Kepemimpinan Islam
Kepemimpinan Islam
DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD FARID
HMI
CABANG MAKASSAR TIMUR
Komisariat Teknik Universitas Hasanuddin
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya. Begitupula
dengan sebuah peradaban yang tentunya memiliki orang yang berpengaruh, baik
itu memajukan ataupun memundurkan peradaban tersebut. Orang-orang
berpengaruh tersebut kebanyakan akan menjadi pemimpin ataupun role model
dari sebuh peradaban. Maju dan mundurnya sebuah peradaban tentunya sangat
dipengaruhi oleh orang yang memimpin peradaban tersebut, seperti peradaban
islam yang dibangun oleh Muhammad saw. Ataupun Lenin yang membangun Uni
Soviet dengan landasan ideologi Komunis.
Reformasi yang lebih dari 10 tahun dalam arti sebenarnya tidak pernah
terjadi. Para pemimpin tidak pernah belajar dari musibah yang telah terjadi
berpuluh tahu yang lalu, karena mereka tidak perlu memikul tanggung jawab atas
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang menyengsarakan bangsa. Kerjasama
para pemimpin dengan pihak asing malah menyelamatkan konglomerat dan
Koruptor sambil menimpakan utang pada punggung rakyat.
Masalah utama dari bagsa ini adalah kualitas kepemimpinan mulai dari
atas. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan harus segera
diselesaikan. Bagaimana para pemimpin ini dapat melaksanakan tugasnya dengan
benar. Lantas bagaimanakah sepatutnya para pemimpin bangsa ini bertindak dan
berperilaku? Dan bagaimana pula konsep kepemimpinan islam dalam membangun
bangsa ini.
5
1.4 Manfaat Penulisan
1. Memberi Pengetahuan baru kepada pembaca mengenai konsep
Kepemimpinan Islam.
2. Memberi cakrawala baru mengenai krisis kepemimpinan di Indonesia dan
solusinya.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Ing Ngarsa Sung Tuladha, yaitu pemimpin harus dapat menjadi panutan
bagi seluruh bawahannya. Sehingga perbuatan ataupun sikap yang
dikeluarkan oleh seorang pemimpin akan menjadi pola yang akan diikuti
oleh para pengikutnya.
Ing Madya Mangun Karsa, yaitu pemimpin harus memiliki kemampuan
untuk membangkitkan semangat para pengikutnya. Sehingga para
pengikutnya dapat mengeluarkan segala potensi terbaiknya demi
tercapainya tujuan yang diinginkan.
7
Tut Wuri Handayani, yaitu pemimpin dapat mendorong para asuhan atau
pengikutnya untuk melangkah jauh kedepan dan bertanggung jawab atas
segala tindakan atapun perbuatan yang telah dilakukannya.
8
nantinya akan menentukan sifat manusiawi manusia itu sendiri.Ciri inilah yang
nantinya menjadi sumber dari apa yang disebut peradaban manusia.
Seperti halnya binatang yang memiliki keinginan dan tujuan, manusia juga
memiliki hal tersebut. Dengan bekal pengetahuan serta pengertiannya maka
manusia bersusah payah untuk mewujudkan keinginannya itu. Manusia berbeda
dengan makhluk lainnya. Apa bedanya? Perbedaannya ialah manusia lebih tau,
lebih paham serta lebih tinggi tingkat keinginannya untuk mencapai sebuah
tujuan. Hal inilah yang menjadi cirri khusus dari manusia yang membedakannya
dengan makhluk lainnya serta menjadikan manusia lebih unggul daripada
binatang lainnya.
Jadi kita tidak dapat menafikan ciri manusia ini dari seorang pemimpin
karena pada dasarnya pemimpin adalah manusia yang memiliki akal dan hawa
nafsu. Potensi akal inilah yang apabila dikembangkan oleh seorang pemimpin
akan memunculkan sebuah peradaban yang besar dan maju. Namun tidak jarang
seorang pemimpin lebih mengedepankan hawa nafsunya dibanding akal sehingga
memunculkan peradaban yang rusak ataupun menghancurkan peraqdaban yang
telah lama berdiri.
Oleh karena itu pemimpin sebagai seseorang yang akan diikuti oleh para
asuhan atau bawahannya harus memiliki sikap dan perbuatan yang baik. Selalu
mengedepankan akal sehat dan tidak tunduk pada hawa nafsunya. Karena itu
pemimpin sebagai pemegang kekuasaan yang memiliki akses lebih untuk
memajukan sebuah peradaban harus berhati-hati dalam bersikap serta selalu
mengambil sebuah tindakan dengan melihat akibat dari tindakannya tersebut.
9
lainnya, perilaku seorang Muslim belum tentu mencerminkan ajaran atau syariat
Islam.
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa islam bukan hanya agama
yang mengatur kehidupan dalam beragama di dunia. Islam juga mengatur
kehidupan sehari-hari. Begitupula dengan masalah kepemimpinan. Masalah ini
juga telah diajarkan baik itu secara tekstual melalui Al-Qur’an maupun secara
kontekstual melalui Nabi Muhammad saw.
Pemimpin islam seperti apakah yang pantas memimpin untuk saat ini?
Atau bagaimanakah pemimpin yang dimaksud dalam islam. Pemimpin islam di
zaman millennia ini telah tertuang dalam firman Allah swt dalam surat An Nuur
(24) ayat 55 yang artinya:
Ayat diatas memberi tuntunan kepada kaum beriman bahwa : Hai orang-
orang yang beriman, peliharalah diri kamu, antara lain dengan meneladani Nabi
dan pelihara juga keluarga kamu yakni istri, anak-anak, dan seluruh yang berada
di bawah tanggung jawab kamu dengan mendidik dan membimbing mereka agar
kamu semua terhindar dari apineraka
Siddiq
Siddiq berarti jujur. Nabi dan rasul utusan Allah swt. merupakan manusia
yang jujur. Mereka menyampaikan apa yang diwahyukan oleh Allah swt.
kepada umatnya. Tidak ada syariat yang disembunyikan atau tidak
disampaikan kepada umatnya.
Amanah
Amanah berarti dapat dipercaya. Nabi dan rasul memiliki sifat amanah.
Oleh karena nabi dan rasul memiliki sifat jujur, mereka dapat dipercaya.
Kejujuran yang dimiliki oleh nabi dan rasul menyebabkan mereka
dipercaya. Mereka menjaga dan melaksanakan amanah yang diterima
kapan dan di mana pun berada. Seperti yang tertuang dalam surat Al-Hajj
ayat 41 yang artinya:
11
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka
di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari
perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.
Tablig
Rasul Allah swt. dikaruniai sifat tablig yang berarti menyampaikan. Apa
yang diterima dari Allah swt. disampaikan kepada umatnya. Rasul tidak
mengurangi sedikit pun perintah yang diterima dari Allah swt.
Fatanah
Rasul Allah swt. memiliki sifat fatanah yang berarti cerdas. Dalam
menjalankan dakwah rasul sering menemui halangan dan rintangan.
Halangan dan rintangan harus dihadapi dan dicarikan jalan keluarnya.
Diperlukan kecerdasan dan kejernihan pikiran agar dapat keluar dari
tantangan yang dihadapi. Oleh karena itu, Allah swt. mengaruniai nabi dan
rasul-Nya sifat fatanah.
Itulah sifat Rasulullah saw yang harus dimiliki oleh para pemimpin. Para
pemimpin haruslah jujur, dapat dipercaya, menyampaikan segala sesuatu dan juga
cerdas.
Rasulullah pernah bersabda bahwa pemimpin suatu kelompok adalah
pelayan dari kelompok tersebut. Sehingga sebagai pemimpin hendaklah dapat
melayani serta memajukan orang lain dengan ikhlas. Beberapa ciri penting yang
digambarkan dalam kepemimpinan islam selain sifat-sifat Rasulullah yang telah
dipaparkan diatas ialah;
1. Setia
Pemimpin dan yang dipimpin haruslah terikat Kesetiaan kepada Allah swt.
2. Terikat pada tujuan
Seoarang pemimpin yang telah diberi amanah tidak hanya melihat
kepentingan kelompok tetapi juga tujuan islam yang lebih luas.
3. Tidak Sombong
Pemimpin harus memiliki kesadaran bahwa dirinya hanyalah makhluk
kecil dan yang Maha besar hanyalah Allah swt.
4. Disiplin, Konsisten dan konsekuen
12
Disiplin, konsisten dan konsekuen merupakan perwujudan dari seorang
pemimpin yang professional yang memegang teguh janji, ucapan dan
perbuatan yang dilakukan karena memiliki kesadaran bahwa Allah maha
mengetahui.
1. Adil
Pemimpin sudah sepatutnya berlaku adil terhadap siapapun. Tidak tebang
pilih dalam mengambil sebuah keputusan. Sebagaimana diperintahkan
dalam Al-Qur’an bahwa seorang muslim harus berlaku adil bahkan ketika
berhadapan dengan penentang mereka. Seperti yang telah difirmankan
Allah swt dalam surat An-Nisa ayat 58 yang artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.
13
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
2. Musyawarah
Mengutamakan musyawarah adalah salah satu prinsip dalam
kepemimpinan islam. Al Qur’an jelas mengatakan pemimpin wajib
bermusyawarah dengan orang yang berpengetahuan baik dan
berpandangan lurus. Seperti pada surat Asy syuura ayat 38yang artinya:
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada
mereka.
3. Kebebasan berpikir
Allah swt berfirman dalam surat al-baqarah ayat 260 yang artinya:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku,
perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-
orang mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?" Ibrahim
menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku
tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian)
ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu.
(Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu
bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka,
niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
14
2.5 IMAM ALI R.A SEBAGAI CONTOH KEPEMIMPINAN ISLAM
Pemimpin kaum muslimin atau biasa yang disebut khalifah adalah orang
yang memimpin seluruh kaum muslim diberbagai tempat. Salah satu khalifah
terbaik setelah wafatnya Nabi Muhammad saw adalah Ali bin Abi Thalib.
Walaupun diakhir kepemimpinannya beliau harus wafat dengan cara dibunuh oleh
musush politiknya.
Ali bin Abi Thalib adalah sepupu sekaligus menantu dari nabi Muhammad
SAW, beliau merupakan Khalifah ke-4 setelah Abu Bakar, Umar, dan Utsman.
Ali menikah dengan Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah SAW yang sangat
disayangi nabi SAW.
Kekhalifaan Imam Ali adalah salah satu yang terberat dibanding khalifah-
khalifah sebelumnya. Bagaimana tidak pasca dibaiat sebagai khalifah, berbagai
macam masalah muncul sampai akhirnya dizaman kekhalifaannya juga terjadi
perang saudara. Mulai dari perang jamal hingga perang siffin.
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, ada banyak
sekali terjadi fitnah. Seharusnya fitnah tersebut menjadi pelajaran bagi umat Islam
untuk mengambil hikmah demi menjaga persatuan umat. Ditengah-tengah
egoisme kepentingan pribadi maupun kelompok. Berbeda dengan tiga khalifah
sebelumnya yang mendapatkan suara bulat dari dewan syura’. Di bai’atnya Ali
bin Abi Thalib sebagai khalifah tanpa adanya suara utuh, bahkan di dalam kota
Madinah sendiri sekalipun.
Namun dibalik itu semua banyak keteladanan Imam Ali sebagai pemimpin
yang mencerminkan kepemimpinan Islam. Imam Ali tidak pernah memberikan
perlakuan istimewa ke-pada seorang karena keturunan, kedudukan atau
kekayaannya. Ia selalu memberikan perlakuan yang sama kepada semua orang,
kaya atau miskin, orang yang berpangkat ataupun rakyat jelata. Itulah antara lain
yang menjadi sebab mengapa setelah ia menjadi Khalifah, dijauhi oleh kepala-
kepala qabilah dan tokoh-tokoh masya-rakat yang berambisi dan hendak
mendahulukan kepentingan pri-badi atau golongan.
Tentang mengapa Imam Ali r.a. sampai ditinggal oleh para pengikut dan
pendukungnya, Al-Madainiy dalam riwayat yang di-tulisnya, antara lain
mengemukakan, bahwa Al-Asytar pernah berkata kepada Innam Ali r.a.: “…Anda
15
bertindak adil, baik ter-hadap mereka yang mempunyai kedudukan terhormat
maupun mereka yang tidak mempunyai kedudukan. Di hadapan anda orang-orang
yang terhormat itu tidak memperoleh perlakuan istimewa atau lebih dari
perlakuan yang anda berikan kepada orang biasa. Akhirnya ada kelompok
pengikut yang ribut dan he-boh kalau keadilan dan kebenaran diterapkan atas diri
mereka. Mereka sakit hati kalau pemerataan keadilan diterapkan atas diri mereka.
Mereka lalu membanding-bandingkan betapa enaknya per-lakuan Muawiyah
terhadap orang-orang kaya dan terkemuka… Mereka lebih senang membeli
kebatilan dengan kebenaran dan tergiur oleh kesenangan duniawi.”
Barang siapa berbuat baik, maka pahala bagi dirinya sendiri, dan barang
siapa yang berbuat buruk, maka dosanya pun akan menimpa dirinya
sendiri. Dan Tuhanmu tidak berlaku dzalim terhadap para hamba-Nya
16
Di Kufah, Imam Ali r.a. melarang keras orang memaki-maki Muawiyah.
Kepada sahabat-sahabatnya ia berkata: “Ucapkanlah: Ya Allah, hindarkanlah
kami dari pertumpahan darah dengan mereka, dan perbaikilah hubungan
persaudaraan kami dengan mereka!” Padahal di Syam, Muawiyah mendorong-
dorong penduduk supaya mencerca dan mencaci-maki Imam Ali r.a.
Di Kufah Imam Ali r.a. memakai baju seharga tiga dirham, menelan
makanan serba kasar dan kering. Kekayaan kaum musli-min dibagi di antara
mereka semua berdasarkan keadilan tanpa pilih kasih. Ia hidup taqwa dan zuhud
tidak mengenal kesenangan hidup sama sekali. Padahal di Syam Muawiyah
tinggal di istana megah dan menikmati hidup serba mewah. Kekayaan datang dari
mana-mana dalam jumlah yang sukar dihitung. Tetapi kekayaan itu dihambur-kan
untuk tujuan mencapai kepentingan ambisinya.
Setelah jatuhnya Imam Ali ram aka dimulailah dinasti islam yang baru
dimana pemimpinnya yang muslim namun jauh dari konsep kepemipinanan
muslim.
17
bait dari garis keturunan Hasan dan Husein mereka bunuh. Hal inilah yang
menjadi awal konflik antara Sunni dan Syiah.
Dari sini kita dapat melihat bahwa kepemimpinan islam bukan hanya
ditentukan oleh pemimpin yang muslim. Namun konsep kepemimpinan islam
memerlukan penerapan islam yang benar-benar mengakar. Pemimpin
muslimtersebut harus benar-benar meneladani sifat Rasulullah saw dan tentunya
menjauhi larangan serta mendekati perintah Allah swt.
Seperti ada pemimpin lembaga pemantau korupsi yang justru korup, ada
pemimpin lembaga penyedia pangan yang justru menilep makanan rakyat, ada
pemimpin agama yang justeru menginjak-injak nilai-nilai luhur agama, ada
pejabat kepolisian yang justru ditangkap lantaran korup dan sebagainya.
18
Pemimpin idealnya bukan berdiri di atas rakyat atau sejajar dengan rakyat, tetapi
pantasnya mengabdikan diri di bawah kepentingan rakyat.
Oleh karena itu konsep kepemimpinan islam muncul sebagai solusi atas
krisis pemimpin dinegeri ini. Pemimpin di Indonesia hampir seluruhnya muslim.
Namun tetap saja krisis kepemimpinan terjadi dimana-mana. Dari lembaga tingkat
tinggi hingga lembaga di daerah-daerah. Hal ini disebabkan karena para pemimpin
tersebut belum mengamalkan dengan baik ajaran Rasulullah saw dan perintah
Allah swt.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Haq, Hamka. 2011. Pancasila 1 Juni & Syariat Islam. Jakarta: Rakyat
Merdeka Group.
21