Anda di halaman 1dari 41

A.

TINJAUAN TEORI INKONTINENSIA URINE

1. PENGERTIAN

Inkontinensia urine merupakan suatu jenis urge incontinence (keluarnya urine


secara tidak sadar, terjadi ketika tekanan kandung kemih melebihi tekanan uretra selama
fase pengisian) yang dihubungkan dengan keinginan kuat untuk buang air kecil dan
berhubungan dengan overaktif otot detrusor.

Inkontinensia urine adalah gangguan atau kerusakan pada susunan saraf yang ikut
mengontrol kandung kemih dan kelainan yang belum diketahui sebabnya sampai saat ini
(idiopatik).

Inkontinensia urine (pengeluaran urune di luar kehendak) dapat terjadi akibat


cedera pada sfingter urunarius eksterna, kelainan neurologic yang di dapat atau akibat
gejala urgensi hebat yang di sebabkan oleh infeksi.

Inkontinensia urine adalah, adanya gangguan pada control volunter akibat adanya
gangguan pada system saraf yang menangani kandung kemih, medulla spinalis dan otak.

2. ETIOLOGI

Kelainan klinik yang erat hubungannya dengan gejala inkontinensia urine antara lain :

- Kelainan traktus urinearius bagian bawah

Infeksi, obstruksi, kontraktiltas kandung kemih yang berlebihan, defisiensi


estrogen,kelemahan sfingter, hipertropi prostat.

- Kelainan neurologis

Otak (stroke, alzaimer, demensia multiinfark, parkinson, multipel sklerosis),


medula spinalis (sklerosis servikal atau lumbal, trauma, multipel sklerosis), dan
persarafan perifer (diebetes neuropati, trauma saraf).

- Kelainan sistemik

1
Gagal jantung, insufisiensi vena, diabetes melitus, gangguan tidur, abnormalitas
arginin vasopresin.

- Kondisi fungsional dan tingkah laku

Konsumsi alkohol dan kafein berlebihan, kebiasaan makan yang buruk dan
konstipasi, gangguan mobilitas, kondisi psikologis.

- Efek samping pengobatan

Diuretik, antikolionergik, narkotika, kalsium chanel bloker, inhibitor kolinestrase.

3. PATOFISIOLOGI

Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi
saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen
secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma
atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat
berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada
pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:

- Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau
bersin. Bisa juga disebabkan oleh kelainan di sekeliling daerah saluran kencing.
- Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.
- Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak
dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan.

Inkontinensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi


suprapons dan suprasakral. Ini sering dihubungkan dengan frekuensi dan bila jaras
sensorik masih utuh, akan timbul sensasi urgensi. Lesi LMN dihubungkan dengan
kelemahan sfingter yang dapat bermanifestasi sebagai stress inkontinens dan
ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi kronik dengan
overflow Ada beberapa pembagian inkontinensia urin, tetapi pada umumnya
dikelompokkan menjadi 4:

2
1. Urinary stress incontinence

2. Urge incontinence

3. Total incontinence

4. Overflow incontinence

PATOFISIOLOGI (PATHWAY)

 Kelainan traktus urinarius bagian atas


 Kelainan neurologis
 Kelainan sistemik
 Kondisi fungsional dan tingkah laku
 Efek samping obat

Penurunan fungsi sfingter

urgensi

Peningkatan frekwensi berkemih

nokturia
3
Kurang pengaetahuan Gangguan rasa nyaman Resiko kerusakan
integritas kulit

Gangguan istirahat dan tidur


ansietas

Resiko isolasi sosial

4. TANDA DAN GEJALA

Gejala yang terjadi pada inkontinensia urine antara lain : 1

1. Sering berkemih: merupakan gejala urinasi yang terjadi lebih sering dari normal
bila di bandingkan denga pola yang lazim di miliki seseorang atau lebih sering
dari normal yang umumnya di terima, yaitu setiap 3-6 jam sekali.

2. Frekuensi: berkemih amat sering, dengan jumlah lebih dari 8 kali dalam waktu 24
jam.

3. Nokturia: malam hari sering bangun lebih dari satu kali untuk berkemih.

4. Urgensi yaitu keinginan yang kuat dan tiba-tiba untuk berkemih walaupun
penderita belum lama sudah berkemih dan kandung kemih belum terisi penuh
seperti keadaan normal.

4
5. Urge inkontinensia yaitu dorongan yang kuat sekali unuk berkemih dan tidak
dapat ditahan sehingga kadang–kadang sebelum sampai ke toilet urine telah
keluar lebih dulu.

Orang dengan inkontinensia urine mengalami kontraksi yang tak teratur pada
kandung kemih selama fase pengisian dalam siklus miksi. Urge inkontinensia
merupakan gejala akhir pada inkontinensia urine. Jumlah urine yang keluar pada
inkontinensia urine biasanya lebih banyak daripada kapasitas kandung kemih yang
menyebabkan kandung kemih berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Pasien dengan
inkontinensia urine pada mulanya kontraksi otot detrusor sejalan dengan kuatnya
keinginan untuk berkemih, akan tetapi pada beberapa pasien mereka menyadari
kontraksi detrusor ini secara volunter berusaha membantu sfingter untuk menahan urine
keluar serta menghambat kontraksi otot detrusor, sehingga keluhan yang menonjol
hanya urgensi dan frekuansi yaitu lebih kurang 80 %. Nokturia hampir ditemukan 70 %
pada kasus inkontinensia urine dan simptom nokturia sangat erat hubungannya dengan
nokturnal enuresis. Keluhan urge inkontinensia ditemukan hanya pada sepertiga kasus
inkontinensia urine

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes diagnostik pada inkontinensia urin

Menurut Ouslander, tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk


mengidentifikasi faktor yang potensial mengakibatkan inkontinensia, mengidentifikasi
kebutuhan klien dan menentukan tipe inkontinensia.

Mengukur sisa urin setelah berkemih, dilakukan dengan cara :

Setelah buang air kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur
atau menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti
pengosongan kandung kemih tidak adekuat.

Urinalisis Dilakukan terhadap spesimen urin yang bersih untuk mendeteksi


adanya faktor yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urin seperti hematuri,
piouri, bakteriuri, glukosuria, dan proteinuria. Tes diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan

5
bila evaluasi awal didiagnosis belum jelas. Tes lanjutan tersebut adalah : Tes laboratorium
tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin, kalsium glukosa sitologi.

Tes urodinamik à untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian
bawah
Tes tekanan urethra à mengukur tekanan di dalam urethra saat istirahat dan saat
dianmis.Imaging à tes terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bawah.

2. Pemeriksaan penunjang

Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat mahal.


Sisa-sisa urin pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran
yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin. Merembesnya
urin pada saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus
dikerjakan ketika kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih.
Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau berdiri.
Merembesnya urin seringkali dapat dilihat. Informasi yang dapat diperoleh antara lain
saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi kandung kemih tak
terkendali, dan kapasitas kandung kemih.

3. Laboratorium

Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan
fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.

Menurut National Women’s Health Report, diagnosis dan terapi inkontinensia


urine dapat ditegakkan oleh sejumlah pemberi pelayanan kesehatan, termasuk dokter
pada pelayanan primer, perawat, geriatris, gerontologis, urologis, ginekologis, pedriatris,
neurologis, fisioterapis, perawat kontinensia, dan psikolog. Pemberi pelayanan primer
dapat mendiagnosis inkontinensia urine dengan pemeriksaan riwayat medis yang lengkap
dan menggunakan tabel penilaian gejala.

Tes yang biasanya dilakukan adalah urinealisa (tes urine untuk menetukan apakah
gejalanya disebabkan oleh inkontinensia urine, atau masalah lain, seperti infeksi saluran
kemih atau batu kandung kemih). Bila urinealisa normal, seorang pemberi pelayanan

6
primer dapat menentukan untuk mengobati pasien atau merujuknya untuk pemeriksaan
gejala lebih lanjut.

Pada beberapa pasien, pemeriksaan fisik yang terfokus pada saluran kemih bagian
bawah, termasuk penilaian neurologis pada tungkai dan perineum, juga diperlukan.
Sebagai tambahan , pasien dapat diminta untuk mengisi buku harian kandung kemih
(catan tertulis intake cairan, jumlah dan seringnya buang air kecil, dan sensasi urgensi)
selama beberapa hari untuk mendapatkan data mengenai gejala. Bila setelah langkah tadi
diagnosis definitif masih belum dapat ditegakkan, pasien dapat dirujuk ke spesialis untuk
penilaian urodinamis. Tes ini akan memberikan data mengenai tekanan/ volume dan
hubungan tekanan/ aliran di dalam kandung kemih. Pengukuran tekanan detrusor selama
sistometri digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis overaktifitas detrusor.

6. KOMPLIKASI

Penderita dengan penyakit inkontinensia urine biasanya dapat menyebabkan antara


lain : infeksi saluran kemih, ulkus pada kulit, problem tidur, depresi dan kondisi medis
lainnya.

7. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko,


mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan,
medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan.

Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Pemanfaatan kartu catatan berkemih

Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang
keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu
dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.

7
2. Terapi non farmakologi

Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia


urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-
lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah :

Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih)


dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia
diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia
dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya
diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.Membiasakan
berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia.

Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih
mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik
ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir).

Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul
secara berulang-ulang. Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut
adalah dengan cara :

- Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka, kemudian pinggul
digoyangkan ke kanan dan ke kiri ± 10 kali, ke depan ke belakang ± 10 kali, dan berputar
searah dan berlawanan dengan jarum jam ± 10 kali.
- Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan ± 10 kali.

Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup
dengan baik.

3. Terapi farmakologi

Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik


seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine.

Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine


untuk meningkatkan retensi urethra.

8
Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau
alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan
secara singkat.

4. Terapi pembedahan

Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi,
bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe
overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi
urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan
prolaps pelvic (pada wanita).

5. Modalitas lain

Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan


inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang
mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet
seperti urinal, komod dan bedpan.

o Pampers

Dapat digunakan pada kondisi akut maupun pada kondisi dimana pengobatan
sudah tidak berhasil mengatasi inkontinensia urin.

Namun pemasangan pampers juga dapat menimbulkan masalah seperti luka lecet
bila jumlah air seni melebihi daya tampung pampers sehingga air seni keluar dan
akibatnya kulit menjadi lembab, selain itu dapat menyebabkan kemerahan pada kulit,
gatal, dan alergi.

o Kateter

Kateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karena dapat
menyebabkan infeksi saluran kemih, dan juga terjadi pembentukan batu. Selain kateter
menetap, terdapat kateter sementara yang merupakan alat yang secara rutin digunakan
untuk mengosongkan kandung kemih. Teknik ini digunakan pada pasien yang tidak dapat

9
mengosongkan kandung kemih. Namun teknik ini juga beresiko menimbulkan infeksi
pada saluran kemih.

o Alat bantu toilet

Seperti urinal, komod dan bedpan yang digunakan oleh orang usia lanjut yang
tidak mampu bergerak dan menjalani tirah baring. Alat bantu tersebut akan menolong
lansia terhindar dari jatuh serta membantu memberikan kemandirian pada lansia dalam
menggunakan toilet.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA INKONTINENSIA URINE

PENGKAJIAN

1. Anamnesa

a. Identitas pasien

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering terjadi pada kasus OAB adalah sering mengompol,
pola istirahat dan tidur terganggu karena sering terbangun.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Mengapa pasien masuk rumah sakit sehingga dapat ditegakkan prioritas


masalah keperawatan yang muncul

d. Riwayat Penyakit Dahulu

10
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain
yang berhubungan dengan penyakit urologi.

e. Riwayat Psikososial

Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat


menerima keadaannya, apakah ada tekanan psikologis yang berhubungan dengan
penyakitnya, kaji tingkah laku dan kepribadian apakah ada perubahan karena
kondisinya.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Evaluasi neurologis pada segmen bawah sakrum, termasuk bulbocavernosus dan


reflek spinter anus.

b. Pemeriksaan status mental.

c. Pemeriksaan abdomen untuk mengevaluasi massa atau kumpulan cairan, yang dapat
mempengaruhi tekanan intra abdomen dan fungsi detrusor.

d. Pemeriksaan pelvis yang biasanya normal pada penderita overaktif kandung kemih,
untuk menilai adakah kontribusi dari gejala overaktif kandung kemih dan juga
pemeriksaan rectal harus dinilai.

e. Test penekanan akibat batuk, untuk menilai adakah inkontinensia akibat stress.

f. Estimasi volume residu setelah pengosongan baik melalui kateter atau ultrasound
pelvis, residu < 50 cc normal, residu 100 cc – 200 cc dianggap pengosongan kandung
kemih tidak sempurna.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Urinealisis dan kultur digunakan untuk menyingkirkan hematuria (karena tumor atau
batu pada traktus urenarius), glukosuria (yang mungkin menyebabkan peningkatan
frekuensi pengosongan), pyuria dan bakteriuria.

b. Test lanjutan.

11
 Pemeriksaan sistoskopi

 Test Urodynamic dan cytometry

DIAGNOSA

1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan sering berkemih

2. Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan

3. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan

4. Resiko infeksi b.d inkontinensia, imobilitas dalam waktu yang lama.

5. Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine

6. Resiko Isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat mengompol
di depan orang lain atau takut bau urine

7. Resiko ketidakefektifan penatalaksaan program terapeutik yang berhubungan dengan


ketidakcukupan pengetahuan tenttang penyebab inkontinen, penatalaksaan, progam
latihan pemulihan kandung kemih, tanda dan gejala komplikasi, serta sumbe komonitas.

INTERVENSI

Diagnosa 1 : Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan sering berkemih

Tujuan : Pola eliminasi normal.

Kriteria Hasil : Klien dapat berkemih volunter.

Intervensi :

1. Jelaskan pada klien tentang peruhan pola eliminasi

R/ Meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.

2. Hindari minum 2 jam sebelum tidur

R/ Meminimalkan rasa ingin berkemih

12
3. Anjurkan klien melakukan latihan kegel

R/ Untuk mengencangkan otot di sekitar vagina, sehingga klien lebih mampu menahan keinginan
buang air kecil.

Diagnosa 2 : Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan

Tujuan : Kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi.

Kriteria hasil : klien mampu istirahat dan tidur dengan waktu yang cukup, klien
mengungkapkan sudah bisa tidur, klien mampu menjelaskan factor penghambat tidur.

Intervensi :

1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur/istirahat dan


kemungkinan cara untuk menghindarinya.

R/ Meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien mau kooperatif terhadap tindakan


keperawatan.

2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.

R/ Menentukan rencana untuk mengatasi gangguan.

3. Batasi masukan cairan waktu malam hari dan berkemih sebelum tidur.

R/ Mengurangi frekuensi berkemih pada malam hari

4. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein

R/ Kafein dapat merangsang untuk sering berkemih

Diagnosa 3 : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

Tujuan : supaya pengetahuan klien tentang kondisinya bertambah.

Kriteria Hasil : klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan,
mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alas an mengikuti prosedur tersebut,

13
mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan,
bekerjasama dengan pemberi informasi.

Intervensi :

1. Tentukan persepsi klien tentang kondisinya

R/ Memungkinkannya dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi serta


kesalahan pengertian.

2. Beri informasi yang akurat dan actual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindari
informasi yang tidak diperlukan.

R/ Membantu klien dalam memahami proses penyakit

3. Berikan bimbingan kepada klien atau keluarga sebelum mengikuti prosedur


pengobatan, terap, dan komplikasi.

R/ Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.

4. Anjurkan klien untuk memberikan unpan balik verbal dan mengkoreksi


miskonsepsi tentang penyakitnya

R/ Mengetahui sampai sejauh mana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien

Diagnose 4: Resiko infeksi b.d inkontinensia, imobilitas dalam waktu yang lama.

Tujuan : Berkemih dengan urine jernih tanpa ketidaknyamanan, urinalisis dalam batas normal,
kultur urine menunjukkan tidak adanya bakteri.

Intervensi :

1. Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien inkontinensia, cuci
daerah perineal sesegera mungkin.

R: Untuk mencegah kontaminasi uretra.

14
2. Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari (merupakan bagian
dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air besar. R: Kateter
memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran
perkemihan.
3. Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung, pemakaian
sarung tangan), bila kontak dengan cairan tubuh atau darah yang terjadi (memberikan
perawatan perianal, pengososngan kantung drainse urine, penampungan spesimen urine).
Pertahankan teknik asepsis bila melakukan kateterisasi, bila mengambil contoh urine dari
kateter indwelling.

R: Untuk mencegah kontaminasi silang.

4. Kecuali dikontraindikasikan, ubah posisi pasien setiap 2jam dan anjurkan masukan
sekurang-kurangnya 2400 ml / hari. Bantu melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.

R: Untuk mencegah stasis urine

5. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine.

- Tingkatkan masukan sari buah berri.

- Berikan obat-obat, untuk meningkatkan asam urine.

R: Asam urine menghalangi tumbuhnya kuman. Karena jumlah sari buah berri diperlukan
untuk mencapai dan memelihara keasaman urine. Peningkatan masukan cairan sari buah
dapat berpengaruh dalam pengobatan infeksi saluran kemih.

15
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. W DENGAN INKONTINENSIA


URINE

KASUS
Ny.W (45 tahun) pensiunan guru, datang ke poliklinik dengan keluhan sering mengompol.
Dokter menanyakan riwayat persalinan Ny. W untuk memperoleh data selain data laboratorium.
Perawat menganjurkan Ny. W untuk melakukan kegel exercise karena melihat Ny. W tampak
tidak nyaman dengan kondisinya.

A. PENGKAJIAN
I. Identitas diri klien

Nama : Ny W Suku : sasak


Umur : 45 thn Pendidikan : sarjana
Jenis kelamin : perempuan Pekerjaan : pensiunan guru
Alamat : swakarya 3 kekalik kerisa Tgl pengkajian : 21 maret 2011

Penanggung jawab

16
Nama : Ratih P

Umur : 30 tahun

Alamat : swakarya 3 kekalik kerisak

Suku : sasak

II. Riwayat penyakit


1. Keluhan utama saat masuk RS
Klien mengatakan sering mengompol
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien dating ke poliklinik dengan keluhan sering mengompol pada malam hari
dengan frekuensi lebih dari sepulu kali perhari
3. Riwayat penyakit dahulu
Klien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya
4. Diagnosa medis saat masuk rumah sakit
Inkontenensia urine
III. Pengkajian saat ini
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
 Persepsinya
Klien merasa cemas akan penyakit yang di alaminya sekarang
 Pemeliharaan kesehatan
Klien hanya dating ke poliklinik
2. Pola nutrisi / metabolisme
 Intake makan
Klien makan 3X sehari dengan porsi di habiskan
 Intake cairan
Klien minum lebih dari 12 gelas per hari
3. Pola eliminasi
 Buang air besar
Klien mengatakan buang air besar 2X per hari
 Buang air kecil
Klien mengatakan buang air kecil lebih dari 10 kali dan keluhan sering
mengompol pada malam hari
4. Pola tidur dan istirahat
Klien mengatakan kurang tidur karena klien merasa tidak nyaman pada malam
hari karena sering mengompol
5. Pola persepsual

17
 Penglihatan
Klien mengatakat tidak ada ganguan pada penglihatanya
 Pendegaran
Klien mengatakat tidak ada ganguan pada pendengarannya.
 Pengecap
Klien mengatakat tidak ada ganguan pada pengecapnya
6. Pola persepsi diri
Klien selalu cemas akan penyakit yang di alaminya karena sering mengompol./
7. Pola seksualitas dan reproduksi
Klien merasa terganggu saat melakukan hubungan seksual dengan suami karena
klien sering mengompol.
8. Pola peran dan hubungan
Komunikasi klien dengan orang lain dan keluarga baik.
9. Sistem nilai dan keyakinan
Klien selalu melakukan kegiatan agama yang dianuti.

IV. Pemeriksaan fisik

1. B1 (breathing)

Pernapasan klien normal

2. B2 (blood)

Peningkatan tekanan darah, klien tamapak bingung dan gelisah

3. B3 (brain)

Compas metis

4. B4 (bladder)

Warna urien klien kuning berbau menyengat dan klien sering mengompol dan tidak
dapat menahan urin.

5. B5 (bowel)

Tidak terdapat nyeri tekan pada daerah abdomen.

6. B6 (bone)

18
Klien mengatakan nyeri pada persedianya

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pengelompokkan Data
Data subjektif : klien mengatakan sering mengompol.
Data objektif : klien tampak tidak nyaman dengan kondisinya.
2. Analisa Data
NO SYMPTOM ETIOLOGI MASALAH
1 DS : klien mengeluh Kelainan traktus Gangguan eliminasi
sering mengompol urinearius bagian urin
DO :- klien tampak tidak bawah
nyaman dengan
kondisinya Infeksi
- klien berkemih >
12 kali perhari Saraf sfingter
- terganggu

pola eliminasi urin


terganggu

2. DS : - klien mengatakan Sering mengompol Gangguan Pola


sering terjaga saat istirahat dan tidur
tidur Ketidaknyaman
DO :- klien tampak tidak
nyaman Gangguan pola istirahat
- Mata klien dan tidur
tampak
kemerahan
- Klien tampak
sering menguap

19
3. DS : klien mengatakan Pola eliminasi urine Cemas
tidak tahu tentang terganggu
apa yang
dialaminya Sering mengompol
DO :- klien tampak tidak
mengerti dengan Kurang pengetahuan
kondisinya
4. DS : - klien mengatakan Peningkatan frekwensi Resiko harga diri
merasa malu karena berkemih rendah
sering mengompol
DO : - klien tampak Kurang pengetahuan
sering menyendiri tentang keadan

Cemas

Gangguan kosep diri

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan sering berkemih
2. Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan
3. Kurang pengetahuaan berhubungan dengan kurangnya informasi yang didapat.

4. Cemas berhubungan dengan kurang pngetahuan


5. Resiko gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan keadaan
yang memalukan akibat mengompol di depan orang lain atau takut bau urine

C. INTERVENSI
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Gangguan pola Pola eliminasi normal. 1. Jelaskan 1. Meningkatkan
eliminasi urin KH: pada klien pengetahuan klien

20
berhubungan Klien dapat berkemih volunter. tentang sehingga klien
dengan sering perubahan kooperatif dalam
berkemih pola tindakan
eliminasi keperawatan.
2. Meminimalkan
rasa ingin
2. Hindari berkemih
minum 2 3. untuk
jam sebelum mengencangkan
tidur otot di sekitar
3.Anjurkann vagina, sehingga
klien klien lebih mampu
melakukan menahan
latihan kegel keinginan buang
air kecil.

Gangguan pola Tujuan: Kebutuhan istirahat dan 1. Jelaskan 1. Meningkatkan


istirahat dan tidur terpenuhi. pada klien pengetahuan klien
tidur dan keluarga sehingga klien
berhubungan KH : klien mampu istirahat dan penyebab mau kooperatif
dengan tidur dengan waktu yang cukup, gangguan terhadap tindakan
ketidaknyamana klien mengungkapkan sudah bisa tidur/istiraha keperawatan.
n tidur, klien mampu menjelaskan t dan
factor penghambat tidur. kemungkina
n cara untuk
menghindari
nya
2. Menentukan
2. Beri rencana untuk
kesempatan mengatasi
klien untuk gangguan.

21
mengungkap
kan
penyebab
gangguan 3. Mengurangi
tidur. frekuensi
berkemih pada
3. Batasi malam hari
masukan
cairan waktu
malam hari 4. Kafein dapat
dan merangsang untuk
berkemih sering berkemih
sebelum
tidur.
4. Batasi
masukan
minuman
yang
mengandung
kafein
Kurang Tujuan : supaya pengetahuan 1. Tentukan 1. Memungkinkanny
pengetahuaan klien tentang kondisinya persepsi a dilakukan
berhubungan bertambah. klien tentang pembenaran
dengan kondisinya terhadap
kurangnya KH : klien dapat mengatakan kesalahan persepsi
informasi yan secara akurat tentang diagnosis dan konsepsi serta
didapat dan pengobatan, mengikuti kesalahan
prosedur dengan baik dan pengertian.
menjelaskan tentang alas an 2. Beri 2. Membantu klien
mengikuti prosedur tersebut, informasi dalam memahami
mempunyai inisiatif dalam yang akurat proses penyakit

22
perubahan gaya hidup dan dan actual.
berpartisipasi dalam pengobatan, Jawab
bekerjasama dengan pemberi pertanyaan
informasi. secara
spesifik,
hindari
informasi 3. Membantu klien
yang tidak dan keluarga
diperlukan. dalam membuat
3. Berikan keputusan
bimbingan pengobatan.
kepada klien
atau
keluarga
sebelum
mengikuti
prosedur 4. Mengetahui
pengobatan, sampai sejauh
terap, dan mana pemahaman
komplikasi. klien dan keluarga
4. Anjurkan mengenai
klien untuk penyakit klien
memberikan
unpan balik
verbal dan
mengkoreksi
miskonsepsi
tentang
penyakitnya

Cemas Tujuan: Setelah dilakukan 1. Tenangkan Menurunkan tingkat


berhubungan tindakan kepeerawatan selama kecemasan

23
dengan kurang proses keperawatan diharapkan klien.
pngetahuan keluarga dan pasien tidak cemas.
KH: 2. Jelaskan Mengurangi faktor
penyebab kecemasan
a. Monitor intensitas seluruh
kecemasan.
prosedur
b. Menyingkirkan pada
tanda kecemasan.
klien/keluarg
c. Menggunakan a dan
teknik relaksasi untuk
perasaan
mengurangi kecemasan.
yang
mungkin
muncul pada
saat Mengetahui respon
klien terhadap cemas
melakukan
tindakan.

3. Kaji tingkat
kecemasan
dan reaksi
fisik pada Mengalihkan perhatian
klien ke aktivitas yang
tingkat
dilakukan
kecemasan.

4. Sediakan
aktivitas
untuk
mengurangi
kecemasan.

24
D. IMPLEMENTASI

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Respon hasil


Kriteria Hasil
Gangguan pola Pola eliminasi 1. Menjelaskan 1. Meningkatkan
eliminasi urin normal. pada klien pengetahuan klien
berhubungan KH: tentang sehingga klien
dengan sering Klien dapat perubahan pola kooperatif dalam
berkemih berkemih volunter. eliminasi tindakan
2. Menghindari keperawatan.
minum 2 jam 2. Meminimalkan rasa
sebelum tidur ingin berkemih
3. Menganjurkann 3. untuk
klien melakukan mengencangkan
latihan kegel otot di sekitar
vagina, sehingga
klien lebih mampu
menahan keinginan
buang air kecil.

Gangguan pola Tujuan : 1. Menjelaskan 1. Meningkatkan


istirahat dan tidur Kebutuhan pada klien dan pengetahuan klien
berhubungan istirahat dan tidur keluarga sehingga klien mau
dengan terpenuhi. penyebab kooperatif terhadap
ketidaknyamanan gangguan tindakan
KH : klien mampu tidur/istirahat keperawatan.
istirahat dan tidur dan
dengan waktu yang kemungkinan
cukup, klien cara untuk

25
mengungkapkan menghindarinya.
sudah bisa tidur,
klien mampu 2. Memberikan 2. Menentukan
menjelaskan factor kesempatan rencana untuk
penghambat tidur. klien untuk mengatasi
mengungkapkan gangguan.
penyebab
gangguan tidur.

3. Membatasi 3. Mengurangi
masukan cairan frekuensi
waktu malam berkemih pada
hari dan malam hari
berkemih
sebelum tidur.
4. Membatasi
masukan 4. Kafein dapat
minuman yang merangsang untuk
mengandung sering berkemih
kafein
Kurang Tujuan : supaya 1. Menentukan 1. Memungkinkannya
pengetahuan pengetahuan klien persepsi klien dilakukan
berhubungan tentang kondisinya tentang pembenaran
dengan kurangnya bertambah. kondisinya terhadap kesalahan
informasi yang persepsi dan
didapat. KH : klien dapat konsepsi serta
mengatakan secara kesalahan
akurat tentang pengertian.
diagnosis dan 2. Memberi 2. Membantu klien
pengobatan, informasi yang dalam memahami
mengikuti prosedur akurat dan proses penyakit

26
dengan baik dan actual. Jawab
menjelaskan pertanyaan
tentang alas an secara spesifik,
mengikuti prosedur hindari
tersebut, informasi yang
mempunyai tidak diperlukan.
inisiatif dalam 3. Berikan 3. Membantu klien
perubahan gaya bimbingan dan keluarga
hidup dan kepada klien dalam membuat
berpartisipasi atau keluarga keputusan
dalam pengobatan, sebelum pengobatan.
bekerjasama mengikuti
dengan pemberi prosedur
informasi. pengobatan,
terap, dan
komplikasi.
4. Anjurkan klien 4. Mengetahui
untuk sampai sejauh
memberikan mana pemahaman
unpan balik klien dan keluarga
verbal dan mengenai
mengkoreksi penyakit klien
miskonsepsi
tentang
penyakitnya

27
E. EVALUASI

No. Hari dan tanggal Diagnosa Evaluasi


1. 24 maret 20`11 Gangguan eliminasi S: klien mengatakan masih sering
urine berhubungan berkemih
dengan sering O: klien tampak sering bolak balik ke
berkemih toilet
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
2. 24 maret 2011 Gangguan pola S: klien mengatakan masih sering terjaga
istirahat dan tidur dari tidurnya
berhubungan dengan O: mata kien tampak merah dan kien
ketidaknyamanan tampak sering menguap
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
3. 24 maret 2011 Kurang pengetahuaan S: klien mengatakan mengerti tentang
berhubungan dengan masalahnya..
kurangnya informasi O: klien tampak tenang
yang didapat. A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
4. 24 maret 2011 Cemas berhubungan S: klien mengatakan tidak merasa cemas
dengan kurang lagi
pngetahuan O: klien tampak tenang
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan

BAB IV
PENUTUP

28
A. KESIMPULAN
Sistem urinaria adalah suatu system tempat terjadinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat
yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut
dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih).

Inkontinensia urine merupakan suatu jenis urge incontinence (keluarnya urine secara
tidak sadar, terjadi ketika tekanan kandung kemih melebihi tekanan uretra selama fase
pengisian) yang dihubungkan dengan keinginan kuat untuk buang air kecil dan berhubungan
dengan overaktif otot detrusor.

Kegel exercises adalah suatu rangkaian latihan yang didisain untuk memperkuat
otot-otot dasar panggul. Banyak wanita dengan inkontinensia urin dapat mengurangi
keluarnya air seni saat batuk, tertawa, bersin atau aktivitas lainnya melalui latihan pada otot-
otot dasar panggul. Latihan ini disebut Kegel exercises.

B. SARAN

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dalam dunia pendidikan, maka
penulius dapat menyampaikan saran sebagai berikut :

- Diharapkan kepada mahasiswa khususnya kelas VI U agar lebih meningkatkan


pemahaman dalam pembuatan asuhan keperawatan khususnya pada asuhan
keperawatan sistem perkemihan
- Diharapkan kepada mahasiswa aktif dalam pembuatan asuhan keperawatan guna
meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan.
- Diharapkan kepada mahasiswa Aktif dalam persentasi Asuhan keperawatan untuk
lebih menambah wawasan berfikir secara ilmiah.

29
LAMPIRAN

A. KEGEL EXERCISE

30
Gambar: contoh gerakan latihan kegel

Latihan kegel atau otot pelvis


Tujuan:
Untuk menguatkan dan mempertahankan tonus otot pubokoksigeal yang menyangga
organ-organ pelvis. Melakukan latihan ini secara teratur dapat mengurangi atau mencegah
inkontinensia stress dan prolaps uterus,meningkatkan sensasi selama hubungan seksual, dan
mempercepat penyembuhan pascapartum.
- Bentuk kesadaran tentang fungsi otot pelvis dengan mengintruksi pasien wanita untuk
“menarik kedalam” otot-otot perivaginal dan sfingter ani seperti ketika menahan urin
atau defekasi, tetapi tanpa mengontraksi otot-otot abdomen, bokong, atau paha bagian
dalam.
- Memperbaiki tonus otot perineal dan control kandung kemih dengan
mengkontraksikan otot-otot perineal seperti ketika menghentikan berkemih; tahan
sampai 5-10 detik dan bebaskan. Ulangi denga sering selama siang hari
- Intruksikan pasien wanita untuk menahan kontraksi otot-otot sampai 10 detik, diikuti
dengan periode relaksasi setidaknya selama 10 detik.
- Nasihatkan pasien wanita untuk melakukan latihan ini 30-80 kali sehari

PENGARUH KEGEL EXERCISE TERHADAP KEJADIAN INKONTINENSIA URINE IBU


POST PARTUM

31
Kegel exercises adalah suatu rangkaian latihan yang didisain untuk memperkuat otot-otot
dasar panggul. Banyak wanita dengan inkontinensia urin dapat mengurangi keluarnya air seni
saat batuk, tertawa, bersin atau aktivitas lainnya melalui latihan pada otot-otot dasar panggul.
Latihan ini disebut Kegel exercises.
Dr.Arnold Kegel mengembangkan Kegel exercises tahun 1948 sebagai suatu metode
untuk mengendalikan inkontinensia (ketidakmampuan menahan air seni) pada wanita setelah
melahirkan. Latihan ini sekarang direkomendasikan pada:
• Wanita dengan inkntinensia urin karena stress
• Pria dengan inkontinensia urin setelah operasi prostat
• Sesorang dengan gangguan inkontinensia faeses
Kegel exercises memperkuat otot-otot dasar panggul untuk meningkatkan fungsi spinter
uretra dan rectum. Keberhasilan latihan ini tergantung pada teknik yang benar dan program
latihan yang teratur.

Keuntungan Kegel exercises


Kegel exercises memperkuat beberapa otot-otot yang mengendalikan aliran urin. Kegel
exercises direkomendasikan pada seseorang yang memiliki masalah dengan control perkemihan
(inkontinensia urin).
Pada wanita, Kegel exercises membantu mereka yang menderita inkontinensia urin
karena stress atau prolapsus uterin. Saat hamil dan melahirkan, otot dasar panggul dapat menjadi
terulur dan melemah, umumny mengakibatkan masalah pengendalian kencing selama berbulan-
bulan hingga bertahun-tahun setelah melahirkan. Kelemahan dasar panggul dapat juga
memungkinkan satu atau beberapa organ panggul longgar (prolapsus uterin). Jika anda sedang
hamil, mulailah melakukan Kegel exercises setiap hari dan lanjutkan hingga sudah melahirkan
Kegel exercises mempersiapkan otot-otot dasar panggul mempunyai kekuatan mengedan
tinggi saat proses melahirkan bayi. Selain itu, Kegel exercises membantu otot-otot dasar panggul
relaksasi kembali ke bentuk dan kekuatan alamiahnya setelah proses melahirkan bayi.
Kehamilan, persalinan, kegemukan dan batuk berat dapat menjadi beban bagi otot
panggul. Bila dasar otot panggul melemah, organ-organ panggul wanita akan melorot dan
menonjol keluar lewat vagina. Kondisi tersebut dinamakan prolapsis uterus atauvagina yang

32
seringkali membuat wanita kencing dan buang air tanpa sengaja (misalnya saat batuk atau
bersin).
Latihan Kegel yang dilakukan secara rutin setiap hari, akan meningkatkan elastisitas otot-
otot panggul. Pada saat melahirkan, otot-otot di panggul bawah akan meregang. Proses
peregangan ini pada kebanyakan wanita tidak cukup untuk mengakomodasi pengeluaran kepala,
atau kalau pun dapat, membutuhkan waktu yang lama. Dokter atau bidan yang membantu
persalinan akan memotong otot (yang disebut episiotomi) di antara vagina dan rektum (anus)
untuk memperluas jalan lahir, sehingga bayi dapat keluar dengan mudah dan juga untuk
mencegah robekan yang tidak diinginkan. Setelah proses pelahiran, luka tersebut harus dijahit
kembali. Pada otot yang elastisnya bagus, otot dapat meregang dengan maksimal sehingga tidak
robek dan tidak perlu dilakuka episiotomi.

Melakukan Kegel exercises


Pertama, anda perlu mengetahui dimana otot ini berada dan seperti apa rasanya sehingga
bisa melatihnya. Otot pubococcygeus adalah otot yang sama seperti saat anda menahan kencing.
Saat anda kencing, cobalah untuk menahan aliran kencing dan teruskan kembali. Otot untuk
menghentikan dan meneruskan kembali aliran kencing itulah otot yang akan dilatih. Anda harus
merasakan bahwa otot panggulmu menekan saluran kencingmu dan jika perut dan pantatmu
mengencang, maka anda tidak melakukan latihan dengan benar. Karena otot otot dasar panggul
melingkari jalan keluar bayi, sangatlah penting otot otot ini dilatih karena otot yang terlatih dapat
meregang dan berkontraksi dengan baik selama proses melahirkan.
Setelah menemukan dan merasakan otot pubococcygeus, anda dapat mulai berlatih. Yang
paling gampang dilakukan adalah lakukan kontraksi pada otot ini, tahan selama hitungan 10
detik, kemudian rilekskan. Jika anda tidak dapat menahan kontraksi dalam hitungan tersebut,
jangan patah arang, untuk itulah mengapa perlu berlatih senam kegel. Secara bertahap, otot ini
akan semakin kuat. Ulangi langkah ini 10 kali pada kesempatan pertama dan tingkatkan
intensitasnya pada kesempatan berikut.
Senam kegel selain sederhana dan mudah dilakukan, hanya membutuhkan beberapa
menit dalam sehari. Bahkan orang lain tidak akan mengetahui saat anda berlatih kapanpun dan
dimanapun. Di dalam mobil, antri ATM, saat berjalan, ketika menonton TV, saat berbaring,

33
duduk, atau saat berjalan di escalator. Intinya, senam kegel bisa dilakukan dan dijadikan
kebiasaan positif kapanpun juga.
Untuk hasil terbaik, senam kegel perlu dilakukan secara konstan setiap hari. Hasilnya
tidak akan didapat dalam waktu sehari. Kebanyakan orang akan merasakan perubahan setelah 3
atau 4 minggu dengan berlatih beberapa menit setiap hari. Baik wanita maupun pria akan
merasakan perubahan menakjubkan dengan kenikmatan saat senggama dan orgasme lebih
intensif.

Teknik senam kegel

Teknik senam kegel ini dapat dilakukan selama 6 detik, dan anda dapat menghitung 1, 2 , 3
sampai 6 detik untuk menghitung saat melakukan latihan ini.
1. Kontraksi perlahan (hitung 1 detik )
2. Tetap kontraksi ( detik ke 2 )
3. Tetap kontraksi ( detik ke 3 )
4. Tetap kontraksi ( detik ke 4 )
5. Kontraksikan sekuat mungkin ( detik ke 5 )
6. Rileks ( detik ke 6 ) sebelum mulai langkah pertama kembali.

Anda dapat melakukan langkah tersebut selama kurang lebih 20 menit setiap hari. Dan alternatif
lain yang lebih efektif dengan tahapan langkah tambahan sebagai berikut:
1-5. sama seperti diatas
6. Rileks 5 detik
7. Kontraksikan dengan cepat dan keras
8. Rileks (cepat)
9. Kontraksi (cepat)
10. Rileks (cepat)
11. Kontraksi (cepat)
12. Rileks beberapa detik dan mulai lagi pada nomor 1.

Alternatif teknik lain :

34
1. Kontraksi perlahan 5 detik
2. Kontraksi lebih keras 5 detik
3. Kontraksi sekuat mungkin 5 detik
4. Rileks 5 detik dan ulangi langkah 1

Anda bisa juga mencoba ‘teknik elevator’. Kencangkan otot panggul, lalu secara bertahap
lepaskan seperti lift yang turun dari lantai empat dan berhenti di setiap lantai. Ulangi sampai 10
kali sehari.
Pendapat yang salah: Beberapa orang merasa bahwa mereka dapat mempercepat
peningkatan dengan cara penambahan jumlah pengulangan dan frekuensi latihan. Meskipun
demikian, latihan yang berlebihan sebaliknya dapat membuat otot melemah dan meningkatkan
masalah ngompol. Jika anda merasa kurang nyaman pada perut dan punggung ketika melakukan
latihan ini, kemungkinan anda melakukannya dengan cara yang salah.

Yang Perlu Diperhatikan saat Melakukan Latihan


- Pastikan anda menggunakan otot yang benar atau jika ragu konsultasikan dengan dokter
atau perawat anda.
- Jangan mengencangkan otot-otot lain (contoh, perut atau kaki) pada saat melakukan
latihan Kegel. Anda harus fokus pada otot-otot panggul.
- Jangan menahan napas saat melakukan latihan agar tubuh dan otot-otot anda tetap menerima
pasokan oksigen, demikian juga untuk latihan otot yang lain. Rileks dan konsentrasi pada
kontraksi hanya pada otot-otot dasar panggul. Saat melakukan dengan cara yang benar, Kegel
exercises akan menunjukkan hasil yang sangat efektif pada perbaikan kontinensia urin.

B. SISTEM RUJUKAN

1. Definisi

Rujukan adalah penyerahan tanggungjawab dari satu pelayanan kesehatan ke pelayanan


kesehatan yang lain

35
Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu system jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbale-balik atas masalah yang
timbul, baik secara vertical maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten,
terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi

2. Tujuan

Tujuan rujukan adalah dihasilkannya pemerataan upaya kesehatan dalam rangka


penyelesaian masalah kesehatan secara berdaya dan berhasil guna

Tujuan system rujukan adalah Untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi
pelayanan kesehatan secara terpadu

Tujuan system rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat terselamatkan, dengan
demikian dapat menurunkan AKI dan AKB

3. Undang-undang yang mengatur


 Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/ 1992 tentang
Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan
 SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes (Persero) dalam
pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin

4. Jenis Rujukan

Rujukan medic yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul
baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih berwenangdan mampu menangani
secara rasional. Jenis rujukan medic antara lain:

1) Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluaan diagnostic, pengobatan, tindakan


opertif dan lain – lain.

36
2) Transfer of specimen. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang
lenih lengkap.

3) Transfer of knowledge / personal. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
meningkatkan mutu layanan setempat.

Rujukan kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke
fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah rujukan uang menyangkut masalah kesehatan
yang sifatnyapencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan ini
mencakup rujukan teknologi, sarana dan opersional

5. Jalur Rujukan

Dalam kaitan ini jalur rujukan untuk kasus gawat darurat dapat dilaksanakan sebagai berikut :

 Dari Kader

Dapat langsung merujuk ke :

1) Puskesmas pembantu

2) Pondok bersalin / bidan desa

3) Puskesmas / puskesmas rawat inap

4) Rumah sakit pemerintah / swasta

 Dari Posyandu

Dapat langsung merujuk ke :

1) Puskesmas pembantu

2) Pondok bersalin / bidan desa

3) Puskesmas / puskesmas rawat inap

37
4) Rumah sakit pemerintah / swasta

 Dari Puskesmas Pembantu

Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta

 Dari Pondok bersalin / Bidan Desa

Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta

6. Persiapan rujukan

Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan , disingkat “BAKSOKU” yang
dijabarkan sebagai berikut :

B (bidang) : pastikan ibu/bayi/klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten


dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan

A (alat) : bawa perlengkapan dan bahan – bahan yang diperlukan, seperti spuit, infus set,
tensimeter, dan stetoskop

K (keluarga) : beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alas an mengapa ia
dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus menerima Ibu (klien) ke tempat rujukan.

S (surat) : beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien), alasan rujukan, uraian
hasil rujukan, asuhan, atau obat – obat yang telah diterima ibu (klien)

O (obat) : bawa obat – obat esensial diperlukan selama perjalanan merujuk

K (kendaraan) : siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu (klien) dalam
kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat

U (uang) : ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli
obat dan bahan kesehatan yang di perlukan di temapat rujukan

7. Keuntungan system rujukan


38
1. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti bahwa
pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara psikologis memberi
rasa aman pada pasien dan keluarga

2. Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan keterampilan


petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak kasus yang dapat
dikelola di daerahnya masing – masing

3. Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli

8. Mekanisme rujukan
 Menetukan kegawatdaruratan pada tingkat kader, bidan desa, pustu dan puskesmas

1) Pada tingkat Kader

Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri maka segera dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan terdekat karena mereka belum dapat menetapkan tingkat kegawatdaruratan

2) Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas

Tenaga kesehatan harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui. Sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus menentukan kasus mana yang boleh
ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk

 Menetukan tempat tujuan rujukan

Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai
kewenangan terdekat, termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan
dan kemampuan penderita.

1. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya perlu diberikan informasi


tentang perlunya pendeerita segera dirujuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih mampu

39
2. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang ditunju melalui telepon atau radio
komunikasi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.

3. Persiapan penderita

Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki terlebih dahulu. Keadaan umum ini
perlu dipertahankan selama dalam perjalanan, Surat rujukan harus dipersiapkan si=esuai dengan
format rujukan dan seorang bidan harus mendampingi penderita dalam perjalanan sampai ke
tempat rujukan.

 Pengiriman penderita

Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/sarana transportasi yang


tersedia untuk mengangkut penderita.

 Tindak lanjut penderita

1) Untuk penderita yang telah dikembalikan dan memrlukan tindak lanjut, dilakukan tindakan
sesuai dengan saran yang diberikan.

2) Bagi penderita yang memerlukan tindak lanjut tapi tidak melapor, maka dilakukan kunjungan
rumah.

Skema System Rujukan Pelayanan Kesehatan Di Indonesia

Rumah sakit tipe A

Rumah sakit tipe B


Propinsi

kabupaten Rumah sakit tipe C/D

kecamatan Puskesmas / balkesmas

kelurahan Puskesmas pembantu


40
Posyandu Posyandu Posyandu Posyandu

masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

41

Anda mungkin juga menyukai