Anda di halaman 1dari 25

Percobaan 2

Pemisahan dan Pemurnian Zat Padat


Rekristalisasi dan Titik leleh

I. Tujuan percobaan
1. Melakukan kalibrasi termometer yang digunakan dengan cara
panas
2. Melakukan pemurnian asam benzoat melalui proses rekristalisasi
3. Melakukan pemurnian kamfer melalui proses sublimasi

II. Prinsip percobaan


1. Kalibrasi termometer yaitu pengukuran kelayakan dan akurasi
pada termometer berdasarkan pemuaian air raksa pada suhu
tertinggi
2. Rekristalisasi yaitu pemurnian zat padat dari pengotornya
berdasarkan perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan
dengan komponen lainnya
3. Sublimasi yaitu pemurnian zat padat dari pengotornya
berdasarkan perbedan suhu dan perbedaan tekanan uap relatif
tinggi
III. Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini meliputi termometer, klem
tabung, batu didih, gelas kimia, pembakar bunsen, batang pengaduk,
corong, kertas saring, corong buchner yang disertai alat isap, spatula,
neraca analitik, kaca arloji, dan cawan porselen.

Bahan yang digunakan pada percobaan ini meliputi aquadest, asam


benzoat, kamfer, karbon (norit) dan es batu.
IV. Teori
Alat ukur volume merupakan bagian dari perangkat peralatan yang
digunakan dalam praktikum kimia analitik. Alat ukur volume yang
dikalibrasi meliputi buret, pipet mohr, pipet volumetrik, dan labu takar.
Buret merupakan alat ukur volume yang bisa memindahkan beberapa
volume sampai kapasitas maksimumnya. Pipet merupakan alat ukur
volume yang bisa memindahkan suatu volume dari suatu wadah ke wadah
lainnya. (Morris, 2001)

Kalibrasi thermometer berfungsi untuk memverifikasi, artinya


mengetahui apakah thermometer sesuai atau tidak dengan standar.
(Marina, 2012)

Menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 dan Vocabulary of


International Metrology (VIM), kalibrasi adalah kegiatan yang
menghubungkan nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau nilai
yang diwakili oleh bahan ukur dengan nilai-nilai yang sudah diketahui
tingkat kebenarannya (yang berkaitan dengan besaran yang diukur).

Pemanasan yang dilakukan tehadap senyawa organik akan


menyebabkan terjadinya perubahan. Zat padat sebagai hasil reaksi
biasanya bercampur dengan zat padat lain. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan zat-zat padat yang kita inginkan, perlu dimurnikan terlebih
dahulu. Prinsip proses ini adalah perbedaan kelarutan zat pengotornya.
Rekristalisai dapat dilakukan dengan cara melarutkan cuplikan kedalam
pelarut yang sesuai (Underwood, 2002)

Pemisahan dan pemurnian adalah proses pemisahan dua zat atau


lebih yang saling bercampur serta untuk mendapatkan zat murni dari suatu
zat yang telah tercemar atau tercampur. Campuran adalah setiap contoh
materi yang tidak murni, yaitu bukan sebuah unsur atau sebuah senyawa.
Susunan suatu campuran tidak sama dengan sebuah zat, dapat bervariasi,
campuran dapat berupa homogen dan heterogen. (Ralph, 1996)

Macam-macam pemurnian zat padat :


a. Filtrasi
Biasanya filtrasi alami yang digunakan, misalnya sampel yang akan
disaring dituang kecorong yang didasarnya ditaruh kertas saring. Fraksi
cairan melewati kertas saring dan padatan tinggal diatas kertas saring. Bila
sampel cairan terlalu kental, filtrasi dilakukan dengan penghisapan.
Digunakan alat khusus untuk mempercepat filtrasi dengan menvakumkan
penampung filtrat yang digunakan. Filtrasi dengan penghisapan tidk cocok
bila cairannya adalah pelarut organic mudh menguap. Dalam kasus ini,
tekanan perharus diberikan pada permukaan cairan atau larutan.
b. Ekstraksi
Ekstraksi mempunyai peranan yang penting dalam laboratorium dan
teknik. Di dalam laboratorium ekstraksi pelarut digunakan untuk
mengambil zat-zat terlarut dalam air dengan menggunakan pelarut organic
yang tidak bercampur dengan fase air seperti : eter, kloroform, dan
benzene. Ekstraksi pelarut juga digunakan untuk memekatkan suatu spesi
yang dalam larutan air terlalu encer untuk dianalisa. Dalam industri,
umumnya ekstraksi pelarut digunakan dalam analisis untuk memurnikan
zat-zat dari pengotor yang tidak diinginkan dalam hasil. Berdasarkan
bentuk campuran yang diekstraksi, salah satu contoh ekstraksi adalah
Ekstraksi padat-cair, zat yang diekstraksikan terdapat didalam campuran
yang berbentuk padatan (Estein, 2005)
c. Dekantasi (pengendapan).
Salah satu jenis reaksi umumnya berlangsung dalam larutan berair
adalah reaksi pengendapan yang cirinya adalah terbentuknya produk yang
tidak larut, atau endapan. Endapan adalah padatan tak larut yang terpisah
dari larutan. Rekasi pengendapan biasanya melibatkan senyawa-senyawa
ionik.
d. Rekristalisasi
Metode ini cukup sederhana, material padatan ini terlarut dalam
pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat dengan titik didih
pelarutnya) untuk mendapatkan larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika
larutan panas perlahan didinginkan, Kristal akan mengendap karna
kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan
pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak
terlalu tinggi untuk mencapai jenuh.
Kristal dapat terbentuk karena suatu larutan dalam keadaan atau
kondisi lewat jenuh (supersaturated). Kondisi tersebut terjadinya karena
pelarut sudah tidak mampu melarutkan zat terlarutnya, atau jumlah zat
terlarut sudah melebihi kapasitas pelarut. Sehingga kita dapat memaksa agar
kristal dapat terbentuk dengan cara mengurangi jumlah pelarutnya, sehingga
kondisi lewat jenuh dapat dicapai. Proses pengurangan pelarut dapat
dilakukan dengan empat cara yaitu, penguapan, pendinginan, penambahan
senyawa lain dan reaksi kimia. (zulfikar, 2011)

Kristalisasi Merupakan suatu metode untuk pemurnian zat dengan


pelarut dan dilanjutkan dengan pengendapan. Dalam kristalisasi senyawa
organik dipengaruhi oleh pelarut. Pelarut kristalisasi merupakan pelarut
dibawa oleh zat terlarut yang membentuk padatan dan tergantung dalam
struktur kristal – kristal zat terlarut tersebut. (Oxtoby, 2001)

Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari


larutan atau leburan dari material yang ada. Sebenarnya rekristalisasi
hanyalah sebuah proses lanjut dari kristalisasi. Apabila kristalisasi (dalam
hal ini hasil kristalisasi) memuaskan rekristalisasi hanya bekerja apabila
digunakan pada pelarut pada suhu kamar, namun dapat lebih larut pada suhu
yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat tidak murni dapat menerobos
kertas saring dan yang tertinggal hanyalah kristal murni. (Fessenden, 1983)
Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari
campuran atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan
kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut (solven) yang sesuai
atau cocok. Ada beberapa syarat agar suatu pelarut dapat digunakan dalam
proses kristalisasi yaitu memberikan perbedaan daya larut yang cukup besar
antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor, tidak meninggalkan zat
pengotor pada kristal dan mudah dipisahkan dari kristalnya. (Rositawati,
2013)

Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat


yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau pencemarnya.
Larutan yang terbentuk dipisahkan satu sama lain, kemudian zat yang
diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya (mencapai kondisi
supersaturasi atau larutan lewat jenuh). Secara teoris ada 4 metode untuk
menciptakan supersaturasi dengan mengubah temperatur, menguapkan
solven, reaksi kimia dan mengubah komposisi solven (Rositawati, 2013).

Jenis pelarut merupakan peranan terpenting pada proses kristalisasi


karena pelarutan merupakan faktor penting pada proses kristalisasi.
Kelarutan suatu komponen dalam pelarut ditentukan oleh polaritas
masing-masing. Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut
non polar akan melarutkan senyawa non polar.
Kriteria pelarut yang baik untuk rekristalisasi :
1. Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan direkristalisasi.
2. Zat padatnya harus mempunyai kelarutan terbatas, atau relatif
tidak larut dalam pelarut pada suhu kamar atau suhu kristalisasi.
3. Zat padatnya harus mempunyai kelarutan yang tinggi dalam suhu
didih pelarutnya.
4. Titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan
direkristalisasi.
5. Zat pengotor yang tidak diinginkan harus sangat larut dalam
pelarut pada suhu kamar, atau tidak larut dalam pelarut panas.
6. Pelarut harus cukup volatile (mudah menguap) sehingga mudah
untuk dihilangkan setelah zat padat yang diinginkan telah
terkristalisasi.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kelarutan :


 Jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut.
Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar ionik
begitupun sebaliknya
 Ukuran Zat Terlarut
Zat terlarut dengan ukuran partikel kecil (serbuk) lebih mudah
melarut dibandingkan dengan zat terlarut yang berukuran
besar. Pada zat terlarut berbentuk serbuk, permukaan sentuh
antara zat terlarut dengan pelarut semakin banyak. Akibatnya,
zat terlarut berbentuk serbuk lebih cepatlarut dari pada zat
terlarut berukuran besar
 Pengadukan menyebabkan partikel-partikel antara zat terlarut
dengan pelarut akan semakin sering untuk bertabrakan. Hal ini
menyebabkan proses pelarutan menjadi semakin cepat.
 pH
Suatu zat asam lemah atau basa lemah akan sukar terlarut,
karena tidak mudah terionisasi. Semakin kecil pKanya maka
suatu zat semakin sukar larut, sedangkan semakin besar pKa
maka suatu zat akan akan mudah larut
 Suhu
Kenaikan temperatur akan meningkatkan kelarutan zat yang
proses melarutnya melalui penyerapan panas/kalor (reaksi
endotermik) dan akan menurunkan kelarutan zat yang proses
melarutnya dengan pengeluaran panas/kalor (reaksi
eksotermik) (Lund, 1994).
Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan
kristal :
 Derajat lewat jenuh.
 Jumlah inti yang ada, atau luas permukaan total dari kristal yang
ada.
 Pergerakan antara larutan dan kristal.
 Viskositas larutan.
 Jenis serta banyaknya pengotor. (Handojo, 1995)

Sublimasi sangat mirip dengan proses distilasi. Istilah distilasi


digunakan untuk perubahan dari cairan menjadi uap setelah mengalami
pendinginan berubah menjadi cairan atau padatan. Sedangkan sublimasi
adalah proses dari perubahan bentuk padatan langsung menjadi uap tanpa
melalui bentuk cair dan setelah mengalami pendinginan langsung
terkondensasi menjadi padatan kembali. (Sunardi, 2004).

Naftalen (zat yang dibuat untuk membuat kamper) mempunyai


tekanan uap yang cukup tinggi untuk suatu padatan,jadi uapaya yang cepat
menyebar dalam ruangan tertutup secara umum, karena molekul-molekul
terikat kuat dalam padatan, tekanan uap dalam padatan jauh lebih kecil
daripada tekanan uap cairannya (Chang, 2004 : 16-17).
Material Safety Data Sheet (MSDS)/ Lembar kerja Keselamatan Bahan.
a. Asam Benzoat (C6H5COOH)

 Organoleptis: Padatan, berwarna putih, tidak berbau, tidak memiliki


informasi rasa
 Sifat Fisikokimia
Titik Didih : 249,2°C
Titik Leleh : 122,40C
Densitas : 1,44 g/cm3
 Efek terhadap kesehatan :
Berbahaya jika tertelan, terhirup, mengirittasi kulit, mengiritasi mata,
beracun untuk paru-paru, sistem saraf, membran mukosa, paparan
berulang dan berkepanjangan akan menghasilkan kerusakan organ.
Efek yang ditimbulkan seperti efek iritan, diare, mual, muntah,
kelainan usus.
 Pertolongan pertama :
1. Terhirup : pindahkan korban ke area berudara segar
2. Terkena kulit : cuci dengan air sabun dan bilas dengan air
bersih. Jika kontak dengan kulit serius, maka cuci dengan sabun
dan tutup dengan cream antimikroba.
3. Terkena mata : cuci dengan air bersih, alirkan dengan air
minimal selama 15 menit.
4. Tertelan : korban diberi air putih (dua gelas paling banyak)

b. Naftalen/ Kamfer (C10H8)


 Organoleptis: Padatan berupa kristal, berwarna putih, bau khas
aromatik, tidak memiliki informasi rasa.
 Sifat Fisikokimia
Titik Lebur : 1800C
Titik Didih : 2180C
Titik Leleh : 80, 260C
Densitas : 1,162 g/cm3 (Air=1)
 Efek terhadap kesehatan: menyebabkan iritasi pda kulit, iritasi mata
yang serius, iritasi pada saluran pernafasan
 Pertolongan pertama:
1. Terhirup: pindahkan korban ke area berudara segar
2. Terkena kulit: tinnggalkan semua pakaian yang terontaminasi
dan bilas kulit dengan air atau pancuran air
3. Terkena mata: bilas dengan air yang banyak
4. Tertelan: korban diberi air putih (dua gelas paling banyak)

c. karboadsorben (norit)

 Organoleptis : Padatan halus berwarna hitam, tidak memiliki bau,


sedikit bau sulfur jika dalam keadaan basah.
 Sifat Fisikokimia
Titik Leleh : 3500°C
Titik Didih : - Tidak Berlaku
Densitas : - Tidak tersedia informasi
 Efek terhadap kesehatan : tidak beracun dan tidak menyebabkan
iritasi pada kulit tetapi menyebabkan iritasi secara fisik jika terkena
magta
 Pertolongan pertama:
1. Terhirup: pindahkan korban ke area berudara segar
2. Terkena kulit: tinnggalkan semua pakaian yang terontaminasi
dan bilas kulit dengan air atau pancuran air
3. Terkena mata: bilas dengan air yang banyak
4. Tertelan: korban diberi air putih (dua gelas paling banyak)
V. Prosedur
1. Kalibrasi termometer
Kedalam tabung reaksi besar, dimasukkan aquades sebanyak 10
mL dan 2 buah batu didih. Kemudian tabung reaksi tersebut
kemudian di klem tegak lurus lalu dipanaskan perlahan diatas spirtus
sampai mendidih. Setelah mendidih, diletakkan termometer pada uap
diatas air mendidih. Kemudian dicatat suhu awal dan akhir yang
tertera pada termomter tersebut.

2. Rekristalisasi
Kedalam neraca analitik, dimasukkan asam benzoat kotor untuk
ditimbang sebanyak 2 gram. Asam benzoat yang telah ditimbang,
dimasukkan kedalam gelas kimia 100 mL dan dihaluskan dengan
spatula. Kedalam gelas kimia tersebut kemudian dimasukkan pelarut
(air panas) yang dalam keadaan panas sampai asam benzaot tepat
larut. Setelah semua senyawa larut, kedalam gelas kimia tersebut
dimasukkan sedikit berlebih pelarut panas. Campuran tersebut
kemudian di didihkan diatas kasa asbes dengan pembakar bunsen.
Campuran tersebut diaduk terus sampai asam benzoat benar-benar
larut lalu ditambahkan sedikit arang (charcol) dan diaduk kemudian
di didihkan. Disiapkan corong penyaring kaca yang sudah
dipanaskan dan dilengkapi dengan kertas saring. Untuk menampung
filtrat panas, digunakan gelas kimia bersih. Dalam keadaan panas,
larutan tersebut kemudian dituangkan kedalam/keatas corong
sesegera mungkin. Filtrat dibiarkan dingin dengan cara merendam
dalam air es dan dengan tidak diganggu atau diguncang. Ketika
semua kristal sudah terbentuk dan terpisah, dilakukan penyaringan
kristal dengan menggunakan corong buchner yang sudah dilengkapi
dengan peralatan isap. Kedalam corong buchner, kristal dicuci
dengan sedikit pelarut dingin dengan cara disemprot. Keatas kertas
saring lebar dan kering, kristal tadi ditebarkan. Kristal kering
tersebut kemudian ditimbang dan ditentukan titik lelehnya dengan
cara kapiler (Thiele atau melting block).

3. Sublimasi
Kedalam cawan porselen dimasukkan 1 gram serbuk kamper
kotor. Cawan kemudian ditutup dengan menggunakan kaca arloji
hingga tertutup rapat. Dibagian atas kaca arloji diletakkan beberapa
potong es. Cawan beserta kaca arloji tersebut kemudian dipanaskan
dengan api kecil. Kristal yang menempel di kaca dikumpulkan,
ditimbang, dan ditentukan titik lelehnya.
VI. Pengamatan
1. Kalibrasi termometer
Pada percobaan kalibrasi termometer skala awal yang tercatat
pada termometer 34°C dan setelah dilakukan kalibrasi cara panas
didapat skala 100°C
Percobaan Skala awal Skala akhir
1 34°C 100°C

2. Rekristalisasi
Setelah dihasilkan kristal melalui proses rekristalisasi dilakukan
penentuan titik leleh dimana suhu saat kristal meleleh pertama
yaitu 110°C dan pada saat kristal mencair pada suhu 112°C
Suhu (T1) Suhu Keterangan
1 110°C Meleleh
2 112°C Mencair

 Perhitungan
a. Bobot kertas saring kosong = 1,03 g
b. Bobot kertas saring+kristal = 2,81 g
c. Bobot kristal = (2,81-1,03) g
= 1,78 g

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖


Persen Rendemen = 𝑥100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
1,78 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥100% = 89%
2 𝑔𝑟𝑎𝑚
3. Sublimasi
Setelah dihasilkan kristal melalui proses sublimasi dilakukan
penentuan titik leleh dimana suhu saat kristal meleleh pertama
yaitu 68°C dan pada saat kristal mencair pada suhu 80°C

Suhu (T1) Suhu Keterangan


1 68°C Meleleh
2 80°C Mencair

 Perhitungan
d. Bobot kertas saring kosong = 0,48 g
e. Bobot kertas saring+kristal = 1,21 g
f. Bobot kristal = (1,21-0,48) g
= 0,73 g

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖


Persen Rendemen = 𝑥100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,73 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥100% = 73%
2 𝑔𝑟𝑎𝑚
VII. Pembahasan

Pada kalibrasi termometer, dilakukan percobaan berdasarkan prinsip


mengukur kelayakan dan akurasi termometer dengan mengukur skala pada
suhu terendah dan pada suhu tetinggi, namun pada percobaan kali ini hanya
dilakukan berdasarkan pada skala suhu tertinggi dengan cara panas. Alat-
alat yang dikalibrasi merupakan alat-alat yang mempunyai tingkat
presisi/akurasi yang tinggi seperti termometer, gelas ukur, pipet volume,
neraca, alat spektrofotometri, HPLC. Agar memberikan ketepatan pada saat
alat tersebut digunakan.

Kalibrasi termometer merupakan suatu metode yang digunakan


untuk mengetahui kelayakan fungsi dari suatu termometer. Pada percobaan
ini termometer diposisikan pada uap diatas air panas, hal tersebut
dikarenakan kenaikan suhu pada termometer akan cepat sehingga akan lebih
cepat panas. Ketika memanaskan yang terdapat dalam tabung reaksi, tidak
boleh terlalu mendidih ini dikarenakan jika airnya terlalu mendidih, akan
terjadi bumping (airnya keluar dari tabung reaksi). Untuk meminimalkan
terjadinya bumping pada saat pemanasan, ditambahkanlah beberapa potong
batu didih yang dimasukkan kedalam tabung reaksi tersebut. Setelah diamati
pada termometer tersebut skala yang terbaca oleh termometer lama
kelamaan menjadi naik. Hasil yang diperoleh dari kalibrasi termometer cara
panas ini menunjukan adanya kenaikan suhu dari 30°C menjadi 100°.
Prinsip dari kalibrasi termometer sendiri adalah terjadi pemuaian air raksa
pada termometer sehingga terjadi kenaikan suhu mencapai titik tertingginya
yaitu 100°C. Hal ini menunjukan termometer yang dikalibrasi layak untuk
digunakan karena, terrmometer dinyatakan layak pakai apabila skala yang
terbaca pada suhu tertinggi yaitu 100°C.

Kalibrasi thermometer berfungsi untuk memverifikasi, artinya


mengetahui apakah thermometer sesuai atau tidak dengan standar. (marina,
2012)
Percobaan selanjutnya praktikan melakukan reskristalisasi asam
benzoat. Rekristalisasi merupakan salah satu pemurnian zat padat dimana
zat padat hasil reaksi organik tercampur dengan zat padat lain, prinsipnya
proses ini mengacu pada perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan kelarutan zat pencampurnya (pengotor), larutan yang
dipisahkan satu sama lain itu kemudian larutan zat yang dinginkan
dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali dengan cara
menjenuhkannya.

Dalam proses rekristalisasi, pemilihan pelarut yang tepat sangatlah


berpengaruh terhadap hasil akhir. Pelarut yang tepat adalah tidak bereaksi
dengan zat padat yang akan direkristalisasi, zat padatnya harus mempunyai
kelarutan terbatas, atau relatif tidak larut dalam pelarut pada suhu kamar
atau suhu kristalisasi, zat padatnya harus mempunyai kelarutan yang tinggi
dalam suhu didih pelarutnya, titik didih pelarut tidak melebihi titik leleh zat
padat yang akan direkristalisasi, pelarut harus cukup volatile (mudah
menguap) sehingga mudah untuk dihilangkan setelah zat padat yang
diinginkan telah terkristalisasi. Dalam keadaan kesetimbangan,
pembentukan kristal yang dihasilkan akan mencapai titik optimum. Prinsip
pemisahan pada teknik kristalisasi ini didasarkan pada perbedaan kelarutan
zat – zat padat dalam pelarut tertentu, dan sifat dari suatu zat padat yang
akan lebih larut dalam pelarut panas dibanding dengan pelarut dingin.

Dalam percobaan ini, digunakan 2 gram asam benzoat sebagai bahan


uji . Asam benzoat yang ditimbang dihaluskan terlebih dahulu, tujuan dari
penghalusan asam benzoat ini adalah memperbesar luas permukaan dari
asam benzoat yang kontak dengan pelarut sehingga asam benzoat menjadi
lebih larut dalam pelarut air. Pemilihan pelarut pada proses rekristalisasi
sangatlah berpengarauh, maka dari itu pada percobaan ini pelarut yang
digunakan adalah air, karena air merupakan pelarut yang memasuki kriteria
syarat pelarut dalam proses rekrisalisasi, diantarnya tidak beraksi dengan zat
padat yang akan dimurnikan, tidak melarutkan pada suhu kamar tetapi
melarutkan pada suhu didihnya. Dalam pelarutan asam benzoat, asam
benzoat dicampur dengan aqua yang benar-benar mendidih supaya cepat
larut karena asam benzoat memiliki kelarutan mudah larut dalam alkohol
dan sukar larut dalam air sehingga pelarut yang digunakan adalah air yang
benar benar mendidih agar asam benzoat menjadi larut dan menghasilkan
larutan yang jenuh. Larutan jenuh adalah jumlah zat terlarut sama dengan
jumlah pelarut. Dalam proses pelarutan dilakukan dalam keadaan panas
karena suatu zat padat yang memiliki moleku-molekul dalam bentuk kisi
yang teratur dan diikiat oleh gaya gravitasi dan elektrostatik yang ketika
dipanaskan energi kinetik dari molekul tersebut akan naik hal ini akan
mengakibatkan molekul bergetar yang akhirnya pada suhu tertentu ikatan
antar molekul tersebut akan terlepas sehingga akan menjadi larut. Larutan
dibiarkan mendidih lalu ditambahkan dengan setengah sepatel norit kedalam
campurannya. Norit ini memiliki sifat adsorben. Adsorben adalah sifat dari
suatu senyawa yang dapat menyerap pengotor. Penambahan norit tidak
masalah jika selama penambahannya tidak berlebihan karena penambahan
norit yang berlebihihan norit akan menyerap senyawa zat murni karena sifat
dari norit sendiri adalah adsorbent. pada percobaan ini digunakan asam
benzoat yang kotor (tidak murni), maka penambahan norit sangatlah
berguna untuk mendapatkan asam benzoat yang tidak lagi mengandung zat
pengotor. Saat dikocok diatas pemanas busen, pengocokannya harus sangat
diperhatikan. Karena teknik mengocok / kecepatan dalam mengocok
mempengaruhi kelarutan. Selain teknik mengocok, terdapat hal lain yang
mempengaruhi kelarutan, yaitu : suhu dimana pada saat penambahan norit
ini harus dalam keadaan panas , karena apabila dilakukan pada suhu dingin
kristal akan terbentuk dan norit tidak dapat menyerap warna atau pengotor
dari larutan tersebut. Setelah campuran mendidih dilakukan penyaringan
menggunakan corong kaca yang telah dipanaskan sebelumnya hal ini
dikarenakan proses jristalisasi ini berada dalam kesetimbangan yang apabila
suhu turun akan terjadi pemisahan atau pengendapan. Kemudian dilakukan
penyaringan menggunakan kertas saring, kertas saring yang digunakan
dibasahi terlebih dahulu dengan air, kemudian filtrat ditampung dalam gelas
kimia yang sebelumnya gelas kimia tersebut digores-goreskan terlebih
dahulu oleh batang pengaduk kaca, hal ini dilakukan agar memancing
terbentuknya kristal jarum dari asam benzoat yang murni. Proses
penampungan filtrat dilakukan dalam keadaan panas karena berada dalam
kesetimbangan yang apabila suhu turun akan terjadi peisahan atau
pengendapan. Ketika semua campuran sudah disaring dan ditampung
didalam gelas kimia, kemudian gelas kimia berisi filtrat direndam dalam
gelas kimia besar berukuran 500 ml yang berisi air dingin dan es agar
mempercepat pembentukan kristal dari filtrat tersebut. Campuran dalam
gelas tersebut harus didiamkan dan tidak boleh bergerak atau digoyang-
goyangkan supaya terbentuk kristal jarum yang baik, karena apabila pada
saat proses pendinginan digoyang-goyangkan atau digerakan kristal akan
menjadi hancur. Setelah terbentuk kristal jarum dari filtat kemudian
dilakukan penyaringan menggunakan corong buchner yang dilengkapi
dengan alat isap. Corong buchner digunakan karena lebih efektif
menghemat waktu dari pada menggunakan kertas saring biasa. Corong
buchner memiliki kecepatan dalam menyaring suatu larutan atau campuran
karena corong buchner menggunakan mesin penyedot dan vakum. Dimana,
campuran atau larutan yang akan disaring, disedot oleh mesin yang terdapat
pada corong ini. Dibandingkan dengan kertas saring yang hanya akan
menunggu proses jatuhnya larutan murni yang membutuhkan waktu yang
lumayan lama. Setelah terbentuk kristal, kristal tersebut kemudian
ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Dari hasil penimbang
diperoleh hasil dengan rendemen 89% yang seharusnya didapat rendemen
mendekati 100% hal ini menunjukan bahwa asam benzoat yang diuji
mengandung pengotor yang terlalu banyak serta terjerap semua oleh karbon
sehingga rendemen yang didapat menjadi menyusut atau dapat dikarenakan
pada saat pengumpulan filtrat masih terdapat kristal yang menempel pada
dinding wadah corong buchner dan menyebabakan kekurangan bobot saat
penimbangan, pada saat proses kristalisasi larutan, penyimpanan dalam
wadah dengan air dingin kurang lama sehingga kristal yang terbentuk tidak
terlalu banyak karena proses kristalisasi yang kurang sempurna.

Pada proses pemurnian ini dilakukan metode rekristalisasi


dibandingkan yang lain karena tahapan prosedur dari rekristalisasi lebih
mudah dibandingkan dengan prosedur pemurnian zat padat yang lain.
Setelah didapatkan kristal asam benzoat, sebagian asam benzoat diambil
untuk dimasukkan kedalam kapiler untuk diuji titik leleh untuk mengetahui
kemurnian dari kristal asam benzoat, namun hasil yang didapatkan tidak
sesuai dengan litelatur. Hasil yang didapatkan oleh praktikan adalah rentan
dimulai nya meleleh pada suhu 110 oC , dan melebur semua pada suhu 122
o
C yang menunjukkan titik leleh lebih rendah dibanding titik leleh literatur
yaitu 122,4 oC hal ini disebabkan karena adanya pengotor dalam suatu kisi
asam benzoat yang akan mengganggu sturktur kristal keseluruhannya dan
akan memperleah ikatan-ikatan didalamnya akibatnya titik leleh senyawa
asam benzoat yang tidak murni ini akan lebih rendah dari senyawa
murninya (Titik leleh 122,4 oC ) dan yang terpenting adalah rentan titik
leleh yang lebar yaitu 12 oC. Dari hasil pengujian titik leleh kristal asam
benzoat yang didapat pada proses rekristalisasi menyatakan kristal yang
dihasilkan tidak murni karena titik leleh yang diperoleh lebih rendah dari
literatur dan memiliki rentan titik leleh yang lebar 12oC yang apabila
senyawa murni rentan titik lelehnya sempit, tidak akan melebihi 2 oC.

Percobaan selanjutnya dari percobaan ini yaitu sublimasi, sublimasi


adalah salah satu pemisahan zat-zat yang mudah menyublim perubahan
wujud zat padat ke gas atau dari gas ke padat. Bila partikel penyusun suatu
zat diberikan kenaikan suhu maka partikel tersebut akan menyublim
menjadi gas, yang kemudian terkondensasi menjadi padatan. Syarat
pemisahan campuran pada sublimasi adalah partikel yang bercampur harus
memiliki perbedaan titik leleh yang besar sehingga kita dapat menghasilkan
uap dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Begitupun syarat sampel untuk
sublimasi adalah harus mempunyai tekanan uap relatif tinggi pada suhu
dibawah titik lelehnya.
Berdasarkan percobaan ini dilakukan proses sublimasi dengan tujuan
memurnikan naftalena dari pengotor-pengotor dengan metode sublimasi
serta dengan prinsipnya yaitu berdasarkan perbedaan suhu dan tekanan uap
relatif tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya dan terjadi perubahan fasa
padat ke fasa gas tanpa melalui proses pencairan . Kamfer yang ditimbang
dimasukkan kedalam cawan porselen, lalu diatasnya ditutup menggunakan
kaca arloji dimana pada bagian atas kaca arloji diberikan beberapa buah es
batu. Tujuan prosedur ini adalah didapatkan senyawa kristal kamfer yang
murni melalui proses penyubliman. Saat kamfer yang dipanaskan menguap
menjadi gas akan bertemu dengan permukaan kaca arloji yang dingin maka
akan menyebabkan kamfer kembali kedalam fase padatan.

Gambar Diagram 3 fase


Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat ketika zat yang digunakan
adalah padatan dan suhu dari suatu bahan dinaikan seharusnya berubah
menjadi cairan terlebih dahulu, namun jika tekanan diturunkan maka dapat
langsung berubah menjadi gas. Proses sublimasi ini dapat dikarenakan
cawan ditutup menggunkan kaca arloji yang ditambahkan es maka terjadi
perbedaan suhu dan perbedaan tekanan dibawah kaca arloji yang tinggi dan
diatas kaca arloji yang rnrendah sehingga perubahan fase yang terjadi dari
padat langsung menjadi gas (menyublim). Kristal kamfer yang terkumpul
pada kaca arloji selanjutnya dikumpulkan pada kertas perkamen untuk
selanjutnya dilakukan penimbangan menggunakan neraca. Dari hasil
penimbang diperoleh hasil dengan rendemen 73% yang seharusnya didapat
rendemen mendekati 100% hal ini menunjukan bahwa asam benzoat yang
diuji mengandung pengotor yang terlalu banyak serta terjerap semua oleh
karbon sehingga rendemen yang didapat menjadi menyusut atau dapat
dikarenakan pada saat pengumpulan filtrat masih terdapat kristal yang
menempel pada dinding wadah corong buchner dan menyebabakan
kekurangan bobot saat penimbangan, pada saat proses kristalisasi larutan,
penyimpanan dalam wadah dengan air dingin kurang lama sehingga kristal
yang terbentuk tidak terlalu banyak karena proses kristalisasi yang kurang
sempurna.
Setelah didapatkan kristal kamfer, sebagian kristal kamfer diambil
untuk dimasukkan kedalam kapiler untuk diuji titik leleh untuk mengetahui
kemurnian dari kristal kamfer, namun hasil yang didapatkan tidak sesuai
dengan litelatur. Hasil yang didapatkan oleh praktikan adalah rentan dimulai
nya meleleh pada suhu 68 oC , dan melebur semua pada suhu 80 oC yang
menunjukkan titik leleh lebih rendah dibanding titik lebur literatur yaitu 180
o
C hal ini disebabkan karena adanya pengotor dalam suatu kisi kamfer
yang akan mengganggu sturktur kristal keseluruhannya dan akan
memperleah ikatan-ikatan didalamnya akibatnya titik leleh senyawa kamfer
yang tidak murni ini akan lebih rendah dari senyawa murninya (Titik lebur
180 oC ) dan yang terpenting adalah rentan titik leleh yang lebar yaitu 12oC.
Dari hasil pengujian titik leleh kamfer yang didapat pada proses
rekristalisasi menyatakan kristal yang dihasilkan tidak murni karena titik
leleh yang diperoleh lebih rendah dari literatur dan memiliki rentan titik
leleh yang lebar 12oC yang apabila senyawa murni rentan titik lelehnya
sempit, tidak akan melebihi 2 oC.
VIII. Kesimpulan
1. Termometer yang diuji layak digunakan karena terjadi kenaikan
suhu dari 35°C menjadi 100°C
2. Terjadi pemurnian asam benzot melalui proses rekristalisasi yang
menghasilkan kristal sebanyak 1,78 gram dengan rendemen 89%
dan pada pengujian titik leleh diperoleh rentan 110°C-122°C,
menunjukan kristal yang dihasilkan tidak murni karena rentan
titik leleh yang dihasilkan lebar dan tidak sesuai literatur
(122,4°C)
3. Terjadi pemurnian kamfer melalui proses sublimasi yang
menghasilkan kristal sebanyak 0,73 gram dengan rendemen 73%
dan pada pengujian titik leleh diperoleh rentan 68°C-80°C,
menunjukan kristal yang dihasilkan tidak murni karena rentan
titik leleh yang dihasilkan lebar dan tidak sesuai literatur (180°C)
IX. Daftar pustaka

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar dan konsep Inti Edisi


Keempat. Jakarta : Erlangga

Day, R. A. dan A. L. Underwood. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif


edisi keenam. Jakarta: Erlangga

Fessenden, R.J. and fessenden, J.S., 1983. Techniques and


experiments for organic chemistry,. A.b. Pudjaatmaka,
Willard Grant Press, Boston

Handojo, Lienda, Dr. Ir, 1995. Teknologi Kimia. Jakarta: PT Pradya


Paramita

Lund, Walter. (1994). The Pharmaceutical Codex, 12th edition, The


Pharmaceutical Press, London

Morris, A.S. (2001). Measurement & instrumentation Principles.


London: Butterworth-Heinemann.

Oxtoby, David W. (2001). Kimia Modern. Jakarta : Erlangga

Petrucci, Ralph H. (1987). Kimia Dasar Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Rositawati, A.L., Citra M.T. dan Danny S., (2013). Rekristalisasi


Garam Rakyat Dari Daerah Demak Untuk Mencapai SNI
Garam Industri, Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri, 2
(4), 217-225

Sunardi. (2004) . Diktat Kuliah cara cara pemisahan. Depok: Dept


Kimia FMIPA UI

Yazid, Estien. (2005). Kimia Fisik untuk Paramedis. Yogyakarta:


Penerbit Andi.
LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

Percobaan 2
Pemisahan dan Pemisahan zat padat
Rekristalisasi & Titik leleh

Disusun Oleh:
Nama : Syifa Moraliesky
NPM : 10060316157
Shift/Kelompok : E/6
Tanggal Praktikum : 18 April 2018
Tanggal Penyerahan : 25 April 2018
Nama Asisten : Poppy Sarah Juliana, S. Farm., Apt.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1439 H / 2018 M

Anda mungkin juga menyukai