Anda di halaman 1dari 271

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/303973009

Pemetaan Minat Baca Masyarakat: di tiga propinsi (Sulawesi Selatan, Riau, dan
Kalimatan Selatan)

Technical Report · January 2007


DOI: 10.13140/RG.2.1.3103.7049

CITATIONS READS
0 6,640

6 authors, including:

Abdul Rahman Saleh


Bogor Agricultural University
41 PUBLICATIONS   20 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Kajian kepuasan pelanggan Perpustakaan BSN tahun 2016 View project

All content following this page was uploaded by Abdul Rahman Saleh on 15 June 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


 

 
 
  LAPORAN PENELITIAN 
 

 
Pemetaan Minat Baca 
 

 
Masyarakat
  Di Tiga Provinsi: Sulawesi Selatan, Riau dan  
 
Kalimantan Selatan  
 

 
Program Sinergi Departemen Pendidikan Nasional  

  dengan Perpustakaan Nasional  
 

   

      
 
 

  Departemen Pendidikan Nasional 
  Dengan
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
 
2007
 

 
 

RINGKASAN 

Berdasarkan beberapa laporan, tingkat minat baca masyarakat Indonesia


disebutkan tergolong rendah dibandingkan bangsa lain, bahkan dibandingkan
dengan beberapa negara ASEAN. Laporan UNDP tahun 2003 yang menyatakan
bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index - HDI)
berdasarkan angka buta aksara posisi Indonesia berada pada urutan 112 dari 174
negara.
Salah satu faktor penyebab rendahnya kebiasaan dan kegemaran membaca
masyarakat Indonesia adalah karena masih dominannya budaya tutur dari pada
budaya baca. Selain itu tidak meratanya penyebaran koleksi bahan perpustakaan
dan fasilitas baca di berbagai lapisan masyarakat dan belum optimalnya
pemberdayaan perpustakaan di masyarakat.
Sesungguhnya sejak tahun 1972 UNESCO telah memprioritaskan masalah
pembinaan minat baca. Pada tahun tersebut diluncurkan program yang disebut
Books for All (buku untuk semua orang), yang bertujuan untuk meningkatkan minat
dan kegemaran membaca di masyarakat dunia. Di Indonesia sendiri, Presiden
Soeharto pada tahun 1996 mencanangkan Hari Kunjung Perpustakaan, Presiden
Megawati pada tahun 2002 mencanangkan Gerakan Nasional Gemar Membaca, dan
yang terakhir pada bulan Mei 2007 Wakil Presiden Yusuf Kalla memberi perhatian
penuh terhadap kegemaran membaca tersebut dengan meresmikan layanan
Perpustakaan Elektronik Keliling yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional
RI. Namun sampai sekarang gaung dari gerakan-gerakan tersebut belum
menampakkan hasil yang memuaskan. Karena itu usaha “senafas” dengan program
tersebut perlu selalu dikembangkan. Dewasa ini, dengan semangat otonomi daerah,
pemerintah daerah mencoba untuk membuat program untuk meningkatkan minat
baca masyarakat. Salah satu contoh adalah Pemerintah Kota Makassar yang
mencanangkan program Gerakan Makassar Gemar Membaca mulai dicanangkan
tahun 2005. Selain itu Pemerintah Provinsi Riau, pada tahun 2006 juga
mencanangkan Gerakan Riau Membaca.
Untuk memetakan kondisi minat baca masyarakat maka dilakukan penelitian
yang merupakan Kegiatan Sinergi Departemen Pendidikan Nasional dan
Perpustakaan Nasional RI. Penelitian dilakukan di tiga provinsi yaitu Propivinsi
Sulawesi Selatan, Provinsi Riau, dan Provinsi Kalimantan Selatan dengan
pengambilan sampel di Kota Makassar, Kota Pekanbaru, dan Kota Banjarmasin.
Penelitian yang dilakukan dari bulan Juni sampai November 2007 ini
bertujuan untuk: (1) Mengetahui pemberdayaan perpustakaan oleh masyarakat
sebagai sarana informasi; (2) Mengetahui gambaran tingkat minat baca masyarakat
di tiga lokasi; (3) Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan minat baca
masyarakat; (4) Mengetahui kemampuan masyarakat setempat dalam membaca; (5)
Memetakan pengembangan minat baca di tiga lokasi; (6) Meningkatkan kerja sama
sinergis Depdiknas dengan Perpusnas RI.
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) Teridentifikasinya
keadaan masyarakat di tiga kota tersebut sebagai representasi dari keadaan
masyarakat Indonesia secara umum baik dari segi pendidikan, minat baca, pola
perilaku anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan informasi, dan lain
sebagainya; (2) Terdeteksinya informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat
Indonesia, sehingga mereka merasa perpustakaan dapat menjadi salah satu tempat
untuk mencari jawaban bagi masalah yang mereka hadapi; (3) Rekomendasi

 
 

terhadap perlu tidaknya didirikan perpustakaan serta jenis koleksi yang harus
dikoleksi oleh perpustakaan yang akan didirikan.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Stratified
Proportional Purposive Sampling. Teknik ini digunakan karena secara umum
berdasarkan literatur dan beberapa penelitian sebelumnya sudah diperoleh
gambaran umum tentang kondisi masyarakat yang diteliti mengenai pemetaan minat
baca. Data responden dengan unit satuan analisis berupa individu sebanyak 1000
orang untuk masing-masing wilayah (Kota Makassar, Pekanbaru, dan Banjarmasin)
dipilih secara acak dari kecamatan yang dipilih. Selain itu untuk memperdalam
pemahaman terhadap kondisi setempat termasuk keadaan masyarakat dilakukan
pula tinjauan ke lapangan untuk melihat lokasi dan kegiatan taman bacaan
masyarakat serta melakukan wawancara khusus kepada beberapa pejabat, tokoh
masyarakat serta pengguna awam dan petugas dan pengelola perpustakaan atau
taman bacaan masyarakat berkaitan dengan topik penelitian.
Dalam penelitian ini diajukan sembilan hipotesis yaitu:
1) Semakin tua umur seseorang semakin singkat durasi membacanya;
2) Semakin tua umur seseorang semakin rendah frekuensi membacanya;
3) Semakin tua umur seseorang semakin kecil korbanannya untuk mengadakan
bahan bacaan;
4) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin lama durasi
membacanya;
5) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi frekuensi
membacanya;
6) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin besar korbanannya
untuk mengadakan bahan bacaan;
7) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin lama durasi
membacanya;
8) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi frekuensi
membacanya;
9) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin besar korbanannya
untuk mengadakan bahan bacaan.
Berdasarkan deskripsi dan kecenderungan korelasi data serta analisis
kecenderungan, disertai dengan masukan yang didapatkan melalui wawancara,
peninjauan lapangan serta studi literatur, maka berikut disajikan berbagai
kesimpulan pemetaan minat baca di tiga kota yaitu Kota Makassar, Kota Pekanbaru,
dan Kota Banjarmasin, saran-saran untuk pengembangan program-program kerja
dalam rangka peningkatan minat baca masyarakat di ketiga kota. Pihak-pihak yang
diharapkan menjalankan saran-saran yang diberikan adalah: (1) Departemen
Pendidikan Nasional RI; (2) Perpustakaan Nasional RI; (3) Pemerintah Daerah dan
lembaga terkait di daerah; (4) Badan Perpustakaan Daerah; dan (5) Lembaga
Swadaya Masyarakat. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pada umumnya masyarakat mengisi waktu luangnya dengan membaca,


menonton, mendengarkan radio dan rekreasi. Frekuensi membaca dengan
menonton hampir seimbang.
2. Pada umumnya waktu yang digunakan oleh responden untuk menonton lebih
lama (lebih dari 3 jam sehari) dibandingkan dengan waktu yang digunakan
untuk membaca (antara 1 – 2 jam sehari).

 
 

3. Pada umumnya minat baca dapat dikategorikan rendah di tiga kota, terutama
jika dibandingkan dengan standar yang diberikan oleh Abdul Razak dalam
buku Formula 247 Plus: Metoda Mendidik Anak Menjadi Pembaca yang
Sukses (2004). Apalagi jika dibandingkan dengan standar luar negeri
misalnya Jepang, Amerika bahkan Singapura.
4. Berdasarkan perhitungan rata-rata untuk tiga indikator minat baca (durasi
membaca, frekuensi membaca, dan korbanan untuk bahan bacaan), maka skor
rata-rata masyarakat di tiga kota adalah 3,2 pada skala 1 sampai 7, dimana
nilai 1 adalah minat baca rendah dan 7 adalah minat baca tinggi, atau berada
pada tingkat agak sedang.
5. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan
durasi membaca (r = -0,031). Ini berarti makin tua umur seseorang, makin
singkat durasi membacanya.
6. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau kecil antara umur dengan
frekuensi membaca (r = -0,022). Artinya semakin tua umur seseorang
semakin jarang berkuunjung ke perpustakaan.
7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan
membeli bahan bacaan (r = 0,130). Artinya, semakin tua umur seseorang,
semakin besar biaya yang dikorbankan untuk membeli bahan buku.
8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan
kepemilikan buku (r = 0,176), artinya, semakin tua umur seseorang, semakin
banyak memiliki buku.
9. Terdapat korelasi tidak nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
durasi membaca (r = 0,008), artinya, semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin lama korbanan waktu yang digunakan untuk membaca.
10. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan
frekuensi membaca (r = -0,011), semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin jarang berkunjung ke perpustakaan.
11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
membeli buku (r = 0,152), artinya semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin besar biaya yang digunakan untuk membeli buku.
12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
memiliki bahan bacaan (r = 0,267), artinya semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin banyak memiliki koleksi buku.
13. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan durasi
membaca (r = 0,134), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang, maka
semakin lama korbanan waktu yang digunakan untuk membaca.
14. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
frekuensi membaca (r = 0,231), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang,
maka semakin sering berkunjung ke perpustakaan.
15. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan membeli bahan bacaan (r = 0,225), artinya semakin tinggi
pendapatan seseorang, maka semakin besar korbanan biaya yang digunakan
untuk membeli buku.
16. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan (r = 0,386), artinya semakin tinggi
pendapatan seseorang, semakin banyak memiliki koleksi buku.
17. Kesimpulan untuk masing-masing kota baik Makassar, Pekanbaru, maupun
Banjarmasin untuk pola membaca masih sama dengan kesimpulan secara
umum.


 
 

18. Namun usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan minat baca
masyarakat ini di tiga kota bervariasi, misalnya di Makassar gencar
dilaksanakan program Gerakan Makassar Gemar Membaca (GMGM) dan
pendirian Taman-taman Bacaan Masyarakat; di Pekanbaru telah dilaksanakan
Gerakan Riau Membaca (GRM), Gerakan Hibah Sejuta Buku (GHSB),
pendirian sudut-sudut baca dan lain-lain; Namun yang belum terlihat
melakukan usaha peningkatan gemar membaca, setidaknya dengan program
yang terstruktur, adalah di Banjarmasin, walaupun di Banjarmasin terdapat
Rumah Baca yang sangat representatif dan dibiayai oleh sebuah yayasan dari
Jakarta.
19. Jenis bahan bacaan yang paling digemari masyarakat di tiga kota berturut-
turut adalah koran, majalah, buku dan komik.
20. Topik bacaan yang paling digemari masyarakat di tiga kota berturut-turut
adalah pengetahuan umum, ilmu pengetahuan, agama, sastra.
21. Masyarakat banyak yang belum tahu keberadaan perpustakaan umum/taman
bacaan masyarakat.
22. Masyarakat banyak yang belum sering (jarang) berkunjung ke perpustakaan.
23. Alasan masyarakat banyak yang belum sering (jarang) berkunjung ke
perpustakaan berturut-turut adalah jauh, tidak ada waktu, punya sendiri,
malas, tidak suka baca, koleksi tidak menarik, koleksi tidak pernah ganti.
24. Pada umumnya masyarakat di tiga kota untuk berbagai kelompok profesi
mendapatkan informasi melalui media elektronik terutama televisi.

Berikut saran-saran yang diusulkan untuk dilaksanakan oleh berbagai pihak


dalam rangka meningkatkan minat baca masyarakat di tiga kota:
1. Perlu usaha memasukkan dan mengintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah
tentang bahan bacaan yang harus dibaca terutama buku sastra, agar dapat
“memaksa” siswa (SD, SMP, SMA) untuk membaca buku sastra. Misalnya setiap
siswa harus baca buku sastra/novel minimal dalam jumlah tertentu dalam satu
tahun. Pihak Departemen Pendidikan yang berwewenang menindaklanjuti saran
ini.
2. Tenaga pendidik (guru) harus memberi contoh dalam mengembangkan minat
baca di sekolah dengan menunjukkan bahwa tenaga pendidik mempunyai minat
baca tinggi. Dinas Pendidikan di tiap Pemerintah Daerah yang dapat melakukan
himbauan untuk melaksanakan saran ini.
3. Tiap sekolah harus punya perpustakaan. Memenuhi standar perpustakaan
sekolah dan yang kini sudah dipayungi oleh UU nomor 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan. Departemen Pendidikan Nasional harus memaksa semua sekolah
untuk mematuhi peraturan tentang standar perpustakaan sekolah.
4. Perpustakaan sekolah pada hakekatnya juga melayani kebutuhan bacaan untuk
komunitas sekolah (misalnya siswa, guru, orangtua murid) termasuk masyarakat
sekitarnya, bukan hanya untuk siswa. Dinas Pendidikan Nasional di daerah yang
dapat berperan untuk memasyarakatkan hal ini ke sekolah-sekolah di daerah.
5. Perlu anggaran khusus dan rutin dari pemda untuk melaksanakan program-
program peningkatan minat baca (ini juga sesuai dengan amanat UU nomor 43
tahun 2007 tentang Perpustakaan). Pihak DPRD dan Pemerintah Daerah yang
berwewenang melaksanakan saran ini.


 
 

6. Perlu dikembangkan kebijakan lokal yang kondusif dalam meningkatkan


semangat belajar masyarakat dan juga meningkatkan minat baca. Pihak
Pemerintah Daerah yang harus mendorong pelaksanaan saran ini.
7. Perlu perangkat aturan khusus setingkat perda untuk mendorong/memayungi
program peningkatan minat baca. Misalnya diberlakukan aturan dimana pada
jam-jam tertentu yaitu jam-jam belajar, siswa dilarang menonton televisi di
rumah. Pihak DPRD dan Pemerintah Daerah yang harus melaksanakan saran
ini.
8. Dalam melaksanakan berbagai program pengembangan minat baca masyarakat,
dapat manfaatkan payung hukum UU nomor 43 tahun 2007 tentang
Perpustakaan. Semua pihak terkait harus memanfaatkan keberadaan UU
Perpustakaan ini untuk mendorong peningkatan minat baca.
9. Pemerintah Daerah perlu mendorong agar setiap kantor mendirikan
perpustakaan untuk dimanfaatkan oleh karyawan dan keluarganya.
10. Pemerintah daerah harus selalu mendorong dan mendukung sehingga setiap
kelurahan perlu ada taman bacaan agar masyarakat makin menjangkau sumber-
sumber bacaan yang murah.
11. Departemen Pendidikan Nasional, Perpustakaan nasional, Pemerintah daerah,
Badan Perpustakaan Daerah bertanggungjawab dalam pengembangan SDM
perpustakaan yang senantiasa perlu ditingkatkan melalui berbagai metode.
12. Selain sarana fisik perpustakaan yang perlu ditingkatkan, sistem perpustakaan
juga perlu dibenahi. Perpustakaan Nasional dan Badan Perpustakaan Daerah
dan didukung oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Pemerintah Daerah
harus berperan dalam mengembangkan sistem perpustakaan sehingga dapat
mendukung terciptanya peningkatan minat baca masyarakat.
13. Gerakan semacam GMGM (Gerakan Makassar Gemar Membaca) dan GRM
(Gerakan Riau Membaca) perlu senantiasa digencarkan dan digaungkan
terutama dengan memanfaatkan publik-publik figur. Pemerintah daerah dan
Perpustakaan Nasional perlu senantiasa mendorong gerakan semacam ini.
14. Diskon besar buku-buku dari penerbit dan toko buku serta bazar buku murah
perlu sering diadakan untuk mendorong masyarakat gemar membeli buku.
15. Kompetisi dan lomba-lomba untuk merangsang minat baca perlu lebih sering
dilakukan (lomba mengarang, resensi, duta baca dan lain lain) baik tingkat
nasional maupun di daerah. Perpustakaan Nasional dan Pemerintah Daerah
harus melaksanakan saran ini secara berkesinambungan.
16. Perlu disosialisaikan penyediaan bahan bacaan berupa buku ringan di pesawat
oleh maskapai penerbangan dan di kapal-kapal penumpang, dan di bis kota
bukan hanya menyediakan koran seperti selama ini pada pesawat komersial.
Perpustakaan Nasional dan Pemerintah Daerah dapat mendorong dan
menyarankan kepada pihak maskapai penerbangan melaksanakan saran ini.
17. Di halte-halte percontohan disediakan buku bacaan ringan, yang dapat dibaca
diatas kendaraan umum dan dapat dikembalikan pada halte berikutnya ketika
penumpang turun. Pemerintah Daerah berwewenang melaksanakan saran ini.
18. Perlu disediakan lebih banyak TBM (Taman Bacaan Masyarakat) di taman-
taman tempat pertemuan komunitas seperti telah dlakukan di Makassar,


 
 

Pekanbaru dan di Banjarmasin. Pemerintah Daerah berwewenang melaksanakan


saran ini.
19. Perlu dilakukan pembentukan kelompok baca di perkampungan atau di
kompleks perumahan, dimana anggota kelompok dibantu dalam melakukan
program-program ekonomis yang dapat menghasilkan tambahan pendapatan
untuk keluarga seperti sudah dicoba dilakukan di Pekanbaru. Pemerintah
Daerah berwewenang melaksanakan saran ini.


 
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allat SWT atas selesainya tugas
Penelitian Pemetaan Minat Baca di Tiga Provinsi (Sulawesi Selatan, Riau dan
Kalimantan Selatan) ini. Penelitian ini terselenggara berkat program sinergi
Departemen Pendidikan nasional dengan Perpustakaan nasional RI. Tim peneliti
berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi peningkatan minat baca
masyarakat, bukan saja masyarakat untuk ke tiga provinsi, tetapi juga bermanfaat
bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Seperti diketahui minat baca masyarakat
Indonesia saat ini oleh banyak pihak, baik para akademisi, pengamat pendidikan,
pejabat pemerintah maupun berbagai komponen masyarakat, pada umumnya
berpendapat bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. Demikian pula
yang tergambar dalam berbagai indikator statistik yang dilansir oleh banyak pihak,
dalam negeri maupun luar negeri. Dari laporan hasil penelitian ini kiranya
pemerintah, baik pusat maupun daerah dan pihak-pihak terkait dapat memetik
informasi yang berguna sebagai dasar perencanaan dalam pengembangan minat baca
masyarakat.

Terima kasih kepada Departemen Pendidikan Nasional dan Perpustakaan


Nasional Republik Indonesia yang telah memberi kepercayaan kepada kami sebagai
tim peneliti untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini. Mudah-mudahan kegiatan
seperti ini dapat terus dipertahankan dan bahkan dapat lebih ditingkatkan di masa
yang akan datang. Terima kasih pula kepada pihak-pihak yang telah membantu
terselenggaranya penelitian ini, khususnya di tiga lokasi yaitu di Kota Makassar,
Pekanbaru dan Banjarmasin.

Akhirnya, kami sampaikan bahwa tentunya masih ada kekurangan pada


laporan ini. Untuk itu kami sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran guna
penyempurnaan laporan ini.

Jakarta, November 2007

Tim Peneliti

i
ii
DAFTAR ISI 
 

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………………………………………………. 1 
Latar belakang ........................................................................................................................................... 1 
Tujuan ....................................................................................................................................................... 2 
Hasil Yang Diharapkan .............................................................................................................................. 3 
Lokasi Pemetaan ....................................................................................................................................... 3 
Sasaran ...................................................................................................................................................... 3 
Wilayah dan Penduduk Tiga Kota ............................................................................................................. 3 
BAB II.  METODOLOGI ................................................................................................................................... 9 
Data dan Sumber Data .............................................................................................................................. 9 
Metode Pengumpulan dan Analisis Data .................................................................................................. 9 
Pengolahan Data ..................................................................................................................................... 10 
Hipotesis Penelitian ................................................................................................................................ 10 
Keluaran .................................................................................................................................................. 11 
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................................... 13 
Definisi Membaca ................................................................................................................................... 13 
Kondisi Minat Baca .................................................................................................................................. 14 
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................................................. 25 
4.1 Umum (Tiga kota: Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin) ............................................................. 25 
4.1.1 Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang ................................................................ 32 
4.1.2 Hubungan antara kelompok umur dengan membaca ................................................................... 37 
4.1.3 Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca ......................................................................... 47 
4.1.4 Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Membaca ..................................................................... 59 
4.1.5 Kunjungan ke Perpustakaan .......................................................................................................... 66 
4.1.6 Bahan Bacaan yang Disukai Responden......................................................................................... 69 
4.1.7  Korelasi Karakteristik Responden dengan Minat Baca ................................................................. 75 
4.2. Makassar .......................................................................................................................................... 81 
4.2.1 Gambaran Umum Responden Kota Makassar ............................................................................... 81 
4.2.2  Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang ............................................................... 88 
4.2.3  Hubungan antara Kelompok Umur dengan Membaca ................................................................. 94 
4.2.4  Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca ........................................................ 106 
4.2.5  Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca ....................................................................... 109 
4.2.6  Bahan Bacaan yang Disukai Responden ...................................................................................... 120 
4.2.7  Rangkuman Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca ....................................... 130 
4.3  Pekanbaru ...................................................................................................................................... 133 

iii 

 
4.3.1 Gambaran Umum Responden Kota Pekanbaru ........................................................................... 133 
4.3.2 Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang .............................................................. 139 
4.3.3 Hubungan antara kelompok umur dengan membaca ................................................................. 146 
4.3.4  Hubungan Pendidikan Dengan Membaca ................................................................................... 159 
4.3.5  Hubungan Tingkat Pendapatan terhadap Membaca .................................................................. 170 
4.3 6  Bahan Bacaan yang Disukai Responden ...................................................................................... 177 
4.3.7  Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca ........................................................... 183 
4.4. Banjarmasin ................................................................................................................................... 189 
4.4.1 Gambaran Umum Responden Kota Banjarmasin ....................................................................... 189 
4.4.2  Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang ............................................................. 195 
4.4.3  Hubungan antara Kelompok umur dengan Lama Membaca ...................................................... 202 
4.4.4  Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca ........................................................ 205 
4.4.5  Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca ....................................................................... 208 
4.4.6  Bahan Bacaan yang Disukai Responden ...................................................................................... 217 
4.4.7  Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca ........................................................... 225 
BAB V.  KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................................ 230 
Kesimpulan: ........................................................................................................................................... 230 
Di Kota Makassar: ............................................................................................................................. 233 
Di Kota Pekanbaru: ........................................................................................................................... 234 
Di Kota Banjarmasin: ......................................................................................................................... 235 
Saran: .................................................................................................................................................... 236 
DAFTAR KEPUSTAKAAN ............................................................................................................................. 239 
LAMPIRAN ............................................................................................................................................... 242 

iv 

 
DAFTAR TABEL
Umum
Tabel 4.1.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
Tabel 4.1.2 Responden Berdasarkan Kelompok Umur. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
Tabel 4.1.3 Status Responden pada Kelompok yang Masih Bersekolah . . . . . . 27
Tabel 4.1.4 Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan . . . . . . . . . . . 27
Tabel 4.1.5 Responden Berdasarkan Profesi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
Tabel 4.1.6 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan . 29
Tabel 4.1.7 Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga . . . . 30
Tabel 4.1.8 Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31
Tabel 4.1.9 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden . . . . . . . . . . . . . . . 33
Tabel 4.1.10 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang . . . . . . 34
Tabel 4.1.11 Sebaran Lama Membaca dan Lama Menonton. . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
Tabel 4.1.12 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca . . . . . . . 37
Tabel 4.1.13 Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca . . . . . . . . . . . . . 38
Tabel 4.1.14 Hubungan Antara Umur dengan Biaya Belanja Buku Bulanan. . . 41
Tabel 4.1.15 Hubungan Antara Umur dengan Tingkat Kepemilikan Buku . . . . 42
Tabel 4.1.16 Hubungan Umur dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan . . 44
Tabel 4.1.17 Hubungan Profesi dengan Frekuensi kunjung ke Perpustakaan . 45
Tabel 4.1.18 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Lama Membaca . . . . . . . . 47
Tabel 4.1.19 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Belanja Buku Bulanan. . . 55
Tabel 4.1.20 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kepemilikan Buku . . . . . . 57
Tabel 4.1.21 Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung Perpustakaan 58
Tabel 4.1.22 Hubungan Pendapatan dengan Durasi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . 60
Tabel 4.1.23 Hubungan Pendapatan dengan Belanja Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . 62
Tabel 4.1.24 Hubungan Pendapatan dengan Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . 64
Tabel 4.1.25 Hubungan Pendapatan dengan Kunjungan ke Perpustakaan . . . . . 65
Tabel 4.1.26 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum . . . . . . . 67
Tabel 4.1.27 Bahan Bacaan yang Dibaca Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70
Tabel 4.1.28 Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 72
Tabel 4.1.29 Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan . . 74
Tabel 4.1.30 Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca . . . . . . . . 75
Tabel 4.1.31 Hasil Rataan Skor Minat Baca Tiga Kota . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 77
Tabel 4.1.32 Skor Kategori Tingkat Minat Baca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 80

v
Makassar
Tabel 4.2.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 81
Tabel 4.2.2 Responden Berdasarkan Kelompok Umur. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 82
Tabel 4.2.3 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan 84
Tabel 4.2.4 Responden Berdasarkan Besarnya Anggota Keluarga . . . . . . . . . . . 86
Tabel 4.2.5 Responden Berdasarkan Fasilitas Informasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 87
Tabel 4.2.6 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden dalam
Melakukan Kegiatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 88
Tabel 4.2.7 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang . . . . . 89
Tabel 4.2.8 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca . . . . . . 91
Tabel 4.2.9 Hubungan antara jenis kelamin dengan lama membaca
vs lama menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
Tabel 4.2.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan
Terpaan Media . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
Tabel 4.2.11 Hubungan Antara Umur dengan Lama (Durasi) Membaca . . . . . 94
Tabel 4.2.12 Korelasi Umur dengan Durasi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97
Tabel 4.2.13 Korelasi Umur dengan Frekuensi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97
Tabel 4.2.14 Hubungan Antara Umur dengan Biaya Belanja Buku . . . . . . . . . . 97
Tabel 4.2.15 Hubungan Antara Umur dengan Kepemilikan Buku . . . . . . . . . . . 99
Tabel 4.2.16 Hubungan Umur dengan Jumlah Kunjungan ke Perpustakaan . . 101
Tabel 4.2.17 Frekuensi Responden Berkunjung ke Perpustakaan . . . . . . . . . . . . 102
Tabel 4.2.18 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan . . . . . . . . . . . . . . 104
Tabel 4.2.19 Hubungan Antara Pendapatan dengan Lama Membaca . . . . . . . . . 106
Tabel 4.2.20 Korelasi Pendapatan Terhadap Durasi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . 108
Tabel 4.2.21 Korelasi Pendapatan Terhadap Frekuensi Membaca . . . . . . . . . . . . . 108
Tabel 4.2.22 Hubungan Pendidikan dengan Lama Membaca . . . . . . . . . . . . . . . 109
Tabel 4.2.23 Hubungan Pendidikan dengan Besarnya Belanja Buku . . . . . . . . . 116
Tabel 4.2.24 Hubungan Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku . . . . . . . . 117
Tabel 4.2.25 Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi ke Perpustakaan . . . . . 119
Tabel 4.2.26 Korelasi Pendidikan terhadap Durasi Membaca. . . . . . . . . . . . . . . 120
Tabel 4.2.27 Bahan Bacaan yang Dibaca Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 121
Tabel 4.2.28 Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 122
Tabel 4.2.29 Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan . . 124
Tabel 4.2.30 Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Berdasarkan Profesi . . . . . . 127
Tabel 4.2.31 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum . . . . . . . 128
Tabel 4.2.32 Hubungan Karakteristik responden dengan Minat Baca . . . . . . . . . 130

vi
Pekanbaru
Tabel 4.3.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 113
Tabel 4.3.2 Responden Berdasarkan Kelompok Umur. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 134
Tabel 4.3.3 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan 136
Tabel 4.3.4 Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga . . . . 137
Tabel 4.3.5 Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 138
Tabel 4.3.6 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang dalam Melakukan Kegiatan 140
Tabel 4.3.7 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang . . . . . . 142
Tabel 4.3.8 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca . . . . . . . 143
Tabel 4.3.9 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca dan
Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 143
Tabel 4.1.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan
Terpaan Media . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 144
Tabel 4.3.11 Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca . . . . . . . . . . . . . 147
Tabel 4.3.12 Korelasi Umur terhadap Durasi membaca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 149
Tabel 4.3.13 Korelasi Umur terhadap Frekuensi membaca. . . . . . . . . . . . . . . . . . 149
Tabel 4.3.14 Hubungan Umur dengan Korbanan Belanja Buku . . . . . . . . . . . . . 149
Tabel 4.3.15 Hubungan Umur dengan Kepemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 151
Tabel 4.3.16 Hubungan Umur dengan Jumlah Kunjung ke Perpustakaan . . . . . 152
Tabel 4.3.17 Frekuensi Responden Berkunjung ke Perpustakaan . . . . . . . . . . . . 154
Tabel 4.3.18 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum . . . . . . . 156
Tabel 4.3.19 Hubungan Antara Pendidikan dengan Lama Membaca . . . . . . . . . 159
Tabel 4.3.20 Korelasi Pendidikan terhadap Durasi Baca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 166
Tabel 4.3.21 Hubungan Antara Pendidikan dengan Besarnya Belanja Buku . . 167
Tabel 4.3.22 Hubungan Antara Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku . 168
Tabel 4.3.23 Hubungan Antara Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung
Ke Perpustakaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 168
Tabel 4.3.24 Hubungan Antara Pendapatan dengan Durasi Membaca . . . . . . . . 171
Tabel 4.3.25 Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Anggaran Membeli Buku 173
Tabel 4.3.26 Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Kepemilikan Buku . . . . . 174
Tabel 4.3.27 Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Frekuensi Kunjung ke
Perpustakaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 175
Tabel 4.3.28 Bahan Bacaan yang Dibaca Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 178
Tabel 4.3.29 Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 179
Tabel 4.3.30 Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan . . 181
Tabel 4.3.31 Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca . . . . . . . . 183

vii
Banjarmasin
Tabel 4.4.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 189
Tabel 4.4.2 Responden Berdasarkan Kelompok Umur. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 190
Tabel 4.4.3 Status Responden pada Kelompok yang Masih Bersekolah . . . . . . 191
Tabel 4.4.4 Responden Berdasarkan Profesi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 192
Tabel 4.4.5 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan . 192
Tabel 4.4.6 Sebaran Responden Berdasarkan Besarnya Anggota dalam
Keluarga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 193
Tabel 4.4.7 Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 194
Tabel 4.4.8 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden dalam
Melakukan Kegiatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 196
Tabel 4.4.9 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang . . . . . . 198
Tabel 4.4.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang
dan Terpaan Media . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 198
Tabel 4.4.11 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca . . . . . . . 201
Tabel 4.4.12 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca vs Lama
Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 201
Tabel 4.4.13 Hubungan Antara Umur dengan Lama Membaca . . . . . . . . . . . . . . . 203
Tabel 4.4.14 Korelasi Umur Terhadap Durasi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 205
Tabel 4.4.15 Korelasi Umur Terhadap Frekuensi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . . . . 205
Tabel 4.4.16 Hubungan Antara Pendapatan dengan Lama Membaca . . . . . . . . . 206
Tabel 4.4.17 Korelasi Pendapatan terhadap Durasi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . . 207
Tabel 4.4.18 Korelasi Pendapatan terhadap Frekuensi Membaca . . . . . . . . . . . . . . 207
Tabel 4.4.19 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Lama Membaca . . . . . . . . . 208
Tabel 4.4.20 Korelasi Pendidikan Terhadap Durasi Membaca . . . . . . . . . . . . . . . . 216
Tabel 4.4.21 Bahan Bacaan yang Dibaca Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 218
Tabel 4.4.22 Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 218
Tabel 4.4.23 Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan . . 220
Tabel 4.4.24 Gambaran Frekuensi Kunjungan ke Perpustakaan Berdasarkan
Profesi Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 222
Tabel 4.4.25 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum . . . . . . 223
Tabel 4.4. 26 Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca . . . . . . . . . 226

viii
DAFTAR GAMBAR
Umum
Gambar 4.1.1 Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden . . . . . . . . . . 28
Gambar 4.1.2 Grafik Sebaran Profesi Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
Gambar 4.1.3 Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden . . . . . . . . . 30
Gambar 4.1.4 Grafik Sebaran Jumlah Anggota Keluarga . . . . . . . . . . . . . . 31
Gambar 4.1.5 Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . . 32
Gambar 4.1.6 Grafik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang . . . . . . . . . . . . . 34
Gambar 4.1.7 Garfik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang . . . . . . . . . . . . . 35
Gambar 4.1.8 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dan
Lama Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
Gambar 4.1.9 Perbandingan Lama Membaca dan Lama Menonton
Laki-laki dan Perempuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37
Gambar 4.1.10 Grafik Hubungan antara Umur dengan Lama Membaca . . 39
Gambar 4.1.11 Grafik Sebaran Korbanan Waktu Rata-rata Membaca . . . . 40
Gambar 4.1.12 Grafik Sebaran Belanja Buku Berdasarkan Umur . . . . . . . . 41
Gambar 4.1.13 Pola Hubungan Umur dengan Kepemilikan Buku . . . . . . . 43
Gambar 4.1.14 Grafik Sebaran Tingkat Kunjungan ke Perpustakaan . . . . . 44
Gambar 4.1.15 Grafik Sebaran Kunjungan Ke Perpustakaan
Berdasarkan Kelompok Umur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
Gambar 4.1.16 Grafik Sebaran Latar Belakang Pendidikan
dengan Lama Membaca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48
Gambar 4.1.17a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa 50
Gambar 4.1.18a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA 52
Gambar 4.1.19a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP 53
Gambar 4.1.20a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD 54
Gambar 4.1.21 Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku . . . . . . . . . . . . 56
Gambar 4.1.22 Tingkat Pendidikan terhadap Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . 58
Gambar 4.1.23 Tingkat Pendidikan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan 59
Gambar 4.1.24 Tingkat Pendapatan terhadap Lama Membaca . . . . . . . . . . . 61
Gambar 4.1.25 Tingkat Pendapatan terhadap Belanja Buku . . . . . . . . . . . . . 63
Gambar 4.1.26 Tingkat Pendapatan terhadap Pemilikan Buku . . . . . . . . . . 65
Gambar 4.1.27 Tingkat Pendapatan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan 66
Gambar 4.1.28 Grafik Sebaran Alasan Tidak Berkunjung ke Perpustakaan 68
Gambar 4.1.29 Grafik Sebaran Bacaan yang Digemari untuk Dibaca . . . . . . 71
Gambar 4.1.30 Grafik Sebaran Lama Membaca untuk Beragam Bacaan . . . 72
Gambar 4.1.31 Grafik Sebaran Topik Bacaan yang Digemari . . . . . . . . . . . . . 73
Gambar 4.1.32 Grafik Sebaran Sumber Perolehan Bahan Bacaan . . . . . . . . . 74
Gambar 4.1.33 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap
terhadap Beli Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 76
Gambar 4.1.34 Grafik Model Data Plot Umur, Pendidikan terhadap
Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 77
Gambar 4.1.35 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap
Durasi dan Frekuensi Baca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 78

ix
Gambar 4.1.36 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Beli
dan Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79

Makassar
Gambar 4.2.1 Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden . . . . . . . . . . 84
Gambar 4.2.2 Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden . . . . . . . . . 85
Gambar 4.2.3 Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . . . 87
Gambar 4.2.4 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden . . . . . . . . . 89
Gambar 4.2.5 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan
Status dalam Rumah Tangga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 90
Gambar 4.2.6 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca
dengan Lama Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 91
Gambar 4.2.7 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dan
Lama Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
Gambar 4.2.8 Grafik Perbandingan Lama Membaca Menurut
Kelompok Umur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 95
Gambar 4.2.9 Grafik Korbanan Waktu Rata-rata dalam Membaca . . . . . . . 96
Gambar 4.3.10 Grafik Biaya Korbanan Membeli Buku Berdasarkan Umur . 98
Gambar 4.2.11 Grafik Besarnya Pemilikan Buku Berdasarkan Umur . . . . . . 100
Gambar 4.2.12 Sebaran Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan
Berdasarkan Umur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 101
Gambar 4.2.13 Sebaran Rata-rata Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan . . . . 102
Gambar 4.2.14 Grafik Hubungan Pendapatan dengan Lama Membaca . . . . . 107
Gambar 4.2.15 Sebaran Rata-rata Lama Membaca Berdasarkan
Latar Belakang Pendidikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 109
Gambar 4.2.16a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa 110
Gambar 4.2.17a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA 112
Gambar 4.2.18a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP 114
Gambar 4.2.19a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD 115
Gambar 4.2.20 Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku . . . . . . . . . . . . 117
Gambar 4.3.21 Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Korbanan
Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 118
Gambar 4.3.22 Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Frekuensi
Kunjung ke Perpustakaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 119
Gambar 4.2.23 Grafik Gambaran Jenis Bacaan yang Digemari Responden . 123
Gambar 4.2.24 Grafik Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan Umum . . . . . . . 126
Gambar 4.2.25 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendapatan
Terhadap Durasi Baca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 130
Gambar 4.2.26 Grafik Model Data Plot Umur terhadap Frekuensi Baca . . . 131
Gambar 4.2.27 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap
Beli Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 131

x
Pekanbaru
Gambar 4.3.1 Sebaran Tingkat Pendidikan Responden . . . . . . . . . . . . . . . 135
Gambar 4.3.2 Sebaran Tingkat Pendapatan Responden . . . . . . . . . . . . . . . 137
Gambar 4.3.3 Tingkat Kepemilikan Media . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 139
Gambar 4.3.4 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden. . . . . . . . . 141
Gambar 4.3.5 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status
dalam Rumah Tangga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 142
Gambar 4.3.6 Grafik Perbandingan Antara Lama Membaca dan
Lama Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 143
Gambar 4.3.7 Grafik Perbandingan Antara Lama Membaca dan
Lama Menonton pada Laki-laki dan Perempuan . . . . . . . . 144
Gambar 4.3.8 Grafik Hubungan antara Umur dengan Lama Membaca . . 147
Gambar 4.3.9 Korbanan Waktu (Durasi) Rata-rata dalam Membaca . . . . 148
Gambar 4.3.10 Sebaran Besarnya Korbanan Membeli Buku berdasarkan
Umur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 150
Gambar 4.3.11 Sebaran Besarnya Pemilikan Buku berdasarkan Umur
Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 151
Gambar 4.3.12 Sebaran Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan berdasarkan
Umur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 153
Gambar 4.3.13 Sebaran Rata-rata Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan . . 154
Gambar 4.3.14 Sebaran Rata-rata Lama Membaca berdasarkan Latar
Belakang Pendidikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 160
Gambar 4.3.15a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa 161
Gambar 4.3.16a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA 162
Gambar 4.3.17a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP 164
Gambar 4.3.18a,b,c,d Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD 165
Gambar 4.3.19 Grafik Hubungan Latar Belakang pendidikan dengan
Korbanan Membeli Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 167
Gambar 4.3.20 Grafik Hubungan Latar Belakang pendidikan dengan
Korbanan Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 168
Gambar 4.3.21 Grafik Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung
ke Perpustakaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 170
Gambar 4.3.22 Grafik Hubungan Pendapatan dengan Durasi Membaca . . 171
Gambar 4.3.23 Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Anggaran Membeli
Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 174

Gambar 4.3.24 Grafik Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Kepemilikan


Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 175
Gambar 4.3.25 Grafik Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Frekuensi
Kunnjung ke Perpustakaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 176
Gambar 4.3.26 Gambaran Bacaan yang Digemari . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 180
Gambar 4.3.27 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap
Durasi baca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 184
Gambar 4.3.28 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap
Frekuensi Baca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 185
Gambar 4.3.29 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap
Beli Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 186

xi
Gambar 4.3.30 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Durasi dan
Frekuensi Baca . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 187
Gambar 4.3.31 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Pembelian
dan Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 187

Banjarmasin
Gambar 4.4.1 Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden . . . . . . . . . 191
Gambar 4.4.2 Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden . . . . . . . . . 193
Gambar 4.4.3 Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi . . 195
Gambar 4.4.6 Grafik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang .Responden . 197
Gambar 4.4.5 Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status
dalam Rumah Tangga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 198
Gambar 4.4.6 Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan
Lama Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 201
Gambar 4.4.7 Grafik Perbandingan Lama Membaca dengan Lama
Menonton . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 202
Gambar 4.4.8 Grafik Perbandingan Lama Membaca Menurut
Kelompok Umur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 203
Grambar 4.4.9 Korbanan Waktu Rata-rata Membaca Responden . . . . . . . 204
Gambar 4.4.10 Hubungan Pendapatan dengan Lama Membaca . . . . . . . . 206
Gambar 4.4.11 Hubungan Pendidikan dengan Lama Membaca . . . . . . . . 208
Gambar 4.4.12 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca
Kelompok Mahasiswa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 210
Gambar 4.3.13 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca
Kelompok Siswa SLTA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 212
Gambar 4.4.14 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca
Kelompok Siswa SLTP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 214
Gambar 4.4.15 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca
Kelompok Siswa SD . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 216
Gambar 4.4.16 Gambaran Bacaan yang Digemari Responden . . . . . . . . . . . 219
Gambar 4.4.17 Gambaran Frekuensi Berkunjung ke Perpustakaan Umum 222
Gambar 4.4.18 Grafik Model Data Plot Pendidikan dan Pendapatan
terhadap Beli Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 227
Gambar 4.4.19 Grafik Model Data Plot Pendidikan dan Pendapatan
terhadap Pemilikan Buku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 228

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . 243


Lampiran 3 Susunan Tim Peneliti . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 255

xiii
 

BAB I. PENDAHULUAN 
Latar belakang 
Berdasarkan beberapa laporan, tingkat minat baca masyarakat Indonesia
pada umumnya tergolong rendah dibandingkan dengan tingkat minat baca
masyarakat bangsa lain, bahkan dibandingkan dengan beberapa negara di tingkat
ASEAN. Pernyataan negatif pesimistis ini sering muncul dan diulang-ulang dalam
berbagai laporan hasil penelitian dan pendapat para pakar yang dituangkan dalam
berbagai tulisan atau disampaikan dalam beragam pertemuan ilmiah. Hal ini
diperkuat oleh laporan UNDP tahun 2003 yang menyatakan bahwa Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Index - HDI) berdasarkan angka buta
aksara posisi Indonesia berada pada urutan 112 dari 174 negara. Posisi ini berada di
bawah Vietnam (urutan ke 109) yang baru keluar dari konflik yang berkepanjangan.
Salah satu faktor penyebab rendahnya kebiasaan dan kegemaran membaca
masyarakat Indonesia adalah karena masih dominannya budaya tutur dari pada
budaya baca. Selain itu tidak meratanya penyebaran koleksi bahan perpustakaan
dan fasilitas baca di berbagai lapisan masyarakat dan belum optimalnya
pemberdayaan perpustakaan di masyarakat.
Membaca merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan kreativitas
sedangkan dalam mengembangkan IPTEKS diperlukan kreativitas yang tinggi. Bila
Indonesia tidak ingin menjadi konsumen dari IPTEKS yang dikembangkan oleh
negara-negara lain, maka pemerintah harus melakukan usaha-usaha untuk
mendorong masyarakat agar membaca menjadi kebutuhan mereka sehari-hari.
Sesungguhnya sejak tahun 1972 UNESCO telah memprioritaskan masalah
pembinaan minat baca. Pada tahun tersebut diluncurkan program yang disebut
Books for All (buku untuk semua orang), yang bertujuan untuk meningkatkan minat
dan kegemaran membaca di masyarakat dunia. Salah satu implementasi program ini
adalah dicanangkannya International Book Year 1972 (Tahun Buku Internasional
1972). Di Indonesia sendiri, Presiden Soeharto pada tahun 1996 mencanangkan Hari
Kunjung Perpustakaan, Presiden Megawati pada tahun 2002 mencanangkan
Gerakan Nasional Gemar Membaca, dan yang terakhir pada bulan Mei 2007 Wakil
Presiden Yusuf Kalla memberi perhatian penuh terhadap kegemaran membaca
tersebut dengan meresmikan layanan Perpustakaan Elektronik Keliling yang
diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional RI. Namun sampai sekarang gaung dari

 
 

gerakan-gerakan tersebut belum menampakkan hasil yang memuaskan. Karena itu


usaha “senafas” dengan program tersebut perlu selalu dikembangkan. Dewasa ini,
dengan semangat otonomi daerah, pemerintah daerah mencoba untuk membuat
program untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Salah satu contoh adalah
Pemerintah Kota Makassar yang mencanangkan program Gerakan Makassar Gemar
Membaca mulai dicanangkan tahun 2005. Selain itu Pemerintah Provinsi Riau, pada
tahun 2006 juga mencanangkan Gerakan Riau Membaca.
Salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan masyarakat
Indonesia adalah belum melekatnya gemar membaca dalam kehidupan sehar-hari.
Hal ini mempunyai dampak negatif terhadap kemampuan mereka dalam
mengembangkan dirinya untuk menambah ilmu melalui kegiatan membaca secara
mandiri dalam usaha pendidikan sepanjang hayat. Program nasional yang
menitikberatkan aset budaya masyarakat belum dapat direalisasikan, hal ini
tercermin dari laporan Perpustakaan Nasional (2002) yang menyatakan bahwa
“Pengembangan produk fisik minat baca (taman bacaan, perpustakaan umum
desa/kelurahan, perpustakaan sekolah, perpustakaan khusus/ dinas/ jawatan,
perpustakaan provinsi dan perpustakaan perguruan tinggi) tidak jelas menurut
target kebutuhan masyarakat: (1) Pola pembinaan minat dan kebiasaan membaca
yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI pada lingkungan keluarga, taman
kanak-kanak, sekolah dasar, SLTP/SLTA tidak sesuai dengan tipologi kawasan yang
berlaku di Indonesia; (2) Temuan masalah minat baca (kelangkaan koleksi bahan
bacaan dan faktor budaya serta alternatif pemecahan masalahnya, cenderung
bersifat umum).
Oleh karena itu Kegiatan Sinergi Departemen Pendidikan Nasional dan
Perpustakaan Nasional RI ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai tipikal
kebutuhan minat baca di tiga provinsi yaitu Propivinsi Sulawesi Selatan, Provinsi
Riau, dan Provinsi Kalimantan Selatan dengan pengambilan sampel di Kota
Makassar, Kota Pekanbaru, dan Kota Banjarmasin.

Tujuan 
Penelitian ini bertujuan untuk:
• Mengetahui pemberdayaan perpustakaan oleh masyarakat sebagai sarana
informasi.
• Mengetahui gambaran tingkat minat baca masyarakat di tiga lokasi.

 
 

• Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan minat baca masyarakat.


• Mengetahui kemampuan masyarakat setempat dalam membaca.
• Menemukan pola/model pemetaan pengembangan minat baca di tiga lokasi.
• Meningkatkan kerja sama sinergis Depdiknas dengan Perpusnas RI.

Hasil Yang Diharapkan 
1. Teridentifikasinya keadaan masyarakat di tiga kota tersebut sebagai
representasi dari keadaan masyarakat Indonesia secara umum baik dari segi
pendidikan, minat baca, pola perilaku anggota keluarga dalam memenuhi
kebutuhan informasi, dan lain sebagainya.
2. Terdeteksinya informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia,
sehingga mereka merasa perpustakaan dapat menjadi salah satu tempat untuk
mencari jawaban bagi masalah yang mereka hadapi.
3. Rekomendasi terhadap perlu tidaknya didirikan perpustakaan serta jenis
koleksi yang harus dikoleksi oleh perpustakaan yang akan didirikan.

Lokasi Pemetaan 
Penelitian ini akan dilakukan pada tiga lokasi ibu kota provinsi yakni di:
• Ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu di Kota Makassar.
• Ibu kota Provinsi Riau, yaitu di Kota Pekanbaru.
• Ibu Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu di Kota Banjarmasin.

Sasaran 
Sasaran penelitian ini adalah berbagai lapisan masyarakat di tiga kota
misalnya dari segi aspek profesi yaitu kalangan pelajar, mahasiswa, pegawai kantor,
pejabat instansi tertentu, pedagang, petani atau dari aspek kemampuan ekonomi
yaitu dari kalangan yang mampu, sedang dan kurang mampu.

Wilayah dan Penduduk Tiga Kota 
Kota Makassar
Kota Makassar mempunyai posisi strategis karena berada di persimpangan
jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah
kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke

 
 

wilayah selatan Indonesia. Dengan kata lain, wilayah kota Makassar berada pada
koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian
yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Kota Makassar merupakan
daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0 - 5 derajat ke arah barat, diapit dua
muara sungai yakni sungai Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan sungai
Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas wilayah kota Makassar seluruhnya
berjumlah kurang lebih 175,77 Km2 daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar
ditambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 Km²
Jumlah kecamatan di kota Makassar sebanyak 14 kecamatan dan memiliki
143 kelurahan. Diantara kecamatan tersebut, ada tujuh kecamatan yang berbatasan
dengan pantai yaitu kecamatan Tamalate, Mariso, Wajo, Ujung Tanah, Tallo,
Tamalanrea dan Biringkanaya. Kota Makassar sendiri berdekatan dengan sejumlah
kabupaten yakni sebelah utara dengan kabupaten Pangkep, sebelah timur dengan
kabupaten Maros, sebelah selatan dengan kabupaten Gowa dan sebelah barat
dengan Selat Makassar.
Dari gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Makassar,
memberi penjelasan bahwa secara geografis, kota Makassar memang sangat strategis
dilihat dari sisi kepentingan ekonomi maupun politik. Dari sisi ekonomi, Makassar
menjadi simpul jasa distribusi yang tentunya akan lebih efisien dibandingkan daerah
lain. Memang selama ini kebijakan makro pemerintah yang seolah-olah menjadikan
Surabaya sebagai home base pengelolaan produk-produk draft kawasan Timur
Indonesia, membuat Makassar kurang dikembangkan secara optimal. Padahal
dengan mengembangkan Makassar, otomatis akan sangat berpengaruh terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan Timur Indonesia dan percepatan
pembangunan. Dengan demikian, dilihat dari sisi letak dan kondisi geografis -
Makassar memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain di kawasan Timur
Indonesia. Saat ini Kota Makassar dijadikan inti pengembangan wilayah terpadu
Mamminasata.
Penduduk Kota Makassar tahun 2005 tercatat sebanyak 1.193.434 jiwa yang
terdiri dari 572.382 laki-laki dan 610.862 perempuan. Penyebaran penduduk Kota
Makassar dirinci menurut kecamatan, menunjukkan bahwa penduduk masih
terkonsentrasi di wilayah kecamatan Tamalate, yaitu sebanyak 144.458 atau sekitar
12,21 persen dari total penduduk, disusul kecamatan rappocini sebanyak 136.725


 
 

jiwa (11,55 persen). Kecamatan Panakkukang sebanyak 129.967 jiwa (10,98 persen),
dan yang terendah kecamatan Ujung Pandang sebanyak 27.921 jiwa (2,30 persen).
Ditinjau dari kepadatan penduduk per km persegi, kecamatan Makassar yang
terpadat yaitu 31.898 jiwa per km persegi, disusul kecamatan Mariso (28.013 per km
persegi), kecamatan Bontoala (25.139 jiwa per km persegi). Sedang kecamatan
Biringkanaya merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah yaitu
sekitar 2.485 jiwa per km persegi, kemudian kecamatan Tamalanrea 2.666 jiwa per
km persegi, Manggala (3.833 jiwa per km persegi), kecamatan Ujung Tanah (7.711
jiwa per km persegi), kecamatan Panakkukang (7.623 jiwa per km persegi). Wilayah-
wilayah yang kepadatan penduduknya masih rendah tersebut masih memungkinkan
untuk pengembangan daerah pemukiman terutama di tiga kecamatan yaitu
Biringkanaya, Tamalanrea, dan Manggala.
Penduduk menurut kelompok umur dapat menggambarkan tingkat kelahiran
dan tingkat kematian di suatu daerah. Disamping itu struktur umur penduduk juga
dapat menggambarkan angka beban tanggungan (Dependency Ratio), penduduk
usia tidak produktif terhadap penduduk usia produktif. Penduduk yang tergolong
usia non produktif adalah penduduk kelompok umur 0-14 dan 65 tahun atau lebih.
Sedangkan penduduk usia produktif adalah penduduk kelompok umur 15-64 tahun.
Persentase penduduk usia dewasa (15-64 tahun) persentasenya sedikit mengalami
penurunan dari 69,05 persen tahun 2000 menjadi 68,34 persen tahun 2004.
sementara penduduk usia muda (0-14 tahun) persentasenya walaupun masih di
bawah 40 persen, akan tetapi dibanding tahun 2000 meningkat dari 27,99 persen
menjadi 28,18 persen tahun 2004, demikian pula untuk penduduk usia tua (65+
tahun) meningkat dari 2,96 persen tahun 2000 menjadi 3,47 persen tahun 2004,
peningkatan persentase pada penduduk usia muda ini disebabkan oleh menurunnya
penduduk produktif usia 15-64 tahun. Pada tahun 2004 diketahui bahwa umur
median penduduk Kota Makassar adalah 24,45 pertahun.

Kota Pekanbaru
Kota Pekanbaru adalah salah satu daerah tingkat II sekaligus merupakan
ibukota Provinsi Riau, dengan luas wilayah 632.26 dengan jumlah penduduk
720.197 jiwa, yang terdiri atas laki-laki sbanyak 363.687 jiwa dan perempuan
356.510 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.139 jiwa per km2 (2005). Pekanbaru,
yang terdiri atas 12 kecamatan dan 50 kelurahan.


 
 

Kota Pekanbaru, yang berada pada lintang 101° 14' - 101° 34' dan Bujur Timur
0° 25' - 0° 45' Lintang Utara, dibelah oleh Sungai Siak yang mengalir dari barat ke
timur, emmiliki beberapa anak sungai antara lain: Sungai Umban Sari, Sungai Air
Hitam, Sungai Sibam, Sungai Setukul, Sungai Pengambang, Sungai Ukai, Sungai
Sago, Sungai Senapelan, Sungai Limau dan Sungai Tampan. Sungai Siak juga
merupakan jalur perhubungan lalu lintas perekonomian rakyat pedalaman ke kota
serta dari daerah lainnya.
Penyebaran penduduk Kota Pekanbaru dirinci menurut kecamatan,
menunjukkan bahwa penduduk masih terkonsentrasi di wilayah Kecamatan
Pekanbaru Kota dan Kecamatan Sukajadi. Walaupun jumlah penduduk kedua
kecamatan ini lebih sedikit dibandingkan dengan beberapa kecamatan lain misalnya
Kecamatan Marpoyan Damai, Kecamatan Tenayan Raya, dan Kecamatan Tampan
yang masing-masing jumlah penduduknya 111.854, 90.321, dan 83.172 jiwa, namun
karena luas wilayah Kecamatan Pekanbaru Kota yang hanya 2,26 Km2 dan
Kecamatan Sukajadi yang hanya 3,76 dengan jumlah penduduk masing sebesar
30.055 dan 51.334 jiwa, maka kepadatan penduduknya termasuk yang paling padat
yakni masing-masing 13.299 dan 13.653 jiwa per Km2. Hanya Kecamatan Lima
Puluh yang jumlah penduduknya hanya 42.800 jiwa namun karena luas wilayahnya
hanya 4,04 Km2, maka kepadatan penduduknya cukup tinggi yaitu 10.594 jiwa per
Km2. Sembilan kecamatan lain rata-ratanya kepadatan penduduknya dibawah 7000
jiwa per Km2.

Kota Banjarmasin
Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang
berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan yang terletak di ujung selatan
dan berada diantara 3' 15" - 3' 22" Lintang Selatan dan diantara 114' 32" - 114' 38"
Bujur Timur. Kota ini terhampar di dataran rendah (rata-rata datar) berawa-rawa
0,16 meter dipermukaan laut. Dengan luas wilayah 72 km2 atau 0,22 % dari luas
wilayah Kalsel.
Dibelah oleh Sungai Martapura dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut
Jawa, sehingga berpengaruh kepada drainase kota mapun memberikan ciri khas
tersendiri terhadap kehidupan masyarakat, terutama pemanfaatan sungai sebagai
salah satu prasarana transportasiair, pariwisata, perikanan dan perdaganan. Di


 
 

sebelah Utara dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala, di sebelah
Timur dan Selatan berbatasan dengan Kabupaten Banjar.
Luas Wilayah Kota Banjarmasin adalah 72,00 Km atau 0,019 % dibanding
luas wilayah Kalimantan Selatan, dengan komposisi luas wilayah masing-masing ke
lima kecamatan sebagai berikut : (1) Kecamatan Banjarmasin Utara 15,25 Km2, (2)
Kecamatan Banjarmasin Selatan 20,18 Km2 (3) Kecamatan Banjarmasin Barat 13,37
Km2 (4) Kecamatan Banjarmasin Timur 11,54 Km2 dan (5) Kecamatan Banjarmasin
Tengah 11,66 Km2.
Pada tahun 2005 jumlah penduduk kota Banjarmasin 662.825 jiwa. Wilayah
yang memiliki penduduk relatif padat adalah Kecamatan Banjarmasin Barat
(140.227 jiwa), dengan kepadatan penduduk 10.488 jiwa per Km2, disusul
Kecamatan Banjarmasin Utara (107.874 jiwa) dengan kepadatan penduduk 9.348
jiwa per Km2, kemudian Kecamatan Banjarmasin Selatan (97.262 jiwa) dengan
kepadatan penduduk 8.342 jiwa per Km2. Kecamatan Banjarmasin Timur (132.929
jiwa) dan Kecamatan Banjarmasin Tengah (94.008 jiwa) adalah dua kecamatan
dengan penduduk yang tidak terlalu padat, masing-masing 6.587 dan 6.164 jiwa per
Km2.
 


 
 

BAB II.  METODOLOGI 
a. Data dan Sumber Data 
Untuk mendukung rekomendasi dalam penelitian ini, maka ada dua jenis data
yang dikumpulkan untuk kemudian diolah, yaitu data sekunder dan data primer.
• Data Sekunder
Data sekunder berupa statistik dan deskripsi yang diperoleh dalam dokumen
mengenai keadaan geografis, administrasi pemerintahan, data kependudukan,
dan lain-lain diambil dari Pemerintah Daerah setempat, baik secara langsung
maupun melalui web site Pemda Kota Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin.
• Data Primer
Data responden dengan unit satuan analisis berupa individu sebanyak 1000
orang untuk masing-masing wilayah (Kota Makassar, Pekanbaru, dan
Banjarmasin) dipilih secara acak dari kecamatan yang dipilih dengan
menggunakan teknik Stratified Proportional Purposive Sampling. Teknik ini
digunakan karena secara umum berdasarkan literatur dan beberapa penelitian
sebelumnya sudah diperoleh gambaran umum tentang kondisi masyarakat yang
diteliti mengenai pemetaan minat baca.
Selain itu untuk memperdalam pemahaman terhadap kondisi setempat termasuk
keadaan masyarakat dilakukan pula tinjauan ke lapangan untuk melihat lokasi
dan kegiatan taman bacaan masyarakat serta melakukan wawancara khusus
kepada beberapa pejabat, tokoh masyarakat serta pengguna awam dan petugas
dan pengelola perpustakaan atau taman bacaan masyarakat berkaitan dengan
topik penelitian.
b. Metode Pengumpulan dan Analisis Data 
Instrumen penelitian berupa kuesioner disebarkan secara acak kepada
anggota masyarakat yang berpendidikan minimum kelas 2 SD sebagai unit analisis
(unit penelitian), baik melalui sekolah-sekolah yang dipilih dalam suatu kecamatan,
maupun melalui kantor-kantor pemerintah atau swasta serta langsung ke
masyarakat melalui pusat-pusat kegiatan seperti pasar atau tempat keramaian lain.
Batasan unit analisis (unit penelitian) tersebut dipilih mengingat kemampuan
membaca dari anak-anak sekolah sampai dengan kelas 2 SD masih rendah. Selain
batasan pendidikan, batasan lain yang digunakan adalah profesi responden seperti

 
 

buruh, pegawai negeri, pegawai swasta, anak sekolah, mahasiswa, tentara dan polisi,
ibu rumah tangga, pedagang, petani dan lain-lain. Pemilihan responden dilakukan
secara acak proporsional pada kelompok yang telah ditentukan (stratified
propotional purposive sampling). Dengan pemilihan secara acak demikian
diharapkan akan terwakili data dari berbagai lapisan masyarakat.
c. Pengolahan Data 
Data dan informasi yang diperoleh dari pengisian kuesioner akan dianalisis
berdasarkan statistika faktor dan parameter yang menentukan masalah studi ini.
Analisis data disesuaikan dengan kebutuhan masukan bagi masalah-masalah yang
akan dipelajari dalam tahapan pendekatan pemecahan masalah. Dari analisis data
yang diperloleh akan ditarik pula korelasi dari beberapa faktor variabel. Misalnya
apakah ada korelasi antara umur seseorang dengan minat bacanya, apakah ada
korelasi antara tingkat pendidikan dengan minat baca, dan apakah ada korelasi
antara tingkat kemampuan ekonomi dengan minat baca. Minat baca antara lain
diukur dari durasi atau lamanya seseorang membaca, frekuensi membaca seseorang
dan korbanan berupa materi atau korbanan lain yang dikeluarkan seseorang untuk
memuaskan keinginan membaca. Sehingga dapat terjadi hubungan ordinal-ordinal
antara parameter yang diukur. Untuk itu akan dilakukan uji korelasi menggunakan
Rank Spearman dengan memanfaatkan alat hitung SPSS (Paket program Statistical
Package for Social Science). Namun untuk beberapa indikator minat baca akan
digambarkan melalui tabulasi frekuensi sederhana untuk mendiskripsikan hubungan
atau keterkaitan antara beberapa indikator.  Beberapa eksposur media lain (seperti
TV dan Radio) terhadap kegiatan membaca juga diukur menggunakan analisis
korelasi Rank Spearman.
d. Hipotesis Penelitian 
Dalam penelitian ini diajukan sembilan hipotesis yaitu:
1) Semakin tua umur seseorang semakin singkat durasi membacanya;
2) Semakin tua umur seseorang semakin rendah frekuensi membacanya;
3) Semakin tua umur seseorang semakin kecil korbanannya untuk mengadakan
bahan bacaan;
4) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin lama durasi
membacanya;

10 

 
 

5) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi frekuensi


membacanya;
6) Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin besar korbanannya
untuk mengadakan bahan bacaan;
7) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin lama durasi
membacanya;
8) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi frekuensi
membacanya;
9) Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin besar korbanannya
untuk mengadakan bahan bacaan.
e. Keluaran 
Keluaran atau produk akhir dari laporan ini adalah dokumen naskah hasil
penelitian pemetaan minat baca masyarakat di tiga provinsi yaitu Provinsi Sulawesi
Selatan (Kota Makassar), Provinsi Riau (Kota Pekanbaru), dan Provinsi Kalimantan
Selatan (Kota Banjarmasin) dalam pemberdayaan perpustakaan yang diharapkan
dapat menjadi gambaran, ukuran atau indikator minat baca masyarakat secara
nasional dalam rangka meningkatkan mutu SDM melalui penelitian/pemetaan di
beberapa provinsi di Indonesia.

11 

 
 

12 

 
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA 
Masyarakat Indonesia, meskipun sudah lama mengenal tulisan, masih
dikategorikan sebagai masyarakat berbudaya kelisanan (orality). Memang benar
bahwa budaya kelisanan dan budaya keberaksaraan (literacy) tidak dapat dipandang
hitam putih karena keduanya pasti berbaur. Dalam kasus masyarakat Indonesia,
budaya kelisanan lebih kental dibandingkan dengan budaya keberaksaraan.1 Budaya
keberaksaraan atau baca-tulis meningkatkan kemampuan information literacy.
Berdasarkan standar dalam information literacy standards tahun 2001, definisi
information literacy adalah seperangkat kemampuan yang memungkinkan individu
menyadari saat ia membutuhkan informasi dan memiliki kemampuan untuk
menempatkan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan
tersebut secara efektif. Pernyataan Joni Ariadinata bahwa daya pikir untuk
menyerap bacaan dan kemampuan merangkai logika dalam tulisan merupakan salah
satu indikator kuatnya sumberdaya manusia dalam sebuah negara. Oleh karena itu
Laksmi (2007) menganggap bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih
perlu didorong untuk memiliki kebiasaan membaca. Atas nama pembangunan
manusia yang berkualitas, masyarakat Indonesia perlu menyadari kelemahan dan
kelebihan yang dimiliki dalam kebudayaan mereka.2

Definisi Membaca 

Menurut Ratnaningsih (1998) membaca adalah memperoleh pengertian dari


kata-kata yang ditulis orang lain dan merupakan dasar dari pendidikan awal.
Ratnaningsih juga mengutif pendapat Sofyan (1991) mengenai membaca ini, yaitu
sebagai suatu proses penafsiran dan pemberian makna tentang lambang-lambang
oleh seorang pembaca dalam usahanya untuk memperoleh pesan yang disampaikan
oleh penulis melalui kata-kata atau bahasa tulis. Sedangkan Razak (2004)
mendefinisikan membaca sebagai kegiatan melisankan (dalam hati) setiap sumber
yang tertulis. Melalui aktifitas membaca maka seseorang dapat memperoleh gagasan
dan informasi yang terkandung dalam suatu bacaan. Melalui kegiatan membaca ini
pula seseorang dapat memperoleh kesimpulan dan mengetahui sudut pandang
pengarang bacaan tersebut. Selanjutnya Razak menyatakan bahwa pemahaman isi
                                                            
1
 Laksmi, 2007. Tinjauan Kultural Terhadap Kepustakawanan: inspirasi dari karya Umberto Eco, Sagung 
Seto. Hal. 31. 
2
 Laksmi, 2007. Tinjauan Kultural Terhadap Kepustakawanan: inspirasi dari karya Umberto Eco, Sagung 
Seto. Hal. 33. 
13 
 
bacaan paling banyak ditentukan oleh kuantitas membaca yaitu berkisar antara 60 –
65 %. Sedangkan faktor lain yang ikut menentukan adalah intelegensia (20 – 25 %),
dan faktor lain sekitar 15 %. Kuantitas membaca ini kemudian diterjemahkan ke
dalam banyak membaca yang berarti seringnya seseorang melakukan aktifitas
membaca. Seseorang yang sering melakukan aktifitas membaca disebut sebagai
seseorang yang memiliki kegemaran membaca (reading habit) atau memiliki minat
membaca yang tinggi. Menurut Bondar (2002), kegiatan membaca dapat bersifat
imperatif atau keharusan, tetapi dapat juga bersifat fakultatif atau pilihan. Kegiatan
membaca yang bersifat keharusan tentunya wajib dilakukan oleh seseorang yang
terkena kewajiban tersebut baik orang itu memiliki minat baca yang rendah maupun
memiliki minat baca yang tinggi, misalnya siswa harus membaca buku pelajaran di
sekolah. Oleh karena itu Razak dalam mengukur lamanya siswa membaca, dan
kemudian membuat standar mengenai rajin tidaknya siswa membaca, hanya
mengukur kegiatan membaca yang bersifat fakultatif yaitu kegiatan membaca di luar
lingkungan sekolah seperti di rumah (termasuk rumah teman), toko buku,
perpustakaan umum dan tempat-tempat lainnya.

Kondisi Minat Baca 

Secara umum kebiasaan atau kegemaran membaca masyarakat dapat


dikelompokkan menjadi: (1) membaca hanya sekali-sekali saja; (2) senang melihat
gambar atau foto atau membaca cerita bergambar/ komik; (3) hanya ingin tahu
sesuatu sehingga terbatas membaca surat kabar saja; dan (4) membaca dalam artian
sebenarnya yaitu untuk menimba ilmu dari bacaan yang dibacanya. Masalah
kegemaran membaca perlu dilihat secara menyeluruh. Masalah minat dan
kegemaran membaca ini tidak berdiri sendiri. Secara historis kita harus melihat
lingkungan tempat tinggal seseorang sejak kanak-kanak. Yang paling mudah adalah
dengan cara melihat lingkungan keluarga sekitar kita tinggal. Bagaimana sebagian
besar keluarga di sekitar kita membina minat baca anak-anaknya. Kita bisa
perhatikan kebiasaan anak-anak pada hari minggu. Sebagian besar anak-anak akan
berada di depan TV sejak pukul 07.00 sampai paling tidak pukul 10.00 atau bahkan
lebih. Hampir tidak ada anak yang tekun membaca pada jam-jam tersebut.
Pengamatan kondisi ini diperkuat oleh pernyataan Mulyana (1998) yang
menyatakan bahwa televisi diduga mengurangi kegiatan belajar (membaca buku)
anak, menghambat imajinasi, kreativitas, dan sosiabilitas mereka. Lebih lanjut
14 
 
Mulyana mengutip hasil penelitian Leknas dan LIPI tahun 1977/1978 dimana akibat
masuknya televisi di pedesaan, pola kehidupan warga pedesaan berubah, anak-anak
sekolah menjadi mundur dalam pelajaran karena waktu malamnya dihabiskan untuk
menonton televisi. Hasil penelitian Saleh dkk (1995 dan 1996) melaporkan bahwa
sebagian besar orang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk nonton TV
dibandingkan dengan membaca. Bahan bacaannyapun sebagian besar hanya
membaca koran dan majalah. Tidak terlalu banyak orang yang membaca buku. Ini
merupakan salah satu bukti bahwa minat membaca masyarakat Indonesia masih
kalah dibandingkan dengan minat menonton. Bukti lain yang menunjukkan bahwa
minat baca dikalangan kaum intelektual juga masih rendah adalah data kunjungan
ke perpustakaan oleh mahasiswa yang memperlihatkan betapa sedikitnya mahasiswa
yang memanfaatkan perpustakaan. Data dari beberapa perpustakaan perguruan
tinggi menunjukkan bahwa pengunjung perpustakaan tersebut tidak lebih dari 10 %
dari jumlah mahasiswa. Sebagian rata-rata mahasiswa berkunjung ke perpustakaan
tidak lebih dari 1 (satu) kali dalam sebulan atau perpustakaan tersebut memiliki
angka kunjungan perkapita (library visit percapita) sebesar 12, bahkan banyak
perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki angka library visit
percapita yang jauh lebih rendah dari itu. Mahasiswa lebih suka berkumpul di
kantin daripada di perpustakaan. Arifin (2006) mengutip sebuah hasil penelitian
dimana diketahui bahwa 75 % pengetahuan seseorang didapat melalui indra mata
(termasuk membaca), 13 % melalui mendengar dan hanya 12 % melalui indra
lainnya. Oleh karena itu membaca, khususnya bagi pelajar dan mahasiswa, menjadi
suatu keharusan. Di negara-negara maju, termasuk di Singapura, mahasiswa
dianggap normal jika membaca sebanyak 1.500 halaman buku setiap minggu (enam
hari). Untuk itu mahasiswa tersebut sedikitnya harus mampu menyisihkan waktu
selama 8 jam sehari untuk membaca, selain kuliah, praktikum dan sebagainya.
Hanya dengan membaca maka mahasiswa tersebut dapat menguasai dan
mengembangkan ilmu pengetahuan3. Ukuran membaca selama 8 jam sehari ini bagi
mahasiswa Indonesia pada umumnya masih sangat sulit dicapai. Razak (2004)
memberi ukuran bagi mahasiswa Indonesia yang disebut sangat rajin membaca
adalah yang membaca lebih dari 3,5 jam setiap hari. Sedangkan mahasiswa yang
malas membaca adalah mahasiswa yang membaca antara 2,5 – 3 jam sehari, dan
sangat malas membaca adalah mahasiswa yang membaca kurang dari 2,5 jam setiap
                                                            
3
 Anwar Arifin (Prof. Dr.). Format baru Pengelolaan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Indonesia, 2006. Hal. 129. 
15 
 
hari. Selanjutnya Razak4 memberi ukuran untuk masing-masing kelompok pelajar
seperti pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kriteria Kerajinan Membaca per Hari Menurut Kelompok Umur (dalam
satuan menit)
Kelompok Pendidikan
No. Kategori
SD* SMP SMA PT
1. Sangat malas < 30 < 60 < 90 < 150
2. Malas 30 - 45 60 - 75 90 – 120 150 – 180
3. Rajin 45 - 60 75 - 90 120 – 150 180 – 210
4. Sangat rajin > 60 > 90 > 150 > 210
Keterangan: * Kelas 4 - 6
Artikel di Harian Pikiran Rakyat berikut mendukung pernyataan bahwa minat
baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Yang menjadi indikator tinggi rendahnya
minat baca masyarakat dalam artikel ini adalah konsumsi masyarakat terhadap surat
kabar. Dilaporkan bahwa masyarakat Indonesia mengkonsumsi satu surat kabar
untuk setiap 45 orang (1:45). Konsumsi surat kabar ini tentunya sangat terkait
dengan tingkat melek huruf dari kelompok masyarakat tertentu, misalnya saja di
Jawa Barat, jumlah masyarakat buta huruf mencapai 1,8 juta orang dan Provinsi
Banten 1,4 juta dari 8 juta warganya. Tingkat konsumsi surat kabar ini sangat jauh
tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain, bahkan negara tetangga seperti
Srilangka sudah 1:38 dan Filipina 1:30. Idealnya satu surat kabar dibaca oleh 10
orang atau 1:10. Artikel ini juga menjadikan jam bermain anak sebagai indikator
tinggi rendahnya minat baca. Diungkapkan bahwa jam bermain anak-anak
Indonesia masih tinggi, yakni lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
menonton acara televisi. Di Amerika Serikat, jumlah jam bermain anak-anak antara
3-4 jam per hari. Bahkan di Korea dan Vietnam, jam bermain anak-anak sehari
hanya satu jam. Selebihnya anak-anak menghabiskan waktu untuk belajar atau
membaca buku, sehingga tak heran budaya baca mereka sudah demikian tinggi5.
Sedangkan kebiasaan membaca anak Indonesia masih sangat rendah. Seperti dikutip
oleh Harian Republika (15 Juli 2007) dari laporan Bank Dunia No 16369-IND dan
Studi IAEA (International Association of Education Achievement) di Asia Timur

                                                            
4
 Abdul Razak. Formula 247 Plus: metode mendidik anak menjadi pembaca yang sukses. Jakarta: Elek Media 
Komputindo, 2004. Hal. 3. 
5
 Minat Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat. Senin, 8 Maret 2004. 
16 
 
pada tahun 2000 kebiasaan membaca anak Indonesia peringkatnya paling rendah
dan berada di bawah Filipina, Thailand, Singapura dan Hong Kong. Kemampuan
anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga sangat rendah yakni
hanya 30 %. Survey IAEA menunjukkan minat baca, yang diukur dari kemampuan
membaca rata-rata, para siswa SD berada pada urutan 38, dan SMP pada urutan 34
dari 39 negara. Sutarno (2005, 2004) juga mendukung pernyataan bahwa minat dan
budaya masyarakat Indonesia masih rendah. Menurut Baderi (2005) yang mengutip
beberapa laporan, buruknya kemampuan membaca anak-anak Indonesia berdampak
pada kekurang-mampuan mereka dalam penguasaan bidang ilmu pengetahuan dan
matematika. Hasil tes yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS) dalam tahun 2003 pada 50 negara di dunia terhadap para
siswa kelas II SLTP, menunjukkan prestasi siswa-siswa Indonesia hanya mampu
meraih peringkat 34 dalam kemampuan bidang matematika dengan nilai 411
dibawah rata-rata internasional yang 467. Sedangkan hasil tes bidang ilmu
pengetahuan, mereka hanya mampu menduduki peringkat ke 36 dengan nilai 420
dibawah nilai rata-rata internasional 474. Bandingkan dengan anak-anak Malaysia
yang berhasil menduduki peringkat ke 10 dalam kemampuan bidang matematika
dengan memperoleh nilai 508 (diatas rata-rata nilai internasional). Dari keadaan ini
nampak bahwa kecerdasan bangsa kita sangat jauh ketinggalan dari bangsa negara-
negara berkembang lainnya.
Menurut Sutarno6, kelompok masyarakat yang memiliki minat dan budaya
baca rendah disebabkan karena: (1) Akses informasi dari dan ke perpustakaan
(sumber-sumber bacaan) terbatas; (2) Tingkat pendidikan masyarakat yang masih
banyak di bawah standar; (3) Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang kurang
menguntungkan sehingga mempengaruhi daya beli mereka terhadap bahan bacaan;
(4) Layanan perpustakaan kepada masyarakat yang belum merata; dan (5) Apresiasi
dan respon masyarakat terhadap perpustakaan yang masih rendah. Sedangkan
menurut Sholeh (1998) yang menyebabkan budaya baca dari masyarakat Indonesia
rendah yaitu:
(1) kuatnya budaya lisan (oral culture) di Indonesia; budaya ngomong masih
kuat berakar di Indonesia. Orang lebih senang ngobrol daripada membaca. Banyak
orang yang lebih senang mendengarkan orang berpidato atau ceramah daripada

                                                            
6
 Sutarno NS. Manajemen Perpustakaan: Suatu pendekatan praktik. Jakarta: Sagung Seto, 2004. hal 224 ‐ 228 
17 
 
membaca, sehingga kadang-kadang orang yang suka membaca menjadi terlihat aneh
dan dianggap sok pinter, sok ilmiah dan sombong.
(2) persaingan antara buku dengan televisi, video, atau film seperti banyaknya
saluran televisi yang saling berlomba menyuguhkan acara terbaiknya; televisi dan
video menjanjikan hiburan-hiburan yang menyenangkan, sehingga orang lebih
senang menonton televisi daripada membaca buku.
(3) jumlah buku yang diterbitkan yang masih relatif sedikit di Indonesia;
Sholeh mengutip laporan Alfons Taryadi yang menyebutkan bahwa Indonesia
menerbitkan rata-rata 5.000 judul buku setiap tahun, jauh di bawah Jepang yang
menerbitkan rata-rata 100.000 judul setiap tahun. Bahkan di Indonesia, buku yang
diterbitkan kebanyakan buku-buku paket untuk pegangan pelajaran di sekolah.
(4) Sistem pendidikan di Indonesia kurang mendukung budaya baca; metode
pengajaran di kelas kurang memotivasi pelajar atau mahasiswa untuk aktif mencari
buku di perpustakaan dan giat membacanya. Pelajar atau mahasiswa hanya
“diceramahi”, digiring untuk hanya menyimak buku paket atau diktat, tetapi tidak
dipaksa untuk melacak buku di perpustakaan.
(5) Motivasi untuk berprestasi dan rasa ingin tahu rendah sehingga tidak
mendorong terhadap keinginan membaca.
Terhadap rendahnya minat baca siswa, Widjajanto dkk (1998), menyalahkan
lingkungan keluarga yang tidak kondusif. Menurutnya usaha sekolah meningkatkan
minat baca bagi siswa selalu terbentur keadaan ekonomi keluarga siswa sehingga
minat baca yang ditumbuhkan tidak dapat berkembang akibat ketiadaan bahan
bacaan di rumah. Sedangkan perpustakaan sekolah masih miskin koleksi, dan
bahkan koleksi yang adapun kurang sesuai dengan kebutuhan bacaan siswa.
Agak berbeda dengan pendapat umum, Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip
Daerah Provinsi Jawa Barat, Dedi Junaedi, berpendapat bahwa minat baca
masyarakat, khususnya Jawa Barat, sudah ada atau tidak rendah, namun yang jadi
masalah adalah penyediaan bahan bacaannya yang sangat terkendala terutama dari
segi jumlah dan tingkat pemerataannya. Menurut beliau, masyarakat dengan kondisi
sosial ekonomi seperti di Jawa Barat yang umumnya petani, keberadaan buku-buku
bacaan tentunya bukanlah barang yang ”murah” dan mudah dijangkau. Untuk itu,
penyediaan layanan jasa peminjaman buku semacam perpustakaan mau tidak mau

18 
 
menjadi solusi strategis7. Sependapat dengan pernyataan Junaedi, Nasoetion (2002)
menyatakan:
“Hal  ini  berarti  bahwa  di  Indonesia  sesungguhnya  tidak  ada  masalah  dengan  tidak 
adanya minat membaca. Masalah yang ada hanyalah tidak terjangkaunya buku untuk 
dibaca. Sewaktu Pusat Buku di Jakarta mengadakan proyek pengadaan perpustakaan 
di balai desa di sepanjang Bogor – Sukabumi, saya sempat melihat anak‐anak berjejal 
menunggu waktu bukanya perpustakaan di setiap perpustakaan itu.”8 

Masyarakat belum menjadikan kebiasaan membaca sebagai sebuah


kebutuhan untuk memperluas pengetahuan dan wawasan berpikir. Sebagian bahkan
masih menjadikan membaca sebagai beban. "Contohnya, kita baru terpaksa
membaca jika mau ujian. Malah bila perlu tidak tidur semalam suntuk karena akan
ujian besok paginya. Jika kebiasaan membaca seperti ini, artinya belum tumbuh
budaya yang baik," tutur Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin dalam talkshow "Gerakan
Minat Baca" di Jambi, Selasa (5/6).9 Padahal, minat membaca yang tinggi sangat
penting. Kesuksesan pendidikan anak sangat bergantung pada kemampuan
membaca. Minat baca yang rendah mempengaruhi kemampuan anak didik dan
secara tidak langsung berakibat pada rendahnya daya saing mereka dalam
percaturan internasional. Sejarah belum pernah mencatat ada orang pintar dan
hebat yang tak banyak membaca. Sayang, hal ini belum menjadi perhatian serius
kebanyakan para orang tua. Gerakan pemberantasan buta huruf yang sudah lama
dicanangkan pemerintah tidak akan berhasil dengan baik tanpa dukungan dari orang
tua sebagai ujung tombak pendidik anak dalam keluarga. Secara sederhana, literasi
berarti kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Dalam konteks
sekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek
teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Kirsch
dan Jungeblut dalam buku Literacy: Profiles of America’s young adults
mendefinisikan literasi kontemporer sebagai kemampuan seseorang dalam
menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan
sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Lebih jauh, seorang baru bisa
dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca dan
melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya.

                                                            
7
 Pengembangan Budaya Literasi terganjal Fasilitas. Kompas Cybermedia. Selasa, 2 Januari 2007. 
8
 Pola Induksi Seorang Eksperimentalis. Editor Asep Saefuddin. Bogor: IPB Press, 2002. hal 184. 
9
 Membaca belum menjadi kebutuhan. Kompas, Rabu, 6 Juni 2007. http://www.kompas.co.id. Diakses 1 
Agustus 2007 
19 
 
Arifin (2006) menyatakan bahwa pendidikan literat atau literer merupakan
pendidikan yang didasarkan kepada penggunaan karya tulis sebagai sarana utama.
Kebalikannya adalah pendidikan praliterer yaitu pendidikan tanpa menggunakan
media tertulis sebagai sarana utamanya. Dalam pendidikan literer terutama yang
mendasarkan diri pada teori “self activity” anak didik dan teori behavioristik dengan
sendirinya memerlukan banyak buku sebagai sarana utama, dan tentu saja aktifitas
membaca menjadi sangat penting didalam menggali ilmu yang ada dalam buku-buku
tersebut. Sekarang ini, generasi literat mutlak dibutuhkan agar bangsa kita bisa
bangkit dari keterpurukan bahkan bersaing dan hidup sejajar dengan bangsa lain.
Wagner (2000) menegaskan bahwa tingkat literasi yang rendah berkaitan erat
dengan tingginya tingkat drop-out sekolah, kemiskinan, dan pengangguran. Ketiga
kriteria tersebut adalah sebagian dari indikator rendahnya indeks pembangunan
manusia. Seperti yang dikutip dari Human Development Report 2003 oleh Harian
Republika 15 Juli 2007, diketahui bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human
Development Index) Indonesia menempati urutan ke 112 dari 175 negara.
Menciptakan generasi literat merupakan jembatan menuju masyarakat makmur
yang kritis dan peduli. Kritis terhadap segala informasi yang diterima sehingga tidak
bereaksi secara emosional dan peduli terhadap lingkungan sekitar.10
Salah satu indikator rendahnya minat baca adalah dihitung dari jumlah buku
yang diterbitkan yang memang masih jauh di bawah penerbitan buku di Malaysia,
Singapura, apalagi India, atau negeri-negeri maju lainnya. Negara disebut maju
karena rakyatnya suka membaca. Ini dibuktikan dari jumlah buku yang diterbitkan
dan jumlah perpustakaan yang ada di negeri itu. Penerbit buku di Indonesia pada
tahun 1994 mencapai 565 penerbit. Angka itu belum termasuk penerbit yang tidak
terdaftar sebagai anggota IKAPI. Walaupun begitu, oplah buku pada saat itu tidak
bisa dibilang menggembirakan. Diperkirakan 7.000 judul yang diterbitkan, 1.500
diantaranya tidak bisa dicetak ulang karena kurang diminati. Ini masih terbilang
kecil dibanding Jepang atau Thailand yang mencetak 68.000-70.000 judul per
tahun (Kompas, 17/5-2004). Penelitian Saleh dkk (2004) melaporkan bahwa
publikasi Indonesia selama tahun 2002 dan 2003 adalah sebesar 12.709 judul buku
                                                            

10
Artikel ini merupakan versi lengkap dari tulisan berjudul Menciptakan Generasi Literat, oleh Ahmad
Bukhori, publikasi Pikiran Rakyat, Sabtu, 26 Maret 2005 pada kolom Artikel. Ditulis ulang dari H.U. Pikiran
Rakyat versi cetak terbitan Sabtu, 26 Maret 2005

 
20 
 
yang terdiri dari 6.656 judul buku (52,4 %) diterbitkan pada tahun 2002 dan
sebanyak 6.053 judul buku (47,6 %) diterbitkan pada tahun 2003. Publikasi ini
diterbitkan oleh 1.977 penerbit baik penerbit komersial (sebanyak 1.169 penerbit
atau 59,13 %) maupun penerbit non komersial (sebanyak 808 atau 40,87 %) seperti
lembaga pemerintah dan swasta serta perguruan tinggi non penerbit universitas.
Mengapa minat baca di Indonesia dikatakan rendah? Ada banyak teorinya.
Pertama, sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat anak-
anak/siswa/mahasiswa harus membaca buku (lebih banyak lebih baik), mencari
informasi/pengetahuan lebih dari apa yang diajarkan, mengapresiasi karya-karya
ilmiah, filsafat, sastra dsb. Kedua, banyaknya jenis hiburan, permainan (game) dan
tayangan TV yang mengalihkan perhatian anak-anak dan orang dewasa dari buku,
surfing di internet walaupun yang terakhir ini masih dapat dimasukkan sebagai
sarana membaca, hanya saja apa yang dapat dilihat di internet bukan hanya tulisan
tetapi hal-hal visual lainnya yang kadangkala kurang tepat bagi konsumsi anak-anak.
Ketiga, banyaknya tempat hiburan untuk menghabiskan waktu seperti taman
rekreasi, tempat karaoke, night club, mall, supermarket. Keempat, budaya baca
memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita. Kita terbiasa mendengar dan
belajar berbagai dongeng, kisah, adat-istiadat secara verbal (budaya orality)
dikemukakan orangtua, tokoh masyarakat, penguasa pada zaman dulu. Anak-anak
didongengi secara lisan, diajar membuat banten dengan melihat cara memotong
janur, menata buah-buahan dan lain-lain sajian. Tidak ada pembelajaran
(sosialisasi) secara tertulis. Jadi tidak terbiasa mencapai pengetahuan melalui
bacaan. Kelima, para ibu, saudari-saudari kita senantiasa disibukkan berbagai
kegiatan sosial-keagamaan serta membantu mencari tambahan nafkah untuk
keluarga, belum lagi harus memberi makan hewan peliharaan seperti babi, bebek,
ayam (lebih-lebih kaum wanita di desa) sehingga tiap hari waktu luang sangat minim
bahkan hampir tidak ada untuk membantu anak membaca buku. Keenam, sarana
untuk memperoleh bacaan, seperti perpustakaan atau taman bacaan, masih
merupakan barang aneh dan langka.11
Bunanta (2004) menyebutkan bahwa minat baca terutama sangat ditentukan
oleh:

                                                            
11
 Arixs. Enam penyebab rendahnya minat baca. Tokoh. Senin, 29 Mei 2006. Http://www.cybertokoh.com. 
Diakses tanggal 1 Agustus 2007 
21 
 
• Faktor lingkungan keluarga dalam hal ini misalnya kebiasaan membaca keluarga
di lingkungan rumah.
• Faktor pendidikan dan kurikulum di sekolah yang kurang kondusif.
• Faktor infrastruktur dalam masyarakat yang kurang mendukung peningkatan
minat baca masyarakat.
• Serta faktor keberadaan dan keterjangkauan bahan bacaan.
Sementara itu dipahami bahwa terdapat hubungan antara minat baca dengan
tingkat kecepatan pemahaman bacaan bagi peserta didik. Dalam artikel di Harian
Kompas Rabu 26 Juli 2000 disebutkan hasil penelitian Guritnaningsih A Santoso
dengan judul "Studi Perkembangan Kognitif Anak Indonesia". Dalam penelitian itu
ditemukan bahwa minat baca dan pemahaman bacaan dapat ditingkatkan melalui
pendekatan pemrosesan informasi. Penelitian dilakukan terhadap 180 siswa SD di
DKI Jakarta dan Jawa Barat pada Oktober 1999. Hasilnya antara lain, siswa
memiliki kemampuan yang rendah dalam memahami kalimat sehingga tidak mampu
menangkap ide pokok bacaan. Hal ini terutama disebabkan karena rendahnya minat
baca siswa sekolah.
Untuk mengatasinya keterbelakangan ini diperlukan pendidikan sejak dini,
dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan di dalam keluarga
merupakan pendorong minat baca yang utama (Nasoetion, 2002). Minat baca
seharusnya ditanamkan oleh orangtua sejak anak masih kecil. Cara yang paling
mudah adalah mendongeng melalui buku cerita. Setelah seorang anak dapat
membaca, diharapkan mereka akan berusaha mengetahui isi bacaan tanpa
menunggu didongengi. Pada gilirannya mereka akan tertarik untuk membaca.
Faktor selanjutnya yang juga sangat berpengaruh adalah pendidikan di
sekolah dan lingkungan tempat tinggal. Pendidikan di sekolah mendorong anak
membaca karena tuntutan pelajaran. Sementara, lingkungan turut mendorong minat
baca karena seorang anak melakukan kegiatan sesuai yang dilakukan orang-orang di
sekelilingnya. Anak menjadi rajin membaca jika masyarakat di sekitarnya
melakukannya.
Ki Supriyoko dalam tulisannya dengan judul “Minat Baca dan Kualitas
Bangsa” di Harian Kompas Selasa, 23 Maret 2004, menyatakan: “ Secara teoritis ada
hubungan yang positif antara minat baca (reading interest) dengan kebiasaan
membaca (reading habit) dan kemampuan membaca (reading ability). Rendahnya
minat baca masyarakat menjadikan kebiasaan membaca yang rendah, dan kebiasaan
22 
 
membaca yang rendah ini menjadikan kemampuan membaca rendah. Itulah yang
sedang terjadi pada masyarakat kita sekarang ini.”
Faktor-faktor berikut ditengarai menghambat peningkatan minat baca dalam
masyarakat dewasa ini (Leonhardt, 1999):
• Langkanya keberadaan buku-buku anak yang menarik terbitan dalam negeri
• Semakin jarangnya bimbingan orang tua yang suka mendongeng sebelum tidur
bagi anak-anak. Padahal kebiasaan ini merupakan kebiasaanya jaman dulu
banyak dilakukan orang tua.
• Pengaruh televisi yang bukannya mendorong anak-anak untuk membaca, tetapi
lebih betah menonton acara-acara televisi.
• Harga buku yang semakin tidak terjangkau oleh kebanyakan anggota masyarakat
• Kurang tersedianya taman-taman bacaan yang gratis dengan koleksi buku yang
lengkap dan menarik.
Pernyataan dan fenomena diatas sangat relevan direnungkan dalam rangka
meningkatkan kecerdasan bangsa. Sementara itu beberapa guru di Yogyakarta
berinisiatif kreatif mencoba menanamkan kegemaran dan kesenangan membaca
kepada siswanya. Metoda yang mereka terapkan adalah mengharuskan semua siswa
mereka melakukan semacam silent reading selama setengah jam setiap pagi
sebelum pelajaran dimulai. Semua siswa diharuskan membaca bacaan secara diam
bacaan apa saja. Kebiasaan membaca ini diharapkan membuat anak menjadi
imajinatif, kreatif dan senang membaca. Tradisi membaca seperti ini belum digarap
dengan baik oleh sekolah-sekolah.

23 
 
24 
 
 

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 
4.1 Umum (Tiga kota: Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin) 
Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner sebanyak 1.000
kuesioner di masing-masing kota yaitu Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin. Dari
total kuesioner yang disebarkan yaitu sebanyak 3.000, jumlah kuesioner yang kembali
adalah sebanyak 2746 (91,53 %). Responden terdiri dari 1185 laki-laki (43,15 %) dan
perempuan sebanyak 1561 (56,85 %). Responden tersebut terdiri dari beberapa
kelompok yaitu 280 orang Mahasiswa (10,20 %), 65 orang pegawai swasta (7,21 %), 428
orang siswa SMU (15,59 %), 448 orang siswa SMP (16,31 %), 476 orang siswa SD (17,33
%), 230 orang ibu rumah tangga (8,38 %), 97 orang pedagang (3,53 %), 74 orang dosen
(2,69 %), 89 orang petani/nelayan (3,24 %), 169 orang pegawai swasta (6,15 %), 219
orang pegawai negeri sipil (7,98 %), 103 orang guru (3,75 %), 58 orang anggota
TNI/Polri (2,11 %), dan 75 orang buruh (2,73 %).
Tabel 4.1.1  Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 
Kelompok Responden  Laki­laki  Perempuan  Jumlah  % 
Mahasiswa  103 177 280 10,20 
Siswa SMU  185 243 428 15,59 
Siswa SMP  187 261 448 16,31 
Siswa SD  204 272 476 17,33 
Ibu Rumah Tangga  0 230 230 8,38 
Pedagang  58 39 97 3,53 
Dosen  47 27 74 2,69 
Petani/Nelayan  69 20 89 3,24 
Peg Swasta  90 79 169 6,15 
PNS  94 125 219 7,98 
Guru  36 67 103 3,75 
TNI/Polri  53 5 58 2,11 
Buruh  59 16 75 2,73 
Jumlah  1185 1561 2746 100,00 

25 
 
 

Dari aspek status responden dalam rumah tangga, responden dapat dibagi
menjadi 437 orang (15,91 %) berstatus sebagai ayah, 506 orang (18,43 %) berstatus
sebagai Ibu, sedangkan sisanya sebanyak 1805 orang (65,73 %) berstatus sebagai anak,
sedangkan satu orang tidak menjawab status yang bersangkutan.
Sedangkan dari ke segi kelompok umur, responden di bagi menurut kelompok
umur kurang dari 12 tahun (atau diperkirakan usia siswa SD) yaitu sebanyak 449 orang
(16,35 %), 13 tahun sampai dengan 15 tahun (atau diperkirakan usia siswa SLTP)
sebanyak 376 orang (13,69 %), 16 tahun sampai dengan 18 tahun (atau diperkirakan
usia siswa SLTA) sebesar 381 orang (13,87 %), 19 tahun sampai dengan 23 tahun (atau
diperkirakan usia mahasiswa) sebesar 294 orang (10,71 %), 24 tahun sampai dengan 40
tahun (atau usia tenaga kerja muda) sebanyak 572 orang (20,83 %), 41 tahun sampai
dengan 55 tahun (atau usia tenaga kerja tua) sebanyak 367 orang (13,36 %), dan
terakhir yang berusia lebih dari 56 tahun (atau usia tidak produktif atau pensiunan)
sebanyak 61 orang (2,22 %). Ada sebanyak 246 (8,96 %) responden tidak menjawab.
Tabel 4.1.2  Responden Berdasarkan Kelompok Umur 
Kelompok   Umur (tahun)  Total  Tidak 
Jumlah 
Responden  < 12 th  13‐15  16‐18  19‐23  24‐40  41‐55  >56  Menjawab  Menjawab 
Mahasiswa  0  0  0 204 40 1 2 247  33 280
Siswa SMU  0  0  368 0 0 0 0 368  60 428
Siswa SMP  0  360  5 0 0 0 0 365  83 448
Siswa SD  449  16  0 0 0 0 0 465  11 476
Ibu Rumah Tangga  0  0  2 14 109 77 22 224  6 230
Pedagang  0  0  0 7 53 32 5 97  0 97
Dosen  0  0  0 0 39 28 4 71  3 74
Petani/Nelayan  0  0  0 12 35 18 14 79  10 89
Peg Swasta  0  0  5 32 100 18 2 157  12 169
PNS  0  0  0 1 75 127 6 209  10 219
Guru  0  0  0 1 48 40 1 90  13 103
TNI/Polri  0  0  0 9 34 13 0 56  2 58
Buruh  0  0  1 14 39 13 5 72  3 75
Jumlah  449  376  381 294 572 367 61 2500  246 2746
Persentase  16,35  13,69  13,87 10,71 20,83 13,36 2,22 91,04  8,96

26 
 
 

Sesuai dengan kuota, maka responden yang berasal dari kalangan sekolah lebih
besar yaitu 1642 responden (59,80 %), yang sudah tidak bersekolah lagi sebesar 887
responden (32,30 %), sedangkan sisanya tidak menjawab apakah mereka masih
berstatus masih sekolah atau sudah bekerja yaitu sebesar 217 responden (7,90 %).
Responden yang masih sekolah terdiri dari siswa sekolah dasar atau SD sebesar
479 responden (28,06 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau SLTP sebesar
458 responden (26,83 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau SLTA sebesar 462
responden (27,07 %), mahasiswa sebesar 308 responden (18,04 %). Dari keseluruhan
responden yang mengaku sebagai masih bersekolah, sebanyak 18 responden menjawab
selain bekerja, mereka juga berstatus pelajar atau mahasiswa.
Tabel 4.1.3  Status Responden Kelompok yang Masih bersekolah 
Siswa SD  Siswa SLTP  Siswa SLTA  Mahasiswa  Total 
Jumlah  %  Jumlah  %  Jumlah %  Jumlah  %  Jumlah  % 
479  28,06  458  26,83 462 27,07 308 18,04 1707  100
 
Tabel 4.1.4 berikut menunjukkan kondisi responden dalam hal pendidikan.
Responden yang tidak tamat SD sebesar 164 responden (5,97 %), tamat SD sebanyak
491 responden (17,88 %), tamat SLTP sebanyak 451 reponden (16,42 %), tamat SLTA
sebesar 555 responden (20,21 %), diploma sebesar 127 responden (4,62 %), sarjana
sebesar 360 responden (13,11 %), dan pascasarjana atau bergelar S2 dan atau S3 sebesar
56 responden (2,04 %).
Tabel 4.1.4 Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
Pasca sarjana 
Tdk tamat SD 

Tidak Jawab 
Sarjana (S1) 
Tamat SLTA 
Tamat SLTP 

Menjawab 
Tamat SD 

Diploma 

Total 

Kelompok  
Responden 

Jumlah  164  491  451 555 127 360 56 536 2210  2746
Persentase  5,97  17,88  16,42 20,21 4,62 13,11 2,04 19,52 80,48  100,00
 
 

27 
 
 

 
Gambar 4.1.1 Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden 
Dari aspek profesi responden diharapkan dapat mewakili sebanyak mungkin
profesi. Kelompok responden tersebut terdiri atas (lihat tabel 4.1.5) pegawai negeri
sebesar 346 responden (27,75 %), pegawai swasta sebesar 150 responden (12,03 %),
pedagang sebesar 84 responden (6,74 %), TNI/POLRI sebesar 86 responden (6,90 %),
petani sebesar 87 responden (6,98 %), wiraswastawan sebesar 86 responden (6,90 %),
wartawan sebesar 4 responden (0,32 %), buruh sebesar 70 responden (5,61 %), dan
profesi lainnya yang tidak termasuk kategori tersebut sebesar 334 responden (26,78 %).
Tabel 4.1.5 Responden Berdasarkan Profesi 
Wiraswasta 

Wartawan 
TNI/POLRI 
Pedagang 
Pegawai 

Pegawai 

Lainnya 
 Profesi 

Swasta 
Negeri 

Petani 

Buruh 

 Jumlah  346  150  84 86 87 86 4 70  334 


%  27,75  12,03  6,74 6,90 6,98 6,90 0,32 5,61  26,78 

28 
 
 

Gambar 4.1.2 Grafik Sebaran Profesi Responden 
Pendapatan responden tersebar dari pendapatan kurang dari 500 ribu rupiah per
bulan sampai kepada yang berpendapatan lebih ari 4,5 juta rupiah setiap bulan.
Sebagian terbesar responden berpendapatan antara 500 ribu sampai 2,5 juta rupiah per
bulan. Sebaran responden menurut tingkat pendapatan digambarkan pada tabel 4.1.6
dan grafik 4.1.3 menggambarkan sebaran pendapatan responden secara umum.

Tabel 4.1.6  Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan  per Bulan  Lebih dari 
500 rb – 1 

lebih dari 
Lebih dar 
Lebih 1 jt 

Lebih 1,5 
jt – 2,5 jt 
dari 500 
Kurang 

Kelompok 
– 1,5 jt 

2,5 jt – 

3,5 jt – 
3,5 jt 

4,5 jt 

4,5 jt 
ribu 

Responden 
juta 

 Total  142  322 277 297 149 70  52


Persentase  10,85  24,60 21,16 22,69 11,38 5,35  3,97
 

29 
 
 

 
Gambar 4.1.3  Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden 
Dari aspek jumlah anggota dalam keluarga, sebagian responden terdiri dari
keluarga dengan jumlah anggota keluarga sebesar 3 – 4 orang (1099 responden)
kemudian diikuti berturut-turut dengan jumlah anggota keluarga 5 – 6 orang (921
responden), 7 – 8 orang (260 responden), kurang dari 2 orang (110 responden), dan
yang terakhir adalah keluarga besar yaitu dengan jumlah keluarga sebanyak lebih dari 8
orang (90 responden). Secara rinci kondisi responden berdasarkan jumlah anggota
dalam keluarga disajikan pada tabel 4.1.7.
 
Tabel 4.1.7  Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga 
Kurang   3 – 4  5 – 6  7 – 8  Lebih  
  dari 2 orang  orang orang orang dari 8 orang 
Jumlah   110 1099 921 260 90 
Persentase  4,44 44,31 37,14 10,48 3,63 
 

30 
 
 

 
Gambar 4.1.4 Grafik Sebaran Jumlah Anggota Keluarga 
Pada umumnya responden termasuk kelompok masyarakat yang cukup terbuka.
Hal ini dicerminkan dari fasilitas informasi untuk melakukan akses ke luar. Pada
umumnya mereka memiliki pesawat radio, pesawat televisi, pemutar video/vcd/dvd,
komputer. Sebagian dari mereka bahkan memiliki akses ke internet. Sedangkan media
cetak yang mereka miliki cukup banyak adalah koran dan majalah. Fasilitas tersebut
selain digunakan untuk mendapatkan informasi dari luar, juga digunakan sebagai
sarana hiburan. Tabel 4.1.8 memperlihatkan sebaran responden dalam hal kepemilikan
fasilitas informasi.
Tabel 4.1.8 Kepemilikan Fasilitas Media Informasi 
Fasilitas informasi yang dimiliki 
Video/ Koneksi
Responden  Pesawat  Pesawat
VCD/ Komputer ke  Koran  Majalah
Radio  TV 
DVD  Internet
 Jumlah  1849  2391 1649 1076 260 1467  1100
Persentase  67,33  87,07 60,05 39,18 9,47 53,42  40,06
 
 

31 
 
 

 
Gambar 4.1.5  Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi 
 

4.1.1 Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang 
Dalam mengisi waktu luang sebagian besar responden mengaku melakukan
kegiatan membaca dan menonton televisi/video/vcd, mendengarkan siaran radio dan
rekreasi. Kegiatan membaca dan menonton dilakukan seimbang oleh sebagian besar
responden yaitu membaca oleh 2192 responden atau sebesar 79,83 % dari total
responden, dan sebanyak 2219 responden atau 80,81 % dari total responden melakukan
kegiatan menonton dalam mengisi waktu luangnya. Penggunaan radio sebagai alat
untuk mengisi waktu luang tidak terlalu populer yaitu hanya digunakan oleh 1164
responden (42,39 % terhadap total responden). Sedangkan rekreasi adalah kegiatan
yang sangat sedikit dilakukan oleh responden dalam mengisi waktu luang yaitu hanya
dilakukan oleh sebanyak 697 responden atau 25,38 % terhadap total responden. Dari
tabel dapat dilihat bahwa profesi yang memang menuntut kegiatan membaca seperti
guru, dosen, mahasiswa serta pelajar, maka membaca merupakan sebagai kegiatan yang
dilakukan untuk mengisi waktu luang lebih tinggi dibandingkan dengan menonton.
Dosen menyatakan bahwa membaca dan menonton televisi merupakan kegiatan yang
dilakukan setiap saat bila mereka memiliki waktu luang. Hal ini tidak mengherankan,
karena profesi dosen memang menuntut harus selalu memperbaharui pengetahuannya.

32 
 
 

Mahasiswa, pelajar SD, pelajar SMP, serta guru menyatakan mengisi waktu luang
mereka dengan membaca dan menonton televisi lebih tinggi dibandingkan dengan
mendengarkan mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Sebagian profesi ini tetap
menempatkan membaca adalah kegiatan dominan. Penelitian ini menemukan fakta
bahwa pelajar SMU lebih suka menonton televisi/video/VCD daripada membaca.
Padahal seharusnya sebagai pelajar mereka dituntut untuk melakukan kegiatan
membaca secara intensif. Sudah dapat ditebak bahwa pada profesi yang tidak menuntut
kegiatan membaca secara intensif seperti ibu rumah tangga, petani, pedagang,
TNI/POLRI, dan buruh, kegiatan menonton televisi/video/vcd merupakan pilihan
kegiatan yang lebih banyak dilakukan dalam mengisi waktu luang mereka.
Tabel 4.1.9  Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden 

Menonton 
Jumlah  Mendengarkan 
Kelompok   Membaca  TV/Video/  Rekreasi 
responden  Siaran Radio 
Responden  VCD 
(n) 
Resp  %  Resp  %  Resp  %  Resp  % 
Mahasiswa  280  249 88,93 211 75,36 148 52,86  76  27,14
Siswa SMU  428  331 77,34 372 86,92 249 58,18  148  34,58
Siswa SMP  448  398 88,84 365 81,47 185 41,29  109  24,33
Siswa SD  476  420 88,24 296 62,18 107 22,48  107  22,48
Ibu Rmh Tgg  230  108 46,96 191 83,04 59 25,65  24  10,43
Pedagang  97  75 77,32 90 92,78 49 50,52  21  21,65
Dosen  74  71 95,95 69 93,24 52 70,27  33  44,59
Petani  89  50 56,18 77 86,52 36 40,45  2  2,25
Peg Swasta  169  136 80,47 145 85,80 74 43,79  60  35,50
PNS  219  185 84,47 193 88,13 94 42,92  72  32,88
Guru  103  99 96,12 88 85,44 61 59,22  30  29,13
Polri  58  37 63,79 54 93,10 20 34,48  8  13,79
Buruh  75  33 44,00 68 90,67 30 40,00  7  9,33
 Total  2746  2192 79,83 2219 80,81 1164 42,39  697  25,38
 

33 
 
 

Gambar 4.1.6  Grafik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang 
Kegiatan ayah, ibu dan anak dalam membaca dan menonton kurang lebih
seimbang. Pada ayah dan ibu frekuensi kegiatan menonton sedikit lebih tinggi,
sedangkan pada anak frekuensi kegiatan membaca yang lebih tinggi. Ini tidak
mengherankan melihat mayoritas responden berasal dari kalangan pelajar yang masih
aktif sekolah. Jadi dapat diduga kegiatan membaca mereka ada kaitannya dengan status
mereka sebagai pelajar.
Tabel 4.1.10 Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang
Nonton  Mendengar 
Membaca  Rekreasi 
Responden  n  tv/video/vcd  siaran radio 
jml  %  jml  %  jml  %  jml  % 
ayah  437  332  75,97 386 88,33 209 47,83 106  24,26
Ibu  506  337  66,60 436 86,17 191 37,75 98  19,37
Anak  1805  1525  84,49 1396 77,34 767 42,49 498  27,59

34 
 
 

Gambar 4.1.7  Garfik Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang 
 
Mendengarkan siaran radio masih dilakukan sebagian masyarakat untuk mengisi
waktu luangnya, namun penggemar siaran radio ini sudah dikalahkan oleh kegiatan
menonton televisi/video/vcd. Rata-rata masyarakat melakukan aktifitas mendengarkan
siaran radio hanya setengah dari melakukan kegiatan membaca maupun menonton
televisi.
Walaupun dari segi frekuensi, kegiatan membaca dan menonton televisi nampak
seimbang, namun dari aspek lamanya (durasi) melakukan kegiatan membaca dan
menonton maka kegiatan menonton dilakukan lebih lama oleh sebagian besar
responden (lihat grafik). Bahkan responden yang menonton lebih dari 3 jam setiap hari
menduduki jumlah terbesar yaitu 32,7 % dari jumlah responden, sedangkan yang
membaca lebih dari 3 jam sehari hanya sebesar 10,38 % dari jumlah seluruh responden.
Fakta ini memperkuat dugaan bahwa masyarakat Indonesia memang lebih senang
menonton daripada membaca.

35 
 
 

Tabel 4.1.11  Sebaran Lama Membaca dan Lama Menonton 
Persentase   Waktu yang digunakan oleh responden 
Responden  1 – 2 j/mg   2 – 3 j/mg 3 – 4 j/mg < 1 j/hr 1 – 2 j/hr 2 – 3 j/hr  > 3 j/hr
Jumlah  89  49 68 652 1010 330  285
Membaca 
(%)  3,2  1,8 2,5 23,7 36,8 12,0  10,4
Jumlah  33  31 80 302 798 569  898
Menonton 
(%)  1,2  1,1 2,9 11,0 29,1 20,7  32,7
 

 
Gambar 4.1.8  Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton 
 
Lebih jauh diperoleh fakta bahwa secara umum perempuan lebih banyak
memiliki waktu luang yang kemudian digunakan untuk membaca ataupun nonton
televisi. Perempuan umumnya menonton televisi lebih lama dibandingkan dengan laki-
laki (lihat gambar 4.1.9).

36 
 
 

Tabel 4.1.12  Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca 
Lama Membaca dan Lama Menonton TV 
Jenis Kelamin 
Kegiatan  1­2 j/mg  2­3 j/mg 3­ 4j/mg  < 1 j/hr 1­2 j/hr 2­ 3 j/hr  > 3 j/hr

Baca  36  20 26 305 427 138  125


% thd resp  1,3  0,7 0,9 11,1 15,5 5,0  4,6
laki 
nonton  16  14 24 140 375 261  329
% thd resp  0,6  0,5 0,9 5,1 13,7 9,5  12,0
Baca  53  29 42 346 581 192  159
% thd resp  1,9  1,1 1,5 12,6 21,2 7,0  5,8
Perempuan 
nonton  17  17 55 161 422 306  569
% thd resp  0,6  0,6 2,0 5,9 15,4 11,1  20,7
 

 
Gambar 4.1.9  Perbandingan Lama Membaca dengan Lama Menonton pada Laki‐laki dan Perempuan 

4.1.2 Hubungan antara kelompok umur dengan membaca 
Dari aspek umur diduga pada usia sekolah sampai mahasiswa (usia SD yaitu
kurang dari 12 tahun sampai usia mahasiswa yaitu sampai 23 tahun) memiliki
kebiasaan membaca yang tinggi. Anggapan ini berdasarkan kenyataan bahwa kegiatan

37 
 
 

membaca sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Pada usia kerja kebiasaan
membaca ini diduga akan menurun dan kemudian akan meningkat lagi pada usia tua,
dimana pada usia tua seseorang akan memiliki waktu luang yang berlimpah. Namun
dari data yang diperoleh, dugaan ini tidak terjadi.
Tabel 4.1.13 Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca
Kelompok  Jumlah responden dengan lama (durasi) membaca 
Umur    1‐2 j/mg  2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/hr 1‐2 j/hr 2‐3 j/hr  > 3 j/hr
Jml  24  9 14 132 215 54  94
< 12 th 
%  4,43  1,66 2,58 24,35 39,67 9,96  17,34
Jml  20  13 12 96 208 74  32
13‐15 th 
%  4,40  2,86 2,64 21,10 45,71 16,26  7,03
Jml  14  12 15 127 159 66  29
16‐18 th 
%  3,32  2,84 3,55 30,09 37,68 15,64  6,87
Jml  9  7 14 75 109 40  33
19‐23 th 
%  3,14  2,44 4,88 26,13 37,98 13,94  11,50
Jml  19  12 15 126 188 61  63
24‐40 th 
%  3,93  2,48 3,10 26,03 38,84 12,60  13,02
Jml  12  6 8 98 116 38  36
41‐55 th 
%  3,82  1,91 2,55 31,21 36,94 12,10  11,46
Jml  2  3 2 6 27 9  9
> 55 th 
%  3,45  5,17 3,45 10,34 46,55 15,52  15,52
Jml  100  62 80 660 1022 342  296
Total 
%  3,90  2,42 3,12 25,76 39,89 13,35  11,55
 
 

38 
 
 

 
Gambar 4.1.10  Grafik Hubungan antara Umur dengan Lama Membaca 
 
Tabel 4.1.13 dan gambar 4.1.10 memperlihatkan bahwa membaca nampaknya
tidak dipengaruhi oleh umur. Pola grafik dari semua kelompok umur responden terlihat
sama yaitu sedikit responden pada membaca dengan durasi rendah (dari 1 jam sampai 2
jam setiap minggu), kemudian naik jumlahnya pada korbanan waktu membaca sedang
(kurang dari satu jam sampai 2 jam per hari), dan kembali menurun pada durasi
membaca dengan korbanan waktu tinggi (lebih dari 3 jam sehari).
Semua kelompok responden menyatakan bahwa mereka menghabiskan waktu
rata-rata dalam membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Sebenarnya korbanan
waktu demikian dapat dikatakan tidak terlalu tinggi karena masyarakat yang kegemaran
membacanya tinggi, mereka akan menghabiskan waktu membaca lebih dari 3 jam
setiap harinya.

39 
 
 

 
Gambar 4.1.11  Grafik Sebaran Korbanan Waktu Rata‐rata dalam Membaca  
 
Secara statistik hubungan antara umur dengan lama (durasi) membaca
berbanding terbalik walaupun hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan koefisien
korelasi sebesar -0,031. Jadi semakin tua umur responden semakin pendek durasi
mereka membaca. Kenyataan ini tidak sesuai dengan harapan dimana seharusnya
semakin tinggi umur seseorang, semakin lama ia membaca. Hal ini terutama jika
dikaitkan dengan aktifitas membaca dalam hubungannya dengan aktifitas pendidikan.
Tabel yang disampaikan oleh Razak (2004) menunjukkan bahwa semakin tinggi usia
yang ditunjukkan oleh status pendidikan maka dia dituntut semakin lama membaca.
Kenyataan ini tentu harus menjadi perhatian dari pemerintah, khususnya para pendidik
atau regulator pendidikan. Sudah waktunya kewajiban membaca di sekolah-sekolah dan
perguruan tinggi dimonitor dan masuk ke dalam kurikulum wajib. Misalnya saja, guru
atau dosen harus lebih banyak memberikan penugasan yang berkaitan dengan
membaca, membuat ringkasan, dan membuat soal-soal ujian yang bahan-bahannya
diambil dari bacaan yang diwajibkan oleh guru dan lain-lain.

40 
 
 

Tabel 4.1.14 Hubungan Antara Umur dengan Biaya Belanja Buku Bulanan
Biaya belanja buku per bulan (dalam ribuan) 
Umur 
< 50  50‐100  100‐200   200‐300   300‐400   400‐500  > 500 
Jumlah  336  97 42 8 12 4  4
< 12 
%  66,8  19,3 8,3 1,6 2,4 0,8  0,8
Jumlah  208  111 22 12 4 3  6
13‐15 
%  56,8  30,3 6,0 3,3 1,1 0,8  1,6
Jumlah  201  100 19 10 8 1  4
16‐18 
%  58,6  29,2 5,5 2,9 2,3 0,3  1,2
Jumlah  104  59 12 7 2 2  3
19‐23 
%  55,0  31,2 6,3 3,7 1,1 1,1  1,6
Jumlah  169  109 36 15 7 4  6
24‐40 
%  48,8  31,5 10,4 4,3 2,0 1,2  1,7
Jumlah  96  70 14 13 6 4  6
41‐55 
%  45,9  33,5 6,7 6,2 2,9 1,9  2,9
Jumlah  23  8 1 2 2 1  1
>55 
%  60,5  21,1 2,6 5,3 5,3 2,6  2,6
Jumlah  1137  554 146 67 41 19  30
Jumlah 
%  57,0  27,8 7,3 3,4 2,1 1,0  1,5

Gambar 4.1.12  Grafik Sebaran Belanja Buku Berdasarkan Kelompok Umur 

41 
 
 

Dari tabel 4.1.14 di atas nampak bahwa minat untuk membeli buku sebagai
indikator dari tingginya minat baca juga terlihat sangat rendah. Pada umumnya
responden berbelanja buku di bawah Rp. 50.000,- per bulan (57 % responden). Bahkan
yang menganggarkan beli buku rata-rata di atas Rp. 100.000,- setiap bulan hanya
sebesar 15,2 %, atau dengan kata lain yang di bawah Rp. 100.000,- setiap bulan
berjumlah sangat besar yaitu 84,8 %. Pola seperti ini sama untuk setiap kelompok umur
(perhatikan grafik 4.1.12).
Tabel 4.1.15 Hubungan Antara Umur dengan Tingkat Kepemilikan Buku
Kepemilikan buku (judul) 
Umur 
0  < 10  10‐25  25‐50  50‐75  75‐100  > 100 
Jumlah  180  236 80 24 6 2  6
< 12 
%  33,7  44,2 15,0 4,5 1,1 0,4  1,1
Jumlah  88  182 94 41 18 8  8
13‐15 
%  20,0  41,5 21,4 9,3 4,1 1,8  1,8
Jumlah  81  199 85 32 6 6  8
16‐18 
%  19,4  47,7 20,4 7,7 1,4 1,4  1,9
Jumlah  61  96 71 24 8 4  7
19‐23 
%  22,5  35,4 26,2 8,9 3,0 1,5  2,6
Jumlah  106  152 105 51 18 19  21
24‐40 
%  22,5  32,2 22,2 10,8 3,8 4,0  4,4
Jumlah  60  72 70 35 10 19  19
41‐55 
%  21,1  25,3 24,6 12,3 3,5 6,7  6,7
Jumlah  12  13 10 4 1 3  7
>55 
%  24,0  26,0 20,0 8,0 2,0 6,0  14,0
Jumlah  588  950 515 211 67 61  76
Jumlah 
%  23,8  38,5 20,9 8,5 2,7 2,5  3,1

Tabel 4.1.15 memperlihatkan hubungan antara kelompok umur dengan tingkat


kepemilikan buku sebagai salah satu indikator tinggi rendahnya minat baca. Cukup
banyak responden yang mengaku tidak memiliki koleksi buku satupun di rumahnya.
Jika kita buat kriteria bahwa minat baca yang tinggi dicerminkan dengan kepemilikan

42 
 
 

buku di atas 100 judul, menengah antara 50 – 100 judul dan rendah adalah 0 – 50
judul, maka berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa minat baca
masyarakat masih rendah (91,7 % responden memiliki buku 0 – 50 judul buku).
Sedangkan yang memiliki minat baca sedang hanya sebesar 5,2 % responden, dan yang
memiliki minat baca tinggi sangat sedikit yaitu 3,1 %. Pola kepemilikan buku ini hampir
sama pada setiap kelompok umur, yaitu tinggi pada kepemilikan buku sedikit, dan
rendah pada kepemilikan buku yang banyak.

Gambar 4.1.13 Pola Hubungan Umur dengan Kepemilikan Buku


Hubungan antara umur dengan frekuensi membaca yang ditunjukkan dengan
frekuensi responden datang ke perpustakaan ternyata memiliki hubungan negatif,
walaupun hubungan tersebut sangat rendah atau lemah sekali yaitu dengan nilai
koefisien korelasi hanya sebesar -0,022. Artinya, walaupun pengaruhnya tidak besar,
semakin tua umur seseorang, maka cenderung semakin jarang datang ke perpustakaan
umum.

43 
 
 

Tabel 4.1.16 Hubungan Umur dengan Frekuensi Kunjungan ke Perpustakaan


Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 
Umur 
1x/th  1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg  1x/hr 
Jumlah  25  12 15 41 75 110  84 
> 12 th 
%  6,9  3,3 4,1 11,3 20,7 30,4  23,2 
Jumlah  22  7 17 45 57 62  21 
13‐15 th 
%  9,5  3,0 7,4 19,5 24,7 26,8  9,1 
Jumlah  27  14 17 59 50 45  7 
16‐18 th 
%  12,3  6,4 7,8 26,9 22,8 20,5  3,2 
Jumlah  11  3 6 32 63 77  25 
19‐23 th 
%  5,1  1,4 2,8 14,7 29,0 35,5  11,5 
Jumlah  16  7 20 66 96 64  42 
24‐40 th 
%  5,1  2,3 6,4 21,2 30,9 20,6  13,5 
Jumlah  8  8 11 44 33 27  60 
41‐55 th 
%  4,2  4,2 5,8 23,0 17,3 14,1  31,4 
Jumlah  1  1 2 11 3 4  6 
>55 th 
%  3,6  3,6 7,1 39,3 10,7 14,3  21,4 
Jumlah  110  52 88 298 377 389  245 
total 
%  7,1  3,3 5,6 19,1 24,2 25,0  15,7 
 

 
Gambar 4.1.14  Grafik Sebaran Tingkat Kunjungan ke Perpustakaan 

44 
 
 

Dari tabel 4.1.16 dan grafik 4.1.14 terlihat bahwa frekuensi responden yang
datang ke perpustakaan paling besar pada 2 kali seminggu (25 %), sedangkan yang
setiap hari mengunjungi perpustakaan hanya 15,7 %. Jika kita persempit batasan minat
baca dengan indikator frekuensi kunjungan ke perpustakaan dengan batasan bahwa
minat baca tinggi ditunjukkan dengan kunjungan dua kali seminggu atau lebih, minat
baca rendah ditunjukkan dengan kunjungan ke perpustakaan antara satu kali seminggu
atau lebih, maka dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang memiliki
minat baca tinggi adalah sebesar 40,7 % responden, sedangkan yang memiliki tingkat
minat baca rendah sebesar 59,3 % responden.

Gambar 4.1.15  Grafik Sebaran Kunjungan Ke Perpustakaan Berdasarkan Kelompok Umur  

Tabel 4.1.17 Hubungan Profesi dengan Frekuensi Kunjungan ke Perpustakaan

Kelompok Frekuens kunjungan ke perpustakaan


Responden 1 X /th  1 X /6 bln  1 X /3 bln  1 X /bln  1 X /mg  2 X /mg  1 X /hari 
Mahasiswa  10  3 3 30 61 89  23
Siswa SMU  29  11 19 58 54 34  4
Siswa SMP  19  6 12 36 53 80  22
Siswa SD  22  10 14 42 69 84  78
Ibu Rmh Tgg  0  0 1 21 34 7  7

45 
 
 

Kelompok Frekuens kunjungan ke perpustakaan


Responden 1 X /th  1 X /6 bln  1 X /3 bln  1 X /bln  1 X /mg  2 X /mg  1 X /hari 
Pedagang  0  1 3 10 8 3  0
Dosen  5  1 2 9 19 19  3
Petani  4  1 6 5 5 1  0
Peg Swasta  5  2 5 28 20 29  6
PNS  6  2 4 23 20 17  89
Guru  2  6 6 22 21 12  3
Polri  2  0 2 4 5 1  0
Buruh  1  3 4 0 3 2  7
Total  105  46 81 288 372 378  242

Dari tabel 4.1.17 tersebut dapat dilihat bahwa jumlah responden dari kelompok
mahasiswa berkunjung ke perpustakaan satu sampai dua kali seminggu cukup banyak
(51,1 % responden mahasiswa), dan yang 1 bulan sekali sampai 1 minggu sekali juga
cukup banyak (41,6 % responden mahasiswa). Artinya, dengan batasan di atas, maka
dapat dikatakan bahwa mahasiswa memiliki minat baca tinggi cukup banyak.
Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan umum ini jumlahnya cukup besar karena
diduga di kampusnya mereka tidak mendapatkan apa yang mereka butuhkan.
Kunjungan siswa SD ke perpustakaan umum termasuk tinggi yaitu 50,8 % berkunjung
antara satu kali sehari sampai dua kali seminggu, dan sisanya berkunjung kurang dari
satu kali seminggu. Pola kunjungan Siswa SMP tidak begitu berbeda dengan siswa SD,
namun untuk siswa SMA agak berbeda. Kunjungan ke perpustakaan umum dari
kelompok ini justru tinggi di satu kali sebulan sampai satu kali seminggu (53,6 %),
sedangkan kunjungan dua kali seminggu sampai satu kali sehari hanya dilakukan oleh
sebanyak 18,2 % responden.
Antara umur dengan tingkat kepemilikan buku ternyata ada hubungan walaupun
sangat rendah atau lemah sekali yaitu dengan nilai koefisien korelasi hanya sebesar
0,176. Artinya walaupun hubungannya lemah sekali, semakin tua umur seseorang maka
cenderung memiliki buku yang lebih banyak. Hal ini ada kaitannya dengan kerelaan
berkorban untuk membeli buku yang juga memiliki hubungan positif walaupun nilainya

46 
 
 

sangat rendah yaitu dengan nilai koefisien korelasi hanya sebesar 0,130. Artinya,
walaupun hubungan tersebut lemah sekali, bertambahnya umur akan berpengaruh
terhadap kerelaan berkorban untuk membeli buku.
4.1.3 Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca  
Salah satu hal yang diduga mempunyai hubungan dengan minat baca dengan
indikator lama (durasi) membaca, korbanan untuk memperoleh bahan bacaan yang
ditandai dengan biaya yang dikeluarkan untuk membeli buku dan jumlah kepemilikan
buku, serta frekuensi membaca yang ditandai dengan frekuensi datang ke perpustakaan,
adalah tingkat pendidikan masyarakat.
Tabel 4.1.18  Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Lama Membaca 

Lama (durasi) membaca 
Pendidikan 
1‐2 j/mg 2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/h 1‐2 j/h  2‐3 j/h  >3 j/h
Jumlah  4 6 9 34 67  24  28
Tidak tamat SD 
%  2,3 3,5 5,2 19,8 39,0  14,0  16,3
Jumlah  17 11 11 110 209  62  25
Tamat SD 
%  3,8 2,5 2,5 24,7 47,0  13,9  5,6
Jumlah  13 11 11 125 184  69  28
Tamat SMP 
%  2,9 2,5 2,5 28,3 41,7  15,6  6,3
Jumlah  27 8 16 187 200  53  47
Tamat SMA 
%  5,0 1,5 3,0 34,8 37,2  9,9  8,7
Jumlah  4 3 3 26 61  15  13
Tamat Diploma 
%  3,2 2,4 2,4 20,8 48,8  12,0  10,4
Jumlah  11 9 11 73 141  69  55
Tamat S1 
%  3,0 2,4 3,0 19,8 38,2  18,7  14,9
Jumlah  3 3 7 4 20  18  15
Tamat S2‐S3 
%  4,3 4,3 10,0 5,7 28,6  25,7  21,4
Jumlah  79 51 68 559 882  310  211
Jumlah 
%  3,7 2,4 3,1 25,9 40,8  14,4  9,8
 
Tabel 4.1.18 di atas memperlihatkan rata-rata responden membaca antara
kurang dari satu jam per hari sampai dua jam per hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari
yang tidak tamat SD sampai responden yang berpendidikan pascasarjana tidak banyak

47 
 
 

membaca lebih dari 3 jam sehari. Padahal ukuran seseorang yang termasuk rajin
membaca atau mempunyai minat baca tinggi untuk mahasiswa (dalam hal ini termasuk
diploma, sarjana dan pasca sarjana) adalah membaca antara 3 jam sampai 3,5 jam
setiap hari (Razak, 2004). Sedangkan yang dikategorikan sangat rajin atau mempunyai
minat baca tinggi untuk kelompok ini adalah yang membaca lebih dari 3,5 jam setiap
hari.
 

 
Gambar 4.1.16  Grafik Sebaran Latar Belakang Pendidikan dengan Lama Membaca 
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mayoritas kelompok lulusan perguruan
tinggi di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca yang kurang atau menurut
Razak (2004) termasuk malas membaca, yaitu membaca antara 2,5 sampai 3 jam dan
bahkan ada yang sangat malas karena membaca kurang dari 2,5 jam setiap hari. Untuk
lulusan SMU atau SLTA sebagian besar responden membaca antara kurang dari satu
jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan sebagian besar
responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004) malas
membaca (71,9 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca bagi
siswa SMU menurut Razak (2004) adalah mereka yang membaca antara dua jam
sampai 2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap
hari termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan

48 
 
 

dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk
kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih
dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (9,9 % responden membaca lebih dari 2 jam
dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebanyak 8,7 % responden). Ukuran sangat rajin
membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Untuk lulusan
SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk memiliki minat baca antara
sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin membaca bagi SLTP adalah
antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Oleh karena itu lulusan SLTP di tiga kota lokasi
penelitian termasuk memiliki minat baca antara sedang atau rajin membaca sampai
tinggi atau sangat rajin membaca (69,2 %), sedangkan sisanya berada pada posisi malas
membaca dan bahkan malas sekali membaca. Kelompok responden tamat SD dan tidak
tamat SD juga berada pada posisi membaca antara 1 – 2 jam per hari. Oleh karena
ukuran rajin dan tidaknya membaca bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan
SLTP, SLTA maupun sarjana, maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu
berada pada kisaran membaca antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan
bahkan berada di atas satu jam dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin
membaca.
Secara statistik tingkat pendidikan berkorelasi positif atau ada hubungannya
dengan durasi membaca, namun secara umum hubungan tersebut sangat rendah atau
lemah sekali yaitu dengan koefisien korelasi hanya sebesar 0,008. Hal ini
menggambarkan bahwa minat baca masyarakat memang belum tinggi. Seharusnya
semakin tinggi pendidikan seseorang kecenderungan membaca tinggi sangat kuat. Pada
hubungan antara pendidikan dengan frekuensi berkunjung ke perpustakaan malah
negatif dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,011. Artinya, walaupun hubungannya
sangat lemah, semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin jarang datang ke
perpustakaan. Dengan kondisi perpustakaan yang belum dapat memuaskan
pelanggannya, maka hal ini dapat dimengerti. Kemudian kebutuhan bahan bacaan
tersebut dipenuhi dengan cara membeli sehingga tingkat kepemilikan, bagi kelompok
tertentu, juga menjadi tinggi.

49 
 
 

   

   
Gambar 4.1.17a,b,c,d  Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Mahasiswa 
Selanjutnya, untuk memperlihatkan bagaimana tabel Razak (2004) tersebut
menggambarkan minat atau kegemaran membaca masyarakat Indonesia, maka secara
khusus dibahas minat baca siswa SD, SLTP, SLTA, dan mahasiswa seperti berikut.
Gambar 4.1.17 a.b.c.d menegaskan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar (40,4 %)
membaca antara 1 – 2 jam setiap hari, dan membaca kurang dari 1 jam setiap hari (24,1
%). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa di tiga kota lokasi penelitian
memiliki minat baca rendah atau sangat malas membaca. Jika kita hanya
mengelompokkan dua kelompok saja mengenai membaca ini yaitu memiliki minat baca
yang tinggi dan dan memiliki minat baca yang rendah, maka kelompok mahasiswa
sebagian besar (87,8 %) memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 12,2 % saja yang
memiliki minat baca tinggi.

50 
 
 

Dari aspek korbanan biaya untuk membeli buku juga menunjukkan bahwa
kelompok mahasiswa sebagian besar berbelanja buku kurang dari Rp. 50.000,- setiap
bulan (51,5 %), sedangkan yang berbelanja antara Rp. 50.000 sampai dengan Rp.
100.000,- per bulan adalah sebesar 39,9 %. Sisanya 12,6 % berbelanja buku lebih dari
Rp.100.000,- setiap bulan. Oleh karena itu tidak mengherankan jika sebagian besar
responden memiliki buku kurang dari 10 judul (55 %). Sebagian responden memiliki
buku antara 10 – 25 judul buku (25,3 %), dan yang memiliki lebih dari 25 judul buku
hanya 19,7 %. Fakta yang memperkuat pernyataan bahwa minat baca masyarakat,
dalam kasus ini mahasiswa, adalah rendah adalah kunjungan ke perpustakaan dari
responden yang juga rendah. Jika minat baca mereka tinggi, sedangkan mereka tidak
mampu membeli buku sehingga tingkat kepemilikan buku mereka rendah, maka
seharusnya frekuensi kunjungan mereka ke perpustakaan tinggi yaitu untuk memenuhi
kebutuhan bahan bacaan mereka yang tidak bisa mereka beli. Kenyataannya frekuensi
kunjungan ke perpustakaan hanya berada pada dua kali seminggu (40,6 %) dan
sebagian besar malah kurang dari dua kali seminggu (48,9 %), sedangkan yang datang
ke perpustakaan umum setiap hari hanya 10,5 %.

   

51 
 
 

   
Gambar 4.1.18a,b,c,d  Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTA 
Untuk siswa SMU atau SLTA sebagian besar responden membaca antara kurang
dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan
sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004)
malas membaca (77,1 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca
bagi siswa SMU menurut Razak (2004) adalah mereka yang membaca antara dua jam
sampai 2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap
hari termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan
dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk
kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih
dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (16,7 % responden membaca lebih dari 2 jam
dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebanyak 6,2 % responden). Ukuran sangat rajin
membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Grafik pada
gambar 4.1.18a,b,c,d memperlihatkan gambaran minat baca siswa SLTA. Sebagian besar
kelompok siswa SLTA membaca antara 1 – 2 jam per hari dan kurang dari 1 jam per
hari, yang dapat dikategorikan sebagai malas membaca atau dengan kata lain mereka
memiliki minat baca yang masih rendah. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar (77,1
%) siswa SLTA tergolong memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 22,9 % saja siswa
SLTA memiliki minat baca yang tinggi.
Dari indikator belanja buku setiap bulan dan tingkat kepemilikan buku juga tidak
dapat menunjukkan bahwa minat baca mereka tinggi. Sebagian besar anggaran untuk
membeli buku mereka adalah sebesar kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan (60,5 %).

52 
 
 

Sedangkan tingkat kepemilikan buku mereka berada pada kelompok kurang dari 10
judul buku (65,4 %). Frekuensi kunjungan ke perpustakaan umum dari responden
SLTA juga rendah. Mereka yang berkunjung setiap hari ke perpustakaan umum hanya
sebesar 1,8 %. Sedangkan yang berkunjung sebanyak dua kali seminggu sebesar 15,5 %.
Sisanya berkunjung ke perpustakaan sebanyak sekali seminggu atau lebih jarang lagi
(78,1 %).

   

   
Gambar 4.1.19a,b,c,d  Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SLTP 
Untuk siswa SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk memiliki
minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin membaca
bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Gambar 4.1.19a,b,b,d
memberikan gambaran lebih spesifik mengenai minat baca kelompok siswa SLTP.
Berdasarkan ukuran Razak maka siswa SLTP di tiga kota lokasi penelitian termasuk

53 
 
 

memiliki minat baca antara sedang atau rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin
membaca (68,6 %), sedangkan sisanya (31,4 % responden) berada pada posisi malas
membaca dan bahkan malas sekali membaca. Biaya untuk belanja buku juga sama
dengan siswa SLTA yaitu mayoritas berada pada kelompok kurang dari Rp.50.000,-
setiap bulan (56,4 %), dengan tingkat kepemilikan buku berada pada kelompok
kepemilikan kurang dari 10 judul buku (63,6 %). Namun demikian, walaupun mereka
tidak banyak berbelanja buku dan memiliki koleksi buku sedikit, mereka malas
berkunjung ke perpustakaan. Mereka yang berkunjung ke perpustakaan setiap hari
hanya sebesar 9,6 %, sedangkan yang berkunjung ke perpustakaan dua kali seminggu
hanya sebesar 35, 1 %. Sisanya, yaitu sebesar 55,3 % responden berkunjung ke
perpustakaan antara seminggu sekali sampai setahun sekali.

   

   
Gambar 4.1.20a,b,c,d  Grafik Indikator Minat Baca pada Kelompok Siswa SD 

54 
 
 

Kelompok responden siswa SD juga berada pada posisi membaca antara 1 – 2


jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca bagi siswa SD semakin
turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun sarjana, maka kelompok ini termasuk
yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca antara 45 menit sampai satu
jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam dimana menurut Razak
termasuk yang sangat rajin membaca. Gambar 4.1.20a,b,c,d memberikan gambaran
yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD. Sebagian besar (38,4 %) responden
kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 – 2 jam setiap hari, dan ini termasuk
kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang tinggi. Bahkan 28,6 % termasuk
yang memiliki minat baca sangat tinggi. Hanya 33 % siswa SD yang memiliki minat baca
antara rendah sampai sedang. Menurut Razak (2004) siswa SD yang termasuk malas
membaca adalah mereka yang membaca kurang dari 30 menit setiap hari. Sama seperti
kelompok responden lain, maka kelompok responden siswa SD biasa berbelanja buku
kurang dari Rp.50.000,- per bulan (70 %), hanya sebagian responden saja mengaku
berbelanja lebih dari Rp. 50.000,- per bulan. Tingkat kepemilikan buku mereka juga
sangat rendah sebanyak 80,8 % memiliki buku kurang dari 10 judul. Bahkan 34,8 %
diantaranya tidak memiliki koleksi buku sama sekali. Frekuensi kunjungan mereka ke
perpustakaan umum cukup menggembirakan. Sebanyak 50,8 % responden mengaku
berkunjung ke perpustakaan sedikitnya dua kali seminggu. Sedangkan sisanya yaitu
49,2 % berkunjung ke perpustakaan antara satu kali seminggu sampai satu kali setahun
(diantaranya berkunjung satu kali seminggu sebesar 21,6 %). Kebiasaan berkunjung
siswa SD ini perlu terus dipelihara dan bahkan terus dipupuk sehingga kebiasaan ini
tidak menghilang walaupun usia mereka terus bertambah.

Tabel 4.1.19 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Biaya Belanja Buku Bulanan

Jumlah responden dengan belanja buku per bulan (x Rp.100.000,-)


Pendidikan
< 0,5  0,5‐1  1‐2  2‐3  3‐4  4‐5  > 5 
Jumlah  82 42 21 5 6  3  3
Tidak tamat SD 
%  50,6 25,9 13,0 3,1 3,7  1,9  1,9
Jumlah  243 91 25 5 5  0  6
Tamat SD 
%  64,8 24,3 6,7 1,3 1,3  0,0  1,6

55 
 
 

Jumlah responden dengan belanja buku per bulan (x Rp.100.000,-)


Pendidikan
< 0,5  0,5‐1  1‐2  2‐3  3‐4  4‐5  > 5 
Jumlah  203 89 19 6 7  0  2
Tamat SMP 
%  62,3 27,3 5,8 1,8 2,1  0,0  0,6
Jumlah  209 96 23 11 4  1  6
Tamat SMA 
%  59,7 27,4 6,6 3,1 1,1  0,3  1,7
Jumlah  46 29 7 2 0  0  2
Tamat Diploma 
%  53,5 33,7 8,1 2,3 0,0  0,0  2,3
Jumlah  132 101 26 15 9  3  3
Tamat S1 
%  45,7 34,9 9,0 5,2 3,1  1,0  1,0
Jumlah  17 24 8 7 1  3  1
Tamat S2‐S3 
%  27,9 39,3 13,1 11,5 1,6  4,9  1,6
Jumlah  932 472 129 51 32  10  23
Jumlah 
%  56,5 28,6 7,8 3,1 1,9  0,6  1,4

Gambar 4.1.21  Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku 
Tingkat pendidikan memang berkorelasi positif terhadap korbanan responden
untuk membeli buku dan tingkat kepemilikan buku dengan nilai koefisein korelasi

56 
 
 

masing-masing sebesar 0,152 dan 0,267. Dari tabel 4.1.20 dapat terlihat bahwa semakin
tinggi pendidikan responden semakin banyak responden yang memiliki buku dalam
jumlah besar dan semakin sedikit responden yang tidak punya koleksi buku pribadi.

Tabel 4.1.20 Hubungan Antara Pendidikan dengan Kepemilikan Buku


Jumlah responden dengan kepemilikan buku (judul) 
Pendidikan 
0  < 10 10‐25 25‐50 50‐75 75‐100  > 100 
Tidak tamat SD  Jumlah  64 53 35 6 2 2  2 
  %  39,0 32,3 21,3 3,7 1,2 1,2  1,2 
Tamat SD  Jumlah  123 207 71 23 10 3  4 
  %  27,9 46,9 16,1 5,2 2,3 0,7  0,9 
Tamat SMP  Jumlah  101 190 88 31 3 5  4 
  %  23,9 45,0 20,9 7,3 0,7 1,2  0,9 
Tamat SMA  Jumlah  147 196 103 39 11 5  7 
  %  28,9 38,6 20,3 7,7 2,2 1,0  1,4 
Tamat Diploma  Jumlah  17 41 35 15 4 1  3 
  %  14,7 35,3 30,2 12,9 3,4 0,9  2,6 
Tamat S1  Jumlah  43 92 103 53 18 20  23 
  %  12,2 26,1 29,3 15,1 5,1 5,7  6,5 
Tamat S2‐S3  Jumlah  4 7 5 12 2 15  20 
  %  6,2 10,8 7,7 18,5 3,1 23,1  30,8 
 Jumlah  Jumlah  499 786 440 179 50 51  63 
  %  24,1 38,0 21,3 8,7 2,4 2,5  3,0 

57 
 
 

Gambar 4.1.22  Tingkat Pendidikan terhadap Pemilikan Buku 
Dan pada tabel 4.1.21 terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan, walaupun tidak
begitu nampak, semakin banyak responden yang berkunjung ke perpustakaan. Namun
secara umum memang frekuensi kunjungan terbesar adalah pada dua kali seminggu
sampai setiap hari. Semakin jarang frekuensi kunjungan ke perpustakaan semakin
sedikit jumlah responden.

Tabel 4.1.21 Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan


Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 
Pendidikan 
1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg  1x/h
Jumlah  7 5 5 5 20 33  36
Tidak tamat SD 
%  6,3 4,5 4,5 4,5 18,0 29,7  32,4
Jumlah  15 9 15 30 67 81  30
Tamat SD 
%  6,1 3,6 6,1 12,1 27,1 32,8  12,1
Jumlah  31 11 18 56 49 46  13
Tamat SMP 
%  13,8 4,9 8,0 25,0 21,9 20,5  5,8
Jumlah  17 8 17 72 87 78  57
Tamat SMA 
%  5,1 2,4 5,1 21,4 25,9 23,2  17,0

58 
 
 

Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 
Pendidikan 
1x/th 1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg  1x/h
Jumlah  4 1 3 13 25 25  22
Tamat Diploma 
%  4,3 1,1 3,2 14,0 26,9 26,9  23,7
Jumlah  12 8 11 53 68 62  48
Tamat S1 
%  4,6 3,1 4,2 20,2 26,0 23,7  18,3
Jumlah  4 1 2 14 15 11  3
Tamat S2‐S3 
%  8,0 2,0 4,0 28,0 30,0 22,0  6,0
Jumlah  90 43 71 243 331 336  209
Jumlah 
%  6,8 3,3 5,4 18,4 25,0 25,4  15,8

Gambar 4.1.23  Tingkat Pendidikan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan 

4.1.4 Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Membaca 
Pada masyarakat yang mempunyai kegemaran membaca yang tinggi, maka
membeli buku untuk memuaskan dirinya dalam hal memenuhi bahan bacaan akan
selalu dilakukan. Oleh karena itu asumsi sementara adalah semakin tinggi penghasilan
seseorang maka akan semakin tinggi kegiatan membacanya yang ditandai dengan
semakin tingginya korbanan uang untuk membeli buku, juga tingkat kepemilikan buku
mereka akan semakin tinggi akibat aktifitas mereka membeli buku. Sebagai akibat tentu

59 
 
 

saja semakin tinggi pula durasi (lama membaca) mereka membaca. Jika mereka tidak
mampu membeli buku sehingga kepemilikan buku mereka rendah, maka seharusnya
frekuensi kunjungan mereka ke perpustakaan akan tinggi. Beriku adalah pembahasan
yang berkaitan dengan hubungan antara tingkat pendapatan responden dengan pola
membaca mereka.
Tabel 4.1.22 Hubungan Pendapatan dengan Durasi Membaca
Pendapatan   Persentase responden dengan lama (durasi) membaca 
(x Rp.1.000.000,‐) 
1‐2 j/mg  2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/h 1‐2 j/h 2‐3 j/h  >3 j/h
< 0,5  Jumlah  6  4 5 39 41 11  13
  %  5,0  3,4 4,2 32,8 34,5 9,2  10,9
0,5‐1  Jumlah  12  4 9 73 77 27  32
  %  5,1  1,7 3,8 31,2 32,9 11,5  13,7
1‐1,5  Jumlah  10  5 4 82 100 23  16
  %  4,2  2,1 1,7 34,2 41,7 9,6  6,7
1,5‐2,5  Jumlah  9  7 7 78 116 33  25
  %  3,3  2,5 2,5 28,4 42,2 12,0  9,1
2,5‐3,5  Jumlah  2  5 6 29 58 31  12
  %  1,4  3,5 4,2 20,3 40,6 21,7  8,4
3,5‐4,5  Jumlah  5  2 3 9 16 18  16
  %  7,2  2,9 4,3 13,0 23,2 26,1  23,2
> 4,5  Jumlah  5  1 3 11 15 8  14
  %  8,8  1,8 5,3 19,3 26,3 14,0  24,6
Jumlah  Jumlah  49  28 37 321 423 151  128
  %  4,3  2,5 3,3 28,2 37,2 13,3  11,3
 
 

60 
 
 

 
Gambar 4.1.24  Tingkat Pendapatan terhadap Lama Membaca 
 
Tabel 4.1.22 dan gambar 4.1.24 di atas memperlihatkan pola membaca dari
beberapa kelompok penghasilan dari Rp. 500.000,- ke bawah sampai yang
berpenghasilan di atas Rp.4.500.000,-. Dari tabel dan gambar tersebut dapat dilihat
bahwa pola membaca dari beberapa kelompok penghasilan menunjukkan pola yang
sama dimana pada semua kelompok yaitu sebagian besar responden membaca selama
kurang lebih 1 jam setiap hari. Jika besarnya penghasilan berpengaruh kepada lamanya
membaca, seharusnya grafik orang yang berpengasilan rendah akan bergerak dari
rendah ke tinggi dan sebaliknya yang berpenghasilan tinggi akan bergerak dari tinggi ke
rendah. Namun kenyataannya tidak demikian. Semua garis menunjukkan pola yang
sama yaitu bergerak dari rendah pada durasi membaca rendah (lama membaca lebih
dari 1 - 2 jam per minggu), naik pada kelompok orang yang durasi membacanya sedang
(lama membaca sekitar 1 jam per hari), dan bergerak turun lagi pada kelompok orang
yang durasi membacanya tinggi (lama membacanya lebih dari 3 jam per hari). Hanya
pada kelompok orang yang berpenghasilan antara 3,5 sampai 4,5 juta per bulan yang
memperlihatkan gambaran seperti yang kita harapkan yaitu sebagian besar responden

61 
 
 

membaca lebih dari 3 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sebagian
besar responden melakukan kegiatan membaca selama kurang lebih 1 jam setiap hari.
Dan ini merupakan indikasi bahwa besarnya penghasilan ternyata tidak berpengaruh
kepada kegiatan membaca. Secara statistik dibuktikan bahwa penghasilan memiliki
hubungan positif, walaupun sangat rendah atau lemah sekali, dengan lama (durasi)
membaca. Nilai koefisien korelasinya hanya sebesar 0,134. Artinya, memang ada
pengaruh penghasilan terhadap lama membaca, namun pengaruhnya lemah sekali.
Namun yang agak mengejutkan adalah hubungan antara tingkat penghasilan dengan
frekuensi seseorang datang ke perpustakaan yang mempunyai hubungan walaupun
rendah tetapi pasti yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,231. Ini berarti
semakin tinggi penghasilan seseorang, semakin sering dia mengunjungi perpustakaan.
Tabel 4.1.23 Hubungan Pendapatan dengan Belanja Buku
Pendapatan   Belanja buku per bulan (dalam ribuan) 
(x Rp.1.000.000,‐) 
< 50  50‐100 100‐200 200‐300 300‐400 400‐500  > 500
< 0,5  Jumlah  48  16 8 1 1 0  1
  %  64,0  21,3 10,7 1,3 1,3 0,0  1,3
0,5‐1  Jumlah  83  42 5 6 2 0  5
  %  58,0  29,4 3,5 4,2 1,4 0,0  3,5
1‐1,5  Jumlah  94  33 14 7 1 1  2
  %  61,8  21,7 9,2 4,6 0,7 0,7  1,3
1,5‐2,5  Jumlah  98  67 7 3 1 1  2
  %  54,7  37,4 3,9 1,7 0,6 0,6  1,1
2,5‐3,5  Jumlah  52  42 15 4 7 2  1
  %  42,3  34,1 12,2 3,3 5,7 1,6  0,8
3,5‐4,5  Jumlah  13  17 4 11 2 4  2
  %  24,5  32,1 7,5 20,8 3,8 7,5  3,8
> 4,5  Jumlah  17  15 6 4 1 0  0
  %  39,5  34,9 14,0 9,3 2,3 0,0  0,0
Jumlah  Jumlah  405  232 59 36 15 8  13
  %  52,7  30,2 7,7 4,7 2,0 1,0  1,7

62 
 
 

Gambar 4.1.25  Tingkat Pendapatan terhadap Belanja Buku 
Tabel 4.1.23 memperlihatkan hubungan antara tingkat pendapatan seseorang
dengan biaya belanja buku setiap bulan. Nampak pada gambar bahwa pada semua
tingkatan pendapatan ternyata biaya belanja buku terbesar pada kurang dari
Rp.50.000,- kecuali pada pendapatan Rp.3,5 – Rp.4,5 juta yang berbelanja buku antara
Rp.50.000, - Rp.100.000,- setiap bulan. Secara statistik hubungan antara tingkat
pendapatan dengan kerelaan berkorban untuk membeli buku adalah positif walaupun
hubungannya rendah atau lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,225.
Dan bahkan pada tingkat kepemilikan buku hubungan ini semakin erat yaitu dengan
nilai koefisien korelasi sebesar 0,386. Hal ini berarti bahwa tingkat kepemilikan buku
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan seseorang. Tabel 4.1.24 berikut memperlihatkan
hubungan antara penghasilan dengan tingkat kepemilikan buku. Dari tabel tersebut
dapat terlihat bahwa semakin tinggi penghasilan responden, semakin banyak responden
yang memiliki buku dalam jumlah yang lebih besar dan semakin sedikit yang tidak
punya koleksi buku pribadi.

63 
 
 

Tabel 4.1.24 Hubungan Pendapatan dengan Pemilikan Buku

Pendapatan   Kepemilikan buku (judul) 
(x Rp.1.000.000,‐)  0  < 10 10‐25 25‐50 50‐75 75‐100  > 100 
Jumlah  42 44 8 4 2 1  0 
< 0,5 
%  41,6 43,6 7,9 4,0 2,0 1,0  0,0 
Jumlah  76 82 40 14 4 0  5 
0,5‐1 
%  34,4 37,1 18,1 6,3 1,8 0,0  2,3 
Jumlah  63 94 42 15 5 3  2 
1‐1,5 
%  28,1 42,0 18,8 6,7 2,2 1,3  0,9 
Jumlah  57 72 66 47 4 6  7 
1,5‐2,5 
%  22,0 27,8 25,5 18,1 1,5 2,3  2,7 
Jumlah  20 24 38 25 8 13  12 
2,5‐3,5 
%  14,3 17,1 27,1 17,9 5,7 9,3  8,6 
Jumlah  5 8 17 8 6 15  8 
3,5‐4,5 
%  7,5 11,9 25,4 11,9 9,0 22,4  11,9 
Jumlah  2 9 11 2 2 3  15 
> 4,5 
%  4,5 20,5 25,0 4,5 4,5 6,8  34,1 
Jumlah  265 333 222 115 31 41  49 
Jumlah 
%  25,1 31,5 21,0 10,9 2,9 3,9  4,6 

Hubungan antara tingkat pendapatan responden dengan frekuensi kunjungan


responden ke perpustakaan umum dapat dilihat pada tabel 4.1.25 dan gambar 4.1.27
Pada tabel terlihat bahwa umumnya mereka berkunjung antara satu kali seminggu
(22,8 %) sampai dua kali seminggu (23,5 %). Sebanyak 19,9 % responden mengaku
cukup rajin datang ke perpustakaan yaitu setiap hari mengunjungi perpustakaan.
Sedangkan sisanya sebanyak 33,8 % mengaku jarang datang ke perpustakaan yaitu
dengan frekuensi antara sebulan sekali sampai setahun sekali. Pola kunjungan ini
hampir sama untuk setiap kelompok responden. Secara statistik hubungan antara
tingkat pendapatan dengan frekuensi kunjungan ke perpustakaan menampakkan
hubungan yang positif walaupun rendah atau lemah yaitu dengan nilai koefisien
korelasi sebesar 0,231.

64 
 
 

Gambar 4.1.26  Tingkat Pendapatan terhadap Pemilikan Buku 

Tabel 4.1.25 Hubungan Pendapatan dengan Kunjungan ke Perpustakaan

Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 
Pendapatan  
(x Rp.1.000.000,‐) 
1x/th  1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg  1x/h 

<0,5  Jumlah  4  3 2 9 15 32  10 


  %  5,3  4,0 2,7 12,0 20,0 42,7  13,3 
0,5‐1  Jumlah  6  5 8 26 35 45  27 
  %  3,9  3,3 5,3 17,1 23,0 29,6  17,8 
1‐1,5  Jumlah  12  5 11 18 19 25  32 
  %  9,8  4,1 9,0 14,8 15,6 20,5  26,2 
1,5‐2,5  Jumlah  8  5 11 37 47 22  40 
  %  4,7  2,9 6,5 21,8 27,6 12,9  23,5 
2,5‐3,5  Jumlah  2  1 6 30 26 23  11 
  %  2,0  1,0 6,1 30,3 26,3 23,2  11,1 
3,5‐4,5  Jumlah  1  1 1 10 14 14  13 
  %  1,9  1,9 1,9 18,5 25,9 25,9  24,1 
>4,5  Jumlah  1  0 0 14 4 4  7 

65 
 
 

Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 
Pendapatan  
(x Rp.1.000.000,‐) 
1x/th  1x/6bln 1x/3bln 1x/bln 1x/mg 2x/mg  1x/h 

  %  3,3  0,0 0,0 46,7 13,3 13,3  23,3 


Jumlah  Jumlah  34  20 39 144 160 165  140 
  %  4,8  2,8 5,6 20,5 22,8 23,5  19,9 

 
Gambar 4.1.27  Tingkat Pendapatan terhadap Kunjungan ke Perpustakaan 

4.1.5 Kunjungan ke Perpustakaan 
Sebagian besar responden tahu bahwa di kota tempat mereka tinggal tersedia
perpustakaan umum (83,8 %), walaupun ada juga yang mengatakan bahwa di kota
tempat mereka tinggal tidak ada perpustakaan umum (5,4 %) dan bahkan ada yang
tidak tahu bahwa di kotanya ada perpustakaan umum (8,8 %). Sisanya sebesar 2 %
tidak menjawab pertanyaan ini. Walaupun sebagian besar dari mereka tahu bahwa di
kotanya tersedia perpustakaan umum, namun jumlah yang berkunjung ke perpustakaan
umum belum menggembirakan. Hanya 43,3 % saja dari jumlah responden yang
mengaku sering berkunjung ke perpustakaan umum, sebanyak 48,8 % mengaku jarang

66 
 
 

berkunjung ke perpustakaan umum, sedangkan sisanya (7,9 %) tidak menjawab


pertanyaan ini. Frekuensi berkunjung ke perpustakaan umum yang paling banyak
adalah sekali dalam satu minggu (13,8 %) kemudian diikuti masing-masing oleh sekali
dalam seminggu (13,5 %), sekali dalam sebulan (10,5 %). Namun ada juga yang
berkunjung setiap hari ke perpustakaan umum dengan jumlah responden hanya 8,8 %.
Jumlah responden yang berkunjung ke perpustakaan umum hanya sekali dalam tiga
bulan atau bahkan lebih sebesar 8,4 %, sedangkan sebanyak 44,9 % responden tidak
menjawab pertanyaan ini.
Pada umumnya responden datang sendirian ke perpustakaan (52,3 %), dan
hanya sebagian kecil mengajak isteri (2,5 %), dan membawa anak (7,1 %), sedangkan
sisanya sebanyak 38 % responden tidak menjawab. Namun demikian mereka mengaku
memberitahu orang lain bahwa di kota tempat mereka tinggal ada perpustakaan (82,3
%), dan hanya sebagian saja yang tidak memberitahu orang lain yaitu sebanyak 10,3 %,
sedangkan sisanya tidak menjawab (7,4 %).
Tabel 4.1.26 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum
terlalu jauh

tidak pernah

sibuk

Malas

Alasan lain
sendiri di

dan sudah tua


Punya buku

Bukunya

berganti

Tidak ada
waktu karena

membaca
rumah

Jaraknya

tidak menarik

Koleksinya

Kelompok   Tidak sering


Responden 

Mahasiswa  15  37 18 17 24 4  9  10
Siswa SMU  24  147 15 11 54 14  44  16
Siswa SMP  47  126 13 15 50 16  21  20
Siswa SD  109  132 7 24 56 13  16  12
Ibu Rmh Tgg  3  29 4 1 37 18  31  2
Pedagang  0  7 5 1 50 21  5  1
Dosen  10  4 4 1 7 0  1  1
Petani  3  8 0 0 28 16  3  0
Peg Swasta  7  20 8 4 41 4  3  6
PNS  9  11 7 2 34 8  3  2
Guru  8  14 3 2 16 0  0  1
Polri  4  7 2 1 20 4  5  2
Buruh  2  9 0 0 28 21  11  0
Jumlah  241  551 86 79 445 139  152  73
persentase 8,8  20,1 3,1 2,9 16,2 5,1  5,5  2,7

67 
 
 

Gambar 4.1.28  Grafik Sebaran Alasan Tidak Berkunjung ke Perpustakaan 
Dari responden yang jarang atau tidak datang ke perpustakaan (lihat tabel
4.1.26) diperoleh alasan bahwa jarak perpustakaan terlalu jauh dari tempat tinggal
mereka (20,1 %), tidak ada waktu karena sibuk (16,2 %), sudah memiliki koleksi sendiri
di rumah (8,8 %), malas (5,5 %), tidak sering membaca (5,1 %), bukunya tidak menarik
dan sudah tua (3,1 %), koleksinya tidak pernah berganti (2,9 %) dan karena alasan lain
(2,7 %), serta ada responden yang tidak menjawab sebanyak 35,7 %. Alasan jarak
merupakan alasan paling banyak dipilih oleh responden. Untuk mengatasi masalah
jarak antara pemukiman penduduk dengan lokasi perpustakaan umum maka perlu
diperbanyak perpustakaan keliling, atau dengan kata lain mendekatkan perpustakaan
kepada lokasi tempat tinggal pengguna perpustakaan.
Yang agak mengejutkan adalah adanya responden yang tidak datang ke
perpustakaan dengan alasan tidak ada waktu karena sibuk. Jika alasan ini dikemukakan
oleh responden yang berprofesi seperti pedagang dan sejenisnya mungkin dapat
dimengerti, namun bila alasan ini dinyatakan oleh kelompok mahasiswa dan pelajar
maka sepertinya alasan ini kurang dapat diterima dan terkesan dibuat-buat. Ini
merupakan bukti bahwa minat baca yang ditunjukkan dengan frekuensi datang ke
perpustakaan memang rendah. Beberapa responden memberi alasan bahwa tidak
datang ke perpustakaan karena mereka memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya.
Nampaknya alasan ini dapat diterima. Namun bila dianalisa lebih mendalam,

68 
 
 

sesungguhnya sulit bagi seseorang atau individu yang memiliki kegemaran membaca
yang tinggi dapat memenuhi sendiri segala kebutuhan bahan bacaannya. Untuk itu
orang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi biasanya akan datang ke
perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasoetion (1992) yang menyatakan
bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengumpulkan kepustakaan (buku) yang
berhubungan dengan minatnya sebagai milik pribadi di rumah. Itulah sebabnya
perpustakaan umum adalah sarana penunjang pengembang ilmu dan penelitian yang
sangat penting. Yang perlu disediakan di rumah hanyalah sumber-sumber rujukan yang
diperlukan sewaktu-waktu1. Alasan bahwa responden sudah memiliki buku sendiri di
rumahnya terkesan mengada-ada. Hal ini terlihat dari data kepemilikan buku dimana
responden memiliki koleksi buku kurang dari 10 judul (termasuk yang tidak punya
buku) adalah sebesar 55,68 % responden, memiliki buku antara 10 – 50 judul hanya
sebesar 25,97 %, dan yang memiliki koleksi diatas 50 judul jumlahnya sangat sedikit
yaitu 6,77 % rsponden. Dengan demikian alasan tidak datang ke perpustakaan karena
sudah memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya menjadi kurang bermakna. Alasan ini
kemudian malah memperkuat pernyataan bahwa minat dan kegemaran membaca
masyarakat Indonesia masih rendah.
4.1.6 Bahan Bacaan yang Disukai Responden 
Menurut Razak (2004) yang lebih penting dalam mengukur lama membaca
seseorang adalah proses yang mendorong kegiatan membaca seseorang dimana
kegiatan membaca tersebut didorong oleh keinginan atau motivasi yang keluar dari
dirinya, bukan karena dipaksa seperti disuruh oleh guru atau merupakan kewajiban dari
sekolah. Jadi bacaannya bisa apa, yang penting bukan buku pelajaran yang menjadi
kewajiban sekolah. Bahkan menurut Razak, membaca headline di surat kabar,
membaca ringkasan cerita di toko buku ketika memilih buku yang akan dibeli, termasuk
membaca. Lebih jauh Razak menyatakan dalam mengukur waktu membaca adalah:
“Waktu yang dicatat hanyalah waktu yang digunakan untuk membaca buku di luar
lingkungan sekolah, seperti di rumah, perpustakaan (bukan perpustakaan sekolah),
toko buku, pameran buku, rumah teman, atau tempat-tempat lainnya.”

                                                            
1
Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja.
Jakarta: Grasindo, 1992. hal 62.

69 
 
 

Untuk mempermudah dalam memperoleh jenis bacaan yang dibaca oleh


responden maka penelitian ini mengelompokkan bahan bacaan kedalam empat macam
yaitu koran, majalah, buku dan komik. Responden dapat memilih lebih dari satu jenis
bahan bacaan. Hasil dari survei ini (lihat tabel 4.1.27) menunjukkan bahwa buku
merupakan bahan bacaan paling banyak dibaca (64,42 %) menyusul koran (55,24 %),
kemudian majalah (44,43 %) dan terakhir adalah komik (32,59 %).
Tabel 4.1.27 Bahan bacaan yang dibaca oleh responden 
 Responden  Koran  Majalah  Buku  Komik 
Mahasiswa  193 160 220 87 
Siswa SMU  232 253 261 229 
Siswa SMP  206 215 338 265 
Siswa SD  138 115 394 228 
Ibu Rumah Tangga  89 78 67 18 
Pedagang  75 29 32 1 
Dosen  73 59 69 4 
Petani/Nelayan  45 17 38 1 
Peg Swasta  123 88 93 26 
PNS  185 117 142 15 
Guru  90 56 79 9 
TNI/Polri  49 24 18 5 
Buruh  19 9 18 7 
Jumlah  1517 1220 1769 895 
%  55,24 44,43 64,42 32,59 

70 
 
 

Gambar 4.1.29  Grafik Sebaran Bacaan yang Digemari untuk Dibaca 
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden memilih
bacaan yang serius atau responden tersebut membaca dalam artian yang sebenarnya
yaitu untuk menimba ilmu dari bahan bacaan yang dibacanya. Responden yang memilih
buku sebagai bahan bacaan sebagian besar adalah mahasiswa dan siswa (SD, SMP,
SMA). Guru dan Dosen yang diperkirakan banyak membaca buku, ternyata lebih
banyak membaca koran. Sedangkan profesi yang lain seperti ibu rumah tangga,
pedagang, petani, pegawai swasta, pegawai negeri sipil, TNI/Polri dan juga buruh,
sudah dapat diduga bahwa mereka akan memilih koran sebagai bacaan yang lebih
banyak dibaca, sebab mereka memerlukan informasi mengenai perkembangan bisnis
yang menjadi kompetensinya dan juga untuk mendapatkan berita dan hiburan.
Membaca seperti itu termasuk kategori hanya ingin tahu sesuatu sehingga terbatas
membaca surat kabar saja. Ibu rumah tangga memilih koran dan majalah sebagai
bacaan yang lebih disukainya. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar ibu
rumah tangga membaca untuk mendapatkan bacaan hiburan sehingga mereka memilih
koran (termasuk tabloit) dan majalah hiburan.

71 
 
 

Tabel 4.1.28  Durasi Membaca Koran, Majalah dan Buku  

1 – 2 jam  2 – 3 jam  3 – 4 jam  < 1 jam 1 – 2 jam 2 – 3 jam  > 3 jam


   per minggu  per minggu per minggu per hari per hari  per hari  per hari

117  41 35 1080 478 79  54


Baca Koran 
4,26 %  1,49 % 1,27 % 39,33 % 17,41 % 2,88 %  1,97 %
159  49 41 757 448 102  61
Baca Majalah 
5,79 %  1,78 % 1,49 % 27,57 % 16,31 % 3,71 %  2,22 %
69  40 44 609 840 245  240
Baca Buku 
2,51 %  1,46 % 1,60 % 22,18 % 30,59 % 8,92 %  8,74 %

Gambar 4.1.30  Grafik Sebaran Lama Membaca untuk Beragam Jenis Bacaan 
Kegiatan membaca koran dilakukan kurang dari satu jam setiap hari oleh
sebagian besar responden (39,33 %), dan antara 1 – 2 jam setiap hari (17,41 %). Namun
ada juga yang membaca koran lebih dari 2 jam setiap hari yaitu antara 2 – 3 jam (2,88
%), bahkan lebih dari 3 jam setiap hari (1,97 %). Hal ini tidak lazim dilakukan. Hal yang
sama terjadi pada membaca majalah yaitu rata-rata responden membaca majalah
antara kurang dari satu jam setiap hari (27,57 %), dan 1 – 2 jam setiap hari (16,31 %).
Membaca majalah lebih dari dua atau bahkan lebih dari 3 jam setiap hari tidak biasa
dilakukan orang, namun demikian ada responden yang membaca majalah lebih dari 3

72 
 
 

jam setiap hari (2,22 %). Sebaliknya, membaca buku biasanya dilakukan lebih lama
dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Namun pada kasus ini kelompok
responden yang membaca buku lebih dari 1 jam setiap hari ternyata tidak terlalu banyak
yaitu hanya sebesar 30,59 % dan yang membaca buku kurang dari 1 jam setiap hari
sebesar 22,18 %. Yang agak mengherankan adalah membaca buku antara 1 – 4 jam per
minggu yang dilakukan oleh 5,57 % responden merupakan hal yang kurang lazim,
karena biasanya membaca buku (untuk mengerti isi buku tersebut) merupakan kegiatan
yang dilakukan secara terus menerus tanpa terputus sampai buku tersebut selesai
(tamat) dibaca.

 
Gambar 4.1.31  Grafik Sebaran Topik Bacaan yang Digemari  

Bahan bacaan yang paling populer adalah ilmu pengetahuan yaitu dipilih oleh
50,07 % responden, diikuti dengan bacaan kelompok buku agama yang dipilih oleh
45,81 % responden, kemudian bacaan pengetahuan populer oleh 24,29 % responden,
fiksi oleh 20,83 % responden, dan terakhir bacaan lain-lain dipilih oleh 17,99 %
responden. Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya di lokasi penelitian,
tidak begitu menyukai fiksi/sastra. Hal ini memperkuat pernyataan Taufik Ismail yang
menyatakan bahwa sejak tahun 1943 sekolah-sekolah SMA di Indonesia tidak pernah
mewajibkan siswanya membaca buku-buku sastra. Dikatakan demikian oleh Taufik

73 
 
 

Ismail karena di sekolah-sekolah SMA buku sastra (1) tak disebut di kurikulum, (2)
dibaca cuma ringkasannya, (3) siswa tak menulis mengenainya, (4) tidak ada di
perpustakaan sekolah, dan (5) tidak diujikan2. Jika siswa diberi tugas wajib untuk
membaca buku sastra, maka diharapkan hal ini mendorong siswa tersebut untuk
membaca karya-karya sastra yang lain.
Untuk membaca buku, sebagian besar responden mengaku membeli (67,6 %),
diikuti dengan meminjam dari meminjam dari teman (37,6 %), perpustakaan umum
(36,3 %), dan meminjam dari kantor atau pejabat pemerintah (8,5 %).
Tabel 4.1.29  Gambaran Perolehan Buku Responden sebagai Bahan Bacaan 
Meminjam
Meminjam Meminjam dari  
dari Kantor/ 
Membeli  dari  perpustakaan  
  Pejabat/aparat 
Teman  umum 
pemerintah 
 Jumlah  1783 1154 224 958 
% responden  64,93 42,02 8,16 34,89 

Gambar 4.1.32  Grafik Sebaran Sumber Perolehan Bahan Bacaan  

                                                            
2
Taufik Ismail (2005). Tragedi Nol Buku Tragedi Kita Bersama. Makalah Rapat Kerja
Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia, Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, tanggal 31
Mei 2005.

74 
 
 

Dari tabel 4.1.29 ini menunjukkan bahwa peran perpustakaan umum belum
optimal sebab belum banyak responden yang memanfaatkan perpustakaan untuk
memenuhi kebutuhan bahan bacaannya. Malah responden lebih banyak membeli
daripada memanfaatkan perpustakaan umum.
Perhatian terhadap penyediaan buku untuk meningkatkan minat baca
masyarakat ini sudah diberikan oleh Pemerintah Pusat, salah satunya melalui
Departemen Pendidikan Nasional dalam hal ini ditangani oleh Direktorat Jenderal
Pendidikan Luar Sekolah yang pada tahun 2007 menyediakan dana sebesar Rp. 90
milyar untuk peningkatan budaya baca masyarakat Indonesia. Dari dana tersebut 60 %
diberikan dalam bentuk block grant yang disalurkan berdasarkan proposal ke
Pemerintah Daerah melalui Pemerintah Provinsi. Dana tersebut untuk mensubsidi
taman bacaan masyarakat yang jumlahnya tidak kurang dari 6.000 unit. Setiap taman
bacaan masyarakat mendapatkan subsidi antara Rp. 5 juta sampai Rp. 40 juta untuk
pengadaan koleksi taman bacaannya (perpustakaan). Tahun-tahun sebelumnya
Pemerintah Pusat juga telah mengucurkan dana bantuan serupa, misalnya pada tahun
2005 sebesar Rp. 8,5 milyar dan pada tahun 2006 naik menjadi Rp. 40 milyar3.
4.1.7  Korelasi Karakteristik Responden dengan Minat Baca 
Secara ringkas pada tabel dan grafik berikut dapat dilihat hubungan karakteristik
responden (umur, pendidikan, pendapatan) dengan minat baca (durasi membaca,
frekuensi membaca dan korbanan) untuk data gabungan tiga kota (Makassar,
Pekanbaru dan Banjarmasin) adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1. 30 Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca


Minat Baca 
Karakteristik 
Korbanan 
Responden  Durasi Baca  Frekuensi baca 
Beli buku  Pemilikan buku 
Umur  -0,031  -0,022 0,130** 0,176** 
Pendidikan  0,008  -0,011 0,152** 0,267** 
Pendapatan  0,134**  0,231** 0,225** 0,386** 
** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).
* Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah).

                                                            
3
Taman Bacaan Jadi Prioritas. Kompas, Kamis 12 Juli 2007.

75 
 
 

Pada grafik berikut jelas tergambar hubungan korelasi yang dimaksud.


MODEL: MOD_1.
Independent: belibuku
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
umur_1 LIN ,011 1947 21,01 ,000 2,8275 ,1692
pddkn_1 LIN ,019 1947 38,51 ,000 2,8846 ,2192

Umur Pendidikan

7.00 Observed
7.00 Observed
Linear
Linear

6.00
6.00

5.00
5.00

4.00

4.00

3.00

3.00

2.00

2.00
1.00

1.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00


Beli buku
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Beli buku

Gambar a. Grafik Plot data ordinal hubungan  Gambar b. Grafik Plot data ordinal hubungan 


Karakteristik Personal terhadap Minat Baca   Karakteristik Personal terhadap Minat Baca 
komponen Umur dengan  Anggaran beli buku, r =  komponen Pendidikan dengan Anggaran beli 
0,130 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).  Ini  buku, r = 0,152 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji 
berarti semakin tinggi umur terdapat kecenderungan  dua arah). Ini berarti semakin tinggi pendidikan 
semakin banyak anggaran untuk membeli buku.  terdapat kecenderungan  semakin banyak 
anggaran untuk membeli buku. 

Gambar 4.1.33 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Beli Buku

76 
 
 

MODEL: MOD_2.
Independent: jmlkoleksi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
umur_1 LIN ,041 2459 104,93 ,000 2,6506 ,2604
pddkn_1 LIN ,117 2459 325,43 ,000 2,3412 ,4063

Umur Pendidikan

Observed 7.00 Observed


7.00
Linear Linear

6.00 6.00

5.00 5.00

4.00 4.00

3.00 3.00

2.00 2.00

1.00
1.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00


1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Pemilikan buku Pemilikan buku

Gambar a. Grafik Plot data ordinal hubungan  Gambar b. Grafik Plot data ordinal hubungan 
Karakteristik Personal terhadap Minat Baca   Karakteristik Personal terhadap Minat Baca 
komponen Umur dengan  Pemilikan buku, r = 0,176  komponen Pendidikan dengan Pemilikan buku, r = 
berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).  Ini berarti   0,267 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).  
semakin tinggi umur terdapat kecenderungan semakin  Ini berarti semakin tinggi pendidikan terdapat 
banyak koleksi buku yang dimiliki.  kecenderungan semakin banyak koleksi buku yang 
dimiliki. 

Gambar 4.1.34 Grafik Model Data Plot Umur, Pendidikan terhadap Pemilikan Buku

77 
 
 

MODEL: MOD_3. MODEL: MOD_4.


Independent: durasi Independent: frekuensi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
pdptn_1 LIN ,015 1088 16,19 ,000 2,8678 ,1367 pdptn_1 LIN ,051 691 36,79 ,000 2,9687 ,1903

Pendapatan Pendapatan

7.00 Observed 7.00 Observed


Linear Linear

6.00 6.00

5.00 5.00

4.00 4.00

3.00 3.00

2.00 2.00

1.00 1.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Durasi baca Frekuensi baca

Gambar a. Grafik Plot data ordinal hubungan  Gambar b. Grafik Plot data ordinal hubungan 
Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen  Karakteristik Personal terhadap Minat Baca 
Pendapatan dengan  Durasi membaca, r = 0,134  komponen Pendapatan dengan Frekuensi baca, r 
berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti  = 0,231 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua 
semakin banyak pendapatan terdapat kecenderungan  arah).  Ini berarti semakin banyak pendapatan 
semakin lama membaca  terdapat kecenderungan  semakin besar frekuensi 
membaca. 

Gambar 4.1.35 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Durasi dan Frekuensi Baca

78 
 
 

MODEL: MOD_5. MODEL: MOD_6.


Independent: belibuku Independent: jmlkoleksi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
pdptn_1 LIN ,053 747 42,19 ,000 3,1870 ,2996 pdptn_1 LIN ,179 1043 227,78 ,000 2,5428 ,3799

Pendapatan Pendapatan

7.00 Observed Observed


7.00
Linear Linear

6.00 6.00

5.00 5.00

4.00
4.00

3.00
3.00

2.00
2.00

1.00
1.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00


1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Beli buku
Pemilikan buku

Gambar a. Grafik Plot data ordinal hubungan  Gambar b. Grafik Plot data ordinal hubungan 
Karakteristik Personal terhadap Minat Baca komponen  Karakteristik Personal terhadap Minat Baca 
Pendapatan dengan  Anggaran beli buku, r = 0,225  komponen Pendapatan dengan Pemilikan buku, r 
berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).  Ini berarti  = 0,386 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua 
semakin banyak pendapatan terdapat kecenderungan  arah).  Ini berarti adalah semakin banyak 
semakin banyak anggarang untuk membeli buku.  pendapatan terdapat kecenderungan semakin 
banyak buku yang dimiliki. 

Gambar 4.1.36 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Beli dan Pemilikan Buku

Dari tabel dan grafik diatas dapat disimpulkan hal-hal berikut:


1. Terdapat korelasi nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan durasi
membaca. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin singkat durasi
membacanya. Ini mungkin berhubungan dengan daya tahan tubuh.
2. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan frekuensi membaca.
3. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan membeli
bahan bacaan.
4. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korban pemilikan
buku.
5. Terdapat korelasi nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan durasi
membaca.

79 
 
 

6. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan frekuensi
membaca.
7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
membeli bahan bacaan.
8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
memiliki bahan bacaan.
9. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan durasi
membaca.
10. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan frekuensi
membaca.
11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan
membeli bahan bacaan.
12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan
memiliki bahan bacaan.

Tabel 4.1.31 Hasil Rataan Skor Minat Baca Tiga Kota

Variabel Minat Baca Responden Total Skor Rata-rata Skor


Rata-rata durasi membaca 2495 12142 4,87
Rata-rata korbanan uang 1949 3239 1,67
Rata-rata pemilikan buku 2461 5966 2,42
Rata-rata frekuensi membaca 1518 5373 3,54
Rata-rata total minat baca 3,12

Tabel 4.1.32 Skor Kategori Tingkat Minat Baca

Skor Kategori Hasil rata-rata skor


1 Sangat rendah
2 Rendah
3 Agak sedang Mendekati agak sedang
4 Sedang (3,12)
5 Agak tinggi
6 Tinggi
7 Sangat tinggi

Dengan skala skor dan kategori dibuat tujuh sesuai dengan skala pada instrumen penelitian,
maka hasil pengolahan yang didapatkan menunjukkan bahwa skor rata-rata tingkat minat baca
masyarakat di tiga kota adalah di bawah sedang.

80 
 
4.2. Makassar 

4.2.1 Gambaran Umum Responden Kota Makassar 
Jumlah kuesioner yang disebarkan sebanyak 1000 unit di kota Makassar, namun
yang kembali sebesar 927 (92,7 %). Sampel terdiri dari 401 laki-laki (43,92 %) dan
perempuan sebanyak 512 (56,08 %). 14 (0,15 %) responden tidak mengisi jenis kelamin.
Sampel tersebut terdiri dari beberapa kelompok profesi yaitu 100 orang Mahasiswa
(6,36 %), 54 orang pegawai swasta (5,82 %), 18 orang petani (1,94 %), 89 orang ibu
rumah tangga (9,60 %), 46 orang pedagang (4,96 %), 24 orang dosen (2,59 %), 150
orang siswa SD (16,18 %), 138 orang siswa SMP (14,89 %), 140 orang siswa SMU (15,10
%), 59 orang pegawai negeri sipil (6,36 %), 41 orang guru (4,42), 31 orang anggota
TNI/Polri (3,03 %), dan 22 orang buruh (2,37 %). Sebagian besar responden yang
terjaring merupakan penduduk asli Kota Makassar atau setidaknya lahir di kota
Makassar yaitu sebesar 689 responden (74,33 %), sebesar 226 responden lainnya (24,38
%) mengaku sebagai pendatang, sedangkan sisanya sebesar 13 responden (1,29 %) tidak
menjawab. Umumnya pendatang atau perantau ini sudah tinggal di kota Makassar
antara kurang dari 5 tahun sampai lebih dari 25 tahun.
Dari aspek status dalam rumah tangga, responden dapat dibagi menjadi 178
orang (19,20 %) berstatus sebagai ayah, 162 orang (17,48 %) berstatus sebagai Ibu,
sedangkan sisanya sebanyak 584 orang (63,00 %) berstatus sebagai anak, sedangkan
tiga orang tidak menjawab status yang bersangkutan.

Tabel 4.2.1  Responden berdasarkan jenis kelamin 
Kelompok Responden Laki‐laki Perempuan Jumlah % 
Mahasiswa  34 66 100 10,79 
Pegawai Swasta  37 17 54 5,83 
Petani  18 0 18 1,94 
Ibu Rumah Tangga  0 89 89 9,60 
Pedagang  31 15 46 4,96 
Dosen  16 8 24 2,59 
Siswa SD  67 85 152 16,18 

81 
 
Kelompok Responden Laki‐laki Perempuan Jumlah % 
Siswa SMP  55 83 138 14,89 
Siswa SMU  52 87 139 15,10 
PNS  23 36 59 6,36 
Guru  16 25 41 4,22 
TNI/Polri  31 0 31 3,34 
Buruh  21 1 22 2,37 
Jumlah  401 512 913  
 
Sedangkan dari ke segi kelompok umur, responden terbagi menurut kelompok
umur kurang dari 12 tahun (diperkiraan berusia siswa SD) yaitu sebanyak 169 orang
(18,23 %), kelompok umur 13 tahun sampai dengan 15 tahun (diperkirakan usia siswa
SLTP) sebanyak 112 orang (12,08 %), kelompok umur 16 tahun sampai dengan 18 tahun
(diperkirakan usia siswa SLTA) sebesar 155 orang (16,72 %), kelompok umur 19 tahun
sampai dengan 23 tahun (diperkirakan usia mahasiswa) sebesar 103 orang (11,11 %),
kelompok umur 24 tahun sampai dengan 40 tahun sebanyak 213 orang (22,98 %),
kelompok umur 41 tahun sampai dengan 55 tahun (usia tenaga kerja tua) sebanyak 136
orang (16,67 %), dan terakhir yang berusia lebih dari 56 tahun (usia tidak produktif atau
pensiunan) sebanyak 20 orang (2,16 %). Sebanyak 19 orang (2,05 %) responden tidak
mengisi pertanyaan mengenai umur.

Tabel 4.2.2 Responden Makassar Berdasarkan Kelompok Umur 
Umur (tahun) 
Kelompok  Jumlah 
< 12 th  13‐15  16‐18  19‐23  24‐40  41‐55  >56 
Mahasiswa  0  0 18 58 22 0 1 99 
Pegawai Swasta  0  0 2 10 31 7 2 52 
Petani/Nelayan  0  1 1 4 19 5 2 32 
Ibu Rumah Tangga  0  3 2 14 34 29 5 87 
Pedagang  0  0 0 4 29 11 3 47 
Dosen  0  0 0 0 10 9 4 23 
Siswa SD  132  8 4 3 13 2 0 162 

82 
 
Umur (tahun) 
Kelompok  Jumlah 
< 12 th  13‐15  16‐18  19‐23  24‐40  41‐55  >56 
Siswa SMP  37  92 4 0 0 1 0 134 
Siswa SMU 0  8 121 0 1 2 0 132 
PNS  0  0 0 0 19 39 1 59 
Guru  0  0 2 1 7 21 1 32 
TNI/Polri  0  0 0 4 17 8 0 29 
Buruh  0  0 1 5 11 2 1 20 
Jumlah  169  112 155 103 213 136 20  908 

Dari data yang terkumpul, maka responden yang berasal dari kalangan anak
sekolah lebih besar yaitu 550 responden (59,33 %), yang sudah tidak bersekolah lagi
sebesar 337 responden (40,67 %), sedangkan sisanya sebesar 56 responden (6,04 %)
tidak menjawab apakah mereka masih berstatus masih sekolah atau sudah bekerja.
Responden yang masih sekolah terdiri dari siswa sekolah dasar atau SD sebesar 151
responden (16,29 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 135
responden (14,56 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebesar 154
responden (16,61 %), mahasiswa sebesar 110 responden (11,87 %). Dari keseluruhan
responden yang mengaku sebagai masih bersekolah, sebanyak 45 (4,85 %) responden
menjawab selain bekerja, mereka juga berstatus pelajar atau mahasiswa.
Gambar 4.2.1 berikut menunjukkan kondisi responden dalam hal pendidikan.
Responden yang tidak tamat SD sebesar 102 responden (11,00 %), tamat SD sebanyak
118 responden (12,73 %), tamat SLTP sebanyak 177 reponden (19,09 %), tamat SLTA
sebesar 211 responden (22,76 %), diploma sebesar 56 responden (5,61 %), sarjana
sebesar 148 responden (15,97 %), dan pascasarjana atau bergelar S2 dan atau S3 sebesar
38 responden (4,10 %). Sebanyak 81 (8,74 %) responden tidak mengisi pertanyaan
mengenai latar belakang pendidikan mereka.

83 
 
 
Gambar 4.2.1 Grafik Sebaran tingkat pendidikan responden 
Dari aspek profesi responden diharapkan dapat mewakili sebanyak mungkin
profesi. Kelompok responden tersebut terdiri atas pegawai negeri sebesar 59 responden
(63,65 %), pegawai swasta sebesar 54 (58,25 %)responden, pedagang sebesar 46
responden (49,62 %), TNI/Polri sebesar 31 responden (48,54 %), petani dan nelayan
sebesar 33 responden (3,56 %), wiraswastawan sebesar 46 responden (4,96 %),
wartawan sebesar 1 responden (0,10 %), buruh sebesar 22 responden (2,37 %), dan
profesi lainnya yang tidak termasuk kategori tersebut sebesar 571 responden (61,60 %).
Pendapatan responden tersebar dari pendapatan kurang dari 500 ribu rupiah per
bulan sampai kepada yang berpendapatan lebih ari 4,5 juta rupiah setiap bulan.
Sebagian terbesar responden berpendapatan antara 500 ribu sampai 2,5 juta rupiah per
bulan. Sebaran responden menurut tingkat pendapatan digambarkan pada tabel 4.2.3
dan grafik 4.2.2.

Tabel 4.2.3  Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan  per Bulan 
Lebih dari 
500 rb – 1 

lebih dari 
Lebih dar 
Lebih 1 jt 

Lebih 1,5 
jt – 2,5 jt 
dari 500 
Kurang 

Kelompok 
– 1,5 jt 

2,5 jt – 

3,5 jt – 
3,5 jt 

4,5 jt 

4,5 jt 
ribu 

Responden 
juta 

Mahasiswa  11  16  8  4  2  1  0 


Pegawai Swasta  1  5  11  17  6  5  2 
Petani/Nelayan  6  12  12  2  0  0  0 

84 
 
Lebih dari 
500 rb – 1 

lebih dari 
Lebih dar 
Lebih 1 jt 

Lebih 1,5 
jt – 2,5 jt 
dari 500 
Kurang 
Kelompok 

– 1,5 jt 

2,5 jt – 

3,5 jt – 
3,5 jt 

4,5 jt 

4,5 jt 
ribu 
Responden 

juta 
Ibu Rumah Tangga  1  5  17  37  11  4  4 
Pedagang  3  9  4  7  10  6  5 
Dosen  0  0  1  5  6  6  5 
PNS  0  3  9  26  11  7  3 
Guru  8  2  5  14  9  1  1 
TNI/Polri  0  3  2  15  9  1  0 
Buruh  0  18  3  0  0  0  0 
 Total  30  73  72  127  64  31  20 
 

 
Gambar 4.2.2 Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden 

Dari aspek jumlah anggota keluarga sebagian responden terdiri dari keluarga
dengan jumlah anggota keluarga sebesar 3 – 4 orang (352 responden) kemudian diikuti
berturut-turut dengan jumlah anggota keluarga 5 – 6 orang (358 responden), 7 – 8
orang (128 responden), kurang dari 2 orang (36 responden), dan yang terakhir adalah
keluarga besar yaitu dengan jumlah keluarga lebih dari 8 orang (44 responden).

85 
 
Sebanyak 9 (0,97%) responden tidak menjawab pertanyaan ini. Secara rinci kondisi
responden berdasarkan jumlah anggota dalam keluarga disajikan pada tabel 4.2.4.
Tabel 4.2.4  Sebaran Responden Berdasarkan Besarnya Anggota Keluarga 
 
Kurang  Lebih  
3 – 4  5 – 6  7 – 8 
Responden  dari 2  dari 8  
 orang orang orang
orang  orang 
Mahasiswa  2  19  48  21  9 
Pegawai Swasta  5  25  17  6  1 
Petani/Nelayan  0  18  11  2  0 
Ibu Rumah Tangga 6  55  20  6  2 
Pedagang  2  24  13  4  4 
Dosen  1  12  12  0  0 
Siswa SD  4  54  58  28  13 
Siswa SMP  6  39  60  22  5 
Siswa SMU  1  35  65  28  8 
PNS  3  23  23  8  2 
Guru  1  24  11  1  0 
TNI/Polri  3  12  13  1  0 
Buruh  2  12  7  1  0 
 Jumlah  36  352  358  128  44 
Persen  3,92  38,34  39,00  13,94  4,79 
 
Pada umumnya responden termasuk kelompok masyarakat yang cukup maju
dalam mencari informasi. Hal ini dicerminkan dari fasilitas informasi untuk melakukan
akses ke luar. Umumnya mereka memiliki pesawat radio, pesawat televisi, pemutar
video/vcd/dvd, komputer. Sebagian dari mereka bahkan memiliki akses ke internet.
Sedangkan media cetak yang mereka miliki cukup banyak adalah koran dan majalah.
Fasilitas tersebut selain digunakan untuk mendapatkan informasi dari luar, juga
digunakan sebagai sarana hiburan. Tabel 4.2.5 memperlihatkan sebaran responden
dalam hal kepemilikan fasilitas informasi.

86 
 
Tabel 4.2.5  Kepemilikan fasilitas media informasi 

Fasilitas informasi yang dimiliki 

Responden  Pesawat  Pesawat Video/  Koneksi ke 


Komputer Koran  Majalah
Radio  TV  VCD/DVD Internet 

Mahasiswa  62  72  39  37  8  38  34 


Pegawai Swasta  42  50  37  21  4  20  8 
Petani/Nelayan  26  27  5  0  0  2  1 
Ibu Rumah Tangga  61  85  53  23  3  21  13 
Pedagang  37  40  29  17  4  21  15 
Dosen  20  24  18  18  8  17  11 
Siswa SD  58  109  64  49  18  90  71 
Siswa SMP  75  116  85  45  6  63  48 
Siswa SMU  109  123  81  61  16  78  56 
PNS  41  55  32  30  3  26  17 
Guru  24  35  26  17  3  23  7 
Polri  24  30  17  11  3  12  6 
Buruh  15  22  1  0  0  0  0 
 Jumlah  594  788  487  329  76  411  287 
Persen dari Responden  64,08  85,01  52,54  35,94  8,20  44,34  30,96 
 

 
Gambar 4.2.3  Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi 
 
 

87 
 
4.2.2  Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang 
Dalam mengisi waktu luang sebagian besar responden mengaku melakukan
kegiatan membaca dan menonton televisi/video/vcd. Sebagian lagi mengatakan mengisi
waktu luangnya dengan mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Kegiatan membaca
dan menonton dilakukan seimbang oleh sebagian besar responden yaitu membaca oleh
723 responden atau sebesar 80,24 % dari total responden, dan sebanyak 702 responden
atau 77,91 % dari total responden melakukan kegiatan menonton dalam mengisi waktu
luangnya. Penggunaan radio sebagai alat untuk mengisi waktu luang juga cukup banyak
dilakukan yaitu oleh 382 responden (42,40 % terhadap total responden). Sedangkan
rekreasi adalah kegiatan yang paling sedikit dilakukan oleh responden dalam mengisi
waktu luang yaitu hanya dilakukan oleh sebanyak 267 responden atau 29,63 % terhadap
total responden. Dari tabel dapat dilihat bahwa profesi yang memang menuntut
kegiatan membaca seperti dosen, mahasiswa serta pelajar, maka membaca merupakan
kegiatan yang dilakukan mereka untuk mengisi waktu luangnya. Dosen menyatakan
bahwa membaca, menonton televisi dan mendengarkan siaran radio merupakan
kegiatan yang dilakukan setiap saat bila mereka memiliki waktu luang. Hal ini tidak
tentu saja mengherankan, karena profesi dosen memang menuntut harus selalu
memperbaharui pengetahuannya antara lain melalui media tersebut. Dari 25
responden dosen, hanya 8 responden saja yang mengisi waktu luangnya dengan
rekreasi selain membaca, menonton televisi dan mendengarkan siaran radio.
Mahasiswa dan pelajar, guru, serta PNS menyatakan mengisi waktu luang mereka
dengan membaca dan menonton televisi lebih tinggi dibandingkan dengan
mendengarkan mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Sebagian profesi ini tetap
menempatkan membaca adalah kegiatan dominan. Data yang perlu mendapat
perhatian adalah pada pelajar SMU, yaitu mereka mengaku lebih suka menonton
televisi/video/VCD daripada membaca. Padahal profesi mereka sesungguhnya
menuntut kegiatan membaca secara intensif. Sudah dapat diduga bahwa profesi yang
tidak menuntut kegiatan membaca secara lebih intensif seperti ibu rumah tangga,
petani/nelayan, TNI/Polri, dan buruh, maka kegiatan menonton televisi/video/vcd
merupakan pilihan kegiatan yang lebih banyak dalam mengisi waktu luang mereka.

88 
 
Tabel 4.2.6  Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden dalam Melakukan Kegiatan 

Kelompok  Jumlah  Menonton TV/ Mendengarkan 


Membaca  Rekreasi 
Responden  responden  Video/VCD  Siaran Radio 
   
Resp  %  Resp  %  Resp  %  Resp  % 
Mahasiswa   100  87  87,00  67  67,00  54  54,00  15  15,00 
Pegawai Swasta  54  38  70,37  46  85,19  21  38,89  21  38,89 
Petani/Nelayan  18  17  94,44  26  144,44  13  72,22  4  22,22 
Ibu Rumah Tangga  89  64  71,91  78  87,64  20  22,47  17  19,10 
Pedagang  46  32  69,57  42  91,30  16  34,78  14  30,43 
Dosen  24  23  95,83  22  91,67  14  58,33  11  45,83 
Siswa SD  152  138  90,79  98  64,47  25  16,45  23  15,13 
Siswa SMP  138  125  90,58  92  66,67  57  41,30  17  12,32 
Siswa SMU  139  99  71,22  113  81,29  79  56,83  26  18,71 
PNS  59  53  89,83  53  89,83  27  45,76  14  23,73 
Guru  41  40  97,56  31  75,61  20  48,78  15  36,59 
TNI/Polri  31  28  90,32  27  87,10  9  29,03  14  45,16 
Buruh  22  6  27,27  20  90,91  6  27,27  0  0,00 
 Total  913  750     715     361     191    
 

Gambar 4.2.4   Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden 
Kegiatan ayah, ibu dan anak dalam membaca dan menonton kurang lebih
berpola sama. Pada ayah dan ibu frekuensi kegiatan menonton sedikit lebih tinggi,

89 
 
sedangkan pada anak frekuensi kegiatan membaca yang lebih tinggi. Ini tidak
mengherankan melihat mayoritas responden berasal dari kalangan pelajar yang masih
aktif sekolah. Jadi dapat diduga kegiatan membaca mereka ada kaitannya dengan
status mereka sebagai pelajar. Walaupun bagi sebagian masyarakat siaran radio masih
merupakan acara yang menarik, namun penggemar siaran radio ini sudah dikalahkan
oleh kegiatan menonton televisi. Rata-rata masyarakat melakukan aktifitas
mendengarkan siaran radio hanya setengah dari melakukan kegiatan membaca maupun
menonton televisi.
Tabel 4.2.7  Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang 

Dengarkan 
Responden  Baca  Nonton  Rekreasi 
radio 

Ayah (192)  140 160 86 61 


  72,92% 83,33% 44,79% 31,77% 

Ibu (162)  138 108 39 29 


  85,19% 66,67% 24,07% 17,90% 

Anak (589)  485 453 204 107 


  82,34% 76,91% 34,63% 18,17% 

Gambar 4.2.5   Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status dalam Rumah Tangga 

90 
 
Walaupun dari pola frekuensi, kegiatan membaca dan menonton televisi nampak
seimbang, namun dari aspek lamanya melakukan kegiatan membaca dan menonton
maka kegiatan menonton dilakukan lebih lama oleh sebagian besar responden (lihat
grafik 4.2.3). Bahkan responden yang menonton lebih dari 2 jam sehari menduduki
jumlah terbesar (417 atau 45,23 % responden), sedangkan yang membaca lebih dari 2
jam sehari hanya sebesar 133 atau 27 % responden. Fakta ini memperkuat dugaan
bahwa umumnya masyarakat lebih senang menonton dari pada membaca.

 
 
Gambar 4.2.6  Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton 
 
Tabel 4.2.8  Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca 
Lama Membaca (B) dan Lama Menonton TV (N) 
Jenis Kelamin  > 3 j/hr  2 – 3 j/hr  1 – 2 j/hr  < 1 j/hr  3 – 4 j/mg  2 – 3 j/mg  1 – 2 j/mg 
B  N  B  N B N B N B N B  N  B  N
laki‐laki   79  75  50  91 132 163 59 61 13 10 11  8  4  4
perempuan  85  125  61  109 184 163 136 77 14 25 8  12  13  11
Total  164  200  111  200 316 326 195 138 27 35 19  20  17  15

Lebih jauh diperoleh fakta bahwa secara umum perempuan lebih banyak
memiliki waktu luang yang kemudian digunakan untuk membaca ataupun nonton

91 
 
televisi. Perempuan umumnya menonton televisi lebih lama dibandingkan dengan laki-
laki (lihat grafik 4.2.9).
Tabel 4.2.9 Hubungan antara jenis kelamin dengan lama membaca vs lama menonton 

> 3 j/hr  2 – 3 j/hr  1 – 2 j/hr  < 1 j/hr  3 – 4 j/mg  2 – 3 j/mg  1 – 2 j/mg 


laki‐laki (baca)  79  50  132  59  13  11  4 
Perempuan (baca)  85  61  184  136  14  8  13 
Laki‐laki (nonton)  75  91  163  61  10  8  4 
Perempuan (nonton)  125  109  163  77  25  12  11 
 

 
Gambar 4.2.7  Grafik Perbandingan Lama Membaca dengan Lama Menonton  
 
Tabel 4.2.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media

Terpaan (Exposure) Media


Karakteristik Waktu Luang (aktivitas
Responden membaca dan lain-lain) Radio Televisi
(durasi mendengar) (durasi menonton)

Umur -,247** -,115** -,075*

Pendidikan -,138** -,033 -,015

Pendapatan -,017 -,003 ,015


** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).
* Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah).

92 
 
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa umur berpengaruh nyata (memiliki korelasi
negatiff) terhadap aktifitas membaca dengan koefisien korelasi -0,247. Ini berarti
bahwa semakin tua umur seseorang aktifitas membaca dalam rangka mengisi waktu
luang akan semakin rendah. Padahal pada usia anak-anak waktu luangnya lebih banyak
digunakan untuk bermain, sedangkan pada usia semakin tua, biasanya makin banyak
waktu untuk diperlukan untuk beragam kegiatan yang menyita waktu. Menurut
literatur waktu bermain anak Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak
Amerika yang hanya 3 – 4 jam sehari, apalagi dengan anak-anak Korea yang hanya
memiliki waktu bermain sebanyak satu jam sehari1. Bahkan bagi anak-anak dari
keluarga ekonomi lemah sebagian waktu mereka digunakan untuk membantu orang
tuanya mencari uang tambahan bagu keluarga. Sedangkan waktu luang orang tua selain
digunakan untuk aktifitas membaca, juga digunakan untuk aktifitas menonton dan
mendengarkan radio, dan bahkan sebagian kecil juga menggunakan waktu luangnya
untuk berekreasi. Namun demikian umur tidak berpengaruh terhadap perilaku baik
mendengarkan radio maupun menonton (televisi/video/vcd). Koefisien korelasi antara
umur dengan mendengarkan radio hanya sebesar -0,115 berarti berkorelasi negatif
yang berarti makin tua umur makin jarang mendengar radio, sedangkan koefisien
korelasi antara umur dengan menonton -0,075 walau juga sangat lemah tetapi nyata
menurut uji statistik. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin jarang nonton
televisi.
Pendidikan pada responden Makasaar ternyata mempunyai hubungan negatif
tetapi nyata dengan penggunaan waktu luang untuk membaca yaitu dengan nilai
koefisien korelasi sebesar -0,138. Ini berarti semakin berpendidikan seseorang semakin
membutuhkan informasi untuk memenuhi kebutuhan menambah pengetahuan. Pada
siswa dan mahasiswa tentu kegiatan membaca harus menjadi kegiatan utama, begitu
juga pada profesi dosen dan guru. Oleh karena itu untuk meningkatkan minat dan
kegemaran membaca masyarakat, dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas
pendidikan. Penugasan-penugasan di sekolah dan di kampus akan mendorong
kebiasaan siswa dan mahasiswa untuk membaca sekalipun nantinya membaca tersebut
tidak ada hubungannya dengan penugasan dari guru dan dosen. Kebiasaan
                                                            
1
Minat Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat. Senin, 8 Maret 200.

93 
 
memecahkan masalah dengan cara mencari sumber informasi pada sumber-sumber
bacaan akan mendorong peningkatan minat dan kegemaran membaca. Selanjutnya
tabel tersebut menggambarkan bahwa pendidikan walaupun mempengaruhi kebiasaan
responden baik dalam mendengarkan radio maupun menonton televisi/video/vcd,
namun pengaruhnya sangat lemah. Walaupun koefisien korelasinya positif, namun
nilainya sangat lemah yaitu masing-masing -0,033 dan -0,015 untuk pendidikan
terhadap mendengarkan radio dan pendidikan terhadap menonton televisi/video/vcd.
Pendapatan seseorang tidak berpengaruh terhadap penggunaan waktu luang
yang digunakan untuk aktifitas membaca. Sebenarnya nilai koefisien korelasinya negatif
yakni 0,017 yang berarti ada hubungan negatif antara tingkat penghasilan dengan
aktifita membaca, namun karena nilainya sangat kecil yaitu mendekati nol, maka
pengaruh tersebut hampir tidak ada artinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pada masyarakat yang berpenghasilan baik rendah, sedang, maupun tinggi pola
membacanya sama saja. Sedangkan pengaruh penghasilan terhadap kebiasaan
mendengarkan radio malah negatif dengan nilai koefisien korelasi lebih tinggi (-0,003),
artinya walaupun pengaruhnya kecil, namun menunjukkan bahwa semakin tinggi
penghasilan seseorang, semakin jarang mendengarkan radio. Berbeda dengan waktu
yang mereka gunakan untuk mendengarkan radio yang cenderung negatif (terbalik),
waktu yang mereka gunakan untuk menonton televisi/video/vcd ternyata berpengaruh
positif atau berbanding lurus (walaupun sangat lemah) dengan nilai koefisien korelasi
sebesar 0,015. Artinya, semakin tinggi penghasilan seseorang, maka mereka akan
cenderung semakin sering melakukan aktifitas menonton.
 

4.2.3  Hubungan antara Kelompok Umur dengan Membaca 
Dari aspek umur diduga pada usia sekolah sampai mahasiswa (usia SD yaitu
kurang dari 12 tahun sampai usia mahasiswa yaitu sampai 23 tahun) responden
memiliki kebiasaan membaca yang tinggi. Diasumsikan demikian karena kegiatan
membaca merupakan tuntutan pendidikan. Pada usia kerja kebiasaan membaca ini
diduga akan menurun dan kemudian akan meningkat lagi pada usia tua, dimana pada
usia ini orang akan memiliki waktu luang yang banyak untuk membaca. Namun dari
data deskriptif yang diperoleh, asumsi ini tidak terjadi.

94 
 
Tabel 4.2.11  Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca 

Umur  Jumlah  1‐2 j/mg  2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/hr 1‐2 j/hr 2‐3 j/hr  > 3 j/hr


< 12 th  276  97  26 90 60 7 6  6
%  35,14  9,4 32,61 21,74 2,54 2,17  2,17
13‐15 th  35  0  1 8 6 0 0  1
%  0,00  2,86 22,86 17,14 0,00 0,00  2,86
16‐18 th  148  15  22 48 31 4 8  0
%  10,14  14,86 32,43 20,95 2,70 5,41  0,00
19‐23 th  88  18  11 27 23 6 1  1
%  20,45  12,50 30,68 26,14 6,82 1,14  1,14
24‐40 th  98  4  12 26 24 2 0  2
%  4,08  12,24 26,53 24,49 2,04 0,00  2,04
41‐55 th  56  3  4 26 14 0 1  0
%  5,36  7,14 46,43 25,00 0,00 1,79  0,00
> 55 th  30  0  0 0 0 0 0  0
%  0  0 0 0 0 0  0
Tidak isi  196  ‐  ‐ ‐ ‐ ‐ ‐  ‐
     
Total  927  32  14 27 215 374 107  72
 

 
Gambar 4.2.8  Grafik Perbandingan Lama Membaca Menurut Kelompok Umur 
 

95 
 
Tabel dan gambar diatas memperlihatkan bahwa membaca tidak dipengaruhi
oleh umur. Pola grafik dari semua kelompok umur responden terlihat hampir sama,
kecuali pada kelompok responden umur dibawah 12 tahun dan tara 19-23 tahun (umur
mahasiswa) yaitu sedikit responden pada korbanan waktu membaca rendah (dari 2 jam
sampai 3 jam setiap minggu), kemudian naik jumlahnya pada korbanan waktu
membaca sedang (antara 3 sampai 4 jam per minggu atau kurang lebih setengah jam
per hari), dan sangat sedikit responden pada korbanan waktu membaca yang tinggi
(lebih dari 3 jam sehari).
Korbanan waktu demikian dapat dikatakan sangat rendah karena masyarakat
yang kegemaran membacanya tinggi, mereka akan menghabiskan waktu membaca lebih
dari 3 jam setiap harinya.

 
Gambar 4.2.9  Grafik Korbanan waktu Rata‐rata dalam Membaca Responden Makassar 
 
Secara statistik hubungan antara umur dengan lama (durasi) membaca nyata
namun negatif walau kecil. Ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi yaitu hanya
sebesar -01,06 (Lihat tabel 4.3.12) yang didapatkan melalui uji Rank Spearman
menggunakan SPSS. Kenyataan ini tidak sesuai dengan hipotesa dimana seharusnya
semakin tinggi umur seseorang, semakin lama ia membaca. Hal ini terutama jika
dikaitkan dengan aktifitas membaca dalam hubungannya dengan aktifitas pendidikan.
Tabel yang disampaikan oleh Razak (2004) menunjukkan bahwa semakin tinggi usia
yang ditunjukkan oleh status pendidikan maka dia maka dituntut semakin lama
membaca. Kenyataan ini tentu harus menjadi perhatian dari pemerintah, khususnya

96 
 
para pendidik atau regulator pendidikan. Sudah waktunya kewajiban membaca di
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dimonitor dan masuk ke dalam kurikulum wajib.
Misalnya saja, guru atau dosen harus lebih banyak memberikan penugasan yang
berkaitan dengan membaca, membuat ringkasan, dan membuat soal-soal ujian yang
bahan-bahannya diambil dari bacaan yang diwajibkan oleh guru dan lain-lain.

Tabel 4.2.12  Korelasi Umur terhadap Durasi Membaca 
Durasi membaca
Spearman's rho Umur Correlation Coefficient -,106(**)
Sig. (2-tailed) ,002
N 731

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Demikian pula jika umur dihubungkan dengan frekuensi baca terdapat


hubungan yang nyata walau sangat kecil yaitu sebesar 0,134 pada tingkat kepercayaan
0,01. Hal ini dapat dilihat hasil perhitungan seperti pada tabel berikut.

Tabel 4.2.13   Korelasi umur terhadap frekuensi membaca 
Frekuensi
membaca
Spearman's rho Umur Correlation Coefficient ,134(**)
Sig. (2-tailed) ,002
N 555

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


 
Tabel 4.2.14 Hubungan Umur dengan Korbanan Belanja Buku
Umur  Biaya belanja buku responden 
Responden  <50 rb  50 ‐100 rb  100‐200 rb  200‐300 rb  300‐400 rb  400‐500 rb  >500 rb 
Jml   128  68  21  9  4  3  6 
< 12 th 
%  53,56  28,45%  8,79%  3,77%  1,67%  1,26%  2,51% 
Jml   17  4  6  2  1  0  0 
13‐15 th 
%  56,67  13,33%  20,00%  6,67%  3,33%  0,00%  0,00% 
Jml   50  18  8  1  0  0  1 
16‐18 th 
%  64,10  23,08%  10,26%  1,28%  0,00%  0,00%  1,28% 
Jml   60  2  0  1  0  0  0 
19‐23 th 
%  95,24  3,17%  0,00%  1,59%  0,00%  0,00%  0,00% 

97 
 
Umur  Biaya belanja buku responden 
Responden  <50 rb  50 ‐100 rb  100‐200 rb  200‐300 rb  300‐400 rb  400‐500 rb  >500 rb 
Jml   66  32  7  5  0  0  4 
24‐40 th 
%  57,89  28,07%  6,14%  4,39%  0,00%  0,00%  3,51% 
Jml   25  10  4  0  2  0  0 
41‐55 th 
%  60,98  24,39%  9,76%  0,00%  4,88%  0,00%  0,00% 
Jml   4  0  0  0  0  0  0 
> 55 th 
%  100,00%  0,00%  0,00%  0,00%  0,00%  0,00%  0,00% 
Jml                 350                 134                46                18                  7                  3                 11 
Total 
%  61,51%  23,55%  8,08%  3,16%  1,23%  0,53%  1,93% 

Gambar 4.3.10 Sebaran Besarnya Korbanan Membeli Buku berdasarkan Umur  

Hubungan antara umur dengan korbanan responden dalam bentuk biaya atau
anggaran membeli buku dapat dilihat pada tabel 4.3.14 dan gambar 4.3.10. Pada tabel
dan gambar tersebut terlihat bahwa rata-rata korbanan untuk membeli buku sebagian
besar ada pada jumlah kurang dari Rp. 50.000,- per bulan. Sebagian responden
mengaku berbelanja buku antara Rp 50.000,- - Rp. 100.000,- per bulan. Namun yang
berbelanja buku lebih besar dari Rp. 100.000,- per bulan jumlahnya sangat sedikit.
Hubungan antara umur dengan korbanan untuk membeli buku memang berkorelasi

98 
 
positif, namun hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan koefisien korelasi sebesar
0,197. Jadi dapat dikatakan bahwa umur tidak terlalu berpengaruh terhadap korbanan
responden membeli buku.
 
Tabel 4.2.15 Hubungan Umur dengan Pemilikan Buku

Kelompok  Kepemilikan buku responden 
Umur Responden  Tdk punya  < 10 bk  10‐25 bk  25‐50 bk  50‐75 bk  75‐100 bk  >100 bk 
Jml resp  64  72  61  27  10  16  19 
< 12 th 
%  23,79  26,77  22,68  10,04  3,72  5,95  7,06 
Jml resp  11  9  10  2  0  0  0 
13‐15 th 
%  34,38  28,13  31,25  6,25  0,00  0,00  0,00 
Jml resp  29  47  8  4  1  0  1 
16‐18 th 
%  32,22  52,22  8,89  4,44  1,11  0,00  1,11 
Jml resp  16  40  11  1  0  0  0 
19‐23 th 
%  23,5  58,8  16,2  1,5  0,0  0,0  0,0 
Jml resp  34  62  40  10  5  3  6 
24‐40 th 
%  21,25  38,75  25,00  6,25  3,13  1,88  3,75 
Jml resp  14  16  12  6  0  0  1 
41‐55 th 
%  28,57  32,65  24,49  12,24  0,00  0,00  2,04 
Jml resp  4  2  1  0  0  0  0 
> 55 th 
%  57,14  28,57 14,29 0,00 0,00 0,00  0,00
Jml resp  172  248 143 50 16 19  27
Total 
%  25,48  36,74 21,19 7,41 2,37 2,81  4,00

Hubungan antara umur dengan kepemilikan buku digambarkan oleh tabel 4.2.15
dan grafik pada gambar 4.2.11. Pada tabel dan grafik tersebut terlihat bahwa pola
kepemilikan buku responden terlihat sama baik pada umur muda maupun pada umur
dewasa. Jumlah responden terbesar adalah pada kepemilikan buku antara nol atau
tidak punya buku sampai 10 judul buku, dan makin sedikit responden yang memiliki
buku di atas 10 judul, apalagi di atas 100 judul buku. Dengan uji statistik umur
sesungguhnya berkorelasi nyata positif namun tidak terlalu besar yaitu hanya 0,319.

99 
 
Artinya, walaupun terdapat hubungan positif antara umur dengan tingkat kepemilikan
buku, namun hubungan tersebut agak lemah.

Gambar 4.2.11 Sebaran Besarnya Pemilikan Buku berdasarkan Umur Responden 
Hubungan antara umur dengan frekuensi membaca yang ditunjukkan dengan
frekuensi responden datang ke perpustakaan ternyata memiliki korelasi nyata positif,
walaupun lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi hanya sebesar 0,134. Artinya,
walaupun pengaruhnya tidak besar, semakin tua umur seseorang, maka cenderung
semakin sering datang ke perpustakaan umum. Sebagian besar responden tahu bahwa
di kota tempat mereka tinggal tersedia perpustakaan umum (87,00 %), walaupun ada
juga yang mengatakan bahwa di kota tempat mereka tinggal tidak ada perpustakaan
umum (4,5 %) dan bahkan ada yang tidak tahu bahwa di kotanya ada perpustakaan
umum (8,5 %). Sebanyak 54 % dari jumlah responden yang mengaku pernah
berkunjung ke perpustakaan umum, sebanyak 46 % mengaku belum pernah berkunjung
ke perpustakaan umum. Frekuensi berkunjung ke perpustakaan umum yang paling
banyak adalah sekali dalam satu bulan (28 %) kemudian diikuti masing-masing oleh
sekali dalam seminggu (26,4 %), sekali dalam tiga bulan (16,1 %). Namun ada juga yang
berkunjung setiap hari ke perpustakaan umum dengan jumlah responden hanya 4,0 %.

100 
 
Ada juga responden yang berkunjung ke perpustakaan umum hanya sekali dalam tiga
bulan atau bahkan lebih (6,7 %).
Tabel 4.2.16 Hubungan Umur dengan Jumlah Kunjungan ke Perpustakaan
 Kelompok Umur  Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan 
Responden  1x/th  1x/6bln  1x/3bln  1x/bln  1x/mg  2x/mg  1X/h 
Jml resp  59  46  41  29  15  14  16 
< 12 th 
%  26,82  20,91  18,64  13,18  6,82  6,36  7,27 
Jml resp  9  5  7  2  0  1  2 
13‐15 th 
%  34,6  19,2  26,9  7,7  0,0  3,8  7,7 
Jml resp  11  23  10  18  4  4  5 
16‐18 th 
%  14,67  30,67  13,33  24,00  5,33  5,33  6,67 
Jml resp  2  4  1  28  2  3  2 
19‐23 th 
%  4,76  9,52  2,38  66,67  4,76  7,14  4,76 
Jml resp  8  8  27  31  8  3  5 
24‐40 th 
%  8,89  8,89  30,00  34,44  8,89  3,33  5,56 
Jml resp  2  4  8  5  1  1  3 
41‐55 th 
%  8,33  16,67  33,33  20,83  4,17  4,17  12,50 
Jml resp  0  0  1  0  0  0  0 
> 55 th 
%  0,00  0,00  100,00  0,00  0,00  0,00  0,00 
Jml resp  59  46  41  29  15  14  16 
Total 
%  26,82  20,91  18,64  13,18  6,82  6,36  7,27 

Gambar 4.2.12 Sebaran Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan berdasarkan Umur  

101 
 
 

 
Gambar 4.2.13 Sebaran Rata‐rata Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan 
 
Dari tabel 4.2.15 dapat dilihat bahwa kelompok mahasiswa berkunjung ke
perpustakaan satu sampai dua kali seminggu. Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan
umum lebih banyak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bacaan dalam kaitannya
dengan penulisan skripsi Hal ini dapat diduga karena di kampusnya mereka tidak
mendapatkan apa yang mereka butuhkan.
Tabe 4.2.17   Frekuensi Responden Berkunjung ke Perpustakaan 

Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 
Kelompok 
Responden 
1 X /th 1 X /6 bln 1 X /3 bln 1 X /bln 1 X /mg  2 X /mg 1 X /h
Mahasiswa  Jml   2 1 1 8 19  37 11
   %  2,53 1,27 1,27 10,13 24,05  46,84 13,92
Pegawai Swasta  Jml   2  0  4  13  6  2  2 
   %  6,90 0,00 13,79 44,83 20,69  6,90 6,90
Petani/Nelayan  Jml   1 11 3 4 6  0 0
   %  4,00 44,00 12,00 16,00 24,00  0,00 0,00
Ibu Rumah Tangga  Jml   0 0 1 17 13  3 2
   %  0,00 0,00 2,78 47,22 36,11  8,33 5,56
Pedagang  Jml   0 0 2 8 2  2 0
   %  0,00 0,00 14,29 57,14 14,29  14,29 0,00

102 
 
Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 
Kelompok 
Responden 
1 X /th 1 X /6 bln 1 X /3 bln 1 X /bln 1 X /mg  2 X /mg 1 X /h
Dosen  Jml   4 0 0 8 6  3 0
   %  19,05 0,00 0,00 38,10 28,57  14,29 0,00
Siswa SD  Jml   9 7 7 27 17  25 28
   %  7,50 5,83 5,83 22,50 14,17  20,83 23,33
Siswa SMP  Jml   6 2 4 7 15  37 10
   %  7,41 2,47 4,94 8,64 18,52  45,68 12,35
Siswa SMU  Jml   9 4 4 18 24  11 2
   %  12,50 5,56 5,56 25,00 33,33  15,28 2,78
PNS  Jml   1 2 2 7 6  10 22
   %  2,00 4,00 4,00 14,00 12,00  20,00 44,00
Guru  Jml   1 3 5 8 5  8 1
   %  3,23 9,68 16,13 25,81 16,13  25,81 3,23
TNI/Polri  Jml   2 0 1 4 8  0 0
   %  13,33 0,00 6,67 26,67 53,33  0,00 0,00
Buruh  Jml   0 3 1 0 0  1 0
   %  0,00 60,00 20,00 0,00 0,00  20,00 0,00
 Total  Jml   78 139 127 129 35  33 37
   %  13,49 24,05 21,97 22,32 6,06  5,71 6,40
 
Kunjungan siswa SD ke perpustakaan umum (80,00% dari total siswa SD)
sebagian besar berkunjung antara satu kali seminggu, dua kali seminggu, dan bahkan
setiap hari (58,33 % dari responden yang berkunjung ke perpustakaan), sisanya
menyatakan jarang berkunjung ke perpustakaan yaitu dengan berkunjung antara satu
kali sebulan dan bahkan ada yang berkunjung hanya satu kali saja dalam setahun. Pada
kelompok siswa SMP persentase yang berkunjung ke perpustakaan umum lebih rendah
dari siswa SD yaitu 54,00 % dan pola kunjungannya juga bergeser dimana siswa yang
berkunjung ke perpustakaan banyak di sekali dalam satu minggu sampai dua kali dalam
seminggu. Persentase siswa SMA yang berkunjung ke perpustakaan umum lebih sedikit
lagi yaitu hanya sekitar 48,00 %. Kelompok siswa SMA rata-rata berkunjung antara
sebulan sekali sampai seminggu sekali. Seperti yang sudah disebutkan di awal laporan
ini bahwa salah satu indikator tinggi rendahnya minat baca adalah korbanan waktu
untuk datang ke perpustakaan (frekuensi).

103 
 
Pada umumnya responden datang sendirian ke perpustakaan (84,35 %), dan
hanya sebagian kecil mengajak isteri (5,32 %), dan membawa anak (10,33 %). Namun
demikian mereka mengaku memberitahu orang lain bahwa di kota tempat mereka
tinggal ada perpustakaan (87,58 %), dan hanya sebagian saja yang tidak memberitahu
orang lain yaitu sebanyak 12,42 %.
 
Tabel 4.2.18 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan

terlalu jauh

tidak pernah

sibuk

Malas

Alasan lain
sendiri di

dan sudah tua


Punya buku

Bukunya

berganti

Tidak ada
waktu karena

membaca
Tidak sering
rumah

Jaraknya

tidak menarik

Koleksinya
  
Mahasiswa 14,29  16,67 16,67 19,05 11,90 2,38  7,14  11,90
Pegawai Swasta 6,45  22,58 6,45 3,23 48,39 6,45  3,23  3,23
Petani/Nelayan 10,53  47,37 0,00 0,00 15,79 10,53  15,79  0,00
Ibu Rumah Tangga 2,33  2,33 2,33 0,00 58,14 13,95  18,60  2,33
Pedagang 0,00  15,00 7,50 0,00 62,50 10,00  2,50  2,50
Dosen 12,50  0,00 25,00 12,50 37,50 0,00  0,00  12,50
Siswa SD 29,06  28,21 3,42 8,55 14,53 5,13  3,42  7,69
Siswa SMP 18,68  41,76 6,59 1,10 17,58 3,30  4,40  6,59
Siswa SMU 8,08  37,37 6,06 4,04 12,12 5,05  19,19  8,08
PNS 8,33  16,67 8,33 0,00 58,33 8,33  0,00  0,00
Guru 22,73  31,82 9,09 9,09 27,27 0,00  0,00  0,00
TNI/Polri 4,55  18,18 4,55 4,55 68,18 0,00  0,00  0,00
Buruh 4,55  0,00 0,00 0,00 22,73 45,45  27,27  0,00
Rata-rata persen 10,93  21,38 7,38 4,78 35,00 8,51  7,81  4,22

Dari responden yang jarang atau tidak datang ke perpustakaan (lihat tabel
4.2.18) diperoleh bahwa faktor kesibukan adalah alaan utama tidak datang ke
perpustakaan (35,00 %). Alasan berikutnya adalah jarak perpustakaan terlalu jauh dari
tempat tinggal mereka (21,38 %), dan mereka merasa punya buku sendiri di ruah (10,93
%). Alasan tidak sering membaca cukup besar yaitu 8,51 %. Selanjutnya pernyataan
malas sebesar 7,81 %. Kemudian alasan berikutnya adalah buku tidak menarik (7,38 %),
koleksinya tidak pernah berganti (4,78 %) dan karena alasan lain (4,22 %). Selain alasan
kesibukan, maka alasan jarak merupakan alasan paling banyak dipilih oleh responden.
Ini ada kaitannya dengan kemampuan mereka dalam menanggulangi ongkos

104 
 
menggunakan angkutan umum yang menurut mereka tidak murah (rata-rata 87,62 %
menyatakan tidak murah), hanya 12,38 % saja dari responden yang menyatakan bahwa
ongkos angkutan umum di wilayah mereka termasuk murah. Kondisi jumlah angkutan
umum sendiri menurut sebagian besar responden termasuk banyak (dinyatakan oleh
66,99 %).
Untuk mengatasi masalah jarak antara pemukiman penduduk dengan lokasi
perpustakaan umum maka perlu diperbanyak perpustakaan keliling, atau dengan kata
lain mendekatkan perpustakaan kepada lokasi tempat tinggal pengguna perpustakaan.
Saat ini sudah selain jumlah taman bacaan di Makassar sudah banyak didirikan
keberadaan perpustakaan keliling berupa mobil keliling juga sudah dioperasikan,
namun jumlahnya belum memadai dibandingkan dengan luas daerah dan jumlah
penduduk yang akan dilayanain. Taman-taman bacaan masyarakat (TBM) yang sudah
banyak dikembangkan khususnya baik yang dikembangkan oleh pemerintah maupun
atas swadaya masyarakat dan dibina oleh suatu kelompok yang bernama GMGM. Untuk
mengatasi masalah jarak ini maka keberadaan TBM perlu senantiasa dikembangkan.
Perlu adanya perputaran koleksi antara TBM yang satu dengan TBM yang lain.
Yang agak mengejutkan adalah alasan utama responden yang tidak datang ke
perpustakaan dengan alasan tidak ada waktu karena sibuk. Jika alasan ini dikemukakan
oleh responden yang berprofesi seperti pedagang dan sejenisnya mungkin dapat
dimengerti, namun bila alasan ini dinyatakan oleh kelompok mahasiswa dan pelajar
maka sepertinya alasan ini kurang dapat diterima dan terkesan dibuat-buat. Ini
merupakan bukti bahwa minat baca yang ditunjukkan dengan frekuensi datang ke
perpustakaan memang rendah. Beberapa responden memberi alasan bahwa tidak
datang ke perpustakaan karena mereka memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya.
Tampaknya alasan ini dapat diterima. Namun bila dianalisis lebih mendalam,
sesungguhnya sulit bagi seseorang atau individu yang memiliki kegemaran membaca
yang tinggi dapat memenuhi sendiri segala kebutuhan bahan bacaannya. Untuk itu
orang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi biasanya akan datang ke
perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasoetion (1992) yang menyatakan
bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengumpulkan kepustakaan (buku) yang
berhubungan dengan minatnya sebagai milik pribadi di rumah. Itulah sebabnya
perpustakaan umum adalah sarana penunjang pengembang ilmu dan penelitian yang
105 
 
sangat penting. Yang perlu disediakan di rumah hanyalah sumber-sumber rujukan yang
diperlukan sewaktu-waktu2. Alasan bahwa responden sudah memiliki buku sendiri di
rumahnya terkesan mengada-ada. Hal ini terlihat dari data kepemilikan buku dimana
responden yang punya koleksi buku di rumahnya sedikit (di bawah 25 eksemplar) yaitu
mencapai 85,68 %, dan yang memiliki buku dengan jumlah cukup banyak (diatas 25
eksemplar) hanya 14,32 %. Dengan demikian alasan tidak datang ke perpustakaan
karena sudah memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya menjadi kurang bermakna.
Alasan ini kemudian malah memperkuat pernyataan bahwa minat dan kegemaran
membaca masyarakat Indonesia, khususnya di lokasi penelitian yaitu Makassar, masih
rendah.
Antara umur dengan tingkat kepemilikan buku ternyata secara statistik ada
korelasi yang cukup nyata yaitu sebesar 0,319 Ini berarti semakin tua umur seseorang
maka cenderung memiliki buku yang lebih banyak. Hal ini ada kaitannya dengan
kerelaan berkorban untuk membeli buku yang juga memiliki hubungan positif
walaupun nilainya sangat lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,151.
Artinya, walaupun hubungan tersebut lemah, bertambahnya umur akan berpengaruh
terhadap kerelaan berkorban untuk membeli buku.

4.2.4  Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca 
Pada masyarakat yang mempunyai kegemaran membaca yang tinggi, maka
membeli buku untuk memuaskan dirinya dalam hal memenuhi bahan bacaan akan
selalu dilakukan. Oleh karena itu asumsi sementara adalah semakin tinggi penghasilan
seseorang maka akan semakin tinggi kegiatan membacanya yang ditandai dengan
semakin tingginya korbanan waktu mereka dalam membaca.

                                                            
2
Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja.
Jakarta: Grasindo, 1992. hal 62.

106 
 
Tabel 4.2.19  Hubungan antara pendapatan dengan lama membaca 

Jumlah jam membaca rata‐rata 
Tingkat Penghasilan 
1‐2 j/mg  2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/hr 1‐2 j/hr 2‐3 j/hr  > 3 j/hr
< 500 rb (65 resp)  4  4 2 27 14 7  7
500 ‐ 1 jt (88 resp)  0  2 1 20 24 8  33
lbh 1 jt ‐ 1,5 jt (84 resp)  3  2 3 15 23 7  31
lbh 1,5 jt ‐ 2,5 jt (112 resp)  2  0 1 24 45 10  30
lbh 2,5 jt ‐ 3,5 jt (56 resp)  0  1 2 16 29 7  1
lbh 3,5 ‐  4,5 jt (18 resp)  0  3 1          2  4 5  3
> 4,5 jt (14 resp)  0  1 0 0 4 4  5
 Total  9  13 10 104 143 48  110
 

 
Gambar 4.2.14  Grafik Hubungan antara Pendapatan dengan Lama Membaca Responden Makassar 
 
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa pola membaca dari beberapa
kelompok penghasilan menunjukkan pola yang hampir sama dimana pada semua
kelompok penghasilan sebagian besar responden membaca selama kurang lebih 1 jam
setiap hari. Jika besarnya penghasilan berpengaruh kepada lamanya membaca,

107 
 
seharusnya grafik orang yang berpengasilan rendah akan bergerak dari rendah ke tinggi
dan sebaliknya yang berpenghasilan tinggi akan bergerak dari tinggi ke rendah. Namun
kenyataannya tidak demikian. Semua garis menunjukkan pola yang sama yaitu bergerak
dari rendah pada kelompok orang yang kebiasaan membacanya rendah (lama membaca
lebih dari 1-2 jam per minggu), naik pada kelompok orang yang kebiasaan membacanya
sedang (lama membaca sekitar 1 jam per hari), dan bergerak turun lagi pada kelompok
orang yang durasi membacanya tinggi (lama membacanya lebih dari 3 jam per hari).
Hanya pada kelompok orang yang berpenghasilan antara 3,5 sampai 4,5 juta per bulan
yang memperlihatkan gambaran seperti yang kita harapkan yaitu sebagian besar
responden membaca lebih dari 3 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa sebagian besar responden melakukan kegiatan membaca selama kurang lebih 1
jam setiap hari. Ini merupakan indikasi bahwa besarnya penghasilan ternyata tidak
berpengaruh kepada kegiatan membaca.
Namun berdasarkan analisis data yang lebih akurat menggunakan uji statistik
Rank Spearman dengan alat hitung SPSS didapat hasil pengolahan seperti berikut:
Tabel. 4.2.20  Korelasi pendapatan terhadap durasi membaca 
Durasi membaca
Spearman's Pendapatan Correlation
,253(**)
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) ,000
N 355
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 4.2.21  Korelasi pendapatan terhadap frekuensi membaca 

Frekuensi membaca
Spearman's Pendapatan Correlation
,086
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) ,181
N 245

Hasil uji statistik diatas menunjukkan bahwa ada korelasi antara pendapatan
responden dengan durasi membaca walau sangat kecil yaitu yaitu 0,253 pada tingkat
kepercayaan 0,01. Namun tidak ada koralesi nyata antara tingkat pendapatan dengan
frekuensi membaca responden.
108 
 
4.2.5  Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca  
Salah satu hal yang diduga mempunyai hubungan dengan minat baca yang
ditandai dengan lamanya membaca (durasi), frekuensi membaca yang ditandai dengan
frekuensi datang ke perpustakaan, serta korbanan untuk memperoleh bahan bacaan
yang ditandai dengan membeli buku dan jumlah kepemilikan buku adalah tingkat
pendidikan masyarakat.
Tabel 4.2.22  Hubungan antara Pendidikan dengan Lama Membaca 
 
Jumlah jam membaca rata-rata

Jumlah > 3 jam/hr 2 - 3 jam/hr 1 - 2 jam/hr < 1 jam/hr 3-4 jam/mg 2-3 j/mg 1-2 jam/mg

Pendi-dikan Responden jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%)

Tdk tamat SD 208 28 13,5  24 11,5  83 39,9  55 26,4  8 3,9  4 1,9  6 2,9 

Tamat SD 25 5 20,0  2 8,0  6 24,0  10 40,0  0 0,0  1 4,0  1 4,0 

Tamat SLTP 133 72 54,1  8 6,0  21 15,8  26 19,6  1 0,8  3 2,3  2 1,5 

Tamat SLTA 156 19 12,2  26 16,7  58 37,2  37 23,7  7 4,5  9 5,8  0 0,0 

Diploma 35 11 31,4  4 11,43  11 31,4  9 25,7  0 0,0  0 0,0  0 0,0 

Sarjana 64 4 6,3  12 18,8  22 34,4  21 32,8  3 4,7  0 0,0  2 3,1 

Pascasarjana 8 0 0  1 12,5  3 37,5  4 50,0  0 0,0  0 0,0  0 0,0 

Total 629  139  1,37  77  0,85  204  2,20  162  2,18  19  0,14  17  0,14  11  0,12 

 
 

 
Gambar 4.2.15 Sebaran Rata‐rata Lama Membaca berdasarkan Latar Belakang Pendidikan 

109 
 
Tabel 4.2.15 di atas memperlihatkan rata-rata responden membaca antara
kurang dari satu jam per hari sampai dua jam per hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari
yang tidak tamat SD sampai responden yang berpendidikan pascasarjana tidak banyak
membaca lebih dari 3 jam sehari. Padahal ukuran seseorang yang termasuk rajin
membaca atau mempunyai minat baca tinggi untuk mahasiswa (dalam hal ini termasuk
diploma sarjana dan pasca sarjana) adalah membaca antara 3 jam sampai 3,5 jam setiap
hari (Razak, 2004). Sedangkan yang dikategorikan sangat rajin atau mempunyai minat
baca tinggi untuk kelompok ini adalah yang membaca lebih dari 3,5 jam setiap hari.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mayoritas kelompok lulusan perguruan tinggi di
lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak
(2004) termasuk malas membaca, yaitu membaca antara 2,5 sampai 3 jam dan bahkan
ada yang sangat malas karena membaca kurang dari 2,5 jam setiap hari. Gambar …
menegaskan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar (53,0 %) membaca antara 1 –
2 jam setiap hari, dan membaca kurang dari 1 jam setiap hari (18,1 %). Hal ini
menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa di lokasi penelitian memiliki minat baca
rendah atau sangat malas membaca. Jika kita hanya mengelompokkan dua kelompok
saja mengenai membaca ini yaitu memiliki minat baca yang tinggi dan dan memiliki
minat baca yang rendah, maka kelompok mahasiswa sebagian besar (75,9 %) memiliki
minat baca yang rendah, dan hanya 24,1 % saja yang memiliki minat baca tinggi.

110 
 
 
Gambar 4.2.16  Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Mahasiswa 
Korbanan untuk membeli buku bagi mahasiswa juga tidak terlalu tinggi. Jumlah
mahasiswa yang membeli buku kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan cukup tinggi
(46,8 %) dan yang berbelanja buku antara Rp. 50.000,- - Rp 100.000,- juga cukup
tinggi (32,9 %). Sedangkan yang berbelanja lebih dari Rp. 100.000,- sangat sedikit (18,5
%). Dari aspek kepemilikan buku pada responden mahasiswa juga tidak memberikan
gambaran yang menggembirakan. Sebagian besar mahasiswa memiliki buku antara 0 –
10 judul buku (64,7 %), memiliki buku antara 10 – 25 judul (23,2 %), memiliki buku
antara 25 – 50 judul buku (3,0 %), 50 – 100 judul buku (5,0 %), dan ada juga yang
meiliki koleksi buku di atas 100 judul (4,02 %). Logikanya, jika mereka tidak membeli
buku sehingga mereka tidak memiliki koleksi buku di rumahnya, maka mereka akan ke
perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bacaannya. Namun, kenyataan ini tidak
terjadi. Sebagian besar mahasiswa hanya berkunjung ke perpustanaan umum sebanyak
antara satu kali sampai dua kali seminggu (70,9 %). Jumlah yang berkunjung ke
perpustakaan umum setiap hari tidak banyak yaitu hanya 13, 9 %. Yang mengherankan
adalah masih ada mahasiswa yang jarang datang ke perpustakaaan umum yaitu
berkunjung sekali sebulan (10,1 %), berkunjung sekali setiap tiga bulan (1,3 %),
berkunjung sekali setiap enam bulan (1,3 %), dan berkunjung sekali setiap satu tahun
(2,5 %).
Untuk lulusan SMA atau SLTA sebagian besar responden membaca antara
kurang dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan
sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004)
malas membaca (76,5 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca

111 
 
bagi siswa SMU menurut Razak adalah mereka yang membaca antara dua jam sampai
2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap hari
termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan
dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk
kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih
dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (16,7 % responden membaca lebih dari 2 jam
dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebesar 6,8 % responden). Ukuran sangat rajin
membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Grafik pada
gambar 4.3.18 memperlihatkan gambaran minat baca siswa SMA.

 
Gambar 4.2.17  Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTA 
Dari besarnya dana yang dianggarkan untuk belanja buku tiap bulannya juga
tidak menampakkan minat terhadap membaca yang tinggi. Pada umumnya responden
kelompok ini berbelanja buku kurang dari Rp. 50.000,- per bulan (67,3 %), dan antara
Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.000,- (21,2 %). Sedangkan yang berbelanja buku lebih dari

112 
 
Rp.100.000,- tiap bulan hanya sebesar 11,6 % responden. Dari aspek kepemilikan buku
juga menunjukkan hal yang sama, yaitu minat baca responden belum tinggi. Responden
kelompok ini sebagian besar memiliki koleksi buku kurang dari 10 judul (79,1 %
diantaranya tidak memiliki buku sama sekali sebesar 29,1 %). Sedangkan yang memiliki
buku antara 10 sampai 25 judul hanya sebesar 14,9 %. Apalagi yang memiliki koleksi
buku lebih dari 25 judul yaitu hanya sebesar 6,0 %. Walaupun tingkat kepemilikan buku
mereka rendah dan kemauan untuk membeli buku rendah, kunjungan ke perpustakaan
umumpun menunjukkan persentase yang rendah yaitu mayoritas responden
berkunjung ke perpustakaan sekali dalam se minggu (33,3 %), sekali dalam sebulan
(25,0 %). Sedangkan yang berkunjung dua kali dalam seminggu hanya 15,3 %, apalagi
yang berkunjung tiap hari ke perpustakaan umum yang hanya 2,8 %. Bahkan ada yang
lebih jarang lagi dari sekali sebulan yaitu sekali dalam tiga bulan (5,6 %), sekali dalam
enam bulan (5,6 %), dan yang hanya sekali dalam satu tahun (12,5 %).
Untuk lulusan SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk
memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin
membaca bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Oleh karena itu
lulusan SLTP di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca antara sedang atau
rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin membaca (70,1 %), sedangkan sisanya
berada pada posisi malas membaca dan bahkan malas sekali membaca. Grafik pada
gambar 4.3.19 memberikan gambaran lebih spesifik mengenai minat baca kelompok
siswa SLTP. Pada gambar tersebut kelompok siswa yang membaca antara 1 – 2 jam
menduduki posisi terbanyak yaitu 53,5 %. Artinya kelompok siswa SLTP di lokasi
penelitian termasuk yang memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi (rajin
membaca). Bahkan sebanyak 16,7 % responden kelompok ini memiliki minat baca yang
tinggi atau sangat rajin membaca. Hanya 29,9 % responden yang termasuk malas
membaca.

113 
 
 
Gambar 4.2.18  Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTP 
Jika salah satu ukuran minat baca adalah korbanan biaya untuk membeli buku,
maka kelompok responden ini tidak jauh berbeda dengan kelompok responden SMA
maupun mahasiswa dimana mayoritas mereka berbelanja buku kurang dari Rp.
50.000,- dalam sebulan (67,2 %), dan antara Rp.50.000,- sampai Rp.100.000,- dalam
sebulan (19,8 %), sedangkan sisanya mengaku berbelanja buku lebih dari Rp.100.000,-
setiap bulan (13,0 %). Dari sisi kepemilikan buku juga sama yaitu tidak menunjukkan
minat yang tinggi teradap membaca. Mayoritas responden memiliki buku kurang dari
10 judul (82,5 %), memiliki buku antara 10 sampai 25 judul (9,5 %), dan memiliki buku
lebih dari 25 judul (8,1 %). Yang agak menggembirakan adalah kunjungan mereka ke
perpustakaan umum. Mayoritas responden kelompok ini berkunjung ke perpustakaan
antar sekali dalam seminggu sampai dua kali dalam seminggu (64,2 %), dan bahkan ada
yang tiap hari berkunjung ke perpustakaan (12,3 %). Hanya 16,7 % responden saja yang

114 
 
mengaku jarang berkunjung ke perpustakaan dimana mereka mengaku berkunjung
antara sekali dalam tiga bulan sampai hanya sekali dalam satu tahun.
Kelompok responden tamat SD dan tidak tamat SD juga berada pada posisi
membaca antara 1 – 2 jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca
bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun mahasiswa,
maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca
antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam
dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin membaca. Grafik pada gambar ..
berikut memberikan gambaran yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD.
Sebagian besar (47,1 %) responden kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 – 2
jam setiap hari, dan ini termasuk kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang
tinggi. Bahkan 19,8 % termasuk yang memiliki minat baca sangat tinggi. Hanya 33,2 %
siswa SD yang memiliki minat baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak
(2004) siswa SD yang termasuk malas membaca adalah mereka yang membaca kurang
dari 30 menit setiap hari.

115 
 
 
Gambar 4.2.19  Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SD 
Jika dilihat dari korbanan biaya untuk membeli buku, tingkat kepemilikan buku
serta kunjungangan ke perpustakaan, maka kelompok responden SD tidak banyak
berbeda dengan kelompok responden lainnya dimana korbanan biaya untuk membeli
buku berada pada kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan, kepemilikan buku berada pada
jumlah di bawah 10 judul buku. Namun demikian untuk kunjungan ke perpustakaan
umum, kelompok ini agak mirip dengan kelompok siswa SMP, bahkan lebih baik,
dimana frekuensi berkunjung mereka ke perpustakaan dapat dikatakan lumayan sering
yaitu antara sekali dalam seminggu sampai setiap hari (58,3 %). Yang berkunjung sekali
dalam sebulan sebesar 22,5 %. Sisanya mengaku jarang berkunjung ke perpustakaan
(18,1 %).
Tabel 4.2.23  Hubungan antara Pendidikan dengan Besarnya Biaya Belanja Buku 

Jumlah biaya berbelanja buku responden 
 Pendidikan Terakhir 
Responden   50rb‐ 100rb‐ 200rb‐ 300rb‐ 400rb‐
<50 rb  100rb  200rb  300rb  400rb  500rb  >500rb 
Jml   14  12  5  0  3  2  1 
Tdk tamat SD 
%  37,8  32,4  13,5  0,0  8,1  5,4  2,7 
Jml   148  62  20  3  4  0  4 
Tamat SD 
%  61,4  25,7  8,3  1,2  1,7  0,0  1,7 
Jml   75  37  7  0  3  0  1 
Tamat SMP 
%  61,0  30,1  5,7  0,0  2,4  0,0  0,8 
Jml Resp  58  42  10  2  1  1  1 
Tamat SMA 
%  50,4  36,5  8,7  1,7  0,9  0,9  0,9 
Tamat  Jml   15  17  4  2  0  0  0 
Diploma  %  39,5  44,7  10,5  5,3  0,0  0,0  0,0 

116 
 
Jumlah biaya berbelanja buku responden 
 Pendidikan Terakhir 
Responden   50rb‐ 100rb‐ 200rb‐ 300rb‐ 400rb‐
<50 rb  100rb  200rb  300rb  400rb  500rb  >500rb 
Jml   25  31  15  10  9  2  0 
Tamat S1 
%  27,2  33,7  16,3  10,9  9,8  2,2  0,0 
Jml   1  3  0  2  0  2  0 
Tamat S2‐S3 
%  12,5  37,5  0,0  25,0  0,0  25,0  0,0 
Jml   336  204  61  19  20  7  7 
Total 
%  51,4  31,2  9,3  2,9  3,1  1,1  1,1 

Gambar 4.2.20  Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Belanja Buku 
Tabel 4.3.24  Hubungan antara Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku 

Pendidikan  Jumlah responden memiliki buku 
Responden   0 < 10  10‐25 25‐50 50‐75 75‐100  >100 
Jml resp  17 10 5 1 0 0  0 
Tdk tamat SD 
%  51,5 30,3 15,2 3,0 0,0 0,0  0,0 
Jml resp  73 120 55 16 8 2  2 
Tamat SD 
%  26,4 43,5 19,9 5,8 2,9 0,7  0,7 
Jml resp  38 72 41 9 0 4  0 
Tamat SMP 
%  23,2 43,9 25,0 5,5 0,0 2,4  0,0 
Jml resp  65 45 36 17 7 2  5 
Tamat SMA 
%  36,7 25,4 20,3 9,6 4,0 1,1  2,8 
Jml resp  4 13 16 6 2 0  2 
Tamat Diploma 
%  9,3 30,2 37,2 14,0 4,7 0,0  4,7 

117 
 
Pendidikan  Jumlah responden memiliki buku 
Responden   0 < 10  10‐25 25‐50 50‐75 75‐100  >100 
Jml resp  6 16 30 18 10 15  11 
Tamat S1 
%  5,7 15,1 28,3 17,0 9,4 14,2  10,4 
Jml resp  0 0 2 0 0 3  2 
Tamat S2‐S3 
%  0,0 0,0 28,6 0,0 0,0 42,9  28,6 
Jml resp  203 276 185 67 27 26  22 
Total 
%  25,2 34,2 23,0 8,3 3,3 3,2  2,7 

Gambar 4.2.21 Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pemilikan Buku 
 
Tingkat pendidikan memang berkorelasi positif terhadap korbanan responden
untuk membeli buku dan tingkat kepemilikan buku dengan nilai koefisein korelasi
masing-masing sebesar 0,186 dan 0,3. Khusus untuk tingkat kepemilikan buku ternyata
antara tingkat pendidikan dengan kepemilikan buku hubungannya lumayan tinggi. Dari
tabel 4.3.21 dapat terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan responden semakin banyak
responden yang memiliki buku dalam jumlah besar dan semakin sedikit responden yang
tidak punya koleksi buku pribadi.

118 
 
Tabel 4.3.25  Hubungan antara Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke perpustakaan 

Pendidikan   Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan 
Responden   1x/th  1x/6bln  1x/3bln  1x/bln  1x/mg  2x/mg  1X/h 
Jml resp  0  0  1  0  2  4  0 
Tdk tamat SD 
%  0,0  0,0  14,3  0,0  28,6  57,1  0,0 
Jml resp  14  4  9  21  53  56  20 
Tamat SD 
%  7,9  2,3  5,1  11,9  29,9  31,6  11,3 
Jml resp  10  1  5  20  14  12  4 
Tamat SMP 
%  15,2  1,5  7,6  30,3  21,2  18,2  6,1 
Jml resp  5  2  8  21  35  22  31 
Tamat SMA 
%  4,0  1,6  6,5  16,9  28,2  17,7  25,0 
Jml resp  1  1  0  3  13  9  10 
Tamat Diploma 
%  2,7  2,7  0,0  8,1  35,1  24,3  27,0 
Jml resp  3  1  0  15  32  26  14 
Tamat S1 
%  3,3  1,1  0,0  16,5  35,2  28,6  15,4 
Jml resp  0  0  0  0  3  3  1 
Tamat S2‐S3 
%  0,0  0,0  0,0  0,0  42,9  42,9  14,3 
Jml resp  33  9  23  80  152  132  80 
Total 
%  6,5  1,8  4,5  15,7  29,9  25,9  15,7 

Gambar 4.2.22 Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan 
Pada hubungan antara pendidikan dengan frekuensi berkunjung ke
perpustakaan malah negatif dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,200. Artinya,

119 
 
walaupun hubungannya sangat lemah, semakin tinggi pendidikan seseorang akan
semakin jarang datang ke perpustakaan. Dengan kondisi perpustakaan yang belum
dapat memuaskan pelanggannya, maka hal ini dapat dimengerti. Kemudian kebutuhan
bahan bacaan tersebut dipenuhi dengan cara membeli sehingga tingkat kepemilikan,
bagi kelompok tertentu, juga menjadi tinggi.
Berdasarkan analisis data yang lebih akurat menggunakan uji statistik Rank
Spearman dengan alat hitung SPSS untuk mengukur hubungan antara tingkat
pendidikan dengan durasi membaca responden didapat hasil pengolahan bahwa tidak
terdapat korelasi nyata antara tingkat pendidikan dengan durasi membaca sbagaimana
ditunjukkan pada tabel berikut berikut:
Tabel 4.2.26  Korelasi Pendidikan terhadap Durasi Membaca 
Durasi membaca
Spearman's rho Pendidikan Correlation Coeficient -,068
Sig. (2-tailed) ,052
N 824

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

4.2.6  Bahan Bacaan yang Disukai Responden 
Menurut Razak (2004) yang lebih penting dalam mengukur lama membaca
seseorang adalah proses yang mendorong kegiatan membaca seseorang dimana
kegiatan membaca tersebut didorong oleh keinginan atau motivasi yang keluar dari
dirinya, bukan karena dipaksa seperti disuruh oleh guru atau merupakan kewajiban dari
sekolah. Lebih jauh Razak menyatakan dalam mengukur waktu membaca adalah:

“Waktu yang dicatat hanyalah waktu yang digunakan untuk membaca buku di luar
lingkungan sekolah, seperti di rumah, perpustakaan (bukan perpustakaan sekolah),
toko buku, pameran buku, rumah teman, atau tempat-tempat lainnya.”
Untuk mempermudah dalam memperoleh jenis bacaan yang dibaca oleh
responden maka penelitian ini mengelompokkan bahan bacaan kedalam empat macam
saja yaitu koran, majalah, buku dan komik. Responden dapat memilih lebih dari satu
jenis bahan bacaan. Hasil dari survey ini menunjukkan bahwa buku merupakan bahan
bacaan paling banyak dibaca menyusul koran, kemudian majalah dan terakhir adalah
komik (lihat tabel 4.2.20). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar

120 
 
responden memilih bacaan yang serius atau responden tersebut membaca dalam arti
yang sebenarnya yaitu untuk menimba ilmu dari bahan bacaan yang dibacanya.
Sedangkan pegawai swasta dan pedagang agak mengherankan ternyata mereka pun
lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan koran dan majalah. Ibu rumah
tangga memilih koran dan majalah sebagai bacaan yang lebih disukainya. Hal ini dapat
dimengerti karena sebagian besar ibu rumah tangga membaca untuk mendapatkan
bacaan hiburan sehingga mereka memilih koran (termasuk tabloit) dan majalah
hiburan. Kelompok dosen memilih tiga kelompok bahan bacaan yaitu buku, majalah
dan koran secara berimbang dan hampir tidak membaca komik. Hal ini wajar karena
sebagai dosen mereka harus terus memperbaharui pengetahuannya melalui ketiga
kelompok bahan bacaan tersebut. Siswa SD dan SLTP lebih banyak membaca buku
dibandingkan dengan ketiga bahan bacaan lain. Diduga buku yang mereka baca adalah
kelompok buku-buku cerita atau dongeng. Mereka juga membaca komik lebih banyak
dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Siswa SMU juga lebih banyak
membaca buku dibandingkan dengan jenis bacaan lain, sedangkan secara berimbang
mereka senang membaca koran dan majalah. Kelompok pegawai swasta, guru,
TNI/POLRI, serta buruh juga menurut data penelitian lebih banyak membaca buku
dibandingkan dengan bahan bacaan lainnya. Pegawai negeri sipil memilih bahan
bacaan koran lebih banyak daripada jenis bahan bacaan lain, demikian pula dengan
guru yang sedikit lebih senang baca koran dibandingkan dengan buku dan majalah.
Memang sangat sedikit guru yang senang baca komik.

Tabel 4.2.27  Bahan bacaan yang dibaca oleh responden 
   Koran  Majalah Buku  Komik 
Mahasiswa  61  49  82  21 
Pegawai Swasta  12  6  44  33 
Petani/Nelayan  3  4  12  6 
Ibu Rumah Tangga  50  44  42  17 
Pedagang  19  20  53  28 
Dosen  24  14  23  1 
Siswa SD  48  33  130  80 

121 
 
   Koran  Majalah Buku  Komik 
Siswa SMP  63  45  112  62 
Siswa SMU  65  66  84  51 
PNS  124  73  116  15 
Guru  32  19  27  7 
TNI/Polri  16  23  42  26 
Buruh  8  1  9  4 
 Total  525  397  776  351 
%  25,62%  19,38%  37,87%  17,13% 
 
Informasi tentang jenis bacaan yang digemari berbagai kelompok profesi ini dapat
membantu perpustakaan menentukan jenis bacaan yang disediakan untuk kalangan
utama pembacanya.
Tabel 4.2.28  Durasi membaca Koran, majalah dan buku  

> 3 jam  2 – 3 jam  1 – 2 jam < 1 jam 3 – 4 jam  2 – 3 jam  1 – 2 jam 


  per hari  per hari  per hari  per hari per minggu per minggu  per minggu

15  24  218 357 14 18  32


Baca Koran 
2,21%  3,54%  32,15% 52,65% 2,06% 2,65%  4,72%
8  7  38 65 4 3  13
Baca Majalah 
5,80%  5,07%  27,54% 47,10% 2,90% 2,17%  9,42%
15  20  59 56 2 1  3
Baca Buku 
9,62%  12,82%  37,82% 35,90% 1,28% 0,64%  1,92%
 
Kegiatan membaca koran dilakukan kurang dari satu jam setiap hari oleh
sebagian besar responden (62,09 %), dan antara 1 – 2 jam setiap hari (32,15 %). Namun
ada juga yang membaca koran lebih dari 2 jam setiap hari yaitu antara 2 – 3 jam (3,54
%), bahkan lebih dari 3 jam setiap hari (2,21 %). Hal ini tidak lazim dilakukan. Hal yang
sama terjadi pada membaca majalah yaitu rata-rata responden membaca majalah
antara kuran dari satu jam sampai 2 jam setiap hari (61,59 %). Membaca majalah lebih
dari dua atau bahkan lebih dari 3 jam setiap hari tidak biasa dilakukan orang.
Sebaliknya, membaca buku biasanya dilakukan lebih lama dibandingkan dengan
membaca koran dan majalah. Kelompok orang yang membaca buku lebih dari 1 jam

122 
 
setiap hari ternyata cukup besar yaitu sebesar 60,26 % dan yang membaca buku kurang
dari 1 jam setiap hari sebesar 39,74 %.

 
Gambara 4.2.23  Grafik Gambaran Jenis Bacaan yang Digemari Responden 
Bahan bacaan yang paling populer adalah bacaan agama yang dipilih oleh 503
responden, diikuti dengan bacaan kelompok buku ilmu pengetahuan yang dipilih oleh
486 responden, kemudian bacaan pengetahuan populer oleh 207 responden, bacaan
lain-lain dipilih oleh 168 responden, dan terakhir dan paling sedikit adalah buku-buku
fiksi. Pada kolom lain-lain responden umumnya menulis novel, cerpen. komik,
dongeng, Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya di lokasi penelitian,
tidak begitu menyukai fiksi/sastra oleh 160 responden. Hal ini memperkuat pernyataan
Taufik Ismail yang menyatakan bahwa sejak tahun 1943 sekolah-sekolah SMA di
Indonesia tidak pernah mewajibkan siswanya membaca buku-buku sastra. Dikatakan
demikian oleh Taufik Ismail karena di sekolah-sekolah SMA buku sastra (1) tak disebut
di kurikulum, (2) dibaca hanya ringkasannya, (3) siswa tak menulis mengenainya, (4)
tidak ada di perpustakaan sekolah, dan (5) tidak diujikan3. Jika siswa diberi tugas wajib
                                                            
3
Taufik Ismail (2005). Tragedi Nol Buku Tragedi Kita Bersama. Makalah Rapat Kerja
Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia, Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, tanggal 31
Mei 2005.

123 
 
untuk membaca buku sastra, maka diharapkan hal ini mendorong siswa tersebut untuk
membaca karya-karya sastra yang lain.

Untuk membaca buku, sebagian besar responden mengaku membeli (67,6 %),
diikuti dengan meminjam dari meminjam dari teman (37,6 %), perpustakaan umum
(36,3 %), dan meminjam dari kantor atau pejabat pemerintah (8,5 %).
Tabel 4.2.29  Gambaran perolehan buku responden sebagai bahan bacaan 

Meminjam Meminjam dari  
Perpustakaan  
Membeli  dari  Kantor/Pejabat/aparat
  Umum 
Teman  pemerintah 

Mahasiswa  61  66  8  54 


Pegawai Swasta  28  21  4  10 
Petani/Nelayan  11  18  0  6 
Ibu Rumah Tangga  37  16  4  22 
Pedagang  28  11  5  6 
Dosen  22  16  9  14 
Siswa SD  136  24  5  69 
Siswa SMP  103  56  2  62 
Siswa SMU  93  96  4  32 
PNS  31  21  15  37 
Guru  37  15  5  13 
TNI/Polri  21  12  8  5 
Buruh  9  3  1  7 
 Jumlah  617  375  70  337 
% dr sampel  66,56%  40,45%  7,55%  36,35% 

Data tabel 4.2.21 menunjukkan bahwa peran perpustakaan umum belum optimal
sebab belum banyak responden yang memanfaatkan perpustakaan untuk memenuhi
kebutuhan bahan bacaannya. Padahal usaha Pemerintah Provinsi sudah sangat gencar
dilakukan misalnya melalui Gerakan Makassar Gemar Membaca GMGM) yang
dicanangkan oleh Walikota Makassar Ir.H. Ilham Arief Sirajuddin sejak tanggal 05 Juni
2006. GMGM merupakan salah satu program Pemerintah Kota Makassar, yang
bertujuan meningkatkan minat baca dengan program antara lain pendirian rumah baca
atau Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Untuk tahap awal sudah didirikan di setiap

124 
 
kecamatan di Makassar, juga yang didirikan masyarakat secara swadaya. Pada tahun
2007 semakin gencar dilakukan berbagai kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan
dicanangkannya GMGM.
Kepedulian Pemerintah Kota Makasssar dalam mengembangkan minat baca
masyarakat sesungguhnya sudah tampak, terutama dalam menggerakkan pengusaha
dan komponen masyarakat lainnya untuk berpartisipasi dalam mengembangkan minat
baca masyarakat. Bahkan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin sempat mendapat
penghargaan Nugra Jasadarma Puspataloka (NJP). Nugra Jasadarma Puspataloka
adalah penghargaan atas prestasi Kota Makassar dalam peningkatan minat baca.
Penghargaan dari Perpustakaan Nasional itu diserahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Penghargaan yang sama pada kesempatan yang sama juga diberikan kepada
perorangan, pejabat dan instansi yang berperan nyata dalam meningkatkan minat baca
masyarakat, misalnya Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, Gubernur Riau Rusli
Zainal, Wali Kota Malang Peni Suparto, Pimpinan Perpustakaan Prof Dr Doddy A Tisna
Amidjaja Bandung, Dien Sardinah dan penulis Gola Gong dari Rumah Dunia, Serang,
Banten, penerbit Serambi Ilmu Semesta, PT Bina Media Tenggara, LIPI Press, Gema
Nada Pertiwi, Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Departemen Dalam Negeri dan Badan
Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Departemen Agama.
Pemda Kota Makassar memang pemda belum memberikan anggaran secara
khusus untuk program peningkatan minat baca masyarakat. Hal ini diakui oleh yang
terhormat para anggota Komisi D DPRD Kota Makassar yang sempat diwawancarai di
ruang kerja mereka di Gedung DPRD Kota Makassar. Untuk saat ini baru
mengandalkan bantuan dana dan fasilitas dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di
kota Makassar. Namun Pemprov Sulsel mulai tahun 2007 sudah menganggarkan untuk
membiayai 40 Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang sudah dirintis oleh Pemda
Makassar. Sedangkan sisanya yaitu 8 TBM akan dibiayai oleh Pemda Makassar.
Sebagian besar responden (78,43 %) tidak menjawab pertanyaan mengenai
keberadaan perpustakaan umum atau taman bacaan di Kota Makassar. Dari 200
responden yang menjawab pertanyaan ini, hanya 174 (87,0% dari yang menjawab atau
18,77 % dari keseluruhan sebanyak 927 responden) mengetahui bahwa ada
perpustakaan atau taman bacaan umum di Kota Makassar. Sebanyak 9 responden (0,45
atau 0,97) yang menyatakan tidak ada perpustakaan atau taman bacaan di Kota
125 
 
Makassar. Sisanya sebanyak 17 responden (0,85 atau 1,83 %) menyatakan tidak tahu
mengenai keberadaan perpustakaan umum atau taman bacaan di Kota Makassar.
Dari 174 orang responden yang tahu kalau di kota Makassar ada perpustakaan
umum, hanya 102 (58,62 %) orang yang menyatakan pernah berkunjung ke
perpustakaan umum atau taman bacaan tersebut. Frekuensi berkunjung ke
perpustakaan umum yang paling banyak adalah dua kali dalam satu minggu dan
sebulan sekali masing-masing 28 %, kemudian diikuti sekali dalam seminggu (26,4 %),
lainnya rata-rata frekuensi kunjungan ke perpustakaan sangat jarang yaitu diatas tiga
bulan sekali. Ada empat persen responden menyatakan berkunjung ke perpustakaan
atau taman bacaan setiap hari.
Dari tabel 4.2.22 dapat dilihat bahwa kelompok mahasiswa berkunjung ke
perpustakaan satu sampai dua kali seminggu. Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan
umum lebih banyak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bacaan dalam kaitannya
dengan penulisan tugas akhir mahasiswa, misalnya dalam penulisan skripsi. Hal ini
dapat disebabkan karena mereka ingin menambah literatur yang sudah didapatkan di
kampus mereka.
 

 
 
Gambar 4.2.24  Grafik Frekuensi Berkunjung ke Perpustakaan Umum 
 

126 
 
Tabel 4.2.30  Frekuensi Kunjungan ke Perpustakaan Berdasarkan Profesi Responden 

   1 X /hari  2 X /mg 1 X /mg 1 X /bln 1 X /3 bln  1 X /6 bln  1 X /th


Mahasiswa  1  37 19 8 1  1  1
Pegawai Swasta  2  2 6 13 4  0  2
Petani/Nelayan  0  0 6 4 3  1  1
Ibu Rumah Tangga  2  3 13 17 1  0  0
Pedagang  0  2 2 8 2  0  0
Dosen  0  3 6 8 0  0  4
Siswa SD  28  25 17 27 7  7  9
Siswa SMP  10  37 15 7 4  2  6
Siswa SMU  2  11 24 18 4  4  9
PNS  22  10 6 7 2  2  1
Guru  1  8 5 8 5  3  1
TNI/Polri  0  0 8 4 1  0  2
Buruh  0  1 0 0 1  3  0
   68  139 127 129 35  23  36
 
Kunjungan siswa SD ke perpustakaan umum oleh 120 (22,43 %) dari total
responden dan sebagian besar berkunjung antara satu kali seminggu, dua kali
seminggu, dan sekali sebulan, sisanya menyatakan jarang berkunjung ke perpustakaan
yaitu dengan berkunjung antara satu kali tiga bulan dan bahkan ada yang berkunjung
hanya satu kali saja dalam setahun. Pada kelompok siswa SMP persentase yang
berkunjung ke perpustakaan umum rendah dari siswa SD yaitu hanya 81 (1514 %) dari
total responden dengan pola kunjungannya juga bergeser dimana siswa yang
berkunjung ke perpustakaan banyak di sekali dalam satu bulan sampai dua kali dalam
seminggu. Persentase siswa SMA yang berkunjung ke perpustakaan umum malah lebih
lagi yaitu hanya 72 responden atau hanya sekitar 13,46 %. Kelompok siswa SMA rata-
rata berkunjung antara sebulan sekali sampai seminggu dua kali. Seperti yang sudah
disebutkan di awal laporan ini bahwa salah satu indikator tinggi rendahnya minat baca
adalah korbanan waktu untuk datang ke perpustakaan (frekuensi).
Pada umumnya responden datang sendirian ke perpustakaan (84,35 %), dan
hanya sebagian kecil mengajak isteri (5,32 %), dan membawa anak (10,33 %). Namun

127 
 
demikian mereka mengaku memberitahu orang lain bahwa di kota tempat mereka
tinggal ada perpustakaan (87,58 %), dan hanya sebagian saja yang tidak memberitahu
orang lain yaitu sebanyak 12,42 %.

Tabel 4.2.31 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum

terlalu jauh

tidak pernah

sibuk

Malas

Alasan lain
sendiri di

dan sudah tua


Punya buku

Bukunya

berganti

Tidak ada

membaca
rumah

Jaraknya

tidak menarik

Koleksinya

Tidak sering
waktu karena
  
Mahasiswa 6 7 7 8 5 1 3 5
Pegawai Swasta 2 7 2 1 15 2 1 1
Petani/Nelayan 2 9 0 0 3 0 2 3
Ibu Rumah Tangga 1 1 1 0 25 6 8 1
Pedagang 0 6 3 0 25 4 1 0
Dosen 1 0 2 1 3 0 0 0
Siswa SD 34 33 4 10 17 6 4 9
Siswa SMP 17 38 6 1 16 3 4 6
Siswa SMU 8 37 6 4 12 5 19 8
PNS 1 2 1 0 7 1 0 0
Guru 5 7 2 2 6 0 0 0
TNI/Polri 1 4 1 1 15 0 0 0
Buruh 1 0 0 0 5 10 0 0
Jumlah 79  151 35 28 154 38  42  33
14,11%  26,96% 6,25% 5,00% 27,50% 6,79%  7,50%  5,89%

Dari responden yang jarang atau tidak datang ke perpustakaan (lihat tabel
4.2.23) diperoleh data bahwa tidak ada waktu karena sibuk menjadi alasan utama
(27,50 %), kemudian jarak perpustakaan terlalu jauh dari tempat tinggal mereka (26,96
%), alasan karena sudah memiliki koleksi sendiri di rumah (14.11 %), malas (7,50 %),
tidak sering membaca (6,79 %), bukunya tidak menarik dan sudah tua (6,25 %),
koleksinya tidak pernah berganti (5,00 %) dan karena alasan lain (5,89 %) misalnya
tidak ada keperluan, sulit prosedur pinjam buku, tidak punya kartu perpustakaan, .
Alasan jarak merupakan alasan paling banyak dipilih oleh responden. Ini ada kaitannya
dengan kemampuan mereka dalam membayar ongkos menggunakan angkutan umum
yang menurut mereka tidak murah (rata-rata 87,62 % menyatakan mahal dan sedang),

128 
 
hanya 7,93 % saja dari responden yang menyatakan bahwa ongkos angkutan umum di
wilayah mereka termasuk murah. Kondisi jumlah angkutan umum sendiri menurut
sebagian besar responden termasuk banyak (dinyatakan oleh 66,99 %).
Untuk mengatasi masalah jarak, perlu diperbanyak perpustakaan keliling atau
TBM (Taman Bacaan Masyarakat) yang saat ini di Kota Makassar sudah banyak
didirikan, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Yang agak mengejutkan
adalah adanya responden yang tidak datang ke perpustakaan dengan alasan tidak ada
waktu karena sibuk. Jika alasan ini dikemukakan oleh responden yang berprofesi
seperti pedagang dan sejenisnya mungkin dapat dimengerti, namun bila alasan ini
dinyatakan oleh kelompok mahasiswa dan pelajar maka sepertinya alasan ini kurang
dapat diterima dan terkesan dibuat-buat. Ini merupakan bukti bahwa minat baca yang
ditunjukkan dengan frekuensi datang ke perpustakaan memang rendah. Beberapa
responden memberi alasan bahwa tidak datang ke perpustakaan karena mereka
memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya. Nampaknya alasan ini dapat diterima.
Namun bila dianalisa lebih mendalam, sesungguhnya sulit bagi seseorang yang
memiliki kegemaran membaca yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan bahan
bacaannya. Untuk itu orang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi biasanya
akan datang ke perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasoetion (1992) yang
menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengumpulkan kepustakaan
(buku) yang berhubungan dengan minatnya sebagai milik pribadi di rumah. Itulah
sebabnya perpustakaan umum adalah sarana penunjang pengembang ilmu dan
penelitian yang sangat penting. Yang perlu disediakan di rumah hanyalah sumber-
sumber rujukan yang diperlukan sewaktu-waktu4. Alasan yang dikemukakan ini
terkesan mengada-ada, karena dari data kepemilikan buku, responden yang tidak punya
koleksi buku di rumahnya cukup besar yaitu mencapai 24,33 %, dan kalau digabung
dengan responden yang memiliki buku dengan jumlah sedikit (kurang 10)
persentasinya mencapai mencapai 64,14 %. Dengan demikian sesungguhnya alasan
tidak datang ke perpustakaan karena sudah memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya
menjadi kurang bermakna.

                                                            
4
Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja.
Jakarta: Grasindo, 1992. hal 62.

129 
 
4.2.7  Rangkuman Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca 
Secara ringkas pada tabel dan grafik berikut dapat dilihat hubungan karakteristik
responden (umur, pendidikan, pendapatan) dengan minat baca (durasi membaca,
frekuensi membaca dan korbanan) untuk Kota Makassar adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2. 32 Hubungan Karakteristik responden dengan Minat Baca


Minat Baca 
Karakteristik 
Korbanan 
Responden  Durasi Baca  Frekuensi baca 
Beli buku  Pemilikan buku 
Umur  ‐0,106**  0,134**  0,151**  0,319** 

Pendidikan  ‐0,068  0,049  0,163**  0,367** 

Pendapatan  0,253**  0,086  0,148*  0,484** 


** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).
* Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah).

Pada grafik berikut jelas tergambar hubungan korelasi yang dimaksud.


MODEL: MOD_1. MODEL: MOD_2.
Independent: durasi Independent: durasi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
umur_1 LIN ,008 822 6,45 ,011 4,0360 -,1310 pdptn_1 LIN ,058 353 21,80 ,000 2,2809 ,3109

Umur Pendapatan

7.00 Observed Observed


7.00
Linear Linear

6.00 6.00

5.00
5.00

4.00
4.00

3.00
3.00

2.00
2.00

1.00
1.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00


1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Durasi baca
Durasi baca

Grafik a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal terhadap Grafik b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal 
Minat Baca  komponen Umur  dengan Durasi membaca,        r = ‐ terhadap Minat Baca  komponen Pendapatan dengan Durasi 
0,106 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah), ini berarti  membaca, r = 0,253 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua 
semakin tinggi umur terdapat kecenderungan durasi  arah).  Ini berarti semakin besar pendapatan terdapat 
membaca semakin menurun  kecenderungan  membaca semakin tinggi pula. 

Gambar 4.2.25 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendapatan terhadap Durasi Baca

130 
 
MODEL: MOD_3.
Independent: frekuensi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
umur_1 LIN ,009 553 5,17 ,023 3,0096 ,1084

Umur

7.00 Observed
Linear

6.00

5.00

4.00

3.00

2.00

1.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00


Frekuensi baca

Grafik a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal 
terhadap Minat Baca  komponen Umur dengan Frekuensi 
membaca, r = 0,134 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua 
arah). Ini berarti semakin tinggi umur terdapat 
kecenderungan frekuensi membaca semakin tinggi 
Gambar 4.2.26 Grafik Model Data Plot Umur terhadap Frekuensi Baca

ODEL: MOD_4.
Independent: beli buku
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
umur_1 LIN ,011 660 7,39 ,007 2,9465 ,1800
pddkn_1 LIN ,011 660 7,12 ,008 3,1167 ,1766

Umur Pendidikan

7.00 Observed 7.00 Observed


Linear Linear

6.00 6.00

5.00 5.00

4.00 4.00

3.00 3.00

2.00 2.00

1.00 1.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Beli buku Beli buku

Gambar 3a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal  Gambar 3b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal 
terhadap Minat Baca komponen Umur dengan Korbanan (beli  terhadap Minat Baca  komponen Pendidikan dengan Korbanan 
buku), r = 0,151 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).   (beli buku), r = 0,163 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua 
Ini berarti semakin tinggi umur terdapat kecenderungan  arah). Ini berarti semakin tinggi pendidikan terdapat 
mengorbankan dana untuk beli buku semakin besar  kecenderungan  mengorbankan dana untuk beli buku 
semakin besar pula.
Gambar 4.2.27 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Beli Buku

131 
 
Dari tabel dan grafik diatas dapat disimpulkan hal-hal berikut:

1. Terdapat korelasi nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan durasi
membaca. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin singkat durasi
membacanya. Ini mungkin berhubungan dengan daya tahan tubuh.

2. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan frekuensi
membaca.

3. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan
membeli bahan bacaan.

4. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korban
pemilikan buku.

5. Terdapat korelasi nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan durasi
membaca.

6. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan


frekuensi membaca.

7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan


korbanan membeli bahan bacaan.

8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan


korbanan memiliki bahan bacaan.

9. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan durasi
membaca.

10. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
frekuensi membaca.

11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan membeli bahan bacaan.

12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan.

132 
 
4.3  Pekanbaru 

4.3.1 Gambaran Umum Responden Kota Pekanbaru 
Untuk menjaring data di Pekanbaru, maka disebarkan sebanyak 1000 kuesioner,
namun jumlah kuesioner yang kembali sebesar 901 (90,1 %). Responden terdiri dari
403 laki-laki (44,73 %) dan perempuan sebanyak 498 (45,39 %). Responden tersebut
terdiri dari beberapa kelompok yaitu 80 orang Mahasiswa (8,88 %), 65 orang pegawai
swasta (7,21 %), 46 orang petani (5,11 %), 40 orang ibu rumah tangga (4,44 %), 26 orang
pedagang (2,89 %), 25 orang dosen (2,77 %), 175 orang siswa SD (19,42 %), 160 orang
siswa SMP (17,76 %), 136 orang siswa SMU (15,09 %), 59 orang pegawai negeri sipil
(6,55 %), 37 orang guru (4,11), 25 orang anggota TNI/Polri (2,77 %), dan 27 orang buruh
(3 %). Sebagian besar responden yang terjaring merupakan penduduk asli Kota
Pekanbaru atau setidak-tidaknya lahir di kota Pekanbaru yaitu sebesar 684 responden
(75,92 %), sebesar 188 responden (46,65 %) mengaku sebagai pendatang, sedangkan
sisanya sebesar 29 responden (5,82 %) tidak menjawab. Pendatang atau perantau ini
sudah tinggal di kota Pekanbaru antara kurang dari 5 tahun sampai lebih dari 25 tahun.
Dari aspek status dalam rumah tangga, responden dapat dibagi menjadi 131
orang (14,56 %) berstatus sebagai ayah, 128 orang (14,22 %) berstatus sebagai Ibu,
sedangkan sisanya sebanyak 641 orang (71 %) berstatus sebagai anak, sedangkan satu
orang tidak menjawab status yang bersangkutan.
Tabel 4.3.1  Responden berdasarkan jenis kelamin 
Kelompok Responden Laki‐laki Perempuan Jumlah Persen 
Mahasiswa  30 50 80 8,88 
Pegawai Swasta  33 32 65 7,21 
Petani/Nelayan  27 19 46 5,11 
Ibu Rumah Tangga  0 40 40 4,44 
Pedagang  11 15 26 2,89 
Dosen  16 9 25 2,77 
Siswa SD  72 103 175 19,42 
Siswa SMP  71 89 160 17,76 
Siswa SMU  65 71 136 15,09 

133 
 
Kelompok Responden Laki‐laki Perempuan Jumlah Persen 
PNS  28 31 59 6,55 
Guru  14 23 37 4,11 
TNI/Polri  21 4 25 2,77 
Buruh  15 12 27 3,00 
Jumlah  403 498 901  
 
Berdasarkan umur, responden dibagi menurut kelompok umur kurang dari 12
tahun (atau diperkirakan usia siswa SD) yaitu sebanyak 192 orang (21,43 %), 13 tahun
sampai dengan 15 tahun (atau diperkirakan usia siswa SLTP) sebanyak 169 orang (18,86
%), 16 tahun sampai dengan 18 tahun (atau diperkirakan usia siswa SLTA) sebesar 132
orang (14,73 %), 19 tahun sampai dengan 23 tahun (atau diperkirakan usia mahasiswa)
sebesar 100 orang (11,16 %), 24 tahun sampai dengan 40 tahun (atau usia tenaga kerja
muda) sebanyak 209 orang (23.33 %), 41 tahun sampai dengan 55 tahun (atau usia
tenaga kerja tua) sebanyak 88 orang (9,82 %), dan terakhir yang berusia lebih dari 56
tahun (atau usia tidak produktif atau pensiunan) sebanyak 6 orang (0,67 %).
Tabel 4.3.2  Kelompok Responden Berdasarkan Umur 
Umur (tahun)
Kelompok  Jumlah 
< 12 th 13‐15 16‐18 19‐23 24‐40 41‐55 >56 
Mahasiwa  0 0 5 59 15 0 1  80 
Pegawai Swasta  0 0 2 18 40 5 0  65 
Petani/Nelayan  0 4 4 10 20 7 0  46 
Ibu Rumah Tangga  0 0 0 0 33 6 1  40 
Pedagang  0 0 0 0 10 16 0  26 
Dosen  0 0 0 0 14 11 0  25 
Siswa SD  173 2 0 0 0 0 0  175 
Siswa SMP  12 145 0 0 0 1 0  160 
Siswa SMU 0 15 121 0 0 0 0  136 
PNS  0 0 0 0 27 29 2  59 
Guru  0 0 0 0 29 7 0  37 
TNI/Polri  0 0 0 7 16 2 0  25 
Buruh  0 0 0 6 14 5 2  27 
Jumlah  192 169 132 100 209 88 6  901 

134 
 
 
Sesuai dengan kuota, maka responden yang berasal dari kalangan sekolah lebih
besar yaitu 551 responden (61,15 %), yang sudah tidak bersekolah lagi sebesar 294
responden (32,63 %), sedangkan sisanya sebesar 56 responden tidak menjawab apakah
mereka masih berstatus masih sekolah atau sudah bekerja yaitu sebesar 56 responden
(6,22 %). Responden yang masih sekolah terdiri dari siswa sekolah dasar atau SD
sebesar 175 responden (19,42 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau SLTP
sebesar 158 responden (17,54 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau SLTA
sebesar 138 responden (15,32 %), mahasiswa sebesar 85 responden (9,43 %). Dari
keseluruhan responden yang mengaku sebagai masih bersekolah, sebanyak lima
responden menjawab selain bekerja, mereka juga berstatus pelajar atau mahasiswa.
Gambar 4.3.1 berikut menunjukkan kondisi responden dalam hal pendidikan.
Responden yang tidak tamat SD sebesar 40 responden (4,59 %), tamat SD sebanyak 294
responden (33,75 %), tamat SLTP sebanyak 172 reponden (19,75 %), tamat SLTA
sebesar 200 responden (22,96%), diploma sebesar 47 responden (5,40 %), sarjana
sebesar 109 responden (12,51 %), dan pascasarjana atau bergelar S2 dan atau S3 sebesar
9 responden (1,03 %).

 
Gambar 4.3.1  Sebaran Tingkat Pendidikan Responden 
Dari aspek profesi responden diharapkan dapat mewakili sebanyak mungkin
profesi. Kelompok responden tersebut terdiri atas pegawai negeri sebesar 66 responden
(17 %), pegawai swasta sebesar 54 responden (13,9 %), pedagang sebesar 30 responden

135 
 
(7,7 %), TNI/POLRI sebesar 25 responden (6,4 %), petani sebesar 46 responden (11,8
%), wiraswastawan sebesar 30 responden (7,7 %), wartawan sebesar 1 responden (0,3
%), buruh sebesar 20 responden (5,1 %), dan profesi lainnya yang tidak termasuk
kategori tersebut sebesar 117 responden (30,1 %).
Pendapatan responden tersebar dari pendapatan kurang dari 500 ribu rupiah per
bulan sampai kepada yang berpendapatan lebih ari 4,5 juta rupiah setiap bulan.
Sebagian terbesar responden berpendapatan antara 500 ribu sampai 1 juta rupiah per
bulan. Sebaran responden menurut tingkat pendapatan digambarkan pada tabel 4.3.3
dan gambar 4.3.2 menggambarkan sebaran pendapatan responden secara umum.
Tabel 4.3.3 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan  per Bulan 

Lebih dari 
500 rb – 1 

lebih dari 
Lebih dar 
Lebih 1 jt 

Lebih 1,5 
jt – 2,5 jt 
dari 500 
Kurang 

Kelompok 
– 1,5 jt 

2,5 jt – 

3,5 jt – 
3,5 jt 

4,5 jt 

4,5 jt 
ribu 

Responden 
juta 

Mahasiswa  7  19 8 1 1 0  0
Pegawai Swasta  5  21 11 11 6 1  7
Petani/Nelayan  1  20 16 9 0 0  0
Ibu Rumah Tangga  2  11 7 2 0 0  0
Pedagang  1  6 7 7 3 0  0
Dosen  0  0 0 0 7 18  0
PNS  0  5 9 18 6 11  8
Guru  2  2 3 8 21 1  0
TNI/Polri  0  0 6 9 9 0  0
Buruh  8  19 0 0 0 0  0
 Jumlah  26  103 67 65 53 31  15
% dari responden   7,2  28,6 18,6 18,1 14,7 8,6  4,2
 

136 
 
 
Gambar 4.3.2   Sebaran Tingkat Pendapatan Responden 
Dari aspek jumlah anggota keluarga sebagian responden terdiri dari keluarga
dengan jumlah anggota keluarga sebesar 3 – 4 orang (390 responden) kemudian diikuti
berturut-turut dengan jumlah anggota keluarga 5 – 6 orang (325 responden), 7 – 8
orang (83 responden), kurang dari 2 orang (49 responden), dan yang terakhir adalah
keluarga besar yaitu dengan jumlah keluarga sebanyak lebih dari 8 orang (30
responden). Secara rinci kondisi responden berdasarkan jumlah anggota dalam
keluarga disajikan pada tabel 4.3.4.
Tabel 4.3.4  Sebaran Responden Berdasarkan Besarnya Anggota Keluarga 
 
Kurang  Lebih  
3 – 4  5 – 6  7 – 8 
dari 2  dari 8  
   orang orang orang
orang  orang 
Mahasiswa  1 27 26 15 7 
Peg Swasta  5 21 24 8 7 
Petani/Nelayan  4 34 6 2 1 
Ibu Rumah Tangga 1 28 10 1 0 
Pedagang  1 17 7 1 0 
Dosen  0 13 10 2 0 
Siswa SD  5 75 72 14 6 
Siswa SMP  6 52 72 15 3 
Siswa SMU  1 53 60 19 1 
PNS  4 30 18 4 4 

137 
 
Kurang  Lebih  
3 – 4  5 – 6  7 – 8 
dari 2  dari 8  
   orang orang orang
orang  orang 
Guru  1 24 11 1 0 
TNI/Polri  15 5 5 0 0 
Buruh  5 11 4 1 1 
 Jumlah  49 390 325 83 30 
Persen  5,4 43,3 36,1 9,2 3,3 
 
Pada umumnya responden termasuk kelompok masyarakat yang cukup terbuka.
Hal ini dicerminkan dari fasilitas informasi untuk melakukan akses ke luar. Pada
umumnya mereka memiliki pesawat radio, pesawat televisi, pemutar video/vcd/dvd,
komputer. Sebagian dari mereka bahkan memiliki akses ke internet. Sedangkan media
cetak yang mereka miliki cukup banyak adalah koran dan majalah. Fasilitas tersebut
selain digunakan untuk mendapatkan informasi dari luar, juga digunakan sebagai
sarana hiburan. Tabel 4.3.5 memperlihatkan sebaran responden dalam hal kepemilikan
fasilitas informasi.
Tabel 4.3.5 Kepemilikan Fasilitas Media Informasi 
Fasilitas informasi yang dimiliki 
Responden  Video/ Koneksi
Pesawat  Pesawat
VCD/ Komputer  ke  Koran  Majalah 
Radio  TV 
DVD  Internet 
Mahasiswa  61  70  45  43  13  52  39 
Pegawai Swasta  45  55  44  28  10  42  29 
Petani/Nelayan  26  42  20  0  0  0  1 
Ibu Rumah Tangga  27  38  21  3  0  9  6 
Pedagang  23  25  22  3  0  12  7 
Dosen  25  25  25  23  5  25  23 
Siswa SD  55  95  86  83  18  78  67 
Siswa SMP  119  139  126  86  18  118  106 
Siswa SMU  102  126  104  75  15  100  88 
PNS  45  53  40  30  10  38  28 
Guru  29  36  33  24  2  30  25 
TNI/Polri  10  25  14  3  0  3  2 
Buruh  16  21  14  1  2  10  4 
 Jumlah  583  750  594  402  93  517  425 
Persen dari Responden  64,7  83,2  65,9  44,6  10,3  57,4  47,2 
 
 

138 
 
 
Gambar 4.3.3   Tingkat Pemilikan Media 

4.3.2 Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang 
Dalam mengisi waktu luang sebagian besar responden mengaku melakukan
kegiatan membaca dan menonton televisi/video/vcd. Sebagian lagi mengatakan mengisi
waktu luangnya dengan mendengarkan siaran radio dan rekreasi. Kegiatan membaca
dan menonton dilakukan seimbang oleh sebagian besar responden yaitu membaca oleh
723 responden atau sebesar 80,24 % dari total responden, dan sebanyak 702 responden
atau 77,91 % dari total responden melakukan kegiatan menonton dalam mengisi waktu
luangnya. Penggunaan radio sebagai alat untuk mengisi waktu luang tidak terlalu
populer yaitu hanya digunakan oleh 382 responden (42,40 % terhadap total responden).
Sedangkan rekreasi adalah kegiatan yang sangat sedikit dilakukan oleh responden
dalam mengisi waktu luang yaitu dilakukan oleh sebanyak 267 responden atau 29,63 %
terhadap total responden. Dari tabel dapat dilihat bahwa profesi yang memang
menuntut kegiatan membaca seperti dosen, mahasiswa serta pelajar, maka membaca
merupakan kegiatan yang dilakukan mereka untuk mengisi waktu luangnya. Dosen
menyatakan bahwa membaca, menonton televisi dan mendengarkan siaran radio
merupakan kegiatan yang dilakukan setiap saat bila mereka memiliki waktu luang. Hal
ini tidak mengherankan, karena profesi dosen memang menuntut harus selalu
memperbaharui pengetahuannya. Dari 25 responden dosen, hanya 8 responden saja
yang mengisi waktu luangnya dengan rekreasi selain membaca, menonton televisi dan
mendengarkan siaran radio. Mahasiswa dan pelajar, guru, serta PNS menyatakan

139 
 
mengisi waktu luang mereka dengan membaca dan menonton televisi lebih tinggi
dibandingkan dengan mendengarkan mendengarkan siaran radio dan rekreasi.
Sebagian profesi ini tetap menempatkan membaca adalah kegiatan dominan. Hanya
pada pelajar SMU yang agak mengherankan, karena mereka mengaku menonton
televisi/video/VCD lebih tinggi daripada membaca. Padahal profesi mereka menuntut
kegiatan membaca yang intensif. Sudah dapat ditebak bahwa pada profesi yang tidak
menuntut kegiatan membaca secara intensif seperti ibu rumah tangga, petani,
TNI/POLRI, dan buruh, maka kegiatan menonton televisi/video/vcd merupakan
pilihan kegiatan yang lebih banyak dalam mengisi waktu luang mereka. Agak
mengherankan juga bahwa profesi buruh menyatakan membaca lebih banyak
ketimbang menonton televisi/video/vcd. Mungkin juga disebabkan oleh kepemilikan
maupun akses terhadap fasilitas ini yang tidak begitu tinggi sehingga mereka memilih
untuk melakukan kegiatan membaca.
Tabel 4.3.6  Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden dalam Melakukan Kegiatan 
Menonton
Mendengarkan 
Kelompok   Jumlah  Membaca  TV/Video/  Rekreasi 
Siaran Radio 
Responden  responden  VCD 
Resp  %  Resp  %  Resp  %  Resp  % 
Mahahasiswa   80  71  88,75  62  77,50  45  56,25  28  35,00 
Pegawai Swasta  65  56  86,15  53  81,54  30  46,15  25  38,46 
Petani/Nelayan   46  24  52,17  35  76,09  9  19,57  0  0,00 
Ibu Rumah Tangga  40  30  75,00  35  87,50  9  22,50  4  10,00 
Pedagang  26  19  73,08  25  96,15  22  84,62  1  3,85 
Dosen  25  25  100  25  100  25  100  8  32,00 
Siswa SD  175  141  80,57  87  49,71  42  24,00  52  29,71 
Siswa SMP  160  128  80,00  126  78,75  55  34,38  44  27,50 
Siswa SMU  136  106  77,94  121  88,97  74  54,41  61  44,85 
PNS  59  55  93,22  50  84,75  25  42,37  26  44,07 
Guru  37  36  97,30  36  97,30  29  78,38  11  29,73 
TNI/Polri  25  8  32,00  24  96,00  7  28,00  1  4,00 
Buruh  27  24  88,89  23  85,19  10  37,04  6  22,22 
 Total  901  723  80,24  702  77,91  382  42,40  267  29,63 
 

140 
 
 
Gambar 4.3.4   Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden 
Kegiatan ayah, ibu dan anak dalam membaca dan menonton kurang lebih
seimbang. Pada ayah dan ibu frekuensi kegiatan menonton sedikit lebih tinggi,
sedangkan pada anak frekuensi kegiatan membaca yang lebih tinggi. Ini tidak
mengherankan melihat mayoritas responden berasal dari kalangan pelajar yang masih
aktif sekolah. Jadi dapat diduga kegiatan membaca mereka ada kaitannya dengan status
mereka sebagai pelajar. Walaupun bagi sebagian masyarakat siaran radio masih
merupakan acara yang menarik, namun penggemar siaran radio ini sudah dikalahkan
oleh kegiatan menonton televisi. Rata-rata masyarakat melakukan aktifitas
mendengarkan siaran radio hanya setengah dari melakukan kegiatan membaca maupun
menonton televisi.

141 
 
Tabel 4.3.7   Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam Mengisi Waktu Luang 

Aktivitas Mengisi Waktu Luang 
Total 
Responden 
Mendengar  Responden
Membaca Menonton Rekreasi 
Radio 
Jumlah  108 115 66 26 
Ayah  131
Persen  82,4 87,8 50,4 19,8 
Jumlah  103 114 60 26 
Ibu  128
Persen  80,5 89,1 46,9 20,3 
Jumlah  512 472 256 215 
Anak  641
Persen  79,9 73,6 39,9 33,5 
 

 
Gambar 4.3.5   Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status dalam Rumah Tangga 
Walaupun dari segi frekuensi, kegiatan membaca dan menonton televisi nampak
seimbang, namun dari aspek lamanya melakukan kegiatan membaca dan menonton
maka kegiatan menonton dilakukan lebih lama oleh sebagian besar responden (lihat
grafik). Bahkan responden yang menonton lebih dari 3 jam sehari menduduki jumlah
terbesar (302 responden), sedangkan yang membaca lebih dari 3 jam sehari hanya
sebesar 72 responden. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa masyarakat Indonesia lebih
senang menonton daripada membaca.

142 
 
 
Gambar 4.3.6  Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton 
Tabel 4.3.8  Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca 
Lama Membaca (B) dan Lama Menonton TV (N) 
Jenis Kelamin  > 3 j/hr  2 – 3 j/hr  1 – 2 j/hr  < 1 j/hr  3 – 4 j/mg  2 – 3 j/mg  1 – 2 j/mg 
B  N  B  N B N B N B N B  N  B  N
Laki‐laki   38  130  46  91 159 102 114 53 8 6 2  4  13  10
Perempuan  34  172  61  110 215 133 103 53 19 11 12  3  19  6
Total  72  302  107  201 374 235 217 106 27 17 14  7  32  16

 
Lebih jauh diperoleh fakta bahwa secara umum perempuan lebih banyak
memiliki waktu luang yang kemudian digunakan untuk membaca ataupun nonton
televisi. Perempuan umumnya menonton televisi lebih lama dibandingkan dengan laki-
laki (lihat gambar 4.3.7).

Tabel 4.3.9  Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Lama Membaca vs Lama Menonton 
> 3 j/hr  2 – 3 j/hr  1 – 2 j/hr  < 1 j/hr  3 – 4 j/mg  2 – 3 j/mg  1 – 2 j/mg 

laki‐laki (baca)  38  46  159  114  8  2  13 


Perempuan (baca)  34  61  215  103  19  12  19 
Laki‐laki (nonton)  130  91  102  53  6  4  10 
Perempuan (nonton) 172  110  133  53  11  3  6 
 

143 
 
 
 
Gambar 4.3.7  Grafik Perbandingan Lama Membaca dengan Lama Menonton pada Laki‐laki dan 
Perempuan 
Hubungan antara karakteristik responden seperti umur, pendidikan, dan
pendapatan terhadap penggunaan waktu luang yang dihitung secara statistik
menggunakan uji Rank Spearman dengan bantuan Aplikasi SPSS dapat dilihat pada
tabel 4.3.10 berikut.

Tabel 4.3.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media

Terpaan (Exposure) Media


Karakteristik Waktu Luang (aktivitas
Responden membaca dan lain-lain) Radio Televisi
(durasi mendengar) (durasi menonton)

Umur 0,316** 0,056 0,098**

Pendidikan 0,260** 0,052 0,091**

Pendapatan -0,070 -0,145** 0,129*

** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).


* Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah).
 
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa umur berpengaruh nyata (memiliki
korelasi positif) terhadap aktifitas membaca walaupun hubungannya tidak terlalu kuat

144 
 
yaitu dengan koefisien korelasi hanya sebesar 0,316. Ini berarti bahwa semakin tua
umur seseorang aktifitas membaca dalam rangka mengisi waktu luang akan semakin
tinggi. Hal ini dapat dimengerti karena pada usia anak-anak waktu luangnya lebih
banyak digunakan untuk bermain. Menurut literatur waktu bermain anak Indonesia
lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak Amerika yang hanya 3 – 4 jam sehari,
apalagi dengan anak-anak Korea yang hanya memiliki waktu bermain sebanyak satu
jam sehari1. Bahkan bagi anak-anak dari keluarga ekonomi lemah sebagian waktu
mereka digunakan untuk membantu orang tuanya mencari uang tambahan bagu
keluarga. Sedangkan waktu luang orang tua selain digunakan untuk aktifitas membaca,
juga digunakan untuk aktifitas menonton dan mendengarkan radio, dan bahkan
sebagian kecil juga menggunakan waktu luangnya untuk berekreasi. Namun demikian
umur tidak berpengaruh terhadap perilaku baik mendengarkan radio maupun
menonton (televisi/video/vcd). Koefisien korelasi antara umur dengan mendengarkan
radio hanya sebesar 0,056 yang berarti hampir mendekati nol yaitu tidak ada korelasi
antara umur dengan perilaku mendengarkan radio), sedangkan koefisien korelasi
antara umur dengan menonton 0,098 juga sangat lemah dan hampir tidak ada ada
hubungan antara umur dengan perilaku menonton.
Pendidikan ternyata mempunyai hubungan dengan penggunaan waktu luang
untuk membaca walaupun hubungan tersebut tidak dapat dikatakan tinggi yaitu dengan
nilai koefisien korelasi sebesar 0,260. Ini dapat dimengerti karena semakin
berpendidikan seseorang semakin membutuhkan informasi untuk memenuhi
kebutuhan menambah pengetahuan. Pada siswa dan mahasiswa tentu kegiatan
membaca harus menjadi kegiatan utama, begitu juga pada profesi dosen dan guru. Oleh
karena itu untuk meningkatkan minat dan kegemaran membaca masyarakat, dapat
dilakukan melalui peningkatan kualitas pendidikan. Penugasan-penugasan di sekolah
dan di kampus akan mendorong kebiasaan siswa dan mahasiswa untuk membaca
sekalipun nantinya membaca tersebut tidak ada hubungannya dengan penugasan dari
guru dan dosen. Kebiasaan memecahkan masalah dengan cara mencari sumber
informasi pada sumber-sumber bacaan akan mendorong peningkatan minat dan
kegemaran membaca. Selanjutnya tabel tersebut menggambarkan bahwa pendidikan

                                                            
1
Minat Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat. Senin, 8 Maret 2004.
145 
 
walaupun mempengaruhi kebiasaan responden baik dalam mendengarkan radio
maupun menonton televisi/video/vcd, namun pengaruhnya sangat lemah. Walaupun
koefisien korelasinya positif, namun nilainya sangat lemah yaitu masing-masing 0,052
dan 0,091 untuk pendidikan terhadap mendengarkan radio dan pendidikan terhadap
menonton televisi/video/vcd.
Pendapatan seseorang tidak berpengaruh terhadap penggunaan waktu luang
yang digunakan untuk aktifitas membaca. Sebenarnya nilai koefisien korelasinya negatif
yakni -0,070 yang berarti ada hubungan negatif antara tingkat penghasilan dengan
aktifita membaca, namun karena nilainya sangat kecil yaitu mendekati nol, maka
pengaruh tersebut hampir tidak ada artinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pada masyarakat yang berpenghasilan baik rendah, sedang, maupun tinggi pola
membacanya sama saja. Sedangkan pengaruh penghasilan terhadap kebiasaan
mendengarkan radio malah negatif dengan nilai koefisien korelasi lebih tinggi (-0,145),
artinya walaupun pengaruhnya kecil, namun menunjukkan bahwa semakin tinggi
penghasilan seseorang, semakin jarang mendengarkan radio. Berbeda dengan waktu
yang mereka gunakan untuk mendengarkan radio yang cenderung negatif (terbalik),
waktu yang mereka gunakan untuk menonton televisi/video/vcd ternyata berpengaruh
positif atau berbanding lurus (walaupun sangat lemah) dengan nilai koefisien korelasi
sebesar 0,129. Artinya, semakin tinggi penghasilan seseorang, maka mereka akan
cenderung semakin sering melakukan aktifitas menonton.
4.3.3 Hubungan antara kelompok umur dengan membaca 
Dari aspek umur diduga pada usia sekolah sampai mahasiswa (usia SD yaitu
kurang dari 12 tahun sampai usia mahasiswa yaitu sampai 23 tahun) memiliki
kebiasaan membaca yang tinggi. Dianggap demikian karena hal ini merupakan tuntutan
pendidikan. Pada usia kerja kebiasaan membaca ini diduga akan menurun dan
kemudian akan meningkat lagi pada usia tua, dimana pada usia ini orang akan memiliki
waktu luang yang berlimpah. Namun dari data yang diperoleh, ternyata dugaan ini tidak
terjadi.

146 
 
Tabel 4.3.11 Hubungan Umur dengan Lama (Durasi) Membaca
Umur  Lama (durasi) membaca 
Responden  1‐2 j/mg  2‐3 j/mg  3‐4 j/mg  < 1 j/hr  1‐2 j/hr  2‐3 j/hr  > 3 j/hr 
Jml resp  10  3  8  42  88  19  17 
< 12 th 
%  5,3  1,6  4,3  22,5  47,1  10,2  9,1 
Jml resp  5  5  5  28  87  23  6 
13‐15 th 
%  3,1  3,1  3,1  17,6  54,7  14,5  3,8 
Jml resp  1  3  5  38  52  18  9 
16‐18 th 
%  0,8  2,4  4,0  30,2  41,3  14,3  7,1 
Jml resp  3  1  2  27  41  9  11 
19‐23 th 
%  3,2  1,1  2,1  28,7  43,6  9,6  11,7 
Jml resp  10  2  5  51  74  26  19 
24‐40 th 
%  5,3  1,1  2,7  27,3  39,6  13,9  10,2 
Jml resp  3  0  2  28  29  12  9 
41‐55 th 
%  3,6  0,0  2,4  33,7  34,9  14,5  10,8 
Jml resp  0  0  0  1  3  0  1 
> 55 th 
%  0,0  0,0  0,0  20,0  60,0  0,0  20,0 
Jml resp  32  14  27  215  374  107  72 
Total 
%  3,8  1,7  3,2  25,6  44,5  12,7  8,6 

 
 
Gambar 4.3.8  Grafik hubungan antara umur dengan lama membaca 
Tabel 4.3.11 dan gambar 4.3.8 memperlihatkan bahwa membaca tidak
dipengaruhi oleh umur. Pola grafik dari semua kelompok umur responden terlihat sama

147 
 
yaitu sedikit responden pada korbanan waktu membaca rendah (dari 1 jam sampai 2
jam setiap minggu), kemudian naik jumlahnya pada korbanan waktu membaca sedang
(kurang dari satu jam sampai 2 jam per hari), dan kembali sedikit responden pada
korbanan waktu membaca tinggi (lebih dari 3 jam sehari).
Semua kelompok responden menyatakan bahwa mereka menghabiskan waktu
rata-rata dalam membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Sebenarnya korbanan
waktu demikian dapat dikatakan tidak terlalu tinggi karena bagi masyarakat yang
kegemaran membacanya tinggi, mereka akan menghabiskan waktu membaca lebih dari
3 jam setiap harinya.

 
Gambar 4.3.9  Korbanan Waktu (durasi) Rata‐rata dalam Membaca 
 
Secara statistik hubungan antara umur dengan lama (durasi) membaca hampir
tidak ada. Ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi yang nilainya sangat kecil
yaitu hanya sebesar 0,011 (Lihat tabel 4.3.12). Kenyataan ini tidak sesuai dengan
hipotesa dimana seharusnya semakin tinggi umur seseorang, semakin lama ia
membaca. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan aktifitas membaca dalam
hubungannya dengan aktifitas pendidikan. Tabel yang disampaikan oleh Razak (2004)
menunjukkan bahwa semakin tinggi usia yang ditunjukkan oleh status pendidikan maka
dia maka dituntut semakin lama membaca. Kenyataan ini tentu harus menjadi
perhatian dari pemerintah, khususnya para pendidik atau regulator pendidikan. Sudah
waktunya kewajiban membaca di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dimonitor dan
masuk ke dalam kurikulum wajib. Misalnya saja, guru atau dosen harus lebih banyak

148 
 
memberikan penugasan yang berkaitan dengan membaca, membuat ringkasan, dan
membuat soal-soal ujian yang bahan-bahannya diambil dari bacaan yang diwajibkan
oleh guru dan lain-lain.

Tabel 4.3.12  Korelasi Umur terhadap Durasi Membaca 

Durasi Membaca
Spearman's rho Umur Correlation Coefficient ,011
Sig. (2-tailed) ,748
N 835

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi antara umur dengan lama
membaca walau sangat kecil yaitu sebesar 0,011 pada tingkat kepercayaan 0,01. Ini
berarti makin tua umur seseorang, makin lama durasi membacanya. Demikian pula
jika umur dihubungkan dengan frekuensi baca terdapat hubungan yang nyatanegatif
walau kecil yaitu sebesar -0,186 pada tingkat kepercayaan 0,01. Hal ini dapat dilihat
hasil perhitungan seperti pada tabel berikut.

Tabel 4.3.13   Korelasi Umur terhadap Frekuensi Membaca 

Frekuensi
Spearman's rho Umur Correlation Coefficient -,186(**)
Sig. (2-tailed) ,000
N 521

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 4.3.14 Hubungan Umur dengan Korbanan Belanja Buku


Umur   Biaya belanja buku responden 
Responden  <50 rb  50 ‐100 rb  100‐200 rb  200‐300 rb  300‐400 rb  400‐500 rb  >500 rb 
Jml resp  100  38  19  2  6  2  3 
< 12 th 
%  58,8  22,4  11,2  1,2  3,5  1,2  1,8 
Jml resp  75  41  7  0  1  0  2 
13‐15 th 
%  59,5  32,5  5,6  0,0  0,8  0,0  1,6 
Jml resp  66  31  5  0  3  0  0 
16‐18 th 
%  62,9  29,5  4,8  0,0  2,9  0,0  0,0 

149 
 
Umur   Biaya belanja buku responden 
Responden  <50 rb  50 ‐100 rb  100‐200 rb  200‐300 rb  300‐400 rb  400‐500 rb  >500 rb 
Jml resp  27  30  5  1  1  1  2 
19‐23 th 
%  40,3  44,8  7,5  1,5  1,5  1,5  3,0 
Jml resp  48  43  20  11  6  1  0 
24‐40 th 
%  37,2  33,3  15,5  8,5  4,7  0,8  0,0 
Jml resp  20  25  6  5  3  3  0 
41‐55 th 
%  32,3  40,3  9,7  8,1  4,8  4,8  0,0 
Jml resp  2  0  0  0  0  0  0 
> 55 th 
%  100,0  0,0  0,0  0,0  0,0  0,0  0,0 
Jml resp  338  208  62  19  20  7  7 
Total 
%  51,1  31,5  9,4  2,9  3,0  1,1  1,1 

Gambar 4.3.10 Sebaran Besarnya Korbanan Membeli Buku berdasarkan Umur  
Hubungan antara umur dengan korbanan responden dalam bentuk biaya atau
anggaran membeli buku dapat dilihat pada tabel 4.3.14 dan gambar 4.3.10. Pada tabel
dan gambar tersebut terlihat bahwa rata-rata korbanan untuk membeli buku sebagian
besar ada pada jumlah kurang dari Rp. 50.000,- per bulan. Sebagian responden
mengaku berbelanja buku antara Rp 50.000,- - Rp. 100.000,- per bulan. Namun yang
berbelanja buku lebih besar dari Rp. 100.000,- per bulan jumlahnya sangat sedikit.
Hubungan antara umur dengan korbanan untuk membeli buku memang berkorelasi
positif, namun hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan koefisien korelasi sebesar

150 
 
0,197. Jadi dapat dikatakan bahwa umur tidak terlalu berpengaruh terhadap korbanan
responden membeli buku.
Tabel 4.3.15 Hubungan Umur dengan Pemilikan Buku
Kelompok  Kepemilikan buku responden 
Umur Responden  Tdk punya  < 10 bk  10‐25 bk  25‐50 bk  50‐75 bk  75‐100 bk  >100 bk 
Jml resp  63  83  19  14  0  0  0 
< 12 th 
%  35,2  46,4  10,6  7,8  0,0  0,0  0,0 
Jml resp  28  63  42  9  9  2  3 
13‐15 th 
%  17,9  40,4  26,9  5,8  5,8  1,3  1,9 
Jml resp  24  58  35  8  1  4  0 
16‐18 th 
%  18,5  44,6  26,9  6,2  0,8  3,1  0,0 
Jml resp  29  21  23  9  4  2  4 
19‐23 th 
%  31,5  22,8  25,0  9,8  4,3  2,2  4,3 
Jml resp  54  42  44  19  9  11  10 
24‐40 th 
%  28,6  22,2  23,3  10,1  4,8  5,8  5,3 
Jml resp  12  21  19  8  5  7  5 
41‐55 th 
%  15,6  27,3  24,7  10,4  6,5  9,1  6,5 
Jml resp  2  0  2  0  0  0  0 
> 55 th 
%  50,0  0,0  50,0  0,0  0,0  0,0  0,0 
Jml resp  212  288  184  67  28  26  22 
Total 
%  25,6  34,8  22,2  8,1  3,4  3,1  2,7 

Gambar 4.3.11 Sebaran Besarnya Pemilikan Buku berdasarkan Umur Responden 

151 
 
Hubungan antara umur dengan kepemilikan buku digambarkan oleh tabel 4.3.15
dan grafik pada gambar 4.3.11. Pada tabel dan grafik tersebut terlihat bahwa pola
kepemilikan buku responden terlihat sama baik pada umur muda maupun pada umur
dewasa. Jumlah responden terbesar adalah pada kepemilikan buku antara nol atau
tidak punya buku sampai 10 judul buku, dan makin sedikit responden yang memiliki
buku di atas 10 judul, apalagi di atas 100 judul buku. Secara statistik umur memang
tidak terlalu mempengaruhi kepemilikan buku yang ditandai dengan koefisien korelasi
yang rendah yaitu hanya sebesar 0,199. Artinya, walaupun terdapat hubungan positif
antara umur dengan tingkat kepemilikan buku, namun hubungan tersebut sangat
lemah.
Hubungan antara umur dengan frekuensi membaca yang ditunjukkan dengan
frekuensi responden datang ke perpustakaan ternyata memiliki hubungan negatif,
walaupun hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi hanya
sebesar -0,186. Artinya, walaupun pengaruhnya tidak besar, semakin tua umur
seseorang, maka cenderung semakin jarang datang ke perpustakaan umum. Padahal
sebagian besar responden tahu bahwa di kota tempat mereka tinggal tersedia
perpustakaan umum (84,6 %), walaupun ada juga yang mengatakan bahwa di kota
tempat mereka tinggal tidak ada perpustakaan umum (7,1 %) dan bahkan ada yang
tidak tahu bahwa di kotanya ada perpustakaan umum (5,4 %).

Tabel 4.3.16 Hubungan Umur dengan Jumlah Kunjungan ke Perpustakaan


 Kelompok Umur  Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan 
Responden  1x/th  1x/6bln  1x/3bln  1x/bln  1x/mg  2x/mg  1X/h 
Jml resp  9  4  6  9  39  46  20 
< 12 th 
%  6,8  3,0  4,5  6,8  29,3  34,6  15,0 
Jml resp  6  1  4  20  22  15  3 
13‐15 th 
%  8,5  1,4  5,6  28,2  31,0  21,1  4,2 
Jml resp  9  2  5  17  8  12  2 
16‐18 th 
%  16,4  3,6  9,1  30,9  14,5  21,8  3,6 
Jml resp  3  0  3  8  21  20  15 
19‐23 th 
%  4,3  0,0  4,3  11,4  30,0  28,6  21,4 
Jml resp  5  2  3  24  54  28  19 
24‐40 th 
%  3,7  1,5  2,2  17,8  40,0  20,7  14,1 
Jml resp  1  0  3  6  14  12  19 
41‐55 th 
%  1,8  0,0  5,5  10,9  25,5  21,8  34,5 

152 
 
 Kelompok Umur  Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan 
Responden  1x/th  1x/6bln  1x/3bln  1x/bln  1x/mg  2x/mg  1X/h 
Jml resp  0  0  0  0  0  0  3 
> 55 th 
%  0,0  0,0  0,0  0,0  0,0  0,0  100,0 
Jml resp  33  9  24  84  158  133  81 
Total 
%  6,3  1,7  4,6  16,1  30,3  25,5  15,5 

Gambar 4.3.12 Sebaran Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan berdasarkan Umur  

Walaupun sebagian besar dari responden mengetahui bahwa di dalam kota


tersedia perpustakaan umum, namun jumlah yang berkunjung ke perpustakaan umum
belum menggembirakan. Hanya 45 % saja dari jumlah responden yang mengaku pernah
berkunjung ke perpustakaan umum, sebanyak 47,8 % mengaku belum pernah
berkunjung ke perpustakaan umum, sedangkan sisanya sebanyak 7,2 % tidak menjawab
pertanyaan ini. Frekuensi berkunjung ke perpustakaan umum yang paling banyak
adalah sekali dalam satu minggu (30,2 %) kemudian diikuti masing-masing oleh sekali
dalam seminggu (25,4 %), sekali dalam sebulan (16,1 %). Namun ada juga yang
berkunjung setiap hari ke perpustakaan umum dengan jumlah responden hanya 15,7 %.
Ada juga responden yang berkunjung ke perpustakaan umum hanya sekali dalam tiga
bulan atau bahkan lebih (12,6 %).

153 
 
 
Gambar 4.3.13 Sebaran Rata‐rata Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan 
 
Dari tabel 4.3.15 dapat dilihat bahwa kelompok mahasiswa berkunjung ke
perpustakaan satu sampai dua kali seminggu. Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan
umum lebih banyak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bacaan dalam kaitannya
dengan penulisan skripsi2. Hal ini dapat diduga karena di kampusnya mereka tidak
mendapatkan apa yang mereka butuhkan.
 
Tabe 4.3.17   Frekuensi Responden Berkunjung ke Perpustakaan 
Kelompok  Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 
Responden  1 X /th  1 X /6 bln  1 X /3 bln  1 X /bln  1 X /mg  2 X /mg  1 X /h 
Jml Resp  3 1 1 9 21  23 9
Mahasiswa  
%  4,5 1,5 1,5 13,4 31,3  34,3 13,4
Jml Resp  2 1 1 12 8  13 4
Pegawai Swasta 
%  4,9 2,4 2,4 29,3 19,5  31,7 9,8
Jml Resp  3 1 3 1 2  1 0
Petani/Nelayan  
%  27,3 9,1 27,3 9,1 18,2  9,1 0
Jml Resp  0 0 0 4 18  2 5
Ibu Rmh angga  
%  0 0 0 13,8 62,1  6,9 17,2
Jml Resp  0 0 0 2 6  1 0
Pedagang  
%  0 0 0 22,2 66,7  11,1 0

                                                            
2
Mahasiswa ke Perpustakaan untuk Skripsi. Riau Mandiri, Selasa 24 April 2007
154 
 
Kelompok  Frekuensi kunjungan ke perpustakaan 
Responden  1 X /th  1 X /6 bln  1 X /3 bln  1 X /bln  1 X /mg  2 X /mg  1 X /h 
Jml Resp  0 0 0 0 10  15 0
Dosen  
%  0 0 0 0 40  60 0
Jml Resp  8 3 6 8 38  42 18
Siswa SD  
%  6,5 2,4 4,9 6,5 30,9  34,1 14,6
Jml Resp  6 1 4 17 20  19 1
Siswa SMP  
%  8,8 1,5 5,9 25 29,4  27,9 1,5
Jml Resp  9 1 4 18 11  11 2
Siswa SMU  
%  16,1 1,8 7,1 32,1 19,6  19,6 3,6
Jml Resp  1 0 1 4 8  2 36
PNS  
%  1,9 0 1,9 7,7 15,4  3,8 69,2
Jml Resp  1 1 1 7 13  3 0
Guru  
%  3,8 3,8 3,8 26,9 50  11,5 0
Jml Resp  0 0 1 2 0  0 0
TNI/Polri  
%  0 0 33,3 66,7 0  0 0
Jml Resp  0 0 2 0 3  1 7
Buruh  
%  0 0 15,4 0 23,1  7,7 53,8
Jml Resp  33 9 24 84 158  133 82
 Total  
%  6,3 1,7 4,6 16,1 30,2  25,4 15,7
 
Kunjungan siswa SD ke perpustakaan umum dilakukan oleh 70,3 % responden
dan sebagian besar berkunjung antara satu kali seminggu, dua kali seminggu, dan
bahkan setiap hari (79,7 % dari responden yang berkunjung ke perpustakaan), sisanya
menyatakan jarang berkunjung ke perpustakaan yaitu dengan berkunjung antara satu
kali sebulan dan bahkan ada yang berkunjung hanya satu kali saja dalam setahun. Pada
kelompok siswa SMP persentase yang berkunjung ke perpustakaan umum lebih rendah
dari siswa SD yaitu 42,5 % dan pola kunjungannya juga bergeser dimana siswa yang
berkunjung ke perpustakaan banyak di sekali dalam satu bulan sampai dua kali dalam
seminggu. Persentase siswa SMA yang berkunjung ke perpustakaan umum malah lebih
sedikit lagi yaitu hanya 56 dari 136 responden atau hanya sekitar 41,2 %. Kelompok
siswa SMA rata-rata berkunjung antara sebulan sekali sampai seminggu dua kali.
Seperti yang sudah disebutkan di awal laporan ini bahwa salah satu indikator tinggi
rendahnya minat baca adalah korbanan waktu untuk datang ke perpustakaan
(frekuensi). Keadaan ini dibenarkan oleh pernyataan Kepala Perpustakaan dan Arsip

155 
 
Daerah Provinsi Riau, Radja Erisman, dimana beliau mengakui bahwa minat baca
masyarakat Riau masih sangat rendah3.
Pada umumnya responden datang sendirian ke perpustakaan (85,2 %), dan
hanya sebagian kecil mengajak isteri (2,6 %), dan membawa anak (12,2 %). Namun
demikian mereka mengaku memberitahu orang lain bahwa di kota tempat mereka
tinggal ada perpustakaan (90,5 %), dan hanya sebagian saja yang tidak memberitahu
orang lain yaitu sebanyak 9,5 %.

Tabel 4.3.18 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan


terlalu jauh

tidak pernah

sibuk

Malas

Alasan lain
sendiri di

dan sudah tua


Punya buku

Bukunya

berganti

Tidak ada
waktu karena

membaca
rumah

Jaraknya

tidak menarik

Koleksinya

Tidak sering
Responden 

Mahasiswa 3 11 6 3 10 2 2 2
Pegawai Swasta 3 5 6 2 13 1 2 4
Petani/Nelayan 1 6 0 0 16 2 0 0
Ibu Rumah Tangga 2 4 1 1 4 2 2 1
Pedagang 0 1 1 1 11 1 4 0
Dosen 0 0 0 0 0 0 0 0
Siswa SD 51 58 3 11 23 7 11 1
Siswa SMP 16 55 4 5 9 7 7 8
Siswa SMU 5 66 2 2 20 4 11 7
PNS 4 1 4 2 3 0 1 0
Guru 2 1 1 0 6 0 0 1
TNI/Polri 1 3 1 0 6 3 3 0
Buruh 1 9 0 0 6 1 5 0
Total 89 220 29 27 127 30 48 24
Persentase 15,0  37,0 4,9 4,5 21,4 5,1  8,1  4,0

Dari responden yang jarang atau tidak datang ke perpustakaan (lihat tabel
4.3.16) diperoleh alasan bahwa jarak perpustakaan terlalu jauh dari tempat tinggal
mereka (37 %), tidak ada waktu karena sibuk (21,4 %), sudah memiliki koleksi sendiri di
rumah (15 %), malas (8,1 %), tidak sering membaca (5,1 %), bukunya tidak menarik dan
sudah tua (4,9 %), koleksinya tidak pernah berganti (4,5 %) dan karena alasan lain (4,0

                                                            
3
BPA Kampanyekan Gemar Membaca, Riau Pos, Kamis 26 April 2007.
156 
 
%). Alasan jarak merupakan alasan paling banyak dipilih oleh responden. Ini ada
kaitannya dengan kemampuan mereka dalam menanggulangi ongkos menggunakan
angkutan umum yang menurut mereka tidak murah (rata-rata 86,3 % menyatakan tidak
murah), hanya 8,2 % saja dari responden yang menyatakan bahwa ongkos angkutan
umum di wilayah mereka termasuk murah. Kondisi jumlah angkutan umum sendiri
menurut sebagian besar responden termasuk banyak (dinyatakan oleh 54,8 %).
Untuk mengatasi masalah jarak antara pemukiman penduduk dengan lokasi
perpustakaan umum maka perlu diperbanyak perpustakaan keliling, atau dengan kata
lain mendekatkan perpustakaan kepada lokasi tempat tinggal pengguna perpustakaan.
Saat ini sudah ada perpustakaan keliling berupa mobil keliling serta sepeda motor
(motor pintar atau motor cerdas) yang secara bergiliran mengunjungi tempat-tempat
yang jauh dari perpustakaan umum, namun jumlahnya masih belum memadai, apalagi
mengingat medan untuk wilayah yang harus dikunjungi tidak selalu mudah. Tahun
2006 Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah telah mengadakan motor pintar sebanyak
30 unit dan sudah didistribusikan ke kabupaten-kabupaten di Provinsi Riau, sedangkan
pada tahun 2007 Pemerintah Provinsi juga membagi lagi masing-masing dua unit
motor pintar ke kabupaten dan kota. Taman-taman bacaan yang menamakan diri sudut
baca atau rumah baca atau kampung baca sudah banyak dikembangkan khususnya baik
yang dikembangkan oleh pemerintah melalui Penggerak PKK maupun atas swadaya
masyarakat dan dibina oleh Lembaga Swadaya Masyarakat. Untuk mengatasi masalah
jarak ini maka sudut-sudut baca ini perlu diberdayakan. Perlu adanya perputaran
koleksi antara sudut baca yang satu dengan sudut baca yang lain. Perputaran koleksi ini
akan dilakukan oleh motor pintar tersebut.4
Yang agak mengejutkan adalah adanya responden yang tidak datang ke
perpustakaan dengan alasan tidak ada waktu karena sibuk. Jika alasan ini dikemukakan
oleh responden yang berprofesi seperti pedagang dan sejenisnya mungkin dapat
dimengerti, namun bila alasan ini dinyatakan oleh kelompok mahasiswa dan pelajar
maka sepertinya alasan ini kurang dapat diterima dan terkesan dibuat-buat. Ini
merupakan bukti bahwa minat baca yang ditunjukkan dengan frekuensi datang ke
perpustakaan memang rendah. Beberapa responden memberi alasan bahwa tidak
                                                            
4
Sukseskan Gerakan Riau Membaca Hari ini BPA Serahkan Motor Pintar, Harian Riau
Mandiri, 15 Januari 2007
157 
 
datang ke perpustakaan karena mereka memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya.
Tampaknya alasan ini dapat diterima. Namun bila dianalisis lebih mendalam,
sesungguhnya sulit bagi seseorang atau individu yang memiliki kegemaran membaca
yang tinggi dapat memenuhi sendiri segala kebutuhan bahan bacaannya. Untuk itu
orang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi biasanya akan datang ke
perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasoetion (1992) yang menyatakan
bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengumpulkan kepustakaan (buku) yang
berhubungan dengan minatnya sebagai milik pribadi di rumah. Itulah sebabnya
perpustakaan umum adalah sarana penunjang pengembang ilmu dan penelitian yang
sangat penting. Yang perlu disediakan di rumah hanyalah sumber-sumber rujukan yang
diperlukan sewaktu-waktu5. Alasan bahwa responden sudah memiliki buku sendiri di
rumahnya terkesan mengada-ada. Hal ini terlihat dari data kepemilikan buku dimana
responden yang tidak punya koleksi buku di rumahnya cukup besar yaitu mencapai 25,8
%, dan yang memiliki buku dengan jumlah sedikit mencapai 57 %. Jadi dengan kata lain
jika kita menggabung data kedua kelompok tersebut (yang tidak punya koleksi buku
dengan data kelompok yang punya koleksi buku sedikit) maka kelompok ini mencapai
82,8 %, suatu jumlah yang sangat besar. Dengan demikian alasan tidak datang ke
perpustakaan karena sudah memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya menjadi kurang
bermakna. Alasan ini kemudian malah memperkuat pernyataan bahwa minat dan
kegemaran membaca masyarakat Indonesia, khususnya di lokasi penelitian yaitu
Pekanbaru, masih rendah.
Antara umur dengan tingkat kepemilikan buku ternyata secara statistik ada
hubungan walaupun agak lemah yaitu dengan nilai korfisien korelasi sebesar 0,199.
Artinya walaupun tidak terlalu kuat, semakin tua umur seseorang maka cenderung
memiliki buku yang lebih banyak. Hal ini ada kaitannya dengan kerelaan berkorban
untuk membeli buku yang juga memiliki hubungan positif walaupun nilainya sangat
lemah yaitu dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,197. Artinya, walaupun hubungan
tersebut lemah, bertambahnya umur akan berpengaruh terhadap kerelaan berkorban
untuk membeli buku.

                                                            
5
Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja. Jakarta:
Grasindo, 1992. hal 62.
158 
 
4.3.4  Hubungan Pendidikan Dengan Membaca  
Salah satu hal yang diduga mempunyai hubungan dengan minat baca yang
ditandai dengan lamanya membaca (durasi), frekuensi membaca yang ditandai dengan
frekuensi datang ke perpustakaan, serta korbanan untuk memperoleh bahan bacaan
yang ditandai dengan membeli buku dan jumlah kepemilikan buku adalah tingkat
pendidikan masyarakat.
Tabel 4.3.19 Hubungan antara Pendidikan dengan Lama Membaca 

Pendidikan terakhir  Durasi membaca responden 

Responden  1‐2 j/mg 2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/hr 1‐2 j/hr  2‐3 j/hr  > 3 j/hr


Jml Resp  0  2  4  3  19  2  7 
Tdk tamat SD 
%  0,0  5,4  10,8  8,1  51,4  5,4  18,9 
Jml Resp  13  5  8  64  135  35  16 
Tamat SD 
%  4,7  1,8  2,9  23,2  48,9  12,7  5,8 
Jml Resp  1  4  6  50  63  22  11 
Tamat SMP 
%  0,6  2,5  3,8  31,8  40,1  14,0  7,0 
Jml Resp  13  0  5  75  74  10  11 
Tamat SMA 
%  6,9  0,0  2,7  39,9  39,4  5,3  5,9 
Jml Resp  1  1  1  7  26  4  6 
Tamat Diploma 
%  2,2  2,2  2,2  15,2  56,5  8,7  13,0 
Jml Resp  4  1  1  13  39  31  19 
Tamat S1 
%  3,7  0,9  0,9  12,0  36,1  28,7  17,6 
Jml Resp  0  0  1  0  4  2  2 
Tamat S2‐S3 
%  0,0  0,0  11,1  0,0  44,4  22,2  22,2 
Jml Resp  32  13  26  212  360  106  72 
Total 
%  3,9  1,6  3,2  25,8  43,8  12,9  8,8 
 

159 
 
 
Gambar 4.3.14 Sebaran Rata‐rata Lama Membaca berdasarkan Latar Belakang Pendidikan 

Tabel 4.3.19 di atas memperlihatkan rata-rata responden membaca antara


kurang dari satu jam per hari sampai dua jam per hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari
yang tidak tamat SD sampai responden yang berpendidikan pascasarjana tidak banyak
membaca lebih dari 3 jam sehari. Padahal ukuran seseorang yang termasuk rajin
membaca atau mempunyai minat baca tinggi untuk mahasiswa (dalam hal ini termasuk
diploma sarjana dan pasca sarjana) adalah membaca antara 3 jam sampai 3,5 jam setiap
hari (Razak, 2004). Sedangkan yang dikategorikan sangat rajin atau mempunyai minat
baca tinggi untuk kelompok ini adalah yang membaca lebih dari 3,5 jam setiap hari.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mayoritas kelompok lulusan perguruan tinggi di
lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak
(2004) termasuk malas membaca, yaitu membaca antara 2,5 sampai 3 jam dan bahkan
ada yang sangat malas karena membaca kurang dari 2,5 jam setiap hari. Gambar 4.3.15
menegaskan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar (53,0 %) membaca antara 1 –
2 jam setiap hari, dan membaca kurang dari 1 jam setiap hari (18,1 %). Hal ini
menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa di lokasi penelitian memiliki minat baca
rendah atau sangat malas membaca. Jika kita hanya mengelompokkan dua kelompok
saja mengenai membaca ini yaitu memiliki minat baca yang tinggi dan dan memiliki

160 
 
minat baca yang rendah, maka kelompok mahasiswa sebagian besar (75,9 %) memiliki
minat baca yang rendah, dan hanya 24,1 % saja yang memiliki minat baca tinggi.

 
Gambar 4.3.15  Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Mahasiswa 
Korbanan untuk membeli buku bagi mahasiswa juga tidak terlalu tinggi. Jumlah
mahasiswa yang membeli buku kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan cukup tinggi
(45,6 %) dan yang berbelanja buku antara Rp. 50.000,- - Rp 100.000,- juga cukup
tinggi (45,6 %). Sedangkan yang berbelanja lebih dari Rp. 100.000,- sangat sedikit (8,8
%). Dari aspek kepemilikan buku pada responden mahasiswa juga tidak memberikan
gambaran yang menggembirakan. Sebagian besar mahasiswa memiliki buku antara 0 –
10 judul buku (44,5 %), memiliki buku antara 10 – 25 judul (25,9 %), memiliki buku
antara 25 – 50 judul buku (16 %), 50 – 100 judul buku (7,4 %), dan ada juga yang
meiliki koleksi buku di atas 100 judul (6,2 %). Logikanya, jika mereka tidak membeli
buku sehingga mereka tidak memiliki koleksi buku di rumahnya, maka mereka akan ke
perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bacaannya. Namun, kenyataan ini tidak

161 
 
terjadi. Sebagian besar mahasiswa hanya berkunjung ke perpustanaan umum sebanyak
antara satu kali sampai dua kali seminggu (65,8 %). Jumlah yang berkunjung ke
perpustakaan umum setiap hari tidak banyak yaitu hanya 12, 9 %. Yang mengherankan
adalah masih ada mahasiswa yang jarang datang ke perpustakaaan umum yaitu
berkunjung sekali sebulan (12,9 %), berkunjung sekali setiap tiga bulan (2,9 %),
berkunjung sekali setiap enam bulan (1,4 %), dan berkunjung sekali setiap satu tahun
(4,3 %).
Untuk lulusan SMA atau SLTA sebagian besar responden membaca antara
kurang dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan
sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004)
malas membaca (76,5 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca
bagi siswa SMU menurut Razak adalah mereka yang membaca antara dua jam sampai
2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap hari
termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan
dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk
kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih
dari 2 jam dan lebih dari 3 jam setiap hari (16,7 % responden membaca lebih dari 2 jam
dan bahkan lebih dari 3 jam setiap hari sebesar 6,8 % responden). Ukuran sangat rajin
membaca bagi siswa SMU adalah membaca lebih dari 2,5 jam setiap hari. Grafik pada
gambar 4.3.16 memperlihatkan gambaran minat baca siswa SMA.

162 
 
 
Gambar 4.3.16  Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTA 
Dari besarnya dana yang dianggarkan untuk belanja buku tiap bulannya juga
tidak menampakkan minat terhadap membaca yang tinggi. Pada umumnya responden
kelompok ini berbelanja buku kurang dari Rp. 50.000,- per bulan (60,4 %), dan antara
Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.000,- (30,6 %). Sedangkan yang berbelanja buku lebih
dari Rp.100.000,- tiap bulan hanya sebesar 2,7 % responden. Dari aspek kepemilikan
buku juga menunjukkan hal yang sama, yaitu minat baca responden belum tinggi.
Responden kelompok ini sebagian besar memiliki koleksi buku kurang dari 10 judul (61
% diantaranya tidak memiliki buku sama sekali sebesar 16,9 %). Sedangkan yang
memiliki buku antara 10 sampai 25 judul hanya sebesar 29,4 %. Apalagi yang memiliki
koleksi buku lebih dari 25 judul yaitu hanya sebesar 9,5 %. Walaupun tingkat
kepemilikan buku mereka rendah dan kemauan untuk membeli buku rendah,
kunjungan ke perpustakaan umumpun menunjukkan persentase yang rendah yaitu
metoritas responden berkunjung ke perpustakaan sekali dalam sebulan (31 %), sekali
dalam seminggu (20,7 %). Sedangkan yang berkunjung dua kali dalam seminggu hanya
19 %, apalagi yang berkunjung tiap hari ke perpustakaan umum yang hanya 5,2 %.
Bahkan ada yang lebih jarang lagi dari sekali sebulan yaitu sekali dalam tiga bulan (6,9
%), sekali dalam enam bulan (1,7 %), dan yang hanya sekali dalam satu tahun (15,5 %).
Untuk lulusan SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk
memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin
membaca bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Oleh karena itu
lulusan SLTP di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca antara sedang atau
rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin membaca (70,1 %), sedangkan sisanya

163 
 
berada pada posisi malas membaca dan bahkan malas sekali membaca. Grafik pada
gambar 4.3.17 memberikan gambaran lebih spesifik mengenai minat baca kelompok
siswa SLTP. Pada gambar tersebut kelompok siswa yang membaca antara 1 – 2 jam
menduduki posisi terbanyak yaitu 53,5 %. Artinya kelompok siswa SLTP di lokasi
penelitian termasuk yang memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi (rajin
membaca). Bahkan sebanyak 16,7 % responden kelompok ini memiliki minat baca yang
tinggi atau sangat rajin membaca. Hanya 29,9 % responden yang termasuk malas
membaca.

 
Gambar 4.3.17  Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTP 
Jika salah satu ukuran minat baca adalah korbanan biaya untuk membeli buku,
maka kelompok responden ini tidak jauh berbeda dengan kelompok responden SMA
maupun mahasiswa dimana mayoritas mereka berbelanja buku kurang dari Rp.
50.000,- dalam sebulan (56,5 %), dan antara Rp.50.000,- sampai Rp.100.000,- dalam
sebulan (33 %), sedangkan sisanya mengaku berbelanja buku lebih dari Rp.100.000,-

164 
 
setiap bulan (10,4 %). Dari sisi kepemilikan buku juga sama yaitu tidak menunjukkan
minat yang tinggi teradap membaca. Mayoritas responden memiliki buku kurang dari
10 judul (59,1 %), memiliki buku antara 10 sampai 25 judul (27,5 %), dan memiliki buku
lebih dari 25 judul (13,3 %). Yang agak menggembirakan adalah kunjungan mereka ke
perpustakaan umum. Mayoritas responden kelompok ini berkunjung ke perpustakaan
antar asekali dalam sebulan sampai dua kali dalam seminggu (81,9 %), dan bahkan ada
yang tiap hari berkunjung ke perpustakaan (1,5 %). Hanya 16,7 % responden saja yang
mengaku jarang berkunjung ke perpustakaan dimana mereka mengaku berkunjung
antara sekali dalam tiga bulan sampai hanya sekali dalam satu tahun.
Kelompok responden tamat SD dan tidak tamat SD juga berada pada posisi
membaca antara 1 – 2 jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca
bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun mahasiswa,
maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca
antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam
dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin membaca. Grafik pada gambar
4.3.18 berikut memberikan gambaran yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD.
Sebagian besar (47,1 %) responden kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 – 2
jam setiap hari, dan ini termasuk kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang
tinggi. Bahkan 19,8 % termasuk yang memiliki minat baca sangat tinggi. Hanya 33,2 %
siswa SD yang memiliki minat baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak
(2004) siswa SD yang termasuk malas membaca adalah mereka yang membaca kurang
dari 30 menit setiap hari.

165 
 
 
Gambar 4.3.18 Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SD 
Jika dilihat dari korbanan biaya untuk membeli buku, tingkat kepemilikan buku
serta kunjungangan ke perpustakaan, maka kelompok responden SD tidak banyak
berbeda dengan kelompok responden lainnya dimana korbanan biaya untuk membeli
buku berada pada kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan, kepemilikan buku berada pada
jumlah di bawah 10 judul buku. Namun demikian untuk kunjungan ke perpustakaan
umum, kelompok ini agak mirip dengan kelompok siswa SMP, bahkan lebih baik,
dimana frekuensi berkunjung mereka ke perpustakaan dapat dikatakan lumayan sering
yaitu antara sekali dalam seminggu sampai setiap hari (79,6 %). Sisanya mengaku
jarang berkunjung ke perpustakaan (20,4 %).
Secara statistik menggunakan uji Rank Spearman dengan alat hitung SPSS,
tingkat pendidikan ini memang ada hubungannya dengan durasi membaca, namun
pada kasus di Pekanbaru hubungan tersebut sangat lemah yaitu dengan koefisien
korelasi hanya sebesar 0,072. Hal ini menggambarkan bahwa minat baca masyarakat di
Pekanbaru memang belum tinggi. Seharusnya semakin tinggi pendidikan seseorang
kecenderungan membaca tinggi sangat kuat.
Tabel 4.3.20  Korelasi pendidikan terhadap durasi membaca 
Durasi membaca
Spearman's rho Pendidikan Correlation Coeficient 0,072(*)
Sig. (2-tailed) ,038
N 835

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

166 
 
Tabel 4.3.21 Hubungan antara Pendidikan dengan Besarnya Biaya Belanja Buku 
 Pendidikan  Jumlah biaya berbelanja buku responden 
Terakhir 
Responden   <50 rb  50rb‐100rb  100rb‐200rb  200rb‐300rb  300rb‐400rb  400rb‐500rb  >500rb 

Tdk tamat  Jml   14  12  5  0  3  2  1 


SD  %  37,8  32,4  13,5  0,0  8,1  5,4  2,7 
Jml   148  62  20  3  4  0  4 
Tamat SD 
%  61,4  25,7  8,3  1,2  1,7  0,0  1,7 
Jml   75  37  7  0  3  0  1 
Tamat SMP 
%  61,0  30,1  5,7  0,0  2,4  0,0  0,8 
Tamat  Jml   58  42  10  2  1  1  1 
SMA  %  50,4  36,5  8,7  1,7  0,9  0,9  0,9 
Tamat  Jml   15  17  4  2  0  0  0 
Diploma  %  39,5  44,7  10,5  5,3  0,0  0,0  0,0 
Jml   25  31  15  10  9  2  0 
Tamat S1 
%  27,2  33,7  16,3  10,9  9,8  2,2  0,0 
Tamat S2‐ Jml   1  3  0  2  0  2  0 
S3  %  12,5  37,5  0,0  25,0  0,0  25,0  0,0 
Jml   336  204  61  19  20  7  7 
Total 
%  51,4  31,2  9,3  2,9  3,1  1,1  1,1 

Gambar 4.3.19  Grafik Hubungan Latar Belakang pendidikan dengan Korbanan Membeli Buku 
 
 

167 
 
Tabel 4.3.21 Hubungan antara Pendidikan dengan Jumlah Pemilikan Buku 

Pendidikan  Jumlah responden memiliki buku 
Responden   0 < 10  10‐25 25‐50 50‐75 75‐100  >100 
Jml resp  17 10 5 1 0 0  0 
Tdk tamat SD 
%  51,5 30,3 15,2 3,0 0,0 0,0  0,0 
Jml resp  73 120 55 16 8 2  2 
Tamat SD 
%  26,4 43,5 19,9 5,8 2,9 0,7  0,7 
Jml resp  38 72 41 9 0 4  0 
Tamat SMP 
%  23,2 43,9 25,0 5,5 0,0 2,4  0,0 
Jml resp  65 45 36 17 7 2  5 
Tamat SMA 
%  36,7 25,4 20,3 9,6 4,0 1,1  2,8 
Jml resp  4 13 16 6 2 0  2 
Tamat Diploma 
%  9,3 30,2 37,2 14,0 4,7 0,0  4,7 
Jml resp  6 16 30 18 10 15  11 
Tamat S1 
%  5,7 15,1 28,3 17,0 9,4 14,2  10,4 
Jml resp  0 0 2 0 0 3  2 
Tamat S2‐S3 
%  0,0 0,0 28,6 0,0 0,0 42,9  28,6 
Jml resp  203 276 185 67 27 26  22 
Total 
%  25,2 34,2 23,0 8,3 3,3 3,2  2,7 

Gambar 4.3.20 Grafik Hubungan Latar Belakang pendidikan dengan Korbanan Pemilikan Buku 

168 
 
Tingkat pendidikan memang berkorelasi positif terhadap korbanan responden
untuk membeli buku dan tingkat kepemilikan buku dengan nilai koefisein korelasi
masing-masing sebesar 0,186 dan 0,3. Khusus untuk tingkat kepemilikan buku ternyata
antara tingkat pendidikan dengan kepemilikan buku hubungannya lumayan tinggi. Dari
tabel 4.3.21 dapat terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan responden semakin banyak
responden yang memiliki buku dalam jumlah besar dan semakin sedikit responden yang
tidak punya koleksi buku pribadi.

Tabel 4.3.23 Hubungan antara Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke perpustakaan 

Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan 
Pendidikan Responden  
1x/th  1x/6bln  1x/3bln  1x/bln  1x/mg  2x/mg  1X/h 

Jml resp  0  0  1  0  2  4  0 
Tdk tamat SD 
%  0,0  0,0  14,3  0,0  28,6  57,1  0,0 
Jml resp  14  4  9  21  53  56  20 
Tamat SD 
%  7,9  2,3  5,1  11,9  29,9  31,6  11,3 
Jml resp  10  1  5  20  14  12  4 
Tamat SMP 
%  15,2  1,5  7,6  30,3  21,2  18,2  6,1 
Jml resp  5  2  8  21  35  22  31 
Tamat SMA 
%  4,0  1,6  6,5  16,9  28,2  17,7  25,0 
Jml resp  1  1  0  3  13  9  10 
Tamat Diploma 
%  2,7  2,7  0,0  8,1  35,1  24,3  27,0 
Jml resp  3  1  0  15  32  26  14 
Tamat S1 
%  3,3  1,1  0,0  16,5  35,2  28,6  15,4 
Jml resp  0  0  0  0  3  3  1 
Tamat S2‐S3 
%  0,0  0,0  0,0  0,0  42,9  42,9  14,3 
Jml resp  33  9  23  80  152  132  80 
Total 
%  6,5  1,8  4,5  15,7  29,9  25,9  15,7 

169 
 
Gambar 4.3.21 Grafik Hubungan Pendidikan dengan Frekuensi Kunjung ke Perpustakaan 
Pada hubungan antara pendidikan dengan frekuensi berkunjung ke
perpustakaan malah negatif dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,200. Artinya,
walaupun hubungannya sangat lemah, semakin tinggi pendidikan seseorang akan
semakin jarang datang ke perpustakaan. Dengan kondisi perpustakaan yang belum
dapat memuaskan pelanggannya, maka hal ini dapat dimengerti. Kemudian kebutuhan
bahan bacaan tersebut dipenuhi dengan cara membeli sehingga tingkat kepemilikan,
bagi kelompok tertentu, juga menjadi tinggi.

4.3.5  Hubungan Tingkat Pendapatan terhadap Membaca 
Diduga bahwa tingkat pendapatan seseorang mempunyai hubungan dengan
kebiasaan membaca, sebab semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi
pula daya beli terhadap bahan bacaan yang tentu saja akan semakin tinggi pula durasi
mereka membaca. Namun dari tabel dan grafik berikut dapat dilihat bahwa pola
membaca dari beberapa kelompok penghasilan menunjukkan pola yang sama dimana
pada semua kelompok penghasilan sebagian besar responden membaca selama kurang
lebih 1 jam setiap hari.

170 
 
Tabel 4.3.24 Hubungan antara Pendapatan dengan Durasi membaca 
Penghasilan  Durasi membaca responden 
Responden   1‐2 j/mg  2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/hr 1‐2 j/hr  2‐3 j/hr  > 3 j/hr
Jml resp  2  1 3 4 10  1  3
< 500 rb 
%  8,3  4,2 12,5 16,7 41,7  4,2  12,5
Jml resp  5  1 3 32 34  10  11
500 ‐ 1 jt 
%  5,2  1,0 3,1 33,3 35,4  10,4  11,5
Jml resp  2  0 0 29 24  4  1
lbh 1 jt ‐ 1,5 jt 
%  3,3  0,0 0,0 48,3 40,0  6,7  1,7
Jml resp  1  0 0 22 26  2  6
lbh 1,5 jt ‐ 2,5 jt 
%  1,8  0,0 0,0 38,6 45,6  3,5  10,5
Jml resp  1  1 1 7 19  18  2
lbh 2,5 jt ‐ 3,5 jt 
%  2,0  2,0 2,0 14,3 38,8  36,7  4,1
Jml resp  3  0 1 1 4  11  11
lbh 3,5 ‐  4,5 jt 
%  9,7  0,0 3,2 3,2 12,9  35,5  35,5
Jml resp  2  0 1 4 8  0  1
> 4,5 jt 
%  12,5  0,0 6,3 25,0 50,0  0,0  6,3
Jml resp  16  3 9 99 125  46  35
 Total  %  4,8  0,9 2,7 29,7 37,5  13,8  10,5
 
 
 

 
Gambar 4.3.22 Grafik Hubungan Pendapatan dengan Durasi Membaca 

171 
 
Jika besarnya penghasilan berpengaruh kepada lamanya membaca, seharusnya
grafik orang yang berpengasilan rendah akan bergerak dari tinggi pada durasi baca
pendek ke rendah pada durasi baca panjang (lama) dan sebaliknya yang berpenghasilan
tinggi akan bergerak dari rendah pada durasi pendek ke tinggi pada durasi baca panjang
(lama). Dengan kata lain bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang akan cenderung
semakin lama mereka membaca. Namun kenyataannya tidak demikian. Semua
kelompok pendapatan menunjukkan pola yang sama yaitu bergerak dari rendah pada
durasi membaca pendek (lama membaca lebih dari 1 - 2 jam per minggu), naik pada
durasi membaca sedang (lama membaca sekitar 1 jam per hari), dan bergerak turun lagi
pada durasi membaca tinggi (lama membacanya lebih dari 3 jam per hari). Hanya pada
kelompok orang yang berpenghasilan antara 3,5 sampai 4,5 juta per bulan yang
memperlihatkan gambaran seperti yang kita harapkan yaitu sebagian besar responden
membaca lebih dari 3 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sebagian
besar responden melakukan kegiatan membaca selama kurang lebih 1 jam setiap hari.
Dan ini merupakan indikasi bahwa besarnya penghasilan ternyata tidak berpengaruh
kepada kegiatan membaca. Secara statistik dibuktikan bahwa lama membaca (durasi)
memang mempunyai hubungan yang sangat lemah dengan tingkat penghasilan. Nilai
koefisien korelasinya hanya sebesar 0,143. Artinya, memang ada pengaruh penghasilan
terhadap lama membaca, tetapi pengaruhnya sangat lemah. Namun yang agak
mengejutkan adalah hubungan antara tingkat penghasilan dengan frekuensi seseorang
datang ke perpustakaan yang mempunyai hubungan dengan nilai koefisien korelasi
sebesar agak tinggi yaitu 0,478. Ini berarti semakin tinggi penghasilan seseorang, maka
semakin sering pula dia mengunjungi perpustakaan.
Pada masyarakat yang mempunyai kegemaran membaca yang tinggi, maka
membeli buku untuk memuaskan dirinya dalam hal memenuhi kebutuhan bahan
bacaan akan selalu dilakukan. Oleh karena itu asumsi sementara adalah semakin tinggi
penghasilan seseorang maka akan semakin tinggi kegiatan membacanya yang ditandai
dengan semakin tingginya korbanan waktu mereka dalam membaca. Pada hubungan
antara tingkat penghasilan seseorang dengan kerelaan berkorban untuk membeli buku
ternyata cukup baik, dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,333. Tabel 4.3.25 dan
Gambar 4.3.23 memperlihatkan hubungan antara penghasilan dengan korbanan
responden untuk membeli buku dan tingkat kepemilikan buku dari responden. Dari
172 
 
tabel tersebut dapat terlihat bahwa semakin tinggi penghasilan responden, semakin
banyak responden yang memiliki buku dalam jumlah yang lebih besar dan semakin
sedikit yang tidak punya koleksi buku pribadi.

Tabel 4.3.25 Gambaran Tingkat penghasilan dengan Anggaran Membeli Buku

Jumlah responden dengan anggaran belanja buku 
Tingkat  
Pendapatan Responden 
<50 rb  50‐100 rb  100‐200 rb  200‐300 rb  300‐400 rb  400‐500 rb  >500 rb 

Jml Resp  9  7  2  0  0  0  0 
< 500 rb 
%  50,0  38,9  11,1  0,0  0,0  0,0  0,0 
Jml Resp  29  16  4  3  0  0  1 
500 ‐ 1 jt 
%  54,7  30,2  7,5  5,7  0,0  0,0  1,9 
Jml Resp  15  13  2  0  0  0  0 
lbh 1 jt ‐ 1,5 jt 
%  50,0  43,3  6,7  0,0  0,0  0,0  0,0 
Jml Resp  18  14  2  1  1  1  0 
lbh 1,5 jt ‐ 2,5 jt 
%  48,6  37,8  5,4  2,7  2,7  2,7  0,0 
Jml Resp  8  19  8  1  7  0  0 
lbh 2,5 jt ‐ 3,5 jt 
%  18,6  44,2  18,6  2,3  16,3  0,0  0,0 
Jml Resp  5  6  2  10  2  4  0 
lbh 3,5 ‐  4,5 jt 
%  17,2  20,7  6,9  34,5  6,9  13,8  0,0 
Jml Resp  4  4  4  0  0  0  0 
> 4,5 jt 
%  33,3  33,3  33,3  0,0  0,0  0,0  0,0 
Jml Resp  88  79  24  15  10  5  1 
 Total 
%  39,6  35,6  10,8  6,8  4,5  2,3  0,5 

173 
 
Gambar 4.3.23 Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Anggaran Membeli Buku
Tabel 4.3.26 Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Kepemilikan Buku
Tingkat Pendapatan  Jumlah responden yang memiliki buku  

Responden  0 jdl  < 10 jdl  10‐25 jdl  25‐50 jdl  50‐75 jdl  75‐100 jdl  >100 jdl 

Jml Resp  13  4  4  2  0  1  0 
< 500 rb 
%  54,2  16,7  16,7  8,3  0,0  4,2  0,0 
Jml Resp  36  21  20  6  2  0  3 
500 ‐ 1 jt 
%  40,9  23,9  22,7  6,8  2,3  0,0  3,4 
Jml Resp  24  23  12  2  1  1  1 
lbh 1 jt ‐ 1,5 jt 
%  37,5  35,9  18,8  3,1  1,6  1,6  1,6 
Jml Resp  19  11  17  9  1  0  1 
lbh 1,5 jt ‐ 2,5 jt 
%  32,8  19,0  29,3  15,5  1,7  0,0  1,7 
Jml Resp  7  6  11  11  8  5  3 
lbh 2,5 jt ‐ 3,5 jt 
%  13,7  11,8  21,6  21,6  15,7  9,8  5,9 
Jml Resp  1  4  4  1  3  12  5 
lbh 3,5 ‐  4,5 jt 
%  3,3  13,3  13,3  3,3  10,0  40,0  16,7 
Jml Resp  0  1  4  1  1  1  3 
> 4,5 jt 
%  0,0  9,1  36,4  9,1  9,1  9,1  27,3 
Jml Resp  100  70  72  32  16  20  16 
 Total 
%  30,7  21,5  22,1  9,8  4,9  6,1  4,9 

174 
 
Gambar 4.3.24 Grafik Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Kepemilikan Buku

Dari tabel dan gambar di atas menunjukkan bahwa pola kepemilikan buku dari
semua tingkatan pendapatan responden menunjukkan hal yang kurang lebih sama yaitu
sebagian besar mereka memiliki buku kurang dari 10 judul buku, terutama pada
kelompok berpendapatan di bawah Rp. 2,5 juta. Sedangkan pada kelompok
berpenghasilan di atas Rp. 2,5 juta, kepemilikan bukunya makin meningkat, bahkan
pada kelompok berpenghasilan Rp. 4,5 juta banyak responden yang memiliki koleksi
lebih dari 100 judul buku. Secara stratistik memang ada hubungan antara pendapatan
responden dengan tingkat kepemilikan buku dengan nilai koefisien korelasi sebesar
0,439.

Tabel 4.3.27 Gambaran Tingkat Penghasilan dengan Frekuensi Kunjung ke


Perpustakaan
Tingkat Pendapatan  Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan 
Responden  1x/th  1x/6bln  1x/3bln  1x/bln  1x/mg  2x/mg  1X/h 
Jml Resp  1  0  0  1  5  3  5 
< 500 rb 
%  6,7  0,0  0,0  6,7  33,3  20,0  33,3 
Jml Resp  3  1  4  3  11  19  19 
500 ‐ 1 jt 
%  5,0  1,7  6,7  5,0  18,3  31,7  31,7 
Jml Resp  3  1  2  6  6  1  12 
lbh 1 jt ‐ 1,5 jt 
%  9,7  3,2  6,5  19,4  19,4  3,2  38,7 

175 
 
Tingkat Pendapatan  Jumlah kunjungan responden ke perpustakaan 
Responden  1x/th  1x/6bln  1x/3bln  1x/bln  1x/mg  2x/mg  1X/h 
Jml Resp  0  2  2  6  14  3  9 
lbh 1,5 jt ‐ 2,5 jt 
%  0,0  5,6  5,6  16,7  38,9  8,3  25,0 
Jml Resp  0  0  1  9  14  12  3 
lbh 2,5 jt ‐ 3,5 jt 
%  0,0  0,0  2,6  23,1  35,9  30,8  7,7 
Jml Resp  0  0  0  1  10  9  9 
lbh 3,5 ‐  4,5 jt 
%  0,0  0,0  0,0  3,4  34,5  31,0  31,0 
Jml Resp  1  0  0  5  0  1  5 
> 4,5 jt 
%  8,3  0,0  0,0  41,7  0,0  8,3  41,7 
Jml Resp  8  4  9  31  60  48  62 
 Total 
%  3,6  1,8  4,1  14,0  27,0  21,6  27,9 

Gambar 4.3.25 Grafik Hubungan Tingkat Penghasilan dengan Frekuensi Kunnjung ke


Perpustakaan

Tabel 4.3.27 dan gambar 4.3.25 menunjukkan pola kunjungan responden ke


perpustakaan menurut kelompok penghasilan tertentu. Pada kelompok responden
berpenghasilan kurang dari Rp.2,5 juta, memiliki kebiasaan berkunjung ke
perpustakaan umum dengan frekuensi yang cukup sering yaitu antara berkunjung
setiap hari sampai kepada berkunjung sekali dalam sebulan. Namun pada kelompok

176 
 
responden yang berpenghasilan lebih tinggi jumlah responden yang sering berkunjung
ke perpustakaan menjadi berkurang.

4.3 6  Bahan Bacaan yang Disukai Responden 
Menurut Razak (2004) yang lebih penting dalam mengukur lama membaca
seseorang adalah proses yang mendorong kegiatan membaca seseorang dimana
kegiatan membaca tersebut didorong oleh keinginan atau motivasi yang keluar dari
dirinya, bukan karena dipaksa seperti disuruh oleh guru atau merupakan kewajiban dari
sekolah. Lebih jauh Razak menyatakan dalam mengukur waktu membaca adalah:

“Waktu yang dicatat hanyalah waktu yang digunakan untuk membaca buku di luar 
lingkungan sekolah, seperti di rumah, perpustakaan (bukan perpustakaan sekolah), 
toko buku, pameran buku, rumah teman, atau tempat‐tempat lainnya.” 

Untuk mempermudah dalam memperoleh jenis bacaan yang dibaca oleh


responden maka penelitian ini mengelompokkan bahan bacaan kedalam empat macam
yaitu koran, majalah, buku dan komik. Responden dapat memilih lebih dari satu jenis
bahan bacaan. Hasil dari survey ini menunjukkan bahwa buku merupakan bahan
bacaan paling banyak dibaca menyusul koran, kemudian majalah dan terakhir adalah
komik (lihat tabel 4.3.28). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar
responden memilih bacaan yang serius atau responden tersebut membaca dalam artian
yang sebenarnya yaitu untuk menimba ilmu dari bahan bacaan yang dibacanya. Yang
mengherankan adalah pada kelompok mahasiswa yang lebih banyak membaca koran
daripada membaca buku. Membaca seperti itu termasuk kategori hanya ingin tahu
sesuatu sehingga terbatas membaca surat kabar saja. Sedangkan pegawai swasta dan
pedagang cukup wajar bila kelompok ini lebih banyak memilih membaca koran
daripada membaca buku, sebab mereka memerlukan informasi mengenai
perkembangan bisnis yang menjadi kompetensinya. Ibu rumah tangga memilih koran
dan majalah sebagai bacaan yang lebih disukainya. Hal ini dapat dimengerti karena
sebagian besar ibu rumah tangga membaca untuk mendapatkan bacaan hiburan
sehingga mereka memilih koran (termasuk tabloit) dan majalah hiburan. Kelompok
dosen memilih tiga kelompok bahan bacaan yaitu buku, majalah dan koran secara
berimbang dan tidak membaca komik. Hal ini wajar karena sebagai dosen mereka harus
177 
 
terus memperbaharui pengetahuannya melalui ketiga kelompok bahan bacaan tersebut.
Siswa SD dan SLTP lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan ketiga bahan
bacaan lain. Diduga buku yang mereka baca adalah kelompok buku-buku cerita atau
dongeng. Mereka juga membaca komik lebih banyak dibandingkan dengan membaca
koran dan majalah. Namun siswa SMU justru lebih banyak membaca komik
dibandingkan dengan membaca buku. Walaupun perbedaannya tidak terlalu mencolok,
namun ini agak mengherankan sebab sebagai pelajar mestinya mereka lebih banyak
membaca buku untuk meningkatkan pengetahuan serta wawasan mereka. Membaca
komik termasuk kelompok yang membaca karena senang melihat gambar. Kelompok
pegawai negeri, guru, TNI/POLRI, serta buruh lebih banyak membaca koran
dibandingkan dengan bahan bacaan lainnya. Pegawai negeri sipil memilih bahan
bacaan koran lebih banyak daripada jenis bahan bacaan lain, sedangkan guru
berimbang antara membaca buku dengan membaca koran.
Tabel 4.3.28  Bahan bacaan yang dibaca oleh responden 
   Koran Majalah Buku  Komik
Mahasiswa  61 47 57 34
Pegawai Swasta  50 34 48 15
Petani/Nelayan  26 11 15 1
Ibu Rumah Tangga 25 25 24 1
Pedagang  20 11 14 0
Dosen  25 24 25 0
Siswa SD  45 49 126 85
Siswa SMP  58 76 102 93
Siswa SMU  75 85 80 89
PNS  52 38 42 6
Guru  35 28 34 1
TNI/Polri  21 9 3 4
Buruh  14 8 11 6
 Total  507 445 581 335
Persen  56,27 49,39 64,48 37,18
 
Informasi tentang jenis bacaan yang digemari berbagai kelompok profesi ini dapat
membantu perpustakaan menentukan jenis bacaan yang disediakan untuk kalangan
utama pembacanya.
 
 

178 
 
Tabel 4.3.29  Durasi membaca Koran, majalah dan buku  
> 3 jam  2 – 3 jam  1 – 2 jam < 1 jam 3 – 4 jam  2 – 3 jam  1 – 2 jam 
   per hari  per hari  per hari  per hari per minggu per minggu  per minggu
20  33  157 371 15 11  50
Baca Koran 
3,0 %  6,4 %  23,9 % 56,5 % 2,3 % 1,7 %  7,6 %
12  37  164 278 14 13  62
Baca Majalah 
2,1 %  9,7 %  28,3 % 47,9 % 2,4 % 2,2 %  10,7 %
86  71  291 209 18 18  36
Baca Buku 
11,8 %  9,7 %  39,9 % 28,7 % 2,5 % 2,5 %  4,9 %

Kegiatan membaca koran dilakukan kurang dari satu jam setiap hari oleh
sebagian besar responden (56,5 %), dan antara 1 – 2 jam setiap hari (23,9 %). Namun
ada juga yang membaca koran lebih dari 2 jam setiap hari yaitu antara 2 – 3 jam (6,4
%), bahkan lebih dari 3 jam setiap hari (3 %). Hal ini tidak lazim dilakukan. Hal yang
sama terjadi pada membaca majalah yaitu rata-rata responden membaca majalah
antara kuran dari satu jam sampai 2 jam setiap hari. Membaca majalah lebih dari dua
atau bahkan lebih dari 3 jam setiap hari tidak biasa dilakukan orang. Sebaliknya,
membaca buku biasanya dilakukan lebih lama dibandingkan dengan membaca koran
dan majalah. Kelompok orang yang membaca buku lebih dari 1 jam setiap hari ternyata
cukup besar yaitu sebesar 61,4 % dan yang membaca buku kurang dari 1 jam setiap hari
sebesar 28,7 %. Yang agak mengherankan adalah membaca buku antara 1 – 4 jam per
minggu yang dilakukan oleh 9,9 % responden merupakan hal yang kurang lazim, karena
biasanya membaca buku (untuk mengerti isi buku tersebut) merupakan kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus tanpa terputus sampai buku tersebut selesai (tamat)
dibaca.

179 
 
 
Gambar 4.3.26  Gambaran Bacaan yang Digemari  
 
Bahan bacaan yang paling populer adalah ilmu pengetahuan populer yaitu dipilih
oleh 497 responden, diikuti dengan bacaan kelompok buku agama yang dipilih oleh 369
responden, kemudian bacaan pengetahuan populer oleh 218 responden, bacaan lain-
lain dipilih oleh 169 responden, dan terakhir dan paling sedikit adalah buku-buku fiksi.
Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya di lokasi penelitian, tidak begitu
menyukai fiksi/sastra. Hal ini memperkuat pernyataan Taufik Ismail yang menyatakan
bahwa sejak tahun 1943 sekolah-sekolah SMA di Indonesia tidak pernah mewajibkan
siswanya membaca buku-buku sastra. Dikatakan demikian oleh Taufik Ismail karena di
sekolah-sekolah SMA buku sastra (1) tak disebut di kurikulum, (2) dibaca Cuma
ringkasannya, (3) siswa tak menulis mengenainya, (4) tidak ada di perpustakaan
sekolah, dan (5) tidak diujikan6. Jika siswa diberi tugas wajib untuk membaca buku
sastra, maka diharapkan hal ini mendorong siswa tersebut untuk membaca karya-karya
sastra yang lain.

                                                            
6
Taufik Ismail (2005). Tragedi Nol Buku Tragedi Kita Bersama. Makalah Rapat Kerja
Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia, Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, tanggal 31 Mei
2005.
180 
 
Untuk membaca buku, sebagian besar responden mengaku membeli (67,6 %),
diikuti dengan meminjam dari meminjam dari teman (37,6 %), perpustakaan umum
(36,3 %), dan meminjam dari kantor atau pejabat pemerintah (8,5 %).
Tabel 4.3.30  Gambaran Perolehan Buku Responden Sebagai Bahan Bacaan 
 
Meminjam
Meminjam dari Kantor/  Perpustakaan 
Responden  Membeli 
dari Teman  Pejabat/aparat  Umum 
pemerintah 
Mahasiswa  51  54  9  53 
Pegawai Swasta  45  33  7  32 
Petani/Nelayan  17  14  0  1 
Ibu Rumah Tangga  17  7  3  23 
Pedagang  16  3  0  12 
Dosen  25  2  9  24 
Siswa SD  135  26  20  41 
Siswa SMP  117  70  0  28 
Siswa SMU  106  92  1  42 
PNS  33  11  21  36 
Guru  34  16  5  26 
TNI/Polri  4  8  1  2 
Buruh  9  3  1  7 
 Jumlah  609  339  77  327 
Persen dari sampel  67,6  37,6  8,5  36,3 

Tabel 4.3.30 diatas menunjukkan bahwa peran perpustakaan umum belum


optimal sebab belum banyak responden yang memanfaatkan perpustakaan untuk
memenuhi kebutuhan bahan bacaannya. Padahal usaha Pemerintah Provinsi sudah
sangat gencar dilakukan misalnya melalui Gerakan Riau Membaca dan Gerakan Hibah
Sejuta Buku. Tidak kurang dari Gubernur Riau sendiri yaitu H.M. Rusli Zainal yang
mencanangkan gerakan tersebut. Gerakan ini didukung juga oleh DPRD Provinsi Riau,
Penggerak PKK Provinsi Riau (yang memiliki rumah-rumah baca atau sudut-sudut
baca), Harian Riau Pos, dan Yayasan Bandar Serai (memiliki kampung baca)7. Melalui
gerakan ini Gubernur Riau meminta kepada setiap pejabat Provinsi Riau yang
berkesempatan bertugas ke luar kota diwajibkan menyumbang dua buah buku sebagai
oleh-oleh. Buku-buku tersebut dikumpulkan oleh Kantor Perpustakaan dan Arsip

                                                            
7
Hibah Sejuta Buku Dimulai. Harian Riau Pos, 25 Juli 2006.
181 
 
Daerah untuk kemudian didistribusikan ke taman-taman bacaan di seluruh Provinsi
Riau. Melalui Gerakan Hibah Sejuta Buku ini diharapkan dalam waktu lima tahun
jumlah sejuta buku tersebut dapat dicapai. Semangat untuk mengumpulkan buku ini
didorong oleh banyaknya anak-anak di daerah yang jarang membaca karena ketiadaan
bahan bacaan.
Kepedulian Pemerintah Provinsi Riau ini tidak main-main karena untuk
mendukung gerakan Riau Membaca ini pada tahun 2007 Pemerintah Provinsi Riau
telah mengucurkan anggaran sebesar Rp 33,1 Milyar, suatu jumlah yang cukup besar
untuk suatu perpustakaan saat ini8. Bahkan gerakan seperti ini juga dilakukan oleh
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan ikut mendirikan tamanbacaan anak di enam
kecamatan di provinsi Riau9. Perhatian terhadap penyediaan buku untuk meningkatkan
minat baca masyarakat ini juga diberikan oleh Pemerintah Pusat, salah satunya melalui
Departemen Pendidikan Nasional dalam hal ini ditangani oleh Direktorat Jenderal
Pendidikan Luar Sekolah yang pada tahun 2007 menyediakan dana sebesar Rp. 90
milyar untuk peningkatan budaya baca masyarakat Indonesia. Dari dana tersebut 60 %
diberikan dalam bentuk block grant yang disalurkan berdasarkan proposal ke
Pemerintah Daerah melalui Pemerintah Provinsi. Dana tersebut untuk mensubsidi
taman bacaan masyarakat yang jumlahnya tidak kurang dari 6.000 unit. Setiap taman
bacaan masyarakat mendapatkan subsidi antara Rp. 5 juta sampai Rp. 40 juta untuk
pengadaan koleksi taman bacaannya (perpustakaan). Tahun-tahun sebelumnya
Pemerintah Pusat juga telah mengucurkan dana bantuan serupa, misalnya pada tahun
2005 sebesar Rp. 8,5 milyar dan pada tahun 2006 naik menjadi Rp. 40 milyar10. Namun
demikian kondisi koleksi perpustakaan umum belum juga memuaskan sesuai
kebutuhan masyarakat seperti yang disinyalir oleh Ketua Lembaga Pengembangan Anak
Negeri (LPAN) Kepulauan Riau, W. Sudarwanto, yang menyatakan faktor dominan yang
menyebabkan warga kurang berminat mengunjungi perpustakaan salah satunya akibat

                                                            
8
Mahasiswa ke Perpustakaan untuk Skripsi. Harian Riau Mandiri, Selasa 24 April 2007.
9
PKS Dirikan Enam Taman Bacaan. Harian Riau Pos, Selasa 24 Juli 2007.
10
Taman Bacaan Jadi Prioritas. Kompas, Kamis 12 Juli 2007.

182 
 
koleksi buku-buku yang ada selain terbatas, juga buku-bukunya relatif monoton. Intinya
jarang ditemukan ada buku-buku koleksi terbaru di perpustakaan tersebut11.

4.3.7  Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca 
Secara ringkas pada tabel dan grafik berikut dapat dilihat hubungan karakteristik
responden (umur, pendidikan, pendapatan) dengan minat baca (durasi membaca,
frekuensi membaca dan korbanan) untuk Kota Pekanbaru adalah sebagai berikut.
Tabel 4.3. 31 Hubungan Karakteristik responden dengan Minat Baca

Minat Baca 
Karakteristik 
Korbanan 
Responden  Durasi Baca  Frekuensi baca 
Beli buku  Pemilikan buku 
Umur  0,011  ‐0,186**  0,197**  0,199** 
Pendidikan  0,072*  ‐0,200**  0,186**  0,300** 
Pendapatan  0,143**  0,478**  0,333**  0,439** 
** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).
* Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah).

Pada sejumlah grafik berikut jelas tergambar korelasi yang dimaksud.

                                                            
11
Minat Baca Masih Rendah. Harian Media Riau, 25 Juli 2007.
183 
 
MODEL: MOD_1
Independent: durasi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
Umur_1 LIN ,001 833 ,72 ,395 3,0543 ,0411
Pddkn_1 LIN ,011 833 8,95 ,003 2,7475 ,1226

Umur Pendidikan

7.00 Observed 7.00 Observed


Linear Linear

6.00 6.00

5.00 5.00

4.00 4.00

3.00 3.00

2.00 2.00

1.00 1.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Durasi membaca Durasi membaca
 
Gambar a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal  Gambar b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal 
terhadap Minat Baca  komponen Umur dengan Durasi  terhadap Minat Baca komponen Pendidikan dengan Durasi 
membaca, r = 0,011 tidak berbeda nyata pada α = 0,01 dan α =  membaca, r = 0,072 berbeda nyata pada α = 0,05 (uji dua 

0,05  (uji dua arah).  arah), Ini berarti semakin tinggi pendidikan terdapat 
kecenderungan durasi membaca semakin tinggi pula. 

Gambar 4.3.27 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Durasi baca

184 
 
MODEL: MOD_2.
Independent: Frekuensi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
Umur_1 LIN ,038 519 20,32 ,000 4,1641 -,1916
Pddkan_1 LIN ,027 519 14,22 ,000 4,1754 -,1378

Umur Pendidikan

7.00 Observed 7.00 Observed


Linear Linear

6.00 6.00

5.00 5.00

4.00 4.00

3.00 3.00

2.00 2.00

1.00 1.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Frekuensi baca Frekuensi baca
   
Gambar a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal  Gambar b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal 
terhadap Minat Baca  komponen Umur dengan Frekuensi baca, r  terhadap Minat Baca  komponen Pendidikan dengan Frekuensi 
= ‐0,186 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).  Ini  baca, r = ‐0,200 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).  

berarti semakin tinggi umur terdapat kecenderungan  In i berarti semakin tinggi pendidikan terdapat 
frekuensi membaca semakin menurun.  kecenderungan frekuensi membaca semakin menurun. 

Gambar 4.3.28 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Frekuensi Baca

185 
 
MODEL: MOD_3
Independent: Korbanan
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
Umur_1 LIN ,026 655 17,15 ,000 2,6703 ,2323
Pddkn_1 LIN ,040 655 27,12 ,000 2,7985 ,2595 

Umur Pendidikan

Observed 7.00 Observed


7.00
Linear Linear

6.00
6.00

5.00
5.00

4.00
4.00

3.00
3.00

2.00
2.00

1.00
1.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 Beli buku
Beli buku  
 
Gambar a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal  Gambar b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal 
terhadap Minat Baca  komponen Umur dengan Pembelian buku, r  terhadap Minat Baca  komponen Pendidikan dengan 
= 0,197 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti  Pembelian buku, r = 0,186 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji 

semakin tinggi umur terdapat kecenderungan pembelian  dua arah).  Ini berarti semakin tinggi pendidikan 
buku semakin tinggi.  terdapat kecenderungan pembelian buku semakin 
tinggi pula. 

Gambar 4.3.29 Grafik Model Data Plot Umur dan Pendidikan terhadap Beli Buku

186 
 
MODEL: MOD_5. MODEL: MOD_6.
Independent: Durasi Independent: Frekuensi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
Pdptn_1 LIN ,011 790 8,45 ,004 3,0827 ,0875 Pdptn_1 LIN ,208 238 62,49 ,000 2,1988 ,3809

Pendapatan Pendapatan

7.00 Observed 7.00 Observed


Linear Linear

6.00 6.00

5.00 5.00

4.00 4.00

3.00 3.00

2.00 2.00

1.00 1.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Durasi membaca Frekuensi membaca
 
Gambar a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal  Gambar b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal 
terhadap Minat Baca  komponen Pendapatan dengan Durasi  terhadap Minat Baca  komponen Pendapatan dengan Frekuensi 
membaca, r = 0,143 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).  membaca, r = 0,478 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).  
Ini berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan  Ini berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan 
durasi membaca semakin meningkat pula.  frekuensi membaca  semakin banyak. 

Gambar 4.3.30 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Durasi dan Frekuensi Baca
MODEL: MOD_7. MODEL: MOD_8.
Independent: Korbanan Independent: Pmlknbuku
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
Pdptn_1 LIN ,111 238 29,63 ,000 2,8597 ,4352 Pdptn_1 LIN ,232 342 103,37 ,000 2,2936 ,4348

Pendapatan Pendapatan

7.00 Observed 7.00 Observed


Linear Linear

6.00 6.00

5.00 5.00

4.00 4.00

3.00 3.00

2.00 2.00

1.00 1.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Pembelian buku Pemilikan buku
 
Gambar 6a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal  Gambar b. Plot data ordinal  hubungan Karakteristik Personal 
terhadap Minat Baca  komponen Pendapatan dengan Pembelian  terhadap Minat Baca  komponen Pendapatan dengan Pemilikan 
buku, r = 0,333 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).  Ini  buku, r = 0,439 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini 
berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan  berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan 
pembelian buku semakin banyak.  pemilikan buku   semakin banyak. 

Gambar 4.3.31 Grafik Model Data Plot Pendapatan terhadap Pembelian dan Pemilikan
Buku

187 
 
Dari tabel dan grafik diatas dapat disimpulkan hal-hal berikut:
1. Terdapat korelasi nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan durasi
membaca. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin singkat durasi
membacanya. Ini mungkin berhubungan dengan daya tahan tubuh.
2. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan frekuensi membaca.
3. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan membeli
bahan bacaan.
4. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korban pemilikan
buku.
5. Terdapat korelasi nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan durasi
membaca.
6. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan frekuensi
membaca.
7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
membeli bahan bacaan.
8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
memiliki bahan bacaan.
9. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan durasi
membaca.
10. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan frekuensi
membaca.
11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan
membeli bahan bacaan.
12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan
memiliki bahan bacaan.

188 
 
4.4. Banjarmasin 
4.4.1 Gambaran Umum Responden Kota Banjarmasin 
Jumlah kuesioner yang disebarkan di Kota Banjarmasin sebanyak 1000 unit,
namun yang kembali malah lebih besar yaitu 1003 kuesioner (100,03 %). Sampel
terdiri dari 442 orang laki-laki (44,07 %) dan 324 orang perempuan (32,30 %).
Sebanyak 237 responden (23,63 %) tidak mengisi pertanyaan mengenai jenis kelamin.
Sampel tersebut terdiri dari beberapa kelompok profesi yaitu 100 orang mahasiswa
(9,97 %), 50 orang pegawai swasta (4,99 %), 48 orang petani dan nelayan (4,79 %), 101
orang ibu rumah tangga (10,07 %), 25 orang pedagang (2,49 %), 25 orang dosen (2,49
%), 149 orang siswa SD (14,86 %), 150 orang siswa SMP (14,96 %), 153 orang siswa SMU
(15,25 %), 101 orang pegawai negeri sipil (10,07 %), 25 orang guru (2,49), 50 orang
anggota TNI/Polri (4,99 %), dan 26 orang buruh (2,59 %).
Sebagian besar responden yang terjaring merupakan penduduk asli Kota
Banjarmasin atau setidaknya lahir di kota Banjarmasin yaitu sebesar 622 responden
(62,01 %), sebesar 133 responden lainnya (13,26 %) mengaku sebagai pendatang,
sedangkan sisanya sebesar 248 responden (24,73 %) tidak menjawab. Angka yang tidak
menjawab ini cukup besar. Umumnya pendatang atau perantau ini sudah baru tinggal
di kota Banjarmasin antara kurang dari 5 tahun sampai lebih dari 15 tahun.
Dari aspek status dalam rumah tangga, responden dapat dibagi menjadi 174
orang (17,35 %) berstatus sebagai ayah, 214 orang (21,34 %) berstatus sebagai ibu,
sedangkan sisanya sebanyak 603 orang responden (60,12 %) berstatus sebagai anak,
sedangkan 12 orang (1,2 %) tidak menjawab status yang bersangkutan.
Tabel 4.4.1  Responden berdasarkan jenis kelamin 
Kelompok Responden Laki‐laki Perempuan Jumlah % 
Mahasiswa  39 61 100 9,97 
Pegawai Swasta  20 30 50 4,99 
Petani/Nelayan  41 7 48 4,79 
Ibu Rumah Tangga  0 101 101 10,07 
Pedagang  16 9 25 2,49 
Dosen  15 10 25 2,49 
Siswa SD  65 84 149 14,86 
Siswa SMP  61 89 150 14,96 
Siswa SMU  68 85 153 15,25 
PNS  43 58 101 10,07 

189 
 
Kelompok Responden Laki‐laki Perempuan Jumlah % 
Guru  6 19 25 2,49 
TNI/Polri  46 4 50 4,99 
Buruh  23 3 26 2,59 
Jumlah  443 560 1003  
 
Sedangkan dari ke segi kelompok umur, responden terbagi menurut kelompok
umur kurang dari 12 tahun yaitu sebanyak 169 orang ( 18,23 %), kelompok umur 13
tahun sampai dengan 15 tahun sebanyak 112 orang (12,08 %), kelompok umur 16 tahun
sampai dengan 18 tahun sebesar 155 orang (16,72 %), kelompok umur 19 tahun sampai
dengan 23 tahun sebesar 103 orang (11,11 %), kelompok umur 24 tahun sampai dengan
40 tahun sebanyak 213 orang (22,98 %), keompok umur 41 tahun sampai dengan 55
tahun sebanyak 136 orang (16,67 %), dan terakhir yang berusia lebih dari 56 tahun
sebanyak 6 orang (2,16 %). Sebanyak 19 orang (2,05 %) responden tidak mengisi
pertanyaan mengenai umur.
Tabel 4.4.2 Responden Banjarmasin berdasarkan kelompok umur 
Umur (tahun)  Tidak 
Mengisi 
Kelompok  < 12 th  13‐15  16‐18  19‐23  24‐40  41‐55  >56  Jumlah 
Mahasiswa  0  0  8  87  3  1  0  1 
99 
Pegawai  0 
Swasta  3  3  1  4  32  7  0  50 
Petani/Nelayan  0  0  0  0  17  19  36  0 
48 
Ibu Rumah  0 
Tangga  0  0  0  0  42  42  16  100 
Pedagang  0  0  0  3  14  5  2  1 
24 
Dosen  0  1  0  1  15  8  0  0 
25 
Siswa SD  144  6  0  0  0  0  0  0 
150 
Siswa SMP  26  123  1  0  0  0  0  0 
149 
Siswa SMU  0  27  126  0  0  0  0  0 
153 
PNS  0  0  0  1  35  59  3  6 
95 
Guru  0  0  0  0  12  12  0  1 
24 
TNI/Polri  0  0  0  2  19  16  0  3 
47 
Buruh  1  0  0  3  14  6  2  0 
26 
Jumlah  12 
174  160  136  101  203  175  59  991 

Sesuai dengan kuota, maka responden yang berasal dari kalangan yang masih
sekolah lebih besar yaitu 564 responden (56,23 %), yang sudah tidak bersekolah lagi

190 
 
sebesar 325 responden (32,40 %), sedangkan sisanya sebesar 114 responden (11,37 %)
tidak menjawab apakah mereka masih berstatus masih sekolah atau sudah bekerja.
Responden yang masih sekolah terdiri dari siswa sekolah dasar atau SD sebesar 151
responden (26,17 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 153
responden (26,52 %), siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebesar 164
responden (28,42 %), mahasiswa sebesar 109 responden (18,89 %).

Tabel 4.4.3 Status responden pada kelompok yang masih bersekolah 
Siswa SD  Siswa SLTP  Siswa SLTA  Mahasiswa  Total 
Jumlah  %  Jumlah  %  Jumlah %  Jumlah  %  Jumlah  % 
151  26,17  153  26,52 164 28,42 109 18,89 557  57,53
 
Gambar 4.4.1 berikut menunjukkan kondisi responden dalam hal pendidikan.
Responden yang tidak tamat SD sebesar 30 responden (2,99 %), tamat SD sebanyak 93
responden (9,27 %), tamat SLTP sebanyak 167 reponden (16,65 %), tamat SLTA sebesar
252 responden (25,12 %), diploma sebesar 31 responden (3,09 %), sarjana sebesar 120
responden (11,96 %), dan pascasarjana atau bergelar S2 dan atau S3 sebesar 16
responden (1,60 %). Sebanyak 294 (29,31 %) responden tidak mengisi pertanyaan
mengenai latar belakang pendidikan mereka.

Gambar 4.4.1  Grafik Sebaran Tingkat Pendidikan Responden 
Dari aspek profesi responden diharapkan dapat mewakili sebanyak mungkin
profesi. Kelompok responden tersebut terdiri atas pegawai negeri sebesar 148

191 
 
responden (45,12 %), pegawai swasta sebesar 45 (13,72 %) responden, pedagang sebesar
33 responden (10,06 %), TNI/Polri sebesar 40 responden (12,20 %), petani dan nelayan
sebesar 34 responden (10,37 %), wiraswastawan sebesar 4 responden (1,22 %),
wartawan tidak ada (0,00 %), buruh sebesar 24 responden (7,32 %), dan profesi lainnya
yang tidak termasuk kategori tersebut sebesar 106 responden (32,32 %).
Tabel 4.4.4 Responden berdasarkan profesi 
 

Wiraswasta 

Wartawan 
TNI/POLRI 
Pedagang 

Lainnya 
 Profesi 

Swasta 
Negeri 

Petani 

Buruh 
 Jumlah  148  45  33 40 34 4 0 22  106 
 
Pendapatan responden tersebar dari pendapatan kurang dari 500 ribu rupiah per
bulan sampai kepada yang berpendapatan lebih dari 4,5 juta rupiah setiap bulan.
Sebagian terbesar responden berpendapatan antara 500 ribu sampai 2,5 juta rupiah per
bulan. Sebaran responden menurut tingkat pendapatan digambarkan pada tabel 4.4.5
dan gambar 4.4.2.

Tabel 4.4.5  Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan  per bulan 

Lebih dari 
500 rb – 1 

lebih dari 
Lebih dar 
Lebih 1 jt 

Lebih 1,5 
jt – 2,5 jt 
dari 500 
Kurang 

Kelompok 
– 1,5 jt 

2,5 jt – 

3,5 jt – 
3,5 jt 

4,5 jt 

4,5 jt 
ribu 

Responden 
juta 

Mahasiswa  4  15  9  7  2  0  3 
Pegawai Swasta  1  17  22  5  0  1  2 
Petani/Nelayan  3  22  23  1  0  0  0 
Ibu Rumah Tangga  42  43  1  0  1  0  0 
Pedagang  0  2  22  0  0  0  0 
Dosen  0  1  7  8  5  1  2 
PNS  2  5  32  45  12  3  1 
Guru  4  4  3  10  4  1  0 
TNI/Polri  3  0  11  21  9  2  1 
Buruh  0  23  2  0  0  0  0 
 Total  59  132  132  97  33  8  9 
 

192 
 
 
Gambar  4.4.2  Grafik Sebaran Tingkat Pendapatan Responden 
Dari aspek jumlah anggota keluarga sebagian responden terdiri dari keluarga
dengan jumlah anggota keluarga sebesar 3 – 4 orang (404 responden) kemudian diikuti
berturut-turut dengan jumlah anggota keluarga 5 – 6 orang (271 responden), 7 – 8
orang (47 responden), kurang dari 2 orang (28 responden), dan yang terakhir adalah
keluarga besar yaitu dengan jumlah keluarga lebih dari 8 orang (12 responden).
Sebanyak 241 (24,03 %) responden tidak menjawab pertanyaan ini. Secara rinci kondisi
responden berdasarkan jumlah anggota dalam keluarga disajikan pada tabel 4.4.6.
Tabel 4.4.6  Sebaran responden berdasarkan besarnya anggota dalam keluarga 
 
Kurang  Lebih  
3 – 4  5 – 6  7 – 8 
Responden  dari 2  dari 8  
 orang orang orang
orang  orang 
Mahasiswa  2  36  44  12  5 
Pegawai Swasta  4  33  11  1  0 
Petani/Nelayan  0  16  33  0  0 
Ibu Rumah Tangga 3  63  29  4  0 
Pedagang  0  13  11  1  0 
Dosen  3  14  6  1  1 
Siswa SD  0  25  20  5  1 
Siswa SMP  1  35  12  4  1 
Siswa SMU  4  48  52  14  2 
PNS  6  69  23  1  1 
Guru  1  12  9  0  1 
TNI/Polri  4  28  11  4  0 
Buruh  0  14  12  0  0 
   28  406  273  47  12 

193 
 
Pada umumnya responden termasuk kelompok masyarakat yang cukup maju
dalam mencari informasi. Hal ini dicerminkan dari fasilitas informasi untuk melakukan
akses ke luar. Umumnya mereka memiliki pesawat radio, pesawat televisi, pemutar
video/vcd/dvd, komputer. Sebagian dari mereka bahkan memiliki akses ke internet.
Sedangkan media cetak yang mereka miliki cukup banyak adalah koran dan majalah.
Fasilitas tersebut selain digunakan untuk mendapatkan informasi dari luar, juga
digunakan sebagai sarana hiburan. Tabel 4.4.7 dan Gambar 4.4.3 memperlihatkan
sebaran responden dalam hal kepemilikan fasilitas informasi.
Tabel 4.4.7  Kepemilikan fasilitas media informasi 
 
Fasilitas informasi yang dimiliki 

Responden  Koneksi 
Pesawat  Pesawat Video/ 
Komputer ke  Koran  Majalah
Radio  TV  VCD/DVD
Internet 
Mahasiswa  16  26  5  2  0  1  0 
Pegawai  swasta  40  50  27  19  7  33  24 
Petani/Nelayan  45  48  11  2  0  13  0 
Ibu Rmh angga  41  81  4  0  0  9  5 
Pedagang  23  25  23  20  10  18  17 
Dosen  20  24  18  18  8  17  11 
Siswa SD  94  123  121  26  10  88  59 
Siswa SMP  137  148  127  83  24  129  99 
Siswa SMU  130  146  131  79  23  109  103 
PNS  63  97  57  42  6  52  25 
Guru  22  25  12  12  1  14  9 
TNI/Polri  33  48  29  18  3  27  16 
Buruh  16  26  5  2  0  1  0 
 Jumlah   680  867  570  323  92  511  368 
(Persen  
dari responden) 
(67,80)  (86,44)  (56,83)  (32,20)  (9,17)  (50,95)  (36,69) 
 
 
 
 
 
 
 

194 
 
 

 
 
Gambar 4.4.3  Grafik Sebaran Kepemilikan Fasilitas Media Informasi 
 
4.4.2  Membaca dan Menonton untuk Mengisi Waktu Luang 
Dalam mengisi waktu luang sebagian besar responden (diatas 75 %) mengaku
melakukan kegiatan membaca dan menonton televisi/video/vcd. Sebagian lagi
mengatakan mengisi waktu luangnya dengan mendengarkan siaran radio (sekitar 50 %)
dan rekreasi (hanya 25,72 %). Kegiatan membaca dan menonton dilakukan hampir
seimbang oleh sebagian besar responden yaitu membaca oleh 772 responden atau
sebesar 76,97 % dari total responden, dan sebanyak 869 responden atau 86,64 % dari
total responden melakukan kegiatan menonton dalam mengisi waktu luangnya.
Penggunaan radio sebagai alat untuk mengisi waktu luang juga cukup banyak dilakukan
yaitu oleh 461 responden (45,96 % terhadap total responden). Sedangkan rekreasi
adalah kegiatan yang paling sedikit dilakukan oleh responden dalam mengisi waktu
luang yaitu hanya dilakukan oleh sebanyak 258 responden atau 25,72 % terhadap total
responden. Dari tabel dapat dilihat bahwa profesi yang memang menuntut kegiatan
membaca seperti dosen, mahasiswa serta pelajar, maka membaca merupakan kegiatan
yang dilakukan mereka untuk mengisi waktu luangnya. Dosen menyatakan bahwa
membaca, menonton televisi dan mendengarkan siaran radio merupakan kegiatan yang
dilakukan setiap saat bila mereka memiliki waktu luang. Hal ini tidak tentu saja
mengherankan, karena profesi dosen memang menuntut harus selalu memperbaharui

195 
 
pengetahuannya antara lain melalui media tersebut. Dari 25 responden dosen, hanya 8
responden saja yang mengisi waktu luangnya dengan rekreasi selain membaca,
menonton televisi dan mendengarkan siaran radio. Mahasiswa dan pelajar, guru, serta
PNS menyatakan mengisi waktu luang mereka dengan membaca dan menonton televisi
lebih tinggi dibandingkan dengan mendengarkan mendengarkan siaran radio dan
rekreasi. Sebagian profesi ini tetap menempatkan membaca adalah kegiatan dominan.
Data yang perlu mendapat perhatian adalah pada pelajar SMU, yaitu mereka mengaku
lebih suka menonton televisi/video/VCD daripada membaca. Padahal profesi mereka
sesungguhnya menuntut kegiatan membaca secara intensif. Sudah dapat diduga bahwa
profesi yang tidak menuntut kegiatan membaca secara lebih intensif seperti ibu rumah
tangga, petani, TNI/POolri, dan buruh, maka kegiatan menonton televisi/video/vcd
merupakan pilihan kegiatan yang lebih banyak dalam mengisi waktu luang mereka.
Tabel 4.4.8  Sebaran Pemanfaatan waktu luang responden dalam melakukan kegiatan 
Menonton 
Mendengarkan 
Kelompok  Jumlah  Membaca  TV/Video/  Rekreasi 
Siaran Radio 
Responden  responden  VCD 
Resp  %  Resp  %  Resp  %  Resp  % 
Mahasiswa   100  91  91,00  82  82,00  49  49,00  33  33,00 
Pegawai Swasta  50  42  84,00  46  92,00  23  46,00  14  28,00 
Petani/ Nelayan   48  24  50,00  48  100,00  32  66,67  0  0 
Ibu Rumah Tangga  101  14  13,86  78  77,23  30  29,70  3  2,97 
Pedagang  25  24  96,00  23  92,00  11  44,00  6  24,00 
Dosen  25  23  92,00  22  88,00  13  52,00  14  56,00 
Siswa SD  149  141  94,63  111  74,50  40  26,85  32  21,48 
Siswa SMP  150  145  96,67  147  98,00  73  48,67  48  32,00 
Siswa SMU  153  126  82,35  138  90,20  96  62,75  61  39,87 
PNS  101  77  76,24  90  89,11  42  41,58  32  31,68 
Guru  25  23  92,00  21  84,00  12  48,00  4  16,00 
TNI/Polri  50  40  80,00  42  84,00  28  56,00  10  20,00 
Buruh  26  3  11,54  25  96,15  14  53,85  1  3,85 
 Total  1003  773     873     463     258    
 

196 
 
Gambar 4.4.4   Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Responden 

Kegiatan ayah, ibu dan anak dalam membaca, menonton, mendengarkan radio
dan rekreasi mempunyai pola yang berbeda. Responden dengan status ayah lebih
banyak menghabiskan waktu untuk menonton dibandingkan dengan kegiatan
mendengarkan radio dan membaca. Responden dengan status ibu lebih banyak
membaca dari pada menonton dan mendengarkan radio. Sedangkan pada anak
frekuensi kegiatan membaca dan menonton televisi lebih tinggi dibandingkan dengan
kegiatan mendengarkan radio dan rekreasi. Ini tidak mengherankan melihat mayoritas
responden berasal dari kalangan pelajar yang masih aktif sekolah. Jadi dapat diduga
kegiatan membaca mereka ada kaitannya dengan status mereka sebagai pelajar.
Walaupun bagi sebagian masyarakat siaran radio masih merupakan acara yang
menarik, namun penggemar siaran radio ini sudah dikalahkan oleh kegiatan menonton
televisi. Rata-rata masyarakat melakukan aktifitas mendengarkan siaran radio hanya
setengah dari melakukan kegiatan membaca maupun menonton televisi.
 
 
 
 
 

197 
 
Tabel 4.4.9  Kegiatan Ayah, Ibu dan Anak dalam mengisi waktu luang 

Dengarkan  Rekreasi 
Responden  Baca  Nonton 
radio 
Ayah (174)  41 149 74 4 
23,56% 85,63% 42,53% 2,30% 
Ibu (110)  108 74 27 23 
98,18% 67,27% 24,55% 20,91% 
Anak (475)  409 416 220 138 
86,11% 87,58% 46,32% 29,05% 
 

Gambar 4.4.5   Sebaran Pemanfaatan Waktu Luang Berdasarkan Status dalam Rumah Tangga 

Tabel 4.4.10 Hubungan Karakteristik Responden dengan Waktu Luang dan Terpaan Media
Exposure (Terpaan) Media
Karakteristik Waktu Luang (aktivitas
Radio Televisi
Responden membaca dan lain-lain)
(durasi mendengar) (durasi menonton)
Umur -,289** ,133** -,054
Pendidikan -,110** ,094** -,028
Pendapatan ,336** -,211** -,273**
** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).
* Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah).

198 
 
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa umur berpengaruh nyata (memiliki korelasi
negatif) terhadap aktifitas membaca dengan koefisien korelasi -0,289. Ini berarti
bahwa semakin tua umur seseorang aktifitas membaca dalam rangka mengisi waktu
luang akan semakin rendah. Padahal pada usia anak-anak waktu luangnya lebih banyak
digunakan untuk bermain, sedangkan pada usia semakin tua, biasanya makin banyak
waktu untuk diperlukan untuk beragam kegiatan yang menyita waktu. Menurut
literatur waktu bermain anak Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak
Amerika yang hanya 3 – 4 jam sehari, apalagi dengan anak-anak Korea yang hanya
memiliki waktu bermain sebanyak satu jam sehari1. Bahkan bagi anak-anak dari
keluarga ekonomi lemah sebagian waktu mereka digunakan untuk membantu orang
tuanya mencari uang tambahan bagu keluarga. Sedangkan waktu luang orang tua selain
digunakan untuk aktifitas membaca, juga digunakan untuk aktifitas menonton dan
mendengarkan radio, dan bahkan sebagian kecil juga menggunakan waktu luangnya
untuk berekreasi. Namun demikian umur tidak berpengaruh terhadap perilaku baik
mendengarkan radio maupun menonton (televisi/video/vcd). Koefisien korelasi antara
umur dengan mendengarkan radio hanya sebesar 0,133 berarti berkorelasi positif yang
berarti makin tua umur makin sering mendengar radio, sedangkan koefisien korelasi
antara umur dengan menonton -0,054 sangat lemah. Ini berarti tidak ada korelasi
nyata antara umur seseorang, dengan frekuensi nonton televisi.
Pendidikan pada responden Banjarmasin ternyata mempunyai hubungan negatif
tetapi nyata dengan penggunaan waktu luang untuk membaca yaitu dengan nilai
koefisien korelasi sebesar -0,110. Ini berarti semakin berpendidikan seseorang semakin
membutuhkan informasi untuk memenuhi kebutuhan menambah pengetahuan. Pada
siswa dan mahasiswa tentu kegiatan membaca harus menjadi kegiatan utama, begitu
juga pada profesi dosen dan guru. Oleh karena itu untuk meningkatkan minat dan
kegemaran membaca masyarakat, dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas
pendidikan. Penugasan-penugasan di sekolah dan di kampus akan mendorong
kebiasaan siswa dan mahasiswa untuk membaca sekalipun nantinya membaca tersebut
tidak ada hubungannya dengan penugasan dari guru dan dosen. Kebiasaan
memecahkan masalah dengan cara mencari sumber informasi pada sumber-sumber
                                                            
1
Minat Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat. Senin, 8 Maret 200.

199 
 
bacaan akan mendorong peningkatan minat dan kegemaran membaca. Selanjutnya
tabel tersebut menggambarkan bahwa pendidikan walaupun mempengaruhi kebiasaan
responden baik dalam mendengarkan radio maupun menonton televisi/video/vcd,
namun pengaruhnya sangat lemah. Walaupun koefisien korelasinya positif, namun
nilainya sangat lemah yaitu masing-masing 0,094 dan -0,028 untuk pendidikan
terhadap mendengarkan radio dan pendidikan terhadap menonton televisi/video/vcd.
Pendapatan seseorang berpengaruh terhadap penggunaan waktu luang yang
digunakan untuk aktifitas membaca. Nilai koefisien korelasinya positif dan cukup
signifikan yakni 0,336 yang berarti ada hubungan positif antara tingkat penghasilan
dengan aktifitas membaca. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat
perbedaan lama membaca pada masyarakat antara yang berpenghasilan rendah,
sedang, dan tinggi. Sedangkan pengaruh penghasilan terhadap kebiasaan
mendengarkan radio malah negatif dengan nilai koefisien korelasi lebih tinggi (-0,211),
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi penghasilan seseorang, semakin jarang
mendengarkan radio. Demikian pula dengan lama menonton televisi/video/vcd
ternyata berpengaruh negatif atau berbanding terbalik dengan nilai koefisien korelasi
sebesar -0,273. Artinya, semakin tinggi penghasilan seseorang, maka mereka akan
cenderung semakin jarang melakukan aktifitas menonton televisi/video/vcd.
Kalau ditinjau dari aspek lamanya melakukan kegiatan membaca dan menonton
maka kegiatan menonton dilakukan lebih lama oleh sebagian besar responden (lihat
gambar 4.4.6). Bahkan responden yang menonton lebih dari 2 jam sehari menduduki
jumlah terbesar (570 responden atau 56,83 %), sedangkan yang membaca lebih dari 2
jam sehari hanya sebesar 113 responden atau 21,24 %. Fakta ini memperkuat dugaan
bahwa umumnya masyarakat lebih senang menonton dari pada membaca.

200 
 
 
Gambar 4.4.6  Grafik Perbandingan antara Lama Membaca dengan Lama Menonton 
 
Tabel 4.4.11  Hubungan antara jenis kelamin dengan lama membaca 
Lama Membaca (B) dan Lama Menonton TV (N) 
Jenis Kelamin  > 3 j/hr  2 – 3 j/hr  1 – 2 j/hr  < 1 j/hr  3 – 4 j/mg  2 – 3 j/mg  1 – 2 j/mg 
B  N  B  N B N B N B N B  N  B  N
laki‐laki   44  138  34  64 129 177 84 23 3 7 5  5  8  2
perempuan  32  125  44  109 116 163 84 77 11 25 6  12  10  11
Total  164  111  111  62 316 98 195 32 27 18 19  2  17  1

 
Lebih jauh diperoleh fakta bahwa secara umum perempuan lebih banyak
memiliki waktu luang yang kemudian digunakan untuk membaca ataupun nonton
televisi. Perempuan umumnya menonton televisi lebih lama dibandingkan dengan laki-
laki (lihat gambar 4.4.7).

Tabel 4.4.12  Hubungan antara jenis kelamin dengan lama membaca vs lama menonton 
> 3 j/hr  2 – 3 j/hr  1 – 2 j/hr  < 1 j/hr  3 – 4 j/mg  2 – 3 j/mg  1 – 2 j/mg 

laki‐laki (baca)  44  34  129  84  3  5  8 


Perempuan (baca)  32  44  116  84  11  6  10 
Laki‐laki (nonton)  138  64  177  23  7  5  2 
Perempuan (nonton) 111  62  198  32  18  2  1 
 
 

201 
 
 
Gambar 4.4.7  Grafik Perbandingan Lama Membaca dengan Lama Menonton  
 

4.4.3  Hubungan antara Kelompok umur dengan Lama Membaca 
Dari aspek umur diduga pada usia sekolah sampai mahasiswa (usia SD yaitu
kurang dari 12 tahun sampai usia mahasiswa yaitu sampai 23 tahun) responden
memiliki kebiasaan membaca yang tinggi. Diasumsikan demikian karena kegiatan
membaca merupakan tuntutan pendidikan. Pada usia kerja kebiasaan membaca ini
diduga akan menurun dan kemudian akan meningkat lagi pada usia tua, dimana pada
usia ini orang akan memiliki waktu luang yang banyak untuk membaca. Namun dari
data deskriptif yang diperoleh, asumsi ini tidak terjadi.

202 
 
Tabel 4.4.13  Hubungan antara umur dengan lama membaca 
 
Umur  Jumlah  1‐2 j/mg  2‐3 /mg  3‐4 /mg  < 1 j/hr  1‐2 j/hr  2‐3 j/hr  > 3 j/hr 
177  0  2 0 10 25 7  10
< 12 th 
      0,00%  1,13% 0,00% 5,65% 14,12% 3,95%  5,65%
164  4  2 2 53 63 18  15
13‐15th 
      2,44%  1,22% 1,22% 32,32% 38,41% 10,98%  9,15%
136  4  2 3 27 50 16  27
16‐18th 
      2,94%  1,47% 2,21% 19,85% 36,76% 11,76%  19,85%
85  0  1 5 20 28 16  9
19‐23th 
      0,00  0,01 0,06 0,24 0,33 0,19  0,11
45  3  0 1 13 20 5  0
24‐40th 
      6,67%  0,00% 2,22% 28,89% 44,44% 11,11%  0,00%
56  7  1 1 13 16 3  9
41‐55th 
      12,50%  1,79% 1,79% 23,21% 28,57% 5,36%  16,07%
> 55 th  0  0  0 0 0 0 0  0
Tidak isi  340  ‐  ‐ ‐ ‐ ‐ ‐  ‐
Total  1003  18  8 12 136 202 65  70
 
 

 
Gambar 4.4.8  Grafik Perbandingan Lama Membaca Menurut Kelompok Umur 
 

203 
 
Tabel dan gambar diatas memperlihatkan bahwa membaca tidak dipengaruhi
oleh umur. Pola grafik dari semua kelompok umur responden terlihat sama yaitu sedikit
responden pada korbanan waktu membaca rendah (dari 2 jam sampai 3 jam setiap
minggu), kemudian naik jumlahnya pada korbanan waktu membaca sedang (antara 3
sampai 4 jam per minggu atau kurang lebih setengah jam per hari), dan sangat sedikit
responden pada korbanan waktu membaca yang tinggi (lebih dari 3 jam sehari).
Kebanyakan responden menghabiskan waktu antara 1-2 jam per hari. Sesungguhnya
data ini pun masih perlu dikaji lebih lanjut, karena umumnya responden (terutama
siswa sekolah dan mahasiswa) memasukkan juga waktu membaca pada saat pelajaran
berlangsung di sekolah atau di kampus.
Korbanan waktu demikian dapat dikatakan sangat rendah karena masyarakat
yang kegemaran membacanya tinggi, mereka akan menghabiskan waktu membaca lebih
dari 3 jam setiap harinya.

 
Grambar 4.4.9  Korbanan Waktu Rata‐rata Membaca Responden Banjarmasin 
 
Secara statistik hubungan antara umur dengan lama (durasi) membaca tidak
nyata. Ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi yaitu hanya sebesar -0,02 (Lihat
tabel 4.3.14) yang didapatkan melalui uji Rank Spearman menggunakan SPSS.
Kenyataan ini tidak sesuai dengan hipotesa dimana seharusnya semakin tinggi umur
seseorang, semakin lama ia membaca. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan aktifitas
membaca dalam hubungannya dengan aktifitas pendidikan. Tabel yang disampaikan
oleh Razak (2004) menunjukkan bahwa semakin tinggi usia yang ditunjukkan oleh

204 
 
status pendidikan maka dia maka dituntut semakin lama membaca. Kenyataan ini tentu
harus menjadi perhatian dari pemerintah, khususnya para pendidik atau regulator
pendidikan. Sudah waktunya kewajiban membaca di sekolah-sekolah dan perguruan
tinggi dimonitor dan masuk ke dalam kurikulum wajib. Misalnya saja, guru atau dosen
harus lebih banyak memberikan penugasan yang berkaitan dengan membaca, membuat
ringkasan, dan membuat soal-soal ujian yang bahan-bahannya diambil dari bacaan
yang diwajibkan oleh guru dan lain-lain.

Tabel 4.4.14  Korelasi  umur terhadap durasi membaca responden Banjarmasin 
Durasi membaca
Spearman's rho Umur Correlation Coefficient -,002
Sig. (2-tailed) ,96
N 836

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Demikian pula jika umur dihubungkan dengan frekuensi baca tidak terdapat
hubungan yang nyata karena hanya sebesar 0,028 pada tingkat kepercayaan 0,01. Hal
ini dapat dilihat hasil perhitungan seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.4.15   Korelasi umur terhadap frekuensi membaca 
Frekuensi
membaca
Spearman's rho Umur Correlation Coefficient ,028
Sig. (2-tailed) ,562
N 442

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


 
4.4.4  Hubungan Tingkat Penghasilan terhadap Lama Membaca 
Pada masyarakat yang mempunyai kegemaran membaca yang tinggi, maka
membeli buku untuk memuaskan dirinya dalam hal memenuhi bahan bacaan akan
selalu dilakukan. Oleh karena itu asumsi sementara adalah semakin tinggi penghasilan
seseorang maka akan semakin tinggi kegiatan membacanya yang ditandai dengan
semakin tingginya korbanan waktu mereka dalam membaca.

205 
 
Tabel 4.4.16  Hubungan antara Pendapatan dengan Lama Membaca 
 
Jumlah jam membaca rata‐rata  
Tingkat Penghasilan 
1‐2 j/mg  2‐3 j/mg 3‐4 j/mg < 1 j/hr 1‐2 j/hr 2‐3 j/hr  > 3 j/hr
< 500 rb (61 resp)  0  0 0 8 11 1  4
500 ‐ 1 jt (90 resp)  0  0 0 2 5 5  3
lbh 1 jt ‐ 1,5 jt (131 resp)  1  3 2 41 53 9  11
lbh 1,5 jt ‐ 2,5 jt (102 resp)  3  1 0 23 42 14  11
lbh 2,5 jt ‐ 3,5 jt (24 resp)  2  1 1 6 7 2  1
lbh 3,5 ‐  4,5 jt (6 resp)  0  0 0          0 3 2  1
> 4,5 jt (9 resp)  2  0 0 3 4 0  0
Tidak Mengisi  (580 resp)  30  13 15 135 211 77  72
 Total  38  18 18 218 336 110  103
 

 
Gambar 4.4.10  Hubungan Pendapatan dengan Lama Membaca Responden Banjarmasin 
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa pola membaca dari beberapa
kelompok penghasilan menunjukkan pola yang hampir sama dimana pada semua
kelompok penghasilan sebagian besar responden membaca selama kurang lebih 1 jam
setiap hari. Jika besarnya penghasilan berpengaruh kepada lamanya membaca,
seharusnya grafik orang yang berpenghasilan rendah akan bergerak dari rendah ke
tinggi dan sebaliknya yang berpenghasilan tinggi akan bergerak dari tinggi ke rendah.
Namun kenyataannya tidak demikian. Semua garis menunjukkan pola yang sama yaitu

206 
 
bergerak dari rendah pada kelompok orang yang kebiasaan membacanya rendah (lama
membaca lebih dari 1-2 jam per minggu), naik pada kelompok orang yang kebiasaan
membacanya sedang (lama membaca sekitar 1 jam per hari), dan bergerak turun lagi
pada kelompok orang yang durasi membacanya tinggi (lama membacanya lebih dari 3
jam per hari). Hanya pada kelompok orang yang berpenghasilan antara 3,5 sampai 4,5
juta per bulan yang memperlihatkan gambaran seperti yang kita harapkan yaitu
sebagian besar responden membaca lebih dari 3 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa sebagian besar responden melakukan kegiatan membaca selama
kurang lebih 1 jam setiap hari. Ini merupakan indikasi bahwa besarnya penghasilan
ternyata tidak berpengaruh kepada kegiatan membaca.

Berdasarkan analisis data yang lebih akurat menggunakan uji statistik Rank
Spearman dengan alat hitung SPSS didapat hasil pengolahan seperti berikut:
 
Tabel. 4.4.17  Korelasi pendapatan terhadap durasi membaca 
Durasi membaca
Spearman's Pendapatan Correlation
-,058
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) ,283
N 342
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 4.4.18  Korelasi pendapatan terhadap frekuensi membaca 

Frekuensi membaca
Spearman's Pendapatan Correlation
-,100
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) ,190
N 172

Hasil uji statistik diatas menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara
pendapatan responden dengan durasi membaca karena sangat kecil yaitu yaitu -0,058
pada tingkat kepercayaan 0,01. Demikian pula tidak ada korelasi nyata antara tingkat
pendapatan dengan frekuensi membaca responden.

207 
 
4.4.5  Hubungan Pendidikan terhadap Lama Membaca  
Salah satu hal yang diduga mempunyai hubungan erat dengan minat baca yang
ditandai salah satunya dengan durasi membaca adalah tingkat pendidikan masyarakat.

Tabel 4.4.19  Hubungan antara pendidikan dengan lama membaca 
Jumlah jam membaca rata-rata
Jumlah
Pendi-dikan > 3 jam/hr 2 - 3 jam/hr 1 - 2 jam/hr < 1 jam/hr 3-4 jam/mg 2-3 j/mg 1-2 jam/mg
Respon-den
jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%) jml (%)

Tdk tamat SD 30 0 0,0  0 0,0  0 0,0  6 20,0  8 26,7  0 0,0  0 0,0 

Tamat SD 87 0 0,0  0 0,0  0 0,0  3 3,5  6 6,9  6 6,9  5 5,8 

Tamat SLTP 123 0 0,0  2 1,6  1 0,8  31 25,2  35 28,5  3 2,4  11 8,9 

Tamat SLTA 201 9 4,5  3 1,5  2 1,0  44 21,9  80 39,8  25 12,4  27 13,4 

Diploma 18 0 0,0  1 5,6  0 0,0  3 16,7  3 16,7  5 27,8  5 27,8 

Sarjana 91 0 0,0  1 1,1  6 6,6  22 24,2  30 33,0  13 14,3  13 14,3 

Pascasarjana 6 0 0,0  0 0,0  1 16,7  0 0,0  2 33,3  3 50,0  0 0,0 

Tidak Isi 30 6,7  11 2,5  8 1,8  109 24,4  172 38,5  55 12,3  42 9,4 

Total 629  139  77  204  162  19  0,14  17  0,1  11  0,1 
 

 
Gambar 4.4.11  Hubungan Pendidikan dengan Lama Membaca Responden Banjarmasin 
Tabel 4.4.19 di atas memperlihatkan rata-rata responden membaca antara satu
jam per hari sampai dua sampai tiga jam per minggu. Data ini menunjukkan bahwa

208 
 
responden yang tidak tamat SD sampai responden yang berpendidikan pascasarjana
tidak banyak membaca lebih dari 3 jam sehari. Padahal ukuran seseorang yang
termasuk rajin membaca atau mempunyai minat baca tinggi untuk mahasiswa (dalam
hal ini termasuk diploma sarjana dan pasca sarjana) adalah membaca antara 3 jam
sampai 3,5 jam setiap hari (Razak, 2004). Sedangkan yang dikategorikan sangat rajin
atau mempunyai minat baca tinggi untuk kelompok ini adalah yang membaca lebih dari
3,5 jam setiap hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa mayoritas kelompok lulusan
perguruan tinggi di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca yang kurang atau
menurut Razak (2004) termasuk malas membaca, yaitu membaca antara 2,5 sampai 3
jam dan bahkan ada yang sangat malas karena membaca kurang dari 2,5 jam setiap
hari. Gambar 4.4.12. menegaskan bahwa kelompok mahasiswa sebagian besar (33 orang
atau 35,87 %) membaca antara 1 – 2 jam setiap hari, dan membaca kurang dari 1 jam
setiap hari (24 atau 26,09 %). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa di
lokasi penelitian memiliki minat baca rendah atau sangat malas membaca. Jika kita
hanya mengelompokkan dua kelompok saja mengenai membaca ini yaitu memiliki
minat baca yang tinggi dan dan memiliki minat baca yang rendah, maka kelompok
mahasiswa sebagian besar (89,13 %) memiliki minat baca yang rendah, dan hanya 10
responden atau hanya 10,87 % saja yang memiliki minat baca tinggi yaitu lebih dari 3
jam per hari.

209 
 
 
Gambar 4.4.12  Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Mahasiswa 

Korbanan untuk membeli buku bagi mahasiswa juga tidak terlalu tinggi. Jumlah
mahasiswa yang membeli buku kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan cukup tinggi (61,5
%) dan yang berbelanja buku antara Rp. 50.000,- - Rp 100.000,- juga cukup tinggi
(29,2 %). Sedangkan yang berbelanja lebih dari Rp. 100.000,- sangat sedikit (9,2 %).
Dari aspek kepemilikan buku pada responden mahasiswa juga tidak memberikan
gambaran yang menggembirakan. Sebagian besar mahasiswa memiliki buku antara 0 –
10 judul buku (53,2 %), memiliki buku antara 10 – 25 judul (26,6 %), memiliki buku
antara 25 – 50 judul buku (17,0 %), 50 – 100 judul buku (1,1 %), dan ada juga yang
meiliki koleksi buku di atas 100 judul (2,0 %). Logikanya, jika mereka tidak membeli
buku sehingga mereka tidak memiliki koleksi buku di rumahnya, maka mereka akan ke
perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan bacaannya. Namun, kenyataan ini tidak
terjadi. Sebagian besar mahasiswa hanya berkunjung ke perpustakaan umum sebanyak
antara satu kali sebulan sampai satu kali enam bulan (86,3 %). Jumlah yang berkunjung
ke perpustakaan umum setiap hari tidak banyak yaitu hanya 6,8 %. Yang mengherankan
adalah masih ada mahasiswa yang jarang datang ke perpustakaaan umum yaitu
berkunjung sekali setahun (4,1 %).

210 
 
Untuk lulusan SMU atau SLTA sebagian besar responden membaca antara
kurang dari satu jam dan antara 1 sampai 2 jam setiap hari. Hal ini juga dapat dikatakan
sebagian besar responden memiliki minat baca yang kurang atau menurut Razak (2004)
malas membaca (76,82 % membaca kurang dari 2 jam per hari). Ukuran rajin membaca
bagi siswa SMU menurut Razak (2004) adalah mereka yang membaca antara dua jam
sampai 2,5 jam setiap hari, sedangkan membaca antara 1,5 jam sampai dua jam setiap
hari termasuk kategori malas, apalagi yang kurang dari 1,5 jam setiap hari dimasukkan
dalam kategori sangat malas. Namun demikian ada sebagian responden yang termasuk
kategori rajin membaca bahkan sangat rajin membaca dimana mereka membaca lebih
dari 2 jam setiap hari (23,18 % responden membaca lebih dari 2 jam dan bahkan lebih
dari 3 jam setiap hari). Ukuran sangat rajin membaca bagi siswa SMU adalah membaca
lebih dari 2,5 jam setiap hari. Grafik pada gambar 4.4.13 memperlihatkan gambaran
minat baca siswa SLTA. Sebagian besar kelompok siswa SLTA membaca antara 1 – 2
jam per hari dan kurang dari 1 jam per hari, yang dapat dikategorikan sebagai malas
membaca atau dengan kata lain mereka memiliki minat baca yang masih rendah. Dapat
dikatakan bahwa sebagian besar (76,82 %) siswa SLTA tergolong memiliki minat baca
yang rendah, dan hanya 23,18 % saja siswa SLTA memiliki minat baca yang tinggi.

211 
 
 
 
Gambar 4.3.13  Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTA 
Dari besarnya dana yang dianggarkan untuk belanja buku tiap bulannya juga
tidak menampakkan minat terhadap membaca yang tinggi. Pada umumnya responden
kelompok ini berbelanja buku kurang dari Rp. 50.000,- per bulan (55,2 %), dan antara
Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.000,- (35,1 %). Sedangkan yang berbelanja buku lebih dari
Rp.100.000,- tiap bulan hanya sebesar 9,6 % responden. Dari aspek kepemilikan buku
juga menunjukkan hal yang sama, yaitu minat baca responden belum tinggi. Responden
kelompok ini sebagian besar memiliki koleksi buku kurang dari 10 judul (56,3 %
diantaranya tidak memiliki buku sama sekali sebesar 29,1 %). Sedangkan yang memiliki
buku antara 10 sampai 25 judul hanya sebesar 22,5 %. Apalagi yang memiliki koleksi
buku lebih dari 25 judul yaitu hanya sebesar 21,2 %. Walaupun tingkat kepemilikan
buku mereka rendah dan kemauan untuk membeli buku rendah, kunjungan ke
perpustakaan umumpun menunjukkan persentase yang rendah yaitu mayoritas
responden berkunjung ke perpustakaan sekali dalam se bulan (27,2 %), sekali dalam
tiga bulan (23,5 %). Sedangkan yang berkunjung satu kali dalam seminggu hanya 13,6
%, sama dentgan yang berkunjung tiap hari ke perpustakaan umum yaitu 13,6 %.
Bahkan ada yang lebih jarang lagi dari sekali dalam enam bulan (14,8 %).
Untuk lulusan SMP membaca antara 1 sampai 2 jam setiap hari termasuk
memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi. Menurut Razak (2004) ukuran rajin
membaca bagi SLTP adalah antara 1,25 jam sampai 1,5 jam per hari. Oleh karena itu
lulusan SLTP di lokasi penelitian termasuk memiliki minat baca antara sedang atau
rajin membaca sampai tinggi atau sangat rajin membaca (69,7 %), sedangkan sisanya

212 
 
berada pada posisi malas membaca dan bahkan malas sekali membaca. Grafik pada
gambar 4.4.14 memberikan gambaran lebih spesifik mengenai minat baca kelompok
siswa SLTP. Pada gambar tersebut kelompok siswa yang membaca antara 1 – 2 jam
menduduki posisi terbanyak yaitu 41,9 %. Artinya kelompok siswa SLTP di lokasi
penelitian termasuk yang memiliki minat baca antara sedang sampai tinggi (rajin
membaca). Bahkan sebanyak 14,2 % responden kelompok ini memiliki minat baca yang
tinggi atau sangat rajin membaca. Hanya 30,4 % responden yang termasuk malas
membaca.
 

 
Gambar 4.4.14  Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SLTP 
 
Kelompok responden dari siswa SD dari Kota Banjarmasin menurut penelitian
ini lebih dari separuh memiliki minat baca sedang dan tinggi karena terdapat sebanyak

213 
 
59,31 persen membaca satu dampai lebih dari satu jam per hari. Karena menurut Razak
(2004) untuk siswa tingkat SD, jika membaca lebih dari satu jam per hari maka dapat
digolongkan rajin dan sangat rajin membaca. Gambar 4.4.11 memberikan gambaran
yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD. Sebagian besar (37,24 %) responden
kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 – 2 jam setiap hari, dan ini termasuk
kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang tinggi. Bahkan 22,06 % termasuk
yang memiliki minat baca sangat tinggi. Hanya 40,69 % siswa SD yang memiliki minat
baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak (2004) siswa SD yang termasuk
malas membaca adalah mereka yang membaca kurang dari 30 menit setiap hari (sekitar
5 persen).
 
Kelompok responden tamat SD dan tidak tamat SD juga berada pada posisi
membaca antara 1 – 2 jam per hari. Oleh karena ukuran rajin dan tidaknya membaca
bagi siswa SD semakin turun dibandingkan dengan SLTP, SLTA maupun mahasiswa,
maka kelompok ini termasuk yang rajin membaca, yaitu berada pada kisaran membaca
antara 45 menit sampai satu jam (Razak, 2004), dan bahkan berada di atas satu jam
dimana menurut Razak termasuk yang sangat rajin membaca. Grafik pada gambar
4.4.15 berikut memberikan gambaran yang lebih jauh mengenai minat baca siswa SD.
Sebagian besar (37,2 %) responden kelompok siswa SD mengaku membaca antara 1 – 2
jam setiap hari, dan ini termasuk kepada kelompok yang mempunyai minat baca yang
tinggi. Bahkan 22,1 % termasuk yang memiliki minat baca sangat tinggi. Ada 40,7 %
siswa SD yang memiliki minat baca antara rendah sampai sedang. Menurut Razak
(2004) siswa SD yang termasuk malas membaca adalah mereka yang membaca kurang
dari 30 menit setiap hari.
 

214 
 
 

 
Gambar 4.4.15  Grafik Hubungan Beberapa Indikator dengan Minat Baca Kelompok Siswa SD 
 
Jika dilihat dari korbanan biaya untuk membeli buku, tingkat kepemilikan buku
serta kunjungangan ke perpustakaan, maka kelompok responden SD tidak banyak
berbeda dengan kelompok responden lainnya dimana korbanan biaya untuk membeli
buku berada pada kurang dari Rp. 50.000,- setiap bulan, kepemilikan buku berada pada
jumlah di bawah 10 judul buku. Namun demikian untuk kunjungan ke perpustakaan
umum, kelompok ini agak mirip dengan kelompok siswa SMP, bahkan lebih baik,
dimana frekuensi berkunjung mereka ke perpustakaan dapat dikatakan lumayan sering
yaitu antara sekali dalam seminggu sampai setiap hari (72,1 %). Yang berkunjung sekali
sebulan sebesar 9,2 %. Sisanya mengaku jarang berkunjung ke perpustakaan (7,9 %).

215 
 
Berdasarkan analisis data yang lebih akurat menggunakan uji statistik Rank
Spearman dengan alat hitung SPSS untuk mengukur hubungan antara tingkat
pendidikan dengan durasi membaca responden didapat hasil pengolahan bahwa tidak
terdapat korelasi nyata antara tingkat pendidikan dengan durasi membaca sbagaimana
ditunjukkan pada tabel berikut berikut:
Tabel  4.4.20  Korelasi pendidikan terhadap durasi membaca 
Durasi membaca
Spearman's rho Pendidikan Correlation Coeficient ,028
Sig. (2-tailed) ,420
N 836

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

4.4.6  Bahan Bacaan yang Disukai Responden 
Menurut Razak (2004) yang lebih penting diketahui dalam mengukur lama
membaca seseorang adalah proses yang mendorong kegiatan membaca seseorang
dimana kegiatan membaca tersebut didorong oleh keinginan atau motivasi yang keluar
dari dirinya, bukan karena dipaksa seperti disuruh oleh guru atau merupakan kewajiban
dari sekolah. Lebih jauh Razak menyatakan dalam mengukur waktu membaca adalah:

“Waktu  yang  dicatat  hanyalah  waktu  yang  digunakan  untuk  membaca  buku  di  luar 
lingkungan  sekolah,  seperti  di  rumah,  perpustakaan  (bukan  perpustakaan  sekolah),  toko 
buku, pameran buku, rumah teman, atau tempat‐tempat lainnya.” 
 
Untuk mempermudah dalam memperoleh jenis bacaan yang dibaca oleh
responden maka penelitian ini mengelompokkan bahan bacaan kedalam empat macam
yaitu koran, majalah, buku dan komik. Responden dapat memilih lebih dari satu jenis
bahan bacaan. Hasil dari survey ini menunjukkan bahwa buku merupakan bahan
bacaan paling banyak dibaca menyusul koran, kemudian majalah dan terakhir adalah
komik (lihat tabel 4.4.21). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar
responden memilih bacaan yang serius atau responden tersebut membaca dalam arti
yang sebenarnya yaitu untuk menimba ilmu dari bahan bacaan yang dibacanya.
Sedangkan pegawai swasta dan pedagang agak mengherankan ternyata mereka pun
lebih banyak membaca buku dibandingkan dengan koran dan majalah. Ibu rumah

216 
 
tangga memilih koran dan majalah sebagai bacaan yang lebih disukainya. Hal ini dapat
dimengerti karena sebagian besar ibu rumah tangga membaca untuk mendapatkan
bacaan hiburan sehingga mereka memilih koran (termasuk tabloit) dan majalah
hiburan. Kelompok dosen memilih tiga kelompok bahan bacaan yaitu buku, majalah
dan koran secara berimbang dan hampir tidak membaca komik. Hal ini wajar karena
sebagai dosen mereka harus terus memperbaharui pengetahuannya melalui ketiga
kelompok bahan bacaan tersebut. Siswa SD dan SLTP lebih banyak membaca buku
dibandingkan dengan ketiga bahan bacaan lain. Diduga buku yang mereka baca adalah
kelompok buku-buku cerita atau dongeng. Mereka juga membaca komik lebih banyak
dibandingkan dengan membaca koran dan majalah. Siswa SMU juga lebih banyak
membaca buku dibandingkan dengan jenis bacaan lain, sedangkan secara berimbang
mereka senang membaca koran dan majalah. Kelompok pegawai swasta, guru,
TNI/Polri, serta buruh juga menurut data penelitian lebih banyak membaca buku
dibandingkan dengan bahan bacaan lainnya. Pegawai negeri sipil memilih bahan
bacaan koran lebih banyak daripada jenis bahan bacaan lain, demikian pula dengan
guru yang sedikit lebih senang baca koran dibandingkan dengan buku dan majalah.
Memang sangat sedikit guru yang senang baca komik.
Tabel 4.4.21  Bahan bacaan yang dibaca oleh responden 
   Koran  Majalah Buku  Komik 
Mahasiswa  71  64  81  32 
Pegawai Swasta  36  34  19  6 
Petani/Nelayan  28  0  28  0 
Ibu Rumah Tangga  14  9  1  0 
Pedagang  23  3  1  1 
Dosen  24  21  21  3 
Siswa SD  45  33  138  63 
Siswa SMP  85  94  124  110 
Siswa SMU  92  102  97  89 
PNS  81  50  48  6 
Guru  23  9  18  1 
TNI/Polri  41  23  22  3 
Buruh  1  0  3  0 
 Total  564  442  601  314 
%  29,36%  23,01%  31,29%  16,35% 
 

217 
 
Informasi tentang jenis bacaan yang digemari berbagai kelompok profesi ini
dapat membantu perpustakaan menentukan jenis bacaan yang disediakan untuk
kalangan utama pembacanya.
Tabel 4.4.22  Durasi membaca Koran, majalah dan buku  
2 – 3  1 – 2  3 – 4 jam 2 – 3 jam  1 – 2 jam
> 3 jam  jam  jam  < 1 jam  per  per  per 
   per hari  per hari  per hari  per hari  minggu  minggu  minggu 
27  28 135 368 8 14  40
Baca Koran 
4,35%  4,52% 21,77% 59,35% 1,29% 2,26%  6,45%
Baca  33  37 135 218 13 21  59
Majalah  6,40%  7,17% 26,16% 42,25% 2,52% 4,07%  11,43%
64  81 279 201 15 14  23
Baca Buku 
9,45%  11,96% 41,21% 29,69% 2,22% 2,07%  3,40%
 
 
Kegiatan membaca koran dilakukan kurang dari satu jam setiap hari oleh
sebagian besar responden (69,35 %), dan antara 1 – 2 jam setiap hari (21,77 %). Namun
ada juga yang membaca koran lebih dari 2 jam setiap hari yaitu antara 2 – 3 jam (4,52
%), bahkan lebih dari 3 jam setiap hari (4,35 %). Hal ini tidak lazim dilakukan. Hal yang
sama terjadi pada membaca majalah yaitu rata-rata responden membaca majalah
antara kurang dari satu jam sampai 2 jam setiap hari (60,27 %). Membaca majalah lebih
dari dua atau bahkan lebih dari 3 jam setiap hari tidak biasa dilakukan orang.
Sebaliknya, membaca buku biasanya dilakukan lebih lama dibandingkan dengan
membaca koran dan majalah. Kelompok orang yang membaca buku lebih dari 1 jam
setiap hari ternyata jumlahnya cukup besar yaitu 62,63 % dan yang membaca buku
kurang dari 1 jam setiap hari sebesar 37,37 %.

218 
 
 
Gambar 4.4.16  Gambaran Bacaan yang Digemari Responden 
Bahan bacaan yang paling populer adalah bacaan agama yang dipilih oleh 458
responden, diikuti dengan bacaan kelompok buku ilmu pengetahuan yang dipilih oleh
451 responden, kemudian bacaan pengetahuan fiksi/sastra oleh 261 responden, bacaan
pengetahuan populer oleh 238 responden. Pada kolom lain-lain, responden umumnya
menyenangi bacaan jenis lainnya misalnya fiksi, novel, resep masakan, bahasa
Indonesia, cerpen. komik, dongeng, Fakta ini menunjukkan bahwa masyarakat,
khususnya di lokasi penelitian, kurang begitu menyukai fiksi/sastra oleh hanya 261
responden. Hal ini memperkuat pernyataan Taufik Ismail yang menyatakan bahwa
sejak tahun 1943 sekolah-sekolah SMA di Indonesia tidak pernah mewajibkan siswanya
membaca buku-buku sastra. Dikatakan demikian oleh Taufik Ismail karena di sekolah-
sekolah SMA buku sastra (1) tak disebut di kurikulum, (2) dibaca hanya ringkasannya,
(3) siswa tak menulis mengenainya, (4) tidak ada di perpustakaan sekolah, dan (5) tidak
diujikan2. Jika siswa diberi tugas wajib untuk membaca buku sastra, maka diharapkan
hal ini mendorong siswa tersebut untuk membaca karya-karya sastra yang lain.

                                                            
2
Taufik Ismail (2005). Tragedi Nol Buku Tragedi Kita Bersama. Makalah Rapat Kerja
Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia, Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, tanggal 31 Mei
2005.

219 
 
Untuk membaca buku, sebagian besar responden mengaku membeli (41,10 %),
diikuti dengan meminjam dari meminjam dari teman (31,75 %), perpustakaan umum
(21,44 %), dan meminjam dari kantor atau pejabat pemerintah (5,70 %).

Tabel 4.4.23  Gambaran perolehan buku responden sebagai bahan bacaan 
Meminjam dari  
Meminjam  Perpustakaan  
Membeli  Kantor/Pejabat/ 
  Dari Teman  umum 
Aparat pemerintah 
Mahasiswa  62  77  7  59 
Pegawai Swasta  28  31  5  8 
Petani/Nelayan  15  16  0  1 
Ibu Rumah Tangga  3  9  1  0 
Pedagang  2  3  0  0 
Dosen  22  12  9  12 
Siswa SD  132  45  13  64 
Siswa SMP  129  99  2  69 
Siswa SMU  116  113  3  44 
PNS  41  26  23  37 
Guru  15  13  9  10 
TNI/Polri  33  18  12  9 
Buruh  2  2  0  1 
 Jumlah  600  464  84  314 
% dr sampel  59,82%  46,26%  8,37%  31,31% 

Data tabel 4.4.23 menunjukkan bahwa peran perpustakaan umum belum optimal
sebab belum banyak responden yang memanfaatkan perpustakaan untuk memenuhi
kebutuhan bahan bacaannya, yaitu hanya 31,31 persden. Hal ini memang antara lain
disebabkan karena belum banyak fasilitas Perpustakaan Umum dan Taman Bacaan
Masyarakat yang terdapat di Kota Banjarmasin. Ada taman bacaan yang cukup menarik
dan lokasinya strategis, namun belum banyak dimanfaatkan masyarakat. Taman
bacaan ini sesungguhnya dibangun oleh suatu yayasan tingkat nasional di Jakarta.
Namun tidak terlalu mendapat perhatian yang besar dari pemerintah daerah. Hal ini
dinyatakan oleh petugas yang sehari-hari mengelola taman bacaan ini. Sampai saat ini,
sejak didirikan, taman bacaan ini masih didanai oleh yayasan. Segala sesuatu mengenai
pengembangan taman bacaan ini masih ditangani oleh yayasan dari Jakarta.

220 
 
Pemda Kota Banjarmasin memang belum memberikan anggaran secara khusus
untuk program peningkatan minat baca masyarakat. Sebenarnya saat ini dengan
memanfaatkan program CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaan-
perusahaan besar yang berkiprah di Banjarmasin atau di Provinsi Kalimantan Selatan,
pengembangan minat baca dapat dilakukan.
Kegiatan atau gerakan khusus untuk pengembangan minat baca sebagaimana
sudah marak dilakukan di kota-kota lain di Indonesia, belum terasa gaungnya di
Banjarmasin. Ini diakui oleh masyarakat bahkan aparat dari Diknas yang sempat
diwawancarai selama penelitian. Padahal sebagian besar responden (85,54 %)
menyatakan bahwa mereka tahu bahwa ada Perpustakaan Umum atau Taman Bacaan
di dalam kota Banjarmasin. Sangat sedikit (hanya 3,29 %) yang menyatakan bahwa
tidak ada fasilitas Perpustakaan Umum atau Taman Bacaan dalam kota. Ada sekitar 8 %
yang menyatakan tidak tahu akan keberadaan Perpustakaan Umum atau Taman Bacaan
di Kota Banjarmasin.
Dari 858 orang responden yang tahu kalau di kota Banjarmasin ada
perpustakaan umum, hanya 341 (34,74 %) orang yang menyatakan pernah berkunjung
ke perpustakaan umum atau taman bacaan tersebut. Frekuensi berkunjung ke
perpustakaan umum yang paling banyak adalah dua kali dalam satu minggu dan sekali
dalam seminggu masing-masing 23,83 % dan 22,05 %. Cukup banyak responden yaitu
86 atau 19,15 % menyatakan berkunjung ke perpustakaan atau taman bacaan setiap
hari.
Dari tabel 4.4.24 dapat dilihat bahwa kelompok mahasiswa berkunjung ke
perpustakaan satu sampai dua kali seminggu. Kunjungan mahasiswa ke perpustakaan
umum lebih banyak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bacaan dalam kaitannya
dengan penulisan tugas akhir, misalnya dalam penulisan skripsi. Hal ini dapat mungkin
karena di kampus mereka tidak mendapatkan buku yang mereka butuhkan.
 

221 
 
 
Gambar 4.4.17  Gambaran Frekuensi Berkunjung ke Perpustakaan Umum/Taman Bacaan 
 
Tabel 4.4.24  Gambaran Frekuensi Kunjungan ke Perpustakaan Berdasarkan Profesi Responden 
   1 X /hari  2 X /mg 1 X /mg 1 X /bln 1 X /3 bln  1 X /6 bln  1 X /th
Mahasiswa  3  29 21 13 1  1  5
Pegawai Swasta  0  14 6 3 0  1  1
Petani/Nelayan  0  0 0 0 0  2  1
Ibu Rumah Tangga  0  2 3 0 0  0  0
Pedagang  0  0 0 0 1  1  0
Dosen  3  1 3 1 2  1  1
Siswa SD  32  17 14 7 1  0  5
Siswa SMP  11  24 18 12 4  3  7
Siswa SMU  0  12 19 22 11  6  11
PNS  31  5 6 12 1  0  4
Guru  2  1 3 7 0  2  0
TNI/Polri  4  2 6 3 0  1  2
Buruh  0  0 0 0 1  0  1
   68  107 99 80 22  18  38
 
Kunjungan siswa SD ke perpustakaan umum oleh 79 (16,89 %) dari total
responden yang berkunjung ke perpustakaan atau taman bacaan. Sebagian besar
berkunjung antara satu kali seminggu, dua kali seminggu, dan sekali sebulan, sisanya
menyatakan jarang berkunjung ke perpustakaan yaitu dengan berkunjung antara satu
kali tiga bulan dan bahkan ada yang berkunjung hanya satu kali saja dalam setahun.

222 
 
Ada 32 murid SD atau 42,11 % dari keseluruhan murid SD yang berkunjung ke
Perpustakaan atau Taman Bacaan menyatakan berkunjung setiap hari.
Pada kelompok siswa SMP persentase yang berkunjung ke perpustakaan umum
sedikit lebih tinggi dari siswa SD yaitu hanya 79 murid (17,56 %) dari total responden
dengan pola kunjungannya juga bergeser dimana siswa yang berkunjung ke
perpustakaan banyak di sekali dan dua kali dalam seminggu.
Persentase siswa SMA yang berkunjung ke perpustakaan umum sedikit lebih
yaitu 81 responden atau sekitar 18,00 %. Kelompok siswa SMA rata-rata berkunjung
antara sebulan sekali sampai seminggu dua kali. Seperti yang sudah disebutkan di awal
laporan ini bahwa salah satu indikator tinggi rendahnya minat baca adalah korbanan
waktu untuk datang ke perpustakaan (frekuensi).
Pada umumnya responden datang sendirian ke perpustakaan (82,36 %), dan
hanya sebagian kecil mengajak isteri (5,44 %), atau membawa anak (12,20 %). Namun
demikian mereka mengaku memberitahu orang lain bahwa di kota tempat mereka
tinggal ada perpustakaan (85,40 %), dan hanya sebagian saja yang tidak memberitahu
orang lain yaitu sebanyak 14,60 %.
Tabel 4.4.25 Alasan Responden Tidak Datang ke Perpustakaan Umum
terlalu jauh

tidak pernah

sibuk

Malas

Alasan lain
sendiri di

dan sudah tua


Punya buku

Tidak ada
Bukunya

berganti

waktu karena

membaca
rumah

Jaraknya

tidak menarik

Koleksinya

Tidak sering

  
Mahasiswa 6 19 5 6 9 1 4 3
Pegawai Swasta 2 8 0 1 13 1 0 1
Petani/Nelayan 0 1 0 0 16 30 0 0
Ibu Rumah Tangga 0 24 2 0 8 10 21 0
Pedagang 0 0 1 0 14 16 0 0
Dosen 9 4 2 0 4 0 1 0
Siswa SD 24 41 0 3 16 0 1 2
Siswa SMP 14 33 3 9 25 6 10 6
Siswa SMU 11 44 7 5 22 5 14 1
PNS 4 8 2 0 24 7 2 2
Guru 1 6 0 0 4 0 0 0
TNI/Polri 6 4 1 0 17 1 4 3
Buruh 0 0 0 0 17 10 0 0
Jumlah 77  192 23 24 189 87  57  18

223 
 
terlalu jauh

tidak pernah

sibuk

Malas

Alasan lain
sendiri di

dan sudah tua


Punya buku

Tidak ada
waktu karena
Bukunya

berganti

membaca
tidak menarik
rumah

Jaraknya

Koleksinya

Tidak sering
  
11,54  28,79 3,45 3,60 28,34 13,04  8,55  2,70

Dari responden yang jarang atau tidak datang ke perpustakaan (lihat tabel
4.4.25) diperoleh data bahwa jarak perpustakaan terlalu jauh dari tempat tinggal
mereka menjadi alasan utama (26,96 %), kemudian tidak ada waktu karena sibuk
(27,50 %), berikutnya alasan karena tidak suka baca (13,04 %), kemudian alasan karena
sudah memiliki koleksi sendiri di rumah (11,54 %), malas (8,55 %), koleksi tidak
seringtidak sering membaca (6,79 %), bukunya tidak sering berganti (3,60 %), tidak
menarik dan sudah tua (3,45 %), dan karena alasan lain (2,70 %) misalnya tidak ada
keperluan, sulit prosedur pinjam buku, tidak punya kartu perpustakaan. Alasan jarak
merupakan alasan paling banyak dipilih oleh responden. Ini ada kaitannya dengan
kemampuan mereka dalam membayar ongkos menggunakan angkutan umum yang
menurut mereka tidak murah (rata-rata 83,63 % menyatakan mahal dan sedang), hanya
7,91 % saja dari responden yang menyatakan bahwa ongkos angkutan umum di wilayah
mereka termasuk murah. Kondisi jumlah angkutan umum sendiri menurut sebagian
besar responden termasuk sedang dan banyak (dinyatakan oleh 86,58 %).
Untuk mengatasi masalah jarak, perlu diperbanyak perpustakaan keliling atau
TBM (Taman Bacaan Masyarakat) yang saat ini di Kota Banjarmasin belum banyak
didirikan, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Yang agak mengejutkan
adalah adanya responden yang tidak datang ke perpustakaan dengan alasan tidak ada
waktu karena sibuk. Jika alasan ini dikemukakan oleh responden yang berprofesi
seperti pedagang dan sejenisnya mungkin dapat dimengerti, namun bila alasan ini
dinyatakan oleh kelompok mahasiswa dan pelajar maka sepertinya alasan ini kurang
dapat diterima dan terkesan dibuat-buat. Ini merupakan bukti bahwa minat baca yang
ditunjukkan dengan frekuensi datang ke perpustakaan memang rendah. Beberapa
responden memberi alasan bahwa tidak datang ke perpustakaan karena mereka
memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya. Nampaknya alasan ini dapat diterima.
Namun bila dianalisa lebih mendalam, sesungguhnya sulit bagi seseorang yang

224 
 
memiliki kegemaran membaca yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan bahan
bacaannya. Untuk itu orang yang memiliki kegemaran membaca yang tinggi biasanya
akan datang ke perpustakaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasoetion (1992) yang
menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengumpulkan kepustakaan
(buku) yang berhubungan dengan minatnya sebagai milik pribadi di rumah. Itulah
sebabnya perpustakaan umum adalah sarana penunjang pengembang ilmu dan
penelitian yang sangat penting. Yang perlu disediakan di rumah hanyalah sumber-
sumber rujukan yang diperlukan sewaktu-waktu3. Alasan yang dikemukakan ini
terkesan mengada-ada, karena dari data kepemilikan buku, responden yang tidak punya
koleksi buku di rumahnya cukup besar yaitu mencapai 22,11 %, dan kalau digabung
dengan responden yang memiliki buku dengan jumlah sedikit (kurang 10)
persentasinya mencapai mencapai 63,72 %. Dengan demikian sesungguhnya alasan
tidak datang ke perpustakaan karena sudah memiliki koleksi buku sendiri di rumahnya
menjadi kurang bermakna.
 

4.4.7  Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca 
Secara ringkas pada tabel dan grafik berikut dapat dilihat hubungan karakteristik
responden (umur, pendidikan, pendapatan) dengan minat baca (durasi membaca,
frekuensi membaca dan korbanan) untuk Kota Banjarmasin adalah sebagai berikut.

Tabel 4.4. 26 Hubungan Karakteristik Responden dengan Minat Baca


Minat Baca 
Karakteristik 
Korbanan 
Responden  Durasi Baca  Frekuensi baca 
Beli buku  Pemilikan buku 
Umur  -0,002  0,028  0,044  0,017 

Pendidikan  0,028  0,096*  0,108**  0,147** 

Pendapatan  -0,058  -0,100  0,212**  0,173** 


** Korelasi nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).
* Korelasi nyata pada α = 0,05 (uji dua arah).

                                                            
3
Andi Hakim Nasoetion. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja. Jakarta:
Grasindo, 1992. hal 62.

225 
 
Pada grafik berikut jelas tergambar hubungan korelasi yang dimaksud.

MODEL: MOD_1.
Independent: frekuensi
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
pddkn_1 LIN ,006 440 2,73 ,099 3,1277 ,0752

Pendidikan

7.00 Observed
Linear

6.00

5.00

4.00

3.00

2.00

1.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00


Frekuensi
 
Gambar a. Plot data ordinal  hubungan Karakteristik Personal terhadap Minat Baca  komponen 
Pendidikan dengan Frekuensi,      r = 0,096 berbeda nyata pada α = 0,05 (uji dua arah).  Ini 
berarti semakin tinggi pendidikan terdapat kecenderungan frekuensi berkunjung ke 
perpustakaan semakin meningkat. 
MODEL: MOD_2. MODEL: MOD_3.
Independent: belibuku Independent: belibuku
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
pddkn_1 LIN ,014 628 8,77 ,003 2,7384 ,2103 pdptn_1 LIN ,043 206 9,23 ,003 3,0077 ,2642

Pendidikan Pendapatan

7.00 Observed 7.00 Observed


Linear Linear

6.00 6.00

5.00 5.00

4.00 4.00

3.00 3.00

2.00 2.00

1.00 1.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
Beli buku Beli buku
   
Grafik a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal  Grafik b. Plot data ordinal  hubungan Karakteristik Personal terhadap 
terhadap Minat Baca  komponen Pendidikan dengan Korbanan  Minat Baca  komponen Pendapatan dengan Korbanan beli buku, r = 
beli buku, r = 0,108 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua  0,212 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini berarti 
arah). Ini berarti semakin tinggi pendidikan terdapat  semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan semakin 
kecenderungan semakin banyak korbanan dalam  banyak korbanan dalam beli buku. 
pembelian buku. 
 
Gambar 4.4.18  Grafik Model Data Plot Pendidikan dan Pendapatan terhadap Beli Buku 
 

226 
 
 
MODEL: MOD_4. MODEL: MOD_5.
Independent: pmklbuku Independent: pmklbuku
Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1 Dependent Mth Rsq d.f. F Sigf b0 b1
pddkn_1 LIN ,038 797 31,43 ,000 2,5965 ,2480 pdptn_1 LIN ,067 295 21,03 ,000 2,8235 ,2261

Pendidikan Pendapatan

Observed 7.00 Observed


7.00
Linear Linear

6.00
6.00

5.00
5.00

4.00
4.00

3.00
3.00

2.00
2.00

1.00
1.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 Pemilikan buku
Pemilikan buku  
 
Gambar 2a. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal  Gambar 2b. Plot data ordinal hubungan Karakteristik Personal 
terhadap Minat Baca  komponen Pendidikan dengan Pemilikan  terhadap Minat Baca  komponen Pendapatan dengan Pemilikan  
buku, r = 0,147 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah). Ini  buku, r = 0,173 berbeda nyata pada α = 0,01 (uji dua arah).  Ini 
berarti semakin tinggi pendidikan terdapat kecenderungan  berarti semakin besar pendapatan terdapat kecenderungan 
semakin banyak koleksi buku pribadi yang dimilikinya.  semakin banyak koleksi buku pribadi yang dimilikinya 
 
Gambar 4.4.19  Grafik Model Data Plot Pendidikan dan Pendapatan terhadap Pemilikan Buku

Dari tabel dan grafik diatas dapat disimpulkan hal-hal berikut:


1. Tidak terdapat korelasi nyata antara umur dengan durasi membaca pada responden
Kota Banjarmasin. Ini berarti umur seseorang, tidak berpengaruh pada durasi
membacanya.
2. Tidak terdapat korelasi nyata antara umur dengan frekuensi membaca.
3. Tidak terdapat korelasi nyata antara umur dengan korbanan membeli bahan bacaan
4. Tidak terdapat korelasi nyata antara umur dengan korban pemilikan buku
5. Tidak terdapat korelasi nyata antara pendidikan dengan durasi membaca
6. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan frekuensi
membaca
7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
membeli bahan bacaan
8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
memiliki bahan bacaan
227 
 
9. Tidak terdapat korelasi nyata antara pendapatan dengan durasi membaca
10. Tidak terdapat korelasi nyata antara pendapatan dengan frekuensi membaca
11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan
membeli bahan bacaan
12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan korbanan
memiliki bahan bacaan
 
 
 
 
 
 
 
 

228 
 
 

BAB V.  KESIMPULAN DAN SARAN 

Berdasarkan deskripsi dan kecenderungan korelasi data serta analisis


kecenderungan, disertai dengan masukan yang didapatkan melalui wawancara,
peninjauan lapangan serta studi literatur, maka berikut disajikan berbagai
kesimpulan serta saran-saran untuk pengembangan program-program kerja dalam
rangka peningkatan minat baca masyarakat di tiga kota, yaitu Kota Makassar, Kota
Pekanbaru dan Kota Banjarmasin. Diharapkan kesimpulan dan saran ini pun dapat
diaplikasikan di kota-kota lain di Indonesia dengan penyesuaian-penyesuaian
tertentu.
Pihak-pihak yang kiranya dapat menjalankan saran-saran yang diberikan
antara lain adalah:
1. Departemen Pendidikan Nasional
2. Perpustakaan Nasional
3. Pemerintah Daerah, melalui lembaga terkait
4. Badan Perpustakaan Daerah
5. Lembaga Swadaya Masyarakat.

Kesimpulan: 
Dari hasil dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:

1. Pada umumnya masyarakat mengisi waktu luangnya dengan membaca,


menonton, mendengarkan radio dan rekreasi. Frekuensi membaca dengan
menonton hampir seimbang.
2. Pada umumnya waktu yang digunakan oleh responden untuk menonton lebih
lama (lebih dari 3 jam sehari) dibandingkan dengan waktu yang digunakan
untuk membaca (antara 1 – 2 jam sehari).
3. Pada umumnya minat baca dapat dikategorikan rendah di tiga kota, terutama
jika dibandingkan dengan standar yang diberikan oleh Abdul Razak dalam
buku Formula 247 Plus: Metoda Mendidik Anak Menjadi Pembaca yang
Sukses (2004). Apalagi jika dibandingkan dengan standar luar negeri
misalnya Jepang, Amerika bahkan Singapura.

229 
 
 

4. Berdasarkan perhitungan rata-rata untuk tiga indikator minat baca (durasi


membaca, frekuensi membaca, dan korbanan untuk bahan bacaan), maka skor
rata-rata masyarakat di tiga kota adalah 3,2 pada skala 1 sampai 7, dimana
nilai 1 adalah minat baca rendah dan 7 adalah minat baca tinggi, atau berada
pada tingkat agak sedang.
5. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan
durasi membaca (r = -0,031). Ini berarti makin tua umur seseorang, makin
singkat durasi membacanya.
6. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau kecil antara umur dengan
frekuensi membaca (r = -0,022). Artinya semakin tua umur seseorang
semakin jarang berkuunjung ke perpustakaan.
7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan
membeli bahan bacaan (r = 0,130). Artinya, semakin tua umur seseorang,
semakin besar biaya yang dikorbankan untuk membeli bahan buku.
8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan
kepemilikan buku (r = 0,176), artinya, semakin tua umur seseorang, semakin
banyak memiliki buku.
9. Terdapat korelasi tidak nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
durasi membaca (r = 0,008), artinya, semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin lama korbanan waktu yang digunakan untuk membaca.
10. Terdapat korelasi tidak nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan
frekuensi membaca (r = -0,011), semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin jarang berkunjung ke perpustakaan.
11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
membeli buku (r = 0,152), artinya semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin besar biaya yang digunakan untuk membeli buku.
12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan korbanan
memiliki bahan bacaan (r = 0,267), artinya semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin banyak memiliki koleksi buku.
13. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan durasi
membaca (r = 0,134), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang, maka
semakin lama korbanan waktu yang digunakan untuk membaca.

230 
 
 

14. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
frekuensi membaca (r = 0,231), artinya semakin tinggi pendapatan seseorang,
maka semakin sering berkunjung ke perpustakaan.
15. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan membeli bahan bacaan (r = 0,225), artinya semakin tinggi
pendapatan seseorang, maka semakin besar korbanan biaya yang digunakan
untuk membeli buku.
16. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan (r = 0,386), artinya semakin tinggi
pendapatan seseorang, semakin banyak memiliki koleksi buku.
17. Kesimpulan untuk masing-masing kota baik Makassar, Pekanbaru, maupun
Banjarmasin untuk pola membaca masih sama dengan kesimpulan secara
umum.
18. Berbagai usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan minat baca
masyarakat ini di tiga kota bervariasi, misalnya di Makassar gencar
dilaksanakan program Gerakan Makassar Gemar Membaca (GMGM) dan
pendirian Taman-taman Bacaan Masyarakat; di Pekanbaru telah dilaksanakan
Gerakan Riau Membaca (GRM), Gerakan Hibah Sejuta Buku (GHSB),
pendirian sudut-sudut baca dan lain-lain; Namun yang belum terlihat gencar
melakukan usaha peningkatan gemar membaca, setidaknya dengan program
yang terstruktur, adalah di Banjarmasin, walaupun di Banjarmasin terdapat
Rumah Baca yang sangat representatif dan dibiayai oleh sebuah yayasan dari
Jakarta.
19. Jenis bahan bacaan yang paling digemari masyarakat di tiga kota berturut-
turut adalah koran, majalah, buku dan komik.
20. Topik bacaan yang paling digemari masyarakat di tiga kota berturut-turut
adalah pengetahuan umum, ilmu pengetahuan, agama, sastra.
21. Masyarakat banyak yang belum tahu keberadaan perpustakaan umum/taman
bacaan masyarakat.
22. Masyarakat banyak yang belum sering (jarang) berkunjung ke perpustakaan.
23. Alasan masyarakat banyak yang belum sering (jarang) berkunjung ke
perpustakaan berturut-turut adalah jauh, tidak ada waktu, punya sendiri,
malas, tidak suka baca, koleksi tidak menarik, koleksi tidak pernah ganti.

231 
 
 

Pada umumnya masyarakat di tiga kota untuk berbagai kelompok profesi


mendapatkan informasi melalui media elektronik terutama televisi.

• Di Kota Makassar:
1. Terdapat korelasi nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan
durasi membaca. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin singkat
durasi membacanya. Hal ini diduga berkaitan dengan kondisi fisik
seseorang yang berumur semakin tua.
2. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan frekuensi
membaca. Ini berarti walau sangat kecil korelasinya, semaki tua
seseorang makin sering membaca. Diduga ini berkaitan dengan
pemanfaatan waktu yang tersedia.
3. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan
korbanan membeli bahan bacaan. Ini berarti semakin tua umur
seseorang, makin besar dana yang bersedia dikeluarkan untuk membeli
bahan bacaan, terutam abuku.
4. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korban
pemilikan buku. Ini berarti semakin tua seseorang, makin banyak
kompilasi koleksi bahan bacaannya. Hal ini tentu saja wajar karena
kumulasi koleksi bahan yang dimiliki bertambah dengan bertambahnya
umur.
5. Terdapat korelasi nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan
durasi membaca.
6. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
frekuensi membaca.
7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
korbanan membeli bahan bacaan.
8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan.
9. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
durasi membaca.
10. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
frekuensi membaca.

232 
 
 

11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan membeli bahan bacaan.
12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan.
• Di Kota Pekanbaru:
1. Terdapat korelasi nyata negatif walau sangat kecil antara umur dengan
durasi membaca. Ini berarti makin tua umur seseorang, makin singkat
durasi membacanya.

2. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan frekuensi
membaca.

3. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korbanan
membeli bahan bacaan.

4. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara umur dengan korban
pemilikan buku.

5. Terdapat korelasi nyata negatif walau kecil antara pendidikan dengan


durasi membaca.

6. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan


frekuensi membaca.

7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan


korbanan membeli bahan bacaan.

8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan


korbanan memiliki bahan bacaan.

9. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan


durasi membaca.

10. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
frekuensi membaca.

11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan membeli bahan bacaan.

12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan.

233 
 
 

• Di Kota Banjarmasin:
1. Tidak terdapat korelasi nyata antara umur dengan durasi membaca pada
responden Kota Banjarmasin. Ini berarti umur seseorang, tidak
berpengaruh pada durasi membacanya.
2. Tidak terdapat korelasi nyata antara umur dengan frekuensi membaca.
3. Tidak terdapat korelasi nyata antara umur dengan korbanan membeli
bahan bacaan
4. Tidak terdapat korelasi nyata antara umur dengan korban pemilikan
buku
5. Tidak terdapat korelasi nyata antara pendidikan dengan durasi membaca
6. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
frekuensi membaca
7. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
korbanan membeli bahan bacaan
8. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendidikan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan
9. Tidak terdapat korelasi nyata antara pendapatan dengan durasi
membaca
10. Tidak terdapat korelasi nyata antara pendapatan dengan frekuensi
membaca
11. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan membeli bahan bacaan
12. Terdapat korelasi nyata positif walau kecil antara pendapatan dengan
korbanan memiliki bahan bacaan

234 
 
 

Saran: 
Berikut saran-saran yang diusulkan untuk dilaksanakan oleh berbagai pihak
dalam rangka meningkatkan minat baca masyarakat:
• Perlu usaha memasukkan dan mengintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah
(semacam langkah law enforcement) tentang bahan bacaan yang harus
dibaca terutama buku sastra, agar dapat memaksa siswa (SD, SMP, SMA)
untuk membaca buku sastra. Misalnya setiap siswa harus baca buku
sastra/novel minimal dalam jumlah tertentu dalam satu tahun. Pihak
Departemen Pendidikan yang berwewenang menindaklanjuti saran ini.
• Tenaga pendidik (guru) harus memberi contoh dalam mengembangkan minat
baca di sekolah dengan menunjukkan bahwa tenaga pendidik mempunyai
minat baca tinggi. Dinas Pendidikan di tiap Pemerintah Daerah yang dapat
melakukan himbauan untuk melaksanakan saran ini.
• Tiap sekolah harus punya perpustakaan. Memenuhi standar perpustakaan
sekolah dan yang kini sudah dipayungi oleh UU Perpustakaan Nomor 43
tahun 2007. Saat ini di Indonesia baru 20 persen SD yang punya
perpustakaan sekolah. Departemen Pendidikan Nasional harus memaksa
semua sekolah untuk mematuhi peraturan tentang standar perpustakaan
sekolah.
• Perpustakaan sekolah pada hakekatnya juga melayani kebutuhan bacaan
untuk komunitas sekolah (misalnya siswa, guru, orangtua murid) termasuk
masyarakat sekitarnya, bukan hanya untuk siswa. Dinas Pendidikan
Nasional di daerah yang dapat berperan untuk memasyarakatkan hal ini ke
sekolah-sekolah di daerah.
• Perlu anggaran khusus dan rutin dari pemda untuk melaksanakan program-
program peningkatan minat baca. Pihak DPRD dan Pemerintah Daerah
yang berwewenang melaksanakan saran ini.
• Perlu dikembangkan kebijakan-kebijakan lokal yang kondusif dalam
meningkatkan semangat belajar masyarakat dan juga meningkatkan minat
baca. Pihak Pemerintah Daerah yang harus mendorong pelaksanaan saran
ini.

235 
 
 

• Perlu perangkat aturan khusus (dukungan DPRD) untuk


mendorong/memayungi program peningkatan minat baca. Seperti yang
sudah dilakukan oleh Pemda Kota Solo, dimana pada jam-jam tertentu yaitu
jam-jam belajar, siswa dilarang menonton televisi di rumah. Pihak DPRD
dan Pemerintah Daerah yang harus melaksanakan saran ini.
• Untuk merangsang kebiasaan dan kegemaran membaca perlu dicoba untuk
diterapkan sistem silent reading oleh seluruh siswa dalam kelas, terutama
siswa SD selama kurang lebih 15 menit sebelum pelajaran dimulai setiap hari
sebagaimana telah diterapkan oleh beberapa guru di Yogyakarta. Dinas
Pendidikan di daerah dapat mendorong usaha ini.
• Dalam melaksanakan berbagai program pengembangan minat baca
masyarakat, dapat manfaatkan payung hukum UU Perpustakaan Nomor 43
tahun 2007. Semua pihak terkait harus memanfaatkan keberadaan UU
Perpustakaan untuk mendorong peningkatan minat baca.
• Pemerintah Daerah perlu mendorong agar setiap kantor mendirikan
perpustakaan untuk dimanfaatkan oleh karyawan dan keluarganya.
• Pemerintah daerah harus selalu mendorong dan mendukung sehingga setiap
kelurahan perlu ada taman bacaan agar masyarakat makin menjangkau
sumber-sumber bacaan yang murah.
• Departemen Pendidikan Nasional, Perpustakaan nasional, Pemerintah
daerah, Badan Perpustakaan Daerah bertanggungjawab dalam
pengembangan SDM perpustakaan yang senantiasa perlu ditingkatkan
melalui berbagai metode.
• Selain sarana fisik perpustakaan yang perlu ditingkatkan, sistem
perpustakaan juga perlu dibenahi, termasuk pengembangkan koleksi
perpustakaan. Perpustakaan Nasional dan Badan Perpustakaan Daerah dan
didukung oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Pemerintah Daerah
harus berperan dalam mengembangkan sistem perpustakaan serta
mengembangkan dan memperkaya koleksi buku setiap perpustakaan
sehingga dapat mendukung terciptanya peningkatan minat baca masyarakat.
• Gebrakan semacam GMGM (Gerakan Makassar Gemar Membaca), GRM
(Gearakan Riau Membaca) perlu senantiasa digencarkan dan digaungkan
terutama dengan memanfaatkan publik-publik figur.

236 
 
 

• Diskon besar untuk pembelian buku dari penerbit/toko buku perlu sering
diadakan terutama untuk masyarakat miskin.
• Lomba-lomba untuk merangsang minat baca perlu sering dilakukan (lomba
mengarang, resensi, duta baca dan lain lain) baik tingkat nasional maupun di
daerah. Perpustakaan Nasional dan Pemerintah Daerah harus melaksanakan
saran ini secara berkesinambungan.
• Perlu disosialisaikan penyediaan bahan bacaan berupa buku ringan di
pesawat oleh maskapai penerbangan dan di kapal-kapal penumpang, bukan
hanya menyediakan koran. Pemerintah Daerah berwewenang melaksanakan
saran ini.
• Di halte-halte percontohan disediakan buku bacaan ringan, yang dapat dibaca
diatas kendaraan umum dan dapat dikembalikan pada halte berikutnya
ketika penumpang turun. Pemerintah Daerah berwewenang melaksanakan
saran ini.
• Perlu disediakan lebih banyak TBM (Taman Bacaan Masyarakat) di taman-
taman tempat pertemuan komunitas seperti telah dlakukan di di Makassar,
Pekanbaru dan di Banjarmasin. Pemerintah Daerah berwewenang
melaksanakan saran ini.
• Perlu dilakukan pembentukan kelompok baca di perkampungan atau di
kompleks, dimana anggota kelompok dibantu dalam melakukan program-
program ekonomis yang dapat menghasilkan tambahan pendapatan untuk
keluarga seperti sudah dicoba dilakukan di Pekanbaru. Pemerintah Daerah
berwewenang melaksanakan saran ini.
• Tiap jenis perpustakaan agar lebih proaktif mempromosikan layanannya
kepada komunitas di sekitarnya, sehingga masyarakat mengetahui apa yang
dapat diperoleh dari perpustakaan itu.
 

237 
 
 

238 
 
Dalam  rangka  pemetaan  minat  baca  masyarakat,  Perpustakaan  Nasional  Republik  Indonesia 
bekerjasama dengan Departemen Pendidikan Nasional mengadakan survey. Anda terpilih menjadi salah 
satu responden dalam survey ini dan diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan seperti di bawah 
ini.  Kami  menyampaikan  terima  kasih  atas  partisipasi  Anda  dalam  menjawab  pertanyaan  ini  dengan 
jujur. 

PETUNJUK MENJAWAB PERTANYAAN 

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan cara memberi tanda cek (√) pada pernyataan yang Anda pilih 
dan mengisi kolom jika diperlukan. 

Nama                                         
   
Alamat                                         
                                         
                                         
                                         
 
 
1. Jenis kelamin Anda? 
a. Laki‐laki      b. Perempuan   
 

2. Umur Anda saat ini?  
a. Kurang dari 12 tahun   
   
b. 13 sampai dengan  15 tahun   
   
c. 16 sampai dengan 18 tahun   
   
d. 19 sampai dengan 23 tahun   
   
e. 24 sampai dengan 40 tahun   
   
f. 41 sampai dengan 55 tahun   
   
g. Lebih dari 56 tahun   
 

3. Apa status Anda dalam keluarga? 
a. Ayah (kepala keluarga)   
   
b. Ibu   
   
c. Anak    

243 
 
 
4. Apakah Anda saat ini masih sekolah? 
a. Masih sekolah      b. Sudah bekerja   
 

5. Jika Anda masih sekolah, apakah Anda seorang? 
  
a. Pelajar SD   
   
b. Pelajar SLTP   
   
c. Pelajar SLTA   
   
d. Mahasiswa   
 
6. Jika Anda masih sekolah atau sudah bekerja, apa pendidikan terakhir Anda? 
a. Tidak tamat SD   
   
b. Tamat SD   
   
c. Tamat SLTP   
   
d. Tamat SLTA   
   
e. Diploma   
   
f. Sarjana (S1)   
   
g. Pasca Sarjana (S2, S3)   
   
 
7. Jika sudah bekerja, apa profesi profesi Anda saat ini? 
   
a. Pegawai Negeri   
   
b. Pegawai swasta   
   
c. Pedagang   
   
d. TNI/POLRI   
   
e. Petani   
   
f. Wiraswasta   
   
g. Wartawan   
   
244 
 
h. Buruh   
   
i. Lain‐lain,     Sebutkan……………………………. 
 
8. Jika Anda bekerja, apa bidang mata pencaharian Anda saat ini: 
a. Pertanian   
   
b. Pertambangan   
   
c. Industri   
   
d. Listrik   
   
e. Gas   
   
f. Air   
   
g. Bagunan   
   
h. Perdagangan   
   
i. Perhotelan   
   
j. Jasa Pengangkutan   
   
k. Jasa Kemasyarakatan   
   
l. Lainnya,     Sebutkan……………………………. 
 
 
9. Berapa perkiraan pendapatan Anda (dan keluarga Anda) per bulan 
a. Kurang dari 500 ribu   
   
b. 500 ribu s/d  1 juta   
   
c. Lebih 1 juta  s/d  1,5 juta   
   
d. Lebih 1,5 juta  s/d   2,5 juta   
   
e. Lebih dari 2,5 juta  s/d 3,5 juta    
   
f. Lebih dari 3,5 juta s/d 4,5 juta   
   
g.  Lebih dari 4,5 juta   
 
 
 
245 
 
10. Berapa jumlah anggota keluarga dalam keluarga Anda? 
a. Kurang dari 2 orang   
   
b. 3 – 4 orang   
   
c. 5 – 6 orang   
   
d. 7 – 8 orang   
   
e. Lebih dari 8 orang   
 
11. Apakah Anda penduduk asli 
a. Ya      b. Bukan   
 
12. Jika bukan penduduk asli, sudah berapa lama menetap di kota ini? 
a. 0 – 5 tahun   
   
b. 6 – 10 tahun   
   
c. 11 – 15 tahun   
   
d. 16 – 20 tahun   
   
e. 21 – 25 tahun   
   
f. Lebih dari 25 tahun   
 
13. Fasilitas media informasi apa yang Anda miliki?  (bisa lebih dari 1 pilihan) 
a. Pesawat Radio   
   
b. Pesawat TV   
   
c. Video/VCD/DVD   
   
d. Komputer   
   
e. Koneksi ke Internet   
   
f. Koran   
   
g. Majalah   
 
14. Apa yang Anda lakukan pada waktu luang Anda? (bisa lebih dari 1 pilihan) 
a. Membaca   
   
b. Menonton TV/Video/VCD   
   
246 
 
c. Mendengarkan siaran radio   
   
d. Rekreasi   
 

15. Jika jawaban pertanyaan 14 membaca, bahan bacaan apa yang Anda baca? (bisa lebih dari 1 pilihan) 
a. Koran   
   
b. Majalah   
   
c. Buku   
   
d. Komik   
 
16. Berapa jam rata‐rata waktu keseluruhan yang Anda gunakan untuk  membaca? 
a. Lebih dari 3 jam per hari   
   
b. 2 – 3 jam per hari   
   
c. 1 – 2 jam per hari   
   
d. Kurang dari 1 jam per hari   
   
e. 3 – 4 jam seminggu   
   
f. 2 – 3 jam seminggu   
   
g. 1 – 2 jam seminggu   
 

17. Jika jawaban pertanyaan 15 membaca Koran, berapa jam rata‐rata yang Anda gunakan untuk 
membaca Koran? 
a. Lebih dari 3 jam per hari   
   
b. 2 – 3 jam per hari   
   
c. 1 – 2 jam per hari   
   
d. Kurang dari 1 jam per hari   
   
e. 3 – 4 jam seminggu   
   
f. 2 – 3 jam seminggu   
   
g. 1 – 2 jam seminggu   
 

247 
 
18. Jika jawaban pertanyaan 15 membaca majalah, berapa jam rata‐rata yang Anda gunakan untuk 
membaca Majalah? 
a. Lebih dari 3 jam per hari   
   
b. 2 – 3 jam per hari   
   
c. 1 – 2 jam per hari   
   
d. Kurang dari 1 jam per hari   
   
e. 3 – 4 jam seminggu   
   
f. 2 – 3 jam seminggu   
   
g. 1 – 2 jam seminggu   
 
19. Jika jawaban pertanyaan 15 membaca buku, berapa jam rata‐rata yang Anda gunakan untuk 
membaca Buku? 
a. Lebih dari 3 jam per hari   
   
b. 2 – 3 jam per hari   
   
c. 1 – 2 jam per hari   
   
d. Kurang dari 1 jam per hari   
   
e. 3 – 4 jam seminggu   
   
f. 2 – 3 jam seminggu   
   
g. 1 – 2 jam seminggu   
 
20. Jika Anda sering membaca buku, Jenis buku apa yang Anda baca? (bisa lebih dari 1 pilihan) 
   
a. Fiksi/ sastra   
   
b. Agama   
   
c. Pengetahuan populer   
   
d. Ilmu pengetahuan   
   
e. Lainnya,     Sebutkan……………………………. 
 
 
 
 
248 
 
21. Dari mana Anda mendapatkan buku tersebut? (bisa lebih dari 1 pilihan) 
a. Membeli   
   
b. Meminjam dari teman atau kenalan   
   
c. Meminjam dari kantor/pejabat/aparat pemerintah   
   
d. Dari perpustakaan umum   
 
22. Jika jawaban pertanyaan 21 adalah membeli, berapa rupiah rata‐rata yang Anda belanjakan setiap 
bulan?  
a. Kurang dari Rp. 50.000,‐   
   
b. Antara Rp. 50.000,‐ sampai Rp. 100.000,‐   
   
c. Lebih dari Rp. 100.000,‐ sampai Rp. 200.000,‐   
   
d. Lebih dari Rp. 200.000,‐ sampai Rp.300.000,‐   
   
e. Lebih dari Rp. 300.000,‐ sampai Rp. 400.000,‐   
   
f. Lebih dari Rp. 400.000,‐ sampai Rp. 500.000,‐   
   
g. Lebih dari Rp. 500.000,‐   
   

23. Selain buku‐buku pelajaran, apakah Anda punya koleksi buku pribadi di rumah? 
a. Tidak punya   
   
b. Punya kurang dari 10 buku   
   
c. Punya antara 10 sampai 25 buku   
   
d. Punya antara 25 sampai 50 buku   
   
e. Punya antara 50 sampai 75 buku   
   
f. Punya antara 75 sampai 100 buku   
   
g. Punya lebih dari 100 buku   
   
24. Jika Anda mendengarkan radio, jenis siaran apa yang Anda sukai? (bisa lebih dari 1 pilihan) 
a. Berita   
   
b. Musik (pilihan pendengar   
   
c. Olah Raga   
249 
 
d. Ceramah agama   
   
e. Ilmu pengetahuan   
   
f.  Sandiwara radio     
 
25. Berapa jam rata‐rata waktu yang Anda gunakan untuk mendengarkan siaran radio? 
a. Lebih dari 3 jam per hari   
   
b. 2 – 3 jam per hari   
   
c. 1 – 2 jam per hari   
   
d. Kurang dari 1 jam per hari   
   
e. 3 – 4 jam seminggu   
   
f. 2 – 3 jam seminggu   
   
g. 1 – 2 jam seminggu   
 
 
26. Jika Anda menonton siaran televisi, jenis siaran apa yang Anda sukai? (bisa lebih dari 1 pilihan) 
a. Berita   
   
b. Musik/hiburan   
   
c. Ceramah agama   
   
d. Olah Raga   
   
e. Ilmu Pengetahuan   
   
f. Fim/ Sinetron   
   
g. Infotainment   
 
27. Berapa jam rata‐rata waktu yang Anda gunakan untuk menonton televisi? 
a. Lebih dari 3 jam per hari   
   
b. 2 – 3 jam per hari   
   
c. 1 – 2 jam per hari   
   
d. Kurang dari 1 jam per hari   
   
e. 3 – 4 jam seminggu   
250 
 
   
f. 2 – 3 jam seminggu   
   
g. 1 – 2 jam seminggu   
 
28. Jika Anda memperoleh informasi, siapa saja yang Anda beritahu? (bisa lebih dari 1 pilihan) 
a. Isteri/suami   
   
b. Anak   
   
c. Bapak/ibu   
   
d. Kerabat   
   
e. Teman   
   
f. Mitra usaha   
   
g. Tetangga   
   
h. Tidak memberi tahu siapapun   
 
29. Bagaimana kondisi angkutan umum di kota Anda? 
a. Banyak   
   
b. Cukup   
   
c. Kurang   
   
d. Tidak tahu   
 
30. Apa pendapat Anda mengenai ongkos angkutan umum? 
a. Mahal   
   
b. Sedang   
   
c. Murah   
   
d. Tidak tahu   
 
31. Jika Anda masih sekolah atau kuliah, Apa pendapat Anda terhadap fasilitas sekolah atau kampus 
Anda? 
a. Jarak sekolah/kampus jauh    ; dekat   
 
b. Transport ke sekolah/kampus sulit    ; gampang   
 
c. Transport ke sekolah mahal    ; murah   
251 
 
 
d. Ruang kelas kurang    ; cukup   
 
e. Gedung sekolah/kampus kurang memadai    ; cukup memadai   
 
f. Fasilitas sekolah/kampus kurang    ;  cukup   
       
g. Fasilitas perpustakaan, ada    ; tidak ada   
 
h. Jumlah guru sekolah/dosen kurang    ;  cukup   
 
i. Kualitas guru/dosen rendah    ;  Cukup tinggi   
 
j. Biaya pendidikan mahal    ;  murah   
 
k. Mendapatkan buku sulit    ; mudah   
 
32. Apakah Anda sering berkirim surat melalui pos? 
a. Ya      b. Tidak   
 
 
33. Apakah Anda memiliki fasilitas telekomunikasi? (bisa lebih dari 1 pilihan) 
a. Memiliki telepon rumah saja   
   
b. Memiliki telepon seluler (HP) saja   
   
c. Memiliki kedua‐duanya   
   
d. Tidak memiliki kedua‐duanya   
   
e. Memiliki alat komunikasi lain     Sebutkan, ………………………. 
 

34. Apakah di kota Anda ada perpustakaan umum atau taman bacaan untuk umum? 
a. Ada      b. Tidak ada    c. Tidak Tahu   
 

35. Jika ada, apakah Anda sering datang atau berkunjung ke perpustakaan umum atau taman bacaan? 
a. Ya      b. Tidak   
 

36. Jika Anda sering datang, berapa sering Anda berkunjung ke perpustakaan? 
a. Setiap hari   
   
b. Seminggu dua kali   
   
c. Seminggu sekali   
   
252 
 
d. Sebulan sekali   
   
e. Tiga bulan sekali   
   
f. Enam bulan sekali   
   
g. Satu tahun sekali   
 

37. Jika Anda tahu bahwa di kota Anda ada perpustakaan umum, apakah Anda memberitahu orang lain? 
a. Ya      b. Tidak   
 
38. Jika Anda sering dating ke perpustakaan, apakah Anda membawa anggota keluarga? 
a. Tidak, saya datang sendiri   
   
b. Ya, membawa isteri   
   
c. Ya, membawa anak   
   
39. Jika jawaban pertanyaan 36 tidak pernah, apa alasan Anda tidak pernah berkunjung ke
perpustakaan? 
a. Sudah punya buku sendiri di rumah   
   
b. Jaraknya terlalu jauh   
   
c. Bukunya tidak menarik dan sudah tua‐tua   
   
d. Koleksinya tidak pernah berganti   
   
e. Tidak ada waktu karena sibuk   
   
f. Tidak sering membaca   
   
g. Malas   
   
h. Lainnya     Sebutkan, ………………… 
 

40. Apakah di kota Anda ada toko buku? 


a. Ada   
   
b. Tidak ada   
   
c. Tidak tahu   
 

Terima kasih atas partisipasi Anda menjawab pertanyaan kami 

253 
 
 

254 
 
Susunan Tim Peneliti 

Susunan Tim Peneliti adalah sebagai berikut:

Nara Sumber: 1. Sekjen Depdiknas


2. Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan
3. Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional
Tim Peneliti: 1. Ir. Abdul Rahman Saleh, Dip.Lib., M.Sc. (Ketua)
2. Drs. Badollahi Mustafa, M.Lib. (anggota)
3. Drs. Widiyanto, M.Si. (Anggota)
4. Drs. Deni Kurniadi, M.Hum. (Anggota)
5. Wellem Pongtuluran, SE., M.Pd. (Anggota)
6. Dra. Nani Suryani (Anggota)
 

255 
 

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai