1. PENGERTIAN
Inkontinensia urine adalah gangguan atau kerusakan pada susunan saraf yang ikut
mengontrol kandung kemih dan kelainan yang belum diketahui sebabnya sampai saat ini
(idiopatik).
Inkontinensia urine adalah, adanya gangguan pada control volunter akibat adanya
gangguan pada system saraf yang menangani kandung kemih, medulla spinalis dan otak.
2. ETIOLOGI
Kelainan klinik yang erat hubungannya dengan gejala inkontinensia urine antara lain :
- Kelainan neurologis
- Kelainan sistemik
1
Gagal jantung, insufisiensi vena, diabetes melitus, gangguan tidur, abnormalitas
arginin vasopresin.
Konsumsi alkohol dan kafein berlebihan, kebiasaan makan yang buruk dan
konstipasi, gangguan mobilitas, kondisi psikologis.
3. PATOFISIOLOGI
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi
saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen
secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma
atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat
berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada
pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.
- Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau
bersin. Bisa juga disebabkan oleh kelainan di sekeliling daerah saluran kencing.
- Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.
- Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak
dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan.
2
1. Urinary stress incontinence
2. Urge incontinence
3. Total incontinence
4. Overflow incontinence
PATOFISIOLOGI (PATHWAY)
urgensi
nokturia
3
Kurang pengaetahuan Gangguan rasa nyaman Resiko kerusakan
integritas kulit
1. Sering berkemih: merupakan gejala urinasi yang terjadi lebih sering dari normal
bila di bandingkan denga pola yang lazim di miliki seseorang atau lebih sering
dari normal yang umumnya di terima, yaitu setiap 3-6 jam sekali.
2. Frekuensi: berkemih amat sering, dengan jumlah lebih dari 8 kali dalam waktu 24
jam.
3. Nokturia: malam hari sering bangun lebih dari satu kali untuk berkemih.
4. Urgensi yaitu keinginan yang kuat dan tiba-tiba untuk berkemih walaupun
penderita belum lama sudah berkemih dan kandung kemih belum terisi penuh
seperti keadaan normal.
4
5. Urge inkontinensia yaitu dorongan yang kuat sekali unuk berkemih dan tidak
dapat ditahan sehingga kadang–kadang sebelum sampai ke toilet urine telah
keluar lebih dulu.
Orang dengan inkontinensia urine mengalami kontraksi yang tak teratur pada
kandung kemih selama fase pengisian dalam siklus miksi. Urge inkontinensia
merupakan gejala akhir pada inkontinensia urine. Jumlah urine yang keluar pada
inkontinensia urine biasanya lebih banyak daripada kapasitas kandung kemih yang
menyebabkan kandung kemih berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Pasien dengan
inkontinensia urine pada mulanya kontraksi otot detrusor sejalan dengan kuatnya
keinginan untuk berkemih, akan tetapi pada beberapa pasien mereka menyadari
kontraksi detrusor ini secara volunter berusaha membantu sfingter untuk menahan urine
keluar serta menghambat kontraksi otot detrusor, sehingga keluhan yang menonjol
hanya urgensi dan frekuansi yaitu lebih kurang 80 %. Nokturia hampir ditemukan 70 %
pada kasus inkontinensia urine dan simptom nokturia sangat erat hubungannya dengan
nokturnal enuresis. Keluhan urge inkontinensia ditemukan hanya pada sepertiga kasus
inkontinensia urine
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Setelah buang air kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur
atau menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti
pengosongan kandung kemih tidak adekuat.
5
bila evaluasi awal didiagnosis belum jelas. Tes lanjutan tersebut adalah : Tes laboratorium
tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin, kalsium glukosa sitologi.
Tes urodinamik à untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian
bawah
Tes tekanan urethra à mengukur tekanan di dalam urethra saat istirahat dan saat
dianmis.Imaging à tes terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bawah.
2. Pemeriksaan penunjang
3. Laboratorium
Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan
fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.
Tes yang biasanya dilakukan adalah urinealisa (tes urine untuk menetukan apakah
gejalanya disebabkan oleh inkontinensia urine, atau masalah lain, seperti infeksi saluran
kemih atau batu kandung kemih). Bila urinealisa normal, seorang pemberi pelayanan
6
primer dapat menentukan untuk mengobati pasien atau merujuknya untuk pemeriksaan
gejala lebih lanjut.
Pada beberapa pasien, pemeriksaan fisik yang terfokus pada saluran kemih bagian
bawah, termasuk penilaian neurologis pada tungkai dan perineum, juga diperlukan.
Sebagai tambahan , pasien dapat diminta untuk mengisi buku harian kandung kemih
(catan tertulis intake cairan, jumlah dan seringnya buang air kecil, dan sensasi urgensi)
selama beberapa hari untuk mendapatkan data mengenai gejala. Bila setelah langkah tadi
diagnosis definitif masih belum dapat ditegakkan, pasien dapat dirujuk ke spesialis untuk
penilaian urodinamis. Tes ini akan memberikan data mengenai tekanan/ volume dan
hubungan tekanan/ aliran di dalam kandung kemih. Pengukuran tekanan detrusor selama
sistometri digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis overaktifitas detrusor.
6. KOMPLIKASI
7. PENATALAKSANAAN
Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang
keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu
dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.
7
2. Terapi non farmakologi
Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih
mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik
ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir).
Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul
secara berulang-ulang. Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut
adalah dengan cara :
- Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka, kemudian pinggul
digoyangkan ke kanan dan ke kiri ± 10 kali, ke depan ke belakang ± 10 kali, dan berputar
searah dan berlawanan dengan jarum jam ± 10 kali.
- Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan ± 10 kali.
Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup
dengan baik.
3. Terapi farmakologi
8
Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau
alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan
secara singkat.
4. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi,
bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe
overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi
urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan
prolaps pelvic (pada wanita).
5. Modalitas lain
o Pampers
Dapat digunakan pada kondisi akut maupun pada kondisi dimana pengobatan
sudah tidak berhasil mengatasi inkontinensia urin.
Namun pemasangan pampers juga dapat menimbulkan masalah seperti luka lecet
bila jumlah air seni melebihi daya tampung pampers sehingga air seni keluar dan
akibatnya kulit menjadi lembab, selain itu dapat menyebabkan kemerahan pada kulit,
gatal, dan alergi.
o Kateter
Kateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karena dapat
menyebabkan infeksi saluran kemih, dan juga terjadi pembentukan batu. Selain kateter
menetap, terdapat kateter sementara yang merupakan alat yang secara rutin digunakan
untuk mengosongkan kandung kemih. Teknik ini digunakan pada pasien yang tidak dapat
9
mengosongkan kandung kemih. Namun teknik ini juga beresiko menimbulkan infeksi
pada saluran kemih.
Seperti urinal, komod dan bedpan yang digunakan oleh orang usia lanjut yang
tidak mampu bergerak dan menjalani tirah baring. Alat bantu tersebut akan menolong
lansia terhindar dari jatuh serta membantu memberikan kemandirian pada lansia dalam
menggunakan toilet.
PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering terjadi pada kasus OAB adalah sering mengompol,
pola istirahat dan tidur terganggu karena sering terbangun.
10
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain
yang berhubungan dengan penyakit urologi.
e. Riwayat Psikososial
2. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan abdomen untuk mengevaluasi massa atau kumpulan cairan, yang dapat
mempengaruhi tekanan intra abdomen dan fungsi detrusor.
d. Pemeriksaan pelvis yang biasanya normal pada penderita overaktif kandung kemih,
untuk menilai adakah kontribusi dari gejala overaktif kandung kemih dan juga
pemeriksaan rectal harus dinilai.
e. Test penekanan akibat batuk, untuk menilai adakah inkontinensia akibat stress.
f. Estimasi volume residu setelah pengosongan baik melalui kateter atau ultrasound
pelvis, residu < 50 cc normal, residu 100 cc – 200 cc dianggap pengosongan kandung
kemih tidak sempurna.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinealisis dan kultur digunakan untuk menyingkirkan hematuria (karena tumor atau
batu pada traktus urenarius), glukosuria (yang mungkin menyebabkan peningkatan
frekuensi pengosongan), pyuria dan bakteriuria.
b. Test lanjutan.
11
Pemeriksaan sistoskopi
DIAGNOSA
5. Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine
6. Resiko Isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat mengompol
di depan orang lain atau takut bau urine
INTERVENSI
Intervensi :
12
3. Anjurkan klien melakukan latihan kegel
R/ Untuk mengencangkan otot di sekitar vagina, sehingga klien lebih mampu menahan keinginan
buang air kecil.
Kriteria hasil : klien mampu istirahat dan tidur dengan waktu yang cukup, klien
mengungkapkan sudah bisa tidur, klien mampu menjelaskan factor penghambat tidur.
Intervensi :
3. Batasi masukan cairan waktu malam hari dan berkemih sebelum tidur.
Kriteria Hasil : klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan,
mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alas an mengikuti prosedur tersebut,
13
mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan,
bekerjasama dengan pemberi informasi.
Intervensi :
2. Beri informasi yang akurat dan actual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindari
informasi yang tidak diperlukan.
R/ Mengetahui sampai sejauh mana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien
Diagnose 4: Resiko infeksi b.d inkontinensia, imobilitas dalam waktu yang lama.
Tujuan : Berkemih dengan urine jernih tanpa ketidaknyamanan, urinalisis dalam batas normal,
kultur urine menunjukkan tidak adanya bakteri.
Intervensi :
1. Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien inkontinensia, cuci
daerah perineal sesegera mungkin.
14
2. Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari (merupakan bagian
dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air besar. R: Kateter
memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran
perkemihan.
3. Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung, pemakaian
sarung tangan), bila kontak dengan cairan tubuh atau darah yang terjadi (memberikan
perawatan perianal, pengososngan kantung drainse urine, penampungan spesimen urine).
Pertahankan teknik asepsis bila melakukan kateterisasi, bila mengambil contoh urine dari
kateter indwelling.
4. Kecuali dikontraindikasikan, ubah posisi pasien setiap 2jam dan anjurkan masukan
sekurang-kurangnya 2400 ml / hari. Bantu melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
R: Asam urine menghalangi tumbuhnya kuman. Karena jumlah sari buah berri diperlukan
untuk mencapai dan memelihara keasaman urine. Peningkatan masukan cairan sari buah
dapat berpengaruh dalam pengobatan infeksi saluran kemih.
15
BAB III
TINJAUAN KASUS
KASUS
Ny.W (45 tahun) pensiunan guru, datang ke poliklinik dengan keluhan sering mengompol.
Dokter menanyakan riwayat persalinan Ny. W untuk memperoleh data selain data laboratorium.
Perawat menganjurkan Ny. W untuk melakukan kegel exercise karena melihat Ny. W tampak
tidak nyaman dengan kondisinya.
A. PENGKAJIAN
I. Identitas diri klien
Penanggung jawab
16
Nama : Ratih P
Umur : 30 tahun
Suku : sasak
17
Penglihatan
Klien mengatakat tidak ada ganguan pada penglihatanya
Pendegaran
Klien mengatakat tidak ada ganguan pada pendengarannya.
Pengecap
Klien mengatakat tidak ada ganguan pada pengecapnya
6. Pola persepsi diri
Klien selalu cemas akan penyakit yang di alaminya karena sering mengompol./
7. Pola seksualitas dan reproduksi
Klien merasa terganggu saat melakukan hubungan seksual dengan suami karena
klien sering mengompol.
8. Pola peran dan hubungan
Komunikasi klien dengan orang lain dan keluarga baik.
9. Sistem nilai dan keyakinan
Klien selalu melakukan kegiatan agama yang dianuti.
1. B1 (breathing)
2. B2 (blood)
3. B3 (brain)
Compas metis
4. B4 (bladder)
Warna urien klien kuning berbau menyengat dan klien sering mengompol dan tidak
dapat menahan urin.
5. B5 (bowel)
6. B6 (bone)
18
Klien mengatakan nyeri pada persedianya
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pengelompokkan Data
Data subjektif : klien mengatakan sering mengompol.
Data objektif : klien tampak tidak nyaman dengan kondisinya.
2. Analisa Data
NO SYMPTOM ETIOLOGI MASALAH
1 DS : klien mengeluh Kelainan traktus Gangguan eliminasi
sering mengompol urinearius bagian urin
DO :- klien tampak tidak bawah
nyaman dengan
kondisinya Infeksi
- klien berkemih >
12 kali perhari Saraf sfingter
- terganggu
19
3. DS : klien mengatakan Pola eliminasi urine Cemas
tidak tahu tentang terganggu
apa yang
dialaminya Sering mengompol
DO :- klien tampak tidak
mengerti dengan Kurang pengetahuan
kondisinya
4. DS : - klien mengatakan Peningkatan frekwensi Resiko harga diri
merasa malu karena berkemih rendah
sering mengompol
DO : - klien tampak Kurang pengetahuan
sering menyendiri tentang keadan
Cemas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan sering berkemih
2. Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan
3. Kurang pengetahuaan berhubungan dengan kurangnya informasi yang didapat.
C. INTERVENSI
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Gangguan pola Pola eliminasi normal. 1. Jelaskan 1. Meningkatkan
eliminasi urin KH: pada klien pengetahuan klien
20
berhubungan Klien dapat berkemih volunter. tentang sehingga klien
dengan sering perubahan kooperatif dalam
berkemih pola tindakan
eliminasi keperawatan.
2. Meminimalkan
rasa ingin
2. Hindari berkemih
minum 2 3. untuk
jam sebelum mengencangkan
tidur otot di sekitar
3.Anjurkann vagina, sehingga
klien klien lebih mampu
melakukan menahan
latihan kegel keinginan buang
air kecil.
21
mengungkap
kan
penyebab
gangguan 3. Mengurangi
tidur. frekuensi
berkemih pada
3. Batasi malam hari
masukan
cairan waktu
malam hari 4. Kafein dapat
dan merangsang untuk
berkemih sering berkemih
sebelum
tidur.
4. Batasi
masukan
minuman
yang
mengandung
kafein
Kurang Tujuan : supaya pengetahuan 1. Tentukan 1. Memungkinkanny
pengetahuaan klien tentang kondisinya persepsi a dilakukan
berhubungan bertambah. klien tentang pembenaran
dengan kondisinya terhadap
kurangnya KH : klien dapat mengatakan kesalahan persepsi
informasi yan secara akurat tentang diagnosis dan konsepsi serta
didapat dan pengobatan, mengikuti kesalahan
prosedur dengan baik dan pengertian.
menjelaskan tentang alas an 2. Beri 2. Membantu klien
mengikuti prosedur tersebut, informasi dalam memahami
mempunyai inisiatif dalam yang akurat proses penyakit
22
perubahan gaya hidup dan dan actual.
berpartisipasi dalam pengobatan, Jawab
bekerjasama dengan pemberi pertanyaan
informasi. secara
spesifik,
hindari
informasi 3. Membantu klien
yang tidak dan keluarga
diperlukan. dalam membuat
3. Berikan keputusan
bimbingan pengobatan.
kepada klien
atau
keluarga
sebelum
mengikuti
prosedur 4. Mengetahui
pengobatan, sampai sejauh
terap, dan mana pemahaman
komplikasi. klien dan keluarga
4. Anjurkan mengenai
klien untuk penyakit klien
memberikan
unpan balik
verbal dan
mengkoreksi
miskonsepsi
tentang
penyakitnya
23
dengan kurang proses keperawatan diharapkan klien.
pngetahuan keluarga dan pasien tidak cemas.
KH: 2. Jelaskan Mengurangi faktor
penyebab kecemasan
a. Monitor intensitas seluruh
kecemasan.
prosedur
b. Menyingkirkan pada
tanda kecemasan.
klien/keluarg
c. Menggunakan a dan
teknik relaksasi untuk
perasaan
mengurangi kecemasan.
yang
mungkin
muncul pada
saat Mengetahui respon
klien terhadap cemas
melakukan
tindakan.
3. Kaji tingkat
kecemasan
dan reaksi
fisik pada Mengalihkan perhatian
klien ke aktivitas yang
tingkat
dilakukan
kecemasan.
4. Sediakan
aktivitas
untuk
mengurangi
kecemasan.
24
D. IMPLEMENTASI
25
mengungkapkan menghindarinya.
sudah bisa tidur,
klien mampu 2. Memberikan 2. Menentukan
menjelaskan factor kesempatan rencana untuk
penghambat tidur. klien untuk mengatasi
mengungkapkan gangguan.
penyebab
gangguan tidur.
3. Membatasi 3. Mengurangi
masukan cairan frekuensi
waktu malam berkemih pada
hari dan malam hari
berkemih
sebelum tidur.
4. Membatasi
masukan 4. Kafein dapat
minuman yang merangsang untuk
mengandung sering berkemih
kafein
Kurang Tujuan : supaya 1. Menentukan 1. Memungkinkannya
pengetahuan pengetahuan klien persepsi klien dilakukan
berhubungan tentang kondisinya tentang pembenaran
dengan kurangnya bertambah. kondisinya terhadap kesalahan
informasi yang persepsi dan
didapat. KH : klien dapat konsepsi serta
mengatakan secara kesalahan
akurat tentang pengertian.
diagnosis dan 2. Memberi 2. Membantu klien
pengobatan, informasi yang dalam memahami
mengikuti prosedur akurat dan proses penyakit
26
dengan baik dan actual. Jawab
menjelaskan pertanyaan
tentang alas an secara spesifik,
mengikuti prosedur hindari
tersebut, informasi yang
mempunyai tidak diperlukan.
inisiatif dalam 3. Berikan 3. Membantu klien
perubahan gaya bimbingan dan keluarga
hidup dan kepada klien dalam membuat
berpartisipasi atau keluarga keputusan
dalam pengobatan, sebelum pengobatan.
bekerjasama mengikuti
dengan pemberi prosedur
informasi. pengobatan,
terap, dan
komplikasi.
4. Anjurkan klien 4. Mengetahui
untuk sampai sejauh
memberikan mana pemahaman
unpan balik klien dan keluarga
verbal dan mengenai
mengkoreksi penyakit klien
miskonsepsi
tentang
penyakitnya
27
E. EVALUASI
BAB IV
PENUTUP
28
A. KESIMPULAN
Sistem urinaria adalah suatu system tempat terjadinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat
yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut
dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih).
Inkontinensia urine merupakan suatu jenis urge incontinence (keluarnya urine secara
tidak sadar, terjadi ketika tekanan kandung kemih melebihi tekanan uretra selama fase
pengisian) yang dihubungkan dengan keinginan kuat untuk buang air kecil dan berhubungan
dengan overaktif otot detrusor.
Kegel exercises adalah suatu rangkaian latihan yang didisain untuk memperkuat
otot-otot dasar panggul. Banyak wanita dengan inkontinensia urin dapat mengurangi
keluarnya air seni saat batuk, tertawa, bersin atau aktivitas lainnya melalui latihan pada otot-
otot dasar panggul. Latihan ini disebut Kegel exercises.
B. SARAN
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dalam dunia pendidikan, maka
penulius dapat menyampaikan saran sebagai berikut :
29
LAMPIRAN
A. KEGEL EXERCISE
30
Gambar: contoh gerakan latihan kegel
31
Kegel exercises adalah suatu rangkaian latihan yang didisain untuk memperkuat otot-otot
dasar panggul. Banyak wanita dengan inkontinensia urin dapat mengurangi keluarnya air seni
saat batuk, tertawa, bersin atau aktivitas lainnya melalui latihan pada otot-otot dasar panggul.
Latihan ini disebut Kegel exercises.
Dr.Arnold Kegel mengembangkan Kegel exercises tahun 1948 sebagai suatu metode
untuk mengendalikan inkontinensia (ketidakmampuan menahan air seni) pada wanita setelah
melahirkan. Latihan ini sekarang direkomendasikan pada:
• Wanita dengan inkntinensia urin karena stress
• Pria dengan inkontinensia urin setelah operasi prostat
• Sesorang dengan gangguan inkontinensia faeses
Kegel exercises memperkuat otot-otot dasar panggul untuk meningkatkan fungsi spinter
uretra dan rectum. Keberhasilan latihan ini tergantung pada teknik yang benar dan program
latihan yang teratur.
32
seringkali membuat wanita kencing dan buang air tanpa sengaja (misalnya saat batuk atau
bersin).
Latihan Kegel yang dilakukan secara rutin setiap hari, akan meningkatkan elastisitas otot-
otot panggul. Pada saat melahirkan, otot-otot di panggul bawah akan meregang. Proses
peregangan ini pada kebanyakan wanita tidak cukup untuk mengakomodasi pengeluaran kepala,
atau kalau pun dapat, membutuhkan waktu yang lama. Dokter atau bidan yang membantu
persalinan akan memotong otot (yang disebut episiotomi) di antara vagina dan rektum (anus)
untuk memperluas jalan lahir, sehingga bayi dapat keluar dengan mudah dan juga untuk
mencegah robekan yang tidak diinginkan. Setelah proses pelahiran, luka tersebut harus dijahit
kembali. Pada otot yang elastisnya bagus, otot dapat meregang dengan maksimal sehingga tidak
robek dan tidak perlu dilakuka episiotomi.
33
duduk, atau saat berjalan di escalator. Intinya, senam kegel bisa dilakukan dan dijadikan
kebiasaan positif kapanpun juga.
Untuk hasil terbaik, senam kegel perlu dilakukan secara konstan setiap hari. Hasilnya
tidak akan didapat dalam waktu sehari. Kebanyakan orang akan merasakan perubahan setelah 3
atau 4 minggu dengan berlatih beberapa menit setiap hari. Baik wanita maupun pria akan
merasakan perubahan menakjubkan dengan kenikmatan saat senggama dan orgasme lebih
intensif.
Teknik senam kegel ini dapat dilakukan selama 6 detik, dan anda dapat menghitung 1, 2 , 3
sampai 6 detik untuk menghitung saat melakukan latihan ini.
1. Kontraksi perlahan (hitung 1 detik )
2. Tetap kontraksi ( detik ke 2 )
3. Tetap kontraksi ( detik ke 3 )
4. Tetap kontraksi ( detik ke 4 )
5. Kontraksikan sekuat mungkin ( detik ke 5 )
6. Rileks ( detik ke 6 ) sebelum mulai langkah pertama kembali.
Anda dapat melakukan langkah tersebut selama kurang lebih 20 menit setiap hari. Dan alternatif
lain yang lebih efektif dengan tahapan langkah tambahan sebagai berikut:
1-5. sama seperti diatas
6. Rileks 5 detik
7. Kontraksikan dengan cepat dan keras
8. Rileks (cepat)
9. Kontraksi (cepat)
10. Rileks (cepat)
11. Kontraksi (cepat)
12. Rileks beberapa detik dan mulai lagi pada nomor 1.
34
1. Kontraksi perlahan 5 detik
2. Kontraksi lebih keras 5 detik
3. Kontraksi sekuat mungkin 5 detik
4. Rileks 5 detik dan ulangi langkah 1
Anda bisa juga mencoba ‘teknik elevator’. Kencangkan otot panggul, lalu secara bertahap
lepaskan seperti lift yang turun dari lantai empat dan berhenti di setiap lantai. Ulangi sampai 10
kali sehari.
Pendapat yang salah: Beberapa orang merasa bahwa mereka dapat mempercepat
peningkatan dengan cara penambahan jumlah pengulangan dan frekuensi latihan. Meskipun
demikian, latihan yang berlebihan sebaliknya dapat membuat otot melemah dan meningkatkan
masalah ngompol. Jika anda merasa kurang nyaman pada perut dan punggung ketika melakukan
latihan ini, kemungkinan anda melakukannya dengan cara yang salah.
B. SISTEM RUJUKAN
1. Definisi
35
Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu system jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbale-balik atas masalah yang
timbul, baik secara vertical maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten,
terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi
2. Tujuan
Tujuan system rujukan adalah Untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi
pelayanan kesehatan secara terpadu
Tujuan system rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat terselamatkan, dengan
demikian dapat menurunkan AKI dan AKB
4. Jenis Rujukan
Rujukan medic yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul
baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih berwenangdan mampu menangani
secara rasional. Jenis rujukan medic antara lain:
36
2) Transfer of specimen. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang
lenih lengkap.
3) Transfer of knowledge / personal. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
meningkatkan mutu layanan setempat.
Rujukan kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke
fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah rujukan uang menyangkut masalah kesehatan
yang sifatnyapencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan ini
mencakup rujukan teknologi, sarana dan opersional
5. Jalur Rujukan
Dalam kaitan ini jalur rujukan untuk kasus gawat darurat dapat dilaksanakan sebagai berikut :
Dari Kader
1) Puskesmas pembantu
Dari Posyandu
1) Puskesmas pembantu
37
4) Rumah sakit pemerintah / swasta
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta
6. Persiapan rujukan
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan , disingkat “BAKSOKU” yang
dijabarkan sebagai berikut :
A (alat) : bawa perlengkapan dan bahan – bahan yang diperlukan, seperti spuit, infus set,
tensimeter, dan stetoskop
K (keluarga) : beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alas an mengapa ia
dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus menerima Ibu (klien) ke tempat rujukan.
S (surat) : beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien), alasan rujukan, uraian
hasil rujukan, asuhan, atau obat – obat yang telah diterima ibu (klien)
K (kendaraan) : siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu (klien) dalam
kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat
U (uang) : ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli
obat dan bahan kesehatan yang di perlukan di temapat rujukan
8. Mekanisme rujukan
Menetukan kegawatdaruratan pada tingkat kader, bidan desa, pustu dan puskesmas
Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri maka segera dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan terdekat karena mereka belum dapat menetapkan tingkat kegawatdaruratan
Tenaga kesehatan harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui. Sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus menentukan kasus mana yang boleh
ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai
kewenangan terdekat, termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan
dan kemampuan penderita.
39
2. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang ditunju melalui telepon atau radio
komunikasi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
3. Persiapan penderita
Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki terlebih dahulu. Keadaan umum ini
perlu dipertahankan selama dalam perjalanan, Surat rujukan harus dipersiapkan si=esuai dengan
format rujukan dan seorang bidan harus mendampingi penderita dalam perjalanan sampai ke
tempat rujukan.
Pengiriman penderita
1) Untuk penderita yang telah dikembalikan dan memrlukan tindak lanjut, dilakukan tindakan
sesuai dengan saran yang diberikan.
2) Bagi penderita yang memerlukan tindak lanjut tapi tidak melapor, maka dilakukan kunjungan
rumah.
masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
41