net/publication/303973009
Pemetaan Minat Baca Masyarakat: di tiga propinsi (Sulawesi Selatan, Riau, dan
Kalimatan Selatan)
CITATIONS READS
0 6,640
6 authors, including:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Abdul Rahman Saleh on 15 June 2016.
LAPORAN PENELITIAN
Pemetaan Minat Baca
Masyarakat
Di Tiga Provinsi: Sulawesi Selatan, Riau dan
Kalimantan Selatan
Program Sinergi Departemen Pendidikan Nasional
dengan Perpustakaan Nasional
Departemen Pendidikan Nasional
Dengan
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
2007
RINGKASAN
terhadap perlu tidaknya didirikan perpustakaan serta jenis koleksi yang harus
dikoleksi oleh perpustakaan yang akan didirikan.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Stratified
Proportional Purposive Sampling. Teknik ini digunakan karena secara umum
berdasarkan literatur dan beberapa penelitian sebelumnya sudah diperoleh
gambaran umum tentang kondisi masyarakat yang diteliti mengenai pemetaan minat
baca. Data responden dengan unit satuan analisis berupa individu sebanyak 1000
orang untuk masing-masing wilayah (Kota Makassar, Pekanbaru, dan Banjarmasin)
dipilih secara acak dari kecamatan yang dipilih. Selain itu untuk memperdalam
pemahaman terhadap kondisi setempat termasuk keadaan masyarakat dilakukan
pula tinjauan ke lapangan untuk melihat lokasi dan kegiatan taman bacaan
masyarakat serta melakukan wawancara khusus kepada beberapa pejabat, tokoh
masyarakat serta pengguna awam dan petugas dan pengelola perpustakaan atau
taman bacaan masyarakat berkaitan dengan topik penelitian.
Dalam penelitian ini diajukan sembilan hipotesis yaitu:
1) Semakin tua umur seseorang semakin singkat durasi membacanya;
2) Semakin tua umur seseorang semakin rendah frekuensi membacanya;
3) Semakin tua umur seseorang semakin kecil korbanannya untuk mengadakan
bahan bacaan;
4) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin lama durasi
membacanya;
5) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi frekuensi
membacanya;
6) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin besar korbanannya
untuk mengadakan bahan bacaan;
7) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin lama durasi
membacanya;
8) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi frekuensi
membacanya;
9) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin besar korbanannya
untuk mengadakan bahan bacaan.
Berdasarkan deskripsi dan kecenderungan korelasi data serta analisis
kecenderungan, disertai dengan masukan yang didapatkan melalui wawancara,
peninjauan lapangan serta studi literatur, maka berikut disajikan berbagai
kesimpulan pemetaan minat baca di tiga kota yaitu Kota Makassar, Kota Pekanbaru,
dan Kota Banjarmasin, saran-saran untuk pengembangan program-program kerja
dalam rangka peningkatan minat baca masyarakat di ketiga kota. Pihak-pihak yang
diharapkan menjalankan saran-saran yang diberikan adalah: (1) Departemen
Pendidikan Nasional RI; (2) Perpustakaan Nasional RI; (3) Pemerintah Daerah dan
lembaga terkait di daerah; (4) Badan Perpustakaan Daerah; dan (5) Lembaga
Swadaya Masyarakat. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:
3. Pada umumnya minat baca dapat dikategorikan rendah di tiga kota, terutama
jika dibandingkan dengan standar yang diberikan oleh Abdul Razak dalam
buku Formula 247 Plus: Metoda Mendidik Anak Menjadi Pembaca yang
Sukses (2004). Apalagi jika dibandingkan dengan standar luar negeri
misalnya Jepang, Amerika bahkan Singapura.
4. Berdasarkan perhitungan rata-rata untuk tiga indikator minat baca (durasi
membaca, frekuensi membaca, dan korbanan untuk bahan bacaan), maka skor
rata-rata masyarakat di tiga kota adalah 3,2 pada skala 1 sampai 7, dimana
nilai 1 adalah minat baca rendah dan 7 adalah minat baca tinggi, atau berada
pada tingkat agak sedang.
5. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan
durasi membaca (r = -0,031). Ini berarti makin tua umur seseorang, makin
singkat durasi membacanya.
6. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau kecil antara umur dengan
frekuensi membaca (r = -0,022). Artinya semakin tua umur seseorang
semakin jarang berkuunjung ke perpustakaan.
7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan
membeli bahan bacaan (r = 0,130). Artinya, semakin tua umur seseorang,
semakin besar biaya yang dikorbankan untuk membeli bahan buku.
8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan
kepemilikan buku (r = 0,176), artinya, semakin tua umur seseorang, semakin
banyak memiliki buku.
9. Terdapat korelasi tidak nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
durasi membaca (r = 0,008), artinya, semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin lama korbanan waktu yang digunakan untuk membaca.
10. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan
frekuensi membaca (r = -0,011), semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin jarang berkunjung ke perpustakaan.
11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
membeli buku (r = 0,152), artinya semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin besar biaya yang digunakan untuk membeli buku.
12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
memiliki bahan bacaan (r = 0,267), artinya semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin banyak memiliki koleksi buku.
13. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan durasi
membaca (r = 0,134), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang, maka
semakin lama korbanan waktu yang digunakan untuk membaca.
14. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
frekuensi membaca (r = 0,231), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang,
maka semakin sering berkunjung ke perpustakaan.
15. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan membeli bahan bacaan (r = 0,225), artinya semakin tinggi
pendapatan seseorang, maka semakin besar korbanan biaya yang digunakan
untuk membeli buku.
16. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan (r = 0,386), artinya semakin tinggi
pendapatan seseorang, semakin banyak memiliki koleksi buku.
17. Kesimpulan untuk masing-masing kota baik Makassar, Pekanbaru, maupun
Banjarmasin untuk pola membaca masih sama dengan kesimpulan secara
umum.
c
18. Namun usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan minat baca
masyarakat ini di tiga kota bervariasi, misalnya di Makassar gencar
dilaksanakan program Gerakan Makassar Gemar Membaca (GMGM) dan
pendirian Taman-taman Bacaan Masyarakat; di Pekanbaru telah dilaksanakan
Gerakan Riau Membaca (GRM), Gerakan Hibah Sejuta Buku (GHSB),
pendirian sudut-sudut baca dan lain-lain; Namun yang belum terlihat
melakukan usaha peningkatan gemar membaca, setidaknya dengan program
yang terstruktur, adalah di Banjarmasin, walaupun di Banjarmasin terdapat
Rumah Baca yang sangat representatif dan dibiayai oleh sebuah yayasan dari
Jakarta.
19. Jenis bahan bacaan yang paling digemari masyarakat di tiga kota berturut-
turut adalah koran, majalah, buku dan komik.
20. Topik bacaan yang paling digemari masyarakat di tiga kota berturut-turut
adalah pengetahuan umum, ilmu pengetahuan, agama, sastra.
21. Masyarakat banyak yang belum tahu keberadaan perpustakaan umum/taman
bacaan masyarakat.
22. Masyarakat banyak yang belum sering (jarang) berkunjung ke perpustakaan.
23. Alasan masyarakat banyak yang belum sering (jarang) berkunjung ke
perpustakaan berturut-turut adalah jauh, tidak ada waktu, punya sendiri,
malas, tidak suka baca, koleksi tidak menarik, koleksi tidak pernah ganti.
24. Pada umumnya masyarakat di tiga kota untuk berbagai kelompok profesi
mendapatkan informasi melalui media elektronik terutama televisi.
d
e
f
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allat SWT atas selesainya tugas
Penelitian Pemetaan Minat Baca di Tiga Provinsi (Sulawesi Selatan, Riau dan
Kalimantan Selatan) ini. Penelitian ini terselenggara berkat program sinergi
Departemen Pendidikan nasional dengan Perpustakaan nasional RI. Tim peneliti
berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi peningkatan minat baca
masyarakat, bukan saja masyarakat untuk ke tiga provinsi, tetapi juga bermanfaat
bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Seperti diketahui minat baca masyarakat
Indonesia saat ini oleh banyak pihak, baik para akademisi, pengamat pendidikan,
pejabat pemerintah maupun berbagai komponen masyarakat, pada umumnya
berpendapat bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. Demikian pula
yang tergambar dalam berbagai indikator statistik yang dilansir oleh banyak pihak,
dalam negeri maupun luar negeri. Dari laporan hasil penelitian ini kiranya
pemerintah, baik pusat maupun daerah dan pihak-pihak terkait dapat memetik
informasi yang berguna sebagai dasar perencanaan dalam pengembangan minat baca
masyarakat.
Tim Peneliti
i
ii
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………………………………………………. 1
Latar belakang ........................................................................................................................................... 1
Tujuan ....................................................................................................................................................... 2
Hasil Yang Diharapkan .............................................................................................................................. 3
Lokasi Pemetaan ....................................................................................................................................... 3
Sasaran ...................................................................................................................................................... 3
Wilayah dan Penduduk Tiga Kota ............................................................................................................. 3
BAB II. METODOLOGI ................................................................................................................................... 9
Data dan Sumber Data .............................................................................................................................. 9
Metode Pengumpulan dan Analisis Data .................................................................................................. 9
Pengolahan Data ..................................................................................................................................... 10
Hipotesis Penelitian ................................................................................................................................ 10
Keluaran .................................................................................................................................................. 11
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................................... 13
Definisi Membaca ................................................................................................................................... 13
Kondisi Minat Baca .................................................................................................................................. 14
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................................................. 25
4.1 Umum (Tiga kota: Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin) ............................................................. 25
4.1.1 Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang ................................................................ 32
4.1.2 Hubungan antara kelompok umur dengan membaca ................................................................... 37
4.1.3 Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca ......................................................................... 47
4.1.4 Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Membaca ..................................................................... 59
4.1.5 Kunjungan ke Perpustakaan .......................................................................................................... 66
4.1.6 Bahan Bacaan yang Disukai Responden......................................................................................... 69
4.1.7 Korelasi Karakteristik Responden dengan Minat Baca ................................................................. 75
4.2. Makassar .......................................................................................................................................... 81
4.2.1 Gambaran Umum Responden Kota Makassar ............................................................................... 81
4.2.2 Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang ............................................................... 88
4.2.3 Hubungan antara Kelompok Umur dengan Membaca ................................................................. 94
4.2.4 Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca ........................................................ 106
4.2.5 Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca ....................................................................... 109
4.2.6 Bahan Bacaan yang Disukai Responden ...................................................................................... 120
4.2.7 Rangkuman Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca ....................................... 130
4.3 Pekanbaru ...................................................................................................................................... 133
iii
4.3.1 Gambaran Umum Responden Kota Pekanbaru ........................................................................... 133
4.3.2 Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang .............................................................. 139
4.3.3 Hubungan antara kelompok umur dengan membaca ................................................................. 146
4.3.4 Hubungan Pendidikan Dengan Membaca ................................................................................... 159
4.3.5 Hubungan Tingkat Pendapatan terhadap Membaca .................................................................. 170
4.3 6 Bahan Bacaan yang Disukai Responden ...................................................................................... 177
4.3.7 Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca ........................................................... 183
4.4. Banjarmasin ................................................................................................................................... 189
4.4.1 Gambaran Umum Responden Kota Banjarmasin ....................................................................... 189
4.4.2 Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang ............................................................. 195
4.4.3 Hubungan antara Kelompok umur dengan Lama Membaca ...................................................... 202
4.4.4 Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca ........................................................ 205
4.4.5 Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca ....................................................................... 208
4.4.6 Bahan Bacaan yang Disukai Responden ...................................................................................... 217
4.4.7 Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca ........................................................... 225
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................................ 230
Kesimpulan: ........................................................................................................................................... 230
Di Kota Makassar: ............................................................................................................................. 233
Di Kota Pekanbaru: ........................................................................................................................... 234
Di Kota Banjarmasin: ......................................................................................................................... 235
Saran: .................................................................................................................................................... 236
DAFTAR KEPUSTAKAAN ............................................................................................................................. 239
LAMPIRAN ............................................................................................................................................... 242
iv
DAFTAR TABEL
Umum
Tabel 4.1.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
Tabel 4.1.2 Responden Berdasarkan Kelompok Umur. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
Tabel 4.1.3 Status Responden pada Kelompok yang Masih Bersekolah . . . . . . 27
Tabel 4.1.4 Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan . . . . . . . . . . . 27
Tabel 4.1.5 Responden Berdasarkan Profesi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
Tabel 4.1.6 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan . 29
Tabel 4.1.7 Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga . . . . 30
Tabel 4.1.8 Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31
Tabel 4.1.9 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden . . . . . . . . . . . . . . . 33
Tabel 4.1.10 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang . . . . . . 34
Tabel 4.1.11 Sebaran Lama Membaca dan Lama Menonton. . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
Tabel 4.1.12 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca . . . . . . . 37
Tabel 4.1.13 Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca . . . . . . . . . . . . . 38
Tabel 4.1.14 Hubungan Antara Umur dengan Biaya Belanja Buku Bulanan. . . 41
Tabel 4.1.15 Hubungan Antara Umur dengan Tingkat Kepemilikan Buku . . . . 42
Tabel 4.1.16 Hubungan Umur dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan . . 44
Tabel 4.1.17 Hubungan Profesi dengan Frekuensi kunjung ke Perpustakaan . 45
Tabel 4.1.18 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Lama Membaca . . . . . . . . 47
Tabel 4.1.19 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Belanja Buku Bulanan. . . 55
Tabel 4.1.20 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kepemilikan Buku . . . . . . 57
Tabel 4.1.21 Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung Perpustakaan 58
Tabel 4.1.22 Hubungan Pendapatan dengan Durasi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . 60
Tabel 4.1.23 Hubungan Pendapatan dengan Belanja Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . 62
Tabel 4.1.24 Hubungan Pendapatan dengan Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . 64
Tabel 4.1.25 Hubungan Pendapatan dengan Kunjungan ke Perpustakaan . . . . . 65
Tabel 4.1.26 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum . . . . . . . 67
Tabel 4.1.27 Bahan Bacaan yang Dibaca Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70
Tabel 4.1.28 Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 72
Tabel 4.1.29 Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan . . 74
Tabel 4.1.30 Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca . . . . . . . . 75
Tabel 4.1.31 Hasil Rataan Skor Minat Baca Tiga Kota . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 77
Tabel 4.1.32 Skor Kategori Tingkat Minat Baca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 80
v
Makassar
Tabel 4.2.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 81
Tabel 4.2.2 Responden Berdasarkan Kelompok Umur. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 82
Tabel 4.2.3 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan 84
Tabel 4.2.4 Responden Berdasarkan Besarnya Anggota Keluarga . . . . . . . . . . . 86
Tabel 4.2.5 Responden Berdasarkan Fasilitas Informasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 87
Tabel 4.2.6 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden dalam
Melakukan Kegiatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 88
Tabel 4.2.7 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang . . . . . 89
Tabel 4.2.8 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca . . . . . . 91
Tabel 4.2.9 Hubungan antara jenis kelamin dengan lama membaca
vs lama menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
Tabel 4.2.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan
Terpaan Media . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
Tabel 4.2.11 Hubungan Antara Umur dengan Lama (Durasi) Membaca . . . . . 94
Tabel 4.2.12 Korelasi Umur dengan Durasi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97
Tabel 4.2.13 Korelasi Umur dengan Frekuensi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97
Tabel 4.2.14 Hubungan Antara Umur dengan Biaya Belanja Buku . . . . . . . . . . 97
Tabel 4.2.15 Hubungan Antara Umur dengan Kepemilikan Buku . . . . . . . . . . . 99
Tabel 4.2.16 Hubungan Umur dengan Jumlah Kunjungan ke Perpustakaan . . 101
Tabel 4.2.17 Frekuensi Responden Berkunjung ke Perpustakaan . . . . . . . . . . . . 102
Tabel 4.2.18 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan . . . . . . . . . . . . . . 104
Tabel 4.2.19 Hubungan Antara Pendapatan dengan Lama Membaca . . . . . . . . . 106
Tabel 4.2.20 Korelasi Pendapatan Terhadap Durasi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . 108
Tabel 4.2.21 Korelasi Pendapatan Terhadap Frekuensi Membaca . . . . . . . . . . . . . 108
Tabel 4.2.22 Hubungan Pendidikan dengan Lama Membaca . . . . . . . . . . . . . . . 109
Tabel 4.2.23 Hubungan Pendidikan dengan Besarnya Belanja Buku . . . . . . . . . 116
Tabel 4.2.24 Hubungan Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku . . . . . . . . 117
Tabel 4.2.25 Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi ke Perpustakaan . . . . . 119
Tabel 4.2.26 Korelasi Pendidikan terhadap Durasi Membaca. . . . . . . . . . . . . . . 120
Tabel 4.2.27 Bahan Bacaan yang Dibaca Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 121
Tabel 4.2.28 Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 122
Tabel 4.2.29 Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan . . 124
Tabel 4.2.30 Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Berdasarkan Profesi . . . . . . 127
Tabel 4.2.31 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum . . . . . . . 128
Tabel 4.2.32 Hubungan Karakteristik responden dengan Minat Baca . . . . . . . . . 130
vi
Pekanbaru
Tabel 4.3.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 113
Tabel 4.3.2 Responden Berdasarkan Kelompok Umur. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 134
Tabel 4.3.3 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan 136
Tabel 4.3.4 Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga . . . . 137
Tabel 4.3.5 Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 138
Tabel 4.3.6 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang dalam Melakukan Kegiatan 140
Tabel 4.3.7 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang . . . . . . 142
Tabel 4.3.8 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca . . . . . . . 143
Tabel 4.3.9 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca dan
Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 143
Tabel 4.1.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan
Terpaan Media . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 144
Tabel 4.3.11 Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca . . . . . . . . . . . . . 147
Tabel 4.3.12 Korelasi Umur terhadap Durasi membaca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 149
Tabel 4.3.13 Korelasi Umur terhadap Frekuensi membaca. . . . . . . . . . . . . . . . . . 149
Tabel 4.3.14 Hubungan Umur dengan Korbanan Belanja Buku . . . . . . . . . . . . . 149
Tabel 4.3.15 Hubungan Umur dengan Kepemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 151
Tabel 4.3.16 Hubungan Umur dengan Jumlah Kunjung ke Perpustakaan . . . . . 152
Tabel 4.3.17 Frekuensi Responden Berkunjung ke Perpustakaan . . . . . . . . . . . . 154
Tabel 4.3.18 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum . . . . . . . 156
Tabel 4.3.19 Hubungan Antara Pendidikan dengan Lama Membaca . . . . . . . . . 159
Tabel 4.3.20 Korelasi Pendidikan terhadap Durasi Baca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 166
Tabel 4.3.21 Hubungan Antara Pendidikan dengan Besarnya Belanja Buku . . 167
Tabel 4.3.22 Hubungan Antara Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku . 168
Tabel 4.3.23 Hubungan Antara Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung
Ke Perpustakaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 168
Tabel 4.3.24 Hubungan Antara Pendapatan dengan Durasi Membaca . . . . . . . . 171
Tabel 4.3.25 Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Anggaran Membeli Buku 173
Tabel 4.3.26 Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Kepemilikan Buku . . . . . 174
Tabel 4.3.27 Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Frekuensi Kunjung ke
Perpustakaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 175
Tabel 4.3.28 Bahan Bacaan yang Dibaca Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 178
Tabel 4.3.29 Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 179
Tabel 4.3.30 Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan . . 181
Tabel 4.3.31 Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca . . . . . . . . 183
vii
Banjarmasin
Tabel 4.4.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 189
Tabel 4.4.2 Responden Berdasarkan Kelompok Umur. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 190
Tabel 4.4.3 Status Responden pada Kelompok yang Masih Bersekolah . . . . . . 191
Tabel 4.4.4 Responden Berdasarkan Profesi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 192
Tabel 4.4.5 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan . 192
Tabel 4.4.6 Sebaran Responden Berdasarkan Besarnya Anggota dalam
Keluarga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 193
Tabel 4.4.7 Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 194
Tabel 4.4.8 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden dalam
Melakukan Kegiatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 196
Tabel 4.4.9 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang . . . . . . 198
Tabel 4.4.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang
dan Terpaan Media . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 198
Tabel 4.4.11 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca . . . . . . . 201
Tabel 4.4.12 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca vs Lama
Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 201
Tabel 4.4.13 Hubungan Antara Umur dengan Lama Membaca . . . . . . . . . . . . . . . 203
Tabel 4.4.14 Korelasi Umur Terhadap Durasi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 205
Tabel 4.4.15 Korelasi Umur Terhadap Frekuensi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . . . . 205
Tabel 4.4.16 Hubungan Antara Pendapatan dengan Lama Membaca . . . . . . . . . 206
Tabel 4.4.17 Korelasi Pendapatan terhadap Durasi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . . 207
Tabel 4.4.18 Korelasi Pendapatan terhadap Frekuensi Membaca . . . . . . . . . . . . . . 207
Tabel 4.4.19 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Lama Membaca . . . . . . . . . 208
Tabel 4.4.20 Korelasi Pendidikan Terhadap Durasi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . . 216
Tabel 4.4.21 Bahan Bacaan yang Dibaca Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 218
Tabel 4.4.22 Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 218
Tabel 4.4.23 Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan . . 220
Tabel 4.4.24 Gambaran Frekuensi Kunjungan ke Perpustakaan Berdasarkan
Profesi Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 222
Tabel 4.4.25 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum . . . . . . 223
Tabel 4.4. 26 Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca . . . . . . . . . 226
viii
DAFTAR GAMBAR
Umum
Gambar 4.1.1 Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden . . . . . . . . . . 28
Gambar 4.1.2 Grafik Sebaran Profesi Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
Gambar 4.1.3 Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden . . . . . . . . . 30
Gambar 4.1.4 Grafik Sebaran Jumlah Anggota Keluarga . . . . . . . . . . . . . . 31
Gambar 4.1.5 Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . . 32
Gambar 4.1.6 Grafik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang . . . . . . . . . . . . . 34
Gambar 4.1.7 Garfik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang . . . . . . . . . . . . . 35
Gambar 4.1.8 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dan
Lama Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
Gambar 4.1.9 Perbandingan Lama Membaca dan Lama Menonton
Laki-laki dan Perempuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37
Gambar 4.1.10 Grafik Hubungan antara Umur dengan Lama Membaca . . 39
Gambar 4.1.11 Grafik Sebaran Korbanan Waktu Rata-rata Membaca . . . . 40
Gambar 4.1.12 Grafik Sebaran Belanja Buku Berdasarkan Umur . . . . . . . . 41
Gambar 4.1.13 Pola Hubungan Umur dengan Kepemilikan Buku . . . . . . . 43
Gambar 4.1.14 Grafik Sebaran Tingkat Kunjungan ke Perpustakaan . . . . . 44
Gambar 4.1.15 Grafik Sebaran Kunjungan Ke Perpustakaan
Berdasarkan Kelompok Umur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
Gambar 4.1.16 Grafik Sebaran Latar Belakang Pendidikan
dengan Lama Membaca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48
Gambar 4.1.17a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa 50
Gambar 4.1.18a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA 52
Gambar 4.1.19a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP 53
Gambar 4.1.20a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD 54
Gambar 4.1.21 Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku . . . . . . . . . . . . 56
Gambar 4.1.22 Tingkat Pendidikan terhadap Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . 58
Gambar 4.1.23 Tingkat Pendidikan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan 59
Gambar 4.1.24 Tingkat Pendapatan terhadap Lama Membaca . . . . . . . . . . . 61
Gambar 4.1.25 Tingkat Pendapatan terhadap Belanja Buku . . . . . . . . . . . . . 63
Gambar 4.1.26 Tingkat Pendapatan terhadap Pemilikan Buku . . . . . . . . . . 65
Gambar 4.1.27 Tingkat Pendapatan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan 66
Gambar 4.1.28 Grafik Sebaran Alasan Tidak Berkunjung ke Perpustakaan 68
Gambar 4.1.29 Grafik Sebaran Bacaan yang Digemari untuk Dibaca . . . . . . 71
Gambar 4.1.30 Grafik Sebaran Lama Membaca untuk Beragam Bacaan . . . 72
Gambar 4.1.31 Grafik Sebaran Topik Bacaan yang Digemari . . . . . . . . . . . . . 73
Gambar 4.1.32 Grafik Sebaran Sumber Perolehan Bahan Bacaan . . . . . . . . . 74
Gambar 4.1.33 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap
terhadap Beli Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 76
Gambar 4.1.34 Grafik Model Data Plot Umur, Pendidikan terhadap
Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 77
Gambar 4.1.35 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap
Durasi dan Frekuensi Baca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 78
ix
Gambar 4.1.36 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Beli
dan Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79
Makassar
Gambar 4.2.1 Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden . . . . . . . . . . 84
Gambar 4.2.2 Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden . . . . . . . . . 85
Gambar 4.2.3 Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . . . 87
Gambar 4.2.4 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden . . . . . . . . . 89
Gambar 4.2.5 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan
Status dalam Rumah Tangga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 90
Gambar 4.2.6 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca
dengan Lama Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 91
Gambar 4.2.7 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dan
Lama Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
Gambar 4.2.8 Grafik Perbandingan Lama Membaca Menurut
Kelompok Umur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 95
Gambar 4.2.9 Grafik Korbanan Waktu Rata-rata dalam Membaca . . . . . . . 96
Gambar 4.3.10 Grafik Biaya Korbanan Membeli Buku Berdasarkan Umur . 98
Gambar 4.2.11 Grafik Besarnya Pemilikan Buku Berdasarkan Umur . . . . . . 100
Gambar 4.2.12 Sebaran Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan
Berdasarkan Umur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 101
Gambar 4.2.13 Sebaran Rata-rata Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan . . . . 102
Gambar 4.2.14 Grafik Hubungan Pendapatan dengan Lama Membaca . . . . . 107
Gambar 4.2.15 Sebaran Rata-rata Lama Membaca Berdasarkan
Latar Belakang Pendidikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 109
Gambar 4.2.16a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa 110
Gambar 4.2.17a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA 112
Gambar 4.2.18a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP 114
Gambar 4.2.19a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD 115
Gambar 4.2.20 Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku . . . . . . . . . . . . 117
Gambar 4.3.21 Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Korbanan
Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 118
Gambar 4.3.22 Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Frekuensi
Kunjung ke Perpustakaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 119
Gambar 4.2.23 Grafik Gambaran Jenis Bacaan yang Digemari Responden . 123
Gambar 4.2.24 Grafik Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Umum . . . . . . . 126
Gambar 4.2.25 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendapatan
Terhadap Durasi Baca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 130
Gambar 4.2.26 Grafik Model Data Plot Umur terhadap Frekuensi Baca . . . 131
Gambar 4.2.27 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap
Beli Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 131
x
Pekanbaru
Gambar 4.3.1 Sebaran Tingkat Pendidikan Responden . . . . . . . . . . . . . . . 135
Gambar 4.3.2 Sebaran Tingkat Pendapatan Responden . . . . . . . . . . . . . . . 137
Gambar 4.3.3 Tingkat Kepemilikan Media . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 139
Gambar 4.3.4 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden. . . . . . . . . 141
Gambar 4.3.5 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status
dalam Rumah Tangga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 142
Gambar 4.3.6 Grafik Perbandingan Antara Lama Membaca dan
Lama Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 143
Gambar 4.3.7 Grafik Perbandingan Antara Lama Membaca dan
Lama Menonton pada Laki-laki dan Perempuan . . . . . . . . 144
Gambar 4.3.8 Grafik Hubungan antara Umur dengan Lama Membaca . . 147
Gambar 4.3.9 Korbanan Waktu (Durasi) Rata-rata dalam Membaca . . . . 148
Gambar 4.3.10 Sebaran Besarnya Korbanan Membeli Buku berdasarkan
Umur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 150
Gambar 4.3.11 Sebaran Besarnya Pemilikan Buku berdasarkan Umur
Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 151
Gambar 4.3.12 Sebaran Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan berdasarkan
Umur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 153
Gambar 4.3.13 Sebaran Rata-rata Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan . . 154
Gambar 4.3.14 Sebaran Rata-rata Lama Membaca berdasarkan Latar
Belakang Pendidikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 160
Gambar 4.3.15a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa 161
Gambar 4.3.16a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA 162
Gambar 4.3.17a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP 164
Gambar 4.3.18a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD 165
Gambar 4.3.19 Grafik Hubungan Latar Belakang pendidikan dengan
Korbanan Membeli Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 167
Gambar 4.3.20 Grafik Hubungan Latar Belakang pendidikan dengan
Korbanan Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 168
Gambar 4.3.21 Grafik Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung
ke Perpustakaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 170
Gambar 4.3.22 Grafik Hubungan Pendapatan dengan Durasi Membaca . . 171
Gambar 4.3.23 Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Anggaran Membeli
Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 174
xi
Gambar 4.3.30 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Durasi dan
Frekuensi Baca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 187
Gambar 4.3.31 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Pembelian
dan Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 187
Banjarmasin
Gambar 4.4.1 Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden . . . . . . . . . 191
Gambar 4.4.2 Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden . . . . . . . . . 193
Gambar 4.4.3 Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . . 195
Gambar 4.4.6 Grafik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang .Responden . 197
Gambar 4.4.5 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status
dalam Rumah Tangga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 198
Gambar 4.4.6 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan
Lama Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 201
Gambar 4.4.7 Grafik Perbandingan Lama Membaca dengan Lama
Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 202
Gambar 4.4.8 Grafik Perbandingan Lama Membaca Menurut
Kelompok Umur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 203
Grambar 4.4.9 Korbanan Waktu Rata-rata Membaca Responden . . . . . . . 204
Gambar 4.4.10 Hubungan Pendapatan dengan Lama Membaca . . . . . . . . 206
Gambar 4.4.11 Hubungan Pendidikan dengan Lama Membaca . . . . . . . . 208
Gambar 4.4.12 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca
Kelompok Mahasiswa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 210
Gambar 4.3.13 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca
Kelompok Siswa SLTA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 212
Gambar 4.4.14 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca
Kelompok Siswa SLTP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 214
Gambar 4.4.15 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca
Kelompok Siswa SD . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 216
Gambar 4.4.16 Gambaran Bacaan yang Digemari Responden . . . . . . . . . . . 219
Gambar 4.4.17 Gambaran Frekuensi Berkunjung ke Perpustakaan Umum 222
Gambar 4.4.18 Grafik Model Data Plot Pendidikan dan Pendapatan
terhadap Beli Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 227
Gambar 4.4.19 Grafik Model Data Plot Pendidikan dan Pendapatan
terhadap Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 228
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I. PENDAHULUAN
Latar belakang
Berdasarkan beberapa laporan, tingkat minat baca masyarakat Indonesia
pada umumnya tergolong rendah dibandingkan dengan tingkat minat baca
masyarakat bangsa lain, bahkan dibandingkan dengan beberapa negara di tingkat
ASEAN. Pernyataan negatif pesimistis ini sering muncul dan diulang-ulang dalam
berbagai laporan hasil penelitian dan pendapat para pakar yang dituangkan dalam
berbagai tulisan atau disampaikan dalam beragam pertemuan ilmiah. Hal ini
diperkuat oleh laporan UNDP tahun 2003 yang menyatakan bahwa Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Index - HDI) berdasarkan angka buta
aksara posisi Indonesia berada pada urutan 112 dari 174 negara. Posisi ini berada di
bawah Vietnam (urutan ke 109) yang baru keluar dari konflik yang berkepanjangan.
Salah satu faktor penyebab rendahnya kebiasaan dan kegemaran membaca
masyarakat Indonesia adalah karena masih dominannya budaya tutur dari pada
budaya baca. Selain itu tidak meratanya penyebaran koleksi bahan perpustakaan
dan fasilitas baca di berbagai lapisan masyarakat dan belum optimalnya
pemberdayaan perpustakaan di masyarakat.
Membaca merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan kreativitas
sedangkan dalam mengembangkan IPTEKS diperlukan kreativitas yang tinggi. Bila
Indonesia tidak ingin menjadi konsumen dari IPTEKS yang dikembangkan oleh
negara-negara lain, maka pemerintah harus melakukan usaha-usaha untuk
mendorong masyarakat agar membaca menjadi kebutuhan mereka sehari-hari.
Sesungguhnya sejak tahun 1972 UNESCO telah memprioritaskan masalah
pembinaan minat baca. Pada tahun tersebut diluncurkan program yang disebut
Books for All (buku untuk semua orang), yang bertujuan untuk meningkatkan minat
dan kegemaran membaca di masyarakat dunia. Salah satu implementasi program ini
adalah dicanangkannya International Book Year 1972 (Tahun Buku Internasional
1972). Di Indonesia sendiri, Presiden Soeharto pada tahun 1996 mencanangkan Hari
Kunjung Perpustakaan, Presiden Megawati pada tahun 2002 mencanangkan
Gerakan Nasional Gemar Membaca, dan yang terakhir pada bulan Mei 2007 Wakil
Presiden Yusuf Kalla memberi perhatian penuh terhadap kegemaran membaca
tersebut dengan meresmikan layanan Perpustakaan Elektronik Keliling yang
diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional RI. Namun sampai sekarang gaung dari
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
• Mengetahui pemberdayaan perpustakaan oleh masyarakat sebagai sarana
informasi.
• Mengetahui gambaran tingkat minat baca masyarakat di tiga lokasi.
2
Hasil Yang Diharapkan
1. Teridentifikasinya keadaan masyarakat di tiga kota tersebut sebagai
representasi dari keadaan masyarakat Indonesia secara umum baik dari segi
pendidikan, minat baca, pola perilaku anggota keluarga dalam memenuhi
kebutuhan informasi, dan lain sebagainya.
2. Terdeteksinya informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia,
sehingga mereka merasa perpustakaan dapat menjadi salah satu tempat untuk
mencari jawaban bagi masalah yang mereka hadapi.
3. Rekomendasi terhadap perlu tidaknya didirikan perpustakaan serta jenis
koleksi yang harus dikoleksi oleh perpustakaan yang akan didirikan.
Lokasi Pemetaan
Penelitian ini akan dilakukan pada tiga lokasi ibu kota provinsi yakni di:
• Ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu di Kota Makassar.
• Ibu kota Provinsi Riau, yaitu di Kota Pekanbaru.
• Ibu Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu di Kota Banjarmasin.
Sasaran
Sasaran penelitian ini adalah berbagai lapisan masyarakat di tiga kota
misalnya dari segi aspek profesi yaitu kalangan pelajar, mahasiswa, pegawai kantor,
pejabat instansi tertentu, pedagang, petani atau dari aspek kemampuan ekonomi
yaitu dari kalangan yang mampu, sedang dan kurang mampu.
Wilayah dan Penduduk Tiga Kota
Kota Makassar
Kota Makassar mempunyai posisi strategis karena berada di persimpangan
jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah
kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke
3
wilayah selatan Indonesia. Dengan kata lain, wilayah kota Makassar berada pada
koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian
yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Kota Makassar merupakan
daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0 - 5 derajat ke arah barat, diapit dua
muara sungai yakni sungai Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan sungai
Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas wilayah kota Makassar seluruhnya
berjumlah kurang lebih 175,77 Km2 daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar
ditambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 Km²
Jumlah kecamatan di kota Makassar sebanyak 14 kecamatan dan memiliki
143 kelurahan. Diantara kecamatan tersebut, ada tujuh kecamatan yang berbatasan
dengan pantai yaitu kecamatan Tamalate, Mariso, Wajo, Ujung Tanah, Tallo,
Tamalanrea dan Biringkanaya. Kota Makassar sendiri berdekatan dengan sejumlah
kabupaten yakni sebelah utara dengan kabupaten Pangkep, sebelah timur dengan
kabupaten Maros, sebelah selatan dengan kabupaten Gowa dan sebelah barat
dengan Selat Makassar.
Dari gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Makassar,
memberi penjelasan bahwa secara geografis, kota Makassar memang sangat strategis
dilihat dari sisi kepentingan ekonomi maupun politik. Dari sisi ekonomi, Makassar
menjadi simpul jasa distribusi yang tentunya akan lebih efisien dibandingkan daerah
lain. Memang selama ini kebijakan makro pemerintah yang seolah-olah menjadikan
Surabaya sebagai home base pengelolaan produk-produk draft kawasan Timur
Indonesia, membuat Makassar kurang dikembangkan secara optimal. Padahal
dengan mengembangkan Makassar, otomatis akan sangat berpengaruh terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan Timur Indonesia dan percepatan
pembangunan. Dengan demikian, dilihat dari sisi letak dan kondisi geografis -
Makassar memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain di kawasan Timur
Indonesia. Saat ini Kota Makassar dijadikan inti pengembangan wilayah terpadu
Mamminasata.
Penduduk Kota Makassar tahun 2005 tercatat sebanyak 1.193.434 jiwa yang
terdiri dari 572.382 laki-laki dan 610.862 perempuan. Penyebaran penduduk Kota
Makassar dirinci menurut kecamatan, menunjukkan bahwa penduduk masih
terkonsentrasi di wilayah kecamatan Tamalate, yaitu sebanyak 144.458 atau sekitar
12,21 persen dari total penduduk, disusul kecamatan rappocini sebanyak 136.725
4
jiwa (11,55 persen). Kecamatan Panakkukang sebanyak 129.967 jiwa (10,98 persen),
dan yang terendah kecamatan Ujung Pandang sebanyak 27.921 jiwa (2,30 persen).
Ditinjau dari kepadatan penduduk per km persegi, kecamatan Makassar yang
terpadat yaitu 31.898 jiwa per km persegi, disusul kecamatan Mariso (28.013 per km
persegi), kecamatan Bontoala (25.139 jiwa per km persegi). Sedang kecamatan
Biringkanaya merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah yaitu
sekitar 2.485 jiwa per km persegi, kemudian kecamatan Tamalanrea 2.666 jiwa per
km persegi, Manggala (3.833 jiwa per km persegi), kecamatan Ujung Tanah (7.711
jiwa per km persegi), kecamatan Panakkukang (7.623 jiwa per km persegi). Wilayah-
wilayah yang kepadatan penduduknya masih rendah tersebut masih memungkinkan
untuk pengembangan daerah pemukiman terutama di tiga kecamatan yaitu
Biringkanaya, Tamalanrea, dan Manggala.
Penduduk menurut kelompok umur dapat menggambarkan tingkat kelahiran
dan tingkat kematian di suatu daerah. Disamping itu struktur umur penduduk juga
dapat menggambarkan angka beban tanggungan (Dependency Ratio), penduduk
usia tidak produktif terhadap penduduk usia produktif. Penduduk yang tergolong
usia non produktif adalah penduduk kelompok umur 0-14 dan 65 tahun atau lebih.
Sedangkan penduduk usia produktif adalah penduduk kelompok umur 15-64 tahun.
Persentase penduduk usia dewasa (15-64 tahun) persentasenya sedikit mengalami
penurunan dari 69,05 persen tahun 2000 menjadi 68,34 persen tahun 2004.
sementara penduduk usia muda (0-14 tahun) persentasenya walaupun masih di
bawah 40 persen, akan tetapi dibanding tahun 2000 meningkat dari 27,99 persen
menjadi 28,18 persen tahun 2004, demikian pula untuk penduduk usia tua (65+
tahun) meningkat dari 2,96 persen tahun 2000 menjadi 3,47 persen tahun 2004,
peningkatan persentase pada penduduk usia muda ini disebabkan oleh menurunnya
penduduk produktif usia 15-64 tahun. Pada tahun 2004 diketahui bahwa umur
median penduduk Kota Makassar adalah 24,45 pertahun.
Kota Pekanbaru
Kota Pekanbaru adalah salah satu daerah tingkat II sekaligus merupakan
ibukota Provinsi Riau, dengan luas wilayah 632.26 dengan jumlah penduduk
720.197 jiwa, yang terdiri atas laki-laki sbanyak 363.687 jiwa dan perempuan
356.510 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.139 jiwa per km2 (2005). Pekanbaru,
yang terdiri atas 12 kecamatan dan 50 kelurahan.
5
Kota Pekanbaru, yang berada pada lintang 101° 14' - 101° 34' dan Bujur Timur
0° 25' - 0° 45' Lintang Utara, dibelah oleh Sungai Siak yang mengalir dari barat ke
timur, emmiliki beberapa anak sungai antara lain: Sungai Umban Sari, Sungai Air
Hitam, Sungai Sibam, Sungai Setukul, Sungai Pengambang, Sungai Ukai, Sungai
Sago, Sungai Senapelan, Sungai Limau dan Sungai Tampan. Sungai Siak juga
merupakan jalur perhubungan lalu lintas perekonomian rakyat pedalaman ke kota
serta dari daerah lainnya.
Penyebaran penduduk Kota Pekanbaru dirinci menurut kecamatan,
menunjukkan bahwa penduduk masih terkonsentrasi di wilayah Kecamatan
Pekanbaru Kota dan Kecamatan Sukajadi. Walaupun jumlah penduduk kedua
kecamatan ini lebih sedikit dibandingkan dengan beberapa kecamatan lain misalnya
Kecamatan Marpoyan Damai, Kecamatan Tenayan Raya, dan Kecamatan Tampan
yang masing-masing jumlah penduduknya 111.854, 90.321, dan 83.172 jiwa, namun
karena luas wilayah Kecamatan Pekanbaru Kota yang hanya 2,26 Km2 dan
Kecamatan Sukajadi yang hanya 3,76 dengan jumlah penduduk masing sebesar
30.055 dan 51.334 jiwa, maka kepadatan penduduknya termasuk yang paling padat
yakni masing-masing 13.299 dan 13.653 jiwa per Km2. Hanya Kecamatan Lima
Puluh yang jumlah penduduknya hanya 42.800 jiwa namun karena luas wilayahnya
hanya 4,04 Km2, maka kepadatan penduduknya cukup tinggi yaitu 10.594 jiwa per
Km2. Sembilan kecamatan lain rata-ratanya kepadatan penduduknya dibawah 7000
jiwa per Km2.
Kota Banjarmasin
Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang
berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan yang terletak di ujung selatan
dan berada diantara 3' 15" - 3' 22" Lintang Selatan dan diantara 114' 32" - 114' 38"
Bujur Timur. Kota ini terhampar di dataran rendah (rata-rata datar) berawa-rawa
0,16 meter dipermukaan laut. Dengan luas wilayah 72 km2 atau 0,22 % dari luas
wilayah Kalsel.
Dibelah oleh Sungai Martapura dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut
Jawa, sehingga berpengaruh kepada drainase kota mapun memberikan ciri khas
tersendiri terhadap kehidupan masyarakat, terutama pemanfaatan sungai sebagai
salah satu prasarana transportasiair, pariwisata, perikanan dan perdaganan. Di
6
sebelah Utara dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala, di sebelah
Timur dan Selatan berbatasan dengan Kabupaten Banjar.
Luas Wilayah Kota Banjarmasin adalah 72,00 Km atau 0,019 % dibanding
luas wilayah Kalimantan Selatan, dengan komposisi luas wilayah masing-masing ke
lima kecamatan sebagai berikut : (1) Kecamatan Banjarmasin Utara 15,25 Km2, (2)
Kecamatan Banjarmasin Selatan 20,18 Km2 (3) Kecamatan Banjarmasin Barat 13,37
Km2 (4) Kecamatan Banjarmasin Timur 11,54 Km2 dan (5) Kecamatan Banjarmasin
Tengah 11,66 Km2.
Pada tahun 2005 jumlah penduduk kota Banjarmasin 662.825 jiwa. Wilayah
yang memiliki penduduk relatif padat adalah Kecamatan Banjarmasin Barat
(140.227 jiwa), dengan kepadatan penduduk 10.488 jiwa per Km2, disusul
Kecamatan Banjarmasin Utara (107.874 jiwa) dengan kepadatan penduduk 9.348
jiwa per Km2, kemudian Kecamatan Banjarmasin Selatan (97.262 jiwa) dengan
kepadatan penduduk 8.342 jiwa per Km2. Kecamatan Banjarmasin Timur (132.929
jiwa) dan Kecamatan Banjarmasin Tengah (94.008 jiwa) adalah dua kecamatan
dengan penduduk yang tidak terlalu padat, masing-masing 6.587 dan 6.164 jiwa per
Km2.
7
BAB II. METODOLOGI
a. Data dan Sumber Data
Untuk mendukung rekomendasi dalam penelitian ini, maka ada dua jenis data
yang dikumpulkan untuk kemudian diolah, yaitu data sekunder dan data primer.
• Data Sekunder
Data sekunder berupa statistik dan deskripsi yang diperoleh dalam dokumen
mengenai keadaan geografis, administrasi pemerintahan, data kependudukan,
dan lain-lain diambil dari Pemerintah Daerah setempat, baik secara langsung
maupun melalui web site Pemda Kota Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin.
• Data Primer
Data responden dengan unit satuan analisis berupa individu sebanyak 1000
orang untuk masing-masing wilayah (Kota Makassar, Pekanbaru, dan
Banjarmasin) dipilih secara acak dari kecamatan yang dipilih dengan
menggunakan teknik Stratified Proportional Purposive Sampling. Teknik ini
digunakan karena secara umum berdasarkan literatur dan beberapa penelitian
sebelumnya sudah diperoleh gambaran umum tentang kondisi masyarakat yang
diteliti mengenai pemetaan minat baca.
Selain itu untuk memperdalam pemahaman terhadap kondisi setempat termasuk
keadaan masyarakat dilakukan pula tinjauan ke lapangan untuk melihat lokasi
dan kegiatan taman bacaan masyarakat serta melakukan wawancara khusus
kepada beberapa pejabat, tokoh masyarakat serta pengguna awam dan petugas
dan pengelola perpustakaan atau taman bacaan masyarakat berkaitan dengan
topik penelitian.
b. Metode Pengumpulan dan Analisis Data
Instrumen penelitian berupa kuesioner disebarkan secara acak kepada
anggota masyarakat yang berpendidikan minimum kelas 2 SD sebagai unit analisis
(unit penelitian), baik melalui sekolah-sekolah yang dipilih dalam suatu kecamatan,
maupun melalui kantor-kantor pemerintah atau swasta serta langsung ke
masyarakat melalui pusat-pusat kegiatan seperti pasar atau tempat keramaian lain.
Batasan unit analisis (unit penelitian) tersebut dipilih mengingat kemampuan
membaca dari anak-anak sekolah sampai dengan kelas 2 SD masih rendah. Selain
batasan pendidikan, batasan lain yang digunakan adalah profesi responden seperti
9
buruh, pegawai negeri, pegawai swasta, anak sekolah, mahasiswa, tentara dan polisi,
ibu rumah tangga, pedagang, petani dan lain-lain. Pemilihan responden dilakukan
secara acak proporsional pada kelompok yang telah ditentukan (stratified
propotional purposive sampling). Dengan pemilihan secara acak demikian
diharapkan akan terwakili data dari berbagai lapisan masyarakat.
c. Pengolahan Data
Data dan informasi yang diperoleh dari pengisian kuesioner akan dianalisis
berdasarkan statistika faktor dan parameter yang menentukan masalah studi ini.
Analisis data disesuaikan dengan kebutuhan masukan bagi masalah-masalah yang
akan dipelajari dalam tahapan pendekatan pemecahan masalah. Dari analisis data
yang diperloleh akan ditarik pula korelasi dari beberapa faktor variabel. Misalnya
apakah ada korelasi antara umur seseorang dengan minat bacanya, apakah ada
korelasi antara tingkat pendidikan dengan minat baca, dan apakah ada korelasi
antara tingkat kemampuan ekonomi dengan minat baca. Minat baca antara lain
diukur dari durasi atau lamanya seseorang membaca, frekuensi membaca seseorang
dan korbanan berupa materi atau korbanan lain yang dikeluarkan seseorang untuk
memuaskan keinginan membaca. Sehingga dapat terjadi hubungan ordinal-ordinal
antara parameter yang diukur. Untuk itu akan dilakukan uji korelasi menggunakan
Rank Spearman dengan memanfaatkan alat hitung SPSS (Paket program Statistical
Package for Social Science). Namun untuk beberapa indikator minat baca akan
digambarkan melalui tabulasi frekuensi sederhana untuk mendiskripsikan hubungan
atau keterkaitan antara beberapa indikator. Beberapa eksposur media lain (seperti
TV dan Radio) terhadap kegiatan membaca juga diukur menggunakan analisis
korelasi Rank Spearman.
d. Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini diajukan sembilan hipotesis yaitu:
1) Semakin tua umur seseorang semakin singkat durasi membacanya;
2) Semakin tua umur seseorang semakin rendah frekuensi membacanya;
3) Semakin tua umur seseorang semakin kecil korbanannya untuk mengadakan
bahan bacaan;
4) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin lama durasi
membacanya;
10
11
12
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
Masyarakat Indonesia, meskipun sudah lama mengenal tulisan, masih
dikategorikan sebagai masyarakat berbudaya kelisanan (orality). Memang benar
bahwa budaya kelisanan dan budaya keberaksaraan (literacy) tidak dapat dipandang
hitam putih karena keduanya pasti berbaur. Dalam kasus masyarakat Indonesia,
budaya kelisanan lebih kental dibandingkan dengan budaya keberaksaraan.1 Budaya
keberaksaraan atau baca-tulis meningkatkan kemampuan information literacy.
Berdasarkan standar dalam information literacy standards tahun 2001, definisi
information literacy adalah seperangkat kemampuan yang memungkinkan individu
menyadari saat ia membutuhkan informasi dan memiliki kemampuan untuk
menempatkan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan
tersebut secara efektif. Pernyataan Joni Ariadinata bahwa daya pikir untuk
menyerap bacaan dan kemampuan merangkai logika dalam tulisan merupakan salah
satu indikator kuatnya sumberdaya manusia dalam sebuah negara. Oleh karena itu
Laksmi (2007) menganggap bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih
perlu didorong untuk memiliki kebiasaan membaca. Atas nama pembangunan
manusia yang berkualitas, masyarakat Indonesia perlu menyadari kelemahan dan
kelebihan yang dimiliki dalam kebudayaan mereka.2
Definisi Membaca
Kondisi Minat Baca
4
Abdul Razak. Formula 247 Plus: metode mendidik anak menjadi pembaca yang sukses. Jakarta: Elek Media
Komputindo, 2004. Hal. 3.
5
Minat Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat. Senin, 8 Maret 2004.
16
pada tahun 2000 kebiasaan membaca anak Indonesia peringkatnya paling rendah
dan berada di bawah Filipina, Thailand, Singapura dan Hong Kong. Kemampuan
anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga sangat rendah yakni
hanya 30 %. Survey IAEA menunjukkan minat baca, yang diukur dari kemampuan
membaca rata-rata, para siswa SD berada pada urutan 38, dan SMP pada urutan 34
dari 39 negara. Sutarno (2005, 2004) juga mendukung pernyataan bahwa minat dan
budaya masyarakat Indonesia masih rendah. Menurut Baderi (2005) yang mengutip
beberapa laporan, buruknya kemampuan membaca anak-anak Indonesia berdampak
pada kekurang-mampuan mereka dalam penguasaan bidang ilmu pengetahuan dan
matematika. Hasil tes yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS) dalam tahun 2003 pada 50 negara di dunia terhadap para
siswa kelas II SLTP, menunjukkan prestasi siswa-siswa Indonesia hanya mampu
meraih peringkat 34 dalam kemampuan bidang matematika dengan nilai 411
dibawah rata-rata internasional yang 467. Sedangkan hasil tes bidang ilmu
pengetahuan, mereka hanya mampu menduduki peringkat ke 36 dengan nilai 420
dibawah nilai rata-rata internasional 474. Bandingkan dengan anak-anak Malaysia
yang berhasil menduduki peringkat ke 10 dalam kemampuan bidang matematika
dengan memperoleh nilai 508 (diatas rata-rata nilai internasional). Dari keadaan ini
nampak bahwa kecerdasan bangsa kita sangat jauh ketinggalan dari bangsa negara-
negara berkembang lainnya.
Menurut Sutarno6, kelompok masyarakat yang memiliki minat dan budaya
baca rendah disebabkan karena: (1) Akses informasi dari dan ke perpustakaan
(sumber-sumber bacaan) terbatas; (2) Tingkat pendidikan masyarakat yang masih
banyak di bawah standar; (3) Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang kurang
menguntungkan sehingga mempengaruhi daya beli mereka terhadap bahan bacaan;
(4) Layanan perpustakaan kepada masyarakat yang belum merata; dan (5) Apresiasi
dan respon masyarakat terhadap perpustakaan yang masih rendah. Sedangkan
menurut Sholeh (1998) yang menyebabkan budaya baca dari masyarakat Indonesia
rendah yaitu:
(1) kuatnya budaya lisan (oral culture) di Indonesia; budaya ngomong masih
kuat berakar di Indonesia. Orang lebih senang ngobrol daripada membaca. Banyak
orang yang lebih senang mendengarkan orang berpidato atau ceramah daripada
6
Sutarno NS. Manajemen Perpustakaan: Suatu pendekatan praktik. Jakarta: Sagung Seto, 2004. hal 224 ‐ 228
17
membaca, sehingga kadang-kadang orang yang suka membaca menjadi terlihat aneh
dan dianggap sok pinter, sok ilmiah dan sombong.
(2) persaingan antara buku dengan televisi, video, atau film seperti banyaknya
saluran televisi yang saling berlomba menyuguhkan acara terbaiknya; televisi dan
video menjanjikan hiburan-hiburan yang menyenangkan, sehingga orang lebih
senang menonton televisi daripada membaca buku.
(3) jumlah buku yang diterbitkan yang masih relatif sedikit di Indonesia;
Sholeh mengutip laporan Alfons Taryadi yang menyebutkan bahwa Indonesia
menerbitkan rata-rata 5.000 judul buku setiap tahun, jauh di bawah Jepang yang
menerbitkan rata-rata 100.000 judul setiap tahun. Bahkan di Indonesia, buku yang
diterbitkan kebanyakan buku-buku paket untuk pegangan pelajaran di sekolah.
(4) Sistem pendidikan di Indonesia kurang mendukung budaya baca; metode
pengajaran di kelas kurang memotivasi pelajar atau mahasiswa untuk aktif mencari
buku di perpustakaan dan giat membacanya. Pelajar atau mahasiswa hanya
“diceramahi”, digiring untuk hanya menyimak buku paket atau diktat, tetapi tidak
dipaksa untuk melacak buku di perpustakaan.
(5) Motivasi untuk berprestasi dan rasa ingin tahu rendah sehingga tidak
mendorong terhadap keinginan membaca.
Terhadap rendahnya minat baca siswa, Widjajanto dkk (1998), menyalahkan
lingkungan keluarga yang tidak kondusif. Menurutnya usaha sekolah meningkatkan
minat baca bagi siswa selalu terbentur keadaan ekonomi keluarga siswa sehingga
minat baca yang ditumbuhkan tidak dapat berkembang akibat ketiadaan bahan
bacaan di rumah. Sedangkan perpustakaan sekolah masih miskin koleksi, dan
bahkan koleksi yang adapun kurang sesuai dengan kebutuhan bacaan siswa.
Agak berbeda dengan pendapat umum, Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip
Daerah Provinsi Jawa Barat, Dedi Junaedi, berpendapat bahwa minat baca
masyarakat, khususnya Jawa Barat, sudah ada atau tidak rendah, namun yang jadi
masalah adalah penyediaan bahan bacaannya yang sangat terkendala terutama dari
segi jumlah dan tingkat pemerataannya. Menurut beliau, masyarakat dengan kondisi
sosial ekonomi seperti di Jawa Barat yang umumnya petani, keberadaan buku-buku
bacaan tentunya bukanlah barang yang ”murah” dan mudah dijangkau. Untuk itu,
penyediaan layanan jasa peminjaman buku semacam perpustakaan mau tidak mau
18
menjadi solusi strategis7. Sependapat dengan pernyataan Junaedi, Nasoetion (2002)
menyatakan:
“Hal ini berarti bahwa di Indonesia sesungguhnya tidak ada masalah dengan tidak
adanya minat membaca. Masalah yang ada hanyalah tidak terjangkaunya buku untuk
dibaca. Sewaktu Pusat Buku di Jakarta mengadakan proyek pengadaan perpustakaan
di balai desa di sepanjang Bogor – Sukabumi, saya sempat melihat anak‐anak berjejal
menunggu waktu bukanya perpustakaan di setiap perpustakaan itu.”8
7
Pengembangan Budaya Literasi terganjal Fasilitas. Kompas Cybermedia. Selasa, 2 Januari 2007.
8
Pola Induksi Seorang Eksperimentalis. Editor Asep Saefuddin. Bogor: IPB Press, 2002. hal 184.
9
Membaca belum menjadi kebutuhan. Kompas, Rabu, 6 Juni 2007. http://www.kompas.co.id. Diakses 1
Agustus 2007
19
Arifin (2006) menyatakan bahwa pendidikan literat atau literer merupakan
pendidikan yang didasarkan kepada penggunaan karya tulis sebagai sarana utama.
Kebalikannya adalah pendidikan praliterer yaitu pendidikan tanpa menggunakan
media tertulis sebagai sarana utamanya. Dalam pendidikan literer terutama yang
mendasarkan diri pada teori “self activity” anak didik dan teori behavioristik dengan
sendirinya memerlukan banyak buku sebagai sarana utama, dan tentu saja aktifitas
membaca menjadi sangat penting didalam menggali ilmu yang ada dalam buku-buku
tersebut. Sekarang ini, generasi literat mutlak dibutuhkan agar bangsa kita bisa
bangkit dari keterpurukan bahkan bersaing dan hidup sejajar dengan bangsa lain.
Wagner (2000) menegaskan bahwa tingkat literasi yang rendah berkaitan erat
dengan tingginya tingkat drop-out sekolah, kemiskinan, dan pengangguran. Ketiga
kriteria tersebut adalah sebagian dari indikator rendahnya indeks pembangunan
manusia. Seperti yang dikutip dari Human Development Report 2003 oleh Harian
Republika 15 Juli 2007, diketahui bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human
Development Index) Indonesia menempati urutan ke 112 dari 175 negara.
Menciptakan generasi literat merupakan jembatan menuju masyarakat makmur
yang kritis dan peduli. Kritis terhadap segala informasi yang diterima sehingga tidak
bereaksi secara emosional dan peduli terhadap lingkungan sekitar.10
Salah satu indikator rendahnya minat baca adalah dihitung dari jumlah buku
yang diterbitkan yang memang masih jauh di bawah penerbitan buku di Malaysia,
Singapura, apalagi India, atau negeri-negeri maju lainnya. Negara disebut maju
karena rakyatnya suka membaca. Ini dibuktikan dari jumlah buku yang diterbitkan
dan jumlah perpustakaan yang ada di negeri itu. Penerbit buku di Indonesia pada
tahun 1994 mencapai 565 penerbit. Angka itu belum termasuk penerbit yang tidak
terdaftar sebagai anggota IKAPI. Walaupun begitu, oplah buku pada saat itu tidak
bisa dibilang menggembirakan. Diperkirakan 7.000 judul yang diterbitkan, 1.500
diantaranya tidak bisa dicetak ulang karena kurang diminati. Ini masih terbilang
kecil dibanding Jepang atau Thailand yang mencetak 68.000-70.000 judul per
tahun (Kompas, 17/5-2004). Penelitian Saleh dkk (2004) melaporkan bahwa
publikasi Indonesia selama tahun 2002 dan 2003 adalah sebesar 12.709 judul buku
10
Artikel ini merupakan versi lengkap dari tulisan berjudul Menciptakan Generasi Literat, oleh Ahmad
Bukhori, publikasi Pikiran Rakyat, Sabtu, 26 Maret 2005 pada kolom Artikel. Ditulis ulang dari H.U. Pikiran
Rakyat versi cetak terbitan Sabtu, 26 Maret 2005
20
yang terdiri dari 6.656 judul buku (52,4 %) diterbitkan pada tahun 2002 dan
sebanyak 6.053 judul buku (47,6 %) diterbitkan pada tahun 2003. Publikasi ini
diterbitkan oleh 1.977 penerbit baik penerbit komersial (sebanyak 1.169 penerbit
atau 59,13 %) maupun penerbit non komersial (sebanyak 808 atau 40,87 %) seperti
lembaga pemerintah dan swasta serta perguruan tinggi non penerbit universitas.
Mengapa minat baca di Indonesia dikatakan rendah? Ada banyak teorinya.
Pertama, sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat anak-
anak/siswa/mahasiswa harus membaca buku (lebih banyak lebih baik), mencari
informasi/pengetahuan lebih dari apa yang diajarkan, mengapresiasi karya-karya
ilmiah, filsafat, sastra dsb. Kedua, banyaknya jenis hiburan, permainan (game) dan
tayangan TV yang mengalihkan perhatian anak-anak dan orang dewasa dari buku,
surfing di internet walaupun yang terakhir ini masih dapat dimasukkan sebagai
sarana membaca, hanya saja apa yang dapat dilihat di internet bukan hanya tulisan
tetapi hal-hal visual lainnya yang kadangkala kurang tepat bagi konsumsi anak-anak.
Ketiga, banyaknya tempat hiburan untuk menghabiskan waktu seperti taman
rekreasi, tempat karaoke, night club, mall, supermarket. Keempat, budaya baca
memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita. Kita terbiasa mendengar dan
belajar berbagai dongeng, kisah, adat-istiadat secara verbal (budaya orality)
dikemukakan orangtua, tokoh masyarakat, penguasa pada zaman dulu. Anak-anak
didongengi secara lisan, diajar membuat banten dengan melihat cara memotong
janur, menata buah-buahan dan lain-lain sajian. Tidak ada pembelajaran
(sosialisasi) secara tertulis. Jadi tidak terbiasa mencapai pengetahuan melalui
bacaan. Kelima, para ibu, saudari-saudari kita senantiasa disibukkan berbagai
kegiatan sosial-keagamaan serta membantu mencari tambahan nafkah untuk
keluarga, belum lagi harus memberi makan hewan peliharaan seperti babi, bebek,
ayam (lebih-lebih kaum wanita di desa) sehingga tiap hari waktu luang sangat minim
bahkan hampir tidak ada untuk membantu anak membaca buku. Keenam, sarana
untuk memperoleh bacaan, seperti perpustakaan atau taman bacaan, masih
merupakan barang aneh dan langka.11
Bunanta (2004) menyebutkan bahwa minat baca terutama sangat ditentukan
oleh:
11
Arixs. Enam penyebab rendahnya minat baca. Tokoh. Senin, 29 Mei 2006. Http://www.cybertokoh.com.
Diakses tanggal 1 Agustus 2007
21
• Faktor lingkungan keluarga dalam hal ini misalnya kebiasaan membaca keluarga
di lingkungan rumah.
• Faktor pendidikan dan kurikulum di sekolah yang kurang kondusif.
• Faktor infrastruktur dalam masyarakat yang kurang mendukung peningkatan
minat baca masyarakat.
• Serta faktor keberadaan dan keterjangkauan bahan bacaan.
Sementara itu dipahami bahwa terdapat hubungan antara minat baca dengan
tingkat kecepatan pemahaman bacaan bagi peserta didik. Dalam artikel di Harian
Kompas Rabu 26 Juli 2000 disebutkan hasil penelitian Guritnaningsih A Santoso
dengan judul "Studi Perkembangan Kognitif Anak Indonesia". Dalam penelitian itu
ditemukan bahwa minat baca dan pemahaman bacaan dapat ditingkatkan melalui
pendekatan pemrosesan informasi. Penelitian dilakukan terhadap 180 siswa SD di
DKI Jakarta dan Jawa Barat pada Oktober 1999. Hasilnya antara lain, siswa
memiliki kemampuan yang rendah dalam memahami kalimat sehingga tidak mampu
menangkap ide pokok bacaan. Hal ini terutama disebabkan karena rendahnya minat
baca siswa sekolah.
Untuk mengatasinya keterbelakangan ini diperlukan pendidikan sejak dini,
dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan di dalam keluarga
merupakan pendorong minat baca yang utama (Nasoetion, 2002). Minat baca
seharusnya ditanamkan oleh orangtua sejak anak masih kecil. Cara yang paling
mudah adalah mendongeng melalui buku cerita. Setelah seorang anak dapat
membaca, diharapkan mereka akan berusaha mengetahui isi bacaan tanpa
menunggu didongengi. Pada gilirannya mereka akan tertarik untuk membaca.
Faktor selanjutnya yang juga sangat berpengaruh adalah pendidikan di
sekolah dan lingkungan tempat tinggal. Pendidikan di sekolah mendorong anak
membaca karena tuntutan pelajaran. Sementara, lingkungan turut mendorong minat
baca karena seorang anak melakukan kegiatan sesuai yang dilakukan orang-orang di
sekelilingnya. Anak menjadi rajin membaca jika masyarakat di sekitarnya
melakukannya.
Ki Supriyoko dalam tulisannya dengan judul “Minat Baca dan Kualitas
Bangsa” di Harian Kompas Selasa, 23 Maret 2004, menyatakan: “ Secara teoritis ada
hubungan yang positif antara minat baca (reading interest) dengan kebiasaan
membaca (reading habit) dan kemampuan membaca (reading ability). Rendahnya
minat baca masyarakat menjadikan kebiasaan membaca yang rendah, dan kebiasaan
22
membaca yang rendah ini menjadikan kemampuan membaca rendah. Itulah yang
sedang terjadi pada masyarakat kita sekarang ini.”
Faktor-faktor berikut ditengarai menghambat peningkatan minat baca dalam
masyarakat dewasa ini (Leonhardt, 1999):
• Langkanya keberadaan buku-buku anak yang menarik terbitan dalam negeri
• Semakin jarangnya bimbingan orang tua yang suka mendongeng sebelum tidur
bagi anak-anak. Padahal kebiasaan ini merupakan kebiasaanya jaman dulu
banyak dilakukan orang tua.
• Pengaruh televisi yang bukannya mendorong anak-anak untuk membaca, tetapi
lebih betah menonton acara-acara televisi.
• Harga buku yang semakin tidak terjangkau oleh kebanyakan anggota masyarakat
• Kurang tersedianya taman-taman bacaan yang gratis dengan koleksi buku yang
lengkap dan menarik.
Pernyataan dan fenomena diatas sangat relevan direnungkan dalam rangka
meningkatkan kecerdasan bangsa. Sementara itu beberapa guru di Yogyakarta
berinisiatif kreatif mencoba menanamkan kegemaran dan kesenangan membaca
kepada siswanya. Metoda yang mereka terapkan adalah mengharuskan semua siswa
mereka melakukan semacam silent reading selama setengah jam setiap pagi
sebelum pelajaran dimulai. Semua siswa diharuskan membaca bacaan secara diam
bacaan apa saja. Kebiasaan membaca ini diharapkan membuat anak menjadi
imajinatif, kreatif dan senang membaca. Tradisi membaca seperti ini belum digarap
dengan baik oleh sekolah-sekolah.
23
24
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum (Tiga kota: Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin)
Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner sebanyak 1.000
kuesioner di masing-masing kota yaitu Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin. Dari
total kuesioner yang disebarkan yaitu sebanyak 3.000, jumlah kuesioner yang kembali
adalah sebanyak 2746 (91,53 %). Responden terdiri dari 1185 laki-laki (43,15 %) dan
perempuan sebanyak 1561 (56,85 %). Responden tersebut terdiri dari beberapa
kelompok yaitu 280 orang Mahasiswa (10,20 %), 65 orang pegawai swasta (7,21 %), 428
orang siswa SMU (15,59 %), 448 orang siswa SMP (16,31 %), 476 orang siswa SD (17,33
%), 230 orang ibu rumah tangga (8,38 %), 97 orang pedagang (3,53 %), 74 orang dosen
(2,69 %), 89 orang petani/nelayan (3,24 %), 169 orang pegawai swasta (6,15 %), 219
orang pegawai negeri sipil (7,98 %), 103 orang guru (3,75 %), 58 orang anggota
TNI/Polri (2,11 %), dan 75 orang buruh (2,73 %).
Tabel 4.1.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Kelompok Responden Lakilaki Perempuan Jumlah %
Mahasiswa 103 177 280 10,20
Siswa SMU 185 243 428 15,59
Siswa SMP 187 261 448 16,31
Siswa SD 204 272 476 17,33
Ibu Rumah Tangga 0 230 230 8,38
Pedagang 58 39 97 3,53
Dosen 47 27 74 2,69
Petani/Nelayan 69 20 89 3,24
Peg Swasta 90 79 169 6,15
PNS 94 125 219 7,98
Guru 36 67 103 3,75
TNI/Polri 53 5 58 2,11
Buruh 59 16 75 2,73
Jumlah 1185 1561 2746 100,00
25
Dari aspek status responden dalam rumah tangga, responden dapat dibagi
menjadi 437 orang (15,91 %) berstatus sebagai ayah, 506 orang (18,43 %) berstatus
sebagai Ibu, sedangkan sisanya sebanyak 1805 orang (65,73 %) berstatus sebagai anak,
sedangkan satu orang tidak menjawab status yang bersangkutan.
Sedangkan dari ke segi kelompok umur, responden di bagi menurut kelompok
umur kurang dari 12 tahun (atau diperkirakan usia siswa SD) yaitu sebanyak 449 orang
(16,35 %), 13 tahun sampai dengan 15 tahun (atau diperkirakan usia siswa SLTP)
sebanyak 376 orang (13,69 %), 16 tahun sampai dengan 18 tahun (atau diperkirakan
usia siswa SLTA) sebesar 381 orang (13,87 %), 19 tahun sampai dengan 23 tahun (atau
diperkirakan usia mahasiswa) sebesar 294 orang (10,71 %), 24 tahun sampai dengan 40
tahun (atau usia tenaga kerja muda) sebanyak 572 orang (20,83 %), 41 tahun sampai
dengan 55 tahun (atau usia tenaga kerja tua) sebanyak 367 orang (13,36 %), dan
terakhir yang berusia lebih dari 56 tahun (atau usia tidak produktif atau pensiunan)
sebanyak 61 orang (2,22 %). Ada sebanyak 246 (8,96 %) responden tidak menjawab.
Tabel 4.1.2 Responden Berdasarkan Kelompok Umur
Kelompok Umur (tahun) Total Tidak
Jumlah
Responden < 12 th 13‐15 16‐18 19‐23 24‐40 41‐55 >56 Menjawab Menjawab
Mahasiswa 0 0 0 204 40 1 2 247 33 280
Siswa SMU 0 0 368 0 0 0 0 368 60 428
Siswa SMP 0 360 5 0 0 0 0 365 83 448
Siswa SD 449 16 0 0 0 0 0 465 11 476
Ibu Rumah Tangga 0 0 2 14 109 77 22 224 6 230
Pedagang 0 0 0 7 53 32 5 97 0 97
Dosen 0 0 0 0 39 28 4 71 3 74
Petani/Nelayan 0 0 0 12 35 18 14 79 10 89
Peg Swasta 0 0 5 32 100 18 2 157 12 169
PNS 0 0 0 1 75 127 6 209 10 219
Guru 0 0 0 1 48 40 1 90 13 103
TNI/Polri 0 0 0 9 34 13 0 56 2 58
Buruh 0 0 1 14 39 13 5 72 3 75
Jumlah 449 376 381 294 572 367 61 2500 246 2746
Persentase 16,35 13,69 13,87 10,71 20,83 13,36 2,22 91,04 8,96
26
Sesuai dengan kuota, maka responden yang berasal dari kalangan sekolah lebih
besar yaitu 1642 responden (59,80 %), yang sudah tidak bersekolah lagi sebesar 887
responden (32,30 %), sedangkan sisanya tidak menjawab apakah mereka masih
berstatus masih sekolah atau sudah bekerja yaitu sebesar 217 responden (7,90 %).
Responden yang masih sekolah terdiri dari siswa sekolah dasar atau SD sebesar
479 responden (28,06 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau SLTP sebesar
458 responden (26,83 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau SLTA sebesar 462
responden (27,07 %), mahasiswa sebesar 308 responden (18,04 %). Dari keseluruhan
responden yang mengaku sebagai masih bersekolah, sebanyak 18 responden menjawab
selain bekerja, mereka juga berstatus pelajar atau mahasiswa.
Tabel 4.1.3 Status Responden Kelompok yang Masih bersekolah
Siswa SD Siswa SLTP Siswa SLTA Mahasiswa Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
479 28,06 458 26,83 462 27,07 308 18,04 1707 100
Tabel 4.1.4 berikut menunjukkan kondisi responden dalam hal pendidikan.
Responden yang tidak tamat SD sebesar 164 responden (5,97 %), tamat SD sebanyak
491 responden (17,88 %), tamat SLTP sebanyak 451 reponden (16,42 %), tamat SLTA
sebesar 555 responden (20,21 %), diploma sebesar 127 responden (4,62 %), sarjana
sebesar 360 responden (13,11 %), dan pascasarjana atau bergelar S2 dan atau S3 sebesar
56 responden (2,04 %).
Tabel 4.1.4 Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
Pasca sarjana
Tdk tamat SD
Tidak Jawab
Sarjana (S1)
Tamat SLTA
Tamat SLTP
Menjawab
Tamat SD
Diploma
Total
Kelompok
Responden
Jumlah 164 491 451 555 127 360 56 536 2210 2746
Persentase 5,97 17,88 16,42 20,21 4,62 13,11 2,04 19,52 80,48 100,00
27
Gambar 4.1.1 Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden
Dari aspek profesi responden diharapkan dapat mewakili sebanyak mungkin
profesi. Kelompok responden tersebut terdiri atas (lihat tabel 4.1.5) pegawai negeri
sebesar 346 responden (27,75 %), pegawai swasta sebesar 150 responden (12,03 %),
pedagang sebesar 84 responden (6,74 %), TNI/POLRI sebesar 86 responden (6,90 %),
petani sebesar 87 responden (6,98 %), wiraswastawan sebesar 86 responden (6,90 %),
wartawan sebesar 4 responden (0,32 %), buruh sebesar 70 responden (5,61 %), dan
profesi lainnya yang tidak termasuk kategori tersebut sebesar 334 responden (26,78 %).
Tabel 4.1.5 Responden Berdasarkan Profesi
Wiraswasta
Wartawan
TNI/POLRI
Pedagang
Pegawai
Pegawai
Lainnya
Profesi
Swasta
Negeri
Petani
Buruh
28
Gambar 4.1.2 Grafik Sebaran Profesi Responden
Pendapatan responden tersebar dari pendapatan kurang dari 500 ribu rupiah per
bulan sampai kepada yang berpendapatan lebih ari 4,5 juta rupiah setiap bulan.
Sebagian terbesar responden berpendapatan antara 500 ribu sampai 2,5 juta rupiah per
bulan. Sebaran responden menurut tingkat pendapatan digambarkan pada tabel 4.1.6
dan grafik 4.1.3 menggambarkan sebaran pendapatan responden secara umum.
Tabel 4.1.6 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan Lebih dari
500 rb – 1
lebih dari
Lebih dar
Lebih 1 jt
Lebih 1,5
jt – 2,5 jt
dari 500
Kurang
Kelompok
– 1,5 jt
2,5 jt –
3,5 jt –
3,5 jt
4,5 jt
4,5 jt
ribu
Responden
juta
29
Gambar 4.1.3 Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden
Dari aspek jumlah anggota dalam keluarga, sebagian responden terdiri dari
keluarga dengan jumlah anggota keluarga sebesar 3 – 4 orang (1099 responden)
kemudian diikuti berturut-turut dengan jumlah anggota keluarga 5 – 6 orang (921
responden), 7 – 8 orang (260 responden), kurang dari 2 orang (110 responden), dan
yang terakhir adalah keluarga besar yaitu dengan jumlah keluarga sebanyak lebih dari 8
orang (90 responden). Secara rinci kondisi responden berdasarkan jumlah anggota
dalam keluarga disajikan pada tabel 4.1.7.
Tabel 4.1.7 Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
Kurang 3 – 4 5 – 6 7 – 8 Lebih
dari 2 orang orang orang orang dari 8 orang
Jumlah 110 1099 921 260 90
Persentase 4,44 44,31 37,14 10,48 3,63
30
Gambar 4.1.4 Grafik Sebaran Jumlah Anggota Keluarga
Pada umumnya responden termasuk kelompok masyarakat yang cukup terbuka.
Hal ini dicerminkan dari fasilitas informasi untuk melakukan akses ke luar. Pada
umumnya mereka memiliki pesawat radio, pesawat televisi, pemutar video/vcd/dvd,
komputer. Sebagian dari mereka bahkan memiliki akses ke internet. Sedangkan media
cetak yang mereka miliki cukup banyak adalah koran dan majalah. Fasilitas tersebut
selain digunakan untuk mendapatkan informasi dari luar, juga digunakan sebagai
sarana hiburan. Tabel 4.1.8 memperlihatkan sebaran responden dalam hal kepemilikan
fasilitas informasi.
Tabel 4.1.8 Kepemilikan Fasilitas Media Informasi
Fasilitas informasi yang dimiliki
Video/ Koneksi
Responden Pesawat Pesawat
VCD/ Komputer ke Koran Majalah
Radio TV
DVD Internet
Jumlah 1849 2391 1649 1076 260 1467 1100
Persentase 67,33 87,07 60,05 39,18 9,47 53,42 40,06
31
Gambar 4.1.5 Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi
4.1.1 Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang
Dalam mengisi waktu luang sebagian besar responden mengaku melakukan
kegiatan membaca dan menonton televisi/video/vcd, mendengarkan siaran radio dan
rekreasi. Kegiatan membaca dan menonton dilakukan seimbang oleh sebagian besar
responden yaitu membaca oleh 2192 responden atau sebesar 79,83 % dari total
responden, dan sebanyak 2219 responden atau 80,81 % dari total responden melakukan
kegiatan menonton dalam mengisi waktu luangnya. Penggunaan radio sebagai alat
untuk mengisi waktu luang tidak terlalu populer yaitu hanya digunakan oleh 1164
responden (42,39 % terhadap total responden). Sedangkan rekreasi adalah kegiatan
yang sangat sedikit dilakukan oleh responden dalam mengisi waktu luang yaitu hanya
dilakukan oleh sebanyak 697 responden atau 25,38 % terhadap total responden. Dari
tabel dapat dilihat bahwa profesi yang memang menuntut kegiatan membaca seperti
guru, dosen, mahasiswa serta pelajar, maka membaca merupakan sebagai kegiatan yang
dilakukan untuk mengisi waktu luang lebih tinggi dibandingkan dengan menonton.
Dosen menyatakan bahwa membaca dan menonton televisi merupakan kegiatan yang
dilakukan setiap saat bila mereka memiliki waktu luang. Hal ini tidak mengherankan,
karena profesi dosen memang menuntut harus selalu memperbaharui pengetahuannya.
32
Mahasiswa, pelajar SD, pelajar SMP, serta guru menyatakan mengisi waktu luang
mereka dengan membaca dan menonton televisi lebih tinggi dibandingkan dengan
mendengarkan mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Sebagian profesi ini tetap
menempatkan membaca adalah kegiatan dominan. Penelitian ini menemukan fakta
bahwa pelajar SMU lebih suka menonton televisi/video/VCD daripada membaca.
Padahal seharusnya sebagai pelajar mereka dituntut untuk melakukan kegiatan
membaca secara intensif. Sudah dapat ditebak bahwa pada profesi yang tidak menuntut
kegiatan membaca secara intensif seperti ibu rumah tangga, petani, pedagang,
TNI/POLRI, dan buruh, kegiatan menonton televisi/video/vcd merupakan pilihan
kegiatan yang lebih banyak dilakukan dalam mengisi waktu luang mereka.
Tabel 4.1.9 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden
Menonton
Jumlah Mendengarkan
Kelompok Membaca TV/Video/ Rekreasi
responden Siaran Radio
Responden VCD
(n)
Resp % Resp % Resp % Resp %
Mahasiswa 280 249 88,93 211 75,36 148 52,86 76 27,14
Siswa SMU 428 331 77,34 372 86,92 249 58,18 148 34,58
Siswa SMP 448 398 88,84 365 81,47 185 41,29 109 24,33
Siswa SD 476 420 88,24 296 62,18 107 22,48 107 22,48
Ibu Rmh Tgg 230 108 46,96 191 83,04 59 25,65 24 10,43
Pedagang 97 75 77,32 90 92,78 49 50,52 21 21,65
Dosen 74 71 95,95 69 93,24 52 70,27 33 44,59
Petani 89 50 56,18 77 86,52 36 40,45 2 2,25
Peg Swasta 169 136 80,47 145 85,80 74 43,79 60 35,50
PNS 219 185 84,47 193 88,13 94 42,92 72 32,88
Guru 103 99 96,12 88 85,44 61 59,22 30 29,13
Polri 58 37 63,79 54 93,10 20 34,48 8 13,79
Buruh 75 33 44,00 68 90,67 30 40,00 7 9,33
Total 2746 2192 79,83 2219 80,81 1164 42,39 697 25,38
33
Gambar 4.1.6 Grafik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang
Kegiatan ayah, ibu dan anak dalam membaca dan menonton kurang lebih
seimbang. Pada ayah dan ibu frekuensi kegiatan menonton sedikit lebih tinggi,
sedangkan pada anak frekuensi kegiatan membaca yang lebih tinggi. Ini tidak
mengherankan melihat mayoritas responden berasal dari kalangan pelajar yang masih
aktif sekolah. Jadi dapat diduga kegiatan membaca mereka ada kaitannya dengan status
mereka sebagai pelajar.
Tabel 4.1.10 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang
Nonton Mendengar
Membaca Rekreasi
Responden n tv/video/vcd siaran radio
jml % jml % jml % jml %
ayah 437 332 75,97 386 88,33 209 47,83 106 24,26
Ibu 506 337 66,60 436 86,17 191 37,75 98 19,37
Anak 1805 1525 84,49 1396 77,34 767 42,49 498 27,59
34
Gambar 4.1.7 Garfik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang
Mendengarkan siaran radio masih dilakukan sebagian masyarakat untuk mengisi
waktu luangnya, namun penggemar siaran radio ini sudah dikalahkan oleh kegiatan
menonton televisi/video/vcd. Rata-rata masyarakat melakukan aktifitas mendengarkan
siaran radio hanya setengah dari melakukan kegiatan membaca maupun menonton
televisi.
Walaupun dari segi frekuensi, kegiatan membaca dan menonton televisi nampak
seimbang, namun dari aspek lamanya (durasi) melakukan kegiatan membaca dan
menonton maka kegiatan menonton dilakukan lebih lama oleh sebagian besar
responden (lihat grafik). Bahkan responden yang menonton lebih dari 3 jam setiap hari
menduduki jumlah terbesar yaitu 32,7 % dari jumlah responden, sedangkan yang
membaca lebih dari 3 jam sehari hanya sebesar 10,38 % dari jumlah seluruh responden.
Fakta ini memperkuat dugaan bahwa masyarakat Indonesia memang lebih senang
menonton daripada membaca.
35
Tabel 4.1.11 Sebaran Lama Membaca dan Lama Menonton
Persentase Waktu yang digunakan oleh responden
Responden 1 – 2 j/mg 2 – 3 j/mg 3 – 4 j/mg < 1 j/hr 1 – 2 j/hr 2 – 3 j/hr > 3 j/hr
Jumlah 89 49 68 652 1010 330 285
Membaca
(%) 3,2 1,8 2,5 23,7 36,8 12,0 10,4
Jumlah 33 31 80 302 798 569 898
Menonton
(%) 1,2 1,1 2,9 11,0 29,1 20,7 32,7
Gambar 4.1.8 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton
Lebih jauh diperoleh fakta bahwa secara umum perempuan lebih banyak
memiliki waktu luang yang kemudian digunakan untuk membaca ataupun nonton
televisi. Perempuan umumnya menonton televisi lebih lama dibandingkan dengan laki-
laki (lihat gambar 4.1.9).
36
Tabel 4.1.12 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca
Lama Membaca dan Lama Menonton TV
Jenis Kelamin
Kegiatan 12 j/mg 23 j/mg 3 4j/mg < 1 j/hr 12 j/hr 2 3 j/hr > 3 j/hr
Gambar 4.1.9 Perbandingan Lama Membaca dengan Lama Menonton pada Laki‐laki dan Perempuan
4.1.2 Hubungan antara kelompok umur dengan membaca
Dari aspek umur diduga pada usia sekolah sampai mahasiswa (usia SD yaitu
kurang dari 12 tahun sampai usia mahasiswa yaitu sampai 23 tahun) memiliki
kebiasaan membaca yang tinggi. Anggapan ini berdasarkan kenyataan bahwa kegiatan
37
membaca sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Pada usia kerja kebiasaan
membaca ini diduga akan menurun dan kemudian akan meningkat lagi pada usia tua,
dimana pada usia tua seseorang akan memiliki waktu luang yang berlimpah. Namun
dari data yang diperoleh, dugaan ini tidak terjadi.
Tabel 4.1.13 Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca
Kelompok Jumlah responden dengan lama (durasi) membaca
Umur 1‐2 j/mg 2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/hr 1‐2 j/hr 2‐3 j/hr > 3 j/hr
Jml 24 9 14 132 215 54 94
< 12 th
% 4,43 1,66 2,58 24,35 39,67 9,96 17,34
Jml 20 13 12 96 208 74 32
13‐15 th
% 4,40 2,86 2,64 21,10 45,71 16,26 7,03
Jml 14 12 15 127 159 66 29
16‐18 th
% 3,32 2,84 3,55 30,09 37,68 15,64 6,87
Jml 9 7 14 75 109 40 33
19‐23 th
% 3,14 2,44 4,88 26,13 37,98 13,94 11,50
Jml 19 12 15 126 188 61 63
24‐40 th
% 3,93 2,48 3,10 26,03 38,84 12,60 13,02
Jml 12 6 8 98 116 38 36
41‐55 th
% 3,82 1,91 2,55 31,21 36,94 12,10 11,46
Jml 2 3 2 6 27 9 9
> 55 th
% 3,45 5,17 3,45 10,34 46,55 15,52 15,52
Jml 100 62 80 660 1022 342 296
Total
% 3,90 2,42 3,12 25,76 39,89 13,35 11,55
38
Gambar 4.1.10 Grafik Hubungan antara Umur dengan Lama Membaca
Tabel 4.1.13 dan gambar 4.1.10 memperlihatkan bahwa membaca nampaknya
tidak dipengaruhi oleh umur. Pola grafik dari semua kelompok umur responden terlihat
sama yaitu sedikit responden pada membaca dengan durasi rendah (dari 1 jam sampai 2
jam setiap minggu), kemudian naik jumlahnya pada korbanan waktu membaca sedang
(kurang dari satu jam sampai 2 jam per hari), dan kembali menurun pada durasi
membaca dengan korbanan waktu tinggi (lebih dari 3 jam sehari).
Semua kelompok responden menyatakan bahwa mereka menghabiskan waktu
rata-rata dalam membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Sebenarnya korbanan
waktu demikian dapat dikatakan tidak terlalu tinggi karena masyarakat yang kegemaran
membacanya tinggi, mereka akan menghabiskan waktu membaca lebih dari 3 jam
setiap harinya.
39
Gambar 4.1.11 Grafik Sebaran Korbanan Waktu Rata‐rata dalam Membaca
Secara statistik hubungan antara umur dengan lama (durasi) membaca
berbanding terbalik walaupun hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan koefisien
korelasi sebesar -0,031. Jadi semakin tua umur responden semakin pendek durasi
mereka membaca. Kenyataan ini tidak sesuai dengan harapan dimana seharusnya
semakin tinggi umur seseorang, semakin lama ia membaca. Hal ini terutama jika
dikaitkan dengan aktifitas membaca dalam hubungannya dengan aktifitas pendidikan.
Tabel yang disampaikan oleh Razak (2004) menunjukkan bahwa semakin tinggi usia
yang ditunjukkan oleh status pendidikan maka dia dituntut semakin lama membaca.
Kenyataan ini tentu harus menjadi perhatian dari pemerintah, khususnya para pendidik
atau regulator pendidikan. Sudah waktunya kewajiban membaca di sekolah-sekolah dan
perguruan tinggi dimonitor dan masuk ke dalam kurikulum wajib. Misalnya saja, guru
atau dosen harus lebih banyak memberikan penugasan yang berkaitan dengan
membaca, membuat ringkasan, dan membuat soal-soal ujian yang bahan-bahannya
diambil dari bacaan yang diwajibkan oleh guru dan lain-lain.
40
Tabel 4.1.14 Hubungan Antara Umur dengan Biaya Belanja Buku Bulanan
Biaya belanja buku per bulan (dalam ribuan)
Umur
< 50 50‐100 100‐200 200‐300 300‐400 400‐500 > 500
Jumlah 336 97 42 8 12 4 4
< 12
% 66,8 19,3 8,3 1,6 2,4 0,8 0,8
Jumlah 208 111 22 12 4 3 6
13‐15
% 56,8 30,3 6,0 3,3 1,1 0,8 1,6
Jumlah 201 100 19 10 8 1 4
16‐18
% 58,6 29,2 5,5 2,9 2,3 0,3 1,2
Jumlah 104 59 12 7 2 2 3
19‐23
% 55,0 31,2 6,3 3,7 1,1 1,1 1,6
Jumlah 169 109 36 15 7 4 6
24‐40
% 48,8 31,5 10,4 4,3 2,0 1,2 1,7
Jumlah 96 70 14 13 6 4 6
41‐55
% 45,9 33,5 6,7 6,2 2,9 1,9 2,9
Jumlah 23 8 1 2 2 1 1
>55
% 60,5 21,1 2,6 5,3 5,3 2,6 2,6
Jumlah 1137 554 146 67 41 19 30
Jumlah
% 57,0 27,8 7,3 3,4 2,1 1,0 1,5
Gambar 4.1.12 Grafik Sebaran Belanja Buku Berdasarkan Kelompok Umur
41
Dari tabel 4.1.14 di atas nampak bahwa minat untuk membeli buku sebagai
indikator dari tingginya minat baca juga terlihat sangat rendah. Pada umumnya
responden berbelanja buku di bawah Rp. 50.000,- per bulan (57 % responden). Bahkan
yang menganggarkan beli buku rata-rata di atas Rp. 100.000,- setiap bulan hanya
sebesar 15,2 %, atau dengan kata lain yang di bawah Rp. 100.000,- setiap bulan
berjumlah sangat besar yaitu 84,8 %. Pola seperti ini sama untuk setiap kelompok umur
(perhatikan grafik 4.1.12).
Tabel 4.1.15 Hubungan Antara Umur dengan Tingkat Kepemilikan Buku
Kepemilikan buku (judul)
Umur
0 < 10 10‐25 25‐50 50‐75 75‐100 > 100
Jumlah 180 236 80 24 6 2 6
< 12
% 33,7 44,2 15,0 4,5 1,1 0,4 1,1
Jumlah 88 182 94 41 18 8 8
13‐15
% 20,0 41,5 21,4 9,3 4,1 1,8 1,8
Jumlah 81 199 85 32 6 6 8
16‐18
% 19,4 47,7 20,4 7,7 1,4 1,4 1,9
Jumlah 61 96 71 24 8 4 7
19‐23
% 22,5 35,4 26,2 8,9 3,0 1,5 2,6
Jumlah 106 152 105 51 18 19 21
24‐40
% 22,5 32,2 22,2 10,8 3,8 4,0 4,4
Jumlah 60 72 70 35 10 19 19
41‐55
% 21,1 25,3 24,6 12,3 3,5 6,7 6,7
Jumlah 12 13 10 4 1 3 7
>55
% 24,0 26,0 20,0 8,0 2,0 6,0 14,0
Jumlah 588 950 515 211 67 61 76
Jumlah
% 23,8 38,5 20,9 8,5 2,7 2,5 3,1
42
buku di atas 100 judul, menengah antara 50 – 100 judul dan rendah adalah 0 – 50
judul, maka berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa minat baca
masyarakat masih rendah (91,7 % responden memiliki buku 0 – 50 judul buku).
Sedangkan yang memiliki minat baca sedang hanya sebesar 5,2 % responden, dan yang
memiliki minat baca tinggi sangat sedikit yaitu 3,1 %. Pola kepemilikan buku ini hampir
sama pada setiap kelompok umur, yaitu tinggi pada kepemilikan buku sedikit, dan
rendah pada kepemilikan buku yang banyak.
43
Gambar 4.1.14 Grafik Sebaran Tingkat Kunjungan ke Perpustakaan
44
Dari tabel 4.1.16 dan grafik 4.1.14 terlihat bahwa frekuensi responden yang
datang ke perpustakaan paling besar pada 2 kali seminggu (25 %), sedangkan yang
setiap hari mengunjungi perpustakaan hanya 15,7 %. Jika kita persempit batasan minat
baca dengan indikator frekuensi kunjungan ke perpustakaan dengan batasan bahwa
minat baca tinggi ditunjukkan dengan kunjungan dua kali seminggu atau lebih, minat
baca rendah ditunjukkan dengan kunjungan ke perpustakaan antara satu kali seminggu
atau lebih, maka dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang memiliki
minat baca tinggi adalah sebesar 40,7 % responden, sedangkan yang memiliki tingkat
minat baca rendah sebesar 59,3 % responden.
Gambar 4.1.15 Grafik Sebaran Kunjungan Ke Perpustakaan Berdasarkan Kelompok Umur
45
Dari tabel 4.1.17 tersebut dapat dilihat bahwa jumlah responden dari kelompok
mahasiswa berkunjung ke perpustakaan satu sampai dua kali seminggu cukup banyak
(51,1 % responden mahasiswa), dan yang 1 bulan sekali sampai 1 minggu sekali juga
cukup banyak (41,6 % responden mahasiswa). Artinya, dengan batasan di atas, maka
dapat dikatakan bahwa mahasiswa memiliki minat baca tinggi cukup banyak.
Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan umum ini jumlahnya cukup besar karena
diduga di kampusnya mereka tidak mendapatkan apa yang mereka butuhkan.
Kunjungan siswa SD ke perpustakaan umum termasuk tinggi yaitu 50,8 % berkunjung
antara satu kali sehari sampai dua kali seminggu, dan sisanya berkunjung kurang dari
satu kali seminggu. Pola kunjungan Siswa SMP tidak begitu berbeda dengan siswa SD,
namun untuk siswa SMA agak berbeda. Kunjungan ke perpustakaan umum dari
kelompok ini justru tinggi di satu kali sebulan sampai satu kali seminggu (53,6 %),
sedangkan kunjungan dua kali seminggu sampai satu kali sehari hanya dilakukan oleh
sebanyak 18,2 % responden.
Antara umur dengan tingkat kepemilikan buku ternyata ada hubungan walaupun
sangat rendah atau lemah sekali yaitu dengan nilai koefisien korelasi hanya sebesar
0,176. Artinya walaupun hubungannya lemah sekali, semakin tua umur seseorang maka
cenderung memiliki buku yang lebih banyak. Hal ini ada kaitannya dengan kerelaan
berkorban untuk membeli buku yang juga memiliki hubungan positif walaupun nilainya
46
sangat rendah yaitu dengan nilai koefisien korelasi hanya sebesar 0,130. Artinya,
walaupun hubungan tersebut lemah sekali, bertambahnya umur akan berpengaruh
terhadap kerelaan berkorban untuk membeli buku.
4.1.3 Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca
Salah satu hal yang diduga mempunyai hubungan dengan minat baca dengan
indikator lama (durasi) membaca, korbanan untuk memperoleh bahan bacaan yang
ditandai dengan biaya yang dikeluarkan untuk membeli buku dan jumlah kepemilikan
buku, serta frekuensi membaca yang ditandai dengan frekuensi datang ke perpustakaan,
adalah tingkat pendidikan masyarakat.
Tabel 4.1.18 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Lama Membaca
Lama (durasi) membaca
Pendidikan
1‐2 j/mg 2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/h 1‐2 j/h 2‐3 j/h >3 j/h
Jumlah 4 6 9 34 67 24 28
Tidak tamat SD
% 2,3 3,5 5,2 19,8 39,0 14,0 16,3
Jumlah 17 11 11 110 209 62 25
Tamat SD
% 3,8 2,5 2,5 24,7 47,0 13,9 5,6
Jumlah 13 11 11 125 184 69 28
Tamat SMP
% 2,9 2,5 2,5 28,3 41,7 15,6 6,3
Jumlah 27 8 16 187 200 53 47
Tamat SMA
% 5,0 1,5 3,0 34,8 37,2 9,9 8,7
Jumlah 4 3 3 26 61 15 13
Tamat Diploma
% 3,2 2,4 2,4 20,8 48,8 12,0 10,4
Jumlah 11 9 11 73 141 69 55
Tamat S1
% 3,0 2,4 3,0 19,8 38,2 18,7 14,9
Jumlah 3 3 7 4 20 18 15
Tamat S2‐S3
% 4,3 4,3 10,0 5,7 28,6 25,7 21,4
Jumlah 79 51 68 559 882 310 211
Jumlah
% 3,7 2,4 3,1 25,9 40,8 14,4 9,8
Tabel 4.1.18 di atas memperlihatkan rata-rata responden membaca antara
kurang dari satu jam per hari sampai dua jam per hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari
yang tidak tamat SD sampai responden yang berpendidikan pascasarjana tidak banyak
47
membaca lebih dari 3 jam sehari. Padahal ukuran seseorang yang termasuk rajin
membaca atau mempunyai minat baca tinggi untuk mahasiswa (dalam hal ini termasuk
diploma, sarjana dan pasca sarjana) adalah membaca antara 3 jam sampai 3,5 jam
setiap hari (Razak, 2004). Sedangkan yang dikategorikan sangat rajin atau mempunyai
minat baca tinggi untuk kelompok ini adalah yang membaca lebih dari 3,5 jam setiap
hari.
Gambar 4.1.16 Grafik Sebaran Latar Belakang Pendidikan dengan Lama Membaca
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mayoritas kelompok lulusan perguruan
tinggi di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca yang kurang atau menurut
Razak (2004) termasuk malas membaca, yaitu membaca antara 2,5 sampai 3 jam dan
bahkan ada yang sangat malas karena membaca kurang dari 2,5 jam setiap hari. Untuk
lulusan SMU atau SLTA sebagian besar responden membaca antara kurang dari satu
jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan sebagian besar
responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) malas
membaca (71,9 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca bagi
siswa SMU menurut Razak (2004) adalah mereka yang membaca antara dua jam
sampai 2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap
hari termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan
48
dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk
kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih
dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (9,9 % responden membaca lebih dari 2 jam
dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebanyak 8,7 % responden). Ukuran sangat rajin
membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Untuk lulusan
SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk memiliki minat baca antara
sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin membaca bagi SLTP adalah
antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Oleh karena itu lulusan SLTP di tiga kota lokasi
penelitian termasuk memiliki minat baca antara sedang atau rajin membaca sampai
tinggi atau sangat rajin membaca (69,2 %), sedangkan sisanya berada pada posisi malas
membaca dan bahkan malas sekali membaca. Kelompok responden tamat SD dan tidak
tamat SD juga berada pada posisi membaca antara 1 – 2 jam per hari. Oleh karena
ukuran rajin dan tidaknya membaca bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan
SLTP, SLTA maupun sarjana, maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu
berada pada kisaran membaca antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan
bahkan berada di atas satu jam dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin
membaca.
Secara statistik tingkat pendidikan berkorelasi positif atau ada hubungannya
dengan durasi membaca, namun secara umum hubungan tersebut sangat rendah atau
lemah sekali yaitu dengan koefisien korelasi hanya sebesar 0,008. Hal ini
menggambarkan bahwa minat baca masyarakat memang belum tinggi. Seharusnya
semakin tinggi pendidikan seseorang kecenderungan membaca tinggi sangat kuat. Pada
hubungan antara pendidikan dengan frekuensi berkunjung ke perpustakaan malah
negatif dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,011. Artinya, walaupun hubungannya
sangat lemah, semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin jarang datang ke
perpustakaan. Dengan kondisi perpustakaan yang belum dapat memuaskan
pelanggannya, maka hal ini dapat dimengerti. Kemudian kebutuhan bahan bacaan
tersebut dipenuhi dengan cara membeli sehingga tingkat kepemilikan, bagi kelompok
tertentu, juga menjadi tinggi.
49
Gambar 4.1.17a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa
Selanjutnya, untuk memperlihatkan bagaimana tabel Razak (2004) tersebut
menggambarkan minat atau kegemaran membaca masyarakat Indonesia, maka secara
khusus dibahas minat baca siswa SD, SLTP, SLTA, dan mahasiswa seperti berikut.
Gambar 4.1.17 a.b.c.d menegaskan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar (40,4 %)
membaca antara 1 – 2 jam setiap hari, dan membaca kurang dari 1 jam setiap hari (24,1
%). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa di tiga kota lokasi penelitian
memiliki minat baca rendah atau sangat malas membaca. Jika kita hanya
mengelompokkan dua kelompok saja mengenai membaca ini yaitu memiliki minat baca
yang tinggi dan dan memiliki minat baca yang rendah, maka kelompok mahasiswa
sebagian besar (87,8 %) memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 12,2 % saja yang
memiliki minat baca tinggi.
50
Dari aspek korbanan biaya untuk membeli buku juga menunjukkan bahwa
kelompok mahasiswa sebagian besar berbelanja buku kurang dari Rp. 50.000,- setiap
bulan (51,5 %), sedangkan yang berbelanja antara Rp. 50.000 sampai dengan Rp.
100.000,- per bulan adalah sebesar 39,9 %. Sisanya 12,6 % berbelanja buku lebih dari
Rp.100.000,- setiap bulan. Oleh karena itu tidak mengherankan jika sebagian besar
responden memiliki buku kurang dari 10 judul (55 %). Sebagian responden memiliki
buku antara 10 – 25 judul buku (25,3 %), dan yang memiliki lebih dari 25 judul buku
hanya 19,7 %. Fakta yang memperkuat pernyataan bahwa minat baca masyarakat,
dalam kasus ini mahasiswa, adalah rendah adalah kunjungan ke perpustakaan dari
responden yang juga rendah. Jika minat baca mereka tinggi, sedangkan mereka tidak
mampu membeli buku sehingga tingkat kepemilikan buku mereka rendah, maka
seharusnya frekuensi kunjungan mereka ke perpustakaan tinggi yaitu untuk memenuhi
kebutuhan bahan bacaan mereka yang tidak bisa mereka beli. Kenyataannya frekuensi
kunjungan ke perpustakaan hanya berada pada dua kali seminggu (40,6 %) dan
sebagian besar malah kurang dari dua kali seminggu (48,9 %), sedangkan yang datang
ke perpustakaan umum setiap hari hanya 10,5 %.
51
Gambar 4.1.18a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA
Untuk siswa SMU atau SLTA sebagian besar responden membaca antara kurang
dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan
sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004)
malas membaca (77,1 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca
bagi siswa SMU menurut Razak (2004) adalah mereka yang membaca antara dua jam
sampai 2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap
hari termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan
dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk
kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih
dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (16,7 % responden membaca lebih dari 2 jam
dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebanyak 6,2 % responden). Ukuran sangat rajin
membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Grafik pada
gambar 4.1.18a,b,c,d memperlihatkan gambaran minat baca siswa SLTA. Sebagian besar
kelompok siswa SLTA membaca antara 1 – 2 jam per hari dan kurang dari 1 jam per
hari, yang dapat dikategorikan sebagai malas membaca atau dengan kata lain mereka
memiliki minat baca yang masih rendah. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar (77,1
%) siswa SLTA tergolong memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 22,9 % saja siswa
SLTA memiliki minat baca yang tinggi.
Dari indikator belanja buku setiap bulan dan tingkat kepemilikan buku juga tidak
dapat menunjukkan bahwa minat baca mereka tinggi. Sebagian besar anggaran untuk
membeli buku mereka adalah sebesar kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan (60,5 %).
52
Sedangkan tingkat kepemilikan buku mereka berada pada kelompok kurang dari 10
judul buku (65,4 %). Frekuensi kunjungan ke perpustakaan umum dari responden
SLTA juga rendah. Mereka yang berkunjung setiap hari ke perpustakaan umum hanya
sebesar 1,8 %. Sedangkan yang berkunjung sebanyak dua kali seminggu sebesar 15,5 %.
Sisanya berkunjung ke perpustakaan sebanyak sekali seminggu atau lebih jarang lagi
(78,1 %).
Gambar 4.1.19a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP
Untuk siswa SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk memiliki
minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin membaca
bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Gambar 4.1.19a,b,b,d
memberikan gambaran lebih spesifik mengenai minat baca kelompok siswa SLTP.
Berdasarkan ukuran Razak maka siswa SLTP di tiga kota lokasi penelitian termasuk
53
memiliki minat baca antara sedang atau rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin
membaca (68,6 %), sedangkan sisanya (31,4 % responden) berada pada posisi malas
membaca dan bahkan malas sekali membaca. Biaya untuk belanja buku juga sama
dengan siswa SLTA yaitu mayoritas berada pada kelompok kurang dari Rp.50.000,-
setiap bulan (56,4 %), dengan tingkat kepemilikan buku berada pada kelompok
kepemilikan kurang dari 10 judul buku (63,6 %). Namun demikian, walaupun mereka
tidak banyak berbelanja buku dan memiliki koleksi buku sedikit, mereka malas
berkunjung ke perpustakaan. Mereka yang berkunjung ke perpustakaan setiap hari
hanya sebesar 9,6 %, sedangkan yang berkunjung ke perpustakaan dua kali seminggu
hanya sebesar 35, 1 %. Sisanya, yaitu sebesar 55,3 % responden berkunjung ke
perpustakaan antara seminggu sekali sampai setahun sekali.
Gambar 4.1.20a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD
54
Tabel 4.1.19 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Biaya Belanja Buku Bulanan
55
Gambar 4.1.21 Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku
Tingkat pendidikan memang berkorelasi positif terhadap korbanan responden
untuk membeli buku dan tingkat kepemilikan buku dengan nilai koefisein korelasi
56
masing-masing sebesar 0,152 dan 0,267. Dari tabel 4.1.20 dapat terlihat bahwa semakin
tinggi pendidikan responden semakin banyak responden yang memiliki buku dalam
jumlah besar dan semakin sedikit responden yang tidak punya koleksi buku pribadi.
57
Gambar 4.1.22 Tingkat Pendidikan terhadap Pemilikan Buku
Dan pada tabel 4.1.21 terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan, walaupun tidak
begitu nampak, semakin banyak responden yang berkunjung ke perpustakaan. Namun
secara umum memang frekuensi kunjungan terbesar adalah pada dua kali seminggu
sampai setiap hari. Semakin jarang frekuensi kunjungan ke perpustakaan semakin
sedikit jumlah responden.
58
Frekuensi kunjungan ke perpustakaan
Pendidikan
1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1x/h
Jumlah 4 1 3 13 25 25 22
Tamat Diploma
% 4,3 1,1 3,2 14,0 26,9 26,9 23,7
Jumlah 12 8 11 53 68 62 48
Tamat S1
% 4,6 3,1 4,2 20,2 26,0 23,7 18,3
Jumlah 4 1 2 14 15 11 3
Tamat S2‐S3
% 8,0 2,0 4,0 28,0 30,0 22,0 6,0
Jumlah 90 43 71 243 331 336 209
Jumlah
% 6,8 3,3 5,4 18,4 25,0 25,4 15,8
Gambar 4.1.23 Tingkat Pendidikan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan
4.1.4 Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Membaca
Pada masyarakat yang mempunyai kegemaran membaca yang tinggi, maka
membeli buku untuk memuaskan dirinya dalam hal memenuhi bahan bacaan akan
selalu dilakukan. Oleh karena itu asumsi sementara adalah semakin tinggi penghasilan
seseorang maka akan semakin tinggi kegiatan membacanya yang ditandai dengan
semakin tingginya korbanan uang untuk membeli buku, juga tingkat kepemilikan buku
mereka akan semakin tinggi akibat aktifitas mereka membeli buku. Sebagai akibat tentu
59
saja semakin tinggi pula durasi (lama membaca) mereka membaca. Jika mereka tidak
mampu membeli buku sehingga kepemilikan buku mereka rendah, maka seharusnya
frekuensi kunjungan mereka ke perpustakaan akan tinggi. Beriku adalah pembahasan
yang berkaitan dengan hubungan antara tingkat pendapatan responden dengan pola
membaca mereka.
Tabel 4.1.22 Hubungan Pendapatan dengan Durasi Membaca
Pendapatan Persentase responden dengan lama (durasi) membaca
(x Rp.1.000.000,‐)
1‐2 j/mg 2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/h 1‐2 j/h 2‐3 j/h >3 j/h
< 0,5 Jumlah 6 4 5 39 41 11 13
% 5,0 3,4 4,2 32,8 34,5 9,2 10,9
0,5‐1 Jumlah 12 4 9 73 77 27 32
% 5,1 1,7 3,8 31,2 32,9 11,5 13,7
1‐1,5 Jumlah 10 5 4 82 100 23 16
% 4,2 2,1 1,7 34,2 41,7 9,6 6,7
1,5‐2,5 Jumlah 9 7 7 78 116 33 25
% 3,3 2,5 2,5 28,4 42,2 12,0 9,1
2,5‐3,5 Jumlah 2 5 6 29 58 31 12
% 1,4 3,5 4,2 20,3 40,6 21,7 8,4
3,5‐4,5 Jumlah 5 2 3 9 16 18 16
% 7,2 2,9 4,3 13,0 23,2 26,1 23,2
> 4,5 Jumlah 5 1 3 11 15 8 14
% 8,8 1,8 5,3 19,3 26,3 14,0 24,6
Jumlah Jumlah 49 28 37 321 423 151 128
% 4,3 2,5 3,3 28,2 37,2 13,3 11,3
60
Gambar 4.1.24 Tingkat Pendapatan terhadap Lama Membaca
Tabel 4.1.22 dan gambar 4.1.24 di atas memperlihatkan pola membaca dari
beberapa kelompok penghasilan dari Rp. 500.000,- ke bawah sampai yang
berpenghasilan di atas Rp.4.500.000,-. Dari tabel dan gambar tersebut dapat dilihat
bahwa pola membaca dari beberapa kelompok penghasilan menunjukkan pola yang
sama dimana pada semua kelompok yaitu sebagian besar responden membaca selama
kurang lebih 1 jam setiap hari. Jika besarnya penghasilan berpengaruh kepada lamanya
membaca, seharusnya grafik orang yang berpengasilan rendah akan bergerak dari
rendah ke tinggi dan sebaliknya yang berpenghasilan tinggi akan bergerak dari tinggi ke
rendah. Namun kenyataannya tidak demikian. Semua garis menunjukkan pola yang
sama yaitu bergerak dari rendah pada durasi membaca rendah (lama membaca lebih
dari 1 - 2 jam per minggu), naik pada kelompok orang yang durasi membacanya sedang
(lama membaca sekitar 1 jam per hari), dan bergerak turun lagi pada kelompok orang
yang durasi membacanya tinggi (lama membacanya lebih dari 3 jam per hari). Hanya
pada kelompok orang yang berpenghasilan antara 3,5 sampai 4,5 juta per bulan yang
memperlihatkan gambaran seperti yang kita harapkan yaitu sebagian besar responden
61
membaca lebih dari 3 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sebagian
besar responden melakukan kegiatan membaca selama kurang lebih 1 jam setiap hari.
Dan ini merupakan indikasi bahwa besarnya penghasilan ternyata tidak berpengaruh
kepada kegiatan membaca. Secara statistik dibuktikan bahwa penghasilan memiliki
hubungan positif, walaupun sangat rendah atau lemah sekali, dengan lama (durasi)
membaca. Nilai koefisien korelasinya hanya sebesar 0,134. Artinya, memang ada
pengaruh penghasilan terhadap lama membaca, namun pengaruhnya lemah sekali.
Namun yang agak mengejutkan adalah hubungan antara tingkat penghasilan dengan
frekuensi seseorang datang ke perpustakaan yang mempunyai hubungan walaupun
rendah tetapi pasti yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,231. Ini berarti
semakin tinggi penghasilan seseorang, semakin sering dia mengunjungi perpustakaan.
Tabel 4.1.23 Hubungan Pendapatan dengan Belanja Buku
Pendapatan Belanja buku per bulan (dalam ribuan)
(x Rp.1.000.000,‐)
< 50 50‐100 100‐200 200‐300 300‐400 400‐500 > 500
< 0,5 Jumlah 48 16 8 1 1 0 1
% 64,0 21,3 10,7 1,3 1,3 0,0 1,3
0,5‐1 Jumlah 83 42 5 6 2 0 5
% 58,0 29,4 3,5 4,2 1,4 0,0 3,5
1‐1,5 Jumlah 94 33 14 7 1 1 2
% 61,8 21,7 9,2 4,6 0,7 0,7 1,3
1,5‐2,5 Jumlah 98 67 7 3 1 1 2
% 54,7 37,4 3,9 1,7 0,6 0,6 1,1
2,5‐3,5 Jumlah 52 42 15 4 7 2 1
% 42,3 34,1 12,2 3,3 5,7 1,6 0,8
3,5‐4,5 Jumlah 13 17 4 11 2 4 2
% 24,5 32,1 7,5 20,8 3,8 7,5 3,8
> 4,5 Jumlah 17 15 6 4 1 0 0
% 39,5 34,9 14,0 9,3 2,3 0,0 0,0
Jumlah Jumlah 405 232 59 36 15 8 13
% 52,7 30,2 7,7 4,7 2,0 1,0 1,7
62
Gambar 4.1.25 Tingkat Pendapatan terhadap Belanja Buku
Tabel 4.1.23 memperlihatkan hubungan antara tingkat pendapatan seseorang
dengan biaya belanja buku setiap bulan. Nampak pada gambar bahwa pada semua
tingkatan pendapatan ternyata biaya belanja buku terbesar pada kurang dari
Rp.50.000,- kecuali pada pendapatan Rp.3,5 – Rp.4,5 juta yang berbelanja buku antara
Rp.50.000, - Rp.100.000,- setiap bulan. Secara statistik hubungan antara tingkat
pendapatan dengan kerelaan berkorban untuk membeli buku adalah positif walaupun
hubungannya rendah atau lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,225.
Dan bahkan pada tingkat kepemilikan buku hubungan ini semakin erat yaitu dengan
nilai koefisien korelasi sebesar 0,386. Hal ini berarti bahwa tingkat kepemilikan buku
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan seseorang. Tabel 4.1.24 berikut memperlihatkan
hubungan antara penghasilan dengan tingkat kepemilikan buku. Dari tabel tersebut
dapat terlihat bahwa semakin tinggi penghasilan responden, semakin banyak responden
yang memiliki buku dalam jumlah yang lebih besar dan semakin sedikit yang tidak
punya koleksi buku pribadi.
63
Pendapatan Kepemilikan buku (judul)
(x Rp.1.000.000,‐) 0 < 10 10‐25 25‐50 50‐75 75‐100 > 100
Jumlah 42 44 8 4 2 1 0
< 0,5
% 41,6 43,6 7,9 4,0 2,0 1,0 0,0
Jumlah 76 82 40 14 4 0 5
0,5‐1
% 34,4 37,1 18,1 6,3 1,8 0,0 2,3
Jumlah 63 94 42 15 5 3 2
1‐1,5
% 28,1 42,0 18,8 6,7 2,2 1,3 0,9
Jumlah 57 72 66 47 4 6 7
1,5‐2,5
% 22,0 27,8 25,5 18,1 1,5 2,3 2,7
Jumlah 20 24 38 25 8 13 12
2,5‐3,5
% 14,3 17,1 27,1 17,9 5,7 9,3 8,6
Jumlah 5 8 17 8 6 15 8
3,5‐4,5
% 7,5 11,9 25,4 11,9 9,0 22,4 11,9
Jumlah 2 9 11 2 2 3 15
> 4,5
% 4,5 20,5 25,0 4,5 4,5 6,8 34,1
Jumlah 265 333 222 115 31 41 49
Jumlah
% 25,1 31,5 21,0 10,9 2,9 3,9 4,6
64
Gambar 4.1.26 Tingkat Pendapatan terhadap Pemilikan Buku
Frekuensi kunjungan ke perpustakaan
Pendapatan
(x Rp.1.000.000,‐)
1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1x/h
65
Frekuensi kunjungan ke perpustakaan
Pendapatan
(x Rp.1.000.000,‐)
1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1x/h
Gambar 4.1.27 Tingkat Pendapatan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan
4.1.5 Kunjungan ke Perpustakaan
Sebagian besar responden tahu bahwa di kota tempat mereka tinggal tersedia
perpustakaan umum (83,8 %), walaupun ada juga yang mengatakan bahwa di kota
tempat mereka tinggal tidak ada perpustakaan umum (5,4 %) dan bahkan ada yang
tidak tahu bahwa di kotanya ada perpustakaan umum (8,8 %). Sisanya sebesar 2 %
tidak menjawab pertanyaan ini. Walaupun sebagian besar dari mereka tahu bahwa di
kotanya tersedia perpustakaan umum, namun jumlah yang berkunjung ke perpustakaan
umum belum menggembirakan. Hanya 43,3 % saja dari jumlah responden yang
mengaku sering berkunjung ke perpustakaan umum, sebanyak 48,8 % mengaku jarang
66
tidak pernah
sibuk
Malas
Alasan lain
sendiri di
Bukunya
berganti
Tidak ada
waktu karena
membaca
rumah
Jaraknya
tidak menarik
Koleksinya
Mahasiswa 15 37 18 17 24 4 9 10
Siswa SMU 24 147 15 11 54 14 44 16
Siswa SMP 47 126 13 15 50 16 21 20
Siswa SD 109 132 7 24 56 13 16 12
Ibu Rmh Tgg 3 29 4 1 37 18 31 2
Pedagang 0 7 5 1 50 21 5 1
Dosen 10 4 4 1 7 0 1 1
Petani 3 8 0 0 28 16 3 0
Peg Swasta 7 20 8 4 41 4 3 6
PNS 9 11 7 2 34 8 3 2
Guru 8 14 3 2 16 0 0 1
Polri 4 7 2 1 20 4 5 2
Buruh 2 9 0 0 28 21 11 0
Jumlah 241 551 86 79 445 139 152 73
persentase 8,8 20,1 3,1 2,9 16,2 5,1 5,5 2,7
67
Gambar 4.1.28 Grafik Sebaran Alasan Tidak Berkunjung ke Perpustakaan
Dari responden yang jarang atau tidak datang ke perpustakaan (lihat tabel
4.1.26) diperoleh alasan bahwa jarak perpustakaan terlalu jauh dari tempat tinggal
mereka (20,1 %), tidak ada waktu karena sibuk (16,2 %), sudah memiliki koleksi sendiri
di rumah (8,8 %), malas (5,5 %), tidak sering membaca (5,1 %), bukunya tidak menarik
dan sudah tua (3,1 %), koleksinya tidak pernah berganti (2,9 %) dan karena alasan lain
(2,7 %), serta ada responden yang tidak menjawab sebanyak 35,7 %. Alasan jarak
merupakan alasan paling banyak dipilih oleh responden. Untuk mengatasi masalah
jarak antara pemukiman penduduk dengan lokasi perpustakaan umum maka perlu
diperbanyak perpustakaan keliling, atau dengan kata lain mendekatkan perpustakaan
kepada lokasi tempat tinggal pengguna perpustakaan.
Yang agak mengejutkan adalah adanya responden yang tidak datang ke
perpustakaan dengan alasan tidak ada waktu karena sibuk. Jika alasan ini dikemukakan
oleh responden yang berprofesi seperti pedagang dan sejenisnya mungkin dapat
dimengerti, namun bila alasan ini dinyatakan oleh kelompok mahasiswa dan pelajar
maka sepertinya alasan ini kurang dapat diterima dan terkesan dibuat-buat. Ini
merupakan bukti bahwa minat baca yang ditunjukkan dengan frekuensi datang ke
perpustakaan memang rendah. Beberapa responden memberi alasan bahwa tidak
datang ke perpustakaan karena mereka memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya.
Nampaknya alasan ini dapat diterima. Namun bila dianalisa lebih mendalam,
68
sesungguhnya sulit bagi seseorang atau individu yang memiliki kegemaran membaca
yang tinggi dapat memenuhi sendiri segala kebutuhan bahan bacaannya. Untuk itu
orang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi biasanya akan datang ke
perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasoetion (1992) yang menyatakan
bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengumpulkan kepustakaan (buku) yang
berhubungan dengan minatnya sebagai milik pribadi di rumah. Itulah sebabnya
perpustakaan umum adalah sarana penunjang pengembang ilmu dan penelitian yang
sangat penting. Yang perlu disediakan di rumah hanyalah sumber-sumber rujukan yang
diperlukan sewaktu-waktu1. Alasan bahwa responden sudah memiliki buku sendiri di
rumahnya terkesan mengada-ada. Hal ini terlihat dari data kepemilikan buku dimana
responden memiliki koleksi buku kurang dari 10 judul (termasuk yang tidak punya
buku) adalah sebesar 55,68 % responden, memiliki buku antara 10 – 50 judul hanya
sebesar 25,97 %, dan yang memiliki koleksi diatas 50 judul jumlahnya sangat sedikit
yaitu 6,77 % rsponden. Dengan demikian alasan tidak datang ke perpustakaan karena
sudah memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya menjadi kurang bermakna. Alasan ini
kemudian malah memperkuat pernyataan bahwa minat dan kegemaran membaca
masyarakat Indonesia masih rendah.
4.1.6 Bahan Bacaan yang Disukai Responden
Menurut Razak (2004) yang lebih penting dalam mengukur lama membaca
seseorang adalah proses yang mendorong kegiatan membaca seseorang dimana
kegiatan membaca tersebut didorong oleh keinginan atau motivasi yang keluar dari
dirinya, bukan karena dipaksa seperti disuruh oleh guru atau merupakan kewajiban dari
sekolah. Jadi bacaannya bisa apa, yang penting bukan buku pelajaran yang menjadi
kewajiban sekolah. Bahkan menurut Razak, membaca headline di surat kabar,
membaca ringkasan cerita di toko buku ketika memilih buku yang akan dibeli, termasuk
membaca. Lebih jauh Razak menyatakan dalam mengukur waktu membaca adalah:
“Waktu yang dicatat hanyalah waktu yang digunakan untuk membaca buku di luar
lingkungan sekolah, seperti di rumah, perpustakaan (bukan perpustakaan sekolah),
toko buku, pameran buku, rumah teman, atau tempat-tempat lainnya.”
1
Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja.
Jakarta: Grasindo, 1992. hal 62.
69
70
Gambar 4.1.29 Grafik Sebaran Bacaan yang Digemari untuk Dibaca
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden memilih
bacaan yang serius atau responden tersebut membaca dalam artian yang sebenarnya
yaitu untuk menimba ilmu dari bahan bacaan yang dibacanya. Responden yang memilih
buku sebagai bahan bacaan sebagian besar adalah mahasiswa dan siswa (SD, SMP,
SMA). Guru dan Dosen yang diperkirakan banyak membaca buku, ternyata lebih
banyak membaca koran. Sedangkan profesi yang lain seperti ibu rumah tangga,
pedagang, petani, pegawai swasta, pegawai negeri sipil, TNI/Polri dan juga buruh,
sudah dapat diduga bahwa mereka akan memilih koran sebagai bacaan yang lebih
banyak dibaca, sebab mereka memerlukan informasi mengenai perkembangan bisnis
yang menjadi kompetensinya dan juga untuk mendapatkan berita dan hiburan.
Membaca seperti itu termasuk kategori hanya ingin tahu sesuatu sehingga terbatas
membaca surat kabar saja. Ibu rumah tangga memilih koran dan majalah sebagai
bacaan yang lebih disukainya. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar ibu
rumah tangga membaca untuk mendapatkan bacaan hiburan sehingga mereka memilih
koran (termasuk tabloit) dan majalah hiburan.
71
Tabel 4.1.28 Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku
Gambar 4.1.30 Grafik Sebaran Lama Membaca untuk Beragam Jenis Bacaan
Kegiatan membaca koran dilakukan kurang dari satu jam setiap hari oleh
sebagian besar responden (39,33 %), dan antara 1 – 2 jam setiap hari (17,41 %). Namun
ada juga yang membaca koran lebih dari 2 jam setiap hari yaitu antara 2 – 3 jam (2,88
%), bahkan lebih dari 3 jam setiap hari (1,97 %). Hal ini tidak lazim dilakukan. Hal yang
sama terjadi pada membaca majalah yaitu rata-rata responden membaca majalah
antara kurang dari satu jam setiap hari (27,57 %), dan 1 – 2 jam setiap hari (16,31 %).
Membaca majalah lebih dari dua atau bahkan lebih dari 3 jam setiap hari tidak biasa
dilakukan orang, namun demikian ada responden yang membaca majalah lebih dari 3
72
jam setiap hari (2,22 %). Sebaliknya, membaca buku biasanya dilakukan lebih lama
dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Namun pada kasus ini kelompok
responden yang membaca buku lebih dari 1 jam setiap hari ternyata tidak terlalu banyak
yaitu hanya sebesar 30,59 % dan yang membaca buku kurang dari 1 jam setiap hari
sebesar 22,18 %. Yang agak mengherankan adalah membaca buku antara 1 – 4 jam per
minggu yang dilakukan oleh 5,57 % responden merupakan hal yang kurang lazim,
karena biasanya membaca buku (untuk mengerti isi buku tersebut) merupakan kegiatan
yang dilakukan secara terus menerus tanpa terputus sampai buku tersebut selesai
(tamat) dibaca.
Gambar 4.1.31 Grafik Sebaran Topik Bacaan yang Digemari
Bahan bacaan yang paling populer adalah ilmu pengetahuan yaitu dipilih oleh
50,07 % responden, diikuti dengan bacaan kelompok buku agama yang dipilih oleh
45,81 % responden, kemudian bacaan pengetahuan populer oleh 24,29 % responden,
fiksi oleh 20,83 % responden, dan terakhir bacaan lain-lain dipilih oleh 17,99 %
responden. Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya di lokasi penelitian,
tidak begitu menyukai fiksi/sastra. Hal ini memperkuat pernyataan Taufik Ismail yang
menyatakan bahwa sejak tahun 1943 sekolah-sekolah SMA di Indonesia tidak pernah
mewajibkan siswanya membaca buku-buku sastra. Dikatakan demikian oleh Taufik
73
Ismail karena di sekolah-sekolah SMA buku sastra (1) tak disebut di kurikulum, (2)
dibaca cuma ringkasannya, (3) siswa tak menulis mengenainya, (4) tidak ada di
perpustakaan sekolah, dan (5) tidak diujikan2. Jika siswa diberi tugas wajib untuk
membaca buku sastra, maka diharapkan hal ini mendorong siswa tersebut untuk
membaca karya-karya sastra yang lain.
Untuk membaca buku, sebagian besar responden mengaku membeli (67,6 %),
diikuti dengan meminjam dari meminjam dari teman (37,6 %), perpustakaan umum
(36,3 %), dan meminjam dari kantor atau pejabat pemerintah (8,5 %).
Tabel 4.1.29 Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan
Meminjam
Meminjam Meminjam dari
dari Kantor/
Membeli dari perpustakaan
Pejabat/aparat
Teman umum
pemerintah
Jumlah 1783 1154 224 958
% responden 64,93 42,02 8,16 34,89
Gambar 4.1.32 Grafik Sebaran Sumber Perolehan Bahan Bacaan
2
Taufik Ismail (2005). Tragedi Nol Buku Tragedi Kita Bersama. Makalah Rapat Kerja
Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia, Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, tanggal 31
Mei 2005.
74
Dari tabel 4.1.29 ini menunjukkan bahwa peran perpustakaan umum belum
optimal sebab belum banyak responden yang memanfaatkan perpustakaan untuk
memenuhi kebutuhan bahan bacaannya. Malah responden lebih banyak membeli
daripada memanfaatkan perpustakaan umum.
Perhatian terhadap penyediaan buku untuk meningkatkan minat baca
masyarakat ini sudah diberikan oleh Pemerintah Pusat, salah satunya melalui
Departemen Pendidikan Nasional dalam hal ini ditangani oleh Direktorat Jenderal
Pendidikan Luar Sekolah yang pada tahun 2007 menyediakan dana sebesar Rp. 90
milyar untuk peningkatan budaya baca masyarakat Indonesia. Dari dana tersebut 60 %
diberikan dalam bentuk block grant yang disalurkan berdasarkan proposal ke
Pemerintah Daerah melalui Pemerintah Provinsi. Dana tersebut untuk mensubsidi
taman bacaan masyarakat yang jumlahnya tidak kurang dari 6.000 unit. Setiap taman
bacaan masyarakat mendapatkan subsidi antara Rp. 5 juta sampai Rp. 40 juta untuk
pengadaan koleksi taman bacaannya (perpustakaan). Tahun-tahun sebelumnya
Pemerintah Pusat juga telah mengucurkan dana bantuan serupa, misalnya pada tahun
2005 sebesar Rp. 8,5 milyar dan pada tahun 2006 naik menjadi Rp. 40 milyar3.
4.1.7 Korelasi Karakteristik Responden dengan Minat Baca
Secara ringkas pada tabel dan grafik berikut dapat dilihat hubungan karakteristik
responden (umur, pendidikan, pendapatan) dengan minat baca (durasi membaca,
frekuensi membaca dan korbanan) untuk data gabungan tiga kota (Makassar,
Pekanbaru dan Banjarmasin) adalah sebagai berikut.
3
Taman Bacaan Jadi Prioritas. Kompas, Kamis 12 Juli 2007.
75
Umur Pendidikan
7.00 Observed
7.00 Observed
Linear
Linear
6.00
6.00
5.00
5.00
4.00
4.00
3.00
3.00
2.00
2.00
1.00
Gambar 4.1.33 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Beli Buku
76
MODEL: MOD_2.
Independent: jmlkoleksi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
umur_1 LIN ,041 2459 104,93 ,000 2,6506 ,2604
pddkn_1 LIN ,117 2459 325,43 ,000 2,3412 ,4063
Umur Pendidikan
6.00 6.00
5.00 5.00
4.00 4.00
3.00 3.00
2.00 2.00
1.00
1.00
Gambar a. Grafik Plot data ordinal hubungan Gambar b. Grafik Plot data ordinal hubungan
Karakteristik Personal terhadap Minat Baca Karakteristik Personal terhadap Minat Baca
komponen Umur dengan Pemilikan buku, r = 0,176 komponen Pendidikan dengan Pemilikan buku, r =
berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti 0,267 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).
semakin tinggi umur terdapat kecenderungan semakin Ini berarti semakin tinggi pendidikan terdapat
banyak koleksi buku yang dimiliki. kecenderungan semakin banyak koleksi buku yang
dimiliki.
Gambar 4.1.34 Grafik Model Data Plot Umur, Pendidikan terhadap Pemilikan Buku
77
Pendapatan Pendapatan
6.00 6.00
5.00 5.00
4.00 4.00
3.00 3.00
2.00 2.00
1.00 1.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Durasi baca Frekuensi baca
Gambar a. Grafik Plot data ordinal hubungan Gambar b. Grafik Plot data ordinal hubungan
Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Karakteristik Personal terhadap Minat Baca
Pendapatan dengan Durasi membaca, r = 0,134 komponen Pendapatan dengan Frekuensi baca, r
berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti = 0,231 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua
semakin banyak pendapatan terdapat kecenderungan arah). Ini berarti semakin banyak pendapatan
semakin lama membaca terdapat kecenderungan semakin besar frekuensi
membaca.
Gambar 4.1.35 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Durasi dan Frekuensi Baca
78
Pendapatan Pendapatan
6.00 6.00
5.00 5.00
4.00
4.00
3.00
3.00
2.00
2.00
1.00
1.00
Gambar a. Grafik Plot data ordinal hubungan Gambar b. Grafik Plot data ordinal hubungan
Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen Karakteristik Personal terhadap Minat Baca
Pendapatan dengan Anggaran beli buku, r = 0,225 komponen Pendapatan dengan Pemilikan buku, r
berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti = 0,386 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua
semakin banyak pendapatan terdapat kecenderungan arah). Ini berarti adalah semakin banyak
semakin banyak anggarang untuk membeli buku. pendapatan terdapat kecenderungan semakin
banyak buku yang dimiliki.
Gambar 4.1.36 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Beli dan Pemilikan Buku
79
6. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan frekuensi
membaca.
7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
membeli bahan bacaan.
8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
memiliki bahan bacaan.
9. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan durasi
membaca.
10. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan frekuensi
membaca.
11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan
membeli bahan bacaan.
12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan
memiliki bahan bacaan.
Dengan skala skor dan kategori dibuat tujuh sesuai dengan skala pada instrumen penelitian,
maka hasil pengolahan yang didapatkan menunjukkan bahwa skor rata-rata tingkat minat baca
masyarakat di tiga kota adalah di bawah sedang.
80
4.2. Makassar
4.2.1 Gambaran Umum Responden Kota Makassar
Jumlah kuesioner yang disebarkan sebanyak 1000 unit di kota Makassar, namun
yang kembali sebesar 927 (92,7 %). Sampel terdiri dari 401 laki-laki (43,92 %) dan
perempuan sebanyak 512 (56,08 %). 14 (0,15 %) responden tidak mengisi jenis kelamin.
Sampel tersebut terdiri dari beberapa kelompok profesi yaitu 100 orang Mahasiswa
(6,36 %), 54 orang pegawai swasta (5,82 %), 18 orang petani (1,94 %), 89 orang ibu
rumah tangga (9,60 %), 46 orang pedagang (4,96 %), 24 orang dosen (2,59 %), 150
orang siswa SD (16,18 %), 138 orang siswa SMP (14,89 %), 140 orang siswa SMU (15,10
%), 59 orang pegawai negeri sipil (6,36 %), 41 orang guru (4,42), 31 orang anggota
TNI/Polri (3,03 %), dan 22 orang buruh (2,37 %). Sebagian besar responden yang
terjaring merupakan penduduk asli Kota Makassar atau setidaknya lahir di kota
Makassar yaitu sebesar 689 responden (74,33 %), sebesar 226 responden lainnya (24,38
%) mengaku sebagai pendatang, sedangkan sisanya sebesar 13 responden (1,29 %) tidak
menjawab. Umumnya pendatang atau perantau ini sudah tinggal di kota Makassar
antara kurang dari 5 tahun sampai lebih dari 25 tahun.
Dari aspek status dalam rumah tangga, responden dapat dibagi menjadi 178
orang (19,20 %) berstatus sebagai ayah, 162 orang (17,48 %) berstatus sebagai Ibu,
sedangkan sisanya sebanyak 584 orang (63,00 %) berstatus sebagai anak, sedangkan
tiga orang tidak menjawab status yang bersangkutan.
Tabel 4.2.1 Responden berdasarkan jenis kelamin
Kelompok Responden Laki‐laki Perempuan Jumlah %
Mahasiswa 34 66 100 10,79
Pegawai Swasta 37 17 54 5,83
Petani 18 0 18 1,94
Ibu Rumah Tangga 0 89 89 9,60
Pedagang 31 15 46 4,96
Dosen 16 8 24 2,59
Siswa SD 67 85 152 16,18
81
Kelompok Responden Laki‐laki Perempuan Jumlah %
Siswa SMP 55 83 138 14,89
Siswa SMU 52 87 139 15,10
PNS 23 36 59 6,36
Guru 16 25 41 4,22
TNI/Polri 31 0 31 3,34
Buruh 21 1 22 2,37
Jumlah 401 512 913
Sedangkan dari ke segi kelompok umur, responden terbagi menurut kelompok
umur kurang dari 12 tahun (diperkiraan berusia siswa SD) yaitu sebanyak 169 orang
(18,23 %), kelompok umur 13 tahun sampai dengan 15 tahun (diperkirakan usia siswa
SLTP) sebanyak 112 orang (12,08 %), kelompok umur 16 tahun sampai dengan 18 tahun
(diperkirakan usia siswa SLTA) sebesar 155 orang (16,72 %), kelompok umur 19 tahun
sampai dengan 23 tahun (diperkirakan usia mahasiswa) sebesar 103 orang (11,11 %),
kelompok umur 24 tahun sampai dengan 40 tahun sebanyak 213 orang (22,98 %),
kelompok umur 41 tahun sampai dengan 55 tahun (usia tenaga kerja tua) sebanyak 136
orang (16,67 %), dan terakhir yang berusia lebih dari 56 tahun (usia tidak produktif atau
pensiunan) sebanyak 20 orang (2,16 %). Sebanyak 19 orang (2,05 %) responden tidak
mengisi pertanyaan mengenai umur.
Tabel 4.2.2 Responden Makassar Berdasarkan Kelompok Umur
Umur (tahun)
Kelompok Jumlah
< 12 th 13‐15 16‐18 19‐23 24‐40 41‐55 >56
Mahasiswa 0 0 18 58 22 0 1 99
Pegawai Swasta 0 0 2 10 31 7 2 52
Petani/Nelayan 0 1 1 4 19 5 2 32
Ibu Rumah Tangga 0 3 2 14 34 29 5 87
Pedagang 0 0 0 4 29 11 3 47
Dosen 0 0 0 0 10 9 4 23
Siswa SD 132 8 4 3 13 2 0 162
82
Umur (tahun)
Kelompok Jumlah
< 12 th 13‐15 16‐18 19‐23 24‐40 41‐55 >56
Siswa SMP 37 92 4 0 0 1 0 134
Siswa SMU 0 8 121 0 1 2 0 132
PNS 0 0 0 0 19 39 1 59
Guru 0 0 2 1 7 21 1 32
TNI/Polri 0 0 0 4 17 8 0 29
Buruh 0 0 1 5 11 2 1 20
Jumlah 169 112 155 103 213 136 20 908
Dari data yang terkumpul, maka responden yang berasal dari kalangan anak
sekolah lebih besar yaitu 550 responden (59,33 %), yang sudah tidak bersekolah lagi
sebesar 337 responden (40,67 %), sedangkan sisanya sebesar 56 responden (6,04 %)
tidak menjawab apakah mereka masih berstatus masih sekolah atau sudah bekerja.
Responden yang masih sekolah terdiri dari siswa sekolah dasar atau SD sebesar 151
responden (16,29 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 135
responden (14,56 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebesar 154
responden (16,61 %), mahasiswa sebesar 110 responden (11,87 %). Dari keseluruhan
responden yang mengaku sebagai masih bersekolah, sebanyak 45 (4,85 %) responden
menjawab selain bekerja, mereka juga berstatus pelajar atau mahasiswa.
Gambar 4.2.1 berikut menunjukkan kondisi responden dalam hal pendidikan.
Responden yang tidak tamat SD sebesar 102 responden (11,00 %), tamat SD sebanyak
118 responden (12,73 %), tamat SLTP sebanyak 177 reponden (19,09 %), tamat SLTA
sebesar 211 responden (22,76 %), diploma sebesar 56 responden (5,61 %), sarjana
sebesar 148 responden (15,97 %), dan pascasarjana atau bergelar S2 dan atau S3 sebesar
38 responden (4,10 %). Sebanyak 81 (8,74 %) responden tidak mengisi pertanyaan
mengenai latar belakang pendidikan mereka.
83
Gambar 4.2.1 Grafik Sebaran tingkat pendidikan responden
Dari aspek profesi responden diharapkan dapat mewakili sebanyak mungkin
profesi. Kelompok responden tersebut terdiri atas pegawai negeri sebesar 59 responden
(63,65 %), pegawai swasta sebesar 54 (58,25 %)responden, pedagang sebesar 46
responden (49,62 %), TNI/Polri sebesar 31 responden (48,54 %), petani dan nelayan
sebesar 33 responden (3,56 %), wiraswastawan sebesar 46 responden (4,96 %),
wartawan sebesar 1 responden (0,10 %), buruh sebesar 22 responden (2,37 %), dan
profesi lainnya yang tidak termasuk kategori tersebut sebesar 571 responden (61,60 %).
Pendapatan responden tersebar dari pendapatan kurang dari 500 ribu rupiah per
bulan sampai kepada yang berpendapatan lebih ari 4,5 juta rupiah setiap bulan.
Sebagian terbesar responden berpendapatan antara 500 ribu sampai 2,5 juta rupiah per
bulan. Sebaran responden menurut tingkat pendapatan digambarkan pada tabel 4.2.3
dan grafik 4.2.2.
Tabel 4.2.3 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan
Lebih dari
500 rb – 1
lebih dari
Lebih dar
Lebih 1 jt
Lebih 1,5
jt – 2,5 jt
dari 500
Kurang
Kelompok
– 1,5 jt
2,5 jt –
3,5 jt –
3,5 jt
4,5 jt
4,5 jt
ribu
Responden
juta
84
Lebih dari
500 rb – 1
lebih dari
Lebih dar
Lebih 1 jt
Lebih 1,5
jt – 2,5 jt
dari 500
Kurang
Kelompok
– 1,5 jt
2,5 jt –
3,5 jt –
3,5 jt
4,5 jt
4,5 jt
ribu
Responden
juta
Ibu Rumah Tangga 1 5 17 37 11 4 4
Pedagang 3 9 4 7 10 6 5
Dosen 0 0 1 5 6 6 5
PNS 0 3 9 26 11 7 3
Guru 8 2 5 14 9 1 1
TNI/Polri 0 3 2 15 9 1 0
Buruh 0 18 3 0 0 0 0
Total 30 73 72 127 64 31 20
Gambar 4.2.2 Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden
Dari aspek jumlah anggota keluarga sebagian responden terdiri dari keluarga
dengan jumlah anggota keluarga sebesar 3 – 4 orang (352 responden) kemudian diikuti
berturut-turut dengan jumlah anggota keluarga 5 – 6 orang (358 responden), 7 – 8
orang (128 responden), kurang dari 2 orang (36 responden), dan yang terakhir adalah
keluarga besar yaitu dengan jumlah keluarga lebih dari 8 orang (44 responden).
85
Sebanyak 9 (0,97%) responden tidak menjawab pertanyaan ini. Secara rinci kondisi
responden berdasarkan jumlah anggota dalam keluarga disajikan pada tabel 4.2.4.
Tabel 4.2.4 Sebaran Responden Berdasarkan Besarnya Anggota Keluarga
Kurang Lebih
3 – 4 5 – 6 7 – 8
Responden dari 2 dari 8
orang orang orang
orang orang
Mahasiswa 2 19 48 21 9
Pegawai Swasta 5 25 17 6 1
Petani/Nelayan 0 18 11 2 0
Ibu Rumah Tangga 6 55 20 6 2
Pedagang 2 24 13 4 4
Dosen 1 12 12 0 0
Siswa SD 4 54 58 28 13
Siswa SMP 6 39 60 22 5
Siswa SMU 1 35 65 28 8
PNS 3 23 23 8 2
Guru 1 24 11 1 0
TNI/Polri 3 12 13 1 0
Buruh 2 12 7 1 0
Jumlah 36 352 358 128 44
Persen 3,92 38,34 39,00 13,94 4,79
Pada umumnya responden termasuk kelompok masyarakat yang cukup maju
dalam mencari informasi. Hal ini dicerminkan dari fasilitas informasi untuk melakukan
akses ke luar. Umumnya mereka memiliki pesawat radio, pesawat televisi, pemutar
video/vcd/dvd, komputer. Sebagian dari mereka bahkan memiliki akses ke internet.
Sedangkan media cetak yang mereka miliki cukup banyak adalah koran dan majalah.
Fasilitas tersebut selain digunakan untuk mendapatkan informasi dari luar, juga
digunakan sebagai sarana hiburan. Tabel 4.2.5 memperlihatkan sebaran responden
dalam hal kepemilikan fasilitas informasi.
86
Tabel 4.2.5 Kepemilikan fasilitas media informasi
Fasilitas informasi yang dimiliki
Gambar 4.2.3 Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi
87
4.2.2 Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang
Dalam mengisi waktu luang sebagian besar responden mengaku melakukan
kegiatan membaca dan menonton televisi/video/vcd. Sebagian lagi mengatakan mengisi
waktu luangnya dengan mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Kegiatan membaca
dan menonton dilakukan seimbang oleh sebagian besar responden yaitu membaca oleh
723 responden atau sebesar 80,24 % dari total responden, dan sebanyak 702 responden
atau 77,91 % dari total responden melakukan kegiatan menonton dalam mengisi waktu
luangnya. Penggunaan radio sebagai alat untuk mengisi waktu luang juga cukup banyak
dilakukan yaitu oleh 382 responden (42,40 % terhadap total responden). Sedangkan
rekreasi adalah kegiatan yang paling sedikit dilakukan oleh responden dalam mengisi
waktu luang yaitu hanya dilakukan oleh sebanyak 267 responden atau 29,63 % terhadap
total responden. Dari tabel dapat dilihat bahwa profesi yang memang menuntut
kegiatan membaca seperti dosen, mahasiswa serta pelajar, maka membaca merupakan
kegiatan yang dilakukan mereka untuk mengisi waktu luangnya. Dosen menyatakan
bahwa membaca, menonton televisi dan mendengarkan siaran radio merupakan
kegiatan yang dilakukan setiap saat bila mereka memiliki waktu luang. Hal ini tidak
tentu saja mengherankan, karena profesi dosen memang menuntut harus selalu
memperbaharui pengetahuannya antara lain melalui media tersebut. Dari 25
responden dosen, hanya 8 responden saja yang mengisi waktu luangnya dengan
rekreasi selain membaca, menonton televisi dan mendengarkan siaran radio.
Mahasiswa dan pelajar, guru, serta PNS menyatakan mengisi waktu luang mereka
dengan membaca dan menonton televisi lebih tinggi dibandingkan dengan
mendengarkan mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Sebagian profesi ini tetap
menempatkan membaca adalah kegiatan dominan. Data yang perlu mendapat
perhatian adalah pada pelajar SMU, yaitu mereka mengaku lebih suka menonton
televisi/video/VCD daripada membaca. Padahal profesi mereka sesungguhnya
menuntut kegiatan membaca secara intensif. Sudah dapat diduga bahwa profesi yang
tidak menuntut kegiatan membaca secara lebih intensif seperti ibu rumah tangga,
petani/nelayan, TNI/Polri, dan buruh, maka kegiatan menonton televisi/video/vcd
merupakan pilihan kegiatan yang lebih banyak dalam mengisi waktu luang mereka.
88
Tabel 4.2.6 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden dalam Melakukan Kegiatan
Gambar 4.2.4 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden
Kegiatan ayah, ibu dan anak dalam membaca dan menonton kurang lebih
berpola sama. Pada ayah dan ibu frekuensi kegiatan menonton sedikit lebih tinggi,
89
sedangkan pada anak frekuensi kegiatan membaca yang lebih tinggi. Ini tidak
mengherankan melihat mayoritas responden berasal dari kalangan pelajar yang masih
aktif sekolah. Jadi dapat diduga kegiatan membaca mereka ada kaitannya dengan
status mereka sebagai pelajar. Walaupun bagi sebagian masyarakat siaran radio masih
merupakan acara yang menarik, namun penggemar siaran radio ini sudah dikalahkan
oleh kegiatan menonton televisi. Rata-rata masyarakat melakukan aktifitas
mendengarkan siaran radio hanya setengah dari melakukan kegiatan membaca maupun
menonton televisi.
Tabel 4.2.7 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang
Dengarkan
Responden Baca Nonton Rekreasi
radio
Gambar 4.2.5 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status dalam Rumah Tangga
90
Walaupun dari pola frekuensi, kegiatan membaca dan menonton televisi nampak
seimbang, namun dari aspek lamanya melakukan kegiatan membaca dan menonton
maka kegiatan menonton dilakukan lebih lama oleh sebagian besar responden (lihat
grafik 4.2.3). Bahkan responden yang menonton lebih dari 2 jam sehari menduduki
jumlah terbesar (417 atau 45,23 % responden), sedangkan yang membaca lebih dari 2
jam sehari hanya sebesar 133 atau 27 % responden. Fakta ini memperkuat dugaan
bahwa umumnya masyarakat lebih senang menonton dari pada membaca.
Gambar 4.2.6 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton
Tabel 4.2.8 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca
Lama Membaca (B) dan Lama Menonton TV (N)
Jenis Kelamin > 3 j/hr 2 – 3 j/hr 1 – 2 j/hr < 1 j/hr 3 – 4 j/mg 2 – 3 j/mg 1 – 2 j/mg
B N B N B N B N B N B N B N
laki‐laki 79 75 50 91 132 163 59 61 13 10 11 8 4 4
perempuan 85 125 61 109 184 163 136 77 14 25 8 12 13 11
Total 164 200 111 200 316 326 195 138 27 35 19 20 17 15
Lebih jauh diperoleh fakta bahwa secara umum perempuan lebih banyak
memiliki waktu luang yang kemudian digunakan untuk membaca ataupun nonton
91
televisi. Perempuan umumnya menonton televisi lebih lama dibandingkan dengan laki-
laki (lihat grafik 4.2.9).
Tabel 4.2.9 Hubungan antara jenis kelamin dengan lama membaca vs lama menonton
Gambar 4.2.7 Grafik Perbandingan Lama Membaca dengan Lama Menonton
Tabel 4.2.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media
92
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa umur berpengaruh nyata (memiliki korelasi
negatiff) terhadap aktifitas membaca dengan koefisien korelasi -0,247. Ini berarti
bahwa semakin tua umur seseorang aktifitas membaca dalam rangka mengisi waktu
luang akan semakin rendah. Padahal pada usia anak-anak waktu luangnya lebih banyak
digunakan untuk bermain, sedangkan pada usia semakin tua, biasanya makin banyak
waktu untuk diperlukan untuk beragam kegiatan yang menyita waktu. Menurut
literatur waktu bermain anak Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak
Amerika yang hanya 3 – 4 jam sehari, apalagi dengan anak-anak Korea yang hanya
memiliki waktu bermain sebanyak satu jam sehari1. Bahkan bagi anak-anak dari
keluarga ekonomi lemah sebagian waktu mereka digunakan untuk membantu orang
tuanya mencari uang tambahan bagu keluarga. Sedangkan waktu luang orang tua selain
digunakan untuk aktifitas membaca, juga digunakan untuk aktifitas menonton dan
mendengarkan radio, dan bahkan sebagian kecil juga menggunakan waktu luangnya
untuk berekreasi. Namun demikian umur tidak berpengaruh terhadap perilaku baik
mendengarkan radio maupun menonton (televisi/video/vcd). Koefisien korelasi antara
umur dengan mendengarkan radio hanya sebesar -0,115 berarti berkorelasi negatif
yang berarti makin tua umur makin jarang mendengar radio, sedangkan koefisien
korelasi antara umur dengan menonton -0,075 walau juga sangat lemah tetapi nyata
menurut uji statistik. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin jarang nonton
televisi.
Pendidikan pada responden Makasaar ternyata mempunyai hubungan negatif
tetapi nyata dengan penggunaan waktu luang untuk membaca yaitu dengan nilai
koefisien korelasi sebesar -0,138. Ini berarti semakin berpendidikan seseorang semakin
membutuhkan informasi untuk memenuhi kebutuhan menambah pengetahuan. Pada
siswa dan mahasiswa tentu kegiatan membaca harus menjadi kegiatan utama, begitu
juga pada profesi dosen dan guru. Oleh karena itu untuk meningkatkan minat dan
kegemaran membaca masyarakat, dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas
pendidikan. Penugasan-penugasan di sekolah dan di kampus akan mendorong
kebiasaan siswa dan mahasiswa untuk membaca sekalipun nantinya membaca tersebut
tidak ada hubungannya dengan penugasan dari guru dan dosen. Kebiasaan
1
Minat Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat. Senin, 8 Maret 200.
93
memecahkan masalah dengan cara mencari sumber informasi pada sumber-sumber
bacaan akan mendorong peningkatan minat dan kegemaran membaca. Selanjutnya
tabel tersebut menggambarkan bahwa pendidikan walaupun mempengaruhi kebiasaan
responden baik dalam mendengarkan radio maupun menonton televisi/video/vcd,
namun pengaruhnya sangat lemah. Walaupun koefisien korelasinya positif, namun
nilainya sangat lemah yaitu masing-masing -0,033 dan -0,015 untuk pendidikan
terhadap mendengarkan radio dan pendidikan terhadap menonton televisi/video/vcd.
Pendapatan seseorang tidak berpengaruh terhadap penggunaan waktu luang
yang digunakan untuk aktifitas membaca. Sebenarnya nilai koefisien korelasinya negatif
yakni 0,017 yang berarti ada hubungan negatif antara tingkat penghasilan dengan
aktifita membaca, namun karena nilainya sangat kecil yaitu mendekati nol, maka
pengaruh tersebut hampir tidak ada artinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pada masyarakat yang berpenghasilan baik rendah, sedang, maupun tinggi pola
membacanya sama saja. Sedangkan pengaruh penghasilan terhadap kebiasaan
mendengarkan radio malah negatif dengan nilai koefisien korelasi lebih tinggi (-0,003),
artinya walaupun pengaruhnya kecil, namun menunjukkan bahwa semakin tinggi
penghasilan seseorang, semakin jarang mendengarkan radio. Berbeda dengan waktu
yang mereka gunakan untuk mendengarkan radio yang cenderung negatif (terbalik),
waktu yang mereka gunakan untuk menonton televisi/video/vcd ternyata berpengaruh
positif atau berbanding lurus (walaupun sangat lemah) dengan nilai koefisien korelasi
sebesar 0,015. Artinya, semakin tinggi penghasilan seseorang, maka mereka akan
cenderung semakin sering melakukan aktifitas menonton.
4.2.3 Hubungan antara Kelompok Umur dengan Membaca
Dari aspek umur diduga pada usia sekolah sampai mahasiswa (usia SD yaitu
kurang dari 12 tahun sampai usia mahasiswa yaitu sampai 23 tahun) responden
memiliki kebiasaan membaca yang tinggi. Diasumsikan demikian karena kegiatan
membaca merupakan tuntutan pendidikan. Pada usia kerja kebiasaan membaca ini
diduga akan menurun dan kemudian akan meningkat lagi pada usia tua, dimana pada
usia ini orang akan memiliki waktu luang yang banyak untuk membaca. Namun dari
data deskriptif yang diperoleh, asumsi ini tidak terjadi.
94
Tabel 4.2.11 Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca
Gambar 4.2.8 Grafik Perbandingan Lama Membaca Menurut Kelompok Umur
95
Tabel dan gambar diatas memperlihatkan bahwa membaca tidak dipengaruhi
oleh umur. Pola grafik dari semua kelompok umur responden terlihat hampir sama,
kecuali pada kelompok responden umur dibawah 12 tahun dan tara 19-23 tahun (umur
mahasiswa) yaitu sedikit responden pada korbanan waktu membaca rendah (dari 2 jam
sampai 3 jam setiap minggu), kemudian naik jumlahnya pada korbanan waktu
membaca sedang (antara 3 sampai 4 jam per minggu atau kurang lebih setengah jam
per hari), dan sangat sedikit responden pada korbanan waktu membaca yang tinggi
(lebih dari 3 jam sehari).
Korbanan waktu demikian dapat dikatakan sangat rendah karena masyarakat
yang kegemaran membacanya tinggi, mereka akan menghabiskan waktu membaca lebih
dari 3 jam setiap harinya.
Gambar 4.2.9 Grafik Korbanan waktu Rata‐rata dalam Membaca Responden Makassar
Secara statistik hubungan antara umur dengan lama (durasi) membaca nyata
namun negatif walau kecil. Ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi yaitu hanya
sebesar -01,06 (Lihat tabel 4.3.12) yang didapatkan melalui uji Rank Spearman
menggunakan SPSS. Kenyataan ini tidak sesuai dengan hipotesa dimana seharusnya
semakin tinggi umur seseorang, semakin lama ia membaca. Hal ini terutama jika
dikaitkan dengan aktifitas membaca dalam hubungannya dengan aktifitas pendidikan.
Tabel yang disampaikan oleh Razak (2004) menunjukkan bahwa semakin tinggi usia
yang ditunjukkan oleh status pendidikan maka dia maka dituntut semakin lama
membaca. Kenyataan ini tentu harus menjadi perhatian dari pemerintah, khususnya
96
para pendidik atau regulator pendidikan. Sudah waktunya kewajiban membaca di
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dimonitor dan masuk ke dalam kurikulum wajib.
Misalnya saja, guru atau dosen harus lebih banyak memberikan penugasan yang
berkaitan dengan membaca, membuat ringkasan, dan membuat soal-soal ujian yang
bahan-bahannya diambil dari bacaan yang diwajibkan oleh guru dan lain-lain.
Tabel 4.2.12 Korelasi Umur terhadap Durasi Membaca
Durasi membaca
Spearman's rho Umur Correlation Coefficient -,106(**)
Sig. (2-tailed) ,002
N 731
Tabel 4.2.13 Korelasi umur terhadap frekuensi membaca
Frekuensi
membaca
Spearman's rho Umur Correlation Coefficient ,134(**)
Sig. (2-tailed) ,002
N 555
97
Umur Biaya belanja buku responden
Responden <50 rb 50 ‐100 rb 100‐200 rb 200‐300 rb 300‐400 rb 400‐500 rb >500 rb
Jml 66 32 7 5 0 0 4
24‐40 th
% 57,89 28,07% 6,14% 4,39% 0,00% 0,00% 3,51%
Jml 25 10 4 0 2 0 0
41‐55 th
% 60,98 24,39% 9,76% 0,00% 4,88% 0,00% 0,00%
Jml 4 0 0 0 0 0 0
> 55 th
% 100,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Jml 350 134 46 18 7 3 11
Total
% 61,51% 23,55% 8,08% 3,16% 1,23% 0,53% 1,93%
Gambar 4.3.10 Sebaran Besarnya Korbanan Membeli Buku berdasarkan Umur
Hubungan antara umur dengan korbanan responden dalam bentuk biaya atau
anggaran membeli buku dapat dilihat pada tabel 4.3.14 dan gambar 4.3.10. Pada tabel
dan gambar tersebut terlihat bahwa rata-rata korbanan untuk membeli buku sebagian
besar ada pada jumlah kurang dari Rp. 50.000,- per bulan. Sebagian responden
mengaku berbelanja buku antara Rp 50.000,- - Rp. 100.000,- per bulan. Namun yang
berbelanja buku lebih besar dari Rp. 100.000,- per bulan jumlahnya sangat sedikit.
Hubungan antara umur dengan korbanan untuk membeli buku memang berkorelasi
98
positif, namun hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan koefisien korelasi sebesar
0,197. Jadi dapat dikatakan bahwa umur tidak terlalu berpengaruh terhadap korbanan
responden membeli buku.
Tabel 4.2.15 Hubungan Umur dengan Pemilikan Buku
Kelompok Kepemilikan buku responden
Umur Responden Tdk punya < 10 bk 10‐25 bk 25‐50 bk 50‐75 bk 75‐100 bk >100 bk
Jml resp 64 72 61 27 10 16 19
< 12 th
% 23,79 26,77 22,68 10,04 3,72 5,95 7,06
Jml resp 11 9 10 2 0 0 0
13‐15 th
% 34,38 28,13 31,25 6,25 0,00 0,00 0,00
Jml resp 29 47 8 4 1 0 1
16‐18 th
% 32,22 52,22 8,89 4,44 1,11 0,00 1,11
Jml resp 16 40 11 1 0 0 0
19‐23 th
% 23,5 58,8 16,2 1,5 0,0 0,0 0,0
Jml resp 34 62 40 10 5 3 6
24‐40 th
% 21,25 38,75 25,00 6,25 3,13 1,88 3,75
Jml resp 14 16 12 6 0 0 1
41‐55 th
% 28,57 32,65 24,49 12,24 0,00 0,00 2,04
Jml resp 4 2 1 0 0 0 0
> 55 th
% 57,14 28,57 14,29 0,00 0,00 0,00 0,00
Jml resp 172 248 143 50 16 19 27
Total
% 25,48 36,74 21,19 7,41 2,37 2,81 4,00
Hubungan antara umur dengan kepemilikan buku digambarkan oleh tabel 4.2.15
dan grafik pada gambar 4.2.11. Pada tabel dan grafik tersebut terlihat bahwa pola
kepemilikan buku responden terlihat sama baik pada umur muda maupun pada umur
dewasa. Jumlah responden terbesar adalah pada kepemilikan buku antara nol atau
tidak punya buku sampai 10 judul buku, dan makin sedikit responden yang memiliki
buku di atas 10 judul, apalagi di atas 100 judul buku. Dengan uji statistik umur
sesungguhnya berkorelasi nyata positif namun tidak terlalu besar yaitu hanya 0,319.
99
Artinya, walaupun terdapat hubungan positif antara umur dengan tingkat kepemilikan
buku, namun hubungan tersebut agak lemah.
Gambar 4.2.11 Sebaran Besarnya Pemilikan Buku berdasarkan Umur Responden
Hubungan antara umur dengan frekuensi membaca yang ditunjukkan dengan
frekuensi responden datang ke perpustakaan ternyata memiliki korelasi nyata positif,
walaupun lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi hanya sebesar 0,134. Artinya,
walaupun pengaruhnya tidak besar, semakin tua umur seseorang, maka cenderung
semakin sering datang ke perpustakaan umum. Sebagian besar responden tahu bahwa
di kota tempat mereka tinggal tersedia perpustakaan umum (87,00 %), walaupun ada
juga yang mengatakan bahwa di kota tempat mereka tinggal tidak ada perpustakaan
umum (4,5 %) dan bahkan ada yang tidak tahu bahwa di kotanya ada perpustakaan
umum (8,5 %). Sebanyak 54 % dari jumlah responden yang mengaku pernah
berkunjung ke perpustakaan umum, sebanyak 46 % mengaku belum pernah berkunjung
ke perpustakaan umum. Frekuensi berkunjung ke perpustakaan umum yang paling
banyak adalah sekali dalam satu bulan (28 %) kemudian diikuti masing-masing oleh
sekali dalam seminggu (26,4 %), sekali dalam tiga bulan (16,1 %). Namun ada juga yang
berkunjung setiap hari ke perpustakaan umum dengan jumlah responden hanya 4,0 %.
100
Ada juga responden yang berkunjung ke perpustakaan umum hanya sekali dalam tiga
bulan atau bahkan lebih (6,7 %).
Tabel 4.2.16 Hubungan Umur dengan Jumlah Kunjungan ke Perpustakaan
Kelompok Umur Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan
Responden 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1X/h
Jml resp 59 46 41 29 15 14 16
< 12 th
% 26,82 20,91 18,64 13,18 6,82 6,36 7,27
Jml resp 9 5 7 2 0 1 2
13‐15 th
% 34,6 19,2 26,9 7,7 0,0 3,8 7,7
Jml resp 11 23 10 18 4 4 5
16‐18 th
% 14,67 30,67 13,33 24,00 5,33 5,33 6,67
Jml resp 2 4 1 28 2 3 2
19‐23 th
% 4,76 9,52 2,38 66,67 4,76 7,14 4,76
Jml resp 8 8 27 31 8 3 5
24‐40 th
% 8,89 8,89 30,00 34,44 8,89 3,33 5,56
Jml resp 2 4 8 5 1 1 3
41‐55 th
% 8,33 16,67 33,33 20,83 4,17 4,17 12,50
Jml resp 0 0 1 0 0 0 0
> 55 th
% 0,00 0,00 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Jml resp 59 46 41 29 15 14 16
Total
% 26,82 20,91 18,64 13,18 6,82 6,36 7,27
Gambar 4.2.12 Sebaran Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan berdasarkan Umur
101
Gambar 4.2.13 Sebaran Rata‐rata Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan
Dari tabel 4.2.15 dapat dilihat bahwa kelompok mahasiswa berkunjung ke
perpustakaan satu sampai dua kali seminggu. Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan
umum lebih banyak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bacaan dalam kaitannya
dengan penulisan skripsi Hal ini dapat diduga karena di kampusnya mereka tidak
mendapatkan apa yang mereka butuhkan.
Tabe 4.2.17 Frekuensi Responden Berkunjung ke Perpustakaan
Frekuensi kunjungan ke perpustakaan
Kelompok
Responden
1 X /th 1 X /6 bln 1 X /3 bln 1 X /bln 1 X /mg 2 X /mg 1 X /h
Mahasiswa Jml 2 1 1 8 19 37 11
% 2,53 1,27 1,27 10,13 24,05 46,84 13,92
Pegawai Swasta Jml 2 0 4 13 6 2 2
% 6,90 0,00 13,79 44,83 20,69 6,90 6,90
Petani/Nelayan Jml 1 11 3 4 6 0 0
% 4,00 44,00 12,00 16,00 24,00 0,00 0,00
Ibu Rumah Tangga Jml 0 0 1 17 13 3 2
% 0,00 0,00 2,78 47,22 36,11 8,33 5,56
Pedagang Jml 0 0 2 8 2 2 0
% 0,00 0,00 14,29 57,14 14,29 14,29 0,00
102
Frekuensi kunjungan ke perpustakaan
Kelompok
Responden
1 X /th 1 X /6 bln 1 X /3 bln 1 X /bln 1 X /mg 2 X /mg 1 X /h
Dosen Jml 4 0 0 8 6 3 0
% 19,05 0,00 0,00 38,10 28,57 14,29 0,00
Siswa SD Jml 9 7 7 27 17 25 28
% 7,50 5,83 5,83 22,50 14,17 20,83 23,33
Siswa SMP Jml 6 2 4 7 15 37 10
% 7,41 2,47 4,94 8,64 18,52 45,68 12,35
Siswa SMU Jml 9 4 4 18 24 11 2
% 12,50 5,56 5,56 25,00 33,33 15,28 2,78
PNS Jml 1 2 2 7 6 10 22
% 2,00 4,00 4,00 14,00 12,00 20,00 44,00
Guru Jml 1 3 5 8 5 8 1
% 3,23 9,68 16,13 25,81 16,13 25,81 3,23
TNI/Polri Jml 2 0 1 4 8 0 0
% 13,33 0,00 6,67 26,67 53,33 0,00 0,00
Buruh Jml 0 3 1 0 0 1 0
% 0,00 60,00 20,00 0,00 0,00 20,00 0,00
Total Jml 78 139 127 129 35 33 37
% 13,49 24,05 21,97 22,32 6,06 5,71 6,40
Kunjungan siswa SD ke perpustakaan umum (80,00% dari total siswa SD)
sebagian besar berkunjung antara satu kali seminggu, dua kali seminggu, dan bahkan
setiap hari (58,33 % dari responden yang berkunjung ke perpustakaan), sisanya
menyatakan jarang berkunjung ke perpustakaan yaitu dengan berkunjung antara satu
kali sebulan dan bahkan ada yang berkunjung hanya satu kali saja dalam setahun. Pada
kelompok siswa SMP persentase yang berkunjung ke perpustakaan umum lebih rendah
dari siswa SD yaitu 54,00 % dan pola kunjungannya juga bergeser dimana siswa yang
berkunjung ke perpustakaan banyak di sekali dalam satu minggu sampai dua kali dalam
seminggu. Persentase siswa SMA yang berkunjung ke perpustakaan umum lebih sedikit
lagi yaitu hanya sekitar 48,00 %. Kelompok siswa SMA rata-rata berkunjung antara
sebulan sekali sampai seminggu sekali. Seperti yang sudah disebutkan di awal laporan
ini bahwa salah satu indikator tinggi rendahnya minat baca adalah korbanan waktu
untuk datang ke perpustakaan (frekuensi).
103
Pada umumnya responden datang sendirian ke perpustakaan (84,35 %), dan
hanya sebagian kecil mengajak isteri (5,32 %), dan membawa anak (10,33 %). Namun
demikian mereka mengaku memberitahu orang lain bahwa di kota tempat mereka
tinggal ada perpustakaan (87,58 %), dan hanya sebagian saja yang tidak memberitahu
orang lain yaitu sebanyak 12,42 %.
Tabel 4.2.18 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan
terlalu jauh
tidak pernah
sibuk
Malas
Alasan lain
sendiri di
Bukunya
berganti
Tidak ada
waktu karena
membaca
Tidak sering
rumah
Jaraknya
tidak menarik
Koleksinya
Mahasiswa 14,29 16,67 16,67 19,05 11,90 2,38 7,14 11,90
Pegawai Swasta 6,45 22,58 6,45 3,23 48,39 6,45 3,23 3,23
Petani/Nelayan 10,53 47,37 0,00 0,00 15,79 10,53 15,79 0,00
Ibu Rumah Tangga 2,33 2,33 2,33 0,00 58,14 13,95 18,60 2,33
Pedagang 0,00 15,00 7,50 0,00 62,50 10,00 2,50 2,50
Dosen 12,50 0,00 25,00 12,50 37,50 0,00 0,00 12,50
Siswa SD 29,06 28,21 3,42 8,55 14,53 5,13 3,42 7,69
Siswa SMP 18,68 41,76 6,59 1,10 17,58 3,30 4,40 6,59
Siswa SMU 8,08 37,37 6,06 4,04 12,12 5,05 19,19 8,08
PNS 8,33 16,67 8,33 0,00 58,33 8,33 0,00 0,00
Guru 22,73 31,82 9,09 9,09 27,27 0,00 0,00 0,00
TNI/Polri 4,55 18,18 4,55 4,55 68,18 0,00 0,00 0,00
Buruh 4,55 0,00 0,00 0,00 22,73 45,45 27,27 0,00
Rata-rata persen 10,93 21,38 7,38 4,78 35,00 8,51 7,81 4,22
Dari responden yang jarang atau tidak datang ke perpustakaan (lihat tabel
4.2.18) diperoleh bahwa faktor kesibukan adalah alaan utama tidak datang ke
perpustakaan (35,00 %). Alasan berikutnya adalah jarak perpustakaan terlalu jauh dari
tempat tinggal mereka (21,38 %), dan mereka merasa punya buku sendiri di ruah (10,93
%). Alasan tidak sering membaca cukup besar yaitu 8,51 %. Selanjutnya pernyataan
malas sebesar 7,81 %. Kemudian alasan berikutnya adalah buku tidak menarik (7,38 %),
koleksinya tidak pernah berganti (4,78 %) dan karena alasan lain (4,22 %). Selain alasan
kesibukan, maka alasan jarak merupakan alasan paling banyak dipilih oleh responden.
Ini ada kaitannya dengan kemampuan mereka dalam menanggulangi ongkos
104
menggunakan angkutan umum yang menurut mereka tidak murah (rata-rata 87,62 %
menyatakan tidak murah), hanya 12,38 % saja dari responden yang menyatakan bahwa
ongkos angkutan umum di wilayah mereka termasuk murah. Kondisi jumlah angkutan
umum sendiri menurut sebagian besar responden termasuk banyak (dinyatakan oleh
66,99 %).
Untuk mengatasi masalah jarak antara pemukiman penduduk dengan lokasi
perpustakaan umum maka perlu diperbanyak perpustakaan keliling, atau dengan kata
lain mendekatkan perpustakaan kepada lokasi tempat tinggal pengguna perpustakaan.
Saat ini sudah selain jumlah taman bacaan di Makassar sudah banyak didirikan
keberadaan perpustakaan keliling berupa mobil keliling juga sudah dioperasikan,
namun jumlahnya belum memadai dibandingkan dengan luas daerah dan jumlah
penduduk yang akan dilayanain. Taman-taman bacaan masyarakat (TBM) yang sudah
banyak dikembangkan khususnya baik yang dikembangkan oleh pemerintah maupun
atas swadaya masyarakat dan dibina oleh suatu kelompok yang bernama GMGM. Untuk
mengatasi masalah jarak ini maka keberadaan TBM perlu senantiasa dikembangkan.
Perlu adanya perputaran koleksi antara TBM yang satu dengan TBM yang lain.
Yang agak mengejutkan adalah alasan utama responden yang tidak datang ke
perpustakaan dengan alasan tidak ada waktu karena sibuk. Jika alasan ini dikemukakan
oleh responden yang berprofesi seperti pedagang dan sejenisnya mungkin dapat
dimengerti, namun bila alasan ini dinyatakan oleh kelompok mahasiswa dan pelajar
maka sepertinya alasan ini kurang dapat diterima dan terkesan dibuat-buat. Ini
merupakan bukti bahwa minat baca yang ditunjukkan dengan frekuensi datang ke
perpustakaan memang rendah. Beberapa responden memberi alasan bahwa tidak
datang ke perpustakaan karena mereka memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya.
Tampaknya alasan ini dapat diterima. Namun bila dianalisis lebih mendalam,
sesungguhnya sulit bagi seseorang atau individu yang memiliki kegemaran membaca
yang tinggi dapat memenuhi sendiri segala kebutuhan bahan bacaannya. Untuk itu
orang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi biasanya akan datang ke
perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasoetion (1992) yang menyatakan
bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengumpulkan kepustakaan (buku) yang
berhubungan dengan minatnya sebagai milik pribadi di rumah. Itulah sebabnya
perpustakaan umum adalah sarana penunjang pengembang ilmu dan penelitian yang
105
sangat penting. Yang perlu disediakan di rumah hanyalah sumber-sumber rujukan yang
diperlukan sewaktu-waktu2. Alasan bahwa responden sudah memiliki buku sendiri di
rumahnya terkesan mengada-ada. Hal ini terlihat dari data kepemilikan buku dimana
responden yang punya koleksi buku di rumahnya sedikit (di bawah 25 eksemplar) yaitu
mencapai 85,68 %, dan yang memiliki buku dengan jumlah cukup banyak (diatas 25
eksemplar) hanya 14,32 %. Dengan demikian alasan tidak datang ke perpustakaan
karena sudah memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya menjadi kurang bermakna.
Alasan ini kemudian malah memperkuat pernyataan bahwa minat dan kegemaran
membaca masyarakat Indonesia, khususnya di lokasi penelitian yaitu Makassar, masih
rendah.
Antara umur dengan tingkat kepemilikan buku ternyata secara statistik ada
korelasi yang cukup nyata yaitu sebesar 0,319 Ini berarti semakin tua umur seseorang
maka cenderung memiliki buku yang lebih banyak. Hal ini ada kaitannya dengan
kerelaan berkorban untuk membeli buku yang juga memiliki hubungan positif
walaupun nilainya sangat lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,151.
Artinya, walaupun hubungan tersebut lemah, bertambahnya umur akan berpengaruh
terhadap kerelaan berkorban untuk membeli buku.
4.2.4 Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca
Pada masyarakat yang mempunyai kegemaran membaca yang tinggi, maka
membeli buku untuk memuaskan dirinya dalam hal memenuhi bahan bacaan akan
selalu dilakukan. Oleh karena itu asumsi sementara adalah semakin tinggi penghasilan
seseorang maka akan semakin tinggi kegiatan membacanya yang ditandai dengan
semakin tingginya korbanan waktu mereka dalam membaca.
2
Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja.
Jakarta: Grasindo, 1992. hal 62.
106
Tabel 4.2.19 Hubungan antara pendapatan dengan lama membaca
Jumlah jam membaca rata‐rata
Tingkat Penghasilan
1‐2 j/mg 2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/hr 1‐2 j/hr 2‐3 j/hr > 3 j/hr
< 500 rb (65 resp) 4 4 2 27 14 7 7
500 ‐ 1 jt (88 resp) 0 2 1 20 24 8 33
lbh 1 jt ‐ 1,5 jt (84 resp) 3 2 3 15 23 7 31
lbh 1,5 jt ‐ 2,5 jt (112 resp) 2 0 1 24 45 10 30
lbh 2,5 jt ‐ 3,5 jt (56 resp) 0 1 2 16 29 7 1
lbh 3,5 ‐ 4,5 jt (18 resp) 0 3 1 2 4 5 3
> 4,5 jt (14 resp) 0 1 0 0 4 4 5
Total 9 13 10 104 143 48 110
Gambar 4.2.14 Grafik Hubungan antara Pendapatan dengan Lama Membaca Responden Makassar
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa pola membaca dari beberapa
kelompok penghasilan menunjukkan pola yang hampir sama dimana pada semua
kelompok penghasilan sebagian besar responden membaca selama kurang lebih 1 jam
setiap hari. Jika besarnya penghasilan berpengaruh kepada lamanya membaca,
107
seharusnya grafik orang yang berpengasilan rendah akan bergerak dari rendah ke tinggi
dan sebaliknya yang berpenghasilan tinggi akan bergerak dari tinggi ke rendah. Namun
kenyataannya tidak demikian. Semua garis menunjukkan pola yang sama yaitu bergerak
dari rendah pada kelompok orang yang kebiasaan membacanya rendah (lama membaca
lebih dari 1-2 jam per minggu), naik pada kelompok orang yang kebiasaan membacanya
sedang (lama membaca sekitar 1 jam per hari), dan bergerak turun lagi pada kelompok
orang yang durasi membacanya tinggi (lama membacanya lebih dari 3 jam per hari).
Hanya pada kelompok orang yang berpenghasilan antara 3,5 sampai 4,5 juta per bulan
yang memperlihatkan gambaran seperti yang kita harapkan yaitu sebagian besar
responden membaca lebih dari 3 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa sebagian besar responden melakukan kegiatan membaca selama kurang lebih 1
jam setiap hari. Ini merupakan indikasi bahwa besarnya penghasilan ternyata tidak
berpengaruh kepada kegiatan membaca.
Namun berdasarkan analisis data yang lebih akurat menggunakan uji statistik
Rank Spearman dengan alat hitung SPSS didapat hasil pengolahan seperti berikut:
Tabel. 4.2.20 Korelasi pendapatan terhadap durasi membaca
Durasi membaca
Spearman's Pendapatan Correlation
,253(**)
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) ,000
N 355
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tabel 4.2.21 Korelasi pendapatan terhadap frekuensi membaca
Frekuensi membaca
Spearman's Pendapatan Correlation
,086
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) ,181
N 245
Hasil uji statistik diatas menunjukkan bahwa ada korelasi antara pendapatan
responden dengan durasi membaca walau sangat kecil yaitu yaitu 0,253 pada tingkat
kepercayaan 0,01. Namun tidak ada koralesi nyata antara tingkat pendapatan dengan
frekuensi membaca responden.
108
4.2.5 Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca
Salah satu hal yang diduga mempunyai hubungan dengan minat baca yang
ditandai dengan lamanya membaca (durasi), frekuensi membaca yang ditandai dengan
frekuensi datang ke perpustakaan, serta korbanan untuk memperoleh bahan bacaan
yang ditandai dengan membeli buku dan jumlah kepemilikan buku adalah tingkat
pendidikan masyarakat.
Tabel 4.2.22 Hubungan antara Pendidikan dengan Lama Membaca
Jumlah jam membaca rata-rata
Jumlah > 3 jam/hr 2 - 3 jam/hr 1 - 2 jam/hr < 1 jam/hr 3-4 jam/mg 2-3 j/mg 1-2 jam/mg
Pendi-dikan Responden jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%)
Tdk tamat SD 208 28 13,5 24 11,5 83 39,9 55 26,4 8 3,9 4 1,9 6 2,9
Tamat SLTP 133 72 54,1 8 6,0 21 15,8 26 19,6 1 0,8 3 2,3 2 1,5
Tamat SLTA 156 19 12,2 26 16,7 58 37,2 37 23,7 7 4,5 9 5,8 0 0,0
Total 629 139 1,37 77 0,85 204 2,20 162 2,18 19 0,14 17 0,14 11 0,12
Gambar 4.2.15 Sebaran Rata‐rata Lama Membaca berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
109
Tabel 4.2.15 di atas memperlihatkan rata-rata responden membaca antara
kurang dari satu jam per hari sampai dua jam per hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari
yang tidak tamat SD sampai responden yang berpendidikan pascasarjana tidak banyak
membaca lebih dari 3 jam sehari. Padahal ukuran seseorang yang termasuk rajin
membaca atau mempunyai minat baca tinggi untuk mahasiswa (dalam hal ini termasuk
diploma sarjana dan pasca sarjana) adalah membaca antara 3 jam sampai 3,5 jam setiap
hari (Razak, 2004). Sedangkan yang dikategorikan sangat rajin atau mempunyai minat
baca tinggi untuk kelompok ini adalah yang membaca lebih dari 3,5 jam setiap hari.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mayoritas kelompok lulusan perguruan tinggi di
lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak
(2004) termasuk malas membaca, yaitu membaca antara 2,5 sampai 3 jam dan bahkan
ada yang sangat malas karena membaca kurang dari 2,5 jam setiap hari. Gambar …
menegaskan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar (53,0 %) membaca antara 1 –
2 jam setiap hari, dan membaca kurang dari 1 jam setiap hari (18,1 %). Hal ini
menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa di lokasi penelitian memiliki minat baca
rendah atau sangat malas membaca. Jika kita hanya mengelompokkan dua kelompok
saja mengenai membaca ini yaitu memiliki minat baca yang tinggi dan dan memiliki
minat baca yang rendah, maka kelompok mahasiswa sebagian besar (75,9 %) memiliki
minat baca yang rendah, dan hanya 24,1 % saja yang memiliki minat baca tinggi.
110
Gambar 4.2.16 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Mahasiswa
Korbanan untuk membeli buku bagi mahasiswa juga tidak terlalu tinggi. Jumlah
mahasiswa yang membeli buku kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan cukup tinggi
(46,8 %) dan yang berbelanja buku antara Rp. 50.000,- - Rp 100.000,- juga cukup
tinggi (32,9 %). Sedangkan yang berbelanja lebih dari Rp. 100.000,- sangat sedikit (18,5
%). Dari aspek kepemilikan buku pada responden mahasiswa juga tidak memberikan
gambaran yang menggembirakan. Sebagian besar mahasiswa memiliki buku antara 0 –
10 judul buku (64,7 %), memiliki buku antara 10 – 25 judul (23,2 %), memiliki buku
antara 25 – 50 judul buku (3,0 %), 50 – 100 judul buku (5,0 %), dan ada juga yang
meiliki koleksi buku di atas 100 judul (4,02 %). Logikanya, jika mereka tidak membeli
buku sehingga mereka tidak memiliki koleksi buku di rumahnya, maka mereka akan ke
perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bacaannya. Namun, kenyataan ini tidak
terjadi. Sebagian besar mahasiswa hanya berkunjung ke perpustanaan umum sebanyak
antara satu kali sampai dua kali seminggu (70,9 %). Jumlah yang berkunjung ke
perpustakaan umum setiap hari tidak banyak yaitu hanya 13, 9 %. Yang mengherankan
adalah masih ada mahasiswa yang jarang datang ke perpustakaaan umum yaitu
berkunjung sekali sebulan (10,1 %), berkunjung sekali setiap tiga bulan (1,3 %),
berkunjung sekali setiap enam bulan (1,3 %), dan berkunjung sekali setiap satu tahun
(2,5 %).
Untuk lulusan SMA atau SLTA sebagian besar responden membaca antara
kurang dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan
sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004)
malas membaca (76,5 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca
111
bagi siswa SMU menurut Razak adalah mereka yang membaca antara dua jam sampai
2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap hari
termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan
dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk
kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih
dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (16,7 % responden membaca lebih dari 2 jam
dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebesar 6,8 % responden). Ukuran sangat rajin
membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Grafik pada
gambar 4.3.18 memperlihatkan gambaran minat baca siswa SMA.
Gambar 4.2.17 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTA
Dari besarnya dana yang dianggarkan untuk belanja buku tiap bulannya juga
tidak menampakkan minat terhadap membaca yang tinggi. Pada umumnya responden
kelompok ini berbelanja buku kurang dari Rp. 50.000,- per bulan (67,3 %), dan antara
Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.000,- (21,2 %). Sedangkan yang berbelanja buku lebih dari
112
Rp.100.000,- tiap bulan hanya sebesar 11,6 % responden. Dari aspek kepemilikan buku
juga menunjukkan hal yang sama, yaitu minat baca responden belum tinggi. Responden
kelompok ini sebagian besar memiliki koleksi buku kurang dari 10 judul (79,1 %
diantaranya tidak memiliki buku sama sekali sebesar 29,1 %). Sedangkan yang memiliki
buku antara 10 sampai 25 judul hanya sebesar 14,9 %. Apalagi yang memiliki koleksi
buku lebih dari 25 judul yaitu hanya sebesar 6,0 %. Walaupun tingkat kepemilikan buku
mereka rendah dan kemauan untuk membeli buku rendah, kunjungan ke perpustakaan
umumpun menunjukkan persentase yang rendah yaitu mayoritas responden
berkunjung ke perpustakaan sekali dalam se minggu (33,3 %), sekali dalam sebulan
(25,0 %). Sedangkan yang berkunjung dua kali dalam seminggu hanya 15,3 %, apalagi
yang berkunjung tiap hari ke perpustakaan umum yang hanya 2,8 %. Bahkan ada yang
lebih jarang lagi dari sekali sebulan yaitu sekali dalam tiga bulan (5,6 %), sekali dalam
enam bulan (5,6 %), dan yang hanya sekali dalam satu tahun (12,5 %).
Untuk lulusan SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk
memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin
membaca bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Oleh karena itu
lulusan SLTP di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca antara sedang atau
rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin membaca (70,1 %), sedangkan sisanya
berada pada posisi malas membaca dan bahkan malas sekali membaca. Grafik pada
gambar 4.3.19 memberikan gambaran lebih spesifik mengenai minat baca kelompok
siswa SLTP. Pada gambar tersebut kelompok siswa yang membaca antara 1 – 2 jam
menduduki posisi terbanyak yaitu 53,5 %. Artinya kelompok siswa SLTP di lokasi
penelitian termasuk yang memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi (rajin
membaca). Bahkan sebanyak 16,7 % responden kelompok ini memiliki minat baca yang
tinggi atau sangat rajin membaca. Hanya 29,9 % responden yang termasuk malas
membaca.
113
Gambar 4.2.18 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTP
Jika salah satu ukuran minat baca adalah korbanan biaya untuk membeli buku,
maka kelompok responden ini tidak jauh berbeda dengan kelompok responden SMA
maupun mahasiswa dimana mayoritas mereka berbelanja buku kurang dari Rp.
50.000,- dalam sebulan (67,2 %), dan antara Rp.50.000,- sampai Rp.100.000,- dalam
sebulan (19,8 %), sedangkan sisanya mengaku berbelanja buku lebih dari Rp.100.000,-
setiap bulan (13,0 %). Dari sisi kepemilikan buku juga sama yaitu tidak menunjukkan
minat yang tinggi teradap membaca. Mayoritas responden memiliki buku kurang dari
10 judul (82,5 %), memiliki buku antara 10 sampai 25 judul (9,5 %), dan memiliki buku
lebih dari 25 judul (8,1 %). Yang agak menggembirakan adalah kunjungan mereka ke
perpustakaan umum. Mayoritas responden kelompok ini berkunjung ke perpustakaan
antar sekali dalam seminggu sampai dua kali dalam seminggu (64,2 %), dan bahkan ada
yang tiap hari berkunjung ke perpustakaan (12,3 %). Hanya 16,7 % responden saja yang
114
mengaku jarang berkunjung ke perpustakaan dimana mereka mengaku berkunjung
antara sekali dalam tiga bulan sampai hanya sekali dalam satu tahun.
Kelompok responden tamat SD dan tidak tamat SD juga berada pada posisi
membaca antara 1 – 2 jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca
bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun mahasiswa,
maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca
antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam
dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin membaca. Grafik pada gambar ..
berikut memberikan gambaran yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD.
Sebagian besar (47,1 %) responden kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 – 2
jam setiap hari, dan ini termasuk kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang
tinggi. Bahkan 19,8 % termasuk yang memiliki minat baca sangat tinggi. Hanya 33,2 %
siswa SD yang memiliki minat baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak
(2004) siswa SD yang termasuk malas membaca adalah mereka yang membaca kurang
dari 30 menit setiap hari.
115
Gambar 4.2.19 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SD
Jika dilihat dari korbanan biaya untuk membeli buku, tingkat kepemilikan buku
serta kunjungangan ke perpustakaan, maka kelompok responden SD tidak banyak
berbeda dengan kelompok responden lainnya dimana korbanan biaya untuk membeli
buku berada pada kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan, kepemilikan buku berada pada
jumlah di bawah 10 judul buku. Namun demikian untuk kunjungan ke perpustakaan
umum, kelompok ini agak mirip dengan kelompok siswa SMP, bahkan lebih baik,
dimana frekuensi berkunjung mereka ke perpustakaan dapat dikatakan lumayan sering
yaitu antara sekali dalam seminggu sampai setiap hari (58,3 %). Yang berkunjung sekali
dalam sebulan sebesar 22,5 %. Sisanya mengaku jarang berkunjung ke perpustakaan
(18,1 %).
Tabel 4.2.23 Hubungan antara Pendidikan dengan Besarnya Biaya Belanja Buku
Jumlah biaya berbelanja buku responden
Pendidikan Terakhir
Responden 50rb‐ 100rb‐ 200rb‐ 300rb‐ 400rb‐
<50 rb 100rb 200rb 300rb 400rb 500rb >500rb
Jml 14 12 5 0 3 2 1
Tdk tamat SD
% 37,8 32,4 13,5 0,0 8,1 5,4 2,7
Jml 148 62 20 3 4 0 4
Tamat SD
% 61,4 25,7 8,3 1,2 1,7 0,0 1,7
Jml 75 37 7 0 3 0 1
Tamat SMP
% 61,0 30,1 5,7 0,0 2,4 0,0 0,8
Jml Resp 58 42 10 2 1 1 1
Tamat SMA
% 50,4 36,5 8,7 1,7 0,9 0,9 0,9
Tamat Jml 15 17 4 2 0 0 0
Diploma % 39,5 44,7 10,5 5,3 0,0 0,0 0,0
116
Jumlah biaya berbelanja buku responden
Pendidikan Terakhir
Responden 50rb‐ 100rb‐ 200rb‐ 300rb‐ 400rb‐
<50 rb 100rb 200rb 300rb 400rb 500rb >500rb
Jml 25 31 15 10 9 2 0
Tamat S1
% 27,2 33,7 16,3 10,9 9,8 2,2 0,0
Jml 1 3 0 2 0 2 0
Tamat S2‐S3
% 12,5 37,5 0,0 25,0 0,0 25,0 0,0
Jml 336 204 61 19 20 7 7
Total
% 51,4 31,2 9,3 2,9 3,1 1,1 1,1
Gambar 4.2.20 Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku
Tabel 4.3.24 Hubungan antara Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku
Pendidikan Jumlah responden memiliki buku
Responden 0 < 10 10‐25 25‐50 50‐75 75‐100 >100
Jml resp 17 10 5 1 0 0 0
Tdk tamat SD
% 51,5 30,3 15,2 3,0 0,0 0,0 0,0
Jml resp 73 120 55 16 8 2 2
Tamat SD
% 26,4 43,5 19,9 5,8 2,9 0,7 0,7
Jml resp 38 72 41 9 0 4 0
Tamat SMP
% 23,2 43,9 25,0 5,5 0,0 2,4 0,0
Jml resp 65 45 36 17 7 2 5
Tamat SMA
% 36,7 25,4 20,3 9,6 4,0 1,1 2,8
Jml resp 4 13 16 6 2 0 2
Tamat Diploma
% 9,3 30,2 37,2 14,0 4,7 0,0 4,7
117
Pendidikan Jumlah responden memiliki buku
Responden 0 < 10 10‐25 25‐50 50‐75 75‐100 >100
Jml resp 6 16 30 18 10 15 11
Tamat S1
% 5,7 15,1 28,3 17,0 9,4 14,2 10,4
Jml resp 0 0 2 0 0 3 2
Tamat S2‐S3
% 0,0 0,0 28,6 0,0 0,0 42,9 28,6
Jml resp 203 276 185 67 27 26 22
Total
% 25,2 34,2 23,0 8,3 3,3 3,2 2,7
Gambar 4.2.21 Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemilikan Buku
Tingkat pendidikan memang berkorelasi positif terhadap korbanan responden
untuk membeli buku dan tingkat kepemilikan buku dengan nilai koefisein korelasi
masing-masing sebesar 0,186 dan 0,3. Khusus untuk tingkat kepemilikan buku ternyata
antara tingkat pendidikan dengan kepemilikan buku hubungannya lumayan tinggi. Dari
tabel 4.3.21 dapat terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan responden semakin banyak
responden yang memiliki buku dalam jumlah besar dan semakin sedikit responden yang
tidak punya koleksi buku pribadi.
118
Tabel 4.3.25 Hubungan antara Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke perpustakaan
Pendidikan Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan
Responden 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1X/h
Jml resp 0 0 1 0 2 4 0
Tdk tamat SD
% 0,0 0,0 14,3 0,0 28,6 57,1 0,0
Jml resp 14 4 9 21 53 56 20
Tamat SD
% 7,9 2,3 5,1 11,9 29,9 31,6 11,3
Jml resp 10 1 5 20 14 12 4
Tamat SMP
% 15,2 1,5 7,6 30,3 21,2 18,2 6,1
Jml resp 5 2 8 21 35 22 31
Tamat SMA
% 4,0 1,6 6,5 16,9 28,2 17,7 25,0
Jml resp 1 1 0 3 13 9 10
Tamat Diploma
% 2,7 2,7 0,0 8,1 35,1 24,3 27,0
Jml resp 3 1 0 15 32 26 14
Tamat S1
% 3,3 1,1 0,0 16,5 35,2 28,6 15,4
Jml resp 0 0 0 0 3 3 1
Tamat S2‐S3
% 0,0 0,0 0,0 0,0 42,9 42,9 14,3
Jml resp 33 9 23 80 152 132 80
Total
% 6,5 1,8 4,5 15,7 29,9 25,9 15,7
Gambar 4.2.22 Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan
Pada hubungan antara pendidikan dengan frekuensi berkunjung ke
perpustakaan malah negatif dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,200. Artinya,
119
walaupun hubungannya sangat lemah, semakin tinggi pendidikan seseorang akan
semakin jarang datang ke perpustakaan. Dengan kondisi perpustakaan yang belum
dapat memuaskan pelanggannya, maka hal ini dapat dimengerti. Kemudian kebutuhan
bahan bacaan tersebut dipenuhi dengan cara membeli sehingga tingkat kepemilikan,
bagi kelompok tertentu, juga menjadi tinggi.
Berdasarkan analisis data yang lebih akurat menggunakan uji statistik Rank
Spearman dengan alat hitung SPSS untuk mengukur hubungan antara tingkat
pendidikan dengan durasi membaca responden didapat hasil pengolahan bahwa tidak
terdapat korelasi nyata antara tingkat pendidikan dengan durasi membaca sbagaimana
ditunjukkan pada tabel berikut berikut:
Tabel 4.2.26 Korelasi Pendidikan terhadap Durasi Membaca
Durasi membaca
Spearman's rho Pendidikan Correlation Coeficient -,068
Sig. (2-tailed) ,052
N 824
4.2.6 Bahan Bacaan yang Disukai Responden
Menurut Razak (2004) yang lebih penting dalam mengukur lama membaca
seseorang adalah proses yang mendorong kegiatan membaca seseorang dimana
kegiatan membaca tersebut didorong oleh keinginan atau motivasi yang keluar dari
dirinya, bukan karena dipaksa seperti disuruh oleh guru atau merupakan kewajiban dari
sekolah. Lebih jauh Razak menyatakan dalam mengukur waktu membaca adalah:
“Waktu yang dicatat hanyalah waktu yang digunakan untuk membaca buku di luar
lingkungan sekolah, seperti di rumah, perpustakaan (bukan perpustakaan sekolah),
toko buku, pameran buku, rumah teman, atau tempat-tempat lainnya.”
Untuk mempermudah dalam memperoleh jenis bacaan yang dibaca oleh
responden maka penelitian ini mengelompokkan bahan bacaan kedalam empat macam
saja yaitu koran, majalah, buku dan komik. Responden dapat memilih lebih dari satu
jenis bahan bacaan. Hasil dari survey ini menunjukkan bahwa buku merupakan bahan
bacaan paling banyak dibaca menyusul koran, kemudian majalah dan terakhir adalah
komik (lihat tabel 4.2.20). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar
120
responden memilih bacaan yang serius atau responden tersebut membaca dalam arti
yang sebenarnya yaitu untuk menimba ilmu dari bahan bacaan yang dibacanya.
Sedangkan pegawai swasta dan pedagang agak mengherankan ternyata mereka pun
lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan koran dan majalah. Ibu rumah
tangga memilih koran dan majalah sebagai bacaan yang lebih disukainya. Hal ini dapat
dimengerti karena sebagian besar ibu rumah tangga membaca untuk mendapatkan
bacaan hiburan sehingga mereka memilih koran (termasuk tabloit) dan majalah
hiburan. Kelompok dosen memilih tiga kelompok bahan bacaan yaitu buku, majalah
dan koran secara berimbang dan hampir tidak membaca komik. Hal ini wajar karena
sebagai dosen mereka harus terus memperbaharui pengetahuannya melalui ketiga
kelompok bahan bacaan tersebut. Siswa SD dan SLTP lebih banyak membaca buku
dibandingkan dengan ketiga bahan bacaan lain. Diduga buku yang mereka baca adalah
kelompok buku-buku cerita atau dongeng. Mereka juga membaca komik lebih banyak
dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Siswa SMU juga lebih banyak
membaca buku dibandingkan dengan jenis bacaan lain, sedangkan secara berimbang
mereka senang membaca koran dan majalah. Kelompok pegawai swasta, guru,
TNI/POLRI, serta buruh juga menurut data penelitian lebih banyak membaca buku
dibandingkan dengan bahan bacaan lainnya. Pegawai negeri sipil memilih bahan
bacaan koran lebih banyak daripada jenis bahan bacaan lain, demikian pula dengan
guru yang sedikit lebih senang baca koran dibandingkan dengan buku dan majalah.
Memang sangat sedikit guru yang senang baca komik.
Tabel 4.2.27 Bahan bacaan yang dibaca oleh responden
Koran Majalah Buku Komik
Mahasiswa 61 49 82 21
Pegawai Swasta 12 6 44 33
Petani/Nelayan 3 4 12 6
Ibu Rumah Tangga 50 44 42 17
Pedagang 19 20 53 28
Dosen 24 14 23 1
Siswa SD 48 33 130 80
121
Koran Majalah Buku Komik
Siswa SMP 63 45 112 62
Siswa SMU 65 66 84 51
PNS 124 73 116 15
Guru 32 19 27 7
TNI/Polri 16 23 42 26
Buruh 8 1 9 4
Total 525 397 776 351
% 25,62% 19,38% 37,87% 17,13%
Informasi tentang jenis bacaan yang digemari berbagai kelompok profesi ini dapat
membantu perpustakaan menentukan jenis bacaan yang disediakan untuk kalangan
utama pembacanya.
Tabel 4.2.28 Durasi membaca Koran, majalah dan buku
122
setiap hari ternyata cukup besar yaitu sebesar 60,26 % dan yang membaca buku kurang
dari 1 jam setiap hari sebesar 39,74 %.
Gambara 4.2.23 Grafik Gambaran Jenis Bacaan yang Digemari Responden
Bahan bacaan yang paling populer adalah bacaan agama yang dipilih oleh 503
responden, diikuti dengan bacaan kelompok buku ilmu pengetahuan yang dipilih oleh
486 responden, kemudian bacaan pengetahuan populer oleh 207 responden, bacaan
lain-lain dipilih oleh 168 responden, dan terakhir dan paling sedikit adalah buku-buku
fiksi. Pada kolom lain-lain responden umumnya menulis novel, cerpen. komik,
dongeng, Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya di lokasi penelitian,
tidak begitu menyukai fiksi/sastra oleh 160 responden. Hal ini memperkuat pernyataan
Taufik Ismail yang menyatakan bahwa sejak tahun 1943 sekolah-sekolah SMA di
Indonesia tidak pernah mewajibkan siswanya membaca buku-buku sastra. Dikatakan
demikian oleh Taufik Ismail karena di sekolah-sekolah SMA buku sastra (1) tak disebut
di kurikulum, (2) dibaca hanya ringkasannya, (3) siswa tak menulis mengenainya, (4)
tidak ada di perpustakaan sekolah, dan (5) tidak diujikan3. Jika siswa diberi tugas wajib
3
Taufik Ismail (2005). Tragedi Nol Buku Tragedi Kita Bersama. Makalah Rapat Kerja
Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia, Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, tanggal 31
Mei 2005.
123
untuk membaca buku sastra, maka diharapkan hal ini mendorong siswa tersebut untuk
membaca karya-karya sastra yang lain.
Untuk membaca buku, sebagian besar responden mengaku membeli (67,6 %),
diikuti dengan meminjam dari meminjam dari teman (37,6 %), perpustakaan umum
(36,3 %), dan meminjam dari kantor atau pejabat pemerintah (8,5 %).
Tabel 4.2.29 Gambaran perolehan buku responden sebagai bahan bacaan
Meminjam Meminjam dari
Perpustakaan
Membeli dari Kantor/Pejabat/aparat
Umum
Teman pemerintah
Data tabel 4.2.21 menunjukkan bahwa peran perpustakaan umum belum optimal
sebab belum banyak responden yang memanfaatkan perpustakaan untuk memenuhi
kebutuhan bahan bacaannya. Padahal usaha Pemerintah Provinsi sudah sangat gencar
dilakukan misalnya melalui Gerakan Makassar Gemar Membaca GMGM) yang
dicanangkan oleh Walikota Makassar Ir.H. Ilham Arief Sirajuddin sejak tanggal 05 Juni
2006. GMGM merupakan salah satu program Pemerintah Kota Makassar, yang
bertujuan meningkatkan minat baca dengan program antara lain pendirian rumah baca
atau Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Untuk tahap awal sudah didirikan di setiap
124
kecamatan di Makassar, juga yang didirikan masyarakat secara swadaya. Pada tahun
2007 semakin gencar dilakukan berbagai kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan
dicanangkannya GMGM.
Kepedulian Pemerintah Kota Makasssar dalam mengembangkan minat baca
masyarakat sesungguhnya sudah tampak, terutama dalam menggerakkan pengusaha
dan komponen masyarakat lainnya untuk berpartisipasi dalam mengembangkan minat
baca masyarakat. Bahkan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin sempat mendapat
penghargaan Nugra Jasadarma Puspataloka (NJP). Nugra Jasadarma Puspataloka
adalah penghargaan atas prestasi Kota Makassar dalam peningkatan minat baca.
Penghargaan dari Perpustakaan Nasional itu diserahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Penghargaan yang sama pada kesempatan yang sama juga diberikan kepada
perorangan, pejabat dan instansi yang berperan nyata dalam meningkatkan minat baca
masyarakat, misalnya Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, Gubernur Riau Rusli
Zainal, Wali Kota Malang Peni Suparto, Pimpinan Perpustakaan Prof Dr Doddy A Tisna
Amidjaja Bandung, Dien Sardinah dan penulis Gola Gong dari Rumah Dunia, Serang,
Banten, penerbit Serambi Ilmu Semesta, PT Bina Media Tenggara, LIPI Press, Gema
Nada Pertiwi, Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Departemen Dalam Negeri dan Badan
Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Departemen Agama.
Pemda Kota Makassar memang pemda belum memberikan anggaran secara
khusus untuk program peningkatan minat baca masyarakat. Hal ini diakui oleh yang
terhormat para anggota Komisi D DPRD Kota Makassar yang sempat diwawancarai di
ruang kerja mereka di Gedung DPRD Kota Makassar. Untuk saat ini baru
mengandalkan bantuan dana dan fasilitas dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di
kota Makassar. Namun Pemprov Sulsel mulai tahun 2007 sudah menganggarkan untuk
membiayai 40 Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang sudah dirintis oleh Pemda
Makassar. Sedangkan sisanya yaitu 8 TBM akan dibiayai oleh Pemda Makassar.
Sebagian besar responden (78,43 %) tidak menjawab pertanyaan mengenai
keberadaan perpustakaan umum atau taman bacaan di Kota Makassar. Dari 200
responden yang menjawab pertanyaan ini, hanya 174 (87,0% dari yang menjawab atau
18,77 % dari keseluruhan sebanyak 927 responden) mengetahui bahwa ada
perpustakaan atau taman bacaan umum di Kota Makassar. Sebanyak 9 responden (0,45
atau 0,97) yang menyatakan tidak ada perpustakaan atau taman bacaan di Kota
125
Makassar. Sisanya sebanyak 17 responden (0,85 atau 1,83 %) menyatakan tidak tahu
mengenai keberadaan perpustakaan umum atau taman bacaan di Kota Makassar.
Dari 174 orang responden yang tahu kalau di kota Makassar ada perpustakaan
umum, hanya 102 (58,62 %) orang yang menyatakan pernah berkunjung ke
perpustakaan umum atau taman bacaan tersebut. Frekuensi berkunjung ke
perpustakaan umum yang paling banyak adalah dua kali dalam satu minggu dan
sebulan sekali masing-masing 28 %, kemudian diikuti sekali dalam seminggu (26,4 %),
lainnya rata-rata frekuensi kunjungan ke perpustakaan sangat jarang yaitu diatas tiga
bulan sekali. Ada empat persen responden menyatakan berkunjung ke perpustakaan
atau taman bacaan setiap hari.
Dari tabel 4.2.22 dapat dilihat bahwa kelompok mahasiswa berkunjung ke
perpustakaan satu sampai dua kali seminggu. Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan
umum lebih banyak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bacaan dalam kaitannya
dengan penulisan tugas akhir mahasiswa, misalnya dalam penulisan skripsi. Hal ini
dapat disebabkan karena mereka ingin menambah literatur yang sudah didapatkan di
kampus mereka.
Gambar 4.2.24 Grafik Frekuensi Berkunjung ke Perpustakaan Umum
126
Tabel 4.2.30 Frekuensi Kunjungan ke Perpustakaan Berdasarkan Profesi Responden
127
demikian mereka mengaku memberitahu orang lain bahwa di kota tempat mereka
tinggal ada perpustakaan (87,58 %), dan hanya sebagian saja yang tidak memberitahu
orang lain yaitu sebanyak 12,42 %.
terlalu jauh
tidak pernah
sibuk
Malas
Alasan lain
sendiri di
Bukunya
berganti
Tidak ada
membaca
rumah
Jaraknya
tidak menarik
Koleksinya
Tidak sering
waktu karena
Mahasiswa 6 7 7 8 5 1 3 5
Pegawai Swasta 2 7 2 1 15 2 1 1
Petani/Nelayan 2 9 0 0 3 0 2 3
Ibu Rumah Tangga 1 1 1 0 25 6 8 1
Pedagang 0 6 3 0 25 4 1 0
Dosen 1 0 2 1 3 0 0 0
Siswa SD 34 33 4 10 17 6 4 9
Siswa SMP 17 38 6 1 16 3 4 6
Siswa SMU 8 37 6 4 12 5 19 8
PNS 1 2 1 0 7 1 0 0
Guru 5 7 2 2 6 0 0 0
TNI/Polri 1 4 1 1 15 0 0 0
Buruh 1 0 0 0 5 10 0 0
Jumlah 79 151 35 28 154 38 42 33
14,11% 26,96% 6,25% 5,00% 27,50% 6,79% 7,50% 5,89%
Dari responden yang jarang atau tidak datang ke perpustakaan (lihat tabel
4.2.23) diperoleh data bahwa tidak ada waktu karena sibuk menjadi alasan utama
(27,50 %), kemudian jarak perpustakaan terlalu jauh dari tempat tinggal mereka (26,96
%), alasan karena sudah memiliki koleksi sendiri di rumah (14.11 %), malas (7,50 %),
tidak sering membaca (6,79 %), bukunya tidak menarik dan sudah tua (6,25 %),
koleksinya tidak pernah berganti (5,00 %) dan karena alasan lain (5,89 %) misalnya
tidak ada keperluan, sulit prosedur pinjam buku, tidak punya kartu perpustakaan, .
Alasan jarak merupakan alasan paling banyak dipilih oleh responden. Ini ada kaitannya
dengan kemampuan mereka dalam membayar ongkos menggunakan angkutan umum
yang menurut mereka tidak murah (rata-rata 87,62 % menyatakan mahal dan sedang),
128
hanya 7,93 % saja dari responden yang menyatakan bahwa ongkos angkutan umum di
wilayah mereka termasuk murah. Kondisi jumlah angkutan umum sendiri menurut
sebagian besar responden termasuk banyak (dinyatakan oleh 66,99 %).
Untuk mengatasi masalah jarak, perlu diperbanyak perpustakaan keliling atau
TBM (Taman Bacaan Masyarakat) yang saat ini di Kota Makassar sudah banyak
didirikan, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Yang agak mengejutkan
adalah adanya responden yang tidak datang ke perpustakaan dengan alasan tidak ada
waktu karena sibuk. Jika alasan ini dikemukakan oleh responden yang berprofesi
seperti pedagang dan sejenisnya mungkin dapat dimengerti, namun bila alasan ini
dinyatakan oleh kelompok mahasiswa dan pelajar maka sepertinya alasan ini kurang
dapat diterima dan terkesan dibuat-buat. Ini merupakan bukti bahwa minat baca yang
ditunjukkan dengan frekuensi datang ke perpustakaan memang rendah. Beberapa
responden memberi alasan bahwa tidak datang ke perpustakaan karena mereka
memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya. Nampaknya alasan ini dapat diterima.
Namun bila dianalisa lebih mendalam, sesungguhnya sulit bagi seseorang yang
memiliki kegemaran membaca yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan bahan
bacaannya. Untuk itu orang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi biasanya
akan datang ke perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasoetion (1992) yang
menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengumpulkan kepustakaan
(buku) yang berhubungan dengan minatnya sebagai milik pribadi di rumah. Itulah
sebabnya perpustakaan umum adalah sarana penunjang pengembang ilmu dan
penelitian yang sangat penting. Yang perlu disediakan di rumah hanyalah sumber-
sumber rujukan yang diperlukan sewaktu-waktu4. Alasan yang dikemukakan ini
terkesan mengada-ada, karena dari data kepemilikan buku, responden yang tidak punya
koleksi buku di rumahnya cukup besar yaitu mencapai 24,33 %, dan kalau digabung
dengan responden yang memiliki buku dengan jumlah sedikit (kurang 10)
persentasinya mencapai mencapai 64,14 %. Dengan demikian sesungguhnya alasan
tidak datang ke perpustakaan karena sudah memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya
menjadi kurang bermakna.
4
Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja.
Jakarta: Grasindo, 1992. hal 62.
129
4.2.7 Rangkuman Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca
Secara ringkas pada tabel dan grafik berikut dapat dilihat hubungan karakteristik
responden (umur, pendidikan, pendapatan) dengan minat baca (durasi membaca,
frekuensi membaca dan korbanan) untuk Kota Makassar adalah sebagai berikut.
Umur Pendapatan
6.00 6.00
5.00
5.00
4.00
4.00
3.00
3.00
2.00
2.00
1.00
1.00
Grafik a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Grafik b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal
Minat Baca komponen Umur dengan Durasi membaca, r = ‐ terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Durasi
0,106 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah), ini berarti membaca, r = 0,253 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua
semakin tinggi umur terdapat kecenderungan durasi arah). Ini berarti semakin besar pendapatan terdapat
membaca semakin menurun kecenderungan membaca semakin tinggi pula.
Gambar 4.2.25 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendapatan terhadap Durasi Baca
130
MODEL: MOD_3.
Independent: frekuensi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
umur_1 LIN ,009 553 5,17 ,023 3,0096 ,1084
Umur
7.00 Observed
Linear
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
Grafik a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal
terhadap Minat Baca komponen Umur dengan Frekuensi
membaca, r = 0,134 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua
arah). Ini berarti semakin tinggi umur terdapat
kecenderungan frekuensi membaca semakin tinggi
Gambar 4.2.26 Grafik Model Data Plot Umur terhadap Frekuensi Baca
ODEL: MOD_4.
Independent: beli buku
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
umur_1 LIN ,011 660 7,39 ,007 2,9465 ,1800
pddkn_1 LIN ,011 660 7,12 ,008 3,1167 ,1766
Umur Pendidikan
6.00 6.00
5.00 5.00
4.00 4.00
3.00 3.00
2.00 2.00
1.00 1.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Beli buku Beli buku
Gambar 3a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal Gambar 3b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal
terhadap Minat Baca komponen Umur dengan Korbanan (beli terhadap Minat Baca komponen Pendidikan dengan Korbanan
buku), r = 0,151 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). (beli buku), r = 0,163 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua
Ini berarti semakin tinggi umur terdapat kecenderungan arah). Ini berarti semakin tinggi pendidikan terdapat
mengorbankan dana untuk beli buku semakin besar kecenderungan mengorbankan dana untuk beli buku
semakin besar pula.
Gambar 4.2.27 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Beli Buku
131
Dari tabel dan grafik diatas dapat disimpulkan hal-hal berikut:
1. Terdapat korelasi nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan durasi
membaca. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin singkat durasi
membacanya. Ini mungkin berhubungan dengan daya tahan tubuh.
2. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan frekuensi
membaca.
3. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan
membeli bahan bacaan.
4. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korban
pemilikan buku.
5. Terdapat korelasi nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan durasi
membaca.
9. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan durasi
membaca.
10. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
frekuensi membaca.
11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan membeli bahan bacaan.
12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan.
132
4.3 Pekanbaru
4.3.1 Gambaran Umum Responden Kota Pekanbaru
Untuk menjaring data di Pekanbaru, maka disebarkan sebanyak 1000 kuesioner,
namun jumlah kuesioner yang kembali sebesar 901 (90,1 %). Responden terdiri dari
403 laki-laki (44,73 %) dan perempuan sebanyak 498 (45,39 %). Responden tersebut
terdiri dari beberapa kelompok yaitu 80 orang Mahasiswa (8,88 %), 65 orang pegawai
swasta (7,21 %), 46 orang petani (5,11 %), 40 orang ibu rumah tangga (4,44 %), 26 orang
pedagang (2,89 %), 25 orang dosen (2,77 %), 175 orang siswa SD (19,42 %), 160 orang
siswa SMP (17,76 %), 136 orang siswa SMU (15,09 %), 59 orang pegawai negeri sipil
(6,55 %), 37 orang guru (4,11), 25 orang anggota TNI/Polri (2,77 %), dan 27 orang buruh
(3 %). Sebagian besar responden yang terjaring merupakan penduduk asli Kota
Pekanbaru atau setidak-tidaknya lahir di kota Pekanbaru yaitu sebesar 684 responden
(75,92 %), sebesar 188 responden (46,65 %) mengaku sebagai pendatang, sedangkan
sisanya sebesar 29 responden (5,82 %) tidak menjawab. Pendatang atau perantau ini
sudah tinggal di kota Pekanbaru antara kurang dari 5 tahun sampai lebih dari 25 tahun.
Dari aspek status dalam rumah tangga, responden dapat dibagi menjadi 131
orang (14,56 %) berstatus sebagai ayah, 128 orang (14,22 %) berstatus sebagai Ibu,
sedangkan sisanya sebanyak 641 orang (71 %) berstatus sebagai anak, sedangkan satu
orang tidak menjawab status yang bersangkutan.
Tabel 4.3.1 Responden berdasarkan jenis kelamin
Kelompok Responden Laki‐laki Perempuan Jumlah Persen
Mahasiswa 30 50 80 8,88
Pegawai Swasta 33 32 65 7,21
Petani/Nelayan 27 19 46 5,11
Ibu Rumah Tangga 0 40 40 4,44
Pedagang 11 15 26 2,89
Dosen 16 9 25 2,77
Siswa SD 72 103 175 19,42
Siswa SMP 71 89 160 17,76
Siswa SMU 65 71 136 15,09
133
Kelompok Responden Laki‐laki Perempuan Jumlah Persen
PNS 28 31 59 6,55
Guru 14 23 37 4,11
TNI/Polri 21 4 25 2,77
Buruh 15 12 27 3,00
Jumlah 403 498 901
Berdasarkan umur, responden dibagi menurut kelompok umur kurang dari 12
tahun (atau diperkirakan usia siswa SD) yaitu sebanyak 192 orang (21,43 %), 13 tahun
sampai dengan 15 tahun (atau diperkirakan usia siswa SLTP) sebanyak 169 orang (18,86
%), 16 tahun sampai dengan 18 tahun (atau diperkirakan usia siswa SLTA) sebesar 132
orang (14,73 %), 19 tahun sampai dengan 23 tahun (atau diperkirakan usia mahasiswa)
sebesar 100 orang (11,16 %), 24 tahun sampai dengan 40 tahun (atau usia tenaga kerja
muda) sebanyak 209 orang (23.33 %), 41 tahun sampai dengan 55 tahun (atau usia
tenaga kerja tua) sebanyak 88 orang (9,82 %), dan terakhir yang berusia lebih dari 56
tahun (atau usia tidak produktif atau pensiunan) sebanyak 6 orang (0,67 %).
Tabel 4.3.2 Kelompok Responden Berdasarkan Umur
Umur (tahun)
Kelompok Jumlah
< 12 th 13‐15 16‐18 19‐23 24‐40 41‐55 >56
Mahasiwa 0 0 5 59 15 0 1 80
Pegawai Swasta 0 0 2 18 40 5 0 65
Petani/Nelayan 0 4 4 10 20 7 0 46
Ibu Rumah Tangga 0 0 0 0 33 6 1 40
Pedagang 0 0 0 0 10 16 0 26
Dosen 0 0 0 0 14 11 0 25
Siswa SD 173 2 0 0 0 0 0 175
Siswa SMP 12 145 0 0 0 1 0 160
Siswa SMU 0 15 121 0 0 0 0 136
PNS 0 0 0 0 27 29 2 59
Guru 0 0 0 0 29 7 0 37
TNI/Polri 0 0 0 7 16 2 0 25
Buruh 0 0 0 6 14 5 2 27
Jumlah 192 169 132 100 209 88 6 901
134
Sesuai dengan kuota, maka responden yang berasal dari kalangan sekolah lebih
besar yaitu 551 responden (61,15 %), yang sudah tidak bersekolah lagi sebesar 294
responden (32,63 %), sedangkan sisanya sebesar 56 responden tidak menjawab apakah
mereka masih berstatus masih sekolah atau sudah bekerja yaitu sebesar 56 responden
(6,22 %). Responden yang masih sekolah terdiri dari siswa sekolah dasar atau SD
sebesar 175 responden (19,42 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau SLTP
sebesar 158 responden (17,54 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau SLTA
sebesar 138 responden (15,32 %), mahasiswa sebesar 85 responden (9,43 %). Dari
keseluruhan responden yang mengaku sebagai masih bersekolah, sebanyak lima
responden menjawab selain bekerja, mereka juga berstatus pelajar atau mahasiswa.
Gambar 4.3.1 berikut menunjukkan kondisi responden dalam hal pendidikan.
Responden yang tidak tamat SD sebesar 40 responden (4,59 %), tamat SD sebanyak 294
responden (33,75 %), tamat SLTP sebanyak 172 reponden (19,75 %), tamat SLTA
sebesar 200 responden (22,96%), diploma sebesar 47 responden (5,40 %), sarjana
sebesar 109 responden (12,51 %), dan pascasarjana atau bergelar S2 dan atau S3 sebesar
9 responden (1,03 %).
Gambar 4.3.1 Sebaran Tingkat Pendidikan Responden
Dari aspek profesi responden diharapkan dapat mewakili sebanyak mungkin
profesi. Kelompok responden tersebut terdiri atas pegawai negeri sebesar 66 responden
(17 %), pegawai swasta sebesar 54 responden (13,9 %), pedagang sebesar 30 responden
135
(7,7 %), TNI/POLRI sebesar 25 responden (6,4 %), petani sebesar 46 responden (11,8
%), wiraswastawan sebesar 30 responden (7,7 %), wartawan sebesar 1 responden (0,3
%), buruh sebesar 20 responden (5,1 %), dan profesi lainnya yang tidak termasuk
kategori tersebut sebesar 117 responden (30,1 %).
Pendapatan responden tersebar dari pendapatan kurang dari 500 ribu rupiah per
bulan sampai kepada yang berpendapatan lebih ari 4,5 juta rupiah setiap bulan.
Sebagian terbesar responden berpendapatan antara 500 ribu sampai 1 juta rupiah per
bulan. Sebaran responden menurut tingkat pendapatan digambarkan pada tabel 4.3.3
dan gambar 4.3.2 menggambarkan sebaran pendapatan responden secara umum.
Tabel 4.3.3 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan
Lebih dari
500 rb – 1
lebih dari
Lebih dar
Lebih 1 jt
Lebih 1,5
jt – 2,5 jt
dari 500
Kurang
Kelompok
– 1,5 jt
2,5 jt –
3,5 jt –
3,5 jt
4,5 jt
4,5 jt
ribu
Responden
juta
Mahasiswa 7 19 8 1 1 0 0
Pegawai Swasta 5 21 11 11 6 1 7
Petani/Nelayan 1 20 16 9 0 0 0
Ibu Rumah Tangga 2 11 7 2 0 0 0
Pedagang 1 6 7 7 3 0 0
Dosen 0 0 0 0 7 18 0
PNS 0 5 9 18 6 11 8
Guru 2 2 3 8 21 1 0
TNI/Polri 0 0 6 9 9 0 0
Buruh 8 19 0 0 0 0 0
Jumlah 26 103 67 65 53 31 15
% dari responden 7,2 28,6 18,6 18,1 14,7 8,6 4,2
136
Gambar 4.3.2 Sebaran Tingkat Pendapatan Responden
Dari aspek jumlah anggota keluarga sebagian responden terdiri dari keluarga
dengan jumlah anggota keluarga sebesar 3 – 4 orang (390 responden) kemudian diikuti
berturut-turut dengan jumlah anggota keluarga 5 – 6 orang (325 responden), 7 – 8
orang (83 responden), kurang dari 2 orang (49 responden), dan yang terakhir adalah
keluarga besar yaitu dengan jumlah keluarga sebanyak lebih dari 8 orang (30
responden). Secara rinci kondisi responden berdasarkan jumlah anggota dalam
keluarga disajikan pada tabel 4.3.4.
Tabel 4.3.4 Sebaran Responden Berdasarkan Besarnya Anggota Keluarga
Kurang Lebih
3 – 4 5 – 6 7 – 8
dari 2 dari 8
orang orang orang
orang orang
Mahasiswa 1 27 26 15 7
Peg Swasta 5 21 24 8 7
Petani/Nelayan 4 34 6 2 1
Ibu Rumah Tangga 1 28 10 1 0
Pedagang 1 17 7 1 0
Dosen 0 13 10 2 0
Siswa SD 5 75 72 14 6
Siswa SMP 6 52 72 15 3
Siswa SMU 1 53 60 19 1
PNS 4 30 18 4 4
137
Kurang Lebih
3 – 4 5 – 6 7 – 8
dari 2 dari 8
orang orang orang
orang orang
Guru 1 24 11 1 0
TNI/Polri 15 5 5 0 0
Buruh 5 11 4 1 1
Jumlah 49 390 325 83 30
Persen 5,4 43,3 36,1 9,2 3,3
Pada umumnya responden termasuk kelompok masyarakat yang cukup terbuka.
Hal ini dicerminkan dari fasilitas informasi untuk melakukan akses ke luar. Pada
umumnya mereka memiliki pesawat radio, pesawat televisi, pemutar video/vcd/dvd,
komputer. Sebagian dari mereka bahkan memiliki akses ke internet. Sedangkan media
cetak yang mereka miliki cukup banyak adalah koran dan majalah. Fasilitas tersebut
selain digunakan untuk mendapatkan informasi dari luar, juga digunakan sebagai
sarana hiburan. Tabel 4.3.5 memperlihatkan sebaran responden dalam hal kepemilikan
fasilitas informasi.
Tabel 4.3.5 Kepemilikan Fasilitas Media Informasi
Fasilitas informasi yang dimiliki
Responden Video/ Koneksi
Pesawat Pesawat
VCD/ Komputer ke Koran Majalah
Radio TV
DVD Internet
Mahasiswa 61 70 45 43 13 52 39
Pegawai Swasta 45 55 44 28 10 42 29
Petani/Nelayan 26 42 20 0 0 0 1
Ibu Rumah Tangga 27 38 21 3 0 9 6
Pedagang 23 25 22 3 0 12 7
Dosen 25 25 25 23 5 25 23
Siswa SD 55 95 86 83 18 78 67
Siswa SMP 119 139 126 86 18 118 106
Siswa SMU 102 126 104 75 15 100 88
PNS 45 53 40 30 10 38 28
Guru 29 36 33 24 2 30 25
TNI/Polri 10 25 14 3 0 3 2
Buruh 16 21 14 1 2 10 4
Jumlah 583 750 594 402 93 517 425
Persen dari Responden 64,7 83,2 65,9 44,6 10,3 57,4 47,2
138
Gambar 4.3.3 Tingkat Pemilikan Media
4.3.2 Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang
Dalam mengisi waktu luang sebagian besar responden mengaku melakukan
kegiatan membaca dan menonton televisi/video/vcd. Sebagian lagi mengatakan mengisi
waktu luangnya dengan mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Kegiatan membaca
dan menonton dilakukan seimbang oleh sebagian besar responden yaitu membaca oleh
723 responden atau sebesar 80,24 % dari total responden, dan sebanyak 702 responden
atau 77,91 % dari total responden melakukan kegiatan menonton dalam mengisi waktu
luangnya. Penggunaan radio sebagai alat untuk mengisi waktu luang tidak terlalu
populer yaitu hanya digunakan oleh 382 responden (42,40 % terhadap total responden).
Sedangkan rekreasi adalah kegiatan yang sangat sedikit dilakukan oleh responden
dalam mengisi waktu luang yaitu dilakukan oleh sebanyak 267 responden atau 29,63 %
terhadap total responden. Dari tabel dapat dilihat bahwa profesi yang memang
menuntut kegiatan membaca seperti dosen, mahasiswa serta pelajar, maka membaca
merupakan kegiatan yang dilakukan mereka untuk mengisi waktu luangnya. Dosen
menyatakan bahwa membaca, menonton televisi dan mendengarkan siaran radio
merupakan kegiatan yang dilakukan setiap saat bila mereka memiliki waktu luang. Hal
ini tidak mengherankan, karena profesi dosen memang menuntut harus selalu
memperbaharui pengetahuannya. Dari 25 responden dosen, hanya 8 responden saja
yang mengisi waktu luangnya dengan rekreasi selain membaca, menonton televisi dan
mendengarkan siaran radio. Mahasiswa dan pelajar, guru, serta PNS menyatakan
139
mengisi waktu luang mereka dengan membaca dan menonton televisi lebih tinggi
dibandingkan dengan mendengarkan mendengarkan siaran radio dan rekreasi.
Sebagian profesi ini tetap menempatkan membaca adalah kegiatan dominan. Hanya
pada pelajar SMU yang agak mengherankan, karena mereka mengaku menonton
televisi/video/VCD lebih tinggi daripada membaca. Padahal profesi mereka menuntut
kegiatan membaca yang intensif. Sudah dapat ditebak bahwa pada profesi yang tidak
menuntut kegiatan membaca secara intensif seperti ibu rumah tangga, petani,
TNI/POLRI, dan buruh, maka kegiatan menonton televisi/video/vcd merupakan
pilihan kegiatan yang lebih banyak dalam mengisi waktu luang mereka. Agak
mengherankan juga bahwa profesi buruh menyatakan membaca lebih banyak
ketimbang menonton televisi/video/vcd. Mungkin juga disebabkan oleh kepemilikan
maupun akses terhadap fasilitas ini yang tidak begitu tinggi sehingga mereka memilih
untuk melakukan kegiatan membaca.
Tabel 4.3.6 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden dalam Melakukan Kegiatan
Menonton
Mendengarkan
Kelompok Jumlah Membaca TV/Video/ Rekreasi
Siaran Radio
Responden responden VCD
Resp % Resp % Resp % Resp %
Mahahasiswa 80 71 88,75 62 77,50 45 56,25 28 35,00
Pegawai Swasta 65 56 86,15 53 81,54 30 46,15 25 38,46
Petani/Nelayan 46 24 52,17 35 76,09 9 19,57 0 0,00
Ibu Rumah Tangga 40 30 75,00 35 87,50 9 22,50 4 10,00
Pedagang 26 19 73,08 25 96,15 22 84,62 1 3,85
Dosen 25 25 100 25 100 25 100 8 32,00
Siswa SD 175 141 80,57 87 49,71 42 24,00 52 29,71
Siswa SMP 160 128 80,00 126 78,75 55 34,38 44 27,50
Siswa SMU 136 106 77,94 121 88,97 74 54,41 61 44,85
PNS 59 55 93,22 50 84,75 25 42,37 26 44,07
Guru 37 36 97,30 36 97,30 29 78,38 11 29,73
TNI/Polri 25 8 32,00 24 96,00 7 28,00 1 4,00
Buruh 27 24 88,89 23 85,19 10 37,04 6 22,22
Total 901 723 80,24 702 77,91 382 42,40 267 29,63
140
Gambar 4.3.4 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden
Kegiatan ayah, ibu dan anak dalam membaca dan menonton kurang lebih
seimbang. Pada ayah dan ibu frekuensi kegiatan menonton sedikit lebih tinggi,
sedangkan pada anak frekuensi kegiatan membaca yang lebih tinggi. Ini tidak
mengherankan melihat mayoritas responden berasal dari kalangan pelajar yang masih
aktif sekolah. Jadi dapat diduga kegiatan membaca mereka ada kaitannya dengan status
mereka sebagai pelajar. Walaupun bagi sebagian masyarakat siaran radio masih
merupakan acara yang menarik, namun penggemar siaran radio ini sudah dikalahkan
oleh kegiatan menonton televisi. Rata-rata masyarakat melakukan aktifitas
mendengarkan siaran radio hanya setengah dari melakukan kegiatan membaca maupun
menonton televisi.
141
Tabel 4.3.7 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang
Aktivitas Mengisi Waktu Luang
Total
Responden
Mendengar Responden
Membaca Menonton Rekreasi
Radio
Jumlah 108 115 66 26
Ayah 131
Persen 82,4 87,8 50,4 19,8
Jumlah 103 114 60 26
Ibu 128
Persen 80,5 89,1 46,9 20,3
Jumlah 512 472 256 215
Anak 641
Persen 79,9 73,6 39,9 33,5
Gambar 4.3.5 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status dalam Rumah Tangga
Walaupun dari segi frekuensi, kegiatan membaca dan menonton televisi nampak
seimbang, namun dari aspek lamanya melakukan kegiatan membaca dan menonton
maka kegiatan menonton dilakukan lebih lama oleh sebagian besar responden (lihat
grafik). Bahkan responden yang menonton lebih dari 3 jam sehari menduduki jumlah
terbesar (302 responden), sedangkan yang membaca lebih dari 3 jam sehari hanya
sebesar 72 responden. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa masyarakat Indonesia lebih
senang menonton daripada membaca.
142
Gambar 4.3.6 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton
Tabel 4.3.8 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca
Lama Membaca (B) dan Lama Menonton TV (N)
Jenis Kelamin > 3 j/hr 2 – 3 j/hr 1 – 2 j/hr < 1 j/hr 3 – 4 j/mg 2 – 3 j/mg 1 – 2 j/mg
B N B N B N B N B N B N B N
Laki‐laki 38 130 46 91 159 102 114 53 8 6 2 4 13 10
Perempuan 34 172 61 110 215 133 103 53 19 11 12 3 19 6
Total 72 302 107 201 374 235 217 106 27 17 14 7 32 16
Lebih jauh diperoleh fakta bahwa secara umum perempuan lebih banyak
memiliki waktu luang yang kemudian digunakan untuk membaca ataupun nonton
televisi. Perempuan umumnya menonton televisi lebih lama dibandingkan dengan laki-
laki (lihat gambar 4.3.7).
Tabel 4.3.9 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca vs Lama Menonton
> 3 j/hr 2 – 3 j/hr 1 – 2 j/hr < 1 j/hr 3 – 4 j/mg 2 – 3 j/mg 1 – 2 j/mg
143
Gambar 4.3.7 Grafik Perbandingan Lama Membaca dengan Lama Menonton pada Laki‐laki dan
Perempuan
Hubungan antara karakteristik responden seperti umur, pendidikan, dan
pendapatan terhadap penggunaan waktu luang yang dihitung secara statistik
menggunakan uji Rank Spearman dengan bantuan Aplikasi SPSS dapat dilihat pada
tabel 4.3.10 berikut.
Tabel 4.3.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media
144
yaitu dengan koefisien korelasi hanya sebesar 0,316. Ini berarti bahwa semakin tua
umur seseorang aktifitas membaca dalam rangka mengisi waktu luang akan semakin
tinggi. Hal ini dapat dimengerti karena pada usia anak-anak waktu luangnya lebih
banyak digunakan untuk bermain. Menurut literatur waktu bermain anak Indonesia
lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak Amerika yang hanya 3 – 4 jam sehari,
apalagi dengan anak-anak Korea yang hanya memiliki waktu bermain sebanyak satu
jam sehari1. Bahkan bagi anak-anak dari keluarga ekonomi lemah sebagian waktu
mereka digunakan untuk membantu orang tuanya mencari uang tambahan bagu
keluarga. Sedangkan waktu luang orang tua selain digunakan untuk aktifitas membaca,
juga digunakan untuk aktifitas menonton dan mendengarkan radio, dan bahkan
sebagian kecil juga menggunakan waktu luangnya untuk berekreasi. Namun demikian
umur tidak berpengaruh terhadap perilaku baik mendengarkan radio maupun
menonton (televisi/video/vcd). Koefisien korelasi antara umur dengan mendengarkan
radio hanya sebesar 0,056 yang berarti hampir mendekati nol yaitu tidak ada korelasi
antara umur dengan perilaku mendengarkan radio), sedangkan koefisien korelasi
antara umur dengan menonton 0,098 juga sangat lemah dan hampir tidak ada ada
hubungan antara umur dengan perilaku menonton.
Pendidikan ternyata mempunyai hubungan dengan penggunaan waktu luang
untuk membaca walaupun hubungan tersebut tidak dapat dikatakan tinggi yaitu dengan
nilai koefisien korelasi sebesar 0,260. Ini dapat dimengerti karena semakin
berpendidikan seseorang semakin membutuhkan informasi untuk memenuhi
kebutuhan menambah pengetahuan. Pada siswa dan mahasiswa tentu kegiatan
membaca harus menjadi kegiatan utama, begitu juga pada profesi dosen dan guru. Oleh
karena itu untuk meningkatkan minat dan kegemaran membaca masyarakat, dapat
dilakukan melalui peningkatan kualitas pendidikan. Penugasan-penugasan di sekolah
dan di kampus akan mendorong kebiasaan siswa dan mahasiswa untuk membaca
sekalipun nantinya membaca tersebut tidak ada hubungannya dengan penugasan dari
guru dan dosen. Kebiasaan memecahkan masalah dengan cara mencari sumber
informasi pada sumber-sumber bacaan akan mendorong peningkatan minat dan
kegemaran membaca. Selanjutnya tabel tersebut menggambarkan bahwa pendidikan
1
Minat Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat. Senin, 8 Maret 2004.
145
walaupun mempengaruhi kebiasaan responden baik dalam mendengarkan radio
maupun menonton televisi/video/vcd, namun pengaruhnya sangat lemah. Walaupun
koefisien korelasinya positif, namun nilainya sangat lemah yaitu masing-masing 0,052
dan 0,091 untuk pendidikan terhadap mendengarkan radio dan pendidikan terhadap
menonton televisi/video/vcd.
Pendapatan seseorang tidak berpengaruh terhadap penggunaan waktu luang
yang digunakan untuk aktifitas membaca. Sebenarnya nilai koefisien korelasinya negatif
yakni -0,070 yang berarti ada hubungan negatif antara tingkat penghasilan dengan
aktifita membaca, namun karena nilainya sangat kecil yaitu mendekati nol, maka
pengaruh tersebut hampir tidak ada artinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pada masyarakat yang berpenghasilan baik rendah, sedang, maupun tinggi pola
membacanya sama saja. Sedangkan pengaruh penghasilan terhadap kebiasaan
mendengarkan radio malah negatif dengan nilai koefisien korelasi lebih tinggi (-0,145),
artinya walaupun pengaruhnya kecil, namun menunjukkan bahwa semakin tinggi
penghasilan seseorang, semakin jarang mendengarkan radio. Berbeda dengan waktu
yang mereka gunakan untuk mendengarkan radio yang cenderung negatif (terbalik),
waktu yang mereka gunakan untuk menonton televisi/video/vcd ternyata berpengaruh
positif atau berbanding lurus (walaupun sangat lemah) dengan nilai koefisien korelasi
sebesar 0,129. Artinya, semakin tinggi penghasilan seseorang, maka mereka akan
cenderung semakin sering melakukan aktifitas menonton.
4.3.3 Hubungan antara kelompok umur dengan membaca
Dari aspek umur diduga pada usia sekolah sampai mahasiswa (usia SD yaitu
kurang dari 12 tahun sampai usia mahasiswa yaitu sampai 23 tahun) memiliki
kebiasaan membaca yang tinggi. Dianggap demikian karena hal ini merupakan tuntutan
pendidikan. Pada usia kerja kebiasaan membaca ini diduga akan menurun dan
kemudian akan meningkat lagi pada usia tua, dimana pada usia ini orang akan memiliki
waktu luang yang berlimpah. Namun dari data yang diperoleh, ternyata dugaan ini tidak
terjadi.
146
Tabel 4.3.11 Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca
Umur Lama (durasi) membaca
Responden 1‐2 j/mg 2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/hr 1‐2 j/hr 2‐3 j/hr > 3 j/hr
Jml resp 10 3 8 42 88 19 17
< 12 th
% 5,3 1,6 4,3 22,5 47,1 10,2 9,1
Jml resp 5 5 5 28 87 23 6
13‐15 th
% 3,1 3,1 3,1 17,6 54,7 14,5 3,8
Jml resp 1 3 5 38 52 18 9
16‐18 th
% 0,8 2,4 4,0 30,2 41,3 14,3 7,1
Jml resp 3 1 2 27 41 9 11
19‐23 th
% 3,2 1,1 2,1 28,7 43,6 9,6 11,7
Jml resp 10 2 5 51 74 26 19
24‐40 th
% 5,3 1,1 2,7 27,3 39,6 13,9 10,2
Jml resp 3 0 2 28 29 12 9
41‐55 th
% 3,6 0,0 2,4 33,7 34,9 14,5 10,8
Jml resp 0 0 0 1 3 0 1
> 55 th
% 0,0 0,0 0,0 20,0 60,0 0,0 20,0
Jml resp 32 14 27 215 374 107 72
Total
% 3,8 1,7 3,2 25,6 44,5 12,7 8,6
Gambar 4.3.8 Grafik hubungan antara umur dengan lama membaca
Tabel 4.3.11 dan gambar 4.3.8 memperlihatkan bahwa membaca tidak
dipengaruhi oleh umur. Pola grafik dari semua kelompok umur responden terlihat sama
147
yaitu sedikit responden pada korbanan waktu membaca rendah (dari 1 jam sampai 2
jam setiap minggu), kemudian naik jumlahnya pada korbanan waktu membaca sedang
(kurang dari satu jam sampai 2 jam per hari), dan kembali sedikit responden pada
korbanan waktu membaca tinggi (lebih dari 3 jam sehari).
Semua kelompok responden menyatakan bahwa mereka menghabiskan waktu
rata-rata dalam membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Sebenarnya korbanan
waktu demikian dapat dikatakan tidak terlalu tinggi karena bagi masyarakat yang
kegemaran membacanya tinggi, mereka akan menghabiskan waktu membaca lebih dari
3 jam setiap harinya.
Gambar 4.3.9 Korbanan Waktu (durasi) Rata‐rata dalam Membaca
Secara statistik hubungan antara umur dengan lama (durasi) membaca hampir
tidak ada. Ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi yang nilainya sangat kecil
yaitu hanya sebesar 0,011 (Lihat tabel 4.3.12). Kenyataan ini tidak sesuai dengan
hipotesa dimana seharusnya semakin tinggi umur seseorang, semakin lama ia
membaca. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan aktifitas membaca dalam
hubungannya dengan aktifitas pendidikan. Tabel yang disampaikan oleh Razak (2004)
menunjukkan bahwa semakin tinggi usia yang ditunjukkan oleh status pendidikan maka
dia maka dituntut semakin lama membaca. Kenyataan ini tentu harus menjadi
perhatian dari pemerintah, khususnya para pendidik atau regulator pendidikan. Sudah
waktunya kewajiban membaca di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dimonitor dan
masuk ke dalam kurikulum wajib. Misalnya saja, guru atau dosen harus lebih banyak
148
memberikan penugasan yang berkaitan dengan membaca, membuat ringkasan, dan
membuat soal-soal ujian yang bahan-bahannya diambil dari bacaan yang diwajibkan
oleh guru dan lain-lain.
Tabel 4.3.12 Korelasi Umur terhadap Durasi Membaca
Durasi Membaca
Spearman's rho Umur Correlation Coefficient ,011
Sig. (2-tailed) ,748
N 835
Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi antara umur dengan lama
membaca walau sangat kecil yaitu sebesar 0,011 pada tingkat kepercayaan 0,01. Ini
berarti makin tua umur seseorang, makin lama durasi membacanya. Demikian pula
jika umur dihubungkan dengan frekuensi baca terdapat hubungan yang nyatanegatif
walau kecil yaitu sebesar -0,186 pada tingkat kepercayaan 0,01. Hal ini dapat dilihat
hasil perhitungan seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.3.13 Korelasi Umur terhadap Frekuensi Membaca
Frekuensi
Spearman's rho Umur Correlation Coefficient -,186(**)
Sig. (2-tailed) ,000
N 521
149
Umur Biaya belanja buku responden
Responden <50 rb 50 ‐100 rb 100‐200 rb 200‐300 rb 300‐400 rb 400‐500 rb >500 rb
Jml resp 27 30 5 1 1 1 2
19‐23 th
% 40,3 44,8 7,5 1,5 1,5 1,5 3,0
Jml resp 48 43 20 11 6 1 0
24‐40 th
% 37,2 33,3 15,5 8,5 4,7 0,8 0,0
Jml resp 20 25 6 5 3 3 0
41‐55 th
% 32,3 40,3 9,7 8,1 4,8 4,8 0,0
Jml resp 2 0 0 0 0 0 0
> 55 th
% 100,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
Jml resp 338 208 62 19 20 7 7
Total
% 51,1 31,5 9,4 2,9 3,0 1,1 1,1
Gambar 4.3.10 Sebaran Besarnya Korbanan Membeli Buku berdasarkan Umur
Hubungan antara umur dengan korbanan responden dalam bentuk biaya atau
anggaran membeli buku dapat dilihat pada tabel 4.3.14 dan gambar 4.3.10. Pada tabel
dan gambar tersebut terlihat bahwa rata-rata korbanan untuk membeli buku sebagian
besar ada pada jumlah kurang dari Rp. 50.000,- per bulan. Sebagian responden
mengaku berbelanja buku antara Rp 50.000,- - Rp. 100.000,- per bulan. Namun yang
berbelanja buku lebih besar dari Rp. 100.000,- per bulan jumlahnya sangat sedikit.
Hubungan antara umur dengan korbanan untuk membeli buku memang berkorelasi
positif, namun hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan koefisien korelasi sebesar
150
0,197. Jadi dapat dikatakan bahwa umur tidak terlalu berpengaruh terhadap korbanan
responden membeli buku.
Tabel 4.3.15 Hubungan Umur dengan Pemilikan Buku
Kelompok Kepemilikan buku responden
Umur Responden Tdk punya < 10 bk 10‐25 bk 25‐50 bk 50‐75 bk 75‐100 bk >100 bk
Jml resp 63 83 19 14 0 0 0
< 12 th
% 35,2 46,4 10,6 7,8 0,0 0,0 0,0
Jml resp 28 63 42 9 9 2 3
13‐15 th
% 17,9 40,4 26,9 5,8 5,8 1,3 1,9
Jml resp 24 58 35 8 1 4 0
16‐18 th
% 18,5 44,6 26,9 6,2 0,8 3,1 0,0
Jml resp 29 21 23 9 4 2 4
19‐23 th
% 31,5 22,8 25,0 9,8 4,3 2,2 4,3
Jml resp 54 42 44 19 9 11 10
24‐40 th
% 28,6 22,2 23,3 10,1 4,8 5,8 5,3
Jml resp 12 21 19 8 5 7 5
41‐55 th
% 15,6 27,3 24,7 10,4 6,5 9,1 6,5
Jml resp 2 0 2 0 0 0 0
> 55 th
% 50,0 0,0 50,0 0,0 0,0 0,0 0,0
Jml resp 212 288 184 67 28 26 22
Total
% 25,6 34,8 22,2 8,1 3,4 3,1 2,7
Gambar 4.3.11 Sebaran Besarnya Pemilikan Buku berdasarkan Umur Responden
151
Hubungan antara umur dengan kepemilikan buku digambarkan oleh tabel 4.3.15
dan grafik pada gambar 4.3.11. Pada tabel dan grafik tersebut terlihat bahwa pola
kepemilikan buku responden terlihat sama baik pada umur muda maupun pada umur
dewasa. Jumlah responden terbesar adalah pada kepemilikan buku antara nol atau
tidak punya buku sampai 10 judul buku, dan makin sedikit responden yang memiliki
buku di atas 10 judul, apalagi di atas 100 judul buku. Secara statistik umur memang
tidak terlalu mempengaruhi kepemilikan buku yang ditandai dengan koefisien korelasi
yang rendah yaitu hanya sebesar 0,199. Artinya, walaupun terdapat hubungan positif
antara umur dengan tingkat kepemilikan buku, namun hubungan tersebut sangat
lemah.
Hubungan antara umur dengan frekuensi membaca yang ditunjukkan dengan
frekuensi responden datang ke perpustakaan ternyata memiliki hubungan negatif,
walaupun hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi hanya
sebesar -0,186. Artinya, walaupun pengaruhnya tidak besar, semakin tua umur
seseorang, maka cenderung semakin jarang datang ke perpustakaan umum. Padahal
sebagian besar responden tahu bahwa di kota tempat mereka tinggal tersedia
perpustakaan umum (84,6 %), walaupun ada juga yang mengatakan bahwa di kota
tempat mereka tinggal tidak ada perpustakaan umum (7,1 %) dan bahkan ada yang
tidak tahu bahwa di kotanya ada perpustakaan umum (5,4 %).
152
Kelompok Umur Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan
Responden 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1X/h
Jml resp 0 0 0 0 0 0 3
> 55 th
% 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0
Jml resp 33 9 24 84 158 133 81
Total
% 6,3 1,7 4,6 16,1 30,3 25,5 15,5
Gambar 4.3.12 Sebaran Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan berdasarkan Umur
153
Gambar 4.3.13 Sebaran Rata‐rata Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan
Dari tabel 4.3.15 dapat dilihat bahwa kelompok mahasiswa berkunjung ke
perpustakaan satu sampai dua kali seminggu. Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan
umum lebih banyak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bacaan dalam kaitannya
dengan penulisan skripsi2. Hal ini dapat diduga karena di kampusnya mereka tidak
mendapatkan apa yang mereka butuhkan.
Tabe 4.3.17 Frekuensi Responden Berkunjung ke Perpustakaan
Kelompok Frekuensi kunjungan ke perpustakaan
Responden 1 X /th 1 X /6 bln 1 X /3 bln 1 X /bln 1 X /mg 2 X /mg 1 X /h
Jml Resp 3 1 1 9 21 23 9
Mahasiswa
% 4,5 1,5 1,5 13,4 31,3 34,3 13,4
Jml Resp 2 1 1 12 8 13 4
Pegawai Swasta
% 4,9 2,4 2,4 29,3 19,5 31,7 9,8
Jml Resp 3 1 3 1 2 1 0
Petani/Nelayan
% 27,3 9,1 27,3 9,1 18,2 9,1 0
Jml Resp 0 0 0 4 18 2 5
Ibu Rmh angga
% 0 0 0 13,8 62,1 6,9 17,2
Jml Resp 0 0 0 2 6 1 0
Pedagang
% 0 0 0 22,2 66,7 11,1 0
2
Mahasiswa ke Perpustakaan untuk Skripsi. Riau Mandiri, Selasa 24 April 2007
154
Kelompok Frekuensi kunjungan ke perpustakaan
Responden 1 X /th 1 X /6 bln 1 X /3 bln 1 X /bln 1 X /mg 2 X /mg 1 X /h
Jml Resp 0 0 0 0 10 15 0
Dosen
% 0 0 0 0 40 60 0
Jml Resp 8 3 6 8 38 42 18
Siswa SD
% 6,5 2,4 4,9 6,5 30,9 34,1 14,6
Jml Resp 6 1 4 17 20 19 1
Siswa SMP
% 8,8 1,5 5,9 25 29,4 27,9 1,5
Jml Resp 9 1 4 18 11 11 2
Siswa SMU
% 16,1 1,8 7,1 32,1 19,6 19,6 3,6
Jml Resp 1 0 1 4 8 2 36
PNS
% 1,9 0 1,9 7,7 15,4 3,8 69,2
Jml Resp 1 1 1 7 13 3 0
Guru
% 3,8 3,8 3,8 26,9 50 11,5 0
Jml Resp 0 0 1 2 0 0 0
TNI/Polri
% 0 0 33,3 66,7 0 0 0
Jml Resp 0 0 2 0 3 1 7
Buruh
% 0 0 15,4 0 23,1 7,7 53,8
Jml Resp 33 9 24 84 158 133 82
Total
% 6,3 1,7 4,6 16,1 30,2 25,4 15,7
Kunjungan siswa SD ke perpustakaan umum dilakukan oleh 70,3 % responden
dan sebagian besar berkunjung antara satu kali seminggu, dua kali seminggu, dan
bahkan setiap hari (79,7 % dari responden yang berkunjung ke perpustakaan), sisanya
menyatakan jarang berkunjung ke perpustakaan yaitu dengan berkunjung antara satu
kali sebulan dan bahkan ada yang berkunjung hanya satu kali saja dalam setahun. Pada
kelompok siswa SMP persentase yang berkunjung ke perpustakaan umum lebih rendah
dari siswa SD yaitu 42,5 % dan pola kunjungannya juga bergeser dimana siswa yang
berkunjung ke perpustakaan banyak di sekali dalam satu bulan sampai dua kali dalam
seminggu. Persentase siswa SMA yang berkunjung ke perpustakaan umum malah lebih
sedikit lagi yaitu hanya 56 dari 136 responden atau hanya sekitar 41,2 %. Kelompok
siswa SMA rata-rata berkunjung antara sebulan sekali sampai seminggu dua kali.
Seperti yang sudah disebutkan di awal laporan ini bahwa salah satu indikator tinggi
rendahnya minat baca adalah korbanan waktu untuk datang ke perpustakaan
(frekuensi). Keadaan ini dibenarkan oleh pernyataan Kepala Perpustakaan dan Arsip
155
Daerah Provinsi Riau, Radja Erisman, dimana beliau mengakui bahwa minat baca
masyarakat Riau masih sangat rendah3.
Pada umumnya responden datang sendirian ke perpustakaan (85,2 %), dan
hanya sebagian kecil mengajak isteri (2,6 %), dan membawa anak (12,2 %). Namun
demikian mereka mengaku memberitahu orang lain bahwa di kota tempat mereka
tinggal ada perpustakaan (90,5 %), dan hanya sebagian saja yang tidak memberitahu
orang lain yaitu sebanyak 9,5 %.
tidak pernah
sibuk
Malas
Alasan lain
sendiri di
Bukunya
berganti
Tidak ada
waktu karena
membaca
rumah
Jaraknya
tidak menarik
Koleksinya
Tidak sering
Responden
Mahasiswa 3 11 6 3 10 2 2 2
Pegawai Swasta 3 5 6 2 13 1 2 4
Petani/Nelayan 1 6 0 0 16 2 0 0
Ibu Rumah Tangga 2 4 1 1 4 2 2 1
Pedagang 0 1 1 1 11 1 4 0
Dosen 0 0 0 0 0 0 0 0
Siswa SD 51 58 3 11 23 7 11 1
Siswa SMP 16 55 4 5 9 7 7 8
Siswa SMU 5 66 2 2 20 4 11 7
PNS 4 1 4 2 3 0 1 0
Guru 2 1 1 0 6 0 0 1
TNI/Polri 1 3 1 0 6 3 3 0
Buruh 1 9 0 0 6 1 5 0
Total 89 220 29 27 127 30 48 24
Persentase 15,0 37,0 4,9 4,5 21,4 5,1 8,1 4,0
Dari responden yang jarang atau tidak datang ke perpustakaan (lihat tabel
4.3.16) diperoleh alasan bahwa jarak perpustakaan terlalu jauh dari tempat tinggal
mereka (37 %), tidak ada waktu karena sibuk (21,4 %), sudah memiliki koleksi sendiri di
rumah (15 %), malas (8,1 %), tidak sering membaca (5,1 %), bukunya tidak menarik dan
sudah tua (4,9 %), koleksinya tidak pernah berganti (4,5 %) dan karena alasan lain (4,0
3
BPA Kampanyekan Gemar Membaca, Riau Pos, Kamis 26 April 2007.
156
%). Alasan jarak merupakan alasan paling banyak dipilih oleh responden. Ini ada
kaitannya dengan kemampuan mereka dalam menanggulangi ongkos menggunakan
angkutan umum yang menurut mereka tidak murah (rata-rata 86,3 % menyatakan tidak
murah), hanya 8,2 % saja dari responden yang menyatakan bahwa ongkos angkutan
umum di wilayah mereka termasuk murah. Kondisi jumlah angkutan umum sendiri
menurut sebagian besar responden termasuk banyak (dinyatakan oleh 54,8 %).
Untuk mengatasi masalah jarak antara pemukiman penduduk dengan lokasi
perpustakaan umum maka perlu diperbanyak perpustakaan keliling, atau dengan kata
lain mendekatkan perpustakaan kepada lokasi tempat tinggal pengguna perpustakaan.
Saat ini sudah ada perpustakaan keliling berupa mobil keliling serta sepeda motor
(motor pintar atau motor cerdas) yang secara bergiliran mengunjungi tempat-tempat
yang jauh dari perpustakaan umum, namun jumlahnya masih belum memadai, apalagi
mengingat medan untuk wilayah yang harus dikunjungi tidak selalu mudah. Tahun
2006 Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah telah mengadakan motor pintar sebanyak
30 unit dan sudah didistribusikan ke kabupaten-kabupaten di Provinsi Riau, sedangkan
pada tahun 2007 Pemerintah Provinsi juga membagi lagi masing-masing dua unit
motor pintar ke kabupaten dan kota. Taman-taman bacaan yang menamakan diri sudut
baca atau rumah baca atau kampung baca sudah banyak dikembangkan khususnya baik
yang dikembangkan oleh pemerintah melalui Penggerak PKK maupun atas swadaya
masyarakat dan dibina oleh Lembaga Swadaya Masyarakat. Untuk mengatasi masalah
jarak ini maka sudut-sudut baca ini perlu diberdayakan. Perlu adanya perputaran
koleksi antara sudut baca yang satu dengan sudut baca yang lain. Perputaran koleksi ini
akan dilakukan oleh motor pintar tersebut.4
Yang agak mengejutkan adalah adanya responden yang tidak datang ke
perpustakaan dengan alasan tidak ada waktu karena sibuk. Jika alasan ini dikemukakan
oleh responden yang berprofesi seperti pedagang dan sejenisnya mungkin dapat
dimengerti, namun bila alasan ini dinyatakan oleh kelompok mahasiswa dan pelajar
maka sepertinya alasan ini kurang dapat diterima dan terkesan dibuat-buat. Ini
merupakan bukti bahwa minat baca yang ditunjukkan dengan frekuensi datang ke
perpustakaan memang rendah. Beberapa responden memberi alasan bahwa tidak
4
Sukseskan Gerakan Riau Membaca Hari ini BPA Serahkan Motor Pintar, Harian Riau
Mandiri, 15 Januari 2007
157
datang ke perpustakaan karena mereka memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya.
Tampaknya alasan ini dapat diterima. Namun bila dianalisis lebih mendalam,
sesungguhnya sulit bagi seseorang atau individu yang memiliki kegemaran membaca
yang tinggi dapat memenuhi sendiri segala kebutuhan bahan bacaannya. Untuk itu
orang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi biasanya akan datang ke
perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasoetion (1992) yang menyatakan
bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengumpulkan kepustakaan (buku) yang
berhubungan dengan minatnya sebagai milik pribadi di rumah. Itulah sebabnya
perpustakaan umum adalah sarana penunjang pengembang ilmu dan penelitian yang
sangat penting. Yang perlu disediakan di rumah hanyalah sumber-sumber rujukan yang
diperlukan sewaktu-waktu5. Alasan bahwa responden sudah memiliki buku sendiri di
rumahnya terkesan mengada-ada. Hal ini terlihat dari data kepemilikan buku dimana
responden yang tidak punya koleksi buku di rumahnya cukup besar yaitu mencapai 25,8
%, dan yang memiliki buku dengan jumlah sedikit mencapai 57 %. Jadi dengan kata lain
jika kita menggabung data kedua kelompok tersebut (yang tidak punya koleksi buku
dengan data kelompok yang punya koleksi buku sedikit) maka kelompok ini mencapai
82,8 %, suatu jumlah yang sangat besar. Dengan demikian alasan tidak datang ke
perpustakaan karena sudah memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya menjadi kurang
bermakna. Alasan ini kemudian malah memperkuat pernyataan bahwa minat dan
kegemaran membaca masyarakat Indonesia, khususnya di lokasi penelitian yaitu
Pekanbaru, masih rendah.
Antara umur dengan tingkat kepemilikan buku ternyata secara statistik ada
hubungan walaupun agak lemah yaitu dengan nilai korfisien korelasi sebesar 0,199.
Artinya walaupun tidak terlalu kuat, semakin tua umur seseorang maka cenderung
memiliki buku yang lebih banyak. Hal ini ada kaitannya dengan kerelaan berkorban
untuk membeli buku yang juga memiliki hubungan positif walaupun nilainya sangat
lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,197. Artinya, walaupun hubungan
tersebut lemah, bertambahnya umur akan berpengaruh terhadap kerelaan berkorban
untuk membeli buku.
5
Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja. Jakarta:
Grasindo, 1992. hal 62.
158
4.3.4 Hubungan Pendidikan Dengan Membaca
Salah satu hal yang diduga mempunyai hubungan dengan minat baca yang
ditandai dengan lamanya membaca (durasi), frekuensi membaca yang ditandai dengan
frekuensi datang ke perpustakaan, serta korbanan untuk memperoleh bahan bacaan
yang ditandai dengan membeli buku dan jumlah kepemilikan buku adalah tingkat
pendidikan masyarakat.
Tabel 4.3.19 Hubungan antara Pendidikan dengan Lama Membaca
Pendidikan terakhir Durasi membaca responden
159
Gambar 4.3.14 Sebaran Rata‐rata Lama Membaca berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
160
minat baca yang rendah, maka kelompok mahasiswa sebagian besar (75,9 %) memiliki
minat baca yang rendah, dan hanya 24,1 % saja yang memiliki minat baca tinggi.
Gambar 4.3.15 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Mahasiswa
Korbanan untuk membeli buku bagi mahasiswa juga tidak terlalu tinggi. Jumlah
mahasiswa yang membeli buku kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan cukup tinggi
(45,6 %) dan yang berbelanja buku antara Rp. 50.000,- - Rp 100.000,- juga cukup
tinggi (45,6 %). Sedangkan yang berbelanja lebih dari Rp. 100.000,- sangat sedikit (8,8
%). Dari aspek kepemilikan buku pada responden mahasiswa juga tidak memberikan
gambaran yang menggembirakan. Sebagian besar mahasiswa memiliki buku antara 0 –
10 judul buku (44,5 %), memiliki buku antara 10 – 25 judul (25,9 %), memiliki buku
antara 25 – 50 judul buku (16 %), 50 – 100 judul buku (7,4 %), dan ada juga yang
meiliki koleksi buku di atas 100 judul (6,2 %). Logikanya, jika mereka tidak membeli
buku sehingga mereka tidak memiliki koleksi buku di rumahnya, maka mereka akan ke
perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bacaannya. Namun, kenyataan ini tidak
161
terjadi. Sebagian besar mahasiswa hanya berkunjung ke perpustanaan umum sebanyak
antara satu kali sampai dua kali seminggu (65,8 %). Jumlah yang berkunjung ke
perpustakaan umum setiap hari tidak banyak yaitu hanya 12, 9 %. Yang mengherankan
adalah masih ada mahasiswa yang jarang datang ke perpustakaaan umum yaitu
berkunjung sekali sebulan (12,9 %), berkunjung sekali setiap tiga bulan (2,9 %),
berkunjung sekali setiap enam bulan (1,4 %), dan berkunjung sekali setiap satu tahun
(4,3 %).
Untuk lulusan SMA atau SLTA sebagian besar responden membaca antara
kurang dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan
sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004)
malas membaca (76,5 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca
bagi siswa SMU menurut Razak adalah mereka yang membaca antara dua jam sampai
2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap hari
termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan
dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk
kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih
dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (16,7 % responden membaca lebih dari 2 jam
dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebesar 6,8 % responden). Ukuran sangat rajin
membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Grafik pada
gambar 4.3.16 memperlihatkan gambaran minat baca siswa SMA.
162
Gambar 4.3.16 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTA
Dari besarnya dana yang dianggarkan untuk belanja buku tiap bulannya juga
tidak menampakkan minat terhadap membaca yang tinggi. Pada umumnya responden
kelompok ini berbelanja buku kurang dari Rp. 50.000,- per bulan (60,4 %), dan antara
Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.000,- (30,6 %). Sedangkan yang berbelanja buku lebih
dari Rp.100.000,- tiap bulan hanya sebesar 2,7 % responden. Dari aspek kepemilikan
buku juga menunjukkan hal yang sama, yaitu minat baca responden belum tinggi.
Responden kelompok ini sebagian besar memiliki koleksi buku kurang dari 10 judul (61
% diantaranya tidak memiliki buku sama sekali sebesar 16,9 %). Sedangkan yang
memiliki buku antara 10 sampai 25 judul hanya sebesar 29,4 %. Apalagi yang memiliki
koleksi buku lebih dari 25 judul yaitu hanya sebesar 9,5 %. Walaupun tingkat
kepemilikan buku mereka rendah dan kemauan untuk membeli buku rendah,
kunjungan ke perpustakaan umumpun menunjukkan persentase yang rendah yaitu
metoritas responden berkunjung ke perpustakaan sekali dalam sebulan (31 %), sekali
dalam seminggu (20,7 %). Sedangkan yang berkunjung dua kali dalam seminggu hanya
19 %, apalagi yang berkunjung tiap hari ke perpustakaan umum yang hanya 5,2 %.
Bahkan ada yang lebih jarang lagi dari sekali sebulan yaitu sekali dalam tiga bulan (6,9
%), sekali dalam enam bulan (1,7 %), dan yang hanya sekali dalam satu tahun (15,5 %).
Untuk lulusan SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk
memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin
membaca bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Oleh karena itu
lulusan SLTP di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca antara sedang atau
rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin membaca (70,1 %), sedangkan sisanya
163
berada pada posisi malas membaca dan bahkan malas sekali membaca. Grafik pada
gambar 4.3.17 memberikan gambaran lebih spesifik mengenai minat baca kelompok
siswa SLTP. Pada gambar tersebut kelompok siswa yang membaca antara 1 – 2 jam
menduduki posisi terbanyak yaitu 53,5 %. Artinya kelompok siswa SLTP di lokasi
penelitian termasuk yang memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi (rajin
membaca). Bahkan sebanyak 16,7 % responden kelompok ini memiliki minat baca yang
tinggi atau sangat rajin membaca. Hanya 29,9 % responden yang termasuk malas
membaca.
Gambar 4.3.17 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTP
Jika salah satu ukuran minat baca adalah korbanan biaya untuk membeli buku,
maka kelompok responden ini tidak jauh berbeda dengan kelompok responden SMA
maupun mahasiswa dimana mayoritas mereka berbelanja buku kurang dari Rp.
50.000,- dalam sebulan (56,5 %), dan antara Rp.50.000,- sampai Rp.100.000,- dalam
sebulan (33 %), sedangkan sisanya mengaku berbelanja buku lebih dari Rp.100.000,-
164
setiap bulan (10,4 %). Dari sisi kepemilikan buku juga sama yaitu tidak menunjukkan
minat yang tinggi teradap membaca. Mayoritas responden memiliki buku kurang dari
10 judul (59,1 %), memiliki buku antara 10 sampai 25 judul (27,5 %), dan memiliki buku
lebih dari 25 judul (13,3 %). Yang agak menggembirakan adalah kunjungan mereka ke
perpustakaan umum. Mayoritas responden kelompok ini berkunjung ke perpustakaan
antar asekali dalam sebulan sampai dua kali dalam seminggu (81,9 %), dan bahkan ada
yang tiap hari berkunjung ke perpustakaan (1,5 %). Hanya 16,7 % responden saja yang
mengaku jarang berkunjung ke perpustakaan dimana mereka mengaku berkunjung
antara sekali dalam tiga bulan sampai hanya sekali dalam satu tahun.
Kelompok responden tamat SD dan tidak tamat SD juga berada pada posisi
membaca antara 1 – 2 jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca
bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun mahasiswa,
maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca
antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam
dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin membaca. Grafik pada gambar
4.3.18 berikut memberikan gambaran yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD.
Sebagian besar (47,1 %) responden kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 – 2
jam setiap hari, dan ini termasuk kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang
tinggi. Bahkan 19,8 % termasuk yang memiliki minat baca sangat tinggi. Hanya 33,2 %
siswa SD yang memiliki minat baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak
(2004) siswa SD yang termasuk malas membaca adalah mereka yang membaca kurang
dari 30 menit setiap hari.
165
Gambar 4.3.18 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SD
Jika dilihat dari korbanan biaya untuk membeli buku, tingkat kepemilikan buku
serta kunjungangan ke perpustakaan, maka kelompok responden SD tidak banyak
berbeda dengan kelompok responden lainnya dimana korbanan biaya untuk membeli
buku berada pada kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan, kepemilikan buku berada pada
jumlah di bawah 10 judul buku. Namun demikian untuk kunjungan ke perpustakaan
umum, kelompok ini agak mirip dengan kelompok siswa SMP, bahkan lebih baik,
dimana frekuensi berkunjung mereka ke perpustakaan dapat dikatakan lumayan sering
yaitu antara sekali dalam seminggu sampai setiap hari (79,6 %). Sisanya mengaku
jarang berkunjung ke perpustakaan (20,4 %).
Secara statistik menggunakan uji Rank Spearman dengan alat hitung SPSS,
tingkat pendidikan ini memang ada hubungannya dengan durasi membaca, namun
pada kasus di Pekanbaru hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan koefisien
korelasi hanya sebesar 0,072. Hal ini menggambarkan bahwa minat baca masyarakat di
Pekanbaru memang belum tinggi. Seharusnya semakin tinggi pendidikan seseorang
kecenderungan membaca tinggi sangat kuat.
Tabel 4.3.20 Korelasi pendidikan terhadap durasi membaca
Durasi membaca
Spearman's rho Pendidikan Correlation Coeficient 0,072(*)
Sig. (2-tailed) ,038
N 835
166
Tabel 4.3.21 Hubungan antara Pendidikan dengan Besarnya Biaya Belanja Buku
Pendidikan Jumlah biaya berbelanja buku responden
Terakhir
Responden <50 rb 50rb‐100rb 100rb‐200rb 200rb‐300rb 300rb‐400rb 400rb‐500rb >500rb
Gambar 4.3.19 Grafik Hubungan Latar Belakang pendidikan dengan Korbanan Membeli Buku
167
Tabel 4.3.21 Hubungan antara Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku
Pendidikan Jumlah responden memiliki buku
Responden 0 < 10 10‐25 25‐50 50‐75 75‐100 >100
Jml resp 17 10 5 1 0 0 0
Tdk tamat SD
% 51,5 30,3 15,2 3,0 0,0 0,0 0,0
Jml resp 73 120 55 16 8 2 2
Tamat SD
% 26,4 43,5 19,9 5,8 2,9 0,7 0,7
Jml resp 38 72 41 9 0 4 0
Tamat SMP
% 23,2 43,9 25,0 5,5 0,0 2,4 0,0
Jml resp 65 45 36 17 7 2 5
Tamat SMA
% 36,7 25,4 20,3 9,6 4,0 1,1 2,8
Jml resp 4 13 16 6 2 0 2
Tamat Diploma
% 9,3 30,2 37,2 14,0 4,7 0,0 4,7
Jml resp 6 16 30 18 10 15 11
Tamat S1
% 5,7 15,1 28,3 17,0 9,4 14,2 10,4
Jml resp 0 0 2 0 0 3 2
Tamat S2‐S3
% 0,0 0,0 28,6 0,0 0,0 42,9 28,6
Jml resp 203 276 185 67 27 26 22
Total
% 25,2 34,2 23,0 8,3 3,3 3,2 2,7
Gambar 4.3.20 Grafik Hubungan Latar Belakang pendidikan dengan Korbanan Pemilikan Buku
168
Tingkat pendidikan memang berkorelasi positif terhadap korbanan responden
untuk membeli buku dan tingkat kepemilikan buku dengan nilai koefisein korelasi
masing-masing sebesar 0,186 dan 0,3. Khusus untuk tingkat kepemilikan buku ternyata
antara tingkat pendidikan dengan kepemilikan buku hubungannya lumayan tinggi. Dari
tabel 4.3.21 dapat terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan responden semakin banyak
responden yang memiliki buku dalam jumlah besar dan semakin sedikit responden yang
tidak punya koleksi buku pribadi.
Tabel 4.3.23 Hubungan antara Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke perpustakaan
Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan
Pendidikan Responden
1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1X/h
Jml resp 0 0 1 0 2 4 0
Tdk tamat SD
% 0,0 0,0 14,3 0,0 28,6 57,1 0,0
Jml resp 14 4 9 21 53 56 20
Tamat SD
% 7,9 2,3 5,1 11,9 29,9 31,6 11,3
Jml resp 10 1 5 20 14 12 4
Tamat SMP
% 15,2 1,5 7,6 30,3 21,2 18,2 6,1
Jml resp 5 2 8 21 35 22 31
Tamat SMA
% 4,0 1,6 6,5 16,9 28,2 17,7 25,0
Jml resp 1 1 0 3 13 9 10
Tamat Diploma
% 2,7 2,7 0,0 8,1 35,1 24,3 27,0
Jml resp 3 1 0 15 32 26 14
Tamat S1
% 3,3 1,1 0,0 16,5 35,2 28,6 15,4
Jml resp 0 0 0 0 3 3 1
Tamat S2‐S3
% 0,0 0,0 0,0 0,0 42,9 42,9 14,3
Jml resp 33 9 23 80 152 132 80
Total
% 6,5 1,8 4,5 15,7 29,9 25,9 15,7
169
Gambar 4.3.21 Grafik Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan
Pada hubungan antara pendidikan dengan frekuensi berkunjung ke
perpustakaan malah negatif dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,200. Artinya,
walaupun hubungannya sangat lemah, semakin tinggi pendidikan seseorang akan
semakin jarang datang ke perpustakaan. Dengan kondisi perpustakaan yang belum
dapat memuaskan pelanggannya, maka hal ini dapat dimengerti. Kemudian kebutuhan
bahan bacaan tersebut dipenuhi dengan cara membeli sehingga tingkat kepemilikan,
bagi kelompok tertentu, juga menjadi tinggi.
4.3.5 Hubungan Tingkat Pendapatan terhadap Membaca
Diduga bahwa tingkat pendapatan seseorang mempunyai hubungan dengan
kebiasaan membaca, sebab semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi
pula daya beli terhadap bahan bacaan yang tentu saja akan semakin tinggi pula durasi
mereka membaca. Namun dari tabel dan grafik berikut dapat dilihat bahwa pola
membaca dari beberapa kelompok penghasilan menunjukkan pola yang sama dimana
pada semua kelompok penghasilan sebagian besar responden membaca selama kurang
lebih 1 jam setiap hari.
170
Tabel 4.3.24 Hubungan antara Pendapatan dengan Durasi membaca
Penghasilan Durasi membaca responden
Responden 1‐2 j/mg 2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/hr 1‐2 j/hr 2‐3 j/hr > 3 j/hr
Jml resp 2 1 3 4 10 1 3
< 500 rb
% 8,3 4,2 12,5 16,7 41,7 4,2 12,5
Jml resp 5 1 3 32 34 10 11
500 ‐ 1 jt
% 5,2 1,0 3,1 33,3 35,4 10,4 11,5
Jml resp 2 0 0 29 24 4 1
lbh 1 jt ‐ 1,5 jt
% 3,3 0,0 0,0 48,3 40,0 6,7 1,7
Jml resp 1 0 0 22 26 2 6
lbh 1,5 jt ‐ 2,5 jt
% 1,8 0,0 0,0 38,6 45,6 3,5 10,5
Jml resp 1 1 1 7 19 18 2
lbh 2,5 jt ‐ 3,5 jt
% 2,0 2,0 2,0 14,3 38,8 36,7 4,1
Jml resp 3 0 1 1 4 11 11
lbh 3,5 ‐ 4,5 jt
% 9,7 0,0 3,2 3,2 12,9 35,5 35,5
Jml resp 2 0 1 4 8 0 1
> 4,5 jt
% 12,5 0,0 6,3 25,0 50,0 0,0 6,3
Jml resp 16 3 9 99 125 46 35
Total % 4,8 0,9 2,7 29,7 37,5 13,8 10,5
Gambar 4.3.22 Grafik Hubungan Pendapatan dengan Durasi Membaca
171
Jika besarnya penghasilan berpengaruh kepada lamanya membaca, seharusnya
grafik orang yang berpengasilan rendah akan bergerak dari tinggi pada durasi baca
pendek ke rendah pada durasi baca panjang (lama) dan sebaliknya yang berpenghasilan
tinggi akan bergerak dari rendah pada durasi pendek ke tinggi pada durasi baca panjang
(lama). Dengan kata lain bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang akan cenderung
semakin lama mereka membaca. Namun kenyataannya tidak demikian. Semua
kelompok pendapatan menunjukkan pola yang sama yaitu bergerak dari rendah pada
durasi membaca pendek (lama membaca lebih dari 1 - 2 jam per minggu), naik pada
durasi membaca sedang (lama membaca sekitar 1 jam per hari), dan bergerak turun lagi
pada durasi membaca tinggi (lama membacanya lebih dari 3 jam per hari). Hanya pada
kelompok orang yang berpenghasilan antara 3,5 sampai 4,5 juta per bulan yang
memperlihatkan gambaran seperti yang kita harapkan yaitu sebagian besar responden
membaca lebih dari 3 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sebagian
besar responden melakukan kegiatan membaca selama kurang lebih 1 jam setiap hari.
Dan ini merupakan indikasi bahwa besarnya penghasilan ternyata tidak berpengaruh
kepada kegiatan membaca. Secara statistik dibuktikan bahwa lama membaca (durasi)
memang mempunyai hubungan yang sangat lemah dengan tingkat penghasilan. Nilai
koefisien korelasinya hanya sebesar 0,143. Artinya, memang ada pengaruh penghasilan
terhadap lama membaca, tetapi pengaruhnya sangat lemah. Namun yang agak
mengejutkan adalah hubungan antara tingkat penghasilan dengan frekuensi seseorang
datang ke perpustakaan yang mempunyai hubungan dengan nilai koefisien korelasi
sebesar agak tinggi yaitu 0,478. Ini berarti semakin tinggi penghasilan seseorang, maka
semakin sering pula dia mengunjungi perpustakaan.
Pada masyarakat yang mempunyai kegemaran membaca yang tinggi, maka
membeli buku untuk memuaskan dirinya dalam hal memenuhi kebutuhan bahan
bacaan akan selalu dilakukan. Oleh karena itu asumsi sementara adalah semakin tinggi
penghasilan seseorang maka akan semakin tinggi kegiatan membacanya yang ditandai
dengan semakin tingginya korbanan waktu mereka dalam membaca. Pada hubungan
antara tingkat penghasilan seseorang dengan kerelaan berkorban untuk membeli buku
ternyata cukup baik, dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,333. Tabel 4.3.25 dan
Gambar 4.3.23 memperlihatkan hubungan antara penghasilan dengan korbanan
responden untuk membeli buku dan tingkat kepemilikan buku dari responden. Dari
172
tabel tersebut dapat terlihat bahwa semakin tinggi penghasilan responden, semakin
banyak responden yang memiliki buku dalam jumlah yang lebih besar dan semakin
sedikit yang tidak punya koleksi buku pribadi.
Jumlah responden dengan anggaran belanja buku
Tingkat
Pendapatan Responden
<50 rb 50‐100 rb 100‐200 rb 200‐300 rb 300‐400 rb 400‐500 rb >500 rb
Jml Resp 9 7 2 0 0 0 0
< 500 rb
% 50,0 38,9 11,1 0,0 0,0 0,0 0,0
Jml Resp 29 16 4 3 0 0 1
500 ‐ 1 jt
% 54,7 30,2 7,5 5,7 0,0 0,0 1,9
Jml Resp 15 13 2 0 0 0 0
lbh 1 jt ‐ 1,5 jt
% 50,0 43,3 6,7 0,0 0,0 0,0 0,0
Jml Resp 18 14 2 1 1 1 0
lbh 1,5 jt ‐ 2,5 jt
% 48,6 37,8 5,4 2,7 2,7 2,7 0,0
Jml Resp 8 19 8 1 7 0 0
lbh 2,5 jt ‐ 3,5 jt
% 18,6 44,2 18,6 2,3 16,3 0,0 0,0
Jml Resp 5 6 2 10 2 4 0
lbh 3,5 ‐ 4,5 jt
% 17,2 20,7 6,9 34,5 6,9 13,8 0,0
Jml Resp 4 4 4 0 0 0 0
> 4,5 jt
% 33,3 33,3 33,3 0,0 0,0 0,0 0,0
Jml Resp 88 79 24 15 10 5 1
Total
% 39,6 35,6 10,8 6,8 4,5 2,3 0,5
173
Gambar 4.3.23 Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Anggaran Membeli Buku
Tabel 4.3.26 Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Kepemilikan Buku
Tingkat Pendapatan Jumlah responden yang memiliki buku
Jml Resp 13 4 4 2 0 1 0
< 500 rb
% 54,2 16,7 16,7 8,3 0,0 4,2 0,0
Jml Resp 36 21 20 6 2 0 3
500 ‐ 1 jt
% 40,9 23,9 22,7 6,8 2,3 0,0 3,4
Jml Resp 24 23 12 2 1 1 1
lbh 1 jt ‐ 1,5 jt
% 37,5 35,9 18,8 3,1 1,6 1,6 1,6
Jml Resp 19 11 17 9 1 0 1
lbh 1,5 jt ‐ 2,5 jt
% 32,8 19,0 29,3 15,5 1,7 0,0 1,7
Jml Resp 7 6 11 11 8 5 3
lbh 2,5 jt ‐ 3,5 jt
% 13,7 11,8 21,6 21,6 15,7 9,8 5,9
Jml Resp 1 4 4 1 3 12 5
lbh 3,5 ‐ 4,5 jt
% 3,3 13,3 13,3 3,3 10,0 40,0 16,7
Jml Resp 0 1 4 1 1 1 3
> 4,5 jt
% 0,0 9,1 36,4 9,1 9,1 9,1 27,3
Jml Resp 100 70 72 32 16 20 16
Total
% 30,7 21,5 22,1 9,8 4,9 6,1 4,9
174
Gambar 4.3.24 Grafik Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Kepemilikan Buku
Dari tabel dan gambar di atas menunjukkan bahwa pola kepemilikan buku dari
semua tingkatan pendapatan responden menunjukkan hal yang kurang lebih sama yaitu
sebagian besar mereka memiliki buku kurang dari 10 judul buku, terutama pada
kelompok berpendapatan di bawah Rp. 2,5 juta. Sedangkan pada kelompok
berpenghasilan di atas Rp. 2,5 juta, kepemilikan bukunya makin meningkat, bahkan
pada kelompok berpenghasilan Rp. 4,5 juta banyak responden yang memiliki koleksi
lebih dari 100 judul buku. Secara stratistik memang ada hubungan antara pendapatan
responden dengan tingkat kepemilikan buku dengan nilai koefisien korelasi sebesar
0,439.
175
Tingkat Pendapatan Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan
Responden 1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg 1X/h
Jml Resp 0 2 2 6 14 3 9
lbh 1,5 jt ‐ 2,5 jt
% 0,0 5,6 5,6 16,7 38,9 8,3 25,0
Jml Resp 0 0 1 9 14 12 3
lbh 2,5 jt ‐ 3,5 jt
% 0,0 0,0 2,6 23,1 35,9 30,8 7,7
Jml Resp 0 0 0 1 10 9 9
lbh 3,5 ‐ 4,5 jt
% 0,0 0,0 0,0 3,4 34,5 31,0 31,0
Jml Resp 1 0 0 5 0 1 5
> 4,5 jt
% 8,3 0,0 0,0 41,7 0,0 8,3 41,7
Jml Resp 8 4 9 31 60 48 62
Total
% 3,6 1,8 4,1 14,0 27,0 21,6 27,9
176
responden yang berpenghasilan lebih tinggi jumlah responden yang sering berkunjung
ke perpustakaan menjadi berkurang.
4.3 6 Bahan Bacaan yang Disukai Responden
Menurut Razak (2004) yang lebih penting dalam mengukur lama membaca
seseorang adalah proses yang mendorong kegiatan membaca seseorang dimana
kegiatan membaca tersebut didorong oleh keinginan atau motivasi yang keluar dari
dirinya, bukan karena dipaksa seperti disuruh oleh guru atau merupakan kewajiban dari
sekolah. Lebih jauh Razak menyatakan dalam mengukur waktu membaca adalah:
“Waktu yang dicatat hanyalah waktu yang digunakan untuk membaca buku di luar
lingkungan sekolah, seperti di rumah, perpustakaan (bukan perpustakaan sekolah),
toko buku, pameran buku, rumah teman, atau tempat‐tempat lainnya.”
178
Tabel 4.3.29 Durasi membaca Koran, majalah dan buku
> 3 jam 2 – 3 jam 1 – 2 jam < 1 jam 3 – 4 jam 2 – 3 jam 1 – 2 jam
per hari per hari per hari per hari per minggu per minggu per minggu
20 33 157 371 15 11 50
Baca Koran
3,0 % 6,4 % 23,9 % 56,5 % 2,3 % 1,7 % 7,6 %
12 37 164 278 14 13 62
Baca Majalah
2,1 % 9,7 % 28,3 % 47,9 % 2,4 % 2,2 % 10,7 %
86 71 291 209 18 18 36
Baca Buku
11,8 % 9,7 % 39,9 % 28,7 % 2,5 % 2,5 % 4,9 %
Kegiatan membaca koran dilakukan kurang dari satu jam setiap hari oleh
sebagian besar responden (56,5 %), dan antara 1 – 2 jam setiap hari (23,9 %). Namun
ada juga yang membaca koran lebih dari 2 jam setiap hari yaitu antara 2 – 3 jam (6,4
%), bahkan lebih dari 3 jam setiap hari (3 %). Hal ini tidak lazim dilakukan. Hal yang
sama terjadi pada membaca majalah yaitu rata-rata responden membaca majalah
antara kuran dari satu jam sampai 2 jam setiap hari. Membaca majalah lebih dari dua
atau bahkan lebih dari 3 jam setiap hari tidak biasa dilakukan orang. Sebaliknya,
membaca buku biasanya dilakukan lebih lama dibandingkan dengan membaca koran
dan majalah. Kelompok orang yang membaca buku lebih dari 1 jam setiap hari ternyata
cukup besar yaitu sebesar 61,4 % dan yang membaca buku kurang dari 1 jam setiap hari
sebesar 28,7 %. Yang agak mengherankan adalah membaca buku antara 1 – 4 jam per
minggu yang dilakukan oleh 9,9 % responden merupakan hal yang kurang lazim, karena
biasanya membaca buku (untuk mengerti isi buku tersebut) merupakan kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus tanpa terputus sampai buku tersebut selesai (tamat)
dibaca.
179
Gambar 4.3.26 Gambaran Bacaan yang Digemari
Bahan bacaan yang paling populer adalah ilmu pengetahuan populer yaitu dipilih
oleh 497 responden, diikuti dengan bacaan kelompok buku agama yang dipilih oleh 369
responden, kemudian bacaan pengetahuan populer oleh 218 responden, bacaan lain-
lain dipilih oleh 169 responden, dan terakhir dan paling sedikit adalah buku-buku fiksi.
Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya di lokasi penelitian, tidak begitu
menyukai fiksi/sastra. Hal ini memperkuat pernyataan Taufik Ismail yang menyatakan
bahwa sejak tahun 1943 sekolah-sekolah SMA di Indonesia tidak pernah mewajibkan
siswanya membaca buku-buku sastra. Dikatakan demikian oleh Taufik Ismail karena di
sekolah-sekolah SMA buku sastra (1) tak disebut di kurikulum, (2) dibaca Cuma
ringkasannya, (3) siswa tak menulis mengenainya, (4) tidak ada di perpustakaan
sekolah, dan (5) tidak diujikan6. Jika siswa diberi tugas wajib untuk membaca buku
sastra, maka diharapkan hal ini mendorong siswa tersebut untuk membaca karya-karya
sastra yang lain.
6
Taufik Ismail (2005). Tragedi Nol Buku Tragedi Kita Bersama. Makalah Rapat Kerja
Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia, Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, tanggal 31 Mei
2005.
180
Untuk membaca buku, sebagian besar responden mengaku membeli (67,6 %),
diikuti dengan meminjam dari meminjam dari teman (37,6 %), perpustakaan umum
(36,3 %), dan meminjam dari kantor atau pejabat pemerintah (8,5 %).
Tabel 4.3.30 Gambaran Perolehan Buku Responden Sebagai Bahan Bacaan
Meminjam
Meminjam dari Kantor/ Perpustakaan
Responden Membeli
dari Teman Pejabat/aparat Umum
pemerintah
Mahasiswa 51 54 9 53
Pegawai Swasta 45 33 7 32
Petani/Nelayan 17 14 0 1
Ibu Rumah Tangga 17 7 3 23
Pedagang 16 3 0 12
Dosen 25 2 9 24
Siswa SD 135 26 20 41
Siswa SMP 117 70 0 28
Siswa SMU 106 92 1 42
PNS 33 11 21 36
Guru 34 16 5 26
TNI/Polri 4 8 1 2
Buruh 9 3 1 7
Jumlah 609 339 77 327
Persen dari sampel 67,6 37,6 8,5 36,3
7
Hibah Sejuta Buku Dimulai. Harian Riau Pos, 25 Juli 2006.
181
Daerah untuk kemudian didistribusikan ke taman-taman bacaan di seluruh Provinsi
Riau. Melalui Gerakan Hibah Sejuta Buku ini diharapkan dalam waktu lima tahun
jumlah sejuta buku tersebut dapat dicapai. Semangat untuk mengumpulkan buku ini
didorong oleh banyaknya anak-anak di daerah yang jarang membaca karena ketiadaan
bahan bacaan.
Kepedulian Pemerintah Provinsi Riau ini tidak main-main karena untuk
mendukung gerakan Riau Membaca ini pada tahun 2007 Pemerintah Provinsi Riau
telah mengucurkan anggaran sebesar Rp 33,1 Milyar, suatu jumlah yang cukup besar
untuk suatu perpustakaan saat ini8. Bahkan gerakan seperti ini juga dilakukan oleh
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan ikut mendirikan tamanbacaan anak di enam
kecamatan di provinsi Riau9. Perhatian terhadap penyediaan buku untuk meningkatkan
minat baca masyarakat ini juga diberikan oleh Pemerintah Pusat, salah satunya melalui
Departemen Pendidikan Nasional dalam hal ini ditangani oleh Direktorat Jenderal
Pendidikan Luar Sekolah yang pada tahun 2007 menyediakan dana sebesar Rp. 90
milyar untuk peningkatan budaya baca masyarakat Indonesia. Dari dana tersebut 60 %
diberikan dalam bentuk block grant yang disalurkan berdasarkan proposal ke
Pemerintah Daerah melalui Pemerintah Provinsi. Dana tersebut untuk mensubsidi
taman bacaan masyarakat yang jumlahnya tidak kurang dari 6.000 unit. Setiap taman
bacaan masyarakat mendapatkan subsidi antara Rp. 5 juta sampai Rp. 40 juta untuk
pengadaan koleksi taman bacaannya (perpustakaan). Tahun-tahun sebelumnya
Pemerintah Pusat juga telah mengucurkan dana bantuan serupa, misalnya pada tahun
2005 sebesar Rp. 8,5 milyar dan pada tahun 2006 naik menjadi Rp. 40 milyar10. Namun
demikian kondisi koleksi perpustakaan umum belum juga memuaskan sesuai
kebutuhan masyarakat seperti yang disinyalir oleh Ketua Lembaga Pengembangan Anak
Negeri (LPAN) Kepulauan Riau, W. Sudarwanto, yang menyatakan faktor dominan yang
menyebabkan warga kurang berminat mengunjungi perpustakaan salah satunya akibat
8
Mahasiswa ke Perpustakaan untuk Skripsi. Harian Riau Mandiri, Selasa 24 April 2007.
9
PKS Dirikan Enam Taman Bacaan. Harian Riau Pos, Selasa 24 Juli 2007.
10
Taman Bacaan Jadi Prioritas. Kompas, Kamis 12 Juli 2007.
182
koleksi buku-buku yang ada selain terbatas, juga buku-bukunya relatif monoton. Intinya
jarang ditemukan ada buku-buku koleksi terbaru di perpustakaan tersebut11.
4.3.7 Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca
Secara ringkas pada tabel dan grafik berikut dapat dilihat hubungan karakteristik
responden (umur, pendidikan, pendapatan) dengan minat baca (durasi membaca,
frekuensi membaca dan korbanan) untuk Kota Pekanbaru adalah sebagai berikut.
Tabel 4.3. 31 Hubungan Karakteristik responden dengan Minat Baca
Minat Baca
Karakteristik
Korbanan
Responden Durasi Baca Frekuensi baca
Beli buku Pemilikan buku
Umur 0,011 ‐0,186** 0,197** 0,199**
Pendidikan 0,072* ‐0,200** 0,186** 0,300**
Pendapatan 0,143** 0,478** 0,333** 0,439**
** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).
* Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah).
11
Minat Baca Masih Rendah. Harian Media Riau, 25 Juli 2007.
183
MODEL: MOD_1
Independent: durasi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
Umur_1 LIN ,001 833 ,72 ,395 3,0543 ,0411
Pddkn_1 LIN ,011 833 8,95 ,003 2,7475 ,1226
Umur Pendidikan
6.00 6.00
5.00 5.00
4.00 4.00
3.00 3.00
2.00 2.00
1.00 1.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Durasi membaca Durasi membaca
Gambar a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal Gambar b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal
terhadap Minat Baca komponen Umur dengan Durasi terhadap Minat Baca komponen Pendidikan dengan Durasi
membaca, r = 0,011 tidak berbeda nyata pada α = 0,01 dan α = membaca, r = 0,072 berbeda nyata pada α = 0,05 (uji dua
0,05 (uji dua arah). arah), Ini berarti semakin tinggi pendidikan terdapat
kecenderungan durasi membaca semakin tinggi pula.
Gambar 4.3.27 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Durasi baca
184
MODEL: MOD_2.
Independent: Frekuensi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
Umur_1 LIN ,038 519 20,32 ,000 4,1641 -,1916
Pddkan_1 LIN ,027 519 14,22 ,000 4,1754 -,1378
Umur Pendidikan
6.00 6.00
5.00 5.00
4.00 4.00
3.00 3.00
2.00 2.00
1.00 1.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Frekuensi baca Frekuensi baca
Gambar a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal Gambar b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal
terhadap Minat Baca komponen Umur dengan Frekuensi baca, r terhadap Minat Baca komponen Pendidikan dengan Frekuensi
= ‐0,186 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini baca, r = ‐0,200 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).
berarti semakin tinggi umur terdapat kecenderungan In i berarti semakin tinggi pendidikan terdapat
frekuensi membaca semakin menurun. kecenderungan frekuensi membaca semakin menurun.
Gambar 4.3.28 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Frekuensi Baca
185
MODEL: MOD_3
Independent: Korbanan
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
Umur_1 LIN ,026 655 17,15 ,000 2,6703 ,2323
Pddkn_1 LIN ,040 655 27,12 ,000 2,7985 ,2595
Umur Pendidikan
6.00
6.00
5.00
5.00
4.00
4.00
3.00
3.00
2.00
2.00
1.00
1.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 Beli buku
Beli buku
Gambar a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal Gambar b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal
terhadap Minat Baca komponen Umur dengan Pembelian buku, r terhadap Minat Baca komponen Pendidikan dengan
= 0,197 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti Pembelian buku, r = 0,186 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji
semakin tinggi umur terdapat kecenderungan pembelian dua arah). Ini berarti semakin tinggi pendidikan
buku semakin tinggi. terdapat kecenderungan pembelian buku semakin
tinggi pula.
Gambar 4.3.29 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Beli Buku
186
MODEL: MOD_5. MODEL: MOD_6.
Independent: Durasi Independent: Frekuensi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
Pdptn_1 LIN ,011 790 8,45 ,004 3,0827 ,0875 Pdptn_1 LIN ,208 238 62,49 ,000 2,1988 ,3809
Pendapatan Pendapatan
6.00 6.00
5.00 5.00
4.00 4.00
3.00 3.00
2.00 2.00
1.00 1.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Durasi membaca Frekuensi membaca
Gambar a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal Gambar b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal
terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Durasi terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Frekuensi
membaca, r = 0,143 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). membaca, r = 0,478 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).
Ini berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan Ini berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan
durasi membaca semakin meningkat pula. frekuensi membaca semakin banyak.
Gambar 4.3.30 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Durasi dan Frekuensi Baca
MODEL: MOD_7. MODEL: MOD_8.
Independent: Korbanan Independent: Pmlknbuku
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
Pdptn_1 LIN ,111 238 29,63 ,000 2,8597 ,4352 Pdptn_1 LIN ,232 342 103,37 ,000 2,2936 ,4348
Pendapatan Pendapatan
6.00 6.00
5.00 5.00
4.00 4.00
3.00 3.00
2.00 2.00
1.00 1.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Pembelian buku Pemilikan buku
Gambar 6a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal Gambar b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal
terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Pembelian terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Pemilikan
buku, r = 0,333 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini buku, r = 0,439 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini
berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan
pembelian buku semakin banyak. pemilikan buku semakin banyak.
Gambar 4.3.31 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Pembelian dan Pemilikan
Buku
187
Dari tabel dan grafik diatas dapat disimpulkan hal-hal berikut:
1. Terdapat korelasi nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan durasi
membaca. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin singkat durasi
membacanya. Ini mungkin berhubungan dengan daya tahan tubuh.
2. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan frekuensi membaca.
3. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan membeli
bahan bacaan.
4. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korban pemilikan
buku.
5. Terdapat korelasi nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan durasi
membaca.
6. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan frekuensi
membaca.
7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
membeli bahan bacaan.
8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
memiliki bahan bacaan.
9. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan durasi
membaca.
10. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan frekuensi
membaca.
11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan
membeli bahan bacaan.
12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan
memiliki bahan bacaan.
188
4.4. Banjarmasin
4.4.1 Gambaran Umum Responden Kota Banjarmasin
Jumlah kuesioner yang disebarkan di Kota Banjarmasin sebanyak 1000 unit,
namun yang kembali malah lebih besar yaitu 1003 kuesioner (100,03 %). Sampel
terdiri dari 442 orang laki-laki (44,07 %) dan 324 orang perempuan (32,30 %).
Sebanyak 237 responden (23,63 %) tidak mengisi pertanyaan mengenai jenis kelamin.
Sampel tersebut terdiri dari beberapa kelompok profesi yaitu 100 orang mahasiswa
(9,97 %), 50 orang pegawai swasta (4,99 %), 48 orang petani dan nelayan (4,79 %), 101
orang ibu rumah tangga (10,07 %), 25 orang pedagang (2,49 %), 25 orang dosen (2,49
%), 149 orang siswa SD (14,86 %), 150 orang siswa SMP (14,96 %), 153 orang siswa SMU
(15,25 %), 101 orang pegawai negeri sipil (10,07 %), 25 orang guru (2,49), 50 orang
anggota TNI/Polri (4,99 %), dan 26 orang buruh (2,59 %).
Sebagian besar responden yang terjaring merupakan penduduk asli Kota
Banjarmasin atau setidaknya lahir di kota Banjarmasin yaitu sebesar 622 responden
(62,01 %), sebesar 133 responden lainnya (13,26 %) mengaku sebagai pendatang,
sedangkan sisanya sebesar 248 responden (24,73 %) tidak menjawab. Angka yang tidak
menjawab ini cukup besar. Umumnya pendatang atau perantau ini sudah baru tinggal
di kota Banjarmasin antara kurang dari 5 tahun sampai lebih dari 15 tahun.
Dari aspek status dalam rumah tangga, responden dapat dibagi menjadi 174
orang (17,35 %) berstatus sebagai ayah, 214 orang (21,34 %) berstatus sebagai ibu,
sedangkan sisanya sebanyak 603 orang responden (60,12 %) berstatus sebagai anak,
sedangkan 12 orang (1,2 %) tidak menjawab status yang bersangkutan.
Tabel 4.4.1 Responden berdasarkan jenis kelamin
Kelompok Responden Laki‐laki Perempuan Jumlah %
Mahasiswa 39 61 100 9,97
Pegawai Swasta 20 30 50 4,99
Petani/Nelayan 41 7 48 4,79
Ibu Rumah Tangga 0 101 101 10,07
Pedagang 16 9 25 2,49
Dosen 15 10 25 2,49
Siswa SD 65 84 149 14,86
Siswa SMP 61 89 150 14,96
Siswa SMU 68 85 153 15,25
PNS 43 58 101 10,07
189
Kelompok Responden Laki‐laki Perempuan Jumlah %
Guru 6 19 25 2,49
TNI/Polri 46 4 50 4,99
Buruh 23 3 26 2,59
Jumlah 443 560 1003
Sedangkan dari ke segi kelompok umur, responden terbagi menurut kelompok
umur kurang dari 12 tahun yaitu sebanyak 169 orang ( 18,23 %), kelompok umur 13
tahun sampai dengan 15 tahun sebanyak 112 orang (12,08 %), kelompok umur 16 tahun
sampai dengan 18 tahun sebesar 155 orang (16,72 %), kelompok umur 19 tahun sampai
dengan 23 tahun sebesar 103 orang (11,11 %), kelompok umur 24 tahun sampai dengan
40 tahun sebanyak 213 orang (22,98 %), keompok umur 41 tahun sampai dengan 55
tahun sebanyak 136 orang (16,67 %), dan terakhir yang berusia lebih dari 56 tahun
sebanyak 6 orang (2,16 %). Sebanyak 19 orang (2,05 %) responden tidak mengisi
pertanyaan mengenai umur.
Tabel 4.4.2 Responden Banjarmasin berdasarkan kelompok umur
Umur (tahun) Tidak
Mengisi
Kelompok < 12 th 13‐15 16‐18 19‐23 24‐40 41‐55 >56 Jumlah
Mahasiswa 0 0 8 87 3 1 0 1
99
Pegawai 0
Swasta 3 3 1 4 32 7 0 50
Petani/Nelayan 0 0 0 0 17 19 36 0
48
Ibu Rumah 0
Tangga 0 0 0 0 42 42 16 100
Pedagang 0 0 0 3 14 5 2 1
24
Dosen 0 1 0 1 15 8 0 0
25
Siswa SD 144 6 0 0 0 0 0 0
150
Siswa SMP 26 123 1 0 0 0 0 0
149
Siswa SMU 0 27 126 0 0 0 0 0
153
PNS 0 0 0 1 35 59 3 6
95
Guru 0 0 0 0 12 12 0 1
24
TNI/Polri 0 0 0 2 19 16 0 3
47
Buruh 1 0 0 3 14 6 2 0
26
Jumlah 12
174 160 136 101 203 175 59 991
Sesuai dengan kuota, maka responden yang berasal dari kalangan yang masih
sekolah lebih besar yaitu 564 responden (56,23 %), yang sudah tidak bersekolah lagi
190
sebesar 325 responden (32,40 %), sedangkan sisanya sebesar 114 responden (11,37 %)
tidak menjawab apakah mereka masih berstatus masih sekolah atau sudah bekerja.
Responden yang masih sekolah terdiri dari siswa sekolah dasar atau SD sebesar 151
responden (26,17 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 153
responden (26,52 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebesar 164
responden (28,42 %), mahasiswa sebesar 109 responden (18,89 %).
Tabel 4.4.3 Status responden pada kelompok yang masih bersekolah
Siswa SD Siswa SLTP Siswa SLTA Mahasiswa Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
151 26,17 153 26,52 164 28,42 109 18,89 557 57,53
Gambar 4.4.1 berikut menunjukkan kondisi responden dalam hal pendidikan.
Responden yang tidak tamat SD sebesar 30 responden (2,99 %), tamat SD sebanyak 93
responden (9,27 %), tamat SLTP sebanyak 167 reponden (16,65 %), tamat SLTA sebesar
252 responden (25,12 %), diploma sebesar 31 responden (3,09 %), sarjana sebesar 120
responden (11,96 %), dan pascasarjana atau bergelar S2 dan atau S3 sebesar 16
responden (1,60 %). Sebanyak 294 (29,31 %) responden tidak mengisi pertanyaan
mengenai latar belakang pendidikan mereka.
Gambar 4.4.1 Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden
Dari aspek profesi responden diharapkan dapat mewakili sebanyak mungkin
profesi. Kelompok responden tersebut terdiri atas pegawai negeri sebesar 148
191
responden (45,12 %), pegawai swasta sebesar 45 (13,72 %) responden, pedagang sebesar
33 responden (10,06 %), TNI/Polri sebesar 40 responden (12,20 %), petani dan nelayan
sebesar 34 responden (10,37 %), wiraswastawan sebesar 4 responden (1,22 %),
wartawan tidak ada (0,00 %), buruh sebesar 24 responden (7,32 %), dan profesi lainnya
yang tidak termasuk kategori tersebut sebesar 106 responden (32,32 %).
Tabel 4.4.4 Responden berdasarkan profesi
Wiraswasta
Wartawan
TNI/POLRI
Pedagang
Lainnya
Profesi
Swasta
Negeri
Petani
Buruh
Jumlah 148 45 33 40 34 4 0 22 106
Pendapatan responden tersebar dari pendapatan kurang dari 500 ribu rupiah per
bulan sampai kepada yang berpendapatan lebih dari 4,5 juta rupiah setiap bulan.
Sebagian terbesar responden berpendapatan antara 500 ribu sampai 2,5 juta rupiah per
bulan. Sebaran responden menurut tingkat pendapatan digambarkan pada tabel 4.4.5
dan gambar 4.4.2.
Tabel 4.4.5 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan per bulan
Lebih dari
500 rb – 1
lebih dari
Lebih dar
Lebih 1 jt
Lebih 1,5
jt – 2,5 jt
dari 500
Kurang
Kelompok
– 1,5 jt
2,5 jt –
3,5 jt –
3,5 jt
4,5 jt
4,5 jt
ribu
Responden
juta
Mahasiswa 4 15 9 7 2 0 3
Pegawai Swasta 1 17 22 5 0 1 2
Petani/Nelayan 3 22 23 1 0 0 0
Ibu Rumah Tangga 42 43 1 0 1 0 0
Pedagang 0 2 22 0 0 0 0
Dosen 0 1 7 8 5 1 2
PNS 2 5 32 45 12 3 1
Guru 4 4 3 10 4 1 0
TNI/Polri 3 0 11 21 9 2 1
Buruh 0 23 2 0 0 0 0
Total 59 132 132 97 33 8 9
192
Gambar 4.4.2 Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden
Dari aspek jumlah anggota keluarga sebagian responden terdiri dari keluarga
dengan jumlah anggota keluarga sebesar 3 – 4 orang (404 responden) kemudian diikuti
berturut-turut dengan jumlah anggota keluarga 5 – 6 orang (271 responden), 7 – 8
orang (47 responden), kurang dari 2 orang (28 responden), dan yang terakhir adalah
keluarga besar yaitu dengan jumlah keluarga lebih dari 8 orang (12 responden).
Sebanyak 241 (24,03 %) responden tidak menjawab pertanyaan ini. Secara rinci kondisi
responden berdasarkan jumlah anggota dalam keluarga disajikan pada tabel 4.4.6.
Tabel 4.4.6 Sebaran responden berdasarkan besarnya anggota dalam keluarga
Kurang Lebih
3 – 4 5 – 6 7 – 8
Responden dari 2 dari 8
orang orang orang
orang orang
Mahasiswa 2 36 44 12 5
Pegawai Swasta 4 33 11 1 0
Petani/Nelayan 0 16 33 0 0
Ibu Rumah Tangga 3 63 29 4 0
Pedagang 0 13 11 1 0
Dosen 3 14 6 1 1
Siswa SD 0 25 20 5 1
Siswa SMP 1 35 12 4 1
Siswa SMU 4 48 52 14 2
PNS 6 69 23 1 1
Guru 1 12 9 0 1
TNI/Polri 4 28 11 4 0
Buruh 0 14 12 0 0
28 406 273 47 12
193
Pada umumnya responden termasuk kelompok masyarakat yang cukup maju
dalam mencari informasi. Hal ini dicerminkan dari fasilitas informasi untuk melakukan
akses ke luar. Umumnya mereka memiliki pesawat radio, pesawat televisi, pemutar
video/vcd/dvd, komputer. Sebagian dari mereka bahkan memiliki akses ke internet.
Sedangkan media cetak yang mereka miliki cukup banyak adalah koran dan majalah.
Fasilitas tersebut selain digunakan untuk mendapatkan informasi dari luar, juga
digunakan sebagai sarana hiburan. Tabel 4.4.7 dan Gambar 4.4.3 memperlihatkan
sebaran responden dalam hal kepemilikan fasilitas informasi.
Tabel 4.4.7 Kepemilikan fasilitas media informasi
Fasilitas informasi yang dimiliki
Responden Koneksi
Pesawat Pesawat Video/
Komputer ke Koran Majalah
Radio TV VCD/DVD
Internet
Mahasiswa 16 26 5 2 0 1 0
Pegawai swasta 40 50 27 19 7 33 24
Petani/Nelayan 45 48 11 2 0 13 0
Ibu Rmh angga 41 81 4 0 0 9 5
Pedagang 23 25 23 20 10 18 17
Dosen 20 24 18 18 8 17 11
Siswa SD 94 123 121 26 10 88 59
Siswa SMP 137 148 127 83 24 129 99
Siswa SMU 130 146 131 79 23 109 103
PNS 63 97 57 42 6 52 25
Guru 22 25 12 12 1 14 9
TNI/Polri 33 48 29 18 3 27 16
Buruh 16 26 5 2 0 1 0
Jumlah 680 867 570 323 92 511 368
(Persen
dari responden)
(67,80) (86,44) (56,83) (32,20) (9,17) (50,95) (36,69)
194
Gambar 4.4.3 Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi
4.4.2 Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang
Dalam mengisi waktu luang sebagian besar responden (diatas 75 %) mengaku
melakukan kegiatan membaca dan menonton televisi/video/vcd. Sebagian lagi
mengatakan mengisi waktu luangnya dengan mendengarkan siaran radio (sekitar 50 %)
dan rekreasi (hanya 25,72 %). Kegiatan membaca dan menonton dilakukan hampir
seimbang oleh sebagian besar responden yaitu membaca oleh 772 responden atau
sebesar 76,97 % dari total responden, dan sebanyak 869 responden atau 86,64 % dari
total responden melakukan kegiatan menonton dalam mengisi waktu luangnya.
Penggunaan radio sebagai alat untuk mengisi waktu luang juga cukup banyak dilakukan
yaitu oleh 461 responden (45,96 % terhadap total responden). Sedangkan rekreasi
adalah kegiatan yang paling sedikit dilakukan oleh responden dalam mengisi waktu
luang yaitu hanya dilakukan oleh sebanyak 258 responden atau 25,72 % terhadap total
responden. Dari tabel dapat dilihat bahwa profesi yang memang menuntut kegiatan
membaca seperti dosen, mahasiswa serta pelajar, maka membaca merupakan kegiatan
yang dilakukan mereka untuk mengisi waktu luangnya. Dosen menyatakan bahwa
membaca, menonton televisi dan mendengarkan siaran radio merupakan kegiatan yang
dilakukan setiap saat bila mereka memiliki waktu luang. Hal ini tidak tentu saja
mengherankan, karena profesi dosen memang menuntut harus selalu memperbaharui
195
pengetahuannya antara lain melalui media tersebut. Dari 25 responden dosen, hanya 8
responden saja yang mengisi waktu luangnya dengan rekreasi selain membaca,
menonton televisi dan mendengarkan siaran radio. Mahasiswa dan pelajar, guru, serta
PNS menyatakan mengisi waktu luang mereka dengan membaca dan menonton televisi
lebih tinggi dibandingkan dengan mendengarkan mendengarkan siaran radio dan
rekreasi. Sebagian profesi ini tetap menempatkan membaca adalah kegiatan dominan.
Data yang perlu mendapat perhatian adalah pada pelajar SMU, yaitu mereka mengaku
lebih suka menonton televisi/video/VCD daripada membaca. Padahal profesi mereka
sesungguhnya menuntut kegiatan membaca secara intensif. Sudah dapat diduga bahwa
profesi yang tidak menuntut kegiatan membaca secara lebih intensif seperti ibu rumah
tangga, petani, TNI/POolri, dan buruh, maka kegiatan menonton televisi/video/vcd
merupakan pilihan kegiatan yang lebih banyak dalam mengisi waktu luang mereka.
Tabel 4.4.8 Sebaran Pemanfaatan waktu luang responden dalam melakukan kegiatan
Menonton
Mendengarkan
Kelompok Jumlah Membaca TV/Video/ Rekreasi
Siaran Radio
Responden responden VCD
Resp % Resp % Resp % Resp %
Mahasiswa 100 91 91,00 82 82,00 49 49,00 33 33,00
Pegawai Swasta 50 42 84,00 46 92,00 23 46,00 14 28,00
Petani/ Nelayan 48 24 50,00 48 100,00 32 66,67 0 0
Ibu Rumah Tangga 101 14 13,86 78 77,23 30 29,70 3 2,97
Pedagang 25 24 96,00 23 92,00 11 44,00 6 24,00
Dosen 25 23 92,00 22 88,00 13 52,00 14 56,00
Siswa SD 149 141 94,63 111 74,50 40 26,85 32 21,48
Siswa SMP 150 145 96,67 147 98,00 73 48,67 48 32,00
Siswa SMU 153 126 82,35 138 90,20 96 62,75 61 39,87
PNS 101 77 76,24 90 89,11 42 41,58 32 31,68
Guru 25 23 92,00 21 84,00 12 48,00 4 16,00
TNI/Polri 50 40 80,00 42 84,00 28 56,00 10 20,00
Buruh 26 3 11,54 25 96,15 14 53,85 1 3,85
Total 1003 773 873 463 258
196
Gambar 4.4.4 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden
Kegiatan ayah, ibu dan anak dalam membaca, menonton, mendengarkan radio
dan rekreasi mempunyai pola yang berbeda. Responden dengan status ayah lebih
banyak menghabiskan waktu untuk menonton dibandingkan dengan kegiatan
mendengarkan radio dan membaca. Responden dengan status ibu lebih banyak
membaca dari pada menonton dan mendengarkan radio. Sedangkan pada anak
frekuensi kegiatan membaca dan menonton televisi lebih tinggi dibandingkan dengan
kegiatan mendengarkan radio dan rekreasi. Ini tidak mengherankan melihat mayoritas
responden berasal dari kalangan pelajar yang masih aktif sekolah. Jadi dapat diduga
kegiatan membaca mereka ada kaitannya dengan status mereka sebagai pelajar.
Walaupun bagi sebagian masyarakat siaran radio masih merupakan acara yang
menarik, namun penggemar siaran radio ini sudah dikalahkan oleh kegiatan menonton
televisi. Rata-rata masyarakat melakukan aktifitas mendengarkan siaran radio hanya
setengah dari melakukan kegiatan membaca maupun menonton televisi.
197
Tabel 4.4.9 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam mengisi waktu luang
Dengarkan Rekreasi
Responden Baca Nonton
radio
Ayah (174) 41 149 74 4
23,56% 85,63% 42,53% 2,30%
Ibu (110) 108 74 27 23
98,18% 67,27% 24,55% 20,91%
Anak (475) 409 416 220 138
86,11% 87,58% 46,32% 29,05%
Gambar 4.4.5 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status dalam Rumah Tangga
Tabel 4.4.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media
Exposure (Terpaan) Media
Karakteristik Waktu Luang (aktivitas
Radio Televisi
Responden membaca dan lain-lain)
(durasi mendengar) (durasi menonton)
Umur -,289** ,133** -,054
Pendidikan -,110** ,094** -,028
Pendapatan ,336** -,211** -,273**
** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).
* Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah).
198
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa umur berpengaruh nyata (memiliki korelasi
negatif) terhadap aktifitas membaca dengan koefisien korelasi -0,289. Ini berarti
bahwa semakin tua umur seseorang aktifitas membaca dalam rangka mengisi waktu
luang akan semakin rendah. Padahal pada usia anak-anak waktu luangnya lebih banyak
digunakan untuk bermain, sedangkan pada usia semakin tua, biasanya makin banyak
waktu untuk diperlukan untuk beragam kegiatan yang menyita waktu. Menurut
literatur waktu bermain anak Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak
Amerika yang hanya 3 – 4 jam sehari, apalagi dengan anak-anak Korea yang hanya
memiliki waktu bermain sebanyak satu jam sehari1. Bahkan bagi anak-anak dari
keluarga ekonomi lemah sebagian waktu mereka digunakan untuk membantu orang
tuanya mencari uang tambahan bagu keluarga. Sedangkan waktu luang orang tua selain
digunakan untuk aktifitas membaca, juga digunakan untuk aktifitas menonton dan
mendengarkan radio, dan bahkan sebagian kecil juga menggunakan waktu luangnya
untuk berekreasi. Namun demikian umur tidak berpengaruh terhadap perilaku baik
mendengarkan radio maupun menonton (televisi/video/vcd). Koefisien korelasi antara
umur dengan mendengarkan radio hanya sebesar 0,133 berarti berkorelasi positif yang
berarti makin tua umur makin sering mendengar radio, sedangkan koefisien korelasi
antara umur dengan menonton -0,054 sangat lemah. Ini berarti tidak ada korelasi
nyata antara umur seseorang, dengan frekuensi nonton televisi.
Pendidikan pada responden Banjarmasin ternyata mempunyai hubungan negatif
tetapi nyata dengan penggunaan waktu luang untuk membaca yaitu dengan nilai
koefisien korelasi sebesar -0,110. Ini berarti semakin berpendidikan seseorang semakin
membutuhkan informasi untuk memenuhi kebutuhan menambah pengetahuan. Pada
siswa dan mahasiswa tentu kegiatan membaca harus menjadi kegiatan utama, begitu
juga pada profesi dosen dan guru. Oleh karena itu untuk meningkatkan minat dan
kegemaran membaca masyarakat, dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas
pendidikan. Penugasan-penugasan di sekolah dan di kampus akan mendorong
kebiasaan siswa dan mahasiswa untuk membaca sekalipun nantinya membaca tersebut
tidak ada hubungannya dengan penugasan dari guru dan dosen. Kebiasaan
memecahkan masalah dengan cara mencari sumber informasi pada sumber-sumber
1
Minat Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat. Senin, 8 Maret 200.
199
bacaan akan mendorong peningkatan minat dan kegemaran membaca. Selanjutnya
tabel tersebut menggambarkan bahwa pendidikan walaupun mempengaruhi kebiasaan
responden baik dalam mendengarkan radio maupun menonton televisi/video/vcd,
namun pengaruhnya sangat lemah. Walaupun koefisien korelasinya positif, namun
nilainya sangat lemah yaitu masing-masing 0,094 dan -0,028 untuk pendidikan
terhadap mendengarkan radio dan pendidikan terhadap menonton televisi/video/vcd.
Pendapatan seseorang berpengaruh terhadap penggunaan waktu luang yang
digunakan untuk aktifitas membaca. Nilai koefisien korelasinya positif dan cukup
signifikan yakni 0,336 yang berarti ada hubungan positif antara tingkat penghasilan
dengan aktifitas membaca. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat
perbedaan lama membaca pada masyarakat antara yang berpenghasilan rendah,
sedang, dan tinggi. Sedangkan pengaruh penghasilan terhadap kebiasaan
mendengarkan radio malah negatif dengan nilai koefisien korelasi lebih tinggi (-0,211),
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi penghasilan seseorang, semakin jarang
mendengarkan radio. Demikian pula dengan lama menonton televisi/video/vcd
ternyata berpengaruh negatif atau berbanding terbalik dengan nilai koefisien korelasi
sebesar -0,273. Artinya, semakin tinggi penghasilan seseorang, maka mereka akan
cenderung semakin jarang melakukan aktifitas menonton televisi/video/vcd.
Kalau ditinjau dari aspek lamanya melakukan kegiatan membaca dan menonton
maka kegiatan menonton dilakukan lebih lama oleh sebagian besar responden (lihat
gambar 4.4.6). Bahkan responden yang menonton lebih dari 2 jam sehari menduduki
jumlah terbesar (570 responden atau 56,83 %), sedangkan yang membaca lebih dari 2
jam sehari hanya sebesar 113 responden atau 21,24 %. Fakta ini memperkuat dugaan
bahwa umumnya masyarakat lebih senang menonton dari pada membaca.
200
Gambar 4.4.6 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton
Tabel 4.4.11 Hubungan antara jenis kelamin dengan lama membaca
Lama Membaca (B) dan Lama Menonton TV (N)
Jenis Kelamin > 3 j/hr 2 – 3 j/hr 1 – 2 j/hr < 1 j/hr 3 – 4 j/mg 2 – 3 j/mg 1 – 2 j/mg
B N B N B N B N B N B N B N
laki‐laki 44 138 34 64 129 177 84 23 3 7 5 5 8 2
perempuan 32 125 44 109 116 163 84 77 11 25 6 12 10 11
Total 164 111 111 62 316 98 195 32 27 18 19 2 17 1
Lebih jauh diperoleh fakta bahwa secara umum perempuan lebih banyak
memiliki waktu luang yang kemudian digunakan untuk membaca ataupun nonton
televisi. Perempuan umumnya menonton televisi lebih lama dibandingkan dengan laki-
laki (lihat gambar 4.4.7).
Tabel 4.4.12 Hubungan antara jenis kelamin dengan lama membaca vs lama menonton
> 3 j/hr 2 – 3 j/hr 1 – 2 j/hr < 1 j/hr 3 – 4 j/mg 2 – 3 j/mg 1 – 2 j/mg
201
Gambar 4.4.7 Grafik Perbandingan Lama Membaca dengan Lama Menonton
4.4.3 Hubungan antara Kelompok umur dengan Lama Membaca
Dari aspek umur diduga pada usia sekolah sampai mahasiswa (usia SD yaitu
kurang dari 12 tahun sampai usia mahasiswa yaitu sampai 23 tahun) responden
memiliki kebiasaan membaca yang tinggi. Diasumsikan demikian karena kegiatan
membaca merupakan tuntutan pendidikan. Pada usia kerja kebiasaan membaca ini
diduga akan menurun dan kemudian akan meningkat lagi pada usia tua, dimana pada
usia ini orang akan memiliki waktu luang yang banyak untuk membaca. Namun dari
data deskriptif yang diperoleh, asumsi ini tidak terjadi.
202
Tabel 4.4.13 Hubungan antara umur dengan lama membaca
Umur Jumlah 1‐2 j/mg 2‐3 /mg 3‐4 /mg < 1 j/hr 1‐2 j/hr 2‐3 j/hr > 3 j/hr
177 0 2 0 10 25 7 10
< 12 th
0,00% 1,13% 0,00% 5,65% 14,12% 3,95% 5,65%
164 4 2 2 53 63 18 15
13‐15th
2,44% 1,22% 1,22% 32,32% 38,41% 10,98% 9,15%
136 4 2 3 27 50 16 27
16‐18th
2,94% 1,47% 2,21% 19,85% 36,76% 11,76% 19,85%
85 0 1 5 20 28 16 9
19‐23th
0,00 0,01 0,06 0,24 0,33 0,19 0,11
45 3 0 1 13 20 5 0
24‐40th
6,67% 0,00% 2,22% 28,89% 44,44% 11,11% 0,00%
56 7 1 1 13 16 3 9
41‐55th
12,50% 1,79% 1,79% 23,21% 28,57% 5,36% 16,07%
> 55 th 0 0 0 0 0 0 0 0
Tidak isi 340 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Total 1003 18 8 12 136 202 65 70
Gambar 4.4.8 Grafik Perbandingan Lama Membaca Menurut Kelompok Umur
203
Tabel dan gambar diatas memperlihatkan bahwa membaca tidak dipengaruhi
oleh umur. Pola grafik dari semua kelompok umur responden terlihat sama yaitu sedikit
responden pada korbanan waktu membaca rendah (dari 2 jam sampai 3 jam setiap
minggu), kemudian naik jumlahnya pada korbanan waktu membaca sedang (antara 3
sampai 4 jam per minggu atau kurang lebih setengah jam per hari), dan sangat sedikit
responden pada korbanan waktu membaca yang tinggi (lebih dari 3 jam sehari).
Kebanyakan responden menghabiskan waktu antara 1-2 jam per hari. Sesungguhnya
data ini pun masih perlu dikaji lebih lanjut, karena umumnya responden (terutama
siswa sekolah dan mahasiswa) memasukkan juga waktu membaca pada saat pelajaran
berlangsung di sekolah atau di kampus.
Korbanan waktu demikian dapat dikatakan sangat rendah karena masyarakat
yang kegemaran membacanya tinggi, mereka akan menghabiskan waktu membaca lebih
dari 3 jam setiap harinya.
Grambar 4.4.9 Korbanan Waktu Rata‐rata Membaca Responden Banjarmasin
Secara statistik hubungan antara umur dengan lama (durasi) membaca tidak
nyata. Ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi yaitu hanya sebesar -0,02 (Lihat
tabel 4.3.14) yang didapatkan melalui uji Rank Spearman menggunakan SPSS.
Kenyataan ini tidak sesuai dengan hipotesa dimana seharusnya semakin tinggi umur
seseorang, semakin lama ia membaca. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan aktifitas
membaca dalam hubungannya dengan aktifitas pendidikan. Tabel yang disampaikan
oleh Razak (2004) menunjukkan bahwa semakin tinggi usia yang ditunjukkan oleh
204
status pendidikan maka dia maka dituntut semakin lama membaca. Kenyataan ini tentu
harus menjadi perhatian dari pemerintah, khususnya para pendidik atau regulator
pendidikan. Sudah waktunya kewajiban membaca di sekolah-sekolah dan perguruan
tinggi dimonitor dan masuk ke dalam kurikulum wajib. Misalnya saja, guru atau dosen
harus lebih banyak memberikan penugasan yang berkaitan dengan membaca, membuat
ringkasan, dan membuat soal-soal ujian yang bahan-bahannya diambil dari bacaan
yang diwajibkan oleh guru dan lain-lain.
Tabel 4.4.14 Korelasi umur terhadap durasi membaca responden Banjarmasin
Durasi membaca
Spearman's rho Umur Correlation Coefficient -,002
Sig. (2-tailed) ,96
N 836
Demikian pula jika umur dihubungkan dengan frekuensi baca tidak terdapat
hubungan yang nyata karena hanya sebesar 0,028 pada tingkat kepercayaan 0,01. Hal
ini dapat dilihat hasil perhitungan seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.4.15 Korelasi umur terhadap frekuensi membaca
Frekuensi
membaca
Spearman's rho Umur Correlation Coefficient ,028
Sig. (2-tailed) ,562
N 442
205
Tabel 4.4.16 Hubungan antara Pendapatan dengan Lama Membaca
Jumlah jam membaca rata‐rata
Tingkat Penghasilan
1‐2 j/mg 2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/hr 1‐2 j/hr 2‐3 j/hr > 3 j/hr
< 500 rb (61 resp) 0 0 0 8 11 1 4
500 ‐ 1 jt (90 resp) 0 0 0 2 5 5 3
lbh 1 jt ‐ 1,5 jt (131 resp) 1 3 2 41 53 9 11
lbh 1,5 jt ‐ 2,5 jt (102 resp) 3 1 0 23 42 14 11
lbh 2,5 jt ‐ 3,5 jt (24 resp) 2 1 1 6 7 2 1
lbh 3,5 ‐ 4,5 jt (6 resp) 0 0 0 0 3 2 1
> 4,5 jt (9 resp) 2 0 0 3 4 0 0
Tidak Mengisi (580 resp) 30 13 15 135 211 77 72
Total 38 18 18 218 336 110 103
Gambar 4.4.10 Hubungan Pendapatan dengan Lama Membaca Responden Banjarmasin
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa pola membaca dari beberapa
kelompok penghasilan menunjukkan pola yang hampir sama dimana pada semua
kelompok penghasilan sebagian besar responden membaca selama kurang lebih 1 jam
setiap hari. Jika besarnya penghasilan berpengaruh kepada lamanya membaca,
seharusnya grafik orang yang berpenghasilan rendah akan bergerak dari rendah ke
tinggi dan sebaliknya yang berpenghasilan tinggi akan bergerak dari tinggi ke rendah.
Namun kenyataannya tidak demikian. Semua garis menunjukkan pola yang sama yaitu
206
bergerak dari rendah pada kelompok orang yang kebiasaan membacanya rendah (lama
membaca lebih dari 1-2 jam per minggu), naik pada kelompok orang yang kebiasaan
membacanya sedang (lama membaca sekitar 1 jam per hari), dan bergerak turun lagi
pada kelompok orang yang durasi membacanya tinggi (lama membacanya lebih dari 3
jam per hari). Hanya pada kelompok orang yang berpenghasilan antara 3,5 sampai 4,5
juta per bulan yang memperlihatkan gambaran seperti yang kita harapkan yaitu
sebagian besar responden membaca lebih dari 3 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa sebagian besar responden melakukan kegiatan membaca selama
kurang lebih 1 jam setiap hari. Ini merupakan indikasi bahwa besarnya penghasilan
ternyata tidak berpengaruh kepada kegiatan membaca.
Berdasarkan analisis data yang lebih akurat menggunakan uji statistik Rank
Spearman dengan alat hitung SPSS didapat hasil pengolahan seperti berikut:
Tabel. 4.4.17 Korelasi pendapatan terhadap durasi membaca
Durasi membaca
Spearman's Pendapatan Correlation
-,058
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) ,283
N 342
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tabel 4.4.18 Korelasi pendapatan terhadap frekuensi membaca
Frekuensi membaca
Spearman's Pendapatan Correlation
-,100
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) ,190
N 172
Hasil uji statistik diatas menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara
pendapatan responden dengan durasi membaca karena sangat kecil yaitu yaitu -0,058
pada tingkat kepercayaan 0,01. Demikian pula tidak ada korelasi nyata antara tingkat
pendapatan dengan frekuensi membaca responden.
207
4.4.5 Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca
Salah satu hal yang diduga mempunyai hubungan erat dengan minat baca yang
ditandai salah satunya dengan durasi membaca adalah tingkat pendidikan masyarakat.
Tabel 4.4.19 Hubungan antara pendidikan dengan lama membaca
Jumlah jam membaca rata-rata
Jumlah
Pendi-dikan > 3 jam/hr 2 - 3 jam/hr 1 - 2 jam/hr < 1 jam/hr 3-4 jam/mg 2-3 j/mg 1-2 jam/mg
Respon-den
jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%)
Tamat SLTP 123 0 0,0 2 1,6 1 0,8 31 25,2 35 28,5 3 2,4 11 8,9
Tamat SLTA 201 9 4,5 3 1,5 2 1,0 44 21,9 80 39,8 25 12,4 27 13,4
Tidak Isi 30 6,7 11 2,5 8 1,8 109 24,4 172 38,5 55 12,3 42 9,4
Total 629 139 77 204 162 19 0,14 17 0,1 11 0,1
Gambar 4.4.11 Hubungan Pendidikan dengan Lama Membaca Responden Banjarmasin
Tabel 4.4.19 di atas memperlihatkan rata-rata responden membaca antara satu
jam per hari sampai dua sampai tiga jam per minggu. Data ini menunjukkan bahwa
208
responden yang tidak tamat SD sampai responden yang berpendidikan pascasarjana
tidak banyak membaca lebih dari 3 jam sehari. Padahal ukuran seseorang yang
termasuk rajin membaca atau mempunyai minat baca tinggi untuk mahasiswa (dalam
hal ini termasuk diploma sarjana dan pasca sarjana) adalah membaca antara 3 jam
sampai 3,5 jam setiap hari (Razak, 2004). Sedangkan yang dikategorikan sangat rajin
atau mempunyai minat baca tinggi untuk kelompok ini adalah yang membaca lebih dari
3,5 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mayoritas kelompok lulusan
perguruan tinggi di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca yang kurang atau
menurut Razak (2004) termasuk malas membaca, yaitu membaca antara 2,5 sampai 3
jam dan bahkan ada yang sangat malas karena membaca kurang dari 2,5 jam setiap
hari. Gambar 4.4.12. menegaskan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar (33 orang
atau 35,87 %) membaca antara 1 – 2 jam setiap hari, dan membaca kurang dari 1 jam
setiap hari (24 atau 26,09 %). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa di
lokasi penelitian memiliki minat baca rendah atau sangat malas membaca. Jika kita
hanya mengelompokkan dua kelompok saja mengenai membaca ini yaitu memiliki
minat baca yang tinggi dan dan memiliki minat baca yang rendah, maka kelompok
mahasiswa sebagian besar (89,13 %) memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 10
responden atau hanya 10,87 % saja yang memiliki minat baca tinggi yaitu lebih dari 3
jam per hari.
209
Gambar 4.4.12 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Mahasiswa
Korbanan untuk membeli buku bagi mahasiswa juga tidak terlalu tinggi. Jumlah
mahasiswa yang membeli buku kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan cukup tinggi (61,5
%) dan yang berbelanja buku antara Rp. 50.000,- - Rp 100.000,- juga cukup tinggi
(29,2 %). Sedangkan yang berbelanja lebih dari Rp. 100.000,- sangat sedikit (9,2 %).
Dari aspek kepemilikan buku pada responden mahasiswa juga tidak memberikan
gambaran yang menggembirakan. Sebagian besar mahasiswa memiliki buku antara 0 –
10 judul buku (53,2 %), memiliki buku antara 10 – 25 judul (26,6 %), memiliki buku
antara 25 – 50 judul buku (17,0 %), 50 – 100 judul buku (1,1 %), dan ada juga yang
meiliki koleksi buku di atas 100 judul (2,0 %). Logikanya, jika mereka tidak membeli
buku sehingga mereka tidak memiliki koleksi buku di rumahnya, maka mereka akan ke
perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bacaannya. Namun, kenyataan ini tidak
terjadi. Sebagian besar mahasiswa hanya berkunjung ke perpustakaan umum sebanyak
antara satu kali sebulan sampai satu kali enam bulan (86,3 %). Jumlah yang berkunjung
ke perpustakaan umum setiap hari tidak banyak yaitu hanya 6,8 %. Yang mengherankan
adalah masih ada mahasiswa yang jarang datang ke perpustakaaan umum yaitu
berkunjung sekali setahun (4,1 %).
210
Untuk lulusan SMU atau SLTA sebagian besar responden membaca antara
kurang dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan
sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004)
malas membaca (76,82 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca
bagi siswa SMU menurut Razak (2004) adalah mereka yang membaca antara dua jam
sampai 2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap
hari termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan
dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk
kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih
dari 2 jam setiap hari (23,18 % responden membaca lebih dari 2 jam dan bahkan lebih
dari 3 jam setiap hari). Ukuran sangat rajin membaca bagi siswa SMU adalah membaca
lebih dari 2,5 jam setiap hari. Grafik pada gambar 4.4.13 memperlihatkan gambaran
minat baca siswa SLTA. Sebagian besar kelompok siswa SLTA membaca antara 1 – 2
jam per hari dan kurang dari 1 jam per hari, yang dapat dikategorikan sebagai malas
membaca atau dengan kata lain mereka memiliki minat baca yang masih rendah. Dapat
dikatakan bahwa sebagian besar (76,82 %) siswa SLTA tergolong memiliki minat baca
yang rendah, dan hanya 23,18 % saja siswa SLTA memiliki minat baca yang tinggi.
211
Gambar 4.3.13 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTA
Dari besarnya dana yang dianggarkan untuk belanja buku tiap bulannya juga
tidak menampakkan minat terhadap membaca yang tinggi. Pada umumnya responden
kelompok ini berbelanja buku kurang dari Rp. 50.000,- per bulan (55,2 %), dan antara
Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.000,- (35,1 %). Sedangkan yang berbelanja buku lebih dari
Rp.100.000,- tiap bulan hanya sebesar 9,6 % responden. Dari aspek kepemilikan buku
juga menunjukkan hal yang sama, yaitu minat baca responden belum tinggi. Responden
kelompok ini sebagian besar memiliki koleksi buku kurang dari 10 judul (56,3 %
diantaranya tidak memiliki buku sama sekali sebesar 29,1 %). Sedangkan yang memiliki
buku antara 10 sampai 25 judul hanya sebesar 22,5 %. Apalagi yang memiliki koleksi
buku lebih dari 25 judul yaitu hanya sebesar 21,2 %. Walaupun tingkat kepemilikan
buku mereka rendah dan kemauan untuk membeli buku rendah, kunjungan ke
perpustakaan umumpun menunjukkan persentase yang rendah yaitu mayoritas
responden berkunjung ke perpustakaan sekali dalam se bulan (27,2 %), sekali dalam
tiga bulan (23,5 %). Sedangkan yang berkunjung satu kali dalam seminggu hanya 13,6
%, sama dentgan yang berkunjung tiap hari ke perpustakaan umum yaitu 13,6 %.
Bahkan ada yang lebih jarang lagi dari sekali dalam enam bulan (14,8 %).
Untuk lulusan SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk
memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin
membaca bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Oleh karena itu
lulusan SLTP di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca antara sedang atau
rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin membaca (69,7 %), sedangkan sisanya
212
berada pada posisi malas membaca dan bahkan malas sekali membaca. Grafik pada
gambar 4.4.14 memberikan gambaran lebih spesifik mengenai minat baca kelompok
siswa SLTP. Pada gambar tersebut kelompok siswa yang membaca antara 1 – 2 jam
menduduki posisi terbanyak yaitu 41,9 %. Artinya kelompok siswa SLTP di lokasi
penelitian termasuk yang memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi (rajin
membaca). Bahkan sebanyak 14,2 % responden kelompok ini memiliki minat baca yang
tinggi atau sangat rajin membaca. Hanya 30,4 % responden yang termasuk malas
membaca.
Gambar 4.4.14 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTP
Kelompok responden dari siswa SD dari Kota Banjarmasin menurut penelitian
ini lebih dari separuh memiliki minat baca sedang dan tinggi karena terdapat sebanyak
213
59,31 persen membaca satu dampai lebih dari satu jam per hari. Karena menurut Razak
(2004) untuk siswa tingkat SD, jika membaca lebih dari satu jam per hari maka dapat
digolongkan rajin dan sangat rajin membaca. Gambar 4.4.11 memberikan gambaran
yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD. Sebagian besar (37,24 %) responden
kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 – 2 jam setiap hari, dan ini termasuk
kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang tinggi. Bahkan 22,06 % termasuk
yang memiliki minat baca sangat tinggi. Hanya 40,69 % siswa SD yang memiliki minat
baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak (2004) siswa SD yang termasuk
malas membaca adalah mereka yang membaca kurang dari 30 menit setiap hari (sekitar
5 persen).
Kelompok responden tamat SD dan tidak tamat SD juga berada pada posisi
membaca antara 1 – 2 jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca
bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun mahasiswa,
maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca
antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam
dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin membaca. Grafik pada gambar
4.4.15 berikut memberikan gambaran yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD.
Sebagian besar (37,2 %) responden kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 – 2
jam setiap hari, dan ini termasuk kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang
tinggi. Bahkan 22,1 % termasuk yang memiliki minat baca sangat tinggi. Ada 40,7 %
siswa SD yang memiliki minat baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak
(2004) siswa SD yang termasuk malas membaca adalah mereka yang membaca kurang
dari 30 menit setiap hari.
214
Gambar 4.4.15 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SD
Jika dilihat dari korbanan biaya untuk membeli buku, tingkat kepemilikan buku
serta kunjungangan ke perpustakaan, maka kelompok responden SD tidak banyak
berbeda dengan kelompok responden lainnya dimana korbanan biaya untuk membeli
buku berada pada kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan, kepemilikan buku berada pada
jumlah di bawah 10 judul buku. Namun demikian untuk kunjungan ke perpustakaan
umum, kelompok ini agak mirip dengan kelompok siswa SMP, bahkan lebih baik,
dimana frekuensi berkunjung mereka ke perpustakaan dapat dikatakan lumayan sering
yaitu antara sekali dalam seminggu sampai setiap hari (72,1 %). Yang berkunjung sekali
sebulan sebesar 9,2 %. Sisanya mengaku jarang berkunjung ke perpustakaan (7,9 %).
215
Berdasarkan analisis data yang lebih akurat menggunakan uji statistik Rank
Spearman dengan alat hitung SPSS untuk mengukur hubungan antara tingkat
pendidikan dengan durasi membaca responden didapat hasil pengolahan bahwa tidak
terdapat korelasi nyata antara tingkat pendidikan dengan durasi membaca sbagaimana
ditunjukkan pada tabel berikut berikut:
Tabel 4.4.20 Korelasi pendidikan terhadap durasi membaca
Durasi membaca
Spearman's rho Pendidikan Correlation Coeficient ,028
Sig. (2-tailed) ,420
N 836
4.4.6 Bahan Bacaan yang Disukai Responden
Menurut Razak (2004) yang lebih penting diketahui dalam mengukur lama
membaca seseorang adalah proses yang mendorong kegiatan membaca seseorang
dimana kegiatan membaca tersebut didorong oleh keinginan atau motivasi yang keluar
dari dirinya, bukan karena dipaksa seperti disuruh oleh guru atau merupakan kewajiban
dari sekolah. Lebih jauh Razak menyatakan dalam mengukur waktu membaca adalah:
“Waktu yang dicatat hanyalah waktu yang digunakan untuk membaca buku di luar
lingkungan sekolah, seperti di rumah, perpustakaan (bukan perpustakaan sekolah), toko
buku, pameran buku, rumah teman, atau tempat‐tempat lainnya.”
Untuk mempermudah dalam memperoleh jenis bacaan yang dibaca oleh
responden maka penelitian ini mengelompokkan bahan bacaan kedalam empat macam
yaitu koran, majalah, buku dan komik. Responden dapat memilih lebih dari satu jenis
bahan bacaan. Hasil dari survey ini menunjukkan bahwa buku merupakan bahan
bacaan paling banyak dibaca menyusul koran, kemudian majalah dan terakhir adalah
komik (lihat tabel 4.4.21). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar
responden memilih bacaan yang serius atau responden tersebut membaca dalam arti
yang sebenarnya yaitu untuk menimba ilmu dari bahan bacaan yang dibacanya.
Sedangkan pegawai swasta dan pedagang agak mengherankan ternyata mereka pun
lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan koran dan majalah. Ibu rumah
216
tangga memilih koran dan majalah sebagai bacaan yang lebih disukainya. Hal ini dapat
dimengerti karena sebagian besar ibu rumah tangga membaca untuk mendapatkan
bacaan hiburan sehingga mereka memilih koran (termasuk tabloit) dan majalah
hiburan. Kelompok dosen memilih tiga kelompok bahan bacaan yaitu buku, majalah
dan koran secara berimbang dan hampir tidak membaca komik. Hal ini wajar karena
sebagai dosen mereka harus terus memperbaharui pengetahuannya melalui ketiga
kelompok bahan bacaan tersebut. Siswa SD dan SLTP lebih banyak membaca buku
dibandingkan dengan ketiga bahan bacaan lain. Diduga buku yang mereka baca adalah
kelompok buku-buku cerita atau dongeng. Mereka juga membaca komik lebih banyak
dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Siswa SMU juga lebih banyak
membaca buku dibandingkan dengan jenis bacaan lain, sedangkan secara berimbang
mereka senang membaca koran dan majalah. Kelompok pegawai swasta, guru,
TNI/Polri, serta buruh juga menurut data penelitian lebih banyak membaca buku
dibandingkan dengan bahan bacaan lainnya. Pegawai negeri sipil memilih bahan
bacaan koran lebih banyak daripada jenis bahan bacaan lain, demikian pula dengan
guru yang sedikit lebih senang baca koran dibandingkan dengan buku dan majalah.
Memang sangat sedikit guru yang senang baca komik.
Tabel 4.4.21 Bahan bacaan yang dibaca oleh responden
Koran Majalah Buku Komik
Mahasiswa 71 64 81 32
Pegawai Swasta 36 34 19 6
Petani/Nelayan 28 0 28 0
Ibu Rumah Tangga 14 9 1 0
Pedagang 23 3 1 1
Dosen 24 21 21 3
Siswa SD 45 33 138 63
Siswa SMP 85 94 124 110
Siswa SMU 92 102 97 89
PNS 81 50 48 6
Guru 23 9 18 1
TNI/Polri 41 23 22 3
Buruh 1 0 3 0
Total 564 442 601 314
% 29,36% 23,01% 31,29% 16,35%
217
Informasi tentang jenis bacaan yang digemari berbagai kelompok profesi ini
dapat membantu perpustakaan menentukan jenis bacaan yang disediakan untuk
kalangan utama pembacanya.
Tabel 4.4.22 Durasi membaca Koran, majalah dan buku
2 – 3 1 – 2 3 – 4 jam 2 – 3 jam 1 – 2 jam
> 3 jam jam jam < 1 jam per per per
per hari per hari per hari per hari minggu minggu minggu
27 28 135 368 8 14 40
Baca Koran
4,35% 4,52% 21,77% 59,35% 1,29% 2,26% 6,45%
Baca 33 37 135 218 13 21 59
Majalah 6,40% 7,17% 26,16% 42,25% 2,52% 4,07% 11,43%
64 81 279 201 15 14 23
Baca Buku
9,45% 11,96% 41,21% 29,69% 2,22% 2,07% 3,40%
Kegiatan membaca koran dilakukan kurang dari satu jam setiap hari oleh
sebagian besar responden (69,35 %), dan antara 1 – 2 jam setiap hari (21,77 %). Namun
ada juga yang membaca koran lebih dari 2 jam setiap hari yaitu antara 2 – 3 jam (4,52
%), bahkan lebih dari 3 jam setiap hari (4,35 %). Hal ini tidak lazim dilakukan. Hal yang
sama terjadi pada membaca majalah yaitu rata-rata responden membaca majalah
antara kurang dari satu jam sampai 2 jam setiap hari (60,27 %). Membaca majalah lebih
dari dua atau bahkan lebih dari 3 jam setiap hari tidak biasa dilakukan orang.
Sebaliknya, membaca buku biasanya dilakukan lebih lama dibandingkan dengan
membaca koran dan majalah. Kelompok orang yang membaca buku lebih dari 1 jam
setiap hari ternyata jumlahnya cukup besar yaitu 62,63 % dan yang membaca buku
kurang dari 1 jam setiap hari sebesar 37,37 %.
218
Gambar 4.4.16 Gambaran Bacaan yang Digemari Responden
Bahan bacaan yang paling populer adalah bacaan agama yang dipilih oleh 458
responden, diikuti dengan bacaan kelompok buku ilmu pengetahuan yang dipilih oleh
451 responden, kemudian bacaan pengetahuan fiksi/sastra oleh 261 responden, bacaan
pengetahuan populer oleh 238 responden. Pada kolom lain-lain, responden umumnya
menyenangi bacaan jenis lainnya misalnya fiksi, novel, resep masakan, bahasa
Indonesia, cerpen. komik, dongeng, Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat,
khususnya di lokasi penelitian, kurang begitu menyukai fiksi/sastra oleh hanya 261
responden. Hal ini memperkuat pernyataan Taufik Ismail yang menyatakan bahwa
sejak tahun 1943 sekolah-sekolah SMA di Indonesia tidak pernah mewajibkan siswanya
membaca buku-buku sastra. Dikatakan demikian oleh Taufik Ismail karena di sekolah-
sekolah SMA buku sastra (1) tak disebut di kurikulum, (2) dibaca hanya ringkasannya,
(3) siswa tak menulis mengenainya, (4) tidak ada di perpustakaan sekolah, dan (5) tidak
diujikan2. Jika siswa diberi tugas wajib untuk membaca buku sastra, maka diharapkan
hal ini mendorong siswa tersebut untuk membaca karya-karya sastra yang lain.
2
Taufik Ismail (2005). Tragedi Nol Buku Tragedi Kita Bersama. Makalah Rapat Kerja
Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia, Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, tanggal 31 Mei
2005.
219
Untuk membaca buku, sebagian besar responden mengaku membeli (41,10 %),
diikuti dengan meminjam dari meminjam dari teman (31,75 %), perpustakaan umum
(21,44 %), dan meminjam dari kantor atau pejabat pemerintah (5,70 %).
Tabel 4.4.23 Gambaran perolehan buku responden sebagai bahan bacaan
Meminjam dari
Meminjam Perpustakaan
Membeli Kantor/Pejabat/
Dari Teman umum
Aparat pemerintah
Mahasiswa 62 77 7 59
Pegawai Swasta 28 31 5 8
Petani/Nelayan 15 16 0 1
Ibu Rumah Tangga 3 9 1 0
Pedagang 2 3 0 0
Dosen 22 12 9 12
Siswa SD 132 45 13 64
Siswa SMP 129 99 2 69
Siswa SMU 116 113 3 44
PNS 41 26 23 37
Guru 15 13 9 10
TNI/Polri 33 18 12 9
Buruh 2 2 0 1
Jumlah 600 464 84 314
% dr sampel 59,82% 46,26% 8,37% 31,31%
Data tabel 4.4.23 menunjukkan bahwa peran perpustakaan umum belum optimal
sebab belum banyak responden yang memanfaatkan perpustakaan untuk memenuhi
kebutuhan bahan bacaannya, yaitu hanya 31,31 persden. Hal ini memang antara lain
disebabkan karena belum banyak fasilitas Perpustakaan Umum dan Taman Bacaan
Masyarakat yang terdapat di Kota Banjarmasin. Ada taman bacaan yang cukup menarik
dan lokasinya strategis, namun belum banyak dimanfaatkan masyarakat. Taman
bacaan ini sesungguhnya dibangun oleh suatu yayasan tingkat nasional di Jakarta.
Namun tidak terlalu mendapat perhatian yang besar dari pemerintah daerah. Hal ini
dinyatakan oleh petugas yang sehari-hari mengelola taman bacaan ini. Sampai saat ini,
sejak didirikan, taman bacaan ini masih didanai oleh yayasan. Segala sesuatu mengenai
pengembangan taman bacaan ini masih ditangani oleh yayasan dari Jakarta.
220
Pemda Kota Banjarmasin memang belum memberikan anggaran secara khusus
untuk program peningkatan minat baca masyarakat. Sebenarnya saat ini dengan
memanfaatkan program CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaan-
perusahaan besar yang berkiprah di Banjarmasin atau di Provinsi Kalimantan Selatan,
pengembangan minat baca dapat dilakukan.
Kegiatan atau gerakan khusus untuk pengembangan minat baca sebagaimana
sudah marak dilakukan di kota-kota lain di Indonesia, belum terasa gaungnya di
Banjarmasin. Ini diakui oleh masyarakat bahkan aparat dari Diknas yang sempat
diwawancarai selama penelitian. Padahal sebagian besar responden (85,54 %)
menyatakan bahwa mereka tahu bahwa ada Perpustakaan Umum atau Taman Bacaan
di dalam kota Banjarmasin. Sangat sedikit (hanya 3,29 %) yang menyatakan bahwa
tidak ada fasilitas Perpustakaan Umum atau Taman Bacaan dalam kota. Ada sekitar 8 %
yang menyatakan tidak tahu akan keberadaan Perpustakaan Umum atau Taman Bacaan
di Kota Banjarmasin.
Dari 858 orang responden yang tahu kalau di kota Banjarmasin ada
perpustakaan umum, hanya 341 (34,74 %) orang yang menyatakan pernah berkunjung
ke perpustakaan umum atau taman bacaan tersebut. Frekuensi berkunjung ke
perpustakaan umum yang paling banyak adalah dua kali dalam satu minggu dan sekali
dalam seminggu masing-masing 23,83 % dan 22,05 %. Cukup banyak responden yaitu
86 atau 19,15 % menyatakan berkunjung ke perpustakaan atau taman bacaan setiap
hari.
Dari tabel 4.4.24 dapat dilihat bahwa kelompok mahasiswa berkunjung ke
perpustakaan satu sampai dua kali seminggu. Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan
umum lebih banyak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bacaan dalam kaitannya
dengan penulisan tugas akhir, misalnya dalam penulisan skripsi. Hal ini dapat mungkin
karena di kampus mereka tidak mendapatkan buku yang mereka butuhkan.
221
Gambar 4.4.17 Gambaran Frekuensi Berkunjung ke Perpustakaan Umum/Taman Bacaan
Tabel 4.4.24 Gambaran Frekuensi Kunjungan ke Perpustakaan Berdasarkan Profesi Responden
1 X /hari 2 X /mg 1 X /mg 1 X /bln 1 X /3 bln 1 X /6 bln 1 X /th
Mahasiswa 3 29 21 13 1 1 5
Pegawai Swasta 0 14 6 3 0 1 1
Petani/Nelayan 0 0 0 0 0 2 1
Ibu Rumah Tangga 0 2 3 0 0 0 0
Pedagang 0 0 0 0 1 1 0
Dosen 3 1 3 1 2 1 1
Siswa SD 32 17 14 7 1 0 5
Siswa SMP 11 24 18 12 4 3 7
Siswa SMU 0 12 19 22 11 6 11
PNS 31 5 6 12 1 0 4
Guru 2 1 3 7 0 2 0
TNI/Polri 4 2 6 3 0 1 2
Buruh 0 0 0 0 1 0 1
68 107 99 80 22 18 38
Kunjungan siswa SD ke perpustakaan umum oleh 79 (16,89 %) dari total
responden yang berkunjung ke perpustakaan atau taman bacaan. Sebagian besar
berkunjung antara satu kali seminggu, dua kali seminggu, dan sekali sebulan, sisanya
menyatakan jarang berkunjung ke perpustakaan yaitu dengan berkunjung antara satu
kali tiga bulan dan bahkan ada yang berkunjung hanya satu kali saja dalam setahun.
222
Ada 32 murid SD atau 42,11 % dari keseluruhan murid SD yang berkunjung ke
Perpustakaan atau Taman Bacaan menyatakan berkunjung setiap hari.
Pada kelompok siswa SMP persentase yang berkunjung ke perpustakaan umum
sedikit lebih tinggi dari siswa SD yaitu hanya 79 murid (17,56 %) dari total responden
dengan pola kunjungannya juga bergeser dimana siswa yang berkunjung ke
perpustakaan banyak di sekali dan dua kali dalam seminggu.
Persentase siswa SMA yang berkunjung ke perpustakaan umum sedikit lebih
yaitu 81 responden atau sekitar 18,00 %. Kelompok siswa SMA rata-rata berkunjung
antara sebulan sekali sampai seminggu dua kali. Seperti yang sudah disebutkan di awal
laporan ini bahwa salah satu indikator tinggi rendahnya minat baca adalah korbanan
waktu untuk datang ke perpustakaan (frekuensi).
Pada umumnya responden datang sendirian ke perpustakaan (82,36 %), dan
hanya sebagian kecil mengajak isteri (5,44 %), atau membawa anak (12,20 %). Namun
demikian mereka mengaku memberitahu orang lain bahwa di kota tempat mereka
tinggal ada perpustakaan (85,40 %), dan hanya sebagian saja yang tidak memberitahu
orang lain yaitu sebanyak 14,60 %.
Tabel 4.4.25 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum
terlalu jauh
tidak pernah
sibuk
Malas
Alasan lain
sendiri di
Tidak ada
Bukunya
berganti
waktu karena
membaca
rumah
Jaraknya
tidak menarik
Koleksinya
Tidak sering
Mahasiswa 6 19 5 6 9 1 4 3
Pegawai Swasta 2 8 0 1 13 1 0 1
Petani/Nelayan 0 1 0 0 16 30 0 0
Ibu Rumah Tangga 0 24 2 0 8 10 21 0
Pedagang 0 0 1 0 14 16 0 0
Dosen 9 4 2 0 4 0 1 0
Siswa SD 24 41 0 3 16 0 1 2
Siswa SMP 14 33 3 9 25 6 10 6
Siswa SMU 11 44 7 5 22 5 14 1
PNS 4 8 2 0 24 7 2 2
Guru 1 6 0 0 4 0 0 0
TNI/Polri 6 4 1 0 17 1 4 3
Buruh 0 0 0 0 17 10 0 0
Jumlah 77 192 23 24 189 87 57 18
223
terlalu jauh
tidak pernah
sibuk
Malas
Alasan lain
sendiri di
Tidak ada
waktu karena
Bukunya
berganti
membaca
tidak menarik
rumah
Jaraknya
Koleksinya
Tidak sering
11,54 28,79 3,45 3,60 28,34 13,04 8,55 2,70
Dari responden yang jarang atau tidak datang ke perpustakaan (lihat tabel
4.4.25) diperoleh data bahwa jarak perpustakaan terlalu jauh dari tempat tinggal
mereka menjadi alasan utama (26,96 %), kemudian tidak ada waktu karena sibuk
(27,50 %), berikutnya alasan karena tidak suka baca (13,04 %), kemudian alasan karena
sudah memiliki koleksi sendiri di rumah (11,54 %), malas (8,55 %), koleksi tidak
seringtidak sering membaca (6,79 %), bukunya tidak sering berganti (3,60 %), tidak
menarik dan sudah tua (3,45 %), dan karena alasan lain (2,70 %) misalnya tidak ada
keperluan, sulit prosedur pinjam buku, tidak punya kartu perpustakaan. Alasan jarak
merupakan alasan paling banyak dipilih oleh responden. Ini ada kaitannya dengan
kemampuan mereka dalam membayar ongkos menggunakan angkutan umum yang
menurut mereka tidak murah (rata-rata 83,63 % menyatakan mahal dan sedang), hanya
7,91 % saja dari responden yang menyatakan bahwa ongkos angkutan umum di wilayah
mereka termasuk murah. Kondisi jumlah angkutan umum sendiri menurut sebagian
besar responden termasuk sedang dan banyak (dinyatakan oleh 86,58 %).
Untuk mengatasi masalah jarak, perlu diperbanyak perpustakaan keliling atau
TBM (Taman Bacaan Masyarakat) yang saat ini di Kota Banjarmasin belum banyak
didirikan, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Yang agak mengejutkan
adalah adanya responden yang tidak datang ke perpustakaan dengan alasan tidak ada
waktu karena sibuk. Jika alasan ini dikemukakan oleh responden yang berprofesi
seperti pedagang dan sejenisnya mungkin dapat dimengerti, namun bila alasan ini
dinyatakan oleh kelompok mahasiswa dan pelajar maka sepertinya alasan ini kurang
dapat diterima dan terkesan dibuat-buat. Ini merupakan bukti bahwa minat baca yang
ditunjukkan dengan frekuensi datang ke perpustakaan memang rendah. Beberapa
responden memberi alasan bahwa tidak datang ke perpustakaan karena mereka
memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya. Nampaknya alasan ini dapat diterima.
Namun bila dianalisa lebih mendalam, sesungguhnya sulit bagi seseorang yang
224
memiliki kegemaran membaca yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan bahan
bacaannya. Untuk itu orang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi biasanya
akan datang ke perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasoetion (1992) yang
menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengumpulkan kepustakaan
(buku) yang berhubungan dengan minatnya sebagai milik pribadi di rumah. Itulah
sebabnya perpustakaan umum adalah sarana penunjang pengembang ilmu dan
penelitian yang sangat penting. Yang perlu disediakan di rumah hanyalah sumber-
sumber rujukan yang diperlukan sewaktu-waktu3. Alasan yang dikemukakan ini
terkesan mengada-ada, karena dari data kepemilikan buku, responden yang tidak punya
koleksi buku di rumahnya cukup besar yaitu mencapai 22,11 %, dan kalau digabung
dengan responden yang memiliki buku dengan jumlah sedikit (kurang 10)
persentasinya mencapai mencapai 63,72 %. Dengan demikian sesungguhnya alasan
tidak datang ke perpustakaan karena sudah memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya
menjadi kurang bermakna.
4.4.7 Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca
Secara ringkas pada tabel dan grafik berikut dapat dilihat hubungan karakteristik
responden (umur, pendidikan, pendapatan) dengan minat baca (durasi membaca,
frekuensi membaca dan korbanan) untuk Kota Banjarmasin adalah sebagai berikut.
3
Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja. Jakarta:
Grasindo, 1992. hal 62.
225
Pada grafik berikut jelas tergambar hubungan korelasi yang dimaksud.
MODEL: MOD_1.
Independent: frekuensi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
pddkn_1 LIN ,006 440 2,73 ,099 3,1277 ,0752
Pendidikan
7.00 Observed
Linear
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
Pendidikan Pendapatan
6.00 6.00
5.00 5.00
4.00 4.00
3.00 3.00
2.00 2.00
1.00 1.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Beli buku Beli buku
Grafik a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal Grafik b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap
terhadap Minat Baca komponen Pendidikan dengan Korbanan Minat Baca komponen Pendapatan dengan Korbanan beli buku, r =
beli buku, r = 0,108 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua 0,212 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti
arah). Ini berarti semakin tinggi pendidikan terdapat semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan semakin
kecenderungan semakin banyak korbanan dalam banyak korbanan dalam beli buku.
pembelian buku.
Gambar 4.4.18 Grafik Model Data Plot Pendidikan dan Pendapatan terhadap Beli Buku
226
MODEL: MOD_4. MODEL: MOD_5.
Independent: pmklbuku Independent: pmklbuku
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
pddkn_1 LIN ,038 797 31,43 ,000 2,5965 ,2480 pdptn_1 LIN ,067 295 21,03 ,000 2,8235 ,2261
Pendidikan Pendapatan
6.00
6.00
5.00
5.00
4.00
4.00
3.00
3.00
2.00
2.00
1.00
1.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 Pemilikan buku
Pemilikan buku
Gambar 2a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal Gambar 2b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal
terhadap Minat Baca komponen Pendidikan dengan Pemilikan terhadap Minat Baca komponen Pendapatan dengan Pemilikan
buku, r = 0,147 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini buku, r = 0,173 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini
berarti semakin tinggi pendidikan terdapat kecenderungan berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan
semakin banyak koleksi buku pribadi yang dimilikinya. semakin banyak koleksi buku pribadi yang dimilikinya
Gambar 4.4.19 Grafik Model Data Plot Pendidikan dan Pendapatan terhadap Pemilikan Buku
228
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan:
Dari hasil dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
229
230
14. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
frekuensi membaca (r = 0,231), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang,
maka semakin sering berkunjung ke perpustakaan.
15. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan membeli bahan bacaan (r = 0,225), artinya semakin tinggi
pendapatan seseorang, maka semakin besar korbanan biaya yang digunakan
untuk membeli buku.
16. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan (r = 0,386), artinya semakin tinggi
pendapatan seseorang, semakin banyak memiliki koleksi buku.
17. Kesimpulan untuk masing-masing kota baik Makassar, Pekanbaru, maupun
Banjarmasin untuk pola membaca masih sama dengan kesimpulan secara
umum.
18. Berbagai usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan minat baca
masyarakat ini di tiga kota bervariasi, misalnya di Makassar gencar
dilaksanakan program Gerakan Makassar Gemar Membaca (GMGM) dan
pendirian Taman-taman Bacaan Masyarakat; di Pekanbaru telah dilaksanakan
Gerakan Riau Membaca (GRM), Gerakan Hibah Sejuta Buku (GHSB),
pendirian sudut-sudut baca dan lain-lain; Namun yang belum terlihat gencar
melakukan usaha peningkatan gemar membaca, setidaknya dengan program
yang terstruktur, adalah di Banjarmasin, walaupun di Banjarmasin terdapat
Rumah Baca yang sangat representatif dan dibiayai oleh sebuah yayasan dari
Jakarta.
19. Jenis bahan bacaan yang paling digemari masyarakat di tiga kota berturut-
turut adalah koran, majalah, buku dan komik.
20. Topik bacaan yang paling digemari masyarakat di tiga kota berturut-turut
adalah pengetahuan umum, ilmu pengetahuan, agama, sastra.
21. Masyarakat banyak yang belum tahu keberadaan perpustakaan umum/taman
bacaan masyarakat.
22. Masyarakat banyak yang belum sering (jarang) berkunjung ke perpustakaan.
23. Alasan masyarakat banyak yang belum sering (jarang) berkunjung ke
perpustakaan berturut-turut adalah jauh, tidak ada waktu, punya sendiri,
malas, tidak suka baca, koleksi tidak menarik, koleksi tidak pernah ganti.
231
• Di Kota Makassar:
1. Terdapat korelasi nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan
durasi membaca. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin singkat
durasi membacanya. Hal ini diduga berkaitan dengan kondisi fisik
seseorang yang berumur semakin tua.
2. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan frekuensi
membaca. Ini berarti walau sangat kecil korelasinya, semaki tua
seseorang makin sering membaca. Diduga ini berkaitan dengan
pemanfaatan waktu yang tersedia.
3. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan
korbanan membeli bahan bacaan. Ini berarti semakin tua umur
seseorang, makin besar dana yang bersedia dikeluarkan untuk membeli
bahan bacaan, terutam abuku.
4. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korban
pemilikan buku. Ini berarti semakin tua seseorang, makin banyak
kompilasi koleksi bahan bacaannya. Hal ini tentu saja wajar karena
kumulasi koleksi bahan yang dimiliki bertambah dengan bertambahnya
umur.
5. Terdapat korelasi nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan
durasi membaca.
6. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
frekuensi membaca.
7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
korbanan membeli bahan bacaan.
8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan.
9. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
durasi membaca.
10. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
frekuensi membaca.
232
11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan membeli bahan bacaan.
12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan.
• Di Kota Pekanbaru:
1. Terdapat korelasi nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan
durasi membaca. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin singkat
durasi membacanya.
2. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan frekuensi
membaca.
3. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan
membeli bahan bacaan.
4. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korban
pemilikan buku.
10. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
frekuensi membaca.
11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan membeli bahan bacaan.
12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan.
233
• Di Kota Banjarmasin:
1. Tidak terdapat korelasi nyata antara umur dengan durasi membaca pada
responden Kota Banjarmasin. Ini berarti umur seseorang, tidak
berpengaruh pada durasi membacanya.
2. Tidak terdapat korelasi nyata antara umur dengan frekuensi membaca.
3. Tidak terdapat korelasi nyata antara umur dengan korbanan membeli
bahan bacaan
4. Tidak terdapat korelasi nyata antara umur dengan korban pemilikan
buku
5. Tidak terdapat korelasi nyata antara pendidikan dengan durasi membaca
6. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
frekuensi membaca
7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
korbanan membeli bahan bacaan
8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan
9. Tidak terdapat korelasi nyata antara pendapatan dengan durasi
membaca
10. Tidak terdapat korelasi nyata antara pendapatan dengan frekuensi
membaca
11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan membeli bahan bacaan
12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan
234
Saran:
Berikut saran-saran yang diusulkan untuk dilaksanakan oleh berbagai pihak
dalam rangka meningkatkan minat baca masyarakat:
• Perlu usaha memasukkan dan mengintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah
(semacam langkah law enforcement) tentang bahan bacaan yang harus
dibaca terutama buku sastra, agar dapat memaksa siswa (SD, SMP, SMA)
untuk membaca buku sastra. Misalnya setiap siswa harus baca buku
sastra/novel minimal dalam jumlah tertentu dalam satu tahun. Pihak
Departemen Pendidikan yang berwewenang menindaklanjuti saran ini.
• Tenaga pendidik (guru) harus memberi contoh dalam mengembangkan minat
baca di sekolah dengan menunjukkan bahwa tenaga pendidik mempunyai
minat baca tinggi. Dinas Pendidikan di tiap Pemerintah Daerah yang dapat
melakukan himbauan untuk melaksanakan saran ini.
• Tiap sekolah harus punya perpustakaan. Memenuhi standar perpustakaan
sekolah dan yang kini sudah dipayungi oleh UU Perpustakaan Nomor 43
tahun 2007. Saat ini di Indonesia baru 20 persen SD yang punya
perpustakaan sekolah. Departemen Pendidikan Nasional harus memaksa
semua sekolah untuk mematuhi peraturan tentang standar perpustakaan
sekolah.
• Perpustakaan sekolah pada hakekatnya juga melayani kebutuhan bacaan
untuk komunitas sekolah (misalnya siswa, guru, orangtua murid) termasuk
masyarakat sekitarnya, bukan hanya untuk siswa. Dinas Pendidikan
Nasional di daerah yang dapat berperan untuk memasyarakatkan hal ini ke
sekolah-sekolah di daerah.
• Perlu anggaran khusus dan rutin dari pemda untuk melaksanakan program-
program peningkatan minat baca. Pihak DPRD dan Pemerintah Daerah
yang berwewenang melaksanakan saran ini.
• Perlu dikembangkan kebijakan-kebijakan lokal yang kondusif dalam
meningkatkan semangat belajar masyarakat dan juga meningkatkan minat
baca. Pihak Pemerintah Daerah yang harus mendorong pelaksanaan saran
ini.
235
236
• Diskon besar untuk pembelian buku dari penerbit/toko buku perlu sering
diadakan terutama untuk masyarakat miskin.
• Lomba-lomba untuk merangsang minat baca perlu sering dilakukan (lomba
mengarang, resensi, duta baca dan lain lain) baik tingkat nasional maupun di
daerah. Perpustakaan Nasional dan Pemerintah Daerah harus melaksanakan
saran ini secara berkesinambungan.
• Perlu disosialisaikan penyediaan bahan bacaan berupa buku ringan di
pesawat oleh maskapai penerbangan dan di kapal-kapal penumpang, bukan
hanya menyediakan koran. Pemerintah Daerah berwewenang melaksanakan
saran ini.
• Di halte-halte percontohan disediakan buku bacaan ringan, yang dapat dibaca
diatas kendaraan umum dan dapat dikembalikan pada halte berikutnya
ketika penumpang turun. Pemerintah Daerah berwewenang melaksanakan
saran ini.
• Perlu disediakan lebih banyak TBM (Taman Bacaan Masyarakat) di taman-
taman tempat pertemuan komunitas seperti telah dlakukan di di Makassar,
Pekanbaru dan di Banjarmasin. Pemerintah Daerah berwewenang
melaksanakan saran ini.
• Perlu dilakukan pembentukan kelompok baca di perkampungan atau di
kompleks, dimana anggota kelompok dibantu dalam melakukan program-
program ekonomis yang dapat menghasilkan tambahan pendapatan untuk
keluarga seperti sudah dicoba dilakukan di Pekanbaru. Pemerintah Daerah
berwewenang melaksanakan saran ini.
• Tiap jenis perpustakaan agar lebih proaktif mempromosikan layanannya
kepada komunitas di sekitarnya, sehingga masyarakat mengetahui apa yang
dapat diperoleh dari perpustakaan itu.
237
238
Dalam rangka pemetaan minat baca masyarakat, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
bekerjasama dengan Departemen Pendidikan Nasional mengadakan survey. Anda terpilih menjadi salah
satu responden dalam survey ini dan diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan seperti di bawah
ini. Kami menyampaikan terima kasih atas partisipasi Anda dalam menjawab pertanyaan ini dengan
jujur.
PETUNJUK MENJAWAB PERTANYAAN
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan cara memberi tanda cek (√) pada pernyataan yang Anda pilih
dan mengisi kolom jika diperlukan.
Nama
Alamat
1. Jenis kelamin Anda?
a. Laki‐laki b. Perempuan
2. Umur Anda saat ini?
a. Kurang dari 12 tahun
b. 13 sampai dengan 15 tahun
c. 16 sampai dengan 18 tahun
d. 19 sampai dengan 23 tahun
e. 24 sampai dengan 40 tahun
f. 41 sampai dengan 55 tahun
g. Lebih dari 56 tahun
3. Apa status Anda dalam keluarga?
a. Ayah (kepala keluarga)
b. Ibu
c. Anak
243
4. Apakah Anda saat ini masih sekolah?
a. Masih sekolah b. Sudah bekerja
5. Jika Anda masih sekolah, apakah Anda seorang?
a. Pelajar SD
b. Pelajar SLTP
c. Pelajar SLTA
d. Mahasiswa
6. Jika Anda masih sekolah atau sudah bekerja, apa pendidikan terakhir Anda?
a. Tidak tamat SD
b. Tamat SD
c. Tamat SLTP
d. Tamat SLTA
e. Diploma
f. Sarjana (S1)
g. Pasca Sarjana (S2, S3)
7. Jika sudah bekerja, apa profesi profesi Anda saat ini?
a. Pegawai Negeri
b. Pegawai swasta
c. Pedagang
d. TNI/POLRI
e. Petani
f. Wiraswasta
g. Wartawan
244
h. Buruh
i. Lain‐lain, Sebutkan…………………………….
8. Jika Anda bekerja, apa bidang mata pencaharian Anda saat ini:
a. Pertanian
b. Pertambangan
c. Industri
d. Listrik
e. Gas
f. Air
g. Bagunan
h. Perdagangan
i. Perhotelan
j. Jasa Pengangkutan
k. Jasa Kemasyarakatan
l. Lainnya, Sebutkan…………………………….
9. Berapa perkiraan pendapatan Anda (dan keluarga Anda) per bulan
a. Kurang dari 500 ribu
b. 500 ribu s/d 1 juta
c. Lebih 1 juta s/d 1,5 juta
d. Lebih 1,5 juta s/d 2,5 juta
e. Lebih dari 2,5 juta s/d 3,5 juta
f. Lebih dari 3,5 juta s/d 4,5 juta
g. Lebih dari 4,5 juta
245
10. Berapa jumlah anggota keluarga dalam keluarga Anda?
a. Kurang dari 2 orang
b. 3 – 4 orang
c. 5 – 6 orang
d. 7 – 8 orang
e. Lebih dari 8 orang
11. Apakah Anda penduduk asli
a. Ya b. Bukan
12. Jika bukan penduduk asli, sudah berapa lama menetap di kota ini?
a. 0 – 5 tahun
b. 6 – 10 tahun
c. 11 – 15 tahun
d. 16 – 20 tahun
e. 21 – 25 tahun
f. Lebih dari 25 tahun
13. Fasilitas media informasi apa yang Anda miliki? (bisa lebih dari 1 pilihan)
a. Pesawat Radio
b. Pesawat TV
c. Video/VCD/DVD
d. Komputer
e. Koneksi ke Internet
f. Koran
g. Majalah
14. Apa yang Anda lakukan pada waktu luang Anda? (bisa lebih dari 1 pilihan)
a. Membaca
b. Menonton TV/Video/VCD
246
c. Mendengarkan siaran radio
d. Rekreasi
15. Jika jawaban pertanyaan 14 membaca, bahan bacaan apa yang Anda baca? (bisa lebih dari 1 pilihan)
a. Koran
b. Majalah
c. Buku
d. Komik
16. Berapa jam rata‐rata waktu keseluruhan yang Anda gunakan untuk membaca?
a. Lebih dari 3 jam per hari
b. 2 – 3 jam per hari
c. 1 – 2 jam per hari
d. Kurang dari 1 jam per hari
e. 3 – 4 jam seminggu
f. 2 – 3 jam seminggu
g. 1 – 2 jam seminggu
17. Jika jawaban pertanyaan 15 membaca Koran, berapa jam rata‐rata yang Anda gunakan untuk
membaca Koran?
a. Lebih dari 3 jam per hari
b. 2 – 3 jam per hari
c. 1 – 2 jam per hari
d. Kurang dari 1 jam per hari
e. 3 – 4 jam seminggu
f. 2 – 3 jam seminggu
g. 1 – 2 jam seminggu
247
18. Jika jawaban pertanyaan 15 membaca majalah, berapa jam rata‐rata yang Anda gunakan untuk
membaca Majalah?
a. Lebih dari 3 jam per hari
b. 2 – 3 jam per hari
c. 1 – 2 jam per hari
d. Kurang dari 1 jam per hari
e. 3 – 4 jam seminggu
f. 2 – 3 jam seminggu
g. 1 – 2 jam seminggu
19. Jika jawaban pertanyaan 15 membaca buku, berapa jam rata‐rata yang Anda gunakan untuk
membaca Buku?
a. Lebih dari 3 jam per hari
b. 2 – 3 jam per hari
c. 1 – 2 jam per hari
d. Kurang dari 1 jam per hari
e. 3 – 4 jam seminggu
f. 2 – 3 jam seminggu
g. 1 – 2 jam seminggu
20. Jika Anda sering membaca buku, Jenis buku apa yang Anda baca? (bisa lebih dari 1 pilihan)
a. Fiksi/ sastra
b. Agama
c. Pengetahuan populer
d. Ilmu pengetahuan
e. Lainnya, Sebutkan…………………………….
248
21. Dari mana Anda mendapatkan buku tersebut? (bisa lebih dari 1 pilihan)
a. Membeli
b. Meminjam dari teman atau kenalan
c. Meminjam dari kantor/pejabat/aparat pemerintah
d. Dari perpustakaan umum
22. Jika jawaban pertanyaan 21 adalah membeli, berapa rupiah rata‐rata yang Anda belanjakan setiap
bulan?
a. Kurang dari Rp. 50.000,‐
b. Antara Rp. 50.000,‐ sampai Rp. 100.000,‐
c. Lebih dari Rp. 100.000,‐ sampai Rp. 200.000,‐
d. Lebih dari Rp. 200.000,‐ sampai Rp.300.000,‐
e. Lebih dari Rp. 300.000,‐ sampai Rp. 400.000,‐
f. Lebih dari Rp. 400.000,‐ sampai Rp. 500.000,‐
g. Lebih dari Rp. 500.000,‐
23. Selain buku‐buku pelajaran, apakah Anda punya koleksi buku pribadi di rumah?
a. Tidak punya
b. Punya kurang dari 10 buku
c. Punya antara 10 sampai 25 buku
d. Punya antara 25 sampai 50 buku
e. Punya antara 50 sampai 75 buku
f. Punya antara 75 sampai 100 buku
g. Punya lebih dari 100 buku
24. Jika Anda mendengarkan radio, jenis siaran apa yang Anda sukai? (bisa lebih dari 1 pilihan)
a. Berita
b. Musik (pilihan pendengar
c. Olah Raga
249
d. Ceramah agama
e. Ilmu pengetahuan
f. Sandiwara radio
25. Berapa jam rata‐rata waktu yang Anda gunakan untuk mendengarkan siaran radio?
a. Lebih dari 3 jam per hari
b. 2 – 3 jam per hari
c. 1 – 2 jam per hari
d. Kurang dari 1 jam per hari
e. 3 – 4 jam seminggu
f. 2 – 3 jam seminggu
g. 1 – 2 jam seminggu
26. Jika Anda menonton siaran televisi, jenis siaran apa yang Anda sukai? (bisa lebih dari 1 pilihan)
a. Berita
b. Musik/hiburan
c. Ceramah agama
d. Olah Raga
e. Ilmu Pengetahuan
f. Fim/ Sinetron
g. Infotainment
27. Berapa jam rata‐rata waktu yang Anda gunakan untuk menonton televisi?
a. Lebih dari 3 jam per hari
b. 2 – 3 jam per hari
c. 1 – 2 jam per hari
d. Kurang dari 1 jam per hari
e. 3 – 4 jam seminggu
250
f. 2 – 3 jam seminggu
g. 1 – 2 jam seminggu
28. Jika Anda memperoleh informasi, siapa saja yang Anda beritahu? (bisa lebih dari 1 pilihan)
a. Isteri/suami
b. Anak
c. Bapak/ibu
d. Kerabat
e. Teman
f. Mitra usaha
g. Tetangga
h. Tidak memberi tahu siapapun
29. Bagaimana kondisi angkutan umum di kota Anda?
a. Banyak
b. Cukup
c. Kurang
d. Tidak tahu
30. Apa pendapat Anda mengenai ongkos angkutan umum?
a. Mahal
b. Sedang
c. Murah
d. Tidak tahu
31. Jika Anda masih sekolah atau kuliah, Apa pendapat Anda terhadap fasilitas sekolah atau kampus
Anda?
a. Jarak sekolah/kampus jauh ; dekat
b. Transport ke sekolah/kampus sulit ; gampang
c. Transport ke sekolah mahal ; murah
251
d. Ruang kelas kurang ; cukup
e. Gedung sekolah/kampus kurang memadai ; cukup memadai
f. Fasilitas sekolah/kampus kurang ; cukup
g. Fasilitas perpustakaan, ada ; tidak ada
h. Jumlah guru sekolah/dosen kurang ; cukup
i. Kualitas guru/dosen rendah ; Cukup tinggi
j. Biaya pendidikan mahal ; murah
k. Mendapatkan buku sulit ; mudah
32. Apakah Anda sering berkirim surat melalui pos?
a. Ya b. Tidak
33. Apakah Anda memiliki fasilitas telekomunikasi? (bisa lebih dari 1 pilihan)
a. Memiliki telepon rumah saja
b. Memiliki telepon seluler (HP) saja
c. Memiliki kedua‐duanya
d. Tidak memiliki kedua‐duanya
e. Memiliki alat komunikasi lain Sebutkan, ……………………….
34. Apakah di kota Anda ada perpustakaan umum atau taman bacaan untuk umum?
a. Ada b. Tidak ada c. Tidak Tahu
35. Jika ada, apakah Anda sering datang atau berkunjung ke perpustakaan umum atau taman bacaan?
a. Ya b. Tidak
36. Jika Anda sering datang, berapa sering Anda berkunjung ke perpustakaan?
a. Setiap hari
b. Seminggu dua kali
c. Seminggu sekali
252
d. Sebulan sekali
e. Tiga bulan sekali
f. Enam bulan sekali
g. Satu tahun sekali
37. Jika Anda tahu bahwa di kota Anda ada perpustakaan umum, apakah Anda memberitahu orang lain?
a. Ya b. Tidak
38. Jika Anda sering dating ke perpustakaan, apakah Anda membawa anggota keluarga?
a. Tidak, saya datang sendiri
b. Ya, membawa isteri
c. Ya, membawa anak
39. Jika jawaban pertanyaan 36 tidak pernah, apa alasan Anda tidak pernah berkunjung ke
perpustakaan?
a. Sudah punya buku sendiri di rumah
b. Jaraknya terlalu jauh
c. Bukunya tidak menarik dan sudah tua‐tua
d. Koleksinya tidak pernah berganti
e. Tidak ada waktu karena sibuk
f. Tidak sering membaca
g. Malas
h. Lainnya Sebutkan, …………………
Terima kasih atas partisipasi Anda menjawab pertanyaan kami
253
254
Susunan Tim Peneliti
255