KESELAMATAN KERJA
Kelompok II
1
BAB I
PENDAHULUAN
Namun, potensi bahaya yang muncul dapat berupa cara kerja dari tenaga kerja,
peralatan kerja yang canggih, beban kerja yang berat akan mengakibatkan
penyakit akibat kerja, sehingga dapat menyebabkan kecacatan, bahkan mungkin
kematian. Kecelakaan ditempat kerja merupakan penyebab utama penderita
perorangan dan penurunan produktivitas. Menurut ILO (2003), setiap hari rata-
rata 6000 orang meninggal akibat sakit dan kecelakaan kerja atau 2,2 juta orang
pertahun sebanyak 300.000 orang pertahun, diantaranya meninggal akibat sakit
atau kecelakaan kerja. Oleh karena itu, antisipasi terhadap potensi bahaya
tersebut harus dilaksanakan sedini mungkin.
Sebagai salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang sarat dengan muatan
Hak Asasi Manusia (HAM) termasuk salah satu syarat dalam memenuhi
tuntutan globalisasi dunia sehingga K3 perlu mendapat perhatian kita untuk
lebih dimasyarakatkan kepada seluruh dunia usaha dan unsur terkait lainnya.
Pengembangan dan peningkatan K3 di sektor kesehatan perlu dilakukan dalam
rangka menekan serendah mungkin resiko penyakit yang timbul akibat
hubungan kerja untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja.
2
Hal tersebut perlu Hal tersebut perlu didukung dengan tenaga kerja yang
kompeten. Oleh karena itu, disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga
perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja. Visi Pembangunan Kesehatan di Indonesia yang dilaksanakan
adalah Indonesia Sehat 2010 dimana penduduknya hidup dalam lingkungan dan
perilaku sehat, mampu memperoleh layanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI,
2002).
3
makan
N. SE.Dirjen binawas No.SE.86/BW/1989 tentang perusahaan catering yang
mengelola makanan bagi tenaga kerja
O. Permenakertrans No.Per 05/MEN/VIII/2008 tentang pertolongan pertama
ada kecelakaan di tempat kerja.
4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kesehatan kerja adalah upaya penyeserasian antara kapasitas kerja, beban kerja,
dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar
diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan 1992 Pasal 23).
Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya, baik fisik, mental dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat
yang berada di lingkungan perusahaan. Aplikasi kesehatan kerja berupa upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
6
Upaya kuratif merupakan langkah pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
bagi pekerja. Upaya penatalaksanaan penyakit yang timbul pada saat bekerja
merupakan langkah untuk meningkatkan kepuasan pekerja dalam bekerja,
sekaligus memberi motivasi untuk pekerja supaya memiliki kesehatan yang
optimal. Penyakit yang sering timbul dalam suatu lokasi pekerjaan dapat menjadi
tolak ukur dalam mengambil langkah promosi dan pencegahan, sehingga tujuan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan kerja optimal dilaksanakan.
Salah satu aspek yang harus diimplementasikan dalam kesehatan kerja adalah
adanya pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja, baik sejak awal sebelum bekerja,
selama bekerja, maupun sesudah bekerja. Tujuan dari pemeriksaan kesehatan ini
ditujukan agar selain tenaga kerja yang diterima di awal berada dalam kondisi
kesehatan setinggi-tingginya, juga untuk memantau status kesehatan pekerja dan
juga meminimalisir dan mendeteksi dini apakah ada penyakit akibat kerja yang
ditimbulkan akibat proses produksi.
7
tanda arah yang jelas dan cukup cahaya serta mudah diangkat apabila digunakan
dan disesuaikan dengan jumlah tenaga kerja yang ada, dan dalam hal tempat kerja
dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih masing-masing unit kerja harus
menyediakan kotak P3K sesuai jumlah pekerja/buruh.
8
2.2. Ergonomi
9
berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian; (5)
anthropometri; (6) sosiologi; (7) fisiologi, terutama berhubungan dengan
temperatur tubuh, oxygen up take dan aktivitas otot; (8) disain; dan sebagainya.
1. Posisi kerja
Terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak
terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi
berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara
seimbang pada dua kaki.
2. Proses kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu
bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran
anthropometri barat dan timur.
3. Tata letak tempat kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja. Sedangkan
simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak digunakan daripada kata-
kata.
4. Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan kepala,
bahu, tangan, punggung, dan lain-lain. Beban yang terlalu berat dapat
menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot, dan persendian akibat
gerakan yang berlebihan.
10
2.3. Penyakit Akibat Kerja
1. Faktor fisik
Suara bising mengakibatkan ketulian
Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif menyebabkan penyakit kelainan
darah dan kulit.
Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps, hiperpireksia.
Sedangkan suhu yang terlalu rendah menyebabkan frosbite.
Tekanan udara yang tinggi menyebabkan Caison Disease
Pencahayaan yang buruk menyebabkan kelainan pada mata.
Getaran dapat menyebabkan Raynaud’s disease.
2. Faktor kimia
Debu dapat menyebabkan pneumoconiosis, diantaranya: silikosis, asbestosis
dan lainnya.
Uap dapat menyebabkan demam uap logam (metal fume fever), dermatosis.
Gas dapat menyebabkan keracunan, misalkan CO, H2S, Pb dan lainnya.
Larutan zat kimia dapat menyebabkan iritasi pada kulit
Awan atau kabut
3. Faktor biologi
Misalkan bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan penyakit
akibat kerja pada tenaga kerja penyamak kulit
11
4. Faktor fisiologi/ergonomi antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap badan
yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang dapat
menimbulkan kelelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun
dapat menyebakan terjadi perubahan fisik.
5. Faktor mental-psikologis
Hubungan kerja atau hubungan industrial yang tidak baik dapat menyebabkan
depresi atau penyakit psikosomatis.
12
Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS,
label, dan sebagainya)
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada
keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi
penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang
ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi. Apakah
ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan
serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif
terhadap pajanan yang dialami.
Gizi kerja adalah gizi/nutrisi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi
kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja tambahan. Gizi kerja
menjadi masalah disebabkan beberapa hal yaitu rendahnya kebiasaan makan pagi,
tidak mendapat uang makan, serta jumlah, kapan dan apa dimakan tidak diketahui.
Jenis pekerjaan dan gizi yang tidak sesuai akan menyebabkan timbulnya berbagai
penyakit seperti obesitas, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit degenerative,
arteriosklerotik, hipertensi, kurang gizi dan mudah terserang infeksi akut seperti
14
gangguan saluran nafas. Ketersediaan makanan bergizi dan peran perusahaan untuk
memberikan informasi gizi makanan atau pelaksanaan pemberian gizi kerja yang
optimal akan meningkatkan kesehatan dan produktivitas yang setinggi-tingginya.
15
Pemeriksaan kesehatan khusus
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter perusahan secara khusus
terhadap tenaga kerja tertentu. Pemeriksaan bertujuan untuk menilai adanya
pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau kelompok tenaga
kerja tertentu.
2.6. HIV/AIDS
HIV/AIDS saat ini di bukan hanya menjadi masalah kesehatan akan tetapi juga menjadi
masalah di bidang dunia kerja yang berdampak pada produktivitas dan profitabilitas
perusahaan. Kementrian Ketenagakerjaan RI telah mengeluarkan Keputusan Menteri
No. 68/Men/IV/2004 mengenai pencegahan dan Penaggulangan HIV/AIDS di tempat
kerja, di mana dalam Keputusan Menteru Tenaga Kerja dan Transmigrasi terdapat
kewajiban pengusaha untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS di tempat kerja melalui:
16
4. Penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja khusus untuk pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan peraturan perundan-undangan
yang berlaku.
Menurut ILO terdapat beberapa prinsip kunci dan kaidah tentang HIV/AIDS di
dunia kerja yang berlaku bagi semua aspek pekerjaan dan semua tempat kerja, termasuk
sektor kesehatan, antara lain:
HIV/ AIDS adalah isu tempat kerja, karena dia mempengaruhi angkatan kerja, dan
karena tempat kerja dapat memainkan peran vital dalam membatasi penularan dan
dampak epideminya.
2. Nondiskriminasi
Tidak ada diskriminasi terhadap pekerja berdasarkan status HIV yang nyata atau
dicurigai.
3. Kesetaraan gender
Hubungan gender yang lebih setara dan pemberdayaan wanita adalah penting untuk
mencegah penularan HIV dan membantu masyarakat mengelola dampaknya.
5. Dialog Sosial
Kebijakan dan program HIV/AIDS yang sukses membutuhkan kerjasama dan saling
percaya antara pengusaha, pekerja dan pemerintah
17
7. Kerahasiaan
Akses kepada data perseorangan, termasuk status HIV pekerja, harus dibatasi oleh
aturan dan kerahasiaan.
9. Pencegahan
Mitra sosial mempunyai posisi yang unik untuk mempromosikan upaya pencegahan
melalui informasi, pendidikan dan dukungan bagi perubahan perilaku.
10. Kepedulian dan dukungan Pekerja berhak mendapat pelayanan kesehatan yang
terjangkau.
18
BAB III
PELAKSANAAN
19
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia hanya satu poliklinik. Terdapat tiga dokter
perusahaan yang datang ke perusahaan setiap hari dari hari Senin sampai Jum’at dari pukul 07.30-
16.30 WIB. Dokter perusahaan hanya menangani keluhan yang tidak berat seperti ISPA dan
myalgia. Bila terdapat pasien dengan kegawatdaruratan ataupun pasien dengan luka besar, maka
akan dirujuk ke rumah sakit terdekat dari perusahaan. Pada saat kunjungan dilakukan, poliklinik
sedang melakukan pengobatan pada karyawan sehingga kami tidak bisa melihat apa saja yang ada
di dalam poliklinik tersebut secara detail.
1. Pemeriksaan kesehatan untuk calon karyawan yang standar maupun yang sesuai dengan jenis
pekerjaan yang akan dilakukan secara khusus. pemberian suplemen kesehatan tidak ada pada
perusahaan ini.
2. Pemeriksaan berkala setiap 1 tahun sekali bagi karyawan tetap sesuai jenis pekerjaan yang
dilakukan karyawan tersebut.
3. Adanya petugas khusus non structural sebagai Pembina utama yang bertugas melakukan
pembinaan, pengawasan untuk pelaksanaan keselamatan kerja.
4. APD sudah digunakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Program kesehatan promotif yang dilakukan berdasarkan hasil General Check Up berkala.
Berdasarakan data tersebut dilakukan tindakan promootif yaitu:
1. Melakukan Health Talk tentang HIV AIDS dan Narkoba dengan mengundang dokter dan BNN
setiap 6 bulan sekali.
2. Program Melotot Sehat yaitu setiap divisi berkomitmen untuk melakukan aktivitas yang
disepakati setiap karyawannya secara teratur dan terukur, misalanya: bersepeda, kelompok
futsal, klub hobi, program keluarga sehat, dan arisan perusahaan.
20
Program kesehatan kuratif yaitu pengobatan yang dilakukan oleh dokter perusahaan, misalnya
pengobatan poliklinik yang buka setiap hari, tetapi pengobatan yang dilakukan hanya untuk
keluhan yang tidak berat seperti ISPA dan myalgia, dan jika ada pasien dengan kegawatdaruratan
ataupun pasien dengan luka besar, maka akan dirujuk ke rumah sakit terdekat dari perusahaan
Program kesehatan rehabilitasi sudah dilakukan oleh perusahaan ini dalam bentuk rujukan
tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah sakit yang mengadakan kerja sama
dengan perusahaan ini. Tetapi tidak ada pemindahan tugas pekerjaan apabila karyawan tersebut
mengalami kecelakaa
21
4.2. Pencegahan HIV AIDS dan Narkoba
Pencegahan HIV AIDS dilakukan melalui pelaporan hasil screening dari kegiatan
donor darah yang wajib diikuti oleh seluruh karyawan tanpa terkecuali. Untuk pencegahan
narkoba dilakukan dengan pemeriksaan urine terhadap narkoba yang dilakukan pada
Health Talk dengan melibatkan tim dari BNN.
22
4.6. Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja terbatas pada luka iris / lecet dan jari terjepit sehingga data penyakit
akibat kerja belum didapatkan.
Perusahaan menyediakan kotak P3K tipe C hampir di setiap devisi atau bagian
produksi. Perusahaan sudah membentuk tim tanggap darurat untuk memberikan
pertolongan pertama kepada tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja. Sehingga jika
terjadi kecelakaan atau penyakit akibat kerja, maka yang melakukan pertolongan pertama
yaitu teman-teman atau tenaga kerja yang lainnya. Secara pengetahuan dan perlengkapan
P3K sudah sesuai dan petugas sudah dilengkapi pengetahuan.
23
BAB V
RUMUSAN MASALAH
24
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
- Secara umum perusahaan sudah melakukan sistem manajemen K3 yang dimulai
dari pimpinan perusahaan hingga seluruh karyawan namun perlu peningkatan
konsistensi pelaksaan prosedur keselamatan kerja di tingkat pelaksana.
- Data penyakit akibat kerja terbatas pada luka iris / lecet dan jari terjepit sehingga
data penyakti akibat kerja belum didapatkan
- Fasilitas P3K untuk bantuan hidup dasar belum tersedia pada poliklinik
B. Saran
- Pendataan penyakit akibat kerja bisa didapatkan
- Penambahan fasilitas P3K untuk bantuan hidup dasar seperti ambu bag, intubasi,
dan lain-lain.
25
BAB VII
PENUTUP
26
LAMPIRAN
27
28