pada poliklinik

B. Saran
- Pendataan penyakit akibat kerja bisa didapatkan
- Penambahan fasilitas P3K untuk bantuan hidup dasar seperti ambu bag, intubasi,
dan lain-lain.

25
BAB VII
PENUTUP

Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa


Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan
perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental
maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi
Keselamatan dan kesehatan kerja tidak selalu berkaitan dengan masalah fisik pekerja,
tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting dalam
ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan perundang-
undangan yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja.
Meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan
kerja, tetapi masih banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi Keselamatan dan
kesehatan kerja yang disebut sebagai bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak
pula perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja
sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen Keselamatan dan kesehatan
kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak. Tidak hanya bagi
para pekerja, tetapi juga pengusaha itu sendiri, masyarakat dan lingkungan sehingga
dapat tercapai peningkatan mutu kehidupan dan produktivitas nasional.

26
LAMPIRAN

27
28

Anda mungkin juga menyukai